Anda di halaman 1dari 4

Keyakinan hakim dalam kasus kopi sianida Jessica Kumala Wongso

"Pembunuhan Berencana Jessica"

Hakim PN Jakarta Pusat memvonis Jessica Kumala Wongso bersalah atas pembunuhan berencana
Wayan Mirna Salihin. Jessica dijatuhkan hukuman 20 tahun penjara. Menghadirkan lebih 50 saksi,
sejumlah kejanggalan masih mengiringi proses persidangan. Diantaranya

 Menyidik Pembunuhan Mirna Tanpa Autopsi


 Menelusuri Validitas Bukti Tak Langsung Jessica di CCTV
 Ahli Pidana: Bukti Perkara Jessica Serupa dengan Kasus Munir
 Menyingkap Kesaksian dari Australia Soal Jessica
 Hakim Sebut Tangis Jessica Saat Pledoi (pembelaan) Hanya Sandiwara

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir mengkritik putusan majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis 20 tahun penjara kepada Jessica Kumala Wongso. Vonis
itu disebut lemah karena hanya berdasarkan keyakinan majelis hakim.

"Vonis majelis hakim lebih mengedepankan keyakinan. Seharusnya keyakinan itu didasarkan oleh bukti-
bukti. Setiap unsur yang diyakini harus didukung bukti. Keyakinan tak bisa berdiri sendiri," kata
Mudzakkir

Vonis hakim terhadap Jessica memang didasari oleh bukti tak langsung atau circumstance evidence.
Bukti tak langsung yaitu bukti menceritakan suatu fakta yang ada kaitannya dengan tindak pidana yang
terjadi.

Dalam putusan hakim, bukti tak langsung berasal dari beberapa kejadian, yaitu siapa yang memesan,
siapa yang menguasai minuman itu, dan ada gerak-gerik mencurigakan. Hal tersebut diperkuat dengan
fakta dan kronologi kejadian sebelum Mirna terbunuh. Di antaranya fakta bahwa Jessica yang mengatur
waktu minum kopi bersama Mirna dan Hani, serta memesan dan membayar kopi terlebih dulu.

Majelis hakim juga berdasarkan pada anggapan bahwa Jessica satu-satunya orang yang menguasai kopi
sebelum diminum oleh Mirna. Mudzakkir mengatakan, seharusnya, majelis hakim mendasarkan
vonisnya pada bukti-bukti primer, dalam hal ini dua alat bukti yang sah dan berkekuatan hukum, bukan
sekedar rangkaian kronologi atau omongan pihak lain.

Jika hanya bersandar pada bukti tak langsung, maka majelis hakim menurut Mudzakkir hanya
mengandalkan keyakinan, sehingga vonis terhadap Mirna terkesan sebagai selera pribadi masing-masing
anggota majelis hakim.
"Pertanyaannya adalah, apakah Jessica terbukti membawa racun? Kalau iya, bagaimana cara dia
memasukkan racun tersebut? Itu yang harus dijawab. Jangan malah majelis hakim menyebut Jessica
satu-satunya yang menguasai kopi, tapi tak bisa membuktikan apakah Jessica membawa dan
memasukkan racun," kata Mudzakkir.

"Jadi, vonis ini hanya menghasilkan kebenaran materil, bukan kebenaran hakiki. Kebenaran hakiki itu
menjawab apakah orang itu benar-benar melakukan pembunuhan," ujar Mudzakkir yang pernah
ditunjuk sebagai saksi ahli dari kuasa hukum Jessica.

Saking banyaknya komentar netizen Indonesia sampai ada beberapa pendapat yang sya setuju di
antaranya.

1. Laniline

Saya setuju... jauh dari yang namanya "beyond reasonable doubt" (melampaui keraguan yang masuk
akal) yg disampaikan itu keyakinan!!... kalau sudah yakin dari awal, ngapain ada proses persidangan
yang panjang ini?

2. Yohanesarif6

Hakim tidak pernah menanyakan apa yang dimakan atau minum Mirna sebelum ke Oliver, itu
kelemahan, kalau itu diperdalami mungkin kasusnya sudah ada sebelum di oliver, di oliver hanya muncul
akibatnya. Mungkin kalau ini ditelusuri keyakinan hakim bisa dibuktikan dan pembunuhnya bisa
diketahui.

3. lamroh6

Hanya pengadilan Allah yang adil, sebab segala tindakan, perbuatan kita tidak ada yang tersembunyi,
satuhal agar hidup aman dan damai,kita lakukan yang baik dan benar

Dari sini bnyk lah Asumsi yang semakin menerangkan kenapa dan apa alasannya keyakinan hakim ini
bisa menghukum orang yang tidak ada kepastian dari bukti. Asumsi yang sama juga dituturkan oleh
pengacara kondang yang pernah menangani kasus Brigadir J, yakni Kamaruddin Simanjuntak.

Kamaruddin Simanjuntak secara terang-terangan masih tidak bisa menerima keputusan hakim yang
mendakwa bahwa Jessica bersalah dalam kasus itu. Hal itu lantaran tak adanya saksi yang melihat
bahwa Jessica memasukkan sianida kedalam kopi Mirna Salihin.

"Saya masih curiga dengan keputusan itu. Karena pertama, saksi tidak ada yang melihatnya. Tidak ada
saksi yang melihat bahwa Jessica memasukkan sianida," tutur Kamaruddin Simanjuntak, dikutip dari
akun TikTok @mynamesony4, Selasa (17/10).
"Saya masih curiga dengan keputusan itu. Karena pertama, saksi tidak ada yang melihatnya. Tidak ada
saksi yang melihat bahwa Jessica memasukkan sianida," tutur Kamaruddin Simanjuntak, dikutip dari
akun TikTok @mynamesony4, Selasa (17/10).

"Surat juga tidak ada yang memastikan bahwa Jessica mempunyai racun atau masukkan racun itu,"
sambung Kamaruddin Simanjuntak. Selain itu, keterangan para ahli juga berbeda-beda. "Maka masuklah
kategori keterangan ahli kan. Ahli kan semua pintar, ahlinya jaksa juga pintar, ahlinya pengacara juga
(pintar)," imbuh Kamaruddin.

Kamaruddin Simanjuntak juga kecewa bahwa hakim memutuskan Jessica Wongso bersalah hanya
berdasar pada keyakinan subjektifnya saja. "Nah, kalau keyakinan hakim mengatakan bahwa Jessica
adalah pelakunya. Dari mana dasar keyakinan hakim itu? Keyakinan hakim kan didasarkan dua alat
bukti,” tandas Kamaruddin Simanjuntak. “

Tapi kalau didasarkan pada keyakinan hakim, ini yang jadi pertanyaan,

1. apakah harus ada yg dihukum atas kematian seseorang walaupun tidak ada bukti pasti?
2. Kenapa tidak ada penjelasan yg teransfaran dari keyakinan hakim sebelum memutus perkara
tersebut?

 Hanya Andalkan Keyakinan Hakim, Ini Pendapat Hotman Paris tentang Kasus Kopi Sianida

Dia menilai bahwa penetapan Jessica Wongso menjadi tersangka hingga divonis puluhan tahun hanya
berdasar pada keyakinan hakim.

“Komentar saya atas kasus itu (kopi sianida) dari dulu adalah tidak diterapkan prinsip harus ada dua alat
bukti sebelum seseorang dipidana. Tapi, lebih menonjol keyakinan hakim,” ujar Hotman Hotman Paris
kemudian membandingkan keadaan di Eropa dan Amerika yang tidak bisa dihukum jika bukti-bukti
dalam perkara masih diragukan. Penanganan kasusnya tidak boleh ada keraguan sedikitpun.

“Dalam kasus Jessica, buktinya tidak ada dan tidak meyakinkan. Saya tidak tahu siapa yang salah. Saya
tidak tahu apakah itu tim pengacara atau orang lain. Tapi yang jelas ada saksi ahli yang dihadirkan di
persidangan, dan iti memberatkan Jessica,” kata Hotman.

Pengacara kondang itu meragukan saksi ahli yang hadir di persidangan Jessica Wongso. Karena dia tahu
kapan racun itu dimasukkan ke dalam kopi Mirna Salihin. Sedangkan Mirna baru diperiksa beberapa
minggu setelah dinyatakan meninggal.
“Jadi bagaimana dia bisa tahu jam berapa racun itu ditempatkan? Hanya Tuhan yang tahu apakah ada
racun atau tidak dan jam berapa racun itu ditempatkan,” kata Hotman.

“Sehingga orang akan beranggapan satu-satunya yang diduga meletakan adalah Jessica karena jamnya
bersamaan. Itu saya protes keras karena tidak mungkin ahli bisa mengetahui jam berapa racun tersebut
dimasukan jika dia hanya sebagai ahli,” kata Hotman.

Dia pun mengajak warganet “menyelamatkan” Jessica dengan cara meminta bantuan Presiden Jokowi
melalui tag akun Instagram, twitter dan berbagai media sosial milik Presiden Joko Widodo. Seba, , kata
Hotman hanya ini satu satunya cara untuk menyelamatkan Jessica dari hukuman penjara 20 tahun.

Ya, cara satu-satunya adalah melalui grasi yang bisa diajukan kepada Presiden Jokowi. Karena hanya
presiden yang memiliki hak untuk menentukan apakah grasi seseorang dikabulkan atau tidak.

“Ajukan grasi, akui kesalahan, jika dikabulkan oleh Presiden Jokowi maka bisa bebas. Hanya ini satu
satunya cara untuk bisa membebaskan Jessica. Jadi warganet ayo ramai-ramai mention Pak Jokowi di
media sosial kalian!,”ajak Hotman.

Anda mungkin juga menyukai