Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
A. latar belakang
Ukhuwah yang berasal dari kata ‘akh yang berarti persaudaraan dalam Al-Qur’an
meliputi saudara kandung, ikatan saudara, saudara sebangsa waluapun tidak seagama,
saudara kemasyarakatan walaupun sering terjadi selisih paham dan persaudaraan seagama.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’an menjelaskan dalam hal persaudaraan
hendaklah tidak saling mencela antar satu dan lainnya, karena hal tersebut akan memecah
belah persaudaraan yang seharusnya dibangun dengan pondasi yang kokoh kemudian retak
bahkan bermusuhan akibat permasalahan yang tidak dapat diatasi dengan pemikiran yang
jernih.Ukhuwah yang diajarkan oleh Islam yaitu saling menghargai, menghormati dan juga
saling toleransi antar sesama Muslim dan sesama non Muslim. Agar orang-orang non Muslim
tidak menganggap bahwa Islam adalah Agama yang kejam. Dengan demikian tetaplah
menjaga hubungan persaudaraan dengan siapapun.

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan mereka dan meningkatkan taraf hidup mereka. Dan Karena manusia
sebagai makhluk sosial, maka manusia harus selalu memiliki hubungan salah satu hubungan
baik dengan orang lain adalah tetap terhubung.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-Mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya pada Allah menciptakan isterinya :
dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu
saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.
sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa‟ : 1)

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah yang diartikan sebagai “persaudaraan”, berasal dari kata yang pada
mulanya berarti “memperhatikan”. Makna kata ini memberi kesan bahwa persaudaraan
mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Selama ini ada kesan bahwa istilah teresebut bermakna “persaudaraan yang dijalin
oleh sesama muslim”, atau dengan kata lain, kata “islamiyah” dijadikan sebagai pelaku
ukhuwah itu. Pemahaman ini kurang tepat. Kata Islamiyah yang dirangkaikan dengan kata
ukhuwah lebih tepat dipahami sebagai adjektiva, sehingga ukhuwah islamiyah berarti
“persaudaraan yang bersifat islami atau yang diajarkan oleh Islam.”

Ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam bukan saja mencirikan kualitas ketaatan
seseorang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga sekaligus merupakan salah satu
kekuatan perekat sosial untuk memperkokoh kebersamaan. Fenomena kebersamaan ini dalam
banyak hal dapat memberikan inspirasi solidaritas sehingga tidak ada lagi jurang yang dapat
memisahkan silaturahmi di antara sesamanya. Meskipun demikian, dalam perjalanan
sejarahnya, bangunan kebersamaan ini seringkali terganggu oleh godaan-godaan kepentingan
yang dapat merusak keutuhan komunikasi dan bahkan mengundang sikap dan prilaku yang
saling berseberangan.
Ukhuwah Ukhuwah Islamiyah Islamiyah sendiri sendiri menunjukk menunjukkan
jalan yang dapat ditempuh untuk membangun komunikasi di satu sisi, dan di sisi lain, ia juga
memberikan semangat baru untuk sekaligus melaksanakan ajaran sesuai dengan petunjuk al-
Qur'an serta teladan dari para Nabi dan Rasul-Nya.
ada dua pernyataan Nabi SAW, yang menggambarkan persaudaraan yang Islami.
Pertama, persaudaraan Islam itu mengisyaratkan wujud tertentu yang dipersonifikasikan ke
dalam sosok jasad yang utuh, yang apabila salah satu dari anggota badan itu sakit, maka
anggota lainnya pun turut merasakan sakit.
Kedua, persaudaraan Islam itu juga mengilustrasikan wujud bangunan yang kuat, yang antara
masing-masing unsur dalam bangunan tersebut saling memberikan fungsi untuk memperkuat
dan untuk memperkuat dan memperkokoh memperkokoh.

Ilustrasi pertama menunjukkan pentingnya unsur solidaritas dan kepedulian

2
dalam upaya merakit bangunan ukhuwah menurut pandangan Islam. Sebab Islam
menempatkan setiap individu dalam posisi yang sama. Masing-masing memiliki kelebihan,
lengkap dengan segala kekurangannya. Sehingga untuk menciptakan wujud yang utuh,
diperlukan kebersamaan untuk dapat saling melengkapi.
Dan ilustrasi kedua menunjukkan adanya faktor usaha saling tolong menolong, saling
menjaga, saling membela dan menolong, saling menjaga, saling membela dan saling
melindungi.
Pernyataan al-Qur'an: Innama al-mu'minuuna ikhwatun (sesungguhnya orang-orang
mu'min itu bersaudara) memberikan kesan bahwa orang mu'min itu memang mestinya
bersaudara. Sehingga jika sewaktu-waktu ditemukan kenyataan yang tidak bersaudara, atau
adanya usaha-usaha untuk merusak persaudaraan, atau bahkan mungkin adanya suasana yang
membuat orang enggan bersaudara, maka ia berarti bukan lagi seorang mu'min. sebab
penggunaan kata "innama" dalam bahasa Arab menunjukkan pada pengertian "hanya saja."
Dalam kaitannya dengan hal ini, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al Hujurat:10)

Dalam rangka mewujudkan ukhuwah Islamiah - bahkan juga dalam rangka menjalin
hubungan dalam maknanya yang umum menjalin hubungan dalam maknanya yang umum
ada beberapa tahapan konseptual beberapa tahapan konseptual yang perlu diperhatikan.
Secara garis besar tahapan tersebut dapat dibagi tersebut dapat dibagi menjadi 4 :
1. Ta’aruf
Ta'aruf dapat diartikan sebagai saling mengenal. Dalam rangka mewujudkan ukhuwah
Islamiyah, kita perlu mengenal orang ukhuwah Islamiyah, kita perlu mengenal orang lain,
baik fisiknya, pemikiran, emosi dan kejiwaannya.
Dengan mengenali karakter-karakter tersebut, Dalam Surat Al Hujurat, Allah berfirman:
2. Tafahum
Pada tahap tafahum (saling memahami), kita tidak sekedar mengenal saudara kita, tapi
terlebih kita berusaha untuk memahaminya. Sebagai contoh jika kita telah mengetahui tabiat
seorang rekan yang biasa berbicara dengan nada keras, tentu kita akan memahaminya dan
tidak menjadikan kita lekas tersinggung. Juga apabila kita mengetahui tabiat rekan lain yang
lain yang sensitif, tentu itif, tentu kita akan memaha akan memahaminya dengan kehati-
hatian kita dalam kehati-hatian kita dalam bergaul dengannya. Perlu diperhatikan bahwa
tafahum ini merupakan aktivitas dua arah. Jadi jangan

3
sampai kita terus memposisikan diri ingin difahami orang tanpa berusaha untuk
juga memahami orang lain.
3. Ta’awun
Ta'awun atau tolong-menolong merupakan aktivitas yang sebenarnya secara naluriah sering
(ingin) kita lakukan. Manusia normal umumnya telah dianugerahi oleh perasaan 'iba' dan
keinginan untuk menolong sesamanya yang menderita kesulitan sesuai dengan
kemampuannya. Hanya saja derajat keinginan ini rajat keinginan ini berbeda-beda untuk tiap
individu.
4. Tafakul
Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib dan sepenanggungan. Di mana rasa susah dan
sedih saudara kita dapat kita rasakan, sehingga dengan serta merta kita memberikan
pertolongan. Dalam sebuah hadits Rasulullah memberikan perumpamaan yang menarik
tentang hal ini, yaitu dengan mengibaratkan orang beriman yang bersaudara sebagai satu
tubuh.

Unsur pokok di dalam ukhuwah adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi


dalam beberapa tingkatan:
• Tingkatan terendah adalah salamus shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud, membenci,
dengki dan sebab-sebab permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak halal bagi seorang muslim
mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan
yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan ucapan salam. Juga dalam
hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda bahwa ada tiga
orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, yaitu seorang yang
mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membencinya, wanita yang diam semalam
suntuk sedang suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di
antara memutus hubungan di antara keduanya. keduanya.
• Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, seperti dalam hadits: "Tidak sempurna iman
seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya
sendiri." (HR muttafaq alaihi)
• Tingkatan yang tertinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya atas
dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk zaman sekarang sering baru
mencapai tahap wacana. Patut kita atut kita renungkan kisah renungkan kisah sahabat nabi

4
dalam sebuah peperangan, di mana dalam keadaan sekarat dan kehausan dia masih
mendahulukan saudarany kehausan dia masih mendahulukan saudaranya yang lain untuk
menerima air. Juga contoh yang dilakukan oleh shahabat Anshar, Sa'ad bin rabbi' yang
menawarkan hartanya, , rumahnya, istrinya yang terbaik yang terbaik untuk dimiliki oleh
Abdurrahman bin Auf. Dalam hal ini Abdurrahman bin man bin Auf pun berlaku iffah
dengan hanya meminta untuk ditunjukkan jalan ke pasar. Kisah-kisah di atas kalaupun belum
mampu kita lakukan, minimal kita jadikan sebagai sebuah motivasi awal untuk sedikit lebih
motivasi awal untuk sedikit lebih memperhatikan sau memperhatikan saudara kita yang lain.

5
B. Ukhuwah Insaniyah
Insan berarti manusia. Maka, ukhuwah insâniyah merupakan persaudaraan yang
cakupannya lebih luas, yaitu antarsesama umat manusia di seluruh dunia. Salah satu ayat
yang menjadi dasar ukhuwah insaniyah,
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)
dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman
dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
(Qs. Al-Hujurat : 11)

Ayat ini menekankan bahwa setiap manusia hendaknya tidak saling berburuk sangka
dan membenci untuk memantapkan solidaritas kemanusiaan.

Ukhuwah insaniyah dapat diambil dari beberapa kisah Rasulullah nabi Muhammad salallahu
‘alaihi wasalam :
1. Kisah Rasulullah dengan si pengemis Yahudi
Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu
berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Wahai saudaraku, jangan dekati
Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian
mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya". Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah
salallahu ‘alaihi wasalam mendatanginya dengan membawaka mendatanginya dengan
membawakan makanan, dan n makanan, dan tanpa berucap sepatah kata tanpa berucap
sepatah katapun Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam menyuapkan makanan yang dibawanya
kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu
adalah Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam. Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam melakukan
hal ini setiap hari sampai beliau wafat. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi
orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari
sahabat terdekat Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam yakni Abubakar RA berkunjung ke
rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain dan tidak bukan merupakan isteri Rasulullah
salallahu ‘alaihi wasalam. dan beliau bertanya kepada anaknya itu, "Anakku, adakah

6
kebiasaan kekasihku (Muhammad SAW) yang belum aku kerjakan?". Aisyah RA menjawab,
"Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun
yang belum ayah lakukan kecuali satu saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar RA. "Setiap pagi
Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar ke ujung pasar dengan membawakan makana
dengan membawakan makanan untuk n untuk seorang pengemis Yahudi seorang pengemis
Yahudi buta yang ada di sana ", kata Aisyah RA. Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke
pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA
mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA
mulai menyuapinya, si nya, si pengemis marah emis marah sambil menghardik, "Siapakah
kamu?". Abubakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)." "Bukan!
Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", bantah si pengemis buta itu. "Apabila ia
datang kepadaku tidak datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah
mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih
dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu
melanjutkan perkataannya. Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis
sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu.
Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah
Muhammad Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam". Seketika itu juga pengemis itu pun
menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian?
Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun,
ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu dengan membawa
makanan setiap pagi, ia begitu mulia...Pengemis Yahudi buta ...Pengemis Yahudi buta
tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu
menjadi muslim. Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlak
Rasulullah SAW? Atau adakah setidaknya niat kita untuk meneladani beliau? Beliau adalah
ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlak. Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus
persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sediki demi sedikit, kita
mulai kita mulai dari apa yang kita yang kita sanggup melakukannya.

2. Di peperangan Uhud
Nabi Salallahu ‘Alaihi Wasalam terluka pada muka dan tanggal beberapa giginya.
Berkatalah salah seorang sahabatnya: “Cobalah tuan doakan agar mereka celaka”. Nabi
salallahu ‘alaihi wasalam menjawab: “Aku sekali-kali tidak diutus untuk melaknat seseorang,
tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan rahmat”. Lalu beliau mengangkat

7
tangannya kepada Aallah Yang Maha Mulia dan berdoa: “Wahai Tuhanku ampunilah
kaumku, sesungguhnya mereka orang yang tidak mengetahui”.
Dalam perang Uhud juga Nabi salallahu ‘alaihi wasalam memaafkan seorang budak hitam
bernama Wahsyi, karena apabila berhasil membunuh paman Nabi bernama Hamzah bin
Abdul Muthalib maka dia akan dibebaskan oleh tuannya. Peristiwa pembunuhan Hamzah
oleh Wahsyi telah berhasil, Wahsyi telah dimerdekakan. Wahsyi telah ditangkap oleh
Rasulullah SAW tetapi dia dimaafkan oleh Rasulullah SAW dan kemudian Wahsyi memeluk
agama Islam berkat akhlak Rasulullah.

3. Peristiwa lainnya Peristiwa lainnya adalah “Du’tsur seorang Arab kafir Quraisy telah
menguasai Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam ketika sedang tidur di bawah pohon rindang.
Du’tsur menghunuskan pedang ke hadapan Nabi, sambil mengancam dan bertanya: “Siapa
yang dapat membelamu sekarang ini?” Dengan tegas Nabi menjawab: “Allah”. Du’tsur
gemetar sehingga pedangnya jatuh dan kontan pedang direbut oleh Nabi lalu
menghunuskannya ke hadapan Du’tsur sambil Nabi bertanya: “Siapakah yang dapat
membelamu sekarang ini”? Du’tsur menjawab (dengan gemetar) “tak seorangpun”. Du’tsur
dimaafkan oleh Nabi dan dibebaskannya pulang, lalu Du’tsur menceritakan kisahnya itu
kepada kawan-kawanya, dan akhirnya Du’tsur pun masuk agama Islam.

4. Dalam peperangan Khaibar (perkampungan Yahudi)


Zainab binti binti Al-Harits isteri Salam bin Misykam (salah seorang pemimpin Yahudi).
Zainab berhasil membunuh Bisyr bin Baraa’ bin Ma’rur dengan membubuhkan racun ke paha
kambing yang disuguhkan olehnya. Sebenarnya yang akan kambing yang disuguhkan
olehnya. Sebenarnya yang akan diracun adalah Bisyr iracun adalah Bisyr dan Rasulullah
salallahu ‘alaihi wasalam. Tetapi Rasulullah mendapat pemberitahuan dari Allah sehingga
racun di paha kambing itu tidak dimakannya. Namun Si wanita Yahudi ini ketika telah
ditangkap ditangkap oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam lalu dimaafkan.

8
C. Ukhuwah Wathaniyah
Wathan artinya tanah air, tempat kelahiran, tanah tumpah darah, atau kampung
halaman. Sehingga ukhuwah wathaniyah yakni saudara dalam arti sebangsa walaupun tidak
seagama atau satu suku. Yang berarti Saling Menjaga kerukunan antar umat beragama dan
membudidayakan rasa saling membutuhkan, saling menghargai dan menghormati perbedaan
yang ada didalam negara kesatuan republik indonesia serta bersama sama menjunjung tinggi
martabat bangsa dimata bangsa lain. Tetapi saat ini keberadaan ukhuwah didalam kehidupan
nasionalime bangsa indonesia masih jauh dari harapan. merasa diri adalah yang paling benar
selalu ada pada setiap individu dan tidak memperdulikan rasa kebersamaan ironisnya mereka
sudah tahu tentang ukhuwah dan kaidah islam yang mewajibkan untuk memupuk rasa kasih
sayang dan saling peduli dengan orang lain. Mereka tetap mengabaikan dan tidak melakukan
norma norma kebaikan yang ada pada Ukhuwah islamiyah, insaniyah dan Wathaniyah Jika
ini terus berlanjut dalam jangka panjang Indonesia bisa mengalami krisis ukhuwah yang bisa
saja menjadi bahan tertawaan oleh bangsa lain.

Tatkala Al-Quran mengisahkan tentang dialog para Rasul terdahulu dengan kaumya,
Al-Quran seringkali membahasakan dengan menggunakan "idz qâla lahum akhûhum" (saat
saudara mereka berkata kepada mereka). Narasi ini dapat kita temui ada di banyak tempat
ayat Al-Quran. Misalnya adalah QS Al-Syu‟ara [26] ayat 105 - 106. Allah SWT berfirman:
"Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul. Ketika saudara mereka (Nabi Nuh)berkata kepada
mereka: Mengapa kalian tidak bertakwa?" (QS Al-Syu'arâ [26] : 105-106)
Di dalam Surat yang sama, ayat 141-142, Allah SWT juga berfirman"Kaum Tsamüd telah
mendustakan para Rasul. Ketika saudara mereka (Nabi Shalih) berkata kepada mereka:
Mengapa kalian tidak bertakwa?" (QS Al-Syu'arâ [26] : 141-142)
"Ketika saudara mereka (Lüth ) berkata kepada mereka: Mengapa kalian tidak bertakwa?
Sungguh aku adalah seorang Rasul (yang diutus) kepada kalian yang bisa dipercaya." (QS
Al-Syu'arâ [26] : 161-162)
Kondisi yang tergambar dari ayat ini adalah ada dua representasi insan. Yang satu beriman
dan yang satu berbuat ingkar/tidak beriman. Kaum yang berman diwakili oleh para nabi dan
rasul yang bersangkutan, sementara kaum yang tidak beriman diwakili oleh kaumnya. Lagi-
lagi, Al-Qur‟an membahasakan relasi antara kedua kaum ini sebagai akhun yang berarti
saudara. Nabi Nuh, Nabi Shalih dan Nabi Luth, ketiganya diutus untuk kaum mereka sendiri,
yang setanah air. Ini menandakan bahwa Al-Qur‟an mengakui eksistensi ukhuwah
wathaniyah (persaudaraan atas nama sebangsa dan setanah air.

9
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ukhuwwah biasa diartikan sebagai „persaudaraan‟. Ukhuwwah terdiri atas ukhwwah
islamiyah, ukhuwwah wathaniyah, dan ukhuwwah insaniyah. Manusia sebagai makhluk
sosial sudah sepantasnya untuk menjalin persaudaraan antar sesama.
Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam Sudah banyak menyampaikan kepada kita tentang
keutamaan ukhuwah. Sebagai umat muslim yang baik kita wajib mengamalkan ayat-ayat
tentang ukhuwaah baik dari Al-Quran, sunnah, atau ijma‟.
Faktor Penghambat proses ukhuwwah antara lain adanya kelompok yang merasa
dirinya paling benar, sempitnya pemikiran, lemahnya fungsi pemikiran, pemahaman
islam yang tidak menyeluruh, dan rasa fanatisme yang berlebihan. Sedangkan faktor
yang mendorong proses ukhuwwah antara lain yaitu Adanya persamaan dalam
keyakinan/agama wawasan kepentingan tempat tinggal dan cita-cita dan Adanya
kebutuhan yang hanya dapat dicapai melalui kerja sama dan gotong royong.

Ukhuwah islamiyah
1. Bermusyawarah dan memi dan memilih orang yang bertakwa dan berakhlaq karimah
sebagai pemimpin
2. Tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan
3. Bersikap sopan dan lemah lembut
4. Menjalin hub alin hubungan sillatu n sillaturrahmi dan melaku i dan melakukan rekon kan
rekonsiliasi (perdam si (perdamaian)
5. Menghormati ulama shaleh/ahli ilmu
6. Dilarang mencela diri se a diri sendiri d ndiri dan meremehkan sesama mukmin
7. Dilarang menggunjing kepada sesama manusia
8. Dilarang mema ang memanggil dengan panggilan yang tidak baik/“paraban/wadanan”
yang dapat merendahkan martabat orang lain.
9. Hormat kepada orang tua dan sayang pada orang yang lebih muda
10. Berbuat kebaikan kepada kaum kerabat yang yang dekat dan jauh
11. Berbuat kebaikan kepada tetangga dekat dan tetangga yang jauh
12. Menolong orang fakir miskin, ibnu sab kir miskin, ibnu sabil, dan anak yatim
13. Semangat Semangat berqurban untuk kepentingan kepentingan ukhuwah

10
14. Mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah untuk kaum mukminin

Ukhuwah Insaniyah
1. Menyantuni orang Non Muslim yang lemah
2. Bergaul dengan sesama manusia dengan baik
3. Mengupayakan sikap perdamaian (rekonsiliasi) jika terjadi perselisihan
4. Kadang-kadang harus bersikap tegas terhadap orang yang ingkar (kafir).
5. Memohonkan ampunan Allah untuk mereka kala mereka masih hidup

Ukhuwah Wathaniyah
Wathoniyah yaitu persaudaraan antara bangsa seperti halnya Indonesia adalah bangsa yang
majemuk, punya suku, ras, budaya hingga agama yang berbeda.

11
DAFTAR PUSTAKA

Azhar. 2017. Sejarah Dakwah Nabi Muhammad pada Mayarakat Madinah:


Analisis Model Dakwah Ukhuwah Basyariah dan Ukhuwah Wathaniyah. Madinah.
JUSPI: Jurnal Sejarah Peradaban Islam Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 ISSN 2580-8311

Documents/pdf-pengertian-%20ukhuwah-1011221101.

Documents/pdf-ukwah-islamiyah-dan-ukwah-insaniyah
dl_75054eb011532ca11f2a52ded3b8aa5d

12

Anda mungkin juga menyukai