Anda di halaman 1dari 3

Perlu dipahami bahwa mempelajari hukum seharusnya dapat dilakukan oleh semua orang.

Memang, masih banyak orang-orang yang mudah merasa malas dulu jika belajar mengenai

hukum. Alasan utama mereka yaitu malas karena terlalu banyak hal yang harus dipahami.

Belum lagi mengenai istilah-istilah yang sangat sulit untuk sebagian besar orang. Namun bila

Anda berpikir kembali, ilmu pengetahuan tentang hukum seharusnya dapat menjadi

pengetahuan dasar yang sangat penting untuk dipelajari semua orang. Mengingat hukum

adalah bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih lagi, negara Indonesia

memiliki identitas sebagai negara hukum. Contoh kasus Kasus Pembunuhan Wayan Mirna

Salihin dengan Kopi Sianida Mirna merupakan seorang perempuan yang meninggal dunia

setelah minum kopi di Kafe Olivier, yang berada di Mall Grand Indonesia, Jakarta Pusat,

pada tanggal 6 Januari 2016. Jessica Kumala Wongso adalah salah satu teman Mirna yang

pada saat itu datang lebih awal dan memesankan kopi untuk Mirna. Oleh sebab itu, Jessica

menjadi saksi dari kejadian meninggalnya Mirna. Setelah polisi melakukan olah TKP dan

gelar perkara uji labfor pada beberapa barang bukti yang mereka kumpulkan. Sejumlah fakta

mengejutkan ditemukan. Salah satunya yaitu adanya kandungan sianida di dalam kopi Mirna

dan indikasi menunjukkan bahwa pelaku dari kejadian tersebut adalah Jessica.

Menurut pendapat saya Dilihat dari sisi hukum, kasus matinya Mirna termasuk kasus yang

multifaset, karena banyak aspek hukum yang bisa dijadikan bahan analisis. Setidaknya ada

tiga dimensi yang dapat digunakan. Dimensi pertama dilihat dari sisi hukum pembuktian,

dalam hal ini yang dianalisis adalah apakah bukti-bukti sudah cukup untuk membawa kasus

ini ke pengadilan. Dimensi kedua adalah jenis delik yang dilakukan oleh pelaku, apakah delik

penganiayaan yang menyebabkan kematian, pembunuhan biasa atau pembunuhan berencana,

jenis delik ini sangat ditentukan oleh kadar kesalahan pelaku. Dimensi ketiga adalah dimensi

kausalitas. Dalam hal ini analisis hanya dibatasi pada aspek pembuktian.
Dalam beberapa kali persidangan kasus tersebut telah dihadirkan beberapa saksi ahli untuk

memberikan keterangan terkait dengan keahliannya guna pemeriksaan perkara dan untuk

menemukan bukti tentang penyebab kematian Mirna dan untuk mengetahui bersalah tidaknya

terdakwa Jessica yang dituduh telah melakukan tindak pidana pembunuhan. Kasus

pembunuhan Mirna menjadi sulit dibuktikan mengingat jenazah tidak dilakukan autopsi.

Autopsi merupakan pemeriksaan menyeluruh pada tubuh orang yang telah meninggal.

Autopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab dan bagaimana orang tersebut meninggal.

Ada beberapa alasan mengapa jenazah Mirna tidak diautopsi. Alasan pertama, atas

permintaan dari penyidik polisi. Penyidik hanya meminta dilakukan pengambilan dari sampel

lambung, empedu, hati dan urine. Kedua, saat itu jenazah Mirna sudah dalam kondisi

diawetkan dan dirias.

Pada kasus tersebut perlu adanya pembuktian apakah Jessica benar- benar bersalah

melakukan pembunuhan. Dalam hukum acara pidana. pembuktian memegang peranan yang

sangat penting. Pada hakekatnya. pembuktian dimulai sejak diketahui adanya peristiwa

hukum. Namun tidak semua peristiwa hukum terdapat unsur-unsur pidana. Apabila ada unsur

tindak pidana (bukti awal telah terjadi tindak pidana) maka barulah proses tersebut dimulai

dengan mengadakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan dan seterusnya.

Hukum acara pidana sendiri menganggap bahwa pembuktian merupakan bagian yang sangat

penting untuk menentukan nasib seorang terdakwa. Bersalah atau tidaknya sebagaimana

didakwakan dalam surat dakwaan ditentukan dalam proses pembuktian. Pembuktian

merupakan hal yang paling penting pada proses beracara dalam persidangan, karena

pembuktian memuat ketentuan yang berisi pedoman tatacara yang dibenarkan undang-

undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga

merupakan ketentuan yang mengatur yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh
dipergunakan oleh hakim untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka para hakim harus selalu berhati-hati, cermat, dan matang dalam menilai dan

mempertimbangkan masalah pembuktian. Hakim harus menilai sampai dimana batas

minimum kekuatan pembuktian atau bewij krachts dari setiap alat bukti yang disebut dalam

Pasal 184 KUHAP. Demikian halnya dalam kasus pembunuhan

Anda mungkin juga menyukai