terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekukuh-kukuh
ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan
perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran. Kekuatan yang pertama
adalah kekuatan kesatuan; tidak ada kesatuan tanpa cinta kasih; minima cinta
kasih adalah kelapangan dada dan maksimanya adalah itsar (mementingkan
orang lain dari diri sendiri).”[1]
“Al Akh yang tulus,” lanjut beliau, “Melihat saudara-saudaranya yang lain lebih
utama daripada dirinya. sendiri, kerana ia, jika tidak bersama mereka, tidak dapat
bersama yang lain. Sementara mereka, jika tidak dengan dirinya, dapat bersama
dengan orang lain. Dan sesungguhnya serigala hanya makan kambing yang
terlepas sendirian. Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat sebuah
bangunan, yang satu mengukuhkan yang lain.”[2]
Ukhuwah dalam gerakan da’wah akan mengukuhkan dan memantapkan tapak serta
gerak langkah jama’ah dalam mewujudkan proses perjuangan mewujudkan tujuan-
tujuan da’wah. Jumlah anggota yang banyak dalam jama’ah perlu diikat dengan ikatan
ukhuwah yang kukuh untuk menyatukan jalan dan meminimakan masalah dalaman
yang disebabkan perbezaan pandangan dalam masalah-masalah cabang.
Imam Hasan Al Banna menetapkan tiga asas ikatan ukhuwah, yakni ta’aruf,
tafahum, dan takaful. Tentang ta’aruf, saling mengenal, beliau menasihatkan untuk
saling mengenal dan saling berkasih sayang dengan ruhullah, menghayati makna
ukhuwah yang benar dan utuh di antara sesama anggota, berusahalah agar tidak ada
sesuatu pun yang merenggangkan ikatan ukhuwah, dan menghadirkan selalu
bayangan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits tentang ukhuwah.
Tentang tafahum, saling memahami, beliau berpesan bahwa ia adalah pilar kedua
dalam ukhuwah. Beliau menasihati untuk istiqamah dalam manhaj yang benar,
menunaikan apa-apa yang diperintahkan Allah kepadanya, dan tinggalkan apa-apa
yang dilarang, melakukan muhasabah diri dengan muhasabah yang detail dalam hal
ketaatan dan kemaksiatan, setelah itu bersedia menasihati saudaranya yang lain.
Hendaklah seseorang menerima nasihat saudaranya dengan penuh rasa suka cita dan
ucapkan terima kasih padanya.
Tentang takaful, saling menanggung beban, yang merupakan asas ketiga, beliau
berpesan agar saling memikul beban sebagian yang lain. Demikian itulah fenomena
konkrit iman dan intisari ukhuwah. Hendaklah sebahagian dari mereka senantiasa
bertanya kepada sebahagian yang lain (tentang keadaan kehidupannya). Jika didapati
padanya kesulitan, segeralah memberi pertolongan selama ada jalan untuk itu, serta
mengimani tentang hadits-hadits tentang tolong menolong dan fadhilahnya.[3]
Ta’aluf bererti bersatunya seorang muslim dengan muslim yang lainnya, atau
bersatunya seseorang dengan orang lain.
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran:
103)
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Hak seorang muslim yang harus dipenuhi oleh
muslim yang lain ada enam.” Ditanyakan, “Apakah keenam hak itu, wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda, “Jika engkau berjumpa dengannya, maka
ucapkanlah salam; jika ia mengundang, maka penuhilah undangannya; jika ia
meminta nasihat kepadamu, maka nasihatillah ia; jika ia bersin lalu memuji Allah,
maka ucapkanlah yarhamukallah; jika ia sakit, maka kunjungilah; dan jika ia mati,
maka antarkanlah jenazahnya.” (HR Muslim)
Tanashur masih sejenis dengan ta’awun, tapi memiliki pengertian yang lebih dalam,
luas, dan menggambarkan makna cinta dan kesetiaan. Seseorang tidak akan
menjerumuskan saudaranya, kepada sesuatu yang buruk, tidak pula membiarkannya
saat ia menghadapi suatu masalah yang tidak membahayakan orang lain; mencegah
dan menolongnya dari bisikan syaitan; menolongnya dari orang yang menghalanginya
dari hidayah; serta menolongnya saat menzhalimi dan dizhalimi.
Beliau mengatakan, “Ukhuwah dalam islam menempati posisi yang tinggi, tidak ada
suatu perkara yang melampauinya, kerana ia merupakan batu-bata bagi tegaknya
bangunan perjuangan Islam. Kita tidak akan dapat membayangkan bahwa ada suatu
aktiviti untuk memperjuangkan Islam yang boleh dilakukan oleh seseorang secara
individu akan memberikan hasil yang memuaskan, dalam erti kata mewujudkan sasaran
terbesar dari aktiviti ini, yaitu kemenangan Allah di muka bumi. Demikian pula aktivitas
yang dilaksanakan sejumlah orang, jama’ah, atau beberapa jama’ah tidak mungkin
berhasil, kecuali di antara mereka terjalin hubungan ukhuwah dalam Islam yang akan
membantu terwujudnya sikap saling memahami, saling membantu, dan saling
menolong. Atas dasar itu semua, Islam menjadikan persaudaraan dalam iman sebagai
asas aktivitas perjuangan menegakkan agama Allah di muka bumi ini.”[4]
[2] ibid
Implementasi ukhuwah
Ukhuwah Islamiyah bukanlah kalimat yang hanya manis di lidah atau sekadar menjadi khayalan
tanpa bukti. Karena itu, ukhuwah Islamiyah harus diimplementasikan atau dibuktikan dalam
kehidupan nyata. Implementasi ukhuwah dapat kita ukur menurut syarat dan adabnya.
Syarat dalam ukhuwah Islamiyah adalah iman atau aqidah. Ini berarti, ada nilai-nilai iman yang
harus dibuktikan dalam kehidupan nyata dalam konteks ukhuwah. Dr. Abdul Halim Mahmud
dalam buku Fiqh Ukhuwah mengemukakan implementasi ukhuwah menurut syaratnya, antara
lain:
1. Ukhuwah harus ditumbuhkan sebagai suatu ikatan tersendiri yang membedakan mereka dari
manusia lain dalam berhubungan.
2. Hendaknya seseorang bisa melonggarkan diri atas saudaranya jika ia berhutang atau
membutuhkan uang.
3. Seorang Muslim harus menghalangi saudara Muslim yang hendak melakukan kezaliman atau
hendak merampas sesuatu yang bukan menjadi haknya, atau hendak menganiaya seseorang,
meskipun terhadap non-muslim.
4. Seorang Muslim harus memberikan pertolongan dan bantuan serta segala yang dibutuhkan
oleh Muslim lainnya.
5. Kaum Muslimin hendaknya selalu berada di atas petunjuk dan menempuh jalan paling lurus.
6. Manakala berselisih pendapat, kaum Muslimin harus merujuk kepada Allah SWT dan Rasul-
Nya.
7. Kaum Muslimin harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, yakni segala yang
bisa membuat kemaslahatan dan kebaikan umat manusia.
8. Seorang Muslim harus selalu berbaik sangka kepada Muslim lainnya.
Kedua, ukhuwah untuk nahi munkar, yakni mencegah manusia dari melakukan dosa dan
kemaksiatan. Dosa dan segala bentuk kemaksiatan disebut dengan munkar, yakni sesuatu yang
diingkari atau dibenci oleh manusia, tapi hawa nafsu membuat manusia melakukannya. Makanya
ia harus dicegah.
Ketiga, ukhuwah untuk ta’awun, yakni tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan
tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Dalam konteks perjuangan dakwah, yang menjadi
tanggung jawab kita bersama, ukhuwah di antara sesama kita menjadi sesuatu yang sangat
penting. Ketika ukhuwah mantap, perjalanan dakwah bisa berjalan dengan baik. Namun, bila
ukhuwah tidak berwujud sebagaimana mestinya, dakwah berhadapan dengan begitu banyak
persoalan yang membuatnya semakin jauh dari target yang ingin dicapai.
Prev: Al-Qur’an Sebagai Bekal dan Tuntunan Perjuangan Da’wah
Next: Maksiat: Penyebab Kekalahan - Ust Ahmad Yani