Anda di halaman 1dari 8

TEORI

“Laissez Faire.” 1 Versi Adam Smith DALAM PERKEMBANGAN EKONOMI

Pemikiran Kapitalisme adl sebuah sistem ekonomi yg filsafat sosial dan politiknya
didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta
perluasan faham kebebasan. Sistem ini merupakan sekumpulan kebijakan ekonomi yang
merujuk kepada pemikiran bapak ekonomi Kapitalis Adam Smith. Ruh pemikiran
ekonomi Adam Smith adalah perekonomian yang berjalan tanpa campur tangan
pemerintah. Model pemikiran Adam Smith ini disebut Laissez Faire.

Yang dimaksud dengan Laissez Faire adalah “In economics, Laissez-faire means
allowing industry to be free of government restriction, especially restrictions in the form
of tariffs and government monopolies.”2. Istilah ini berasal dari bahasa Perancis yang
digunakan pertama kali oleh para psiokrat di abad ke 18 sebagai bentuk perlawanan
terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire menjadi sinonim untuk
ekonomi pasar bebas yang ketat selama awal dan pertengahan abad ke-19. Secara umum,
istilah ini dimengerti sebagai sebuah doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanya
campur tangan pemerintah dalam perekonomian..

Adam Smith memandang produksi dan perdagangan sebagai kunci untuk membuka
kemakmuran. Agar produksi dan perdagangan maksimal dan menghasilkan kekayaan
universal, Smith menganjurkan pemerintah memberikan kebebasan ekonomi kepada
rakyat dalam bingkai perdagangan bebas baik dalam ruang lingkup domestik maupun
internasional.

Dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith mendukung prinsip “kebebasan alamiah”,
yakni setiap manusia memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkannya
tanpa campur tangan pemerintah. Ini mengandung pengertian negara tidak boleh campur
tangan dalam perpindahan dan perputaran aliran modal, uang, barang, dan tenaga kerja.

1
Teori ekonomi kapitalisme yang dipopulerkan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations
2
http://en.wikipedia.org/wiki/Laissez-faire
Smith juga memandang pembatasan kebebasan ekonomi oleh pemerintah sebagai
pelanggaran hak asasi manusia.

Alasan utama Smith yang melarang intervensi pemerintah adalah doktrin invisible hands
(tangan gaib). Menurut doktrin ini, kebebasan (freedom), kepentingan diri sendiri (self-
interest), dan persaingan (competition) akan menghasilkan masyarakat yang stabil dan
makmur. Upaya individu untuk merealisasikan kepentingan dirinya sendiri bersama
jutaan individu lainnya akan dibimbing oleh “tangan tak terlihat”. Setiap upaya individu
mengejar kepentingannya, maka secara sadar atau pun tidak indvidu tersebut juga
mempromosikan kepentingan publik3. Dengan kata lain, Smith mengklaim dalam sebuah
perekonomian tanpa campur tangan pemerintah (laissez faire) yang mengedepankan
nilai-nilai kebebasan (liberalisme), maka perekonomian secara otomatis mengatur dirinya
untuk mencapai kemakmuran dan keseimbangan.

Pendapat Adam Smith yg paling penting ialah tentang ketergantungan peningkatan


perekonomian kemajuan dan kemakmuran kepada kebebasan ekonomi yg tercermin pada
Kebebasan individu yg memberikan seseorang bebas memilih pekerjaannya sesuai dgn
kemampuannya yg dapat mewujudkan penghasilan yg dapat memenuhi kebutuhan
dirinya. Kebebasan berdagang di mana produktivitas peredaran produksi dan
distribusinya berlangsung dalam iklim persaingan bebas. Kaum kapitalis memandang
kebebasan adalah suatu kebutuhan bagi individu utk menciptakan keserasian antara
dirinya dan masyarakat. Sebab kebebasan itu adl suatu kekuatan pendorong bagi produksi
krn ia benar-benar menjadi hak manusia yg menggambarkan kehormatan kemanusiaan.

Kapitalisme menglami beberapa kali krisis setelah era merkantilis, sewaktu perang dunia
I dan II. Banyaknya dana yang digunakan untuk perang mengakibatkan proses produksi
tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Krisis yang terjadi di dalam tubuh kapitalisme
tersebutlah yang mendorong pemikiran Keynes, seorang ekonom dari Inggris. Dia
melihat bahwa pasar dan negara bisa berkompromi dengan catatan negara tidak terlalu
banyak campur tangan terhadap perekonomian. Ia tidak percaya bahwa individu memiliki
"kebebasan alamiah" dalam kegiatan ekonomi mereka.4 Tidak ada aturan yang bisa
3
Adam Smith, “The Wealth of Nation” The Modern Library, c2000
4
Schumpeter, Joseph A, Sepuluh sarjana ekonomi terkemuka dari Marx – Keynes, Jakarta:Bratara1963
menjamin bahwa kepentingan pribadi akan bisa bersesuaian dengan kepentingan umum.
Prinsip-prinsip ekonomi juga tidak menjamin bahwa pengejaran kepentingan pribadi
akan menguntungkan kepentingan publik. Individu yang bertindak sendiri-sendiri
seringkali justru tidak mampu mempertimbangkan kepentingan umum. Maka disinalah
diperlukan negara untuk memperbaiki mekanisme pasar.

Pandangan Keynes yang kompleks mengenai ekonomi berpengaruh kuat terhadap


ekonomi-politik internasional selama satu generasi, yaitu ketika gagasan itu dipakai
sebagai landasan pembentukan berbagai lembaga dan aturan main politik dan ekonomi
internasional pasca Perang Dunia II, yang dikenal sebagai sistem Bretton Woods. Sistem
Bretton Woods pasca Perang Dunia II itu disebut sebagai "Kompromi-gaya-Keynes" atau
suatu sistem "embedded liberalism" (liberalisme terkendali). Ini adalah sistem
internasional liberal dengan pasar terbuka dan perdagangan bebas. Tetapi, dalam sistem
Keynesian ini, masing-masing negara bisa menerapkan berbagai kebijakan yang
dianjurkan Keynes untuk mengurangi inflasi, mengendalikan pengangguran, dan
menggalakkan pertumbuhan ekonomi.5

Namun pada dasawarsa akhir 70-an awal 80-an, Krisis minyak mengakibatkan resesi
ekonomi, pengangguran dan inflasi di atas 20% di sejumlah negara, dan menyeret negara-
negara Dunia Ketiga tidak mampu membayar hutangnya. Sejak saat itu, negara-negara
Kapitalis memandang doktrin Keynesian tidak mampu memberikan solusi bahkan
dianggap sebagai penyebab krisis6. Sejak saat itu negara-negara Kapitalis menempuh cara
baru di dalam mengelola perekonomiannya.

Ekonomi politik dunia gaya ekonomi keynes digantikan oleh pandangan liberal klasik
tentang ekonomi-politik internasional mengembangkan pengaruh kuat melalui suatu
gerakan yang sering disebut neo-konservativisme (yang sebenarnya bisa juga disebut
neo-liberalisme). Sebagai varian baru dari pemikiran ekonomi liberal, neoliberalisme

5
Ketika Negara Berhadapan dengan Neo Liberalisme,
http://www.berpolitik.com/static/myposting/2007/11/myposting_241.html
6
Norena Heertz, Hidup di Dunia Material: Munculnya Gelombang Neoliberalisme, dalam Neoliberalisme, editor I. Wibowo
dan Francis Wahono, cet. i, (Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2003), hal. 20.
dilahirkan untuk menandingi pemikiran ekonomi Keynesian yang mendominasi Barat
selama tiga puluh tahun.

Di samping doktrin utama laissez faire dan pasar bebas yang sudah ada sejak Kapitalisme
liberal Adam Smith, doktrin ekonomi neoliberal dikembangkan ke dalam kerangka
liberalisme yang lebih sistematis. Elizabeth Martinez and Arnoldo Garcia menjelaskan
lima kerangka utama neoliberalisme7.

1. Free market

Dalam konsep free market, swasta dibebaskan dari keterikatannya terhadap


negara dan tanggung jawab atas permasalahan sosial yang terjadi karena aktivitas
perusahaan mereka. Pengurangan tingkat upah dengan menghapus serikat-serikat
pekerja dan memotong hak-hak buruh. Harga dibiarkan bergerak tanpa intervensi
pemerintah. Kebebasan total di dalam perpindahan modal, barang, jasa. Para
pengusung free market senantiasa menyatakan: Pasar yang tidak diatur adalah
jalan terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memberikan
keuntungan bagi setiap orang.

2. Pembatasan anggaran belanja publik

Anggaran publik seperti kesehatan, pendidikan, pemenuhan air bersih, listrik,


jalan umum, fasilitas umum, dan bantuan untuk orang miskin harus dikurangi dan
dibatasi sehingga tidak membebani APBN. Pandangan ini sama saja dengan
mengurangi peranan pemerintah dalam perekonomian dan pemenuhan kebutuhan
publik. Namun di balik paham neoliberal ini, kalangan korporasi dan pemilik
modal sangat mendukung subsidi dan pengurangan pajak yang menguntungkan
bisnis mereka.

3. Deregulasi

Mengurangi atau bahkan menghapus peraturan-peraturan yang menghambat


kepentingan bisnis korporasi dan pemilik modal.

4. Privatisasi

7
Elizabeth Martinez dan Arnoldo Garcia, What is Neoliberalism?, http://www.corpwatch.org/article.php?id=376
Menjual badan usaha, barang atau pelayan yang menjadi milik negara (BUMN)
kepada investor, khususnya aset-aset dalam bentuk bank, industri-industri kunci,
kereta api, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, dan air bersih. Alasan utama
dilakukannya privatisasi untuk mengejar efisiensi. Namun pada faktanya
privatisasi justru menciptakan konsentrasi kekayaan ke tangan segelintir orang-
orang kaya sedangkan rakyat harus menanggung beban harga-harga public
utilities yang mahal.

5. Menghilangkan konsep barang publik

Pemindahan tanggung jawab pengadaan barang dan layanan publik dari tangan
negara menjadi tanggung jawab individu. Dengan kata lain, masyarakat harus
menemukan sendiri solusi dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka akan
barang-barang publik.

Menurut I. Wibowo, kelahiran neoliberalisme didorong empat faktor utama, yaitu (1)
munculnya perusahaan multinasional (multinational corporations MNC) sebagai
kekuatan riil dengan nilai aset lebih besar dari pada kekayaan yang dimiliki oleh negara-
negara kecil. (2) Munculnya organisasi (rezim internasional) yang berfungsi sebagai
surveillance system (sistem pengawasan) dalam memastikan prinsip-prinsip ekonomi
liberal berjalan atas seluruh negara di dunia. (3) Revolusi bidang teknologi komunikasi
dan transportasi yang menjadi katalisator dan fasilitator terlaksananya pasar bebas dan
perdagangan bebas secara cepat ke seluruh dunia. (4) Keinginan negara-negara kuat
untuk mendominasi dan menciptakan hegemoni atas negara-negara yang lebih lemah8.

Implikasi kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari kebebasan individu adalah


dominasi kepemilikan individu di tengah perekonomian. Meskipun prinsip kebijakan
negara menata jalannya perekonomian tanpa campur tangan pemerintah (laissez faire),
namun karena dominasi pemilik modal atas sistem politik dan perundang-undangan,
kebijakan negara justru tunduk pada kepentingan kaum kapitalis.

Sektor-sektor perekonomian yang secara faktual menguasai hajat hidup orang banyak
atau semestinya dikuasai negara untuk mencegah konsentrasi kepemilikan di tangan
8
I. Wibowo dalam Neoliberalisme, hal. 3-5.
segelintir orang malah diserahkan kepada mekanisme pasar yang sudah jelas didominasi
kaum kapitalis. Secara logis laissez faire hanya menjadi alat kaum kapitalis untuk
mencegah dominasi negara atas perekonomian, menghalang-halangi distribusi kekayaan
yang adil di tengah masyarakat, dan menjadikan negara sebagai alat untuk melegalisasi
kaum kapitalis. Dalam sistem ini fungsi negara hanyalah untuk merealisasikan
kepentingan segelintir individu saja.

Adapun perubahan pemikiran ekonomi dari aliran utama ekonomi pasar yang liberal ke
Keynesian yang sarat intervensi negara (big government) pasca Depresi Besar 1929, dan
kembali liberal pasca krisis minyak dunia 1973 dengan aliran neoliberalnya, merupakan
dinamika pemikiran ekonomi yang berkembang dalam sistem Kapitalisme. Dinamika
pemikiran ini tidak mengubah ideologi Kapitalisme itu sendiri walaupun di dalamnya
terdapat aliran-aliran pemikiran yang saling bertolakbelakang dan kebijakan yang saling
kontradiktif. Sebab hakikatnya tidak ada perubahan pada asas Sekularisme yang menjadi
pikiran pokok dan standar nilai Kapitalisme. Perubahan hanya terjadi pada pemikiran
cabang ideologi ini, yakni pemikiran ekonomi.

Ketika ekonomi pasar mengalami kehancuran konseptual dengan krisis berat yang
melanda Barat pada 1929, J.M. Keynes maju dengan pemikiran yang bertolakbelakang
dengan ekonomi pasar yang terangkum dalam bukunya The General Theory of
Employment, Interest and Money (pertama kali terbit 1936). Keynes menawarkan
alternatif bahwa negara harus melakukan intervensi untuk mengangkat kembali
perekonomian dari keterpurukan. Negara harus mengisi kekosongan peranan swasta yang
sebelumnya mendominasi perekonomian. Negara harus menjalankan kebijakan defisit
dengan membuat anggaran belanja yang lebih besar untuk menciptakan lapangan kerja.

Apa yang dilakukan Keynes dan kemudian diadopsi oleh negara-negara Barat bukanlah
sebuah pengingkaran terhadap Kapitalisme. Menurut Mark Skousen, Keynes justru
menjadi penyelamat Kapitalisme dari kehancuran.<!--[if !supportFootnotes]-->[19]<!--[endif]--> Meskipun
pemikiran ekonominya bertolakbelakang dengan doktrin laissez faire, Keynes tidak
melepaskan tolak ukur pemikirannya dari Sekularisme.<!--[if !supportFootnotes]-->[20]<!--[endif]-->
Abdurrahman al-Maliki memandang Kapitalisme sebagai sistem ekonomi dengan strategi
”tambal sulam”. Strategi ini digunakan untuk menutupi kebobrokan Kapitalisme
dan melestarikan keberadaan institusinya dari kebangkrutan. Strategi ”tambal
sulam” dijalankan dengan cara mencangkokkan ide tentang keadilan sosial ke dalam
negara (welfare state) dengan konsekwensi pergeseran peranan ekonomi dari tangan
swasta ke tangan negara (big government).<!--[if !supportFootnotes]-->[21]<!--[endif]-->

James Petras melihat dalam sebuah rezim yang menganut Kapitalisme, pemerintah
memiliki dua buah rencana. Yakni rencana yang beroirentasi liberal (neoliberalism) dan
berorientasi kesejahteraan sosial (social welfare). Jika kebijakan orisinil (ekonomi
liberal) mengalami kegagalan maka pemerintah akan mengubah orientasi kepada
kesejahteraan sosial. Perubahan ini semata-mata untuk merebut hati masyarakat dengan
tujuan mempertahankan kekuasaan dan sistem.<!--[if !supportFootnotes]-->[22]<!--[endif]-->

Dinamika pemikiran ekonomi yang saling bertolakbelakang dalam Kapitalisme


merupakan konsekwensi logis dari ideologi ini dalam menentukan sumber hukum. Sebab
sumber hukum dalam Kapitalisme digali dari realitas,<!--[if !supportFootnotes]-->[23]<!--[endif]-->

sehingga perkembangan pemikiran ekonomi sangat bergantung pada perkembangan


realitas ekonomi di tingkat domestik dan dunia. Sedangkan realitas ekonomi yang
berkembang merupakan hasil penerapan Kapitalisme itu sendiri. Jika realitas ekonomi
tidak kondusif bagi Kapitalisme yang memaksa negara memodifikasi kebijakan
ekonominya secara prinsipil, maka itulah tanda kelemahan dan kebobrokan sistem
Kapitalisme.

Misalnya, realitas sekarang menunjukkan krisis finansial global yang terjadi sejak 2007
telah meluluhlantakkan sistem keuangan negara-negara kapitalis dengan kerugian
trilyunan dolar AS, dan ancaman kebangkrutan tidak hanya menimpa korporasi finansial
tetapi juga korporasi yang bergerak di sektor riil di seluruh dunia. Jika negara-negara
kapitalis tidak melakukan intervensi di sektor finansial dan penyelamatan sektor riil
untuk menjaga konsistensi doktrin laissez faire, maka sudah dapat dipastikan sistem
keuangan Barat berada di jalan buntu, kebangkrutan korporasi secara massal, PHK yang
jauh lebih besar dari PHK massal tahun ini (2008), jatuhnya daya beli masyarakat dalam
tingkat yang siknifikan, dan kepanikan yang sangat mungkin menciptakan prahara
ekonomi jauh lebih dasyat dibandingkan Depresi Besar 1929.

Karena itu bailout dan berbagai bentuk intervensi lainnya yang terjadi secara massive
harus dilihat sebagai upaya penyelamatan institusi ideologi Kapitalisme walau pun
negara-negara penganut Kapitalisme harus mengingkari ”akidah” ekonominya
yakni laissez faire.<!--[if !supportFootnotes]-->[24]<!--[endif]--> Di satu sisi intervensi ini mencerminkan
negara-negara kapitalis telah berlaku ”munafik”,<!--[if !supportFootnotes]-->[25]<!--[endif]--> di sisi
lain intervensi tersebut merefleksikan ”konsistensi” negara kapitalis dalam
melindungi kepentingan pemilik modal dan selalu membebankan biayanya ke pundak
rakyat.

Realitas ekonomi yang buruk pada dasarnya cermin kegagalan sistem Kapitalisme.
Meskipun secara institusi Kapitalisme belum berakhir, namun secara konseptual (ide)
Kapitalisme telah mengalami kebangkrutan bahkan sejak Depresi Besar 1929.

Sebagai ideologi buatan manusia yang tentu saja memiliki cacat bawaan, negara-negara
kapitalis senantiasa melakukan metode tambal sulam untuk menutupi kebobrokan
Kapitalisme. Jika sekarang di negara-negara Barat Laissez Faire sedang dicampakkan,
neoliberalisme sedikit dipinggirkan dengan adanya nasionalisasi parsial, maka hakikatnya
Barat sedang menambal kecacatan ideologi untuk mencegah keruntuhan institusinya.
Tambal sulam ini dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu, yakni pada saat pemerintahan-
pemerintahan Barat tidak dapat menghadapi realitas ekonomi di negara mereka hanya
dengan laissez faire.<!--[if !supportFootnotes]-->[26]<!--[endif]--> []

Anda mungkin juga menyukai