Anda di halaman 1dari 7

Imam Hasan Al Banna mengatakan, “Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah

terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekukuh-kukuh
ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan
perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran. Kekuatan yang pertama
adalah kekuatan kesatuan; tidak ada kesatuan tanpa cinta kasih; minima cinta
kasih adalah kelapangan dada dan maksimanya adalah itsar (mementingkan
orang lain dari diri sendiri).”[1]

“Al Akh yang tulus,” lanjut beliau, “Melihat saudara-saudaranya yang lain lebih
utama daripada dirinya. sendiri, kerana ia, jika tidak bersama mereka, tidak dapat
bersama yang lain. Sementara mereka, jika tidak dengan dirinya, dapat bersama
dengan orang lain. Dan sesungguhnya serigala hanya makan kambing yang
terlepas sendirian. Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat sebuah
bangunan, yang satu mengukuhkan yang lain.”[2]

Ukhuwah dalam gerakan da’wah akan mengukuhkan dan memantapkan tapak serta
gerak langkah jama’ah dalam mewujudkan proses perjuangan mewujudkan tujuan-
tujuan da’wah. Jumlah anggota yang banyak dalam jama’ah perlu diikat dengan ikatan
ukhuwah yang kukuh untuk menyatukan jalan dan meminimakan masalah dalaman
yang disebabkan perbezaan pandangan dalam masalah-masalah cabang.

Imam Hasan Al Banna menetapkan tiga asas ikatan ukhuwah, yakni ta’aruf,
tafahum, dan takaful. Tentang ta’aruf, saling mengenal, beliau menasihatkan untuk
saling mengenal dan saling berkasih sayang dengan ruhullah, menghayati makna
ukhuwah yang benar dan utuh di antara sesama anggota, berusahalah agar tidak ada
sesuatu pun yang merenggangkan ikatan ukhuwah, dan menghadirkan selalu
bayangan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits tentang ukhuwah.

Tentang tafahum, saling memahami, beliau berpesan bahwa ia adalah pilar kedua
dalam ukhuwah. Beliau menasihati untuk istiqamah dalam manhaj yang benar,
menunaikan apa-apa yang diperintahkan Allah kepadanya, dan tinggalkan apa-apa
yang dilarang, melakukan muhasabah diri dengan muhasabah yang detail dalam hal
ketaatan dan kemaksiatan, setelah itu bersedia menasihati saudaranya yang lain.
Hendaklah seseorang menerima nasihat saudaranya dengan penuh rasa suka cita dan
ucapkan terima kasih padanya.

Tentang takaful, saling menanggung beban, yang merupakan asas ketiga, beliau
berpesan agar saling memikul beban sebagian yang lain. Demikian itulah fenomena
konkrit iman dan intisari ukhuwah. Hendaklah sebahagian dari mereka senantiasa
bertanya kepada sebahagian yang lain (tentang keadaan kehidupannya). Jika didapati
padanya kesulitan, segeralah memberi pertolongan selama ada jalan untuk itu, serta
mengimani tentang hadits-hadits tentang tolong menolong dan fadhilahnya.[3]

Tingkatan tertinggi dalam berukhuwah adalah itsar, yakni mendahulukan kepentingan


saudaranya di atas kepentingannya sendiri.
Sedikit berbeza dengan Imam Hasan Al Banna, Dr. Abdul Halim Mahmud menyebutkan
tahap-tahap ukhuwah sebagai berikut: ta’aruf (saling mengenali), ta’aluf (saling
bersatu), tafahum (saling memahami), ri’ayahatau tafaqud (perhatian), ta’awun (saling
membantu), dan tanashur (saling menolong).

Ta’aluf bererti bersatunya seorang muslim dengan muslim yang lainnya, atau
bersatunya seseorang dengan orang lain.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali Imran:
103)

Pengertian ri’ayah atau tafaqud adalah, hendaklah seorang muslim memperhatikan


keadaan saudaranya agar bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranyanya
tersebut memintanya, kerana pertolongan yang merupakan salah satu hak saudaranya
yang harus ia tunaikan. Di antara bentuk perhatian adalah menutupi aib saudara
muslimnya, berusaha menghilangkan kecemasannya, meringankan kesulitan yang
dihadapinya, dan membantunya dalam memenuhi keperluan, serta menjalankan
kewajipan-kewajipan yang ditetapkan Islam atasnya untuk saudaranya itu.

Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Hak seorang muslim yang harus dipenuhi oleh
muslim yang lain ada enam.” Ditanyakan, “Apakah keenam hak itu, wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda, “Jika engkau berjumpa dengannya, maka
ucapkanlah salam; jika ia mengundang, maka penuhilah undangannya; jika ia
meminta nasihat kepadamu, maka nasihatillah ia; jika ia bersin lalu memuji Allah,
maka ucapkanlah yarhamukallah; jika ia sakit, maka kunjungilah; dan jika ia mati,
maka antarkanlah jenazahnya.” (HR Muslim)

Tanashur masih sejenis dengan ta’awun, tapi memiliki pengertian yang lebih dalam,
luas, dan menggambarkan makna cinta dan kesetiaan. Seseorang tidak akan
menjerumuskan saudaranya, kepada sesuatu yang buruk, tidak pula membiarkannya
saat ia menghadapi suatu masalah yang tidak membahayakan orang lain; mencegah
dan menolongnya dari bisikan syaitan; menolongnya dari orang yang menghalanginya
dari hidayah; serta menolongnya saat menzhalimi dan dizhalimi.

Beliau mengatakan, “Ukhuwah dalam islam menempati posisi yang tinggi, tidak ada
suatu perkara yang melampauinya, kerana ia merupakan batu-bata bagi tegaknya
bangunan perjuangan Islam. Kita tidak akan dapat membayangkan bahwa ada suatu
aktiviti untuk memperjuangkan Islam yang boleh dilakukan oleh seseorang secara
individu akan memberikan hasil yang memuaskan, dalam erti kata mewujudkan sasaran
terbesar dari aktiviti ini, yaitu kemenangan Allah di muka bumi. Demikian pula aktivitas
yang dilaksanakan sejumlah orang, jama’ah, atau beberapa jama’ah tidak mungkin
berhasil, kecuali di antara mereka terjalin hubungan ukhuwah dalam Islam yang akan
membantu terwujudnya sikap saling memahami, saling membantu, dan saling
menolong. Atas dasar itu semua, Islam menjadikan persaudaraan dalam iman sebagai
asas aktivitas perjuangan menegakkan agama Allah di muka bumi ini.”[4]

[1] Risalah Ta’alim, dari Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin

[2] ibid

[3] Risalah Nizhamul Usar, dari Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin

[4] Fiqih Ukhuwah: Merajut Benang Ukhuwah Islamiah


Secara harfiyah ukhuwah memiliki arti persamaan, yang dalam bahasa Indonesia sering diartikan
dengan “persaudaraan”. Hal ini karena orang-orang yang bersaudara biasanya memiliki
persamaan-persamaan, baik persamaan secara fisik seperti kemiripan wajah karena berasal dari
rahim ibu yang sama, atau persamaan sifat.
Dalam konteks keimanan yang sudah dimiliki, orang-orang yang beriman memiliki sifat-sifat
yang sama untuk terikat pada nilai-nilai yang datang dari Allah SWT. Karena itu, bila seseorang
sudah mengaku beriman tapi tidak ada bukti persaudaraannya, maka kita perlu mempertanyakan
apakah ia masih punya iman atau tidak. Hal ini karena antara iman dengan ukhuwah merupakan
sesuatu yang tidak bias dipisahkan, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya mukmin itu
bersaudara….” (Q.S. 49/Al-Hujuraat:10).

Ukhuwah merupakan karunia


Ukhuwah Islamiyah merupakan karunia besar yang diberikan Allah SWT kepada kita. Kita
merasakan hal ini sebagai karunia karena perpecahan, pertentangan, dan permusuhan bukan
hanya tercela, tapi juga bisa mengakibatkan kesengsaraan yang akhirnya kita rasakan sebagai
sesuatu tidak menyenangkan. Apalagi bila hal itu terjadi di antara sesama ikhwah yang aktivis
dakwah.
Kita tentu merasa tidak senang dan tidak enak bila mendengar ada tokoh dalam suatu organisasi
besar saling menghujat di antara sesama kita. Apalagi bila hal itu terjadi dikalangan kita. Oleh
karena itu, ukhuwah merupakan karunia Allah SWT yang harus kita pelihara dengan sebaik-
baiknya. Allah SWT berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah
dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (Q.S. 3/Ali Imran: 103).
Di samping itu, Allah SWT juga berfirman, “Seandainya engkau belanjakan apa yang ada di
bumi semuanya, tidaklah bisa engkau persatukan antara hati mereka, tapi Allahlah yang
mempersatukan antara mereka. (Q.S. 8/Al-Anfaal: 63).

Kedudukan ukhuwah dalam Al-Quran dan Hadits


Ketika kita meneliti ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits yang berbicara tentang ukhuwah
Islamiyah, akan kita dapati betapa penting nilai ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan perjuangan
kita. Paling tidak, ada dua nilai ukhuwah yang harus kita miliki. Pertama, salamatush shadr,
yakni bersihnya hati kita terhadap saudara seiman sehingga tidak berburuk sangka, tidak iri hati,
tidak mencari aib orang lain, tidak memiliki sikap bermusuhan, dan sebagainya. Dalam satu
hadits Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah prasangka, karena prasangka itu ucapan yang paling
dusta. Janganlah kalian mencari-cari aib orang lain lain, janganlah saling mendengki, membenci
atau memusuhi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (H.R. Muslim).
Kedua, itsar, yakni mengutamakan orang lain. Inilah yang telah ditunjukkan oleh para sahabat
dalam menjalin ukhuwah dengan sahabat lainnya. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengorbankan
banyak hartanya hanya untuk menebus Bilal dari perbudakan. Begitu juga dengan sahabat Sa’ad
bin Rabi’ yang siap membagi separuh hartanya untuk diberikan kepada Abdurrahman bin Auf
ketika hijrah ke Madinah. Bahkan, ia pun siap menceraikan isterinya agar bisa menikah dengan
sahabatnya itu.
Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT, “Dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati
mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang
mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang
yang beruntung.” (Q.S. 59/Al-Hasyr: 9).

Ukhuwah dan kekuatan


Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan dalam bukunya Al-Ukhuwwah Al-Islamiyah mengemukakan
bahwa ukhuwah adalah kekuatan iman dan spiritual yang melahirkan perasaan kasih sayang,
mahabbah (kecintaan), kemuliaan, dan saling percaya sesama orang yang terikat dengan aqidah
Islam, iman, dan taqwa.
Perasaan persaudaraan ini melahirkan keutamaan dan keikhlasan kasih sayang yang melahirkan
sikap positif seperti tolong-menolong, mengutamakan orang lain, kasih sayang, pemaaf,
pemurah, setia kawan, dan sikap mulia lainnya.
Manakala ukhuwah Islamiyah bisa diwujudkan, paling tidak, ada 2 kekuatan yang akan
dihasilkan. Pertama, kekuatan individu. Maksudnya, kekuatan aqidah dan ketahanan pribadi
sehingga seorang yang berukhuwah akan memiliki keistiqomahan dalam mempertahankan nilai-
nilai kebenaran.
Hal ini karena dengan ukhuwah, jalinan hubungan antarsesama Muslim akan menjadi kuat.
Kekuatan hubungan ini akan membuat antarsatu dengan lainnya bisa memberikan keteladanan
yang baik, bahkan tidak sungkan-sungkan untuk saling memberi nasihat dalam kebenaran.
Dalam satu hadits Rasulullah SAW menyatakan bahwa seorang mukmin menjadi cermin bagi
mukmin lainnya. Ia akan memberikan keteladan yang baik sehingga membuat orang lain menjadi
baik dan merasa terkoreksi dengan kebaikan-kebaikannya itu.
Kedua, kekuatan jama’ah. Maksudnya, dengan ukhuwah yang kokoh, jama’ah kita akan menjadi
kuat. Kita memiliki pribahasa yang menyatakan, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Oleh
karena itu, ketika Rasulullah SAW ingin membangun kekuatan umat, maka setibanya dalam
hijrah ke Madinah yang pertama beliau lakukan adalah al-muakhah, yakni mempersaudarakan
antara Muhajirin dengan Anshar.
Manakala dua kekuatan ini kita miliki, maka gerakan dakwah kita akan semakin kuat sehingga
cakupan wilayah dakwah yang kita jangkau bisa semakin luas, sedangkan bidang garap dakwah
semakin banyak sesuai dengan kesyumuliahan ajaran Islam. Dari sini kita akan sadari bahwa
seberat apapun beban serta resiko perjuangan yang hadapi, kita akan mampu menghadapi dan
mengatasinya.

Ukhuwah, antara hak dan kewajiban


Ketika kita ingin mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan nyata, satu hal yang harus
kita sadari bahwa dalam ikatan apapun, baik ikatan yang haq maupun ikatan yang bathil, selalu
ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan ditunaikan. Demikian pula halnya dengan
ukhuwah Islamiyah. Hak dan kewajiban berukhuwah harus kita tunaikan, bukan hanya menuntut
hak tapi juga melaksanakan kewajiban; bukan hanya memenuhi kewajiban tapi juga memperoleh
hak yang semestinya.
Di antara hak dan kewajiban yang harus kita peroleh dari ukhuwah Islamiyah, dan kita tunaikan,
terutama di antara sesama aktivis dakwah antara lain:
1. Keaiban kita ditutup, bukan malah disebarluaskan. Ini berarti menutup aib saudara kita
menjadi kewajiban yang mutlak.
2. Memperoleh ampunan atau maaf bila melakukan kesalahan, bukan malah tertutup pintu maaf
meskipun sudah meminta maaf. Ini berarti memberi maaf merupakan sesuatu yang sangat utama,
meskipun saudara kita belum meminta maaf tapi kita sudah memafkannya.
3. Pemberdayaan potensi yang dimiliki secara baik, bukan malah tidak mendapat kesempatan
untuk berkembang dalam memajukan dakwah. Ini berarti setiap kita harus mengenal dengan baik
potensi yang dimiliki oleh saudara kita sehingga kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-
baiknya.
4. Dapat dipenuhi kebutuhan-kebutuhannya, apalagi saat ia kurang memiliki kemampuan. Ini
berarti menolong sesama, apalagi memang orang yang sangat membutuhkan pertolongan
menjadi kemestian bagi kita, meskipun ia tidak mengatakan membutuhkan pertolongan, apalagi
bila ia sampai mengatakan butuh pertolongan.
5. Dipenuhi janji-janjinya, karenanya kewajiban kita untuk memenuhi janji. Bila kepada orang
lain janji begitu kita perhatikan, mengapa kepada saudara kita seperjuangan janji tidak mau kita
penuhi?.
6. Diringankan beban-bebannya dalam kehidupan ini. Ini merupakan bukti yang sangat terasa
dari ukhuwah bila kita tunaikan, baik beban fisik maupun mental dan pemikiran.
7. Dido’akan kebaikannya, baik saat masih hidup maupun telah meninggal dunia. Karenanya,
saling mendo’akan sesama Muslim, apalagi sesama aktivis dakwah, menjadi hal yang harus rutin
kita lakukan.
8. Mendapatkan nasihat agar diingatkan dan diarahkan pada kebaikan. Hal ini merupakan
kebutuhan setiap orang. Karenanya, jangan malas memberi nasihat, baik diminta maupun tidak.
Dari poin-poin di atas, manakala hak-hak ukhuwah sudah bisa kita penuhi, akan sangat terasa
betapa indahnya ukhuwah Islamiyah itu, dan ini akan memperindah jalan perjuangan yang kita
tempuh.

Implementasi ukhuwah
Ukhuwah Islamiyah bukanlah kalimat yang hanya manis di lidah atau sekadar menjadi khayalan
tanpa bukti. Karena itu, ukhuwah Islamiyah harus diimplementasikan atau dibuktikan dalam
kehidupan nyata. Implementasi ukhuwah dapat kita ukur menurut syarat dan adabnya.
Syarat dalam ukhuwah Islamiyah adalah iman atau aqidah. Ini berarti, ada nilai-nilai iman yang
harus dibuktikan dalam kehidupan nyata dalam konteks ukhuwah. Dr. Abdul Halim Mahmud
dalam buku Fiqh Ukhuwah mengemukakan implementasi ukhuwah menurut syaratnya, antara
lain:

1. Ukhuwah harus ditumbuhkan sebagai suatu ikatan tersendiri yang membedakan mereka dari
manusia lain dalam berhubungan.
2. Hendaknya seseorang bisa melonggarkan diri atas saudaranya jika ia berhutang atau
membutuhkan uang.
3. Seorang Muslim harus menghalangi saudara Muslim yang hendak melakukan kezaliman atau
hendak merampas sesuatu yang bukan menjadi haknya, atau hendak menganiaya seseorang,
meskipun terhadap non-muslim.
4. Seorang Muslim harus memberikan pertolongan dan bantuan serta segala yang dibutuhkan
oleh Muslim lainnya.
5. Kaum Muslimin hendaknya selalu berada di atas petunjuk dan menempuh jalan paling lurus.
6. Manakala berselisih pendapat, kaum Muslimin harus merujuk kepada Allah SWT dan Rasul-
Nya.
7. Kaum Muslimin harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, yakni segala yang
bisa membuat kemaslahatan dan kebaikan umat manusia.
8. Seorang Muslim harus selalu berbaik sangka kepada Muslim lainnya.

Adapun implementasi ukhuwah menurut adab-adabnya merupakan sesuatu yang


menyempurnakan amalan sehingga menjadi sebaik-baik amal yang paling diridhai Allah SWT.
Meskipun tidak sampai diwajibkan, namun kedudukan yang akan dicapai lebih tinggi lagi di sisi
Allah SWT dan saudara-saudaranya, bahkan di kalangan manusia pada umumnya. Hal-hal itu
antara lain:
1. Saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.
2. Memberi perhatian yang besar kepada saudaranya seperti menjenguk yang sakit, menjawab
orang yang bersin, mengantar jenazah, dll.
3. Solidaritas kepada sesama Muslim hingga dapat menunjukkan kasih sayang yang besar
sehingga bisa menjadi seperti satu tubuh yang saling menguatkan dan menyempurnakan.
4. Mengutamakan orang lain meskipun sebenarnya kita membutuhkan atau memerlukannya.
Dari uraian di atas, dapat kita ambil sebuah pelajaran bahwa ukhuwah Islamiyah yang kita
bangun dan harus terus diperkokoh adalah untuk tiga kepentingan. Pertama, ukhuwah untuk
amar ma’ruf, yakni memerintahkan manusia untuk memiliki sikap dan keyakinan yang benar
serta melaksanakan nilai-nilai kebenaran.
Kebaikan dan kebenaran disebut ma’ruf karena secara harfiyah ma’ruf artinya sesuatu yang
sudah dikenal. Setiap orang sebenarnya sudah mengenal kebenaran, tapi orang yang mengenal
kebenaran belum tentu melaksanakan kebenaran itu, makanya harus diperintah.

Kedua, ukhuwah untuk nahi munkar, yakni mencegah manusia dari melakukan dosa dan
kemaksiatan. Dosa dan segala bentuk kemaksiatan disebut dengan munkar, yakni sesuatu yang
diingkari atau dibenci oleh manusia, tapi hawa nafsu membuat manusia melakukannya. Makanya
ia harus dicegah.

Ketiga, ukhuwah untuk ta’awun, yakni tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan
tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Dalam konteks perjuangan dakwah, yang menjadi
tanggung jawab kita bersama, ukhuwah di antara sesama kita menjadi sesuatu yang sangat
penting. Ketika ukhuwah mantap, perjalanan dakwah bisa berjalan dengan baik. Namun, bila
ukhuwah tidak berwujud sebagaimana mestinya, dakwah berhadapan dengan begitu banyak
persoalan yang membuatnya semakin jauh dari target yang ingin dicapai.
Prev: Al-Qur’an Sebagai Bekal dan Tuntunan Perjuangan Da’wah
Next: Maksiat: Penyebab Kekalahan - Ust Ahmad Yani

Anda mungkin juga menyukai