Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA

DALAM TAHAP PEMERIKSAAN PENDAHULUAN


DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS SEBAGAI MID
SEMESTER HUKUM ACARA PIDANA

NAMA : IKHLASA PAREGATA


NIM : 11010116120001
MATA KULIAH : HUKUM ACARA PIDANA

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
Analisis penyelesaian proses penyelesaian kasus tindak pidana dalam tahap
Pemeriksaan Pendahuluan
Kasus :

Jaksa dalam persidangan terhadap Jessica Kumala Wongso, yang didakwa membunuh
rekannya Wayan Mirna Salihin dengan racun sianida, meminta hakim menjatuhkan
hukuman penjara 20 tahun.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari Rabu (05/10), jaksa
menjelaskan bahwa dari alat bukti antara lain berupa keterangan saksi, ahli, dan terdakwa,
diperoleh fakta-fakta hukum yang tidak bisa disangkal.

Ini semua memenuhi tiga unsur dalam pembunuhan berencana, yakni disengaja,
direncanakan, dan menghilangkan nyawa orang lain.

Jaksa mendakwa Jessica dengan pasal 340 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan
sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."

Persidangan terhadap Jessica dinilai diwarnai banyak kontroversi.


 Sidang Jessica: Cara pertanyaan jaksa disorot
 Sidang Jessica 'gaduh', hakim, jaksa dan pengacara akan dilaporkan
 Pemberitaan sidang Jessica Wongso 'berpotensi giring opini publik'

Dalam lanjutan sidang hari Rabu (28/09) pekan lalu misalnya, saat terdakwa Jessica
memberikan keterangannya, cara jaksa penuntut umum mengajukan pertanyaan dianggap
"tak sesuai hukum acara pidana serta kode etik".

Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Jakarta, juga
melaporkan hakim sidang Jessica ke Komisi Yudisial karena dianggap tak sesuai hukum
acara pidana.

Mereka juga menyebut "jaksa terkesan subjektif."

"Jaksa mengajukan pertanyaan yang berulang-ulang bahkan sampai diperingatkan oleh hakim
... dan ini tak sesuai dengan hukum acara," kata Simon Fernando, direktur PBHI Jakarta.

PBHI juga melaporkan jaksa serta pengacara Jessica, masing-masing ke Komisi Kejaksaan
dan Dewan Kehormatan Advokat, karena tindakan mereka dinilai "tak sesuai hukum acara
pidana".
Karena 'sakit hati'

Persidangan Jessica disiarkan langsung oleh sejumlah televisi di Indonesia.


hakim, jaksa, maupun pengacara Jessica dikritik karena dinilai tindakannya "tak sesuai
hukum acara pidana".

Komisi Penyiaran Indonesia pada Agustus 2016 lalu juga mengatakan beberapa stasiun
televisi "berpotensi mengabaikan prinsip praduga tak bersalah, melakukan penggiringan opini
publik, serta penghakiman" terkait penyiaran tentang persidangan kasus pembunuhan Mirna.

Jessica dituduh membunuh kawannya, I Wayan Mirna, dengan membubuhkan racun natrium
sianida ke dalam kopi yang diminum Mirna di kafe Olivier, Grand Indonesia, awal Januari
2016.

Motif pembunuhan itu, menurut jaksa, adalah sakit hati.

"Sekitar pertengahan 2015, korban Mirna mengetahui permasalahan dalam hubungan


percintaan terdakwa dengan pacarnya sehingga korban Mirna menasehati terdakwa untuk
putus saja dengan pacarnya yang suka kasar dan memakai narkoba. Dia mengatakan, 'untuk
apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal'," kata jaksa, membacakan surat
dakwaan.

Jessica dituduh meracuni Mirna karena merasa sakit hati.

"Ucapan tersebut membuat terdakwa marah serta sakit hati ... setelah kemarahan terdakwa
kepada korban Mirna, terdakwa akhirnya putus dengan pacarnya dan mengalami beberapa
peristiwa hukum yang melibatkan pihak kepolisian Australia. Sehingga membuat terdakwa
semakin tersinggung dan sakit hati.
"Untuk membalas sakit hatinya tersebut, terdakwa merencanakan untuk menghilangkan
nyawa korban Mirna."

Lebih lanjut jaksa menjelaskan, hasil visum menunjukkan bibir bagian dalam korban
berwarna kebiruan dan lambungnya tergerus oleh zat korosif.

Analisis :

Kematian Wayan Mirna Salihin (27) menyita perhatian masyarakat Indonesia, karena
polisi menyatakan Mirna tewas karena racun sianida yang diduga terdapat pada kopi yang
diminumnya.
Setelah hampir sebulan kasus itu bergulir, polisi akhirnya menetapkan Jessica Kumala
Wongso menjadi tersangka dalam kasus ini. Polisi memerlukan waktu cukup lama dan
cenderung berhati-hati dalam menetapkan tersangka dugaan pembunuhan terhadap Wayan
Mirna Salihin alias Mirna.

Kronologis Proses penyelidikan


- Rabu, 6 Januari 2016
Wayan Mirna Salihin (27) mengalami kejang sesaat setelah meminum es kopi
vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Mirna sempat dibawa ke klinik di Grand Indonesia untuk diperiksa. Tidak beberapa
lama, Mirna langsung dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo. Namun sesampainya
di rumah sakit, Mirna dinyatakan sudah meninggal.
- Kamis, 7 Januari 2016
Sejak saat itu, perjalanan kasus ini dimulai. Polisi menyatakan ada ketidakwajaran
dalam kematian Mirna. Polisi memeriksa sejumlah pihak yang dianggap terlibat,
seperti Jessica, Hani, suami, bahkan ayah Mirna.
Pegawai kafe juga ikut diperiksa secara intensif, termasuk pemeriksaan oleh Puslabfor
Polri terhadap es kopi vietnam yang diminum Mirna. Sedikit demi sedikit polisi
mengumpulkan data, kasus ini mulai terlihat.
- Sabtu 9 Januari
Polisi minta izin autopsi dan pihak keluarga menyetujui. Setelah mendapat ijin dari
pihak keluarga, malam itu juga jenazah Mirna dibawa ke RS Polri.
- Minggu, 10 Januari
Jenazah Mirna di otopsi di RS Pusat Polri, Kramatjati, Jakarta Timur. Hasil otopsi,
ditemukan ada pendarahan di lambung Mirna. Ada kandungan zat yang menyebabkan
keracunan.
Sifat zat tersebut asam, kemungkinan besar meninggal Mirna karena keracunan.
Setelah di otopsi Jenazah Wayan Mirna L Salimin dimakamkan di pemakaman
keluarga di TPU Gunung Gadung, Bogor.
- Senin, 11 Januari
Polda Metro menggelar pra rekonstruksi dengan menghadirkan Jessica dan Hani
(teman Mirna saat minum kopi bersama di Oliver).
Selain itu polisi hadirkan 2 pelayan Oliver yang menyajikan kopi untuk Mirna. Di hari
yang sama, polisi meralat keterangan soal sianida karena belum ada pernyataan
Labfor.
- Minggu 17 Januari
Polisi sudah menemukan ada kandungan zat beracun berupa sianida dalam kopi Es
Vietnam yang diminum oleh Wayan Mirna Salimin (Mirna) di Restoran Olivier di
West Mall Grand Indonesia.
Kandungan sianida dalam kopi tersebut kurang lebih mencapai 3 gram.
- Senin 18 Januari
Polisi pastikan Mirna tewas karena Diracun. Namun dari pihak kepolisian belum
menyebut siapa pelakunya dan motif dari penaruhan racun tersebut.
- Selasa 19 Januari
Polisi memeriksa Jessica. Setelah pemeriksaan, Yudi Wibowo, kuasa hukum Jessica,
menyebut hasil otopsi polisi terhadap jenazah Wayan Mirna Salihin (27) tak akurat.
Oleh karena itu, ia meminta dilakukan otopsi ulang.
- Rabu, 20 Januari
Polisi Kerahkan Tukang Sampah Cari Celana Jessica. Sebelumnya, kuasa hukum
Jessica, Yudi Wibowo, mengatakan bahwa celana Jessica dibuang karena sudah rusak
dan tidak bisa dijahit lagi. Celana ini menurut kepolisian hanya sebagai petunjuk
pelengkap terkait sianida.
- Minggu, 24 Januari
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes M Iqbal mengatakan tersangka Kasus Mirna
Ditetapkan Setelah Gelar Perkara.
"Bagaimana hasil ekspose itu mudah-mudahan penyidik sudah bisa melangkah
menetapkan siapa tersangkanya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes
Mohammad Iqbal di Jakarta.
- Selasa, 26 Januari
Pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meminta pihak kepolisian untuk melengkapi
bukti dalam berkas perkara kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin. Bukti itu pula
yang menyebabkan siapa pembunuh Mirna belum ditetapkan oleh penyidik.
Kelengkapan yang kurang tersebut, kata Krishna, berupa berkas keterangan dari tiga
orang ahli yang tak dia sebut identitasnya. "Intinya keterangan ahli harus kami
penuhi, pemeriksaan saksi lanjutan juga masih ada." kata Krishna.
- Rabu, 27 Januari
Jessica Depresi Merasa Disudutkan Terkait Pembunuhan Mirna. Saksi kasus tewasnya
Wayan Mirna Salihin, Jessica Wongso, mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) bersama pengacaranya, Yudi Wibowo Sukinto, pada Rabu,
27 Januari 2016.
Di sana, Jessica mengadukan tindakan polisi yang dianggapnya kasar dan merasa
dipojokkan di negeri sendiri.
- Jumat, 29 Januari
Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Jessica Kumala Wongso, saksi kasus kematian
Wayan Mirna Salihin, bepergian ke luar negeri.
Kepala Bagian Humas dan Tata Usaha Ditjen Imigrasi mengatakan, pencegahan
dilakukan atas permintaan Polri. "Telah dicegah Jessica Kumala Wongso, tempat
tanggal lahir Jakarta, 9 Oktober 1988," ujar Heru melalui pesan singkat.
- Sabtu, 30 Januari
Polda Metro Jaya menangkap Jessica Kumala Wongso (27) di Hotel Neo Mangga
Dua Square. Disampaikan Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya, Kombes Pol
Krishna Murti status Jessica saat ini sudah meningkat menjadi tersangka.
Berdasarkan informasi dari tim survei di lapangan, Jessica tidak berada di
rumahnya dan kondisi rumahnya gelap pada malam itu. Kemudian, tim survei
kembali mengabarkan jika Jessica berada di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta
Utara.
Pada awal perkembangan kasus kematian Mirna, kepolisian sempat menemui jalan buntu
karena pihak keluarga Mirna tidak mengizinkan untuk
dilakukan otopsi terhadapjenazah Mirna. Namun, setelah dilakukan musyawarah dan
dijelaskan oleh pihak kepolisian, akhirnya pihak keluarga mengizinkan polisi untuk
melakukan otopsi. Dari hasil otopsitersebut diketahui bahwa terdapat pendarahan
di lambung Mirna. Pendarahan ini diakibatkan oleh zat korosif yang berasal dari Sianida.
Berdasarkan penemuan tersebut, polisi berkeyakinan bahwa kematian Mirna tidak
wajar. Polisi kemudian melakukan prarekonstruksi di Olivier Café pada tanggal 11 Januari
2016 dengan menghadirkan dua orang teman Mirna yakni Hani dan Jessica. Polisi juga
meminta keterangan dari pegawai Olivier Café.
Polisi pun mengembangkan penyelidikan dengan memanggil beberapa saksi termasuk pihak
keluarga Mirna yang diwakili oleh ayahnya, juga dua orang teman Mirna yakni Hani dan
Jessica. Jessica sendiri diperiksa oleh pihak kepolisian sebanyak 5 kali. Jessica tidak hanya
dimintai keterangan, namun polisi juga menggeledah rumahnya pada tanggal 10 Januari
2016. Polisi diketahui mencari celana yang dipakai oleh Jessica pada saat kejadian. Namun
hingga kini, celana tersebut belum ditemukan.
Tidak hanya memeriksa para saksi, polisi pun meminta keterangan dari
para ahli diantaranya ahli IT, hypnotheraphy, psikolog, dan psikiater untuk
menguatkan bukti dugaan terhadap pelaku.
Kepolisian RI juga meminta bantuan kepada Kepolisian Federal Australia untuk mendalami
latarbelakang Jessica selama berada di Australia.

Pasal 1 angka 5 KUHAP


“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Dalam penyidikan juga pejabat penyidik (lih: Pasal 6) memiliki kewenangan dalam mencari
dan mengumpulkan bukti seperti halnya kewenangan yang diberikan kepada penyelidik
dalam tingkat penyidikan. Kewenangan penyidikan ditegaskan dalam Pasal 7 KUHAP
sebagai berikut:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
5. Melakukan pemeriksan surat dan penyitaan surat.
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseoarang.
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.
9. Mengadakan penghentian penyidikan.
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
 
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum melalui SPDP
(Surat Pemberitahun Dimulainya Penyidikan,  Pasal 109 ayat 1 KUHAP).
Setelah selesai dilakukan penyidikan, maka berkas diserahkan kepada Penuntut Umum (Pasal
8 ayat 2 KUHAP). Penyerahan ini dilakukan melalui dua tahap, yakni:

1. Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.


2. Dalam hal penyidikan dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas
tersangka dan barang bukti kepada penuntut  umum.
Jika pada penyerahan tahap pertama, penutut umum berpendapat bahwa berkas perkara
kurang lengkap maka ia dapat:

1. Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi disertai petunjuk.


Penuntut umum menerbitkan P-18 dan P-19.
2. Melengkapi sendiri, dengan melakukan pemeriksaan tambahan (Pasal 30 ayat 1 huruf
e Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan).
Dalam hal ini Penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian sudah sesuai prosedur yang
sudah ditentukan dalam KUHAP, dan proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian
dilakukan dengan sangat kehati-hatian dalam prosesnya agar tidak salah mengambil langkah
dalam kasus ini.

Anda mungkin juga menyukai