NIM : C2114201037
Peristiwa Talangsari 1989 adalah kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 7
Februari 1989. Nama Talangsari diambil dari tempat terjadinya peristiwa ini. Talangsari
adalah sebuah dusun di Desa Rajabasa Lama, Way Jepara, Lampung Timur.Peristiwa
Talangsari terjadi karena penerapan asas tunggal Pancasila di masa Orde Baru. Saat itu,
pemerintah, polisi, dan militer menyerang masyarakat sipil di Talangsari.
2. Keadilan/ Kemanusiaan
Mereka mengecam pemerintah selalu melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pengajian Warsidi juga menilai pemerintah Indonesia tidak mampu menyejahterakan
rakyat, serta gagal menciptakan keadilan. Kemelaratan terjadi di mana-mana. Selain
itu hukum tidak berpihak pada rakyat kecil. Jemaah Warsidi kemudian menyimpulkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar (1945), Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
adalah produk gagal.
3. Situasi Politik
Situasi Politik sangat berpengaruh terhadap sebuah peristiwa. Jemaah Warsidi
sangat menentang sistem politik Orde Baru yang dirasa merusak kemurnian agama
Islam yang berusaha menerapkan asas tunggal pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu pemerintah Orde Baru telah gagal menyejahterakan rakyat, sehingga
Warsidi kerap memberikan ceramah-ceramah yang terkesan keras dan lain pada masa
itu serta sering mengkritik pemerintah.
Tim mulai bekerja pada akhir Maret sampai awal April 2005. Setelah Komnas HAM
turun ke lapangan pada Juni 2005, di dapati adanya pelanggaran HAM yang berat. Setelah
Komnas HAM mengeluarkan laporan penyelidikan, berkas diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Namun, laporan tersebut ditolak oleh Kejaksaan Agung karena dianggap kurang ada bukti
formil dan materil.
Deklarasi Damai
Beberapa tahun berselang, 20 Februari 2019, terjadi deklarasi damai Talangsari
yang diinisiasi oleh Tim Terpadu Penangan Pelanggaran Ham dari Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Deklarasi ini dilakukan di
Dusun Talangsari, Lampung Timur, dihadiri oleh anggota DPRD Lampung Timur,
Kapolres, Dandim, Kepala Desa Rajabasa Lama, dan Camat Labuhan Ratu.
Isi dari deklarasi tersebut adalah agar korban Talangsari tidak lagi mengungkap
kasus tersebut karena telah dianggap selesai oleh pemerintah dengan kompensasi
berupa pembangunan jalan dan fasilitas umum di Lampung. Dari isi tersebut, korban
dan masyarakat sipil pun melemparkan penolakan, karena kompensasi yang diberikan
bukan kompensasi khusus untuk orang-orang yang menjadi korban dalam Peristiwa
Talangsari.
Korban yang ada dalam Perkumpulan Keluarga Korban Peristiwa Pembantaian
Talangsari Lampung didampingi oleh Kontras dan Amnesti Internasional Indonesia
melaporkan perihal deklarasi tersebut pada Ombudsman Republik Indonesia.
Akhirnya, tanggal 13 Desember 2019, Ombudsman mengumumkan bahwa deklarasi
damai Talangsari dinyatakan maladministrasi. Dengan demikian, para korban
Talangsari masih harus berjuang memperoleh haknya.