Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun Oleh:
Kelompok/ Kelas : 4 (Empat)/ 2ID01
Nama (NPM) : 1. Alfian Rindar Jovanka (30420120)
2. Alia Arifin (30420134)
3. Bagas Rizki Ramadhan (30420266)
4. Daffi Ilyas Febrian (30420323)
5. Ferdinand Satri (30420488)
6. Syifa Dwi Prabawati (31420227)
Pertemuan : Minggu 5 (Lima)
Dosen Pengampu : Muhammad Fatkhan Hasfi
Paraf Nilai :

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2021
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kasus 1
Kisah yang dialami nenek Asyani (63) benar-benar menggambarkan pepatah yang
populer di masyarakat, hukum di negeri ini tumpul ke atas, tajam ke bawah. Asyani diseret ke
Pengadilan Negeri Situbondo Jawa Timur dengan tuduhan mencuri 38 papan kayu jati di lahan
Perhutanidi desa jatibanteng situbondo. Asyani adalah tukang pijat. Dia didakwa dengan Pasal
12 huruf d juncto Pasal 83 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman
penjara 5 tahun. Asyani dituduh mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di desa
setempat.
Asyani dilaporkan oleh sejumlah polisi hutan ke Polsek Jatibanteng pada 4 Juli 2014.
Nenek empat anak itu kemudian ditahan pada 15 Desember 2014. Selain Asyani, tiga orang
lain juga ikut ditahan, yakni menantu Asyani, Ruslan; pemilik mobil pick up, Abdussalam; dan
Sucipto, tukang kayu.
Dalam tanggapannya, jaksa Ida Haryani menuturkan pihaknya memiliki bukti-bukti
kuat bahwa 38 papan kayu itu memang diambil Asyani di lahan Perhutani. "Terdakwa tidak
mampu menunjukkan dokumen kepemilikan kayu tersebut," katanya.
Supriyono menyesalkan sikap jaksa itu, yang dinilainya terlalu formalistis dalam menangani
kasus tersebut. Padahal faktanya, kayu jati itu ditebang dari lahan milik Asyani yang telah
dijual pada 2010. Hal tersebut terdapat pada surat kepemilikan lahan yang disimpan oleh kepala
desa.
Sebelumnya, Asyani juga telah menyatakan itu secara langsung di hadapan majelis
hakim ketika memohon ampun. Menurut dia, kayu jati itu peninggalan suaminya yang telah
meninggal.

KELOMPOK 4
Kasus 2
Kasus ini bermula ketika pihak keluarga Nenek Saulina atau Ompu (baca: Oppu) Linda
berniat ingin membangun tugu leluhur dari suami dan leluhur, Naiborhu. Untuk membangun
tugu tersebut, mereka harus menebang pohon durian yang berada di lahan tempat rencana tugu
itu dibuat. Tugu bagi orang Tapanuli dijadikan tempat pemidahan tulang-belulang atau
kerangka nenek-moyang atau keluarga yang telah lama meninggal. Tulang-belulang biasanya
digali dari kubur di tanah, lalu dipindahkan ke dalam tugu yang terbuat dari beton. Rupanya,
penebangan pohon tersebut diperkarakan Japaya Sitorus (70) yang mengklaim sebagai pemilik
pohon durian. Karena tak terima pohon duriannya ditebang, Japaya Sitorus akhirnya
menggugat Ompu Linda bersama keenam orang keluarganya.
Keenam orang itu adalah, yakni Marbun Naiborhu (46 tahun), putra kandung Saulina.
Kemudian lima lagi adalah ponakan, yakni anak dari abang dan adik suaminya. Mereka adalah
Maston Naiborhu (46), Jesman Naiborhu (45), Luster Niborhu (62), Bilson Naiborhu (59), dan
Hotler Naiborhu 52). Putra kandung Ompu Linda bersama 5 keponakannya itu telah dijatuhi
hukuman lebih dahulu yakni penjara 4 bulan 10 hari masa tahanan dan sedang menjalaninya.
Namun Japaya merasa telah merugi ratusan juta karena hal tersebut. Akhirnya ia pun
melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian. Dalam laporan Japaya, mereka disebut-sebut
merusak pohon durian di dekat areal pemakaman.
Saulina dan kawan-kawan disangkakan tentang perusakan yang dijerat pasal 170 ayat
1 KUHP subsider 406 ayat 1 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1e KUHPidana.

Kasus 3
Kakek Samirin (68) di Simalungun, Sumatera Utara, divonis 2 bulan penjara lantaran
dituduh mencuri getah pohon karet seberat 1,9 kilogram. Sedangkan berat 1,9 kilogram getah
karet itu senilai Rp 17.480. Samirin memungut getah karet ini di kebun PT Bridgestone,
Kecamatan Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun. Samirin sehari-hari bekerja sebagai
penggembala lembu. Saat dirinya hendak pulang sehabis menggembala lembu, ia melihat ada
getah karet, lalu mengambilnya. Samirin tahu jika pohon karet tersebut milik perusahaan. Ia
mengaku, itu kali pertama ia mengambil getah pohon karet tersebut. Lantaran getah pohon
karet tersebut sudah jatuh-jatuh di tanah, ia pun memungutnya. "Kebetulan (mengambil getah
karet), ngambil pakai mangkok, ditaruh plastik hitam," kata Samirin.

KELOMPOK 4
Samirin mengaku, ia mengambil getah karet tersebut untuk ditukarkan rokok. Saat
sedang mengambil getah karet tersebut, Samirin lantas ditangkap oleh pihak keamanan
perusahaan. Setelah itu, Samirin mengaku langsung dibawa ke Polres dan menginap satu
malam. Sementara itu, kuasa hukum Samirin, Sepri Ijon M Saragih mengungkapkan kasus
Samirin bukanlah pencurian. Polisi melimpahkan kasus ini pada 12 November 2019 ke Kejari
Simalungun. Pelimpahan itu bersama barang bukti berupa getah karet dengan ancaman UU
Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Sesuai fakta, memang seharusnya Samirin dikenakan pasal pencurian, namun hal
tersebut tidak bisa dilakukan. Hal tersebut lantaran, syarat sebuah kasus bisa diproses di
pengadilan dengan tuduhan pencurian nilainya minimal harus Rp 2,5 juta. Sementara, getah
karet yang dipungut secara tidak sah oleh Samirin hanya senilai Rp 17 ribu.

Kasus 4
Pada tahun 2009, republik ini dibuat geram oleh kasus seorang nenek tertuduh pencuri
tiga buah kakao di Darmakradenan, Banyumas, Jawa Tengah. Orang itu, Nenk Minah (55).
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya
di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah,
pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam
kakao. Ia pun dituntut dengan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
tentang Pencurian.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang
sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai
bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan
digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao. Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor
perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu.
Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan
itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri. Sadar perbuatannya salah, Minah meminta
maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang
dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia
kembali bekerja.
Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab
seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus

KELOMPOK 4
berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di
Pengadilan Negeri (PN)Purwokerto.
Hati nurani tercabik-cabik. Tiga buah kakao seberat tiga kilogram dengan nilai Rp 30
ribu, menurut jaksa, dan hanya Rp 2.000 per kilogram saat itu di pasaran, menyeret Nenek
Minah, si miskin papa ke meja hijau. Nenek Minah divonis bersalah. Ia dihukum 1 bulan 15
hari dengan masa percobaan 3 bulan.

Peraturan yang menyimpang :


Kasus 1 : Pasal 12 huruf d juncto Pasal 83 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan.
Kasus 2 : Pasal 170 ayat 1 KUHP subsider 406 ayat 1 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat 1
ke 1e KUHPidana.
Kasus 3 : UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Kasus 4 : Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pencurian.

KELOMPOK 4

Anda mungkin juga menyukai