Anda di halaman 1dari 25

c Ê 


 Ê 



Adalah kelainan kongenital dimana semua gigi hilang disebakan tidak
terdapatnya folikel gigi. Anodontia dapat terjadi hanya pada periode gigi
tetap/permanen, walaupun semua gigi sulung terbentuk dalam jumlah yang lengkap.
Sedangkan bila yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut
disebut hypodontia atau oligodontia.
 Ê 3  

Angka kejadian untuk Hypodontia adalah 15%, sementara untuk Oligodontia
adalah 0,1-1%, sedangkan Anodontia sangat jarang terjadi.
Ô Ê ë 

 
 Ê 


3enyebab dari Anodontia dan hypodontia kadang ditemukan sebagai bagian dari
suatu sindroma, yaitu kelainan yang disertai dengan berbagai gejala yang timbul
secara bersamaan, misalnya pada sindroma Ectodermal dysplasia, Rieger Syndrome,
Incontinentia Pigmenti, dsb. Kelainan ini juga merupakan kelainan herediter yang
diturunkan.
Hypodontia dapat timbul pada seseorang tanpa ada riwayat kelainan pada
generasi keluarga sebelumnya, tapi bisa juga merupakan kelainan yang diturunkan.
 Ê 



1.Ê a
 
 adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh gigi kecuali gigi
molar 3. 3ada hypodontia, gigi-gigi yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi
premolar dua rahang bawah, insisif dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas.
Kelainan ini dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau keduanya.
2.Ê 
 
 adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh
3.Ê   
 adalah keadaan dimana semua gigi tidak tumbuh, dan lebih sering
mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung diklasifikan lagi menjadi :
a.Ê Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada gigi susu
maupun gigi tetap.
b.Ê Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih
gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen daripada
gigi susu.

V Ê   3 
1.Ê http://ipj.quintessenz.de/index.php?doc=html&abstractID=21118&new_language
=de
2.Ê http://www.wrongdiagnosis.com/a/anodontia
3.Ê http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pdf
£ Ê 3ëë

 Ê 



Adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang atau terhambat sehingga gigi
tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal.
Gangguan empsi pada umumnya terjadi pada fase pergantian dari gigi sulung
menuju fase gigi permanen, sehingga gigi permanen tertentu tidak dapat mengalami
erupsi.
 Ê 3  

Ñmumnya gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan jarang
pada gigi anterior. Namun gigi anterior yang mengalami impaksi terkadang masih
dapat ditemui.
Gigi molar ketiga memiliki frekuensi tertinggi untuk mengalami impaksi. Gigi
kaninus merupakan gigi kedua yang berfrekuensi tinggi untuk mengalami impaksi.
Frekuensi terjadinya kaninus impaksi sebesar 0-2,8 persen. Ditinjau dari letaknya, 85
persen posisi gigi kaninus yang impaksi terletak dtdaerah palatal lengkung gigi,
sedangkan 15 persen nya terletak di bagian labial atau bukal.
3ada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi adalah sebagai berikut :
1.Ê Gigi molar tiga (4.8 dan 3.8) mandibula
2.Ê Gigi molar tiga (1.8 dan 2.8) maksila
3.Ê Gigi premolar (4.4, 4.5, 3.4, dan 3.5) mandibula
4.Ê Gigi premolar (1.4, 1.5, 2.4 dan 2.5) maksila
Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi adalah sebagai
berikut :
1.Ê Gigi caninus maksila dan mandibula (1.3, 2.3, 3.3,dan 4.3)
2.Ê Gigi incisivus maksila dan mandibula (1.1, 2.1, 3.1,dan 4.1)
Ô Ê ë 

 Ê 


Ñntuk mengetahui ada atau tidaknya kemungkinan suatu gigi mengalami impaksi
atau tidak sangatlah penting mengetahui masa erupsi masing-masing gigi pada setiap
lengkung rahang.Berikut ini masa erupsi gigi geligi pada masing-masing rahang.
Gigi 1 2 3 4 5 6 7 8
RA 7-8 8-9 11-12 10-11 10-12 6-7 12-13 17-21
RB 6-7 7-8 9-10 10-12 11-12 6-7 11-13 17-21
Tabel Masa Erupsi Gigi 3ermanen
Menurut   penyebab impaksi gigi antara lain:
1.Ê Kausa Lokal
Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah:
a)Ê Abnormalnya posisi gigi
b)Ê Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
c)Ê 3enebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
d)Ê Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
e)Ê Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
f)Ê 3encabutan prematur pada gigi
g)Ê Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi
h)Ê 3enyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses
i)Ê 3erubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak
2.Ê Kausa Ñmur
Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada
kausa lokal antara lain:
a)Ê Kausa prenatal
1)Ê Keturunan
2)Ê ³Miscegenation´
b)Ê Kausa postnatal
1)Ê Ricketsia
2)Ê Anemi
3)Ê Syphilis congenital
4)Ê TBC
5)Ê Gangguan kelenjar endokrin
6)Ê Malnutrisi
c)Ê Kelainan pertumbuhan
1)Ê Cleido cranial dysostosis
2)Ê Oxycephali
3)Ê 3rogeria
4)Ê Achondroplasia
5)Ê Celah langit-langit
 Ê 



Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana.Gigi
impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar
kedua.3osisi-posisi meliputi
1.Ê Vertical
2.Ê Horizontal
3.Ê Inverted
4.Ê Mesioangular (miring ke mesial)
5.Ê Distoangular (miring ke distal)
6.Ê Bukoangular (miring ke bukal)
7.Ê Linguoangular (miring ke lingual)
8.Ê 3osisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position
V Ê   3 
1.Ê Rery, Nurul Fadilah, dkk. 2010. Gigi Impaksi dalam aakalah Bedah a l t. FK
Ñnisiri.
2.Ê Roesly, Arfiandri. 2009. 3enatalaksanaan Impaksi Molar Tiga dalam Power Point
Penatalaksanaan Impaksi aolar Tiga . Ñniversitas 3adjajaran.
3.Ê http://drmarkmonson.com/wisdom.html
4.Ê http://www.advancedoralsurg.com/wisdom_teeth.html
Π 

 Ê 



Oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung
di setiap bidang spatial atau abnormal pada posisi gigi.
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang atas
(maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan mandibula
dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi kedua rahang.
Maloklusi merupakan kelainan ketika gigi-geligi atas dan bawah bertemu ketika
menggigit atau mengunyah.
 Ê 3  

Maloklusi merupakan kelainan gigi yang menduduki urutan kedua setelah
penyakit karies gigi.
3enelitian Dewi (2008) meneybutkan bahwa prevalensi maloklusi pada 4 sekolah
menengah umum telah mencapai 83%.
Ô Ê ë 

 Ê 


Etiologi dari maloklusi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.Ê Etiologi 3rimer
a.Ê Sistem Neuromuskular
b.Ê Tulang
c.Ê Gigi, meliputi :
1)Ê Anomali jumlah gigi
2)Ê Anomali ukuran gigi
3)Ê Anomali bentuk gigi
4)Ê Frenulum labii yang tidak normal
5)Ê Terlambatnya erupsi gigi permanen
6)Ê Karies gigi
d.Ê Jaringan Lunak (tidak termasuk otot)
2.Ê Etiologi Sekunder
a.Ê Herediter
b.Ê 3erkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya dan kelainan
genetik
c.Ê Trauma
 Ê 



Menurut Edward Angle, Maloklusi diklasifikasikan menjadi:
1.Ê Kelas I
Disebut juga neutro oklusi (neutroklusi). Ditandai dengan tonjol mesiobukal
molar pertama maksila terletak pada bukal groove dari molar pertama mandibula.
2.Ê Kelas II
Disebut juga disto oklusi (distoklusi, retrognathism, overjet). Ditandai dengan
tonjol mesiobukal dari molar pertama maksila beroklusi pada ruangan antara
tonjol mesiobukal dari molar pertama mandibula dan tepi distal dari tonjol bukal
premolar kedua mandibula. Tonjol mesiobukal molar pertama maksila berada
lebih kemesial dari posisi kelas I. Telah melewati puncak tonjol mesiobukal
molar pertama mandibula.
3.Ê Kelas III
Disebut juga mesio oklusi (mesioklusi, prognathism, negative overjet). Ditandai
dengan tonjol mesiobukal dari molar pertama maksila beroklusi pada ruangan
inter dental, di antara bagian distal dari tonjol distal molar pertama mandibula
dengan tepi mesial dari tonjol mesial molar kedua permanen mandibula. Tonjol
mesiobukal molar pertama maksila lebih ke distal dari posisi kelas I. Telah
melewati puncak tonjol distobukal molar pertama mandibula. Gigi molar pertama
bawah lebih ke mesial.
è  Normal occlusion; èB Class I malocclusion; è Class II malocclusion; è Class
III malocclusion
V Ê 


1.Ê Masalah psikososial yang disebabkan karena gangguan estetis wajah
2.Ê Masalah dengan fungsi rongga mulut diataranya gangguan sendi
temporomandibular, gangguan pengunyahan, gangguan menelan dan berbicara
3.Ê Trauma Gigi dan maksilofasial
4.Ê 3enyakit periodontal lain
ë Ê   3 
1.Ê Aristy, Andradiani dan Dewi Naufiya SS. 2002. aalokl si. Ñniversitas
Airlangga. 3resentasi Referat.
2.Ê Dewi, Oktavia. 2008. nalisis H  ngan aalokl si dengan K alitas Hid p
Pada Remaja Sa Kota aedan Tah n 2007 . Ñniversitas Sumatera Ñtara.
Tesis.
3.Ê http://drugster.info/ail/pathography/2054/
ÿ Ê Ô ë Ô ë


  

 Ê 



Adalah suatu keadaan dimana ukuran rahang yang lebih kecil dari normal dan
bentuknya abnormal, dapat terjadi pada maksila atau mandibula. Mikrognatia
umumnya dipakai untuk mandibula, hal ini disebut juga mandibular hypoplasia.
Mikrognatia merupakan kelainan genetik yang jarang terjadi ditandai dengan
rahang dan mulut yang kecil.
 Ê 3  

Kasus ini jarang terjadi, kadang-kadang dapat dijumpai pasien micronagtia pada
praktik dokter gigi yang sering diduga sebagai maloklusi II atau sebaliknya.
Ô Ê ë 

 
 Ê 


3enyebab micrognathia dapat terjadi secara kongenital dan acq ired (didapat).
Micrognathia kongenital diduga berasal dari genetik disebabkan kelainan kromosom
dan kerusakan genetik, dijumpai pada penderita sindroma Pierre Roin Treacher
ollins cat cry own T rner progeria . Micrognathia acq ired disebabkan trauma
atau infeksi yang menimbulkan gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderita
ankilosis yang terjadi pada masa anak-anak.
 Ê 



1.Ê Micrognatia sejati (true micrognatia)
Adalah keadaan dimana rahang cukup kecil yang terjadi akibat hipoplasia rahang.
2.Ê Micrognatia palsu (false micrognatia)
Adalah keadaan jika terlihat posisi salah satu rahang terletak lebih ke posterior
atau hubungan abnormal maksila dan mandibula.
V Ê 


3enderita micrognatia biasanya mengalami masalah estetik, oklusi, pernapasan, dan
pemberian makan pada bayi.
ë Ê   3 
1.Ê Morokumo et all. 2010. normal fetal movement micrognathia and p lmonary
hypoplasia: a case report. normal fetal movement.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/3MC2931455/pdf/1471 -2393-10-
46.pdf
2.Ê Thimmappa B., Hopkins E., et all. 2011. aanagement of aicrognathia.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/3MC1797165/pdf/1746 -160X-3-7

3.Ê Susanti Ida. 2003. aikronagsia. Ñniversitas Sumatera Ñtara. Skripsi.


4.Ê http://www.wrongdiagnosis.com/c/carpal_deformity_micrognathia_microstomia/i
ntro.htm
5.Ê http://www.dental--health.com/micrognathia_malocclusion.html
6.Ê http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003306.htm


















  

 Ê 



Adalah suatu keadaan dimana mandibula dan regio protuberansia lebih besar
daripada ukuran normal.
Macronagtia mengalami gambaran klinis yaitu dagu berkembang lebih besar.
Sebagian besar macrognatia tidak menyebabkan terjadinya maloklusi.
 Ê ë 

Ô Ê 


Etiologi macronagtia berhubungan dengan perkembangan protuberantia yang
berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui
penyakit.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macrongnatia adalah Gigantisme
pituitary, paget¶s disease, dan akromegali.
 Ê   3 
1.Ê Anonim. 2011. Palate cleft. http://www.scribd.com/doc/51653259/3resentation1
2.Ê Anonim. 2010. ·aws issorders.
http://www.scribd.com/doc/44674594/The-Developmental-Disturbences-of-Jaws
3.Ê Chetan. 2010. ‰hat is macrognathia?.
http://www.drchetan.com/tag/macrognathia
4.Ê Lubowitz A. aacrognathia: iagnosis Treatment and cephalometric ppraisal.
http://pinnacle.allenpress.com/doi/pdf/




x Ê 3 3  

Ô

 
 

!
 Ê 



Adalah bibir yang becelah. Celah ini dapat inkomplit dan dapat komplit, bisa
unilateral kiri atau kanan ataupun juga bilateral.
 Ê 3  

Insidensinya bervariasi antar kelompok etnis sebagai berikut: American Indian
(3.6:10,000), Asia (3:1000), dan Amerika Afrika (0.3:1000)
Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah 3.000-6.000 setiap tahun
atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total penderita bibir sumbing di
Indonesia belum diketahui secara pasti.
Ô Ê ë 


 Ê 


Sumbing pada bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6-7 intrauterin, sesuai dengan
waktu perkembangan bibir normal dengan terjadinya kegagalan penetrasi dari sel
mesodermal pada groove epitel diantara processus nasalis medialis dan processus nasalis
lateralis. Etiologi dari penyakit ini juga berhubungan dengan:
1.Ê Faktor keturunan
2.Ê Trauma
3.Ê 3engaruh obat-obatan
4.Ê Radiasi
5.Ê Defisiensi vitamin
6.Ê Malnutrisi
 Ê 



Klasifikasi Veau :
a.Ê Kelas I : Terdapat takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai
bibir.
b.Ê Kelas II : Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak
mengenai dasar hidung.
c.Ê Kelas III : Sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke
dasar hidung.
d.Ê Kelas IV : Setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak
sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna.


V Ê   3 
1.Ê Anonim. 2009. http://www.scribd.com/doc/45989304/La-Bios-Chis-Is.
2.Ê M. Rathee, A. Hooda, A. Tamarkar & S. Yadav : Role of Feeding 3late in Cleft
3alate: Case Report and Review of Literature. The Internet ·o rnal of
Otorhinolaryngology. 2010 Volume 12 Number 1.
http://www.ispub.com/journal/the_internet_journal_of_otorhinolaryngology/volume
_12_number_1_10/article/role-of-feeding-plate-in-cleft-palate-case-report-and-
review-of-literature.html
3.Ê 3ersatuan Dokter Gigi Indonesia. 1999. Standar Pelayanan aedis Kedokteran Gigi
Indonesia. Jakarta : 3engurus Besar 3ersatuan Dokter Gigi Indonesia.








Ô3 3 

!
 Ê 



Adalah sebuah kelainan yang ditandai dengan adanya celah pada palatum yang dapat
mengenai palatum durum, palatum mole, atau keduanya.
3alatoschisis ini merupakan anomali kongenital biasanya terjadi pada trimester
pertama kehamilan yang disebabkan fusi yang tidak sempurna dari rangka palatum pada
sisi frontal dan lateral wajah.
 Ê 3  

Di Indonesia, insidensinya cukup tinggi, yaitu 1 per 100 kelahiran untuk celah bibir
dan kebanyakan pada pria, sedangkan untuk celah bibir dan palatum dijumpai 1 per 2500
kelahiran yang kebanyakan pada wanita. 3revalensi celah bibir dan palatum bervariasi
antara kelompok rasial satu dengan yang lain.
Ô Ê ë 

 Ê 


Celah palatum terjadi akibat gagal bersatunya prossesus palatinus kanan dan kiri.
Etiologi terjadinya celah palatum ada 2 faktor: yaitu faktor herditer dan faktor
lingkungan.
Faktor Lingkungan meliputi:
a.Ê Radiasi (penggunaan sinar X yang berlebihan)
b.Ê Obat-obatan (terutama preparat steroid)
c.Ê 3enyakit infeksi (misalnya campak dan influenza)
d.Ê Defisiensi vitamin A dan B
e.Ê Trauma
 Ê 



Terdapat banyak klasifikasi untuk celah palatum,
klasifikasi yang paling sederhana dilakukan oleh
Veau yang membagi dalam empat grup, yaitu celah
palatum lunak sampai ke uvula, celah palatum lunak
dan keras di belakang foramen insisivum, celah
palatum lunak dan keras yang mengenai alveolus dan
bibir pada satu sisi, dan celah palatum lunak dan keras
yang mengenai alveolus dan bibir pada kedua sisi.
V Ê   3 
1.Ê Anonim. 2010.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22330/4/Chapter%20II.pdf
2.Ê Valistina, Yulia. 2001. 3erawatan Gigitan Terbalik pada Celah Bibir dan 3alatum
Masa Gigi Bercampur dengan 3esawat Lepas dan 3emakaian Chincap. Fakultas
Kedokteran Gigi Ñniversitas Sumatera Ñtara. Skripsi.
3.Ê http://nursingcrib.com/nursing-notes-reviewer/maternal-child-health/cleft-lip-and-
palate/
4.Ê http://www.wrongdiagnosis.com/h/hay_wells_syndrome/book-diseases-7a.htm
5.Ê http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/cleftlipandpalate.html
º Ê 

 Ê 



p i  t 
l i 
 i i  ti     l i
i i  l
Ê


i 
 l
 
lt ti  i  i 
Ô Ê ë  


 Ê  





 Ê      
cÊ i  3   l 
i      K l   i i
 3 i l  i t    w
w lt 
 t i i i  it 
t  ti i
Ê ?i
   i M t  t  i i     c 3 i
3  i t i  it   l i
 l
- Ê 3"

 Ê 



ÊAdalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan
gigi yang tidak dibersihkan.
 Ê 

3
Ada tiga komposisi plak dental yaitu mikroorganisme, matriks interseluler yang
terdiri dari komponen organik dan anorganik, serta protein.
3lak terutama terdiri atas bakteri bercampur musin dan bahkan sisa-sisa makanan
dan bahan-bahan lain yang melekat erat pada permukaan gigi di daerah yang tak mudah
dibersihkan.
Ô Ê ë 

 
 Ê   3 
1.Ê Anonim. 2010.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf
2.Ê 3anjaitan, Monang. 2000. Hambatan Natrium Florida dan Varnish Fluorida terhadap
3embentukan Asam Susu oleh Mikroorganisme 3lak Gigi.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13HambatanNatriumFluoridadanVarnishFluori
da126.pdf/13HambatanNatriumFluoridadanVarnishFluorida126.html






§ Ê ÔÔ
 Ê 



Cl l 
 t  
 ti tll t  t  i i
tt  

 tli  ti 
Cl l  i tj tt
     il
i li  il i i 

l t t
 lili i
t  i i
Cl l   l l   t l
 l
i     l i i i t

i li  i
 Ê ë  

 
Ô Ê 


Ô  ## 

 
 Ê    #   
cÊ  lti i c  ll      it i tl 
 
tt:// l i / il / / il / ll     itP i
tlcc / ll    P itP i tlcct
l
Ê ?i
 P   i M t  t  i i     c 3 i
3  i t i  it   l i
P l
Ê tt:// l/ tl/lil/l !/ttil /ll t


Ú Ê Ô$

 Ê 



Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, bersifat kronik progresif,
yang mengalami kalsifikasi yang ditandai oleh demineralisasi dari bagian inorganik dan
destruksi dari substansi organik gigi.
Karies gigi (cavitasi) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi, yang terjadi
akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email dan terus berkembang ke
bagian dalam gigi.
 Ê 3  

Diperkirakan bahwan 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan
sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies. 3revalensi tertinggi terdapat di
Asia dan Amerika Latin, sementara prevalensi terendah terdapat di Afrika.
Ô Ê ë 

 
 Ê 


3enyebab karies gigi adalah multifaktorial yang meliputi
1.Ê Host : gigi dan saliva
2.Ê Agent : Bakteria kariogenik (Laktobasilus, Streptococcus, Actinomises)
3.Ê Environment : Substrat (Sukorsa)
4.Ê Time (waktu)
 Ê %

 ë


1.Ê Karies Insipiens adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan luar
dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya ada pewarnaan hitam atau
coklat pada enamel.
2.Ê Karies Superfisialis adalah karies yang sudah mencapai bagian dalam enamel dan
kadang-kadang terasa sakit.
3.Ê Karies Media adalah karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau
bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit
apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam dan manis.
4.Ê Karies profunda adalah karies yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa
sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit waktu makan dan sakit
secara tiba-tiba tanpa rangsangan. 3ada tahap ini, apabila tidak dirawat, maka gigi
akan mati dan memerlukan rawatan yang lebih kompleks.
V Ê   3 
1.Ê Anonim. 2009. Karies Gigi
http://www.wikipedia.org
2.Ê Feng, Lynnus. 2009. Caries Dentis.
http://www.emedicine.com
3.Ê Mansjoer, Arief, dkk. 2001. Karies entis dalam Kapita Selekta. Media Aesculapius:
Jakarta.
4.Ê 3ersatuan Dokter Gigi Indonesia. 1999. Standar Pelayanan aedis Kedokteran Gigi
Indonesia. Jakarta : 3engurus Besar 3ersatuan Dokter Gigi Indonesia.
5.Ê http://medicastore.com/penyakit/140/Karies_Gigi_Kavitasi.html
c& Ê33

 Ê 



3ulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri. 3ulpitis
adalah istilah umum untuk peradangan pulpa gigi , yang terdiri dari pembuluh darah dan
jaringan saraf. Hal ini ditandai oleh kepekaan gigi yang muncul dari aliran darah
berlebihan ( hyperemia ) ke gigi. 3ulpitis terjadi ketika :
1.Ê Karies berkembang dalam ke dentin
2.Ê Sebuah gigi memerlukan beberapa prosedur invasif
3.Ê Trauma mengganggu limfatik dan suplai darah ke pulpa
 Ê ë 


Ô Ê 


3enyebab 3ulpitis adalah sebagai berikut:
1.Ê Kerusakan gigi yang telah menembus melalui lapisan enamel dan dentin gigi.
2.Ê Trauma ke gigi yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan dari menggiling,
mengepal, dan / atau cedera pada gigi.
3.Ê Thermal iritasi dari sejumlah prosedur gigi preformed pada gigi tertentu.
4.Ê 3engembalian yang mengganti bagian besar struktur gigi alam.
5.Ê Infeksi bakteri yang telah masuk ruang pulpa.
6.Ê Infeksi dari abses gigi
 Ê 3



3enyebab pulpitis yang paling sering adalah pembusukan gigi, penyebab kedua
adalah cedera.
3ulpa terbungkus dalam dinding yang keras sehingga tidak memiliki ruang yang
cukup untuk membengkak ketika terjadi peradangan. Yang terjadi hanyalah peningkatan
tekanan di dalam gigi. 3eradangan yang ringan jika berhasil diatasi tidak akan
menimbulkan kerusakan gigi yang permanen. 3eradangan yang berat bisa mematikan
pulpa. Meningkatnya tekanan di dalam gigi bisa mendorong pulpa melalui ujung akar,
sehingga bisa melukai tulang rahang dan jaringan di sekitarnya.
3ada pulpitis ireversibel terjadi radang pulpa akut akibat prose karies yang lama.
Kerusakan jaringan pulpa mengakibatkan gangguan system mikrosirkulasi pulpa yang
berakibat oedem, syaraf tertekan, dan menimbulkan nyeri yang hebat.
 Ê 



1.Ê 3ulpitis reversibel
Radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang. 3ulpitis awal dapat terjadi
karena karies dalam, trauma, tumpatan resin komposit/ amalgam/ ionomer gelas.
Gambaran mikroskopis ditandai oleh lapisan odontoblas rusak, vasodilatasi , oedem,
sel radang kronis, kadang sel radang akut. Tergantung pada penyebab peradangan
dan sejauh mana pemaparan pada pulpa, pulpitis dapat sembuh ketika penyebab
pulpitis telah dihapus dan gigi diperbaiki. Obat-obatan tertentu dapat digunakan
selama prosedur restoratif dalam upaya untuk mempertahankan gigi tetap vital
(hidup).
2.Ê 3ulpitis Irreversibel
3ulpitis ireversibel umumnya dicirikan oleh kepekaan yang berkepanjangan
terhadap dingin dan atau panas, seperti missal pada saat untuk makan permen.
Radang pulpa yang ringan (baru terjadi) atau yang berlangung lama, ditandai nyeri
spontan terutama kena rangang dingin. Hal ini sering disertai dengan sakit terus-
menerus, yang diperburuk oleh rangsangan ini. 3embengkakan mungkin terjadi pada
pulpitis irreveribel. Kerusakan pada saraf membutuhkan terapi perawatan saluran
akar. Ketika selesai, terapi perawatan saluran akar akan mengembalikan fungsi gigi
yang normal dan mengurangi rasa sakit dari radang saraf.
V Ê   3 
1.Ê Anonim. 2009. Dentalterm. efinition of P lpitis
http://dentistry.about.com/od/dentaltermsp/g/pulpitis.htm
2.Ê Isnaniah Malik. 2008. Kesehatan Gigi dam a l t. Bandung: Ñniversitas 3adjadjaran.
3.Ê Ñbertalli, James. 2008. The Merck. P lpitis
http://www.merck.com/mmhe/sec08/ch114/ch114c.html
4.Ê Watson, Shawn. 2009. DentalGuide. G ide To P lpitis
http://www.dentalguide.co.uk/patient_guide/pulpitis.html
5.Ê ayan . Israr 2009. T torial Penyakit Gigi dan a l t.
Http://yayanakhyar.wordpress.com
cc Ê3 

 Ê 



3eriodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan periodontium.
3eriodontium adalah jaringan di sekitar perlekatan gigi yang mempunyai fungsi untuk
mempertahankan dan menyokong gigi. Jaringan ini terdiri dari dentoginggival j nction
cement m periodontal ligament dan alveolar one.
Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal
dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu alveolar one juga mengalami kerusakan.
3eriodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang
tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga
menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.
Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva,
pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar
sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi.
 Ê ë 


Ô Ê 


Terutama disebabkan oleh mikroorganisme dan produk-produknya yaitu: plak supra
dan sub gingiva. Faktor predisposisi atau faktor etiologi sekunder dari periodontitis dapat
dihubungkan dengan adanya akumulasi, retensi dan maturasi dari plak, kalkulus yang
terdapat pada gingiva tepi dan yang over kontur, impaksi makanan yang menyebabkan
terjadinya kedalaman poket. Faktor sistemik juga dapat berpengaruh pada terjadinya
periodontitis, meskipun tidak didahului oleh proses inflamasi. Tekanan oklusal yang
berlebihan juga dapat memainkan peranan penting pada progresivitas penyakit
periodontitis dan terjadinya kerusakan tulang (contohnya: pada pemakaian alat ortodonsi
dengan tekanan yang berlebihan).
 Ê 



1.Ê 3eriodontitis Kronis
Dapat pula diartikan sebagai ad lt periodontitis, dimulai saat remaja,
merupakan penyakit dengan progresifitas lambat dan mulai terlihat tanda-tanda
klinisnya sekitar pertengahan usia 30 tahun dan berlanjut selama hidup.
2.Ê 3eriodontitis Agresif
Dikenal juga sebagai early onset periodontits, sering terdapat pada anak muda.
Defisiensi imun dan faktor genetik merupakan penyebab terjadinya semua tipe
periodontitis agresif.
3.Ê isease-related Periodontitis
3eriodontitis dapat juga berhubungan dengan peyakit-penyakit sistemik, seperti
diabetes mellitus tipe 1, down syndrome, AIDS, kelainan leukosit yang berat.
4.Ê 3enyakit c te Necrotizing Periodontal
Merupakan penyakit akut pada gusi, ditandai dengan : jaringan mati (nekrosis),
perdarahan spontan, nyeri dengan onset yang cepat, bau mulut tak sedap, gusi tumpul
(normalnya berbentuk seperti corong). Stres, diet yang buruk, merokok, dan infeksi
virus adalah faktor predisposisi terjadinya ac te necrotizing periodontal.
 Ê   3 
1.Ê Anonim. 2011. 3eriodontitis.
http://www.scribd.com/doc/51809771/3ERIODONTITIS
2.Ê Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG.2004.Biology 5th ed vol.3. Jakarta:
Erlangga.381-2.
3.Ê Kinene,Denis F et al.2006.Environmental and The Modifying Factors of The
3eriodontal Disease. 3eriodonology 2000. vol 40. pp 107 -19
c£ Êëë'

 Ê 



Adalah peradangan pada gingiva (gusi). 3roses peradangan terbatas pada jaringan
epitel mukosa yang mengelilingi bagian cervical dentalis (leher gigi) dan prossesus
alveolaris dentis.
 Ê ë 


Ô Ê 


3enyebab paling utama dari radang gusi adalah akumulasi plak. Akumulasi plak
berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya meningkat. Hal ini terjadi karena sisa-sisa
makanan yang tertinggal diantara sela-sela gigi atau di gusi. Jika dalam waktu 24 jam
sisa makanan itu belum tersikat maka akan terbentuk plak. Hanya dalam beberapa hari
plak yang tidak tersikat atau tidak terganggu sudah menimbulkan radang gusi tahap
inisial. Ada tiga tahap radang gusi yaitu tahap inisial (2-4 hari), tahap lesi dini (4-7 hari)
dan tahap lesi mantap (2-3 minggu). 3ada tahap lesi mantap ini sudah terjadi kerusakan
jaringan penyangga gigi.
Selain itu Gingivitis dapat disebabkan oleh induksi obat, keadaan hormonal, dan
kekurangan nutrisi dan penyakit infeksi yang lain.
 Ê 



Gingivitis diklasifikasikan berdasarkan
1.Ê Gambaran klinis (ulseratif, hemoragis, nekrosis, dan purulensi)
2.Ê Durasi (Akut dan Kronis)
 Ê   3 
1.Ê Anonim. 2007. Radang G si dan Terapinya.
http://www.holisticcare-dentalclinic.com/artikel/radang_gusi.pdf
2.Ê http://medicastore.com/penyakit/143/Gingivitis_radang_gusi.html
3.Ê http://emedicine.medscape.com/article/763801-overview

Anda mungkin juga menyukai