Jaksa dalam persidangan terhadap Jessica Kumala Wongso, yang didakwa membunuh
rekannya Wayan Mirna Salihin dengan racun sianida, meminta hakim menjatuhkan
hukuman penjara 20 tahun.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari Rabu (05/10), jaksa
menjelaskan bahwa dari alat bukti antara lain berupa keterangan saksi, ahli, dan terdakwa,
diperoleh fakta-fakta hukum yang tidak bisa disangkal.
Ini semua memenuhi tiga unsur dalam pembunuhan berencana, yakni disengaja,
direncanakan, dan menghilangkan nyawa orang lain.
Jaksa mendakwa Jessica dengan pasal 340 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan
sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Dalam lanjutan sidang hari Rabu (28/09) pekan lalu misalnya, saat terdakwa Jessica
memberikan keterangannya, cara jaksa penuntut umum mengajukan pertanyaan dianggap
"tak sesuai hukum acara pidana serta kode etik".
Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Jakarta, juga
melaporkan hakim sidang Jessica ke Komisi Yudisial karena dianggap tak sesuai hukum
acara pidana.
"Jaksa mengajukan pertanyaan yang berulang-ulang bahkan sampai diperingatkan oleh hakim
... dan ini tak sesuai dengan hukum acara," kata Simon Fernando, direktur PBHI Jakarta.
PBHI juga melaporkan jaksa serta pengacara Jessica, masing-masing ke Komisi Kejaksaan
dan Dewan Kehormatan Advokat, karena tindakan mereka dinilai "tak sesuai hukum acara
pidana".
Karena 'sakit hati'
Komisi Penyiaran Indonesia pada Agustus 2016 lalu juga mengatakan beberapa stasiun
televisi "berpotensi mengabaikan prinsip praduga tak bersalah, melakukan penggiringan opini
publik, serta penghakiman" terkait penyiaran tentang persidangan kasus pembunuhan Mirna.
Jessica dituduh membunuh kawannya, I Wayan Mirna, dengan membubuhkan racun natrium
sianida ke dalam kopi yang diminum Mirna di kafe Olivier, Grand Indonesia, awal Januari
2016.
"Ucapan tersebut membuat terdakwa marah serta sakit hati ... setelah kemarahan terdakwa
kepada korban Mirna, terdakwa akhirnya putus dengan pacarnya dan mengalami beberapa
peristiwa hukum yang melibatkan pihak kepolisian Australia. Sehingga membuat terdakwa
semakin tersinggung dan sakit hati.
"Untuk membalas sakit hatinya tersebut, terdakwa merencanakan untuk menghilangkan
nyawa korban Mirna."
Lebih lanjut jaksa menjelaskan, hasil visum menunjukkan bibir bagian dalam korban
berwarna kebiruan dan lambungnya tergerus oleh zat korosif.
Analisis :
Kematian Wayan Mirna Salihin (27) menyita perhatian masyarakat Indonesia, karena
polisi menyatakan Mirna tewas karena racun sianida yang diduga terdapat pada kopi yang
diminumnya.
Setelah hampir sebulan kasus itu bergulir, polisi akhirnya menetapkan Jessica Kumala
Wongso menjadi tersangka dalam kasus ini. Polisi memerlukan waktu cukup lama dan
cenderung berhati-hati dalam menetapkan tersangka dugaan pembunuhan terhadap Wayan
Mirna Salihin alias Mirna.
Dalam penyidikan juga pejabat penyidik (lih: Pasal 6) memiliki kewenangan dalam mencari
dan mengumpulkan bukti seperti halnya kewenangan yang diberikan kepada penyelidik
dalam tingkat penyidikan. Kewenangan penyidikan ditegaskan dalam Pasal 7 KUHAP
sebagai berikut:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
5. Melakukan pemeriksan surat dan penyitaan surat.
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseoarang.
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.
9. Mengadakan penghentian penyidikan.
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum melalui SPDP
(Surat Pemberitahun Dimulainya Penyidikan, Pasal 109 ayat 1 KUHAP).
Setelah selesai dilakukan penyidikan, maka berkas diserahkan kepada Penuntut Umum (Pasal
8 ayat 2 KUHAP). Penyerahan ini dilakukan melalui dua tahap, yakni: