MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN
BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V MI SUNAN KALIJAGA MALANG
SKRIPSI
Oleh Bintan Choironi 07140052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Juli, 2009 PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V MI SUNAN KALIJAGA MALANG
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh: Bintan Choironi 07140052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Juli, 2009 PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V MI SUNAN KALIJAGA MALANG
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Oleh: Bintan Choironi 07140052
Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing
Dra. Hj. Sulalah, M. Ag NIP. 150 267 279
Tanggal, 24 Juli 2009
Mengetahui Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Dra. Hj. Sulalah, M. Ag NIP. 150 267 279
PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V MI SUNAN KALIJAGA MALANG
SKRIPSI
Dipersiapkan dan disusun oleh Bintan Choironi (07140052) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 6 Agustus 2009 dengan nilai.... dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada tanggal .........................2009
Panitia Ujian
Ketua Sidang Abdul Ghofur, M. Ag :____________________________ NIP. 150 368 773
Sekertaris Sidang Dra. Hj. Sulalah, M. Ag :____________________________ NIP. 150 267 279
Pembimbing, Dra. Hj. Sulalah, M. Ag :____________________________ NIP. 150 267 279
Penguji Utama Drs. H. A. Fatah Yasin, M. Ag :____________________________ NIP. 150 287 892
Mengesahkan Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Dr. Zainuddin, MA. NIP. 150 275 502 PERSEMBAHANKU
Bismillahirrohmanirrohiim... Dengan segenap jiwa dan ketulusan hati, ku persembahkan buah karya ini kepada kedua orang tuaku, (Bapak Sutarno) Bapak...aku tahu engkau selalu memikirkan putra-putrimu, mencurahkan seluruh tenaga dan fikiranmu meski kau tak lagi disampingku. Emak (Binti Istianah)...yang dengan tulus mencurahkan kasih sayangnya pada putrimu serta tak terhitung selaksa do'a senantiasa terpanjat dalam setiap sujudmu. Kakak-kakakku (Cak Es, Cak Idin, Yuk Ir, Cak Sul, Dan Yuk Anis) yang senantiasa memberiku semangat dalam penyelesaian skripsi ini serta selalu berusaha memberikan bantuan baik berupa spirituil maupun materiil. K. H Marzuki Mustammar dan Umi Sa'idah, beribu terimakasih saya ucapkan atas segala do'a dan arahannya, yang mengajarkan kalimat Rabb...fa man narju siwa ka..., aku bersyukur telah mengenalnya. Para asatid yang senantiasa membimbing saya dalam menuntut ilmu, serta segenap santriwan dan santriwati pondok pesantren Sabilurrosyad wa bil khusus arek-arek kamar dan teman-teman seangkatan (Mbok Nuril, Mbok Iik, Mbok Zuzu, Mbok Ruroh, Mbok Amul, Mbok Luluk, Neng Dewi, dan Jeng Nur) yang selalu memberikan dukungan dan warna selama saya belajar untuk menjadi santri di sana. Ibu Sulala, Ibu tengah menjadi pengganti orang tua saya selama proses penyelesaian skripsi ini. Ibu Aniyat yang telah bersedia mengorbankan waktunya serta banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Serta para dosen khususnya dosen Tarbiyah yang secara tidak langsung memberikan banyak masukan demi penyempurnaan skripsi ini. Teman-teman PGMI yang senantiasa menyemangati saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
MOTTO
t tt t ) )) ) 7 77 7 = == = m mm m & && & ) )) ) 9 99 9 # ## # $ $$ $ / // / $ $$ $ m mm m & && & 7 77 7 9 99 9 ) )) ) # ## # # ## # ) )) ) 9 99 9 # ## # ) )) ) M MM M 2 22 2 & && & # ## # 7 77 7 % %% % 9 99 9 = == = 9 99 9 # ## # Artinya: "Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui." (Al Qur'an, Yusuf: 03). 1
1 Departemen Agama RI, "Al Qur'an dan Terjemah", (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur'an, 1983), hlm. 348. Dra. Hj. Sulalah Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang -------------------------------------------
NOTA DINAS PEMBIMBING Hal : Skripsi Bintan Choironi Malang, 24 Juli 2009 Lamp. : 6 (Enam) Eksemplar
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang di Malang
Assalaamualaikum W. Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut dibawah ni: Nama : Bintan Choironi NIM : 07140052 Jurusan : PGMI Judul Skripsi : Penerapan Ragam Mendongeng Dengan Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang
Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalaamualaikum Wr.Wb
Pembimbing,
Dra. Hj. Sulalah, M. Ag. SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pedapat yang pernah ditulis atau ditebitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.
Malang, 24 Juli 2009
Bintan Choironi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur hanya bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang menguasai semua makhluk dengan segala kebesaran-Nya yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, ma'unah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penerapan Ragam Mendongeng dengan Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang sesuai dengan waktu yang ditentukan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammmad SAW yang telah membawa petunjuk kebenaran kepada seluruh umat manusia yaitu Ad-Dinul Islam. Skripsi ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh mahasiswa sebagai tugas akhir studi di UIN Maulana Malik Ibrahim jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtida'iyah. Skripsi ini disusun dengan bekal ilmu pengetahuan yang terbatas dan jauh dari kesempurnaan, sehingga tanpa bantuan pembimbing dan petunjuk dari berbagai pihak maka penulis akan sulit untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa syukur penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim yang telah menyediakan fasilitas guna lancarnya pembelajaran. 2. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony selaku Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim. 3. Kedua orang tuaku yang senantiasa mendoakan putrinya, serta memberikan dorongan baik spiritual maupun material dalam menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Hj. Sulalah, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Maulana Malik Ibrahim dan selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing dan memberikan pengarahan serta meluangkan waktunya sehingga skripsi ini dapat tersusun. 5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim yang telah mendidik penulis selama belajar di UIN Maulana Malik Ibrahim. 6. Ibu Supriyati, S.Pd selaku Kepala Sekolah MI Sunan Kalijaga Malang, terimakasih atas waktu dan kesediaan Ibu dalam memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. 7. Ibu Wiwin selaku guru Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijogo, terima kasih atas waktu dan kesediaan ibu dalam memberikan informasi dan jam pelajaran untuk melaksanakan penelitian ini. 8. Semua staf guru-guru MI Sunan Kalijogo yang turut serta dalam membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini. 9. Semua sahabat-sahabatku dan semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penulisan skripsi ini. 10. Teman-teman PGMI angkatan 2007 yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga apapun yang telah disumbangkan kepada penulis, sekecil apapun wujudnya tercatat sebagai amal yang diterima oleh Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Hanya kepada Allah SWT penulis memohon pertolongan dan ridho-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.
Malang, 24 Juli 2009
Penulis
ABSTRAK
Choironi, Bintan. 2009. Penerapan Ragam Mendongeng dengan Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Madrasah Ibtida'iyah Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtida'iyah, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Dra. Hj. Sulalah, M. Ag.
Kata Kunci : Mendongeng, Media Gambar Diam Seri, Berbicara, Berekspresi
Tidak semua orang mampu mengungkapkan fikirannya secara lisan. Bagi sebagian orang, berbicara di depan umum merupakan hal yang sangat sulit. Permasalahan tersebut juga menimpa sebagian besar siswa-siswi kelas 5 MI Sunan Kalijaga Malang. Mata pelajaran Bahasa Indonesia menawarkan banyak ragam metode pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Metode mendongeng merupakan salah satu metode yang menjadi alternative untuk mengatasi permasalahan di atas. Pemilihan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar tidak lepas dari fungsi media gambar itu sendiri yang selain dapat membantu mengembangkan imajinasi pendongeng, juga dapat membantu audien untuk lebih mempermudah memahami dongeng. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang, 2) mendeskripsikan proses peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi yang dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah diterapkannya ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang melibatkan data kualitatif dan data kuantitatif. Penelitian yang penulis lakukan ini adalah penelitian kelas dengan pendekatan kualitatif. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu: metode observasi, metode dokumentasi, dan metode wawancara. Sedangkan untuk menganalisis, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu penggambaran secara menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya. Peneliti juga menyertakan tabel sebagai pendukung dan pelengkap uraian data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Bukti secara kualitatif dapat diketahui dari suasana kelas yang menjadi lebih aktif, tumbuhnya keberanian dan rasa percaya diri siswa, serta tumbuhnya semangat kerjasama dengan kelompoknya. Sebagian besar tanggapan siswa juga menyatakan senang dengan diterapkannya metode tersebut. Sedangkan bukti secara kuantitatif dapat dilihat dari hasil tes belajar siswa yang mengalami peningkatan pada setiap siklusnya hingga mencapai standar kelulusan minimal yang ditetapkan baik secara individual maupun secara klasikal.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v MOTTO ................................................................................................................. vi NOTA DINAS BIMBINGAN .............................................................................. vii SURAT PERNYATAAN..................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix ABSTRAK ............................................................................................................. xi DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10 D. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 10 E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 10 F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 13 G. Definisi Operasional................................................................................ 14 H. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 16 A. Pembelajaran ........................................................................................... 16 1. Definisi pembelajaran ....................................................................... 16 2. Hasil belajar ...................................................................................... 17 3. Motivasi belajar ................................................................................. 17 4. Belajar tuntas ..................................................................................... 18 5. Metode pembelajaran Bahasa Indonesia di MI/SD .......................... 19 B. Mendongeng ............................................................................................ 20 1. Pengertian dongeng dan mendongeng .............................................. 20 2. Ragam mendongeng .......................................................................... 21 3. Tujuan dan manfaat mendongeng ..................................................... 25 4. Hubungan mendongeng dengan kemampuan berbicara dan berekspresi......................................................................................... 27 5. Teknik mendongeng yang baik ......................................................... 28 6. Kendala pembelajaran mendongeng ................................................. 30 C. Media....................................................................................................... 31 1. Definisi media, media pembelajaran, dan klasifikasi media ............. 31 2. Fungsi dan manfaat media bagi pembelajaran .................................. 36 3. Media gambar.................................................................................... 37 4. Manfaat dan kelebihan media gambar .............................................. 37 5. Syarat-syarat memilih media gambar................................................ 39 6. Media gambar diam seri .................................................................... 41 7. Hubungan media gambar dengan kegiatan mendongeng.................. 42 D. Berbicara dan Berekspresi....................................................................... 43 1. Definisi berbicara dan kemampuan berbicara ................................... 43 2. Teknik-teknik berbicara .................................................................... 43 3. Berbicara dan berekspresi ................................................................. 46 4. Upaya meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi .......... 46
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 49 A. Desain dan Jenis Penelitian ..................................................................... 49 B. Kehadiran Peneliti di Lapangan .............................................................. 52 C. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 52 D. Sumber Data dan Jenis Data ................................................................... 53 E. Instrumen Penelitian................................................................................ 54 F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 55 G. Analisis Data ........................................................................................... 59 H. Pengecekan Keabsahan Data................................................................... 60 I. Tahapan Penelitian .................................................................................. 62
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN ...................................................... 71 A. Latar Belakang Obyek Penelitian............................................................ 71 1. Sejarah singkat berdirinya MI Sunan Kalijogo Malang .................... 71 2. Lokasi MI Sunan Kalijaga Malang ................................................... 72 3. Sarana dan prasarana MI Sunan Kalijaga Malang ............................ 73 B. Paparan Data Sebelum Tindakan ............................................................ 73 1. Observasi awal .................................................................................. 73 2. Perencanaan kegiatan pre tes ............................................................ 74 3. Pelaksanaan kegiatan pre tes ............................................................. 76 4. Observasi pre tes ............................................................................... 77 5. Refleksi ............................................................................................. 94 C. Paparan Hasil Penelitian ......................................................................... 96 1. Siklus 1 .............................................................................................. 96 2. Siklus II ........................................................................................... 126 3. Siklus III .......................................................................................... 152
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 181
BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 209 A. Kesimpulan ........................................................................................... 209 B. Saran ...................................................................................................... 211
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 213 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 216 DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................... 217
DAFTAR TABEL Tabel 1 : Sarana dan Prasarana di MI Sunan Kalijaga Malang ......................... 73 Tabel 2 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada saat Pre Tes ........................................................................................ 81 Tabel 3 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada saat Pre Tes ........................................................................................ 83 Tabel 4 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Artikulasi Suara pada saat Pre Tes ................................................................................ 85 Tabel 5 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada saat Pre Tes ........................................................................................ 87 Tabel 6 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada saat Pre Tes ............ 91 Tabel 7 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada Siklus 1 ............................................................................................ 107 Tabel 8 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada Siklus 1 ............................................................................................. 110 Tabel 9 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kejelasan Suara pada Siklus 1 .................................................................................... 112 Tabel 10 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada pada Siklus 1 .................................................................................... 115 Tabel 11 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Variasi Suara padaPada Siklus 1 ............................................................................ 117 Tabel 12 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 1 ................. 120 Tabel 13 : Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dengan Gambar pada Siklus 1 ...................................................................... 122 Tabel 14 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada Siklus 2 ............................................................................................. 134 Tabel 15 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada Siklus 2 ............................................................................................. 136 Tabel 16 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Artikulasi Suara pada Siklus 2 .................................................................................... 139
Tabel 17 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada Siklus 2 ............................................................................................. 141 Tabel 18 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Variasi Suara pada Siklus 2 ............................................................................................. 144 Tabel 19 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 2 ................. 147 Tabel 20 : Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dengan Media Gambar Pada Siklus 2 ........................................................... 149 Tabel 21 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada Siklus 3 ............................................................................................. 159 Tabel 22 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada Siklus 3 ............................................................................................. 161 Tabel 23 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Artikulasi Suara Pada Siklus 3 .................................................................................... 164 Tabe 24 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada Siklus 3 ............................................................................................. 166 Tabel 25 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Variasi Suara pada Siklus 3 ............................................................................................. 168 Tabel 26 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 3 ................. 171 Tabel 27 : Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dengan Media Gambar Pada Siklus 3 ........................................................... 173 Tabel 28 : Hasil Evaluasi Tingkat Pemahaman Siswa ketika Menyimak Dongeng ........................................................................................... 176 Tabel 29 : Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Ragam Mendongeng dengan Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi .......................................... 177
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Desain PTK Model Kurt Lewin ......................................................... 51 Gambar 2 : Bagan PTK Model Kemmis dan Taggart ........................................... 62 Gambar 3 : Ekspresi Salah Seorang Siswa saat Mendongeng pada Siklus 1 ..... 119 Gambar 4 : Ekspresi Salah Seorang Siswa saat Mendongeng pada Siklus 2 ..... 146 Gambar 5 : Ekspresi Salah Seorang Siswa saat Mendongeng pada Siklus 3 ..... 170
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : RPP ............................................................................................... 216 a. Siklus 1 ........................................................................................... 217 b. Siklus 2 ........................................................................................... 220 c. Siklus 3 ........................................................................................... 223 Lampiran 2 : Silabus Bahasa Indonesia .............................................................. 229 Lampiran 3 : Lembar Observasi ......................................................................... 232 a. Format penilaian mendongeng siswa .............................................. 233 b. Lembar observasi perilaku siswa siklus 1 ....................................... 234 c. Lembar observasi perilaku siswa siklus 2 ....................................... 235 d. Lembar observasi perilaku siswa siklus 3 ....................................... 237 e. Instrumen analisis proses kegiatan guru ......................................... 239 f. Catatan lapangan ............................................................................. 240 g. Lembar observasi hasil belajar siswa .............................................. 241 Lampiran 4 : Rekapitulasi Penilaian Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa................................................................... 242 Lampiran 5 : Keterangan Penilaian Hasil Tes Belajar dan Tabel Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Ragam Mendongeng Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi ............... 257 Lampiran 6 : Kelengkapan Instrumen untuk Mengukur Kefahaman siswa Terhadap Isi Dongeng ................................................................... 261 a. Soal unsur intrinsik dongeng ........................................................ 262 b. Kunci jawaban .............................................................................. 264 c. Tabel hasil evaluasi kefahaman ................................................... 266 Lampiran 7 : Foto Praktek Pembelajaran ........................................................... 268 Lampiran 8 : Foto Peningkatan Ekspresi Siswa dari Siklus 1, 2, dan 3 ............. 271 Lampiran 9 : Draft Dongeng............................................................................... 275 Lampiran 10 : Gambar Media Dongeng ............................................................... 291 Lampiran 11 : Absensi Siswa .............................................................................. 298 Lampiran 12 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ............................. 299 Lampiran 13 : Bukti Konsultasi ............................................................................ 300 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi berbagai macam aspek, termasuk di dalamnya kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Setiap aspek meliputi empat keterampilan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Bagi sebagian orang, berbicara atau mengungkapkan pikirannya secara lisan merupakan hal yang sangat sulit. Tidak jarang dalam suatu forum orang yang sebetulnya mempunyai ide-ide brilian atau gagasan-gagasan yang cemerlang tidak terpakai hanya gara-gara kurangnya keberanian orang tersebut dalam mengungkapkan pendapatnya. Tumbuhnya rasa minder dan takut salah saat berbicara menyebabkan sebagian orang menganggap berbicara di depan umum menjadi suatu momok yang menakutkan. Permasalahan di atas juga menimpa sebagian besar siswa-siswi MI Sunan Kalijaga, banyak di antara mereka yang masih belum berani ketika disuruh mengungkapkan pendapatnya di depan umum, kalaupun mereka berani maka keterampilan berbicara mereka masih sangat kurang. Berdasarkan pada fenomena tersebut, maka guru Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga berupaya meningkatkan keterampilan berbicara siswanya dengan menerapkan metode menceritakan pengalaman pribadi. Setelah diterapkan ternyata metode tersebut cukup memberi kontribusi dalam menumbuhkan motivasi berbicara siswa dan meningkatkan keterampilan berbicaranya. Bahkan dengan menerapkan metode tersebut dapat mengubah sikap salah seorang siswa yang kesehariannya sangat nakal dan tidak perhatian dalam pelajaran, mampu bercerita dengan sangat bagus dihadapan teman-temannya. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuan siswa tersebut menarik perhatian teman-temannya, sehingga mereka terbawa dalam cerita yang disampaikannya. Ragam bercerita yang diterapkan guru Bahasa Indonesia tersebut dapat disebut sebagai ragam mendongeng tanpa alat peraga. Meski dongeng berbeda dengan cerita akan tetapi dongeng adalah bagian dari cerita, sebagaimana yang diungkapkan oleh Kusumo Priyo dalam bukunya Terampil Mendongeng, bahwa dongeng adalah cerita rekaan yang kebenarannya belum dapat dipastikan. 2 Secara luas mendongeng bisa juga diartikan sebagai membacakan cerita atau menularkan cerita pada anak entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau pengalaman orang tua. 3
Mengacu dari dua asumsi tersebut, kegiatan siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang dalam membawakan cerita pengalaman pribadi juga bisa disebut mendongeng sedang cara mereka bercerita dengan tanpa membawa alat peraga dapat digolongkan sebagai mendongeng biasa yaitu mendongeng tanpa disertai alat peraga. Dalam mendongeng tanpa alat peraga, Si Pendongeng hanya mengandalkan gerak tubuh, ekspresi wajah, dan kesesuaian intonasi suara. Mendongeng dengan cara ini memang lebih mudah dan efektif karena tidak memerlukan banyak alat peraga. Ada beberapa kriteria yang belum dicapai guru Bahasa Indonesia tersebut ketika menerapkan ragam mendongeng tanpa alat peraga, diantaranya ternyata
sebagian besar siswa masih belum mampu menempatkan intonasi suara, dan mengekspresikan wajah dengan baik. Selain itu, banyak siswa yang kurang berminat memperhatikan cerita yang dibawakan Si Pendongeng karena ketidakmampuan Si Pendongeng dalam membawakan dongeng. Menumbuhkan keberanian berbicara pada anak sejak dini sangatlah diperlukan agar nantinya anak tersebut terbiasa mengungkapkan ide-ide yang ada dalam fikirannya secara lisan di depan umum tanpa dihantui rasa takut salah dan rasa minder. Mendongeng merupakan salah satu metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat merangsang kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Dedi Kusnendi tentang manfaat utama dari kegiatan mendongeng yaitu untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Siswa dilatih mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan menarik. 4 Untuk dapat membawakan dongeng dengan baik, siswa harus memahami dan menghayati dongeng tersebut, juga memperhatikan artikulasi (kejelasan ucapan), intonasi (lagu kalimat), dan mimik (ekspresi wajah). Mendongeng merupakan kegiatan berbahasa lisan yang sudah dikenal sejak zaman dulu. Dalam bukunya Terampil Mendongeng, Kusumo Priyo mengungkapkan bahwa dongeng adalah dunia anak-anak. 5 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mendongeng dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran berbahasa, terutama untuk anak-anak tingkat sekolah dasar. Hal itu karena pada umumnya anak-anak suka dengan cerita dan dongeng. Dengan
4 Dedi Kusnendi, Pembelajaran Mendongeng, Gerbang, 2002, hlm. 40. 5 Kusumo Priyo, "Terampil Mendongeng", (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hlm. 2. mendongeng, siswa selain dapat meningkatkan keterampilan berbahasanya juga berkesempatan untuk memperoleh pengalaman. Terdapat banyak ragam dalam mendongeng, salah satu diantaranya adalah mendongeng tanpa alat peraga sebagaimana yang telah diterapkan oleh guru Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga Malang di atas. Mengingat pentingnya meningkatkan motivasi dan keterampilan berbicara siswa serta melihat dari pengalaman guru Bahasa Indonesia di atas dalam menggunakan metode mendongeng, maka di sini peneliti tertarik menerapkan ragam mendongeng lainnya untuk lebih memaksimalkan kemampuan siswa dalam berbicara dan berekspresi. Ragam mendongeng yang akan diterapkan peneliti adalah ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar. Beberapa alasan lain yang juga mendasari peneliti memilih ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar adalah karena dongeng dan gambar merupakan dua hal yang akrab dengan dunia anak, selain itu pembelajaran yang dilakukan dengan audio-visual lebih maksimal dari pada pembelajaran dengan cara audio saja. Pernyataan tersebut sejalan dengan uraian Yunus dalam bukunya Attarbiyatu watta'liim : +-'' .--' =' -`'- == '+- ... -- .-- maksudnya: bahwasannya media pengajaran paling besar pengaruhnya bagi indera dan lebih dapat menjamin pemahamanorang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamnnya dan lamanya bertahan apa yang diphaminya dibandingkan mereka yang melihat atau yang melihat dan mendengarnya. 6
6 Azhar Arsyad, "Media Pembelajaran", (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 16. Peter Sheal juga mengklasifikasikan kemampuan seseorang dalam menyerap materi yang dia pelajari, dari membaca seseorang akan mampu memahami 10 % dari materi tersebut, dari mendengar seseorang akan mampu menyerap 20 % dari materi tersebut, sedang dari melihat sebanyak 30%, dari melihat dan mendengar sebanyak 50%, dari mengatakan sebanyak 70%, dan dari mengatakan dan lakukan sebanyak 90%. 7
Beberapa keunggulan mendongeng dengan menggunakan media gambar adalah pendengar dapat menikmati keindahan gambar selain daya tarik dongeng. Melalui gambar, pendengar juga akan terusik imajinasinya dan ikut berjalan mengikuti alur gambar. Cara mendongeng dengan menggunakan media gambar juga akan membantu pendongeng untuk mengingat jalan cerita dongeng. 8
Gambar dapat mengubah tahap-tahap pengajaran, dari lambang kata (verbal simbolis) beralih kepada tahapan yang lebih konkreet yaitu lambang visual (visual simbolis). Oleh sebab itu, fungsi utama dari media gambar adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjukkan penggunaan metode belajar yang digunakan guru. 9
Melalui dua asumsi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyampaian dongeng dengan media gambar selain dapat memberikan kemudahan bagi pendongeng, pemahaman pendengar juga akan lebih maksimal. Gambar akan membantu pendongeng untuk lebih mudah menyusun dan meyampaikan kata-
7 Wahid Murni dan Nur Ali, "Penelitian Tindakan Kelas (Pendidikan Agama dan Umum dari Teori Menuju Praktek)", (Malang: UM Press, 2008), hlm. 12. 8 Kusumo Priyo, "Terampil Mendongeng", (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hal. 275 9 Nana Sudjana dan Rivai, "Media Pengajaran", (Bandung: CV Sinar Baru Bandung, 2002), hal.72 kata. Gambar dapat membantu pendongeng mengingat kata-kata yang mungkin terlupakan. Selain itu, pemahaman audien akan lebih maksimal bila penyampaian kata-kata itu disertai gambar, karena bisa terjadi kemungkinan si pendongeng tidak begitu pandai atau jelas dalam membawakan dongeng, sehingga audien akan tetap dapat mengerti maksud dongeng tersebut dengan meihat gambar. Agar dapat mendongeng dengan baik diperlukan kemampuan dalam mengolah kata, menempatkan intonasi suara, dan menyesuaikan ekspresi saat mendongeng, dan hal itu menunjukkan adanya pengaruh antara mendongeng dengan kempuan berbicara dan berekspresi. Sedangkan untuk membantu mempermudah siswa dalam membawakan dongeng, peneliti menggunakan media gambar, sehingga dalam penelitian ini peneliti memilih ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar terhadap kemampuan berbicara dan berekspresi siswa sekolah dasar kelas V (lima), peneliti melakukan penelitian dengan judul PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V MI SUNAN KALIJAGA MALANG. Media gambar yang digunakan peneliti ini difokuskan pada media gambar diam seri. Alasan digunakannya media gambar diam seri adalah agar media gambar tersebut dapat menuntun kronologi atau urutan kejadian peristiwa.. Kronologi atau urutan kejadian peristiwa dapat memudahkan siswa untuk menuangkan idenya dalam kegiatan mendongeng. Penelitian lain tentang mendongeng dilakukan oleh Alfarisma Melandika dengan judul Pengaruh (Megadis) Media Gambar Diam Seri Terhadap Kemampuan Mendongeng Siswa Kelas VII SMPN I Gondang Kab. Nganjuk Tahun Ajaran 2006/2007. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa terdapatnya pengaruh media gambar diam seri terhadap kemampuan mendongeng siswa dilihat dari segi keruntutan, pilihan kata yang digunakan, serta kelancaran. Sedangkan penelitian tentang seberapa besar pengaruh media gambar diam seri terhadap keterampilan berbicara dilakukan oleh Umi Kholifah dengan judul Pengaruh Penggunaan Media Gambar Diam Seri dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara Terhadap Kemampuan Berbicara Siswa Kelas II SLTP Lab. UM Tahun Ajaran 1999/2000. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa media gambar yang diberikan kepada siswa secara signifikan mempengaruhi kemampuan berbicara siswa pada segi kesesuaian antara faktor semantik dan pragmatik, keterpahaman berbicara oleh pendengar, kelancaran, dan ketepatan penggunaan tata bahasa. Sementara penelitian yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan berekspresi yang juga menjadi refrensi pendukung dalam penelitian ini telah dilakukan oleh Wahyu Miftahul Jannah dengan judul Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui The Role Playing Model di Kelas III SDN Selodono. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa kemampuan berbicara yang mencakup kelancaran, kemampuan menyesuaikan intonasi suara, dan kemampuan berekspresi saat berbicara dapat ditingkatkan melalui metode The Role Playing. Perbedaan penelitian yang berjudul Penerapan Ragam Mendongeng dengan Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode mendongeng khususnya pada ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa, sedang pada penelitian yang dilakukan oleh Alfarisma Melandika lebih menekankan bahwa media gambar diam seri mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mendongeng siswa. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Umi Kholifah menunjukkan bahwa media gambar diam seri mempunyai pengaruh terhadapa kemampuan berbicara siswa dalam hal ini berbicara yang dimaksud adalah mendeskripsikan gambar bukan mendongeng. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Miftahul Jannah lebih membuktikan bahwa kemampuan berbicara dan berekspresi siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan role playing Hal yang mendasari peneliti memilih mendongeng karena dalam kurikulum SD/MI kelas V termuat kompetensi dasar tentang menyampaiakan cerita anak secara lisan dan mengidentifikasi unsur-unsur cerita. Memang ada sedikit perbedaan antara mendongeng dan bercerita. Dalam artikelnya Ukir Perilaku Anak dengan Dongeng, Ugik menuturkan mendongeng berbeda dengan bercerita yang sebagian besar bahannya berdasarkan fakta dengan bahasa yang datar dan baku. Mendongeng lebih banyak disisipi khayalan, bahkan cenderung membual. Meski ada unsur membual, mendongeng punya tujuan jelas yaitu menyampaikan pesan-pesan moral tanpa berkesan menggurui atau memaksakan pendapat. Bagi anak-anak, penyampaian pesan tanpa mendoktrinasi mereka sangatlah penting. Anak-anak tidak dapat dipaksa untuk melakukan perbuatan begini atau bersikap begitu. Mereka harus diberi contoh. Salah satu cara memberi contoh perbuatan yang baik atau buruk, cara yang pas buat anak adalah mendongeng. 10
B. RUMUSAN MASALAH Mengacu pada latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang pada mata pelajaran Bahasa Indonesia? 2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi yang dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah diterapkannya ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
10 http://ugik.multiply.com 1. Mendeskripsikan proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. 2. Mendeskripsikan proses peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi yang dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah diterapkannya ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
D. HIPOTESIS PENELITIAN Dari penelitian ini, dapat ditarik suatu hipotesis yaitu: Jika ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri ini diterapkan dalam pembelajaran, maka kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang akan lebih meningkat.
E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat Teoritis Dengan dilaksanakannya penelitian Penerapan Ragam Mendongeng dengan Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang, diharapkan dapat memberi konstribusi ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan media gambar diam seri, pengaruhnya dalam mendukung kemampuan mendongeng, serta bagaimana proses penerapannya, pelaksanaanya, dan penilaiannya di dalam kelas sehingga dapat menjadi masukan guru dalam proses pembelajaran selanjutnya khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi: 1. Guru Dengan dilaksanakannya PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini, maka guru akan lebih mengetahui strategi, media, ataupun metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi dasar pembelajaran. Selain itu, guru juga akan lebih menyadari bahwa dalam penciptaan kondisi pembelajaran selain penguasaan metode, strategi, dan media juga diperlukan kretifitas yang tinggi sehingga apa yang diterapkan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang sedang belajar. 2. Siswa Dengan dilaksanakannya PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini diharapkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang akan dapat lebih ditingkatkan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menumbuhkan rasa kecintaan siswa terhadap sastra Indonesia serta siswa dapat mengambil pelajaran dari sastra budaya Indonesia yang dipelajarinya. 3. Peneliti Dengan dilaksanakannya PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini, maka peneliti akan lebih memahami metode, strategi, serta media yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan disampaikan serta kondisi siswa dan kondisi kelas pada waktu itu. Selain itu, peneliti juga dapat menyadari bahwa dalam penciptaan kondisi pembelajaran yang kondusif selain penguasaan bahan ajar, metode, strategi serta media juga diperlukan kreativitas yang tinggi sehingga materi yang diajarkan dapat tersampaikan kepada peserta didik dengan baik dan maksimal. Kejadian-kejadian di luar dugaan yang terjadi dalam situasi pembelajaran di kelas juga dapat menjadi tambahan pengalaman baru bagi peneliti. 4. Lembaga PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan inovasi baru dalam dunia belajar mengajar di MI Sunan Kalijaga Malang khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. 5. Masyarakat PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini sebagai wahana guru untuk mewujudkan pengabdiannya yang lebih optimal kepada masyarakat dalam menghasilakan output siswa yang lebih berkualitas dari segi keilmuan, akhlak, maupun kreatifitas.
F. RUANG LINGKUP PENELITIAN Untuk memperoleh data yang relevan dan memberikan arah pembahasan pada tujuan yang telah dirumuskan, maka ruang lingkup peneliti akan diarahkan sekitar: 1) Bagaimanakah proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang? 2) Bagaimanakah proses peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi yang dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah diterapkannya ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia?
G. DEFINISI OPERASIONAL Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai beberapa kata yang menjadi kunci pokok dalam pembahasan penelitian ini, maka peneliti berusaha menyamakan persepsi dengan pembaca dalam mendefinisikan kata-kata tersebut: 1) Ragam adalah macam atau jenis 2) Dongeng adalah cerita fiktif atau rekaan yang kebenarannya belum dapat dipastikan 3) Mendongeng adalah kegiatan bercerita di depan umum dengan menggunakan teknik-teknik bercerita 4) Media adalah saluran untuk menyampaiakan sesuatu 5) Media adalah gambar diam seri adalah urutan gambar yang mengikuti suatu percakapan dalam hal memperkenalkan atau menyajikan arti yang terdapat pada gambar dan memberikan latar belakang yang dapat dipercaya. 6) Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan, serta menyampaikan pikiran, dan perasaan. 7) Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan. 8) Berekspresi adalah penggambaran emosi melalui gesture (gerak tubuh) dan mimik. 9) Kemampuan berbicara dan berekspresi adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi untuk menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan dari pembicara kepada pendengar, dan melengkapinya dengan unsure-unsur nonverbal yang berupa gerak tubuh dan mimik. 11
H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
11 Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., "Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia", (Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 17. BAB 1: Dalam bab 1 (pendahuluan) yang merupakan gambaran umum isi penelitian meliputi: uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, ruang lingkup dan bahasan penelitian, definisi operasional, sistematika pembahasan. BAB II: Kajian pustaka yang meliputi uraian tentang pembelajaran, mendongeng, media, dan kemampuan berbicara dan berekspresi serta hal-hal yang berhubungan dengan uraian-uraian tersebut. BAB III: Metode penelitian yang berisi, desain dan jenis penelitian, kehadiran peneliti di lapangan, lokasi penelitian, sumber data dan jenis data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahapan penelitian. BAB IV: Paparan data, yang berisi siklus pertama, siklus kedua, siklus ketiga, dan pembahasan. BAB V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran 1. Definisi Pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. 12
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik kedalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. 13
2. Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku baik peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa
12 A. Fatah Yasin, "Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam", (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 71. 13 http://eduarticles.com setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran. 14 Hasil belajar merupakan kemampuan yang ditargetkan guru. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang diharapkan setelah siswa mempelajari sesuatu, baik dari segi koqnitif, afektif, maupun psikomotorik. 15
3. Motivasi Belajar. Motivasi dalam pendidikan adalah usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motiv-motiv pada diri murid yang menunjang kegiatan kearah tujuan-tujuan belajar. Memotivasi murid adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dapat dilakukannya. 16
4. Belajar Tuntas Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilahmastery Learning. Nasution, S menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution, S juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi
14 Abdul Rahman Saleh, "Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa", (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 110. 15 Zakia Drajat, "Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam", (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 197. 16 Ibid., hlm. 140. penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5) waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan. 17
Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik dalam menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal untuk ketuntasan masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal. Kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM) adalah batas minimal ketercapaian kompetensi setiap indikator, kompetensi dasar, standar kompentensi aspek penilaian mata pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik. 18
17 http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/24/instrumen-penelitian.html 18 http://www.telkomsekolah-online.net/docupl/1276_PENETAPAN%20KKM.doc. 5. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI Metode pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar mencakup kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Bahsa merupakan sarana untuk saling berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, serta untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan kesusastraan merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan , keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon, situasi lokal, regional, dan global. 19
Secara umum, tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. b. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara c. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
19 Depdiknas, "Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (SD/MI)", (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2006), hlm. 10-11. d. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 20
B. Mendongeng 1. Pengertian Dongeng dan Mendongeng Dongeng adalah cerita rekaan yang kebenarannya belum dapat dipastikan. 21 Mendongeng adalah kegiatan menceritakan dongeng. 22
Mendongeng secara luas dapat diartikan sebagai kegiatan membacakan cerita atau menularkan cerita pada anak. Entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau pengalaman orangtua. 23
2. Ragam Mendongeng. Kusumo Priyono mengatakan bahwa ada beberapa cara mendongeng yang dipandang bagus antara lain sebagai berikut: a) Mendongeng tanpa alat peraga
Yakni seperti yang dilakukan kakek atau nenek kepada cucunya yang hanya mengandalkan kemampuan vokal. Biasanya pendongeng bersikap penuh kasih sayang, sambil membelai rambut anak atau cucunya lalu mendongeng. Dongeng yang disampaikan hanya hafalan dari para leluhur.ada juga yang mendongeng demikian sambil menikmati makanan kecil atau ringan. Kebiasaan mendongeng seperti ini biasanya lebih santai, baik pendongeng maupun yang mendengarkan sambil lalu saja, seakan-akan tanpa beban. Jika hal ini dijalankan terus menerus dan dongeng yang dilantunkan berganti-ganti tentu lebih memukau dan membuat pendengar ketagihan. Dengan demikian, cara mendongeng semacam inipun dapat digunakan dalam proses pengajaran di sekolah. Pengajar dapat mendongeng seperti mendongeng kepada anaknya, lalu peserta didik menirukan satu-persatu. Peserta didik dapat dibuat-buat kelompok. Dari setiap kelompok ada pendongengnya, bergantian dengan dongeng yang berbeda. Dengan cara ini, otomatis setiap kelompok akan bervariasi dan akan mendengarkan dongeng sejumlah kelompoknya. b) Mendongeng dengan alat peraga gambar Pendongeng dapat mempersiapkan alat peraga berupa gambar atau cerita bergambar. Dari gambar tersebut, pendongeng dapat mengembangkan menjadi panjang atau sekehendaknya. Cara semacam ini seharusnya lebih unik dan menarik, karena pendengar dapat menikmati keindahan gambar selain daya tarik dongeng. Cara ini juga akan membantu pendongeng untuk mengingat jalan cerita dongeng. Peraga dongeng semestinya dibuat warna- warni, sehingga tak membosankan pendengar. Dalam situasi pengajaran di sekolah, dongeng dengan alata peraga kiranya lebih menarik, karena perhatian pendengar juga pada aspek visual. Melalui gambar, pendengar juga akan terusik imajinasinya dan ikut berjalan mengikuti keindahan gambar. Alat peraga gambar dapat berupa buku atau cerita bergambar. c) Mendongeng dengan boneka Cara semacam ini sering dilakukan Susan (Ria Enes) yang memanfaatkan boneka anak-anak. Pendongeng dengan boneka biasanya memerlukan pemahaman karakter tersebut. Pendongeng perlu berlagak seakan-akan hidup dalam dunia boneka. Boneka yang digunakan tak jauh berbeda dengan dalang wayang tengul, yakni boneka yang dapat dimasuki tangan. Dengan cara ini pendongeng bebas menggerakkan boneka dalam dialog. Pendongeng dapat membuat selingan-selingan dengan menyanyi sesuai dengan kemampuan boneka, sehingga tercipta humor-humor alamiah. d) Mendongeng dengan alat peraga di papan panel Mendongeng cara ini membutuhkan keterampilan pendongengnya menyusun gambar-gambar yang akan ditempelkan. Jika keragaman tempelan dapat tercipta, dongeng semacam ini justru lebih menarik, karena gambar panel dapat ditempel dan dilepas begitu seterusnya. Tokoh-tokoh yang ditempel dan dilepas tersebut akan memukau audien, karena mereka belum mengetahui gambar apa yang akan ditampilkan berikutnya. Kerahasiaan gambar harus dijaga agar audien tak beranjak dari tempat semula. Namun demikian, cara seperti ini memerlukan keterampilan penempelan gambar sambil mendongeng. Kegagalan dalam menempel atau kekeliruan urutan akan berakibat dongeng menjadi kurang menarik. e) Mendongeng model teater Cara mendongeng semacam ini memang tak bisa dilakukan sendirian. Namun memerlukan pengiring atau penata musik dan perlu persiapan matang. Pendongeng ibarat seorang dalang atau narator yang menguasai segalanya. Pendongeng harus menguasai seni. Gaya teatrikal yang dibangun hendaknya juga tidak mengganggu nuansa dongeng. Improvisasi boleh saja dilakukan, tetapi terlalu banyak gerak spontan kadang-kadang juga kurang sesuai. Yang penting pendongeng mampu menyampaikan dialog-dialog menarik dan akan lebih menarik apabila mampu bersura berbagai karakter (pria dan wanita). Pendongeng akan membagi dongeng ke dalam adegan-adegan yang menarik dan ada selingan musik. Akhir dongeng tak perlu diulas atau disimpulkan lagi, biarlah audien yang menyimpulkan sesuai dengan kemampuannya. f) Mendongeng melalui lagu (tembang) Model mendongeng semacam ini tak kalah menarik dibanding cara mendongeng yang lain. Pendongeng dapat melakukan sesuatu yang memuat unsur dongeng disertai dongeng. Hal ini akan mencairkan otak pendengar, sambil mengikuti alunan lagu, lalu menyelami dongeng. Kenikmatan mendengarkan lagu dan dongeng secara bersama-sama akan diterima oleh peserta didik. Bagi pendongeng, model semacam ini akan memudahkan mengingat jalan dan jalinan cerita. g) Mendongeng dengan permainan dan tarian tradisional Cara mendongeng dengan permainan dan tarian biasanya merupakan kelanjutan mendongeng dengan lagu. Mendongeng semacam ini akan memudahkan peserta didik menerima pesan dongeng. Di samping itu, peserta didik jadi lebih terhibur dalam mendengarkan dongeng karena disertai permainan dan tarian, akan menjadi seni kolaborasi yang menarik. Sedangkan dongeng yang dilakukan sesuai permainan dan tarian, tampak hanya sebagai resume (ringkasan) saja. Jadi, cara yang terakhir ini membuat suasana kurang hidup. Perminan tradisional yang dapat digunakan untuk mendongeng cukup banyak, tetapi pendongeng dapat memilihkan yang mudah dilakukan saja. 24
3. Tujuan dan Manfaat Mendongeng. Kegiatan mendongeng sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak untuk berperilaku positif. Lewat mendongeng, kita dapat melakukan kontak batin dan sekaligus bisa berkomunikasi dengan anak sehingga dapat membina hubungan penuh kasih sayang. 25
Selain itu mendongeng juga bertujuan untuk: a) Merangsang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasi anak secara wajar. b) Mengembangkan daya penalaran sikap kritis serta kreatif.
24 Ibrahim Suwardi Endraswara, "Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra", (Yogyakarta: FBS Universitas Yogyakarta, 2003), hlm. 274 278. 25 Kusumo Priyono, "Terampil Mendongeng", (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hal. 13. c) Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa. d) Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang buruk dan tidak perlu dicontoh. e) Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak-anak. 26
Sedang manfaat mendongeng bagi siswa adalah: a) Keterampilan Menyimak Melalui kegiatan mendengarkan pembacaan dongeng, siswa dilatih untuk menyimak. Siswa yang tidak mendapat giliran mendongeng diharuskan menyimak dongeng yang dibawakan oleh temannya, kemudian dituliskan kembali sebagai laporan. b) Keterampilan Berbicara Manfaat utama dari kegiatan mendongeng adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Siswa dilatih mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan menarik. Untuk dapat membawakan dongeng dengan baik, siswa harus memahami dan menghayati dongeng tersebut, juga memperhatikan artikulasi (kejelasan ucapan), intonasi (lagu kalimat), dan mimik (ekspresi wajah). c) Keterampilan Membaca Dongeng yang akan dibawakan siswa di depan kelas bisa diperoleh dari buku cerita, majalah, koran, dan bahan bacaan lainnya. Untuk itu, siswa dituntut untuk membaca sebanyak mungkin dongeng, lalu memilih salah satu
26 Ibid., hlm. 15. dongeng yang dianggap menarik. Pada saat membaca, siswa dituntut untuk memahami naskah dongeng sebaik-baiknya, hafal alur (jalan cerita), mengenal karakter masing-masing tokoh cerita, dan dapat menangkap amanat yang terdapat di dalam naskah dongeng tersebut. d) Keterampilan Menulis Meski kegiatan mendongeng fokusnya pada keterampilan berbicara, namun keterampilan menulispun bisa terangkum juga. Siswa yang sudah membaca naskah dongeng dianjurkan untuk menuliskan ringkasan ceritanya (sinopsisnya). Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat mendongeng dengan lebih lancar. Disamping itu, siswa diharapkan membuat laporan kegiatan pembelajaran mendongeng. Dongeng yang dibawakan oleh kawannya harus ditulis ringkasan ceritanya. 27
4. Hubungan Mendongeng dengan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi. Manfaat utama dari kegiatan mendongeng adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara. 28 Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi: a) Ketepatan ucapan. b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai.
27 Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40. 28 Ibid., hlm. 40. c) Pilihan kata (diksi). d) Ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi: a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain. d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat. e) Kenyaringan suara. f) Penalaran. g) Penguasaan topik. 29
Gerak-gerik dan mimik atau ekspresi merupakan faktor nonkebahasaan yang turut menunjang keefektifan berbicara, sedangkan aktivitas mendongeng tidak lepas dari kemampuan berbicara dan berekspresi, hal itu menunjukkan adanya keterkaitan hubungan antara mendongeng dengan keterampilan berbicara dan kemampuan berekspresi seseorang. Dengan mendongeng, siswa dilatih mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan menarik. Untuk dapat membawakan dongeng dengan baik, siswa harus memahami dan menghayati dongeng tersebut, juga memperhatikan artikulasi (kejelasan ucapan), intonasi (lagu kalimat), dan mimik (ekspresi wajah). 30 Pada intinya
29 Maidar G. Arsyad dan Mukti U. S, "Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia", (Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 18 20. 30 Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40. untuk dapat mendongeng dengan baik, siswa dianjurkan menguasai dua faktor kebahasan yaitu verbal dan nonverbal.
5. Teknik Mendongeng yang Baik Keterampilan mendongeng merupakan bentuk keterampilan berbicara. Oleh karena itu, seorang pendongeng dituntut memiliki perbendaharaan kata yang banyak sehingga dapat memilih kata yang tepat sesuai khalayak pendengarnya. Diksi (pilihan kata) untuk konsumsi anak balita tentu berbeda dengan diksi untuk anak-anak usia SD dan SMP. Seseorang yang suka menceritakan cerita kepada orang lain disebut pendongeng (story teller). Untuk dapat menjadi seorang pencerita yang baik, hendaknya memerhatikan beberapa teknik dalam bercerita. Berikut ini adalah teknik mendongeng yang baik: a) Menggunakan kata-kata yang komunikatif (tidak kaku). Jika mungkin, menggunakan kata-kata baku yang sedang trend agar tercipta hubungan yang dekat dengan pendengar. b) Mengucapkan huruf, kata, dan kalimat dengan lafal yang tepat agar pendengar lebih mudah memahami isi cerita. c) Memerhatikan intonasi kalimat. Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat yang berfungsi membentuk makna kalimat. Dengan intonasi yang tepat, pendengar dapat membedakan pengucapan kalimat untuk nada sedih, marah, gembira, dan sebagainya. d) Mengucapkan kalimat dengan jeda yang tepat. Jeda adalah perhentian lagu kalimat. Jeda berfungsi untuk menandai batas-batas satuan kalimat. e) Memperhatikan nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu kata. Dalam hal ini, intonasi berfungsi untuk memberi tekanan khusus pada kata-kata tertentu. Tinggi rendahnya nada dapat membedakan bagian kalimat yang satu dengan bagian kalimat lain yang tidak penting. f) Penerapan gesture dan mimik yang tepat. Gesture adalah peniruan dengan gerak-gerik anggota badan, sedangkan mimik dalam peniruan gerakan raut muka. Penguasaan gesture dan mimik dapat dilakukan dengan meniru gerakan orang tertawa, menangis, melompat, menyumpit, berteriak, dan sebagainya. g) Setelah memahami teknik-teknik bercerita, kamu dapat menggunakan cerita rakyat dari Kalimantan yang berjudul Anggrek Hitam untuk Domia pada halaman depan untuk latihan bercerita. Sebelumnya, perhatikan tanda-tanda intonasi dan jeda pada pengucapan sebuah kalimat berikut. 1. Tanda / untuk intonasi tinggi. 2. Tanda \ untuk intonasi rendah. 3. Tanda | untuk jeda sebagai tanda henti sementara. 4. Tanda // untuk jeda akhir. 31
Kiat-kiat mendongeng 1. Tuturkan secara lambat (tidak terburu-buru) dan jelas.
31 http://ictcenterpurwodadi.net/explorer/viewing/BSE/02.+SMP_MTs/39.+Kompentasi+Berbahasa +Indonesia-1+VII+RATNA+SUSANTI/03-Bab+2.pdf/kan 2. Nada suara sebaiknya normal dan santai. 3. Beri ekspresi pada apa yang anda baca. 4. Variasikan kecepatan irama suara sesuai kebutuhan teks. 5. Variasikan nada suara pada pelbagai karakter. 6. Jika ada ilustrasi, peganglah buku tersebut 7. Gunakan telunjuk untuk menunjuk barisan kalimat yang sedang dibaca 32
6. Kendala Pembelajaran Mendongeng Keterampilan mendongeng merupakan bentuk keterampilan berbicara. 33
Agar dongeng terlihat lebih menarik maka dibutuhkan juga ekspresi dalam membawakannya. Hal itu menunjukkan bahwa mendongeng merupakan aktivitas yang erat hubungannnya dengan kemampuan berbicara dan berekspresi. Sedangkan kemampuan berbicara erat hubungannya dengan keberanian dan rasa percaya diri. Beberapa orang merasa enggan bial disuruh mendongeng, hal itu karena tidak semua orang mempunyai keberanian untuk berbicara dan kemampuan berekspresi. Mereka meraasa tidak percaya diri dan merasa tidak pandai bertutur. 34 Rasa kurang percaya diri tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan membiasakan diri untuk terus menerus berlatih dan biasa tampil di depan
32 http://www.mail-archive.com/referensi_maya@yahoogroups.com/index.html 33 http://ictcenterpurwodadi.net/explorer/viewing/BSE/02.+SMP_MTs/39.+Kompentasi+Berbahasa +Indonesia-1+VII+RATNA+SUSANTI/03-Bab+2.pdf/kan 34 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=rubrik&kd_sup=1&kd_rub=1 umum 35 . Akan tetapi banyak orang yang merasa malas, letih, serta tidak mempunyai banyak waktu untuk berlatih mendongeng. 36 Sehingga mendongeng terkesan menjadi aktivitas yang menakutkan dan sulit untuk dilakukan.
C. Media 1. Media, Media Pembelajaran, dan Klasifikasi Media Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam Bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. 37
Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru menyajiakan informasi belajar kepada siswa. Jika program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan guru. 38 Sedangkan menurut Oemar Hamalik yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan
35 http://alsyukro_yadai.com 36 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=rubrik&kd_sup=1&kd_rub=1 37 Azhar Arsyad, "Media Pembelajaran", (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 3. 38 http://edu-articles.com/mengenal-media-pembelajaran/ interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. 39
Banyak batasan yang diberikan tentang media, salah satunya Hamidjojo dan Latuheru memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu sampai pada penerima yang dituju. 40
Gerlach dan P. Ely dalam bukunya Teaching and Media menggolongkan media menjadi delapan macam tipe berdasarkan ciri-ciri fisiknya antara lain sebagai berikut: a) Benda sebenarnya, yang termasuk kategori ini meliputi orang, kejadian, objek, atau benda tertentu. b) Presentasi verbal, yang termasuk kategori ini meliputi media cetak, kata- kata yang diproyeksikan melalui slide, transparansi, juga catatan di papan tulis, majalah dinding, papan tempel, dan sebagainya. c) Presentasi grafis, kategori ini meliputi grafik, peta, diagram, lukisan gambar yang sengaja dibuat untuk mengkomunikasikan suatu ide, keterampilan atau sikap. d) Potret diam, yakni potret dari berbagai macam objek ata peristiwa yang mungkin dipresentasikan melalui buku, slide, majalah dinding dan sebagainya.
39 Oemar Hamalik, "Media Pendidikan", (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 12. 40 Ibid., hlm. 4. e) Film, film atau video dari pemotretan/ shooting benda/ kejadian sebenarnya, maupun film dari pemotretan gambar. f) Rekaman suara, dapat menggunakan bahasa verbal atau efek suara dan musik. g) Program, terkenal juga dengan istilah pengajaran berprogram, yakni sikwen dari informasi baik verbal, visual, atau audio yang sengaja dibuat untuk merangsang adanya respon dari siswa. h) Simulasi, yaitu peniruan situasi yang sengaja diadakan untuk mendekati/ menyerupai kejadian/ keadaan sebenarnya. 41
Berdasarkan ukuran serta komplek tidaknya alat perlengkapannya, media dibedakan menjadi lima macam antara lain sebagai berikut: a) Media tanpa proyeksi dua dimensi, yaitu media yang penggunaannya tanpa menggunakan proyektor dan hanya mempunyai dua ukuran saja, yakni panjang dan lebar. Yang termasuk golongan ini antara lain berupa gambar, bagan, grafik, poster, peta datar, dan sebagainya. b) Media tanpa proyeksi tiga dimensi, yaitu media yang penggunaannya tanpa menggunakan proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tebal/tinggi. Yang termasuk kategori ini yaitu boneka, patung dan sebagainya. c) Media audio, yaitu media yang hanya bisa memberikan rangsangan suara saja. Media ini penggunaannya tanpa proyektor tetapi mempunyai alat
41 Ibrahim, "Media Instruksional", (Malang: Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP Malang, 1981), hlm. 27-28. perlengkapan khusus untuk menyampaikan/ memperkeras suara seperti radio dan tape rekorder. d) Media dengan proyeksi, yaitu media yang penggunaannya menggunakan proyektor, seperti film, slide, OHP, dan sebagainya. e) Televisi dan radio tape rekorder, VTR adalah alat untuk merekam, menyimpan, dan menampilkan kembali secara serempak suara dan gambar dari suatu objek, sedangkan televise sebagai alat untuk melihat gambardan mendengarkan suara dari jarak jauh. Pada dasarnya VTR dan TV sama dengan audio tape rekorder dan radio. Hanya perbedaannya jika radio mengirimkan/memancarkan suara saja, sedangkan TV mengirimkan/ memancarkan suara dan gambar. 42
Lehsin, Pollock, dan Reigeluth mengklasifikasikan media menjadi lima kelompok, yaitu: a) Media berbasis manusia: guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan kelompok. b) Media berbasis cetak: buku, penuntun, buku latihan, alat bantu kerja, dan lembaran lepas. c) Media berbasis visual: buku, alat bantu kerja, charts, grafik, peta, gambar, transparansi, slide. d) Media berbasis audio-visual: video, film, program slide-tape, televise.
42 Ibid., hlm. 28 e) Media berbasis computer: pengajaran dengan bantuan computer, interactive video, hypertext. 43
Melihat dari beberapa pendapat tentang media di atas, jika ditinjau dari ciri-ciri fisiknya, gambar termasuk desain grafis. Jika dilihat dari ukurannya gambar tegolong media tanpa proyeksi dua dimensi, dan bila dilihat dari kelompoknya, gambar merupakan media berbasis cetak. Dari klasifikasi media ditinjau dari berbagai segi di atas, gambar selalu mendapatkan nomor urutan depan, meski bukan terdepan. Hal itu menunjukkan bahwa gambar adalah media yang cukup mudah baik dari segi pembuatan maupun penggunannya, selain itu juga memiliki peranan yang cukup penting dalam proses mudahnya penyampaian pembelajaran.
2. Fungsi dan Manfaat Media bagi Pembelajaran Fungsi media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. 44
Sedang manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
43 Azhar Arsyad, op.cit., hlm. 36. 44 Azhar Arsyad, op.cit., hlm. 15. b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam mata pelajaran d) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga mwelakukan aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. 45
e) Sejalan dengan uraian di atas, Yunus dalam bukunya Attarbiyatu watta'liim mengungkapkan sebagai berikut: +-'' .--' =''-`'- =='+- ... -- .-- maksudnya: Bahwasannya media pengajaran paling besar pengaruhnya bagi indera dan lebih dapat menjamin pemahamanorang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamnnya dan lamanya bertahan apa yang diphaminya dibandingkan mereka yang melihat atau yang melihat dan mendengarnya. 46
45 Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, "Media Pengajaran", (Bandung: CV Sinar Baru Bandung, 1990), hlm. 2. 46 Azhar Arsyad., op.cit, hlm. 16. 3. Media Gambar Gambar ialah foto atau sejenisnya yang menampakkan orang, tempat dan benda. Jenis gambar yang banyak dan umum digunakan dalam pembelajaran adalah foto dan ilustrasi di buku-buku. 47 Media gambar adalah gambar- gambar baik hasil dari lukisan tangan yang telah dicetak/direproduksi/ gambar hasil seni pothografi, baik hasil pemotretan obyek yang nyata maupun kreasi khayalan belaka. 48
4. Manfaat dan Kelebihan Media Gambar dalam Pembelajaran Manfaat yang diperoleh dari media gambar dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut: a) Mudah dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar, karena praktis tanpa memerlukan perlengkapan apa-apa. b) Harganya relatif lebih murah dari pada jenis-jenis media pengajaran lainnya, dan cara memperolehnyapun mudah sekali tanpa memerlukan biaya, dengan memanfaatkan kalender bekas, majalah, surat kabar, dan bahan-bahan grafis lainnya. c) Gambar bisa dipergunakan dalam banyak hal, untuk berbagai jenjang pengajaran dan berbagai disiplin ilmu. Mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi, dari ilmu-ilmu sosial sampai ilmu-ilmu eksakta.
47 J. D. Latuheru, "Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Kini", (Ujung Pandang:: IKIP Ujung Pandang, 1998), hlm. 45. 48 Sihkabuden, "Modul Media Pembelajaran", (Malang: FIP IKIP Malang, 1985), hlm. 45. d) Gambar dapat menerjemahkan konsep atau gagasan yang abstrak menjadi lebih realistik. 49
Beberapa kelebihan dari media gambar adalah: a) Gambar mudah diperoleh, bisa digunting dari majalah, atau dibuat sendiri. Mudah menggunakannya. Tidak memerlukan alat tambahan. b) Penggunaan gambar merupakan hal yang wajar dalam proses belajar tanpa memberi kesan "show" seperti yang sering dituduhkan kepada pengguna slaid atau film. c) Koleksi gambar dapat diperbesar terus d) Mudah mengatur pilihan untuk suatu pelajaran, untuk penyajian jumlah gambar dapat disesuaikan dengan besarnya koleksi. 50
Media gambar memiliki beberapa kelebihan, antara lain: (1) sifatnya konkrit, (2) dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, (3) mengatasi keterbatasan pengamatan, (4) memperjelas suatu masalah, dan (5) mudah didapatkan. 51 Media gambar diam seri yang dipakai dalam penelitian ini adalah berupa gambar seri yang menggambarkan beberapa kejadian penting dalam dongeng. Sehingga dengan melihat gambar tersebut audien akan lebih mudah memahami alur cerita serta kejadian yang diceritakan si pendongeng.
49 Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, op.cit., hlm. 71. 50 Amir Hamzah Sulaeman, op.cit., hlm. 29. 51 Sadiman dkk, "Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya", (Jakarta:: Pustekkom Dikbud dan CV Rajawali, 2003), hlm. 29-31. 5. Syarat-Syarat Memilih Media Gambar Supaya gambar mencapai tujuan semaksimal mungkin sebagai alat visual, gambar itu harus dipilh menurut syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah: a) Gambar harus bagus, jelas, dan menarik, mudah dimengerti dan cdukup besar untuk dapat memperlihatkan detail. b) Apa yang tergambar harus cukup penting dan cocok untuk hal yang sedang dipelajari atau masalah yang sedang dihadapi. c) Gambar harus benar atau autentik, artinya menggambarkan situasi yang serupa jika dilihat dalam keadaan sebenarnya. d) Kesederhanaan penting sekali. Gambar yang rumit seringkali mengalihkan perhatian dari hal-hal yang penting. Anak-anak dan orang yang tidak terpelajar bingung oleh bagian-bagian yang kecil dari sebuah gambar, akhirnya gagal dalam menemukan arti yang sesungguhnya dari gambar yang dilihat itu. e) Gambar harus sesuai dengan kecerdasan orang yang melihatnya. f) Warna walaupun tidak mutlak dapat meninggikan nilai dari sebuah gambar, menjadikannya lebih realistis dan merangsang minat untuk melihatnya. Selain itu warna dapat memperjelas arti dari yang digambarkan. g) Ukuran perbandingan. Pernah murid Skolah Dasar di kota-kota besar di Amerika Serikat yang tidak pernah melihat sapi hidup mengira sapi itu sebesar kucing. Karena sebesar itulah yang sering mereka lihat pada gambar. Seharusnya ada gambar orang dekat sapi itu, sehingga jelas perbandingan keduanya. Begitu pula hendaknya dengan benda-benda lain. 52
Sementara Sudiman dkk. mengemukakan media gambar diam seri yang sesuai digunakan dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: a) Harus autentik, gambar tersebut harus melukiskan situasi seperti keadaan yang sebenarnya. b) Sederhana, yaitu komposisinya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar. c) Ukuran relatif, gambar dapat membesarkan atau memperkecil benda atau objek sebenarnya. Apabila gambar tersebut tentang benda atau objek yang belum dikenal atau pernah dilihat anak maka sulitlah membayangkan berapa besar benda atau objek tersebut. Untuk menghindari itu hendaknya dalam gambar tersebut terdapat sesuatu yang telah dikenal anak-anak sehingga dapat membantunya membayangkan gambar. d) Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang tidak menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi memperlihatkan aktivitas tertentu. e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar karya siswa sendiri seringkali lebih baik.
52 Amir Hamzah Sulaeman, "Media Audio-Visual", (Jakarta: PT Gramedia, 1988), hlm.29. f) Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 53
6. Media Gambar Diam Seri Elly mengemukakan gambar diam seri merupakan gambar seri dimensi yang dapat mewakili orang, tempat, dan benda-benda. 54 Dale mengemukakan bahwa gambar diam dapat memberikan aksi bila disusun dalam satu seri yang menghasilkan suatu percakapan atau cerita. 55 Wright mendefinisikan media gambar seri sebagai urutan gambar yang mengikuti suatu percakapan dalam hal memperkenalkan atau menyajikan arti yang terdapat pada gambar dan memberikan latar belakang yang dapat dipercaya. 56
7. Hubungan Media Gambar dengan Kegiatan Mendongeng Wright mendefinisikan media gambar seri sebagai urutan gambar yang mengikuti suatu percakapan dalam hal memperkenalkan atau menyajikan arti yang terdapat pada gambar dan memberikan latar belakang yang dapat dipercaya. 57 Gambar, selain dapat membantu pendongeng dalam
53 Ibid., hlm. 31 32. 54 Alfarisma Melandika, "Pengaruh (Megadis) Media Gambar Diam Seri Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMPN I Gondang Kab. Nganjuk", Skripsi, Fakultas Sastra Indonesia Universitas Malang, 2007, hlm. 30. 55 Ibid., hlm. 30. 56 Ibid., hlm. 30. 57 Ibid., hlm. 30. mengembangkan imajinasinya juga dapat membantu pendongeng dalam mengingat jalan cerita dongeng sebagaimana yang dikatakan oleh Kusumo Priyo dalam bukunya Terampil Mendongeng bahwa dari gambar pendongeng dapat mengembangkan dongeng yang dibawakannya menjadi panjang atau sekehendaknya. Gambar juga dapat membantu pendongeng untuk mengingat jalan cerita dongeng. 58
Dalam situasi pengajaran di sekolah, dongeng dengan alata peraga kiranya lebih menarik, karena perhatian pendengar juga pada aspek visual. Melalui gambar, pendengar juga akan terusik imajinasinya dan ikut berjalan mengikuti keindahan gambar. 59
D. Berbicara dan Berekspresi 1. Definisi Berbicara dan Kemampuan Berbicara Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa berbicara adalah berkata, bercakap, atau berbahasa. Sedang menurut Tarigan dan Henry yang disebut dengan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan, serta menyampaikan pikiran, dan perasaan. 60
58 Kusumo Priyo, op.cit., hlm. 275. 59 Ibid., hlm. 275. 60 D. Tarigan dan Henry G, "Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa", (Bandung: Angkasa, 1986), hlm. 15. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Tujuan utama dari berbicara adalah berkomunikasi. 61
2. Teknik-Teknik Berbicara Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus memberi kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu pembicara juga harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor kebahasan tersebut meliputi: a) Ketepatan ucapan. Seorang pembicara harus terbiasa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama. Masing-masing kita mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang kita pakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, sehingga menjadi suatu penyimpangan maka keefektifan komunikasi akan terganggu. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang
61 Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., "Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia",, (Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 17. tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenagkan, atau kurang menarik, atau sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar. b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai. Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu, walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan deurasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang. c) Pilihan kata (diksi) Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang adan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Pendengar akan lebih tertarik dan senang kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya. Selain itu pilihan kata juga disesuaikan dengan poko pembicaraan, kalau pokok pembicaraan kita masalah ilmiah tentu pemakaian istilah tidak dapat kita hindari dan pendengarnyapun akan dapat memahaminya karena pendengarnya juga orang-orang tertentu. d) Ketepatan sasaran pembicaraan. Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat. Kalimat yang efektif mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. 62
Sedang faktor nonkebahasaan meliputi: a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain. d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat. e) Kenyaringan suara juga sangat menentukan. f) Kelancaran. g) Relevansi/penalaran. h) Penguasaan topik. 63
3. Berbicara dan Berekspresi. Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. 64 Gerak dan mimik (ekspresi) saat berbicara merupakan salah satu
62 Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., op.cit., hlm. 17 20. 63 Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., op.cit., hlm. 20 22. 64 Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., op.cit., hlm. 20. bagian dari faktor nonkebahasaan. Hal ini menunjukkan bahwa pembicaraan akan lebih hidup jika didukung kemampuan berekspresi. Dalam proses belajar mengajar berbicara, sebaiknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai, akan memudahkan menerapkan faktor kebahasaan. 65
4. Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Dalam artikelnya yang berjudul Teknik Berbicara di Depan Umum Pormadi mengemukakan beberapa hal yang perlu dilakuakan untuk menjadi pembicara yang baik, hal tersebut antara lain: a) Sebelum tampil di depan umum, persiapkanlah segala macam bahan untuk presentasi. Rincilah bahan-bahan apa saja yang akan dibicarakan. Bahan presentasi sebaiknya singkat, padat, dan jelas. Untuk memudahkan anda, tulislah rincian bahan tersebut pada selembar kertas sehingga anda akan lebih mudah mengingatnya. b) Persiapkanlah penampilan anda sebelum tampil di depan umum. Ingat, penampilan yang baik dan rapi akan membuat rasa percaya diri anda muncul. Perhatikan penampilan anda mulai dari dbawah hingga ke atas. Usahakan agar sepatu anda bersih dan mengkilat. Celana dan kemeja pastikan warnanya selaras dengan dasi dan jas. Sisirlah rambut hingga rapi dan sopan, dan jangan lupa menggunakan parfum yang tepat. Ini
65 Ibid., hlm. 20. merupakan faktor penting yang akan membuat anda lebih percaya diri saat berbicara. c) Berlatihlah dengan cara berbicara di depan kaca atau berbicara dengan pasangan, saudara, atau orang dekat anda. Selain itu, jangan lupa siapkan intonasi, gaya bahasa, dan susunan kata yang baik. lalu, mintalah agar mereka menilai penampilan anda. d) Mengevaluasi diri anda setelah latihan. Salah satu caranya adalah dengan merekam suara anda melalui telepon genggam, atau alat perekam lainnya. Dengan cara ini, anda jadi tahu di bagian mana yang menjadi kelebihan dan kekurangan anda tersebut. e) Perhatikanlah gaya serta cara berbicara dari seorang tokoh yang dapat anda jadikan panutan. Tirulah segala macam hal positif dari tokoh tersebut. Namun, satu hal harus diingat, anda harus tetap menjadi diri anda sendiri. Tonjolkanlah karakter anda dalam berbicara, sehingga para pendengar terkagum-kagum dengan cara anda berbicara di depan umum. f) Siapkanlah mental positif bahwa anda bisa melakukannya walaupun untuk yang pertama kalinya. Tanamkanlah sikap percaya diri dan berpikiran positif. yakinlah bahwa anda mempunyai kemampuan yang baik untuk dapat berbicara di depan umum. 66
66 http://pormadi.wordpress.com/2008/12/15/teknik-berbicara-di-depan-umum/ BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisa data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi peneliti untuk memahami metodologi penelitian, agar hasil penelitiannya memiliki nilai ilmiah yang tinggi. 67
A. Desain dan Jenis Penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), dengan jenis kolaboratif partisipatoris yaitu partisipasi antara peneliti dan guru mata pelajaran. Dalam PTK ini peneliti bertindak sebagai pelaksana pembelajaran sedangkan guru mata pelajaran membantu peneliti mengobservasi jalannya pembelajaran. PTK (Penelitian Tindakan Kelas) adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencoba gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu. 68
Suharsimi Arikunto mendefinisikan PTK sebagai penelitian yang bertujuan meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasrnya melekat pada terlaksananya misi professional pendidikan yang diemban guru.
67 Arief Furchan, "Pengantar Penelitian dalam Pendidikan", (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 50. 68 Rochiati Wiriaatmadja, "Metode Penelitian Tindakan Kelas", (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 13. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. 69
Sedangkan menurut Wahid Murni PTK adalah upaya atau tindakan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memecahkan masalah pembelajaran melalui kegiatan penelitian, PTK bisa juga diartikan sebagai tindakan penelitian yang dilakukan oleh guru didalam kelas. 70 Tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan. 71
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam PTK ini adalah pendekatan kualitatif. Dalam bukunya Penelitian Tindakan Kelas dari Teori Menuju Praktek, Wahid Murni mengungkapkan alasan PTK menggunakan metode kualitatif karena dalam melakukan tindakan kepada subyek penelitian, yang sangat diutamakan adalah mengungkap makna; yakni makna dan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi belajar melalui tindakan yang dilakukan. 72 Bogdan dan Biklen mengemukakan bahwa ciri-ciri pendekatan kualitatif ada lima macam yakni: (1) menggunakan latar alamiah, (2) bersifat
69 Suharsimi Arikunto, dkk, "Penelitian Tindakan Kelas", (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 3. 70 Wahidmurni, "Penelitian Tindakan Kelas (dari Teori Menuju Praktek)", (Malang: UM Press, 2008), hlm. 15. 71 Ibid., hlm. 15 72 Wahidmurni dan Nur Ali, op. Cit., hlm. 33. deskriptif, (3) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (4) induktif, (5) makna merupakan hal yang esensial. 73
PTK memiliki karakteristik yang berbeda dengan penelitian lain, sehingga mengakibatkan perbedaan dalam penyajian urutan penelitian. Dalam PTK urutan metode adalah sama dengan urutan langkah-langkah dalam siklus penelitian, yakni: (1) perencanaan, (2) implementasi, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. 74
Konsep pokok penelitian tindakan menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu: a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan (observing), d) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut, 75
Gambar (1) Desain PTK Model Kurt Lewin
73 Wahidmurni, op.cit , hlm. 33. 74 Ibid., hlm.73 74. 75 Wahid Murni dan Nur Ali, op.cit., hlm. 41. Acting (tindakan) Observing (pengamatan) Reflecting (refleksi) Planning (perencanaan) B. Kehadiran Peneliti di Lapangan. Kehadiran peneliti di lapangan sebagai instrument kunci penelitian mutlak diperlukan karena terkait dengan desain penelitian yang dipilih adalah Penelitian Tindakan Kelas yang menggunakan pendekatan kualitatif jenis kolaboratif- partisipatoris. Lexy J. Moeloeng dalam bukunya yang berjudul Metodelogi Penelitian Kualitatif mengungkapkan bahwa selama penelitian tindakan kelas ini dilakukan peneliti bertindak menjadi pengumpul data, perencana, pelaksana, penganalisis, penafsir, dan pelapor hasil penelitian yang nantinya akan terlibat langsung dengan siswa dalam proses penelitian. 76
C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Penentuan MI Sunan Kalijaga Malang sebagai objek penelitian karena lembaga pendidikan tersebut lokasinya cukup terjangkau oleh peneliti. Selain itu, peneliti juga cukup akrab dengan situasi sekolah tersebut serta cukup mengetahui kemampuan siswa- siswinya karena kedudukan peneliti sebagai salah satu tenaga pengajar di sekolah tersebut meski bukan pada mata pelajaran yang dijadikan peneliti sebagai penelitian. Alasan lainnya yaitu karena lembaga pendidikan MI Sunan Kalijaga merupakan salah satu lembaga pendidikan yang sistem pendidikannya cukup dikatakan memenuhi standar. Sedang waktu pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan jam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas yang digunakan sebagai objek penelitian.
D. Sumber Data dan Jenis Data Terkait dengan penelitian ini yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah seluruh siswa-siswi kelas V MI Sunan Kalijaga Malang, khususnya data tentang hasil pengamatan keadaan siswa saat terlaksanakannya proses pembelajaran, indikator-indikator yang digunakan sebagai penentu keberhasilan peningkatan keterampilan berbicara dan berekspresi, serta hasil tes belajar mereka tentang tingkat kefahaman siswa tentang cerita yang dibawakan temannya. Wawancara dilakukan pada siswa dan juga pada guru mata pelajaran yang membantu peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran. Siswa yang menjadi sample wawancara dipilih dari siswa yang tingkat kemampuan mendongengnya terbaik, sedang dan rendah. Rancangan penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan rancangan PTK dengan melibatkan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa deskripsi atas suasana kelas saat pembelajaran sedang berlangsung, kerjasama kelompok saat mendiskusikan cara membawakan dongeng yang baik, keceriaan siswa saat mengikuti proses pembelajaran, dan keantusiasan siswa dalam mendengarkan dongeng yang dibawakan guru. Data kualitatif tersebut diperoleh dari: (1) dokumentasi, (2) observasi, dan (3) interview. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil evaluasi secara praktek. Hal- hal yang akan dievaluasi dalam praktek mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri tersebut meliputi indikator-indikator yang telah ditetapkan peneliti sebagai penentu berhasil tidaknya dilaksanakan metode tersebut. Indikator-indikator tersebut terdiri dari keruntutan cerita, kelancaran cerita, artikulasi suara, intonasi suara, variasi suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan gambar.
E. Instrumen Penelitian Untuk kelancaran dan kehematan waktu pelaksanaan penelitian, diperlukan instrument penelitian. Instrumen adalah alat bantu penelitian bagi peneliti dalam menggunakan metode pengumpulan data. Instrumen utama atau instrument kunci dari penelitian ini adalah kehadiran peneliti itu sendiri di dalam kelas, akan tetapi ada juga beberapa instrument lainnya yang menjadi pendukung kelancaran penelitian, diantaranya: 1. Pedoman observasi untuk menggali data tentang suasana kelas saat pembelajaran sedang berlangsung, kerjasama kelompok saat mendiskusikan cara membawakan dongeng yang baik, keceriaan siswa saat mengikuti proses pembelajaran, keantusiasan siswa dalam mendengarkan dongeng yang dibawakan guru serta keberanian dan keantusiasan siswa dalam membawakan dongeng dihadapan teman-temannya. 2. Pedoman wawancara untuk menggali data tentang tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran yang telah dilaksanakan. Wawancara ini dilakukan khusus pada beberapa orang siswa yang dipilih sampelnya berdasarkan pertimbangan tertentu. 3. Pedoman dokumentasi digunakan untuk mengetahui bentuk data kualitatif yang telah disebut di atas. 4. Pedoman test hasil belajar untuk mengetahui perkembangan kemampuan mendongeng siswa.
F. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan beberapa metode antara lain sebagai berikut: a. Metode Observasi Karl Popper mendefinisikan observasi adalah tindakan yang merupakan penafsiran dari teori. 77 Namun, dalam penelitian ini tidaklah demikian, sang peneliti pada waktu memasuki ruangan kelas dengan maksud mengobservasi sebaiknya meninggalkan teori-teorinya di luar kelas, dan mulai mengamati tanpa ada keinginan untuk menjustifikasi sebuah teori atau menyanggahnya. 78
Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan metode observasi untuk mendapatkan data kualitatif tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran seperti tingkat motivasi, keceriaan, dan keantusiasan siswa. b. Metode Dokumenter Metode dokumenter merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif. Dokumen adalah alat catatan tertulis yang isinya merupakan setiap pernyataan yang tertulis oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa. Catatan dapat berupa secarik kertas yang
77 Rochiati Wiriatmadja, op.cit., hlm. 104. 78 Ibid., hlm. 104. berisi tulisan mengenai kenyataan, bukti, ataupun informasi, dapat pula berupa foto, pita-kaset, pita recording slide, mikro film, dan film. 79
Peneliti menggunakan metode ini untuk mengetahui sejarah berdirinya MI Sunan Kalijaga Malang, absensi kelas untuk mengetahui data siswa yang mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia aspek berbicara dengan menggunakan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri, serta untuk menunjukkan bukti proses pembelajaran ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri. c. Metode Wawancara Menurut Denzin dalam Goetz dan Le Compte, wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. 80 Sedang menurut Hopkins wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang yang lain. Orang-orang yang dapat termasuk beberapa orang siswa, kepala sekolah, beberapa teman sejawat, pegawai tata usaha sekolah, orang tua siswa, dll. 81
Dalam penelitian ini, pihak yang akan diwawancarai oleh peneliti adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran yaitu beberapa orang siswa yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan guru mata pelajaran
79 Sedarmayanti, Syarifuddin Hidayat, "Metodelogi Penelitian". (Bandung: Mandar Maju, 2002), hlm. 86. 80 Rochiati Wiriatmadja, op.cit., hlm. 117. 81 Ibid., hlm. 117. Bahasa Indonesia kelas V yang membantu peneliti mengobservasi proses jalannya pembelajaran. d. Tes Hasil Belajar Pengukuran test hasil belajar dilakukan untuk mendapatkan data secara kuantitatif. Data tersebut meliputi indikator-indikator yang menjadi sasaran peneliti dalam menentukan keberhasilan metode pembelajaran yang diterapkan. Indikator-indikator tersebut meliputi: a) Keruntutan cerita. Siswa mampu mendongeng sejalan dengan kronologis cerita b) Kelancaran cerita. Siswa mampu mendongeng dengan lancar, tidak terputus-putus, serta tidak diulang-ulang katanya. c) Artikulasi suara Kempuan siswa dalam mengucapkan lafal dengan tepat dan jelas. d) Intonasi suara. Kemampuan siswa dalam menempatkan nada saat peristiwa-peristiwa tertentu dalam dongeng: marah, sedih, bahagia, dan lain sebagainya. e) Penempatan suara. Kemampuan siswa memfariasi suara tokoh-tokoh cerita. f) Ekspresi saat mendongeng. Kemampuan siswa dalam mengatur gerak serta menempatkan ekspresi/ mimik wajah saat mendongeng.
g) Penggunaan media (keterpaduan cerita dengan gambar). Kemampuan siswa dalam memadukan cerita yang dibawakannya dengan gambar-gambar cerita.
Untuk mengukur ketuntasan belajar siswa, peneliti mengacu pada petunjuk belajar mengajar KTSP 2006 yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75 dan kelas tersebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 75%. 82
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penilaian di kelas V MI Sunan Kalijaga yang akan penulis peneliti menggunakan patokan apabila nilai individu siswa mencapai nilai minimal 75 maka dianggap telah mencapai ketuntasan dalam berlajar. Sedangkan untuk klasikal jika nilai rata-rata seluruh siswa mencapai 85 maka dianggap telah tuntas. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar, digunakan rumus sebagai berikut:
P = Jumlah siswa yang tuntas belajar x 100% 83
Jumlah siswa
82 Depdiknas, "Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI (KTSP)", (Jakarta:: Depdiknas KKPS Kabupaten Malang, 2006), hlm. 15. 83 Wahyu Miftahul Jannah, "Peningkatan Pembelajaran Kemampuan Berbicara Melalui The Role Playying Model di Kelas III SDN Selodono", Skripsi, Program Studi S1 PGSD, Fakultas Pendidikan Universitas Malang, 2009, hlm. 60. G. Analisis Data Data yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan dianalisis untuk memastikan bahwa penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Dalam penelitian ini, data yang bersifat kualitatif terdiri dari hasil observasi, dokumentasi , dan wawancara. Jika yang dikumpulkan berupa data kualitatif, maka analisis dilakukan secara kualitatif pula. Proses tersebut dilakukan melalui tahap: menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil dari analisis. Menurut Patton analisis data adalah adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uaraian. Sedangkan Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema pertama lebih menitik beratkan pengorganisasian data sedangkan yang kedua lebih menekankan maksud dan dan tujuan analisis data. Dengan demikian definisi tersebut dapat disederhanakan menjadi, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan menjadi hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 84
Teknik analisis data terdiri dari tiga tahap pokok, yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data merupakan proses pemilihan data yang relevan, penting, bermakna, dan data yang tidak berguna untuk menjelaskan tentang apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan menyederhanakan dengan membuat jalan fokus, klasifikasi dan abstraksi data kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis. Data yang direduksi selanjutnya disajikan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk paparan data yang memungkinkan untuk ditarik kesimpulan. Akhir dari kegiatan analisis adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan intisari dari analisis yang memberikan pernyataan tentang dampak dari penelitian tindakan kelas. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa angka atau data kuantitatif, cukup dengan menggunakan analisis deskriptif dan sajian visual. Sajian tersebut untuk menggambarkan bahwa dengan tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan, dan perubahan kearah yang lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
H. Pengecekan Keabsahan Data Untuk pengecekan keabsahan data dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah cara pengecekan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data sebagai pembanding.
84 Moeloeng, op.cit., hlm. 280. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan sumber lainnya. Adapun pengecekan keabsahan data dalam peneliti ini peneliti menggunakan triangulasi sumber, yaitu yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi. 85 Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
85 Moeloeng, op.cit., hlm 178. I. Tahapan Penelitian Tahapan dalam penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart yang terdiri dari empat komponen, yaitu: paln, act, observe, dan reflect. Empat komponen tersebut sebagaimana tergambar dalam bagan dibawah ini.
Gambar (2). Bagan PTK (Model Kemmis dan Taggart) 86
86 Rochiati Wiriaatmadja, op.cit , hlm. 66.
PLAN
REVISED PLAN A C T
OBSERVE R E F L E C T
A C T
OBSERVE R E F L E C T
Mengacu pada bagan tersebut, dapat dijelaskan alur (pelaksanaan) dari penelitian ini adalah: 1. Plan (Perencanaan Tindakan) Perencanaan adalah persiapan yang dilakukan sehubungan akan digelarnya PTK; untuk keperluan ini langkah-langkah yang akan dilakukan harus direncanakan secara rinci sehingga benar-benar dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan tindakan. Dalam tahap ini juga perlu dilakukan antisipasi kemungkinan perubahan yang bersifat penyesuaian. 87 Perencanaan ini dibuat berdasarkan atas asumsi peneliti tentang: 1. Kurangnya keberanian siswa untuk berbicara di depan umum. 2. Rendahnya keterampilan berbicara termasuk kemampuan berekspresi sebagian besar siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. 3. Kurang maksimalnya metode menceritakan pengalaman pribadi untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa yang diterapkan guru bidang studi, terutama dalam hal ekspresi dan alih suara. 4. Pentingnya menumbuhkan rasa cinta pada anak terhadap sastra Indonesia. 5. Pentingnya menumbuhkan budi yang luhur dalam diri siswa dari pelajaran yang mereka pelajari. Melalui penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri ini diharapkan dapat mengatasi beberapa permasalahan di atas serta dapat ditingkatkan nilai positif lainnya seperti tumbuhnya kecintaan siswa
87 Wahid Murni, op cit., hlm. 35. terhadap sastra Indonesia dan kemampuan siswa dalam mengambil hikmah dari cerita yang mereka pelajari. Dalam tahap perencanaan, peneliti menyusun Rencana Pelaksana Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) siswa kelas V MI tentang bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat. RPP dibuat untuk tiga siklus penelitian selama sepuluh kali pertemuan. Dengan perincian siklus pertama tiga kali pertemuan, siklus kedua tiga kali pertemuan, dan siklus ketiga empat kali pertemuan. Setiap kali pertemuan membutuhkan waktu 2 jam pelajaran, dan setiap jam pelajaran berlangsung selama 40 menit. Secara rinci pelaksanaan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri adalah sebagai berikut: 1. Secara singkat guru menjelaskan materi pelajaran yang akan dipelajari hari ini (pengertian dongeng dan ragam dongeng yang akan digunakan guru). 2. Guru menjelaskan teknik-teknik mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri. 3. Guru memberi contoh cara membawakan dongeng sedang siswa mendengarkan dan memperhatikan secara seksama guru yang sedang membawakan dongeng. 4. Guru memberikan pertanyaan singkat tentang tokoh-tokoh dalam dongeng, tema dongeng, latar, dan amanat yang terkandung dalam dongeng, untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang dongeng tersebut. 5. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap-tiap kelompok diberi teks cerita yang berbeda-beda. Cerita tersebut disertai dengan ilustrasi gambarnya. 6. Tiap-tiap kelompok mempelajari teks cerita tersebut serta saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. 7. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk membawakan dongeng. 8. Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara bergantian untuk membawakan dongeng. 9. Guru memilih salah seorang siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam membawakan dongeng. 10. Guru memberikan reward bagi siswa yang terbaik dari tiap kelompok dalam membawakan dongeng. Kriteria (indikator yang menjadi penanda) untuk menentukan bahwa metode yang telah dikembangkan telah berhasil memecahkan masalah yang sedang diupayakan pemecahannya dilakukan secara kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas dapat dilihat dari aktivitas siswa selama proses pembelajaran seperti tingkat motivasi, keceriaan, keantusiasan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Penilaian secara kualitatif dilakukan dengan cara observasi (pengamatan) dan wawancara dengan beberapa orang siswa yang dipilih sampelnya berdasarkan pertimbangan tertentu. Sedang penilaian secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur perkembangan kemampuan mendongeng siswa setiap siklusnya. Pengukuran tersebut didasarkan pada indikator-indikator yang menjadi sasaran peneliti dalam menentukan keberhasilan ragam mendongeng yang diterapkan dalam pembelajaran kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Indikator-indikator tersebut meliputi: a) Keruntutan cerita. Siswa mampu mendongeng sejalan dengan kronologis cerita b) Kelancaran cerita. Siswa mampu mendongeng dengan lancar, tidak terputus-putus, serta tidak diulang-ulang katanya. c) Artikulasi suara Kempuan siswa dalam mengucapkan lafal dengan tepat dan jelas. d) Intonasi suara. Kemampuan siswa dalam menempatkan nada saat peristiwa-peristiwa tertentu dalam dongeng: marah, sedih, bahagia, dan lain sebagainya. e) Penempatan suara. Kemampuan siswa memfariasi suara tokoh-tokoh cerita. f) Ekspresi saat mendongeng. Kemampuan siswa dalam mengatur gerak serta menempatkan ekspresi/ mimik wajah saat mendongeng. g) Penggunaan media (keterpaduan cerita dengan gambar). Kemampuan siswa dalam memadukan cerita yang dibawakannya dengan gambar-gambar cerita. 2. Act (Implementasi Tindakan) Implementasi merupakan pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah dibuat, sebagaimana terlampir. 88 Tahap implementasi terdiri dari tiga hal yaitu: jabaran tindakan yang akan digelar, skenario kerja tindakan perbaikan, dan prosedur tindakan yang akan diterapkan. 89
Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif partisipatoris. Menurut Rochiati Wiriatmadja dalam bukunya Penelitian Tindaka Kelas menjelaskan, penelitian yang dilakukan secara kolaboratif partisipatoris melibatkan guru dan peneliti. Dalam hal ini guru bisa bertindak sebagai pelaksana pembelajaran sedang peneliti yang mengamati jalannya pembelajaran atau sebaliknya peneliti yang bertindak sebagai pelaksana pembelajaran sedang guru yang mengobservasi jalannya pembelajaran. Akan tetapi dari kedua cara tersebut, cara yang pertama yaitu guru sebagai pelaksana pembelajaran dan peneliti sebagai pengamat proses jalannya pembelajaran lebih diutamakan karena hal itu sejalan dengan salah satu tujuan PTK yaitu meningkatkan pengalaman mengajar guru. 3. Observe (Observasi) Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data, sebab observasi dipandang merupakan teknik yang paling tepat untuk mengumpulkan data tentang
88 Wahid Murni, op. cit., hlm. 75. 89 Wahid Murni dan Nur Ali, op.cit., hlm. 53. proses pembelajaran yang dilakukan dalam PTK. 90 Kegiatan observasi ini dilakuakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung, pada umumnya datanya tentang proses perubahan kinerja pembelajaran (bersifat kualitatif), walaupun data tentang hasil kegiatan pembelajaran (bersifat kuantitatif). 91 Obyek yang diamati dalam penelitian ini adalah peristiwa-peristiwa yang menjadi indikator keberhasilan atau ketidak berhasilan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bagian perencanaan. Oleh karena tahap pengamatan dalam PTK adalah seperti pengumpulan data dalam penelitian selain PTK, maka dalam tahap ini harus disiapkan (dibahas) data yang akan dikumpulkan, instrumen pengumpulan data yang akan dipakai, sumber data yang akan digali, dan teknik pengumpulan data yang akan digunakan. 92
4. Reflect (Refleksi) Latief mengungkapkan bahwa refleksi adalah kegiatan menganalisis hasil pengamatan untuk menentukan sudah sejauh mana pengembangan strategi yang sedang dikembangkan telah berhasil memecahkan masalah dan apabila belum berhasil, factor apa saja yang menjadi penghambat kekurangan dan keberhasilan tersebut. 93
Pada tahap ini kegiatan kegiatan difokuskan pada upaya untuk menganalisis, mensintesis, memaknai, menjelaskan dan menyimpulkan. 94 Oleh karena kegiatan penelitian ini dilakukan secara mandiri maka kegiatan analisis dan refleksi
90 Ibid., hlm. 53. 91 Wahid Murni, op.cit., hlm. 76. 92 Wahid Murni dan Nur Ali, op.cit., hlm. 54. 93 Wahid Murni, op.cit., hlm. 78. 94 Ibid., hlm. 78. menjadi tanggung jawab peneliti. Namun demikian dalam pelaksanaan kegiatan analisis dan refleksi ini peneliti akan mendiskusikannya dengan guru bidang studi dan teman peneliti yang turut memantau situasi proses belajar mengajar selama berlangsungnya penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi keterbatasan pengamatan yang dilakukan peneliti karena kedudukan peneliti yang berkedudukan sebagai pelaksana dan pengawas pembelajaran. Sehingga data yang diperoleh akan lebih maksimal (valid). Hal-hal yang perlu didiskusikan mencakup: (1) kekurangan yang ada selama proses pembelajaran, (2) kemajuan yang telah dicapai siswa, (3) rencana tindakan pembelajaran selanjutnya. Adapaun indikator kinerja yang digunakan untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan strategi pembelajaran ada dua kriteria yakni (1) indikator kualitatif berupa deskripsi atas suasana kelas saat pembelajaran sedang berlangsung, kerjasama kelompok saat mendiskusikan cara membawakan dongeng yang baik, keceriaan siswa saat mengikuti proses pembelajaran, dan keantusiasan siswa dalam mendengarkan dongeng yang dibawakan guru dan teman-temannya, dan (2) indikator kuantitatif berupa evaluasi secara praktek yang meliputi: keruntutan cerita, kelancaran cerita, kejelasan dan ketepatan pelafalan cerita, intonasi suara, penempatan suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan gambar. Hasil penelitian tersebut selanjutnya dibandingkan dengan batas minimal lulus (kriteria ketuntasan minimal) mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Petunnjuk Belajar Mengajar KTSP 2006, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75 dan kelas tersebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 75%. 95
95 Depdiknas, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI (KTSP), Jakarta: Depdiknas KKPS Kabupaten Malang, 2006, hlm. 15. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Uraian berikut ini adalah salah satu upaya untuk mendeskripsikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2009 sampai 8 April 2009.
A. Latar Belakang Obyek Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya MI Sunan Kalijaga Malang Yayasan Madrasah Ibtida'iyah Sunan Kalijaga di Karang Besuki di Malang ini didirikan pada tanggal 28 Juni 1967 di atas tanah waqaf milik: 1. H. Moehammad Dasoeki 2. Thoyib Hidayah 3. H. Muhammad Djuma'in Muslich 4. H. Muchamad Qosim Aly 5. Warimoen Lutfi 6. H. Muhammad Toyib. Yayasan Pendidikan Islam MI Sunan Kalijaga bertujuan untuk: 1. Meningkatkan dan memperluas kehidupan beragama bagi umat Islam dengan tidak mengurangi arti pentingnya dasar dan tujuan Negara Republik Indonesia. 2. Ikut menunjang dan memperlancar pembangunan Masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan mental spiritual. Sedangkan misi dari Yayasan Pendidikan Islam MI Sunan Kalijaga ini adalah siap mengantarkan siswa siswi menjadi anak yang shilih dan sholihah yang berwawasan Imtaq dan Iptek. Yayasan Pendidikan Islam MI Sunan Kalijaga ini terakreditasi B. Kepala sekolah yang menjabat pada tahun ajaran 2008/2009 ini adalah Ibu Supriati, S.Pd. Untuk mendukung bakat dan keativitas siswa-siswinya, Yayasan Pendidikan MI Sunan Kalijaga memfasilitasi beberapa kegiatan ekstra seperti pramuka, banjari, dan drum band. Sedang untuk meningkatkan kualitas kemampuan agama siswa, MI sunan kalijaga juga menggalakkan sholat dhuha dan sholat dhuhur berjamaah bagi siswa-siswanya serta program qiro'ati tuntas. 96
2. Lokasi MI Sunan Kalijaga MI Sunan Kalijaga terletak di Jalan Candi III D No. 442 Desa Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Secara lebih rinci letak geografis MI Sunan Kalijaga Malang adalah: Sebelah Barat : Pondok pesantren Anwarul Huda Ndesan Sebelah Timur : Dsn. Klasman Sebelah Utara : Rumah warga dusun Ndesan Sebelah Selatan : MTs Sunan Kalijaga. 97
96 Buku Sejarah Berdirinya MI Sunan Kalijaga Malang, 1967, hlm. 1-4 97 Ibid, hlm. 6 3. Sarana dan Prasarana di MI Sunan Kalijaga Malang No Jenis Bangunan Jumlah 1. Ruang kelas 9 2. Kantor (ruang guru) 1 3. Laboratorium komputer 1 4. Perpustakaan 1 5 UKS 1 6 Koperasi sekolah 1 Tabel (1). Sarana dan Prasarana di MI Sunan Kalijaga Malang
B. Paparan Data Sebelum Tindakan 1. Observasi Awal Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti mengadakan pertemuan dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Dalam pertemuan itu, peneliti menyampaiakan tujuannya yaitu hendak melakukan penelitian dengan mengambil obyek kelas V. Alasan pemilihan obyek tersebut karena judul penelitian yang diambil peneliti sesuai dengan salah satu kompetensi dasar (KD) mata pelajaran Bahasa Indonesia semester II kelas V MI/SD yaitu bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Melihat judul serta tujuan penelitian yang akan dicapai peneliti, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga terlihat antusias. Ia menguraikan bahwa selama ini kemampuan berbicara siswa kelas V memang sangat kurang. Hal itu dapat dilihat dari keseharian siswa saat mengikuti pembelajaran. Sebagian besar dari mereka masih terlihat malu dan canggung saat disuruh mengungkapkan pendapatnya di depan umum (di depan teman- temannya). Kemampuan berbicara mereka juga masih kurang, seringkali saat berbicara mereka tidak lancar, terputus-putus atau diam terlalu lama. Ada juga siswa yang saat berbicara suaranya sangat lirih sehingga terdengar kurang jelas. Secara umum kemampuan berbicara siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang masih kurang meski ada beberapa diantara mereka yang sudah bisa dikatakan bagus kemampuan berbicaranya, tapi itu hanya sebagian kecil saja. Untuk mengevaluasi dan melatih kemampuan berbicara siswanya, sebelumnya guru mata pelajaran ingin menerapkan metode menceritakan pengalaman pribadi. Mendengar penjelasan guru mata pelajaran tersebut, peneliti mencoba memberikan usulan agar metode menceritakan pengalaman pribadi tersebut tetap dilaksanakan, karena disamping metode tersebut tetap terlaksana, metode tersebut juga bisa digunakan peneliti untuk melihat kemampuan berbicara siswa kelas V sebelum dilaksanakannya tindakan penelitian atau bisa juga disebut dengan kegiatan pre tes. Guru menyetujui usulan peneliti. Kegiatan pre tes dilaksanakan pada pertemuan yang akan datang. Sedangkan perencanaan pembelajaran (RPP) untuk kegiatan pre test diserahkan pada guru mata pelajaran.
2. Perencanaan Kegiatan Pre Tes Setelah dilakukan diskusi dengan guru mata pelajaran, dan guru menyetujui tentang dilaksanakan penelitian itu serta bersedia dilakukan kegiatan pre tes sebelum dilaksanakan penelitian, maka guru mata pelajaran mulai menyusun rencana pelaksana pembelajaran (RPP) untuk kegiatan pre tes. Penyusunan RPP yang diserahkan sepenuhnya kepada guru mata pelajaran karena kegiatan pre tes itu sejalan dengan metode pembelajaran yang akan diterapkan guru, yaitu metode menceritakan pengalaman pribadi yang juga bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Kegiatan pre tes dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Setiap pertemuan terdiri atas 2 jam pelajaran dan setiap jam pelajaran sebanyak 40 menit. Metode pembelajaran yang diterapkan pada saat pre tes adalah metode menceritakan pengalaman pribadi. Secara garis besar kegiatan pre tes ini dirancang untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa kelas V sebelum dilaksanakannya penelitian. Media atau sumber belajar yang digunakan dalam pre tes ini adalah buku Bina Bahasa dan Sastra Indonesia kelas 5 SD/MI terbitan Erlangga. Untuk mengungkapkan hasil belajar yang dicapai digunakan instrument penilaian berupa pedoman pengamatan terhadap aktivitas siswa selama mengikuti program pembelajaran, pedoman pengamatan pengajaran guru, serta lembar tes hasil belajar. Secara garis besar, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada waktu pre tes adalah: 1. Guru membuka pelajaran. 2. Secara singkat guru menjelaskan materi yang dipelajari hari itu serta tujuan pembelajarannya. 3. Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran hari itu. 4. Siswa diberi sedikit waktu untuk mengingat-ingat kejadian apa yang pernah mereka alami. 5. Secara bergantian siswa menceritakan pengalaman pribadinya di depan kelas. Siswa lain mendengarkan. 6. Guru mengevaluasi siswa.
3. Pelaksanaan Kegiatan Pre Tes Pre tes dilaksanakan pada tanggal 11 dan 12 Maret 2009. Kegiatan pre tes berjalan sebagaimana yang telah direncanakan pada rencana pelaksana pembelajaran (RPP). Sebagaimana biasa, pada awal pembelajaran guru membuka pelajaran dengan salam, kemudian dilanjutkan dengan memberi tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari beserta tujuan yang akan dicapai dari pembelajaran kali ini. Pada saat guru memberi tahu bahwa materi pembelajaran yang akan mereka pelajari pada pertemuan kali ini adalah menceritakan pengalaman pribadi, sebagian siswa mulai tampak gaduh. Sepertinya sebagian dari mereka sudah dapat membayangkan materi yang akan mereka pelajari mendengar kata-kata guru Bahasa Indonesia mereka barusan. Memang, pelajaran tentang menceritakan pengalaman pribadi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya disuguhkan pada kelas V MI saja akan tetapi materi itu juga diajarkan pada kelas 4 bahkan juga kelas 3 MI meskipun cara penyajiannya lebih sederhana atau hanya berupa tahap perkenalan saja. Guru kemudian mengajak siswa membuka buku pelajaran Bahasa Indonesia mereka halaman 35, dalam buku itu disajikan contoh dari pengalaman pribadi. Guru menyuruh siswa untuk membaca contoh dari pengalaman pribadi tersebut. Guru juga menjelaskan pada siswa bahwa pengalaman pribadi yang hendak mereka ceritakan diusahakan pengalaman pribadi yang menarik atau pengalaman yang paling berkesan bagi mereka. Setelah dirasa siswa cukup faham tentang bagaimana menceritakan pengalaman pribadi maka guru memberikan waktu kurang lebih 10 menit kepada siswa untuk mengingat-ingat pengalaman pribadi mereka yang menarik yang akan mereka ceritakan dihadapan teman-temannya. Kegiatan selanjutnya adalah guru mengevaluasi kemampuan berbicara siswa pada saat siswa menceritakan pengalaman pribadi dihadapan teman- temannya. Penilaian itu didasarkan pada beberapa kriteria keberhasilan siswa dalam berbicara sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.
4. Observasi Pelaksanaan pre tes itu berjalan dengan lancar. Siswa terlihat kurang antusias dalam mengikuti pelajaran, hal itu terlihat dari sebagian siswa yang bicara sendiri saat guru menerangkan pelajaran. Beberapa dari mereka ada yang duduk bermalas-malasan bahkan ada yang berjalan-jalan sehingga guru menegur siswa tersebut. Kurangnya keantusiasan siswa dalam mengikuti pelajaran bisa dikarenakan dua hal, pertama; waktu pelajaran Bahasa Indonesia yang terletak pada jam terakhir, sehingga tenaga dan fikiran siswa banyak yang terkuras saat mengikuti pelajaran-pelajaran sebelumnya. Kedua; karena kurang menariknya guru dalam menyajikan pembelajaran, diantaranya guru kurang memotivasi siswa, guru juga tidak memberikan penghangatan (permainan atau nyanyian singkat) pada waktu menyajikan pelajaran. Padahal, bila pelajaran itu terletak pada jam terakhir, guru harus lebih kreatif dalam menyajikan pelajaran misalnya dengan memberikan permainan, tebak- tebakkan, nyanyian atau yal-yel singkat yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa atau menghilangkan rasa jenuh siswa saat mengikuti pelajaran. Ketika memasuki pelajaran inti, yaitu pada saat guru memberitahukan materi pelajaran hari ini, sebagian siswa nampak antusias sedangkan sebagian yang lain terlihat biasa-biasa saja. Diantara siswa yang antusias tersebut ada yang bertanya, Siswa : "O...pengalaman yang menarik ya Bu?" Guru : "Iya, pengalaman yang menarik, pengalaman yang berkesan, atau pengalaman yang tidak terlupakan. Nak, pengalaman pribadi itu tidak harus bahagia tapi bisa juga pengalaman lucu, menegangkan atau menyedihkan. Misalnya, waktu Gufron mau berangkat sekolah, karena kurang hati-hati tiba-tiba ada mobil truk yang hampir menabrak Ghufron, tapi Ghufron tidak jadi tertabrak karena Rifki yang berada tidak jauh dari Gufron segera menariknya ke tepi." Siswa : "Wesss...Rifki pahlawan rek." (siswa lain berkomentar) Guru : "Kalau seperti itu pengalaman yang bagaimana?" (guru menanyakan contoh pengalaman pribadi di atas)
Mendengar pertanyaan dari guru, sebagian siswa menjawab pengalaman yang menakutkan, sedang sebagian yang lain menjawab pengalaman yang menegangkan. Kemudian guru membenarkan bahwa pengalaman yang seperti itu adalah pengalaman yang menegangkan. Siswa yang merasa jawabannya benar bersorak gembira. Guru kemudian menjelaskan cara menceritakan pengalaman pribadi yang mengharuskan semua siswa maju ke depan kelas satu per satu. Mendengar penjelasan itu beberapa orang siswa tampak terkejut dan bertanya, Siswa: "Bercerita di depan kelas ya Bu?" Guru : "Iya." Siswa: "Waduh!"
Guru kemudian mengajak siswa untuk membuka buku mata pelajaran Bahasa Indonesia mereka halaman 35. Dalam buku itu disajikan contoh pengalaman pribadi. Guru menyuruh siswa untuk membacanya. Setelah semua siswa selesai membaca, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka mengerti sebelum evaluasi kemampuan berbicara dilakasanakan. Salah seorang siswa ada yang bertanya, Siswa 1 : "Bu, ditulis?" Guru : "Terserah, boleh kalian tulis, boleh juga tidak yang penting nanti kalian maju menceritakan pengalaman kalian yang berkesan di depan kelas dihadapan teman-teman." Siswa 1 : (manggut-manggut mendengar penjelasan dari guru) Guru : "Ada yang ditanyakan lagi?" Siswa 2 : "Bu, sedikit tidak apa-apa ya, Bu?" Guru : "Tidak apa-apa, tapi lebih banyak lebih baik. Ada lagi?" Siswa : (Diam)
Setelah dirasa siswa cukup faham, maka guru memberikan waktu selama 10 sampai 15 menit kepada siswa untuk mengingat-ingat pengalaman menarik apakah yang ingin mereka ceritakan. Sebagian siswa segera melaksanakan tugas dari guru. Mereka segera mengambil buku dan menulis pengalaman mereka, tapi ada juga siswa yang hanya diam dan nampak memikirkan sesuatu, bahkan ada juga yang ramai berbicara dengan temanya, sehingga guru memanggil anak yang ramai itu dan menanyakan apakah tugasnya sudah selesai atau belum. Setelah 15 menit, guru mulai memanggil nama mereka satu per satu. Diantara mereka yang maju ada yang siap dan ada juga yang belum siap. Bahkan ada siswa yang ketika disuruh maju ke depan setelah membacakan judul pengalaman pribadinya kemudian tidak berkata apa-apa lagi, hanya senyum-senyum saja di depan. Ada juga siswa yang terlihat takut dan hanya diam sambil bersandar di papan sekolah. Agar siswa tersebut tidak diam, maka guru bertanya pada siswa tersebut, pengalaman pribadi apa yang mau ia ceritakan, atau apa judul dari pengalaman pribadi mereka. Diantara siswa yang siap, ternyata ada dua orang siswa yang mampu bercerita dengan sangat bagus, salah seorang dari mereka mampu membawa imajinasi teman- temannya seakan-akan masuk dalam ceritanya. Sedangkan yang satunya lagi dapat bercerita dengan lancar dan bagus. Guru tidak mengira siswa tersebut dapat bercerita dengan bagus karena dalam kesehariannya siswa tersebut cukup nakal. Akan tetapi mayoritas dari mereka masih terlihat takut, canggung, malu-malu saat membawakan cerita. Kemampuan berbicara mereka pun masih sangat kurang bila diukur dari beberapa kriteria kemampuan berbicara yang disepakati guru dan peneliti sebelumnya. Berikut ini beberapa contoh cerita pengalaman pribadi yang dibawakan siswa bila dilihat dari segi:
a. Keruntutan Cerita Banyak siswa yang saat membawakan cerita, jalan ceritanya kurang runtut. Ada bagian-bagian yang seharusnya diceritakan tapi tidak diceritakan sehingga ceritanya jadi sulit dimengerti. Terkadang jalan cerita mereka terbalik. Sebagai contoh, Cerita 1 Aku dan Ridho pulang sekolah lalu bertemu dengan orang gila. Orang gila itu mengejar aku dan Ridho (tidak dijelaskan kenapa orang itu mengejar dirinya dan Ridho).
Cerita 2 Waktu Bapak menjemputku, aku memanggil Bapak dengan keras. Oh, aku melihat Bapak berdiri di depan gerbang setelah itu aku memanggilnya dengan keras. (ceritanya terbalik)
Sedangkan hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari segi keruntutan dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Keruntutan NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak runtut 60 - TT 2 Miftahul Huda Tidak runtut 62 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak runtut 65 - TT 4 Devi Nur B Sangat tidak runtut 55 - TT 5 Tonny Dennys Tidak runtut 62 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak runtut 63 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak runtut 63 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak runtut 60 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang runtut 77 T - 10 Winda Retnani Kurang runtut 77 T - 11 M. Dimas Putra Tidak runtut 63 - TT 12 Andhi Galih Tidak runtut 65 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak runtut 63 - TT 14 Nadya Amuda Kurang runtut 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Tidak runtut 60 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang runtut 73 - TT 17 Rahmad Cahyono Tidak runtut 63 - TT 18 Daisy Amalia Runtut 82 T - 19 Risky N. Fandi Tidak runtut 63 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak runtut 55 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang runtut 73 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak runtut 60 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang runtut 78 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang runtut 75 T - 25 Zaim I Tidak runtut 60 - TT 26 Ilham Yahya Tidak runtut 60 - TT 27 Fakhry Husein Tidak runtut 63 - TT 28 M. Ghufron Runtut 83 T - 29 Fatkul N Kurang runtut 75 T - 30 A. Ch. Yahya Kurang runtut 75 T - 31 S. Dwi Intan Tidak runtut 63 - TT 32 M. Rizky Tidak runtut 60 - TT 33 M. Subhan Tidak runtut 60 - TT 34 Ulum Nabila Kurang runtut 78 T - 35 N. Asy Syafa Kurang runtut 78 T - Nilai 2349 Nilai Rata-Rata 67,1 T 11 TT 24 sangat tidak runtut 2 tidak runtut 20 kurang runtut 11 runtut 2 sangat runtut - % ketuntasan keruntutan berbicara 31, 4%
Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Keruntutan
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada saat pre tes dilihat dari segi keruntutan adalah sebesar 67,1 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 31,4%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 11 siswa, sedang 24 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi keruntutan, 2 orang siswa yang berbicaranya masih sangat tidak runtut, 20 orang siswa tidak runtut, 11 orang siswa kurang runtut, dan 2 orang siswa sudah runtut dalam berbicara. Sedang siswa yang mendapat kategori sangat runtut dalam berbicara (bercerita) masih belum ada. b. Kelancaran Banyak siswa yang ketika membawakan cerita, kata-katanya sering diulang-ulang, atau terdengar suara "e... atau em..." atau berhenti terlalu lama saat masih memikirkan kalimat selanjutnya. Sebagai contoh: Cerita 1 Ketika di jalan, aku heran karenaekarenaem (pengulangan kata yang berlebihan) orang-orang banyak yang melihatku. Ternyata waktuwaktu (pengulangan kata yang berlebihan) aku toleh ke belakang, tiba-tiba Firdaus sudah tidak ada lagi di belakangku! Aku baru tahu kalau dari tadi aku bicara sendiri.
Cerita 2 Adikku memakan nasi itu..(berhenti yang terlalu lama) lalu ibu marah.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari segi kelancaran dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Kelancaran NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak lancar 60 - TT 2 Miftahul Huda Tidak lancar 60 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak lancar 63 - TT 4 Devi Nur B Sangat tidak lancar 55 - TT 5 Tonny Dennys Sangat tidak lancar 57 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak lancar 60 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak lancar 63 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak lancar 60 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang lancar 75 T - 10 Winda Retnani Kurang lancar 75 T - 11 M. Dimas Putra Tidak lancar 60 - TT 12 Andhi Galih Tidak lancar 62 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak lancar 60 - TT 14 Nadya Amuda Kurang lancar 73 - TT 15 Rifky M. Ghufron Tidak lancar 60 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang lancar 75 T - 17 Rahmad Cahyono Tidak lancar 60 - TT 18 Daisy Amalia lancar 80 T - 19 Risky N. Fandi Tidak lancar 60 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak lancar 55 - TT 21 Ahlil Firdaus Tidak lancar 65 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak lancar 60 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang lancar 75 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang lancar 75 T - 25 Zaim I Tidak lancar 60 - TT 26 Ilham Yahya Tidak lancar 60 - TT 27 Fakhry Husein Tidak lancar 62 - TT 28 M. Ghufron Kurang lancar 78 T - 29 Fatkul N Kurang lancar 70 - TT 30 A. Ch. Yahya Kurang lancar 70 - TT 31 S. Dwi Intan Tidak lancar 63 - TT 32 M. Rizky Tidak lancar 60 - TT 33 M. Subhan Tidak lancar 60 - TT 34 Ulum Nabila Kurang lancar 75 T - 35 N. Asy Syafa Kurang lancar 75 T - Nilai 2281 Nilai Rata-Rata 65,2 T 9 TT 26 sangat tidak lancar 3 tidak lancar 20 kurang lancar 11 lancar 1 sangat lancar - % ketuntasan kelancaran berbicara 25, 7%
Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Kelancaran
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali) 70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari kelancaran adalah sebesar 65,2 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 25,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 9 siswa, sedang 26 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi kelancaran, 3 orang siswa yang berbicaranya masih sangat tidak lancar, 20 orang siswa tidak lancar, 11 orang siswa kurang lancar, dan 1 orang siswa sudah lancar dalam berbicara. Sedang siswa yang mendapat kategori sangat lancar dalam berbicara (bercerita) masih belum ada. c. Artikulasi suara Banyak siswa yang saat bercerita suaranya masih lirih, sehingga tidak jelas apa yang dibicarakannya. Terkadang mereka juga terlalu cepat dalam mengucapkan kata-kata sehingga tidak jelas jarak (jedah) antara kalimat satu dengan kalimat lainnya. Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari segi kejelasan pelafalan No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak jelas 60 - TT 2 Miftahul Huda Tidak jelas 60 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak jelas 65 - TT 4 Devi Nur B Tidak jelas 60 - TT 5 Tonny Dennys Tidak jelas 60 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak jelas 60 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak jelas 63 - TT 8 M. Yusuf A. Sangat tidak jelas 60 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang jelas 75 T - 10 Winda Retnani Kurang jelas 75 T - 11 M. Dimas Putra Tidak jelas 60 - TT 12 Andhi Galih Tidak jelas 62 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak jelas 60 - TT 14 Nadya Amuda Kurang jelas 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Tidak jelas 60 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang jelas 75 T - 17 Rahmad Cahyono Tidak jelas 60 - TT 18 Daisy Amalia jelas 85 T - 19 Risky N. Fandi Tidak jelas 62 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak jelas 57 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang jelas 72 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak jelas 60 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang jelas 73 - TT 24 Ariza Zulfi P Kurang jelas 73 - TT 25 Zaim I Tidak jelas 60 - TT 26 Ilham Yahya Tidak jelas 60 - TT 27 Fakhry Husein Tidak jelas 62 - TT 28 M. Ghufron Kurang jelas 75 T - 29 Fatkul N Kurang jelas 73 - TT 30 A. Ch. Yahya Kurang jelas 73 - TT 31 S. Dwi Intan Tidak jelas 63 - TT 32 M. Rizky Tidak jelas 62 - TT 33 M. Subhan Tidak jelas 63 - TT 34 Ulum Nabila Kurang jelas 75 T - 35 N. Asy Syafa Kurang jelas 75 T - Nilai 2313 Nilai Rata-Rata 66,1 T 8 TT 27 sangat tidak jelas 2 tidak jelas 20 kurang jelas 12 jelas 1 sangat jelas - % artikulasi suara 22, 9% Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Artikulasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada saat pre tes dilihat dari kejelasan suara adalah sebesar 66,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar 22,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 8 siswa, sedang 27 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi kejelasan berbicara, terdapat 2 orang siswa yang berbicaranya masih sangat tidak jelas, 20 orang siswa tidak jelas, 12 orang siswa kurang jelas, dan 1 orang siswa sudah jelas dalam berbicara. Sedang siswa yang mendapat kategori sangat jelas dalam berbicara (bercerita) masih belum ada. d. Intonasi suara Sebagian besar siswa masih kurang mampu menempatkan intonasi suara. Misalnya tidak ada perbedaan nada suara antara orang yang marah, orang yang sedih, atau orang yang sedang memanggil. Sebagai contoh, "Hei! Hati-hati kalau nyebrang." (intonasi suara yang seharusnya tinggi tapi diucapkan datar) Bapak itu memarahiku.
Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari intonasi suara No Nama Intonasi Suara NA T TT 1 Muhlis Susilo Sangat tidak sesuai 55 - TT 2 Miftahul Huda Sangat tidak sesuai 55 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak sesuai 60 - TT 4 Devi Nur B Sangat tidak sesuai 55 - TT 5 Tonny Dennys Sangat tidak sesuai 55 - TT 6 M. Ridho Akbar Sangat tidak sesuai 55 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak sesuai 60 - TT 8 M. Yusuf A. Sangat tidak sesuai 55 - TT 9 Diah Ayu N. Tidak sesuai 65 - TT 10 Winda Retnani Tidak sesuai 65 - TT 11 M. Dimas Putra Tidak sesuai 60 - TT 12 Andhi Galih Tidak sesuai 60 - TT 13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak sesuai 55 - TT 14 Nadya Amuda Tidak sesuai 65 - TT 15 Rifky M. Ghufron Tidak sesuai 60 - TT 16 M. Iqbal Ismail Tidak sesuai 65 - TT 17 Rahmad Cahyono Sangat tidak sesuai 55 - TT 18 Daisy Amalia Kurang sesuai 78 T - 19 Risky N. Fandi Tidak sesuai 60 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak sesuai 55 - TT 21 Ahlil Firdaus Tidak sesuai 60 - TT 22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak sesuai 55 - T 23 Diah Lutfiani Kurang sesuai 75 T - 24 Ariza Zulfi P Tidak sesuai 65 - TT 25 Zaim I Sangat tidak sesuai 55 - TT 26 Ilham Yahya Sangat tidak sesuai 55 - TT 27 Fakhry Husein Sangat tidak sesuai 55 - TT 28 M. Ghufron Kurang sesuai 75 T - 29 Fatkul N Tidak sesuai 65 - TT 30 A. Ch. Yahya Tidak sesuai 65 - TT 31 S. Dwi Intan Tidak sesuai 60 - TT 32 M. Rizky Sangat tidak sesuai 55 - TT 33 M. Subhan Sangat tidak sesuai 55 - TT 34 Ulum Nabila Tidak sesuai 65 - TT 35 N. Asy Syafa Tidak sesuai 65 - TT Nilai 2118 Nilai Rata-Rata 60,5 T 3 TT 32 sangat tidak sesuai 15 tidak sesuai 17 kurang sesuai 3 sesuai - sangat sesuai - % ketuntasan kesesuaian intonasi suara 8, 6%
Tabel (4). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Intonasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara) 60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali) 70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali) 80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali) 90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 60,5 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari kesesuaian intonasi suara, terdapat 15 orang siswa yang intonasi suaranya masih sangat tidak sesuai, 17 orang siswa tidak sesuai, dan 12 orang siswa kurang kurang sesuai. Sedang siswa yang intonasi suaranya sudah sesuai dan sangat sesuai ketika berbicara (bercerita) masih belum ada. e. Variasi Suara Hampir semua siswa menggunakan satu macam suara untuk beberapa tokoh dan adegan dalam cerita yang dibawakannya. Misalnya, tidak adanya perbedaan antara sura orang dewasa, dengan suara anak-anak. Orang yang masih muda dengan orang yang sudah tua. Suara laki-laki dan suara wanita. Suara jatuhnya benda, atau suara hembusan angin. Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari kemampuan memvariasi suara No Nama Bervariasi NA T TT 1 Muhlis Susilo Sangat tidak bervariasi 55 - TT 2 Miftahul Huda Sangat tidak bervariasi 55 - TT 3 Adam Prasetyo Sangat tidak bervariasi 55 - TT 4 Devi Nur B Sangat tidak bervariasi 50 - TT 5 Tonny Dennys Sangat tidak bervariasi 55 - TT 6 M. Ridho Akbar Sangat tidak bervariasi 55 - TT 7 Bagus Syarifudin Sangat tidak bervariasi 55 - TT 8 M. Yusuf A. Sangat tidak bervariasi 55 - TT 9 Diah Ayu N. Tidak bervariasi 60 - TT 10 Winda Retnani Tidak bervariasi 60 - TT 11 M. Dimas Putra Sangat tidak bervariasi 55 - TT 12 Andhi Galih Sangat tidak bervariasi 55 - TT 13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak bervariasi 53 - TT 14 Nadya Amuda Tidak bervariasi 60 - T 15 Rifky M. Ghufron Sangat tidak bervariasi 55 - TT 16 M. Iqbal Ismail Tidak bervariasi 60 - TT 17 Rahmad Cahyono Sangat tidak bervariasi 55 - TT 18 Daisy Amalia Kurang bervariasi 75 T - 19 Risky N. Fandi Sangat tidak bervariasi 55 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak bervariasi 50 - TT 21 Ahlil Firdaus Sangat tidak bervariasi 55 - TT 22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak bervariasi 53 - T 23 Diah Lutfiani Kurang bervariasi 70 - TT 24 Ariza Zulfi P Tidak bervariasi 60 - TT 25 Zaim I Sangat tidak bervariasi 53 - TT 26 Ilham Yahya Sangat tidak bervariasi 53 - TT 27 Fakhry Husein Sangat tidak bervariasi 53 - TT 28 M. Ghufron Kurang bervariasi 70 - T 29 Fatkul N Tidak bervariasi 65 - TT 30 A. Ch. Yahya Tidak bervariasi 60 - TT 31 S. Dwi Intan Sangat tidak bervariasi 55 - TT 32 M. Rizky Sangat tidak bervariasi 55 - TT 33 M. Subhan Sangat tidak bervariasi 55 - TT 34 Ulum Nabila Tidak bervariasi 60 - TT 35 N. Asy Syafa Tidak bervariasi 60 - TT Nilai 2005 Nilai Rata-Rata 57,29 T 1 TT 34 sangat tidak bervariasi 23 tidak bervariasi 9 kurang bervariasi 3 bervariasi - sangat bervariasi - % ketuntasan variasi suara 2, 9%
Tabel (5). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Variasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara) 60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara) 70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara) 80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi) 90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada saat pre tes dilihat dari kemampuan memvariasi suara adalah sebesar 57,29 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 2,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 1 siswa, sedang 34 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari kemampuan memvariasi suara, terdapat 23 orang siswa yang kemampuan memvariasi suaranya sangat tidak bervariasi, 9 orang siswa tidak bervariasi, dan 12 orang siswa kurang bervariasi. Sedang siswa yang sudah mampu dalam memvariasi suara dan sangat mampu dalam memvariasi suara ketika berbicara (bercerita) masih belum ada. f. Ekspresi Sebagian besar siswa masih belum mampu mengekspresikan adegan- adegan dalam ceritanya. Saat bercerita mereka lebih banyak diam dan bercerita tanpa ekspresi. Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa saat pre tes No Nama Ekspresi Cerita NA T TT 1 Muhlis Susilo Sangat tidak ekspresif 55 - TT 2 Miftahul Huda Tidak ekspresif 60 - T 3 Adam Prasetyo Tidak ekspresif 60 - TT 4 Devi Nur B Sangat tidak ekspresif 50 - TT 5 Tonny Dennys Tidak ekspresif 60 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak ekspresif 65 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak ekspresif 60 - TT 8 M. Yusuf A. Sangat tidak ekspresif 55 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang ekspresif 70 - TT 10 Winda Retnani Kurang ekspresif 70 - TT 11 M. Dimas Putra Sangat tidak ekspresif 55 - TT 12 Andhi Galih Sangat tidak ekspresif 55 - TT 13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak ekspresif 55 - TT 14 Nadya Amuda Tidak ekspresif 65 - TT 15 Rifky M. Ghufron Sangat tidak ekspresif 55 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang ekspresif 70 - TT 17 Rahmad Cahyono Sangat tidak ekspresif 55 - TT 18 Daisy Amalia ekspresif 80 T - 19 Risky N. Fandi Tidak ekspresif 60 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak ekspresif 50 - TT 21 Ahlil Firdaus Sangat tidak ekspresif 55 - TT 22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak ekspresif 55 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang ekspresif 70 - TT 24 Ariza Zulfi P Tidak ekspresif 65 - TT 25 Zaim I Sangat tidak ekspresif 55 - TT 26 Ilham Yahya Sangat tidak ekspresif 55 - TT 27 Fakhry Husein Sangat tidak ekspresif 55 - TT 28 M. Ghufron Kurang ekspresif 75 T - 29 Fatkul N Tidak ekspresif 65 - TT 30 A. Ch. Yahya Tidak ekspresif 65 - TT 31 S. Dwi Intan Sangat tidak ekspresif 55 - TT 32 M. Rizky Sangat tidak ekspresif 55 - TT 33 M. Subhan Sangat tidak ekspresif 55 - TT 34 Ulum Nabila Kurang ekspresif 70 - TT 35 N. Asy Syafa Kurang ekspresif 70 - TT Nilai 2125 Nilai Rata-Rata 60,7 T 2 TT 33 sangat tidak ekspresif 17 tidak ekspresif 10 kurang ekspresif 7 ekspresif 1 sangat ekspresif - % ketuntasan ekspresif cerita 5, 7%
Tabel (6). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa Siswa saat Pre Tes
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi) 60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi) 70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi) 80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi) 90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa pada saat pre tes adalah sebesar 60,7 sedangkan prosentase ketuntasan berekspresi sebesar 5,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 2 siswa, sedang 33 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Diukur dari kemampuan berekspresi siswa, terdapat 17 orang siswa yang ketika bercerita sangat tidak ekspresif, 10 orang siswa tidak ekspresif, 7 orang siswa yang kurang ekspresif, dan 1 orang siswa yang ekspresif dalam membawakan cerita. Sedang siswa yang mendapat kategori sangat ekspresif dalam membawakan cerita masih belum ada. g. Keterpaduan antara gambar dan cerita Dalam pre tes, peneliti tidak menggunakan media karena yang dinilai adalah kemampuan berbicara siswa. Jadi penerapan dan penilaian tentang keterpaduan antara cerita dan gambar baru dilaksanakan pada siklus pertama, kedua, dan seterusnya. Belum ada evaluasi untuk indikator/kriteria keterpaduan antara gambar dan cerita, karena pada pre tes penggunaan media gambar sebagai media bantu untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi masih belum diterapkan. Penerapan media gambar sebagai media bantu untuk meningkatkan kemampuan berbicara baru diterapkan pada siklus pertama. Jadi evaluasi keterpaduan antara media gambar dan cerita baru dimulai pada siklus pertama. Selain kemampuan berbicara siswa yang masih belum mencapai KKM (kriteria ketuntasan minimal), sebagian besar audien (siswa yang berperan sebagai pendengar saat temannya bercerita di depan kelas) juga terlihat tidak memperhatikan (ramai sendiri). Hal itu bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: siswa yang sudah mulai jenuh dan letih saat mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia karena pada hari itu mata pelajaran Bahasa Indonesia terletak pada jam terakhir, sebagian besar siswa dalam membawakan cerita sangat lirih jadi ceritanya tidak terdengar jelas, siswa juga kurang menarik dalam membawakan cerita karena banyak siswa yang masih belum mampu menempatkan intonasi suara, dan yang terakhir banyak siswa yang kurang mampu mengekspresikan cerita yang dibawakannya. Pada akhir kegiatan pre tes, guru mengadakan evaluasi bersama dengan siswa. Dalam evaluasi tersebut guru memberitahukan bahwa kemampuan berbicara siswa masih belum maksimal, agar kemampuan berbicara mereka bisa lebih baik, maka mulai minggu depan akan diterapkan pembelajaran dengan menggunakan metode mendongeng untuk meningkatkan kemampuan berbicara mereka.
5. Refleksi Kegiatan pre tes berjalan sesuai dengan rencana. Waktu pelaksanaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dari kegiatan pre tes dapat disimpulkan bahwa: 1. Siswa terlihat kurang semangat pada awal pembelajaran karena waktu pelajaran Bahasa Indonesia yang terletak pada jam terakhir sehingga tenaga dan fikiran siswa sudah banyak yang terkuras. 2. Guru kurang dalam memberikan penghangatan untuk mengembalikan motivasi belajar siswa. Padahal penghangatan itu sangat diperlukan dalam pembelajaran, apalagi jika pembelajaran itu terletak pada jam terakhir. 3. Suasana kelas menjadi lebih hidup saat guru menerangkan tentang pengalaman pribadi. 4. Sebagian siswa masih terlihat takut saat guru memberitahukan bahwa pengalaman pribadi itu harus diceritakan di depan kelas dihadapan teman- temannya. 5. Pada awal siswa menceritakan pengalaman pribadinya, siswa masih terlihat semangat mendengarkan dan memperhatikan cerita temannya, akan tetapi setelah beberapa siswa maju ke depan ditambah dengan penampilan yang kurang menarik saat membawakan cerita serta suara yang kurang keras, keadaan kelas kembali tidak kondusif. 6. Suasana kelas kembali tenang saat ada dua orang siswa yang dapat membawakan cerita dengan sangat bagus. Hal itu karena siswa tersebut cukup mampu untuk mengekspresikan cerita yang dibawakannya, sesuai dalam menempatkan intonasi suara, serta suaranya pun terdengar lantang. Uraian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berbicara dan berekspresi sangat berpengaruh dalam menarik perhatian audien. 7. Terlihat kemampuan berbicara siswa masih sangat kurang hal itu dapat diketahui dari hasil evaluasi siswa secara individu yang masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal, dan hasil evaluasi siswa secara klasikal yang belum mencapai batas minimal yang ditetapkan.
C. Paparan Hasil Penelitian 1. Siklus 1 a. Perencanaan Setelah diadakan kegiatan pre tes dan peneliti sudah mengetahui kemampuan berbicara siswa kelas V MI Sunan Kalijaga serta mengetahui kekurangan-kekurangan serta kelebihan kegiatan pembelajaran yang berlangsung pada saat pre tes, maka peneliti mulai menyusun perencanaan pelaksanaan siklus pertama serta mempersiapkan media dan sumber belajar yang diperlukan pada kegiatan pembelajaran siklus pertama. Secara garis besar yang dilakukan peneliti pada tahap perencanaan siklus pertama adalah sebagai berikut: 1. Membuat RPP (Rencana Pelaksana Pembelajaran) 2. Menentukan target yang akan dicapai. Adapaun target yang akan dicapai siswa dalam siklus I adalah a. Siswa mengetahui pengertian dongeng, tujuan mempelajari dongeng, dan mengetahui teknik-teknik mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri. b. Siswa berani dan mampu mendongeng dengan baik (kriteria baik dilihat dari kemampuan siswa mendongeng dengan runtut dan lancar, kemampuan dalam mengucapkan lafal dengan jelas dan tepat, kemampuan mnyesuaikan intonasi suara dan memvariasi suara, kemampuan menyesuaikan dongeng dengan media, serta kemampuan siswa mengekspresikan dongeng yang dibawakannya). 3. Peneliti mempersiapkan media, alat serta sumber belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran tersebut. Media yang akan digunakan pada siklus pertama ini adalah gambar seri dalam bentuk besar yang digunakan peneliti untuk memberikan contoh bagaimana mendongeng yang baik dengan menggunakan media gambar. Alat yang diperlukan berupa jagrak panjang yang akan digunakan sebagai tempat meletakkan media gambar seri dalam bentuk besar, sedang sumber belajar yang diperlukan adalah beberapa buku dongeng. 4. Peneliti mempersiapkan alat observasi sebagai alat pengukur kreativitas, keantusiasan dan ketertarikan siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode mendongeng. Secara garis besar rancangan dari penerapan tersebut adalah sebagai berikut: Langkah 1 Secara singkat peneliti menerangkan pada siswa pelajaran yang akan dipelajari hari itu. Secara singkat peneliti memberi tahu tujuan dari pembelajaran tersebut Langkah 2 Guru menjelaskan tenik-teknik membawakan dongeng dengan menggunakan media gambar diam seri. Peneliti yang juga bertindak sebagai guru mulai membawakan dongeng. Peneliti memberikan pertanyaan singkat tentang tokoh-tokoh, tema, latar, dan amanat yang terkandung dalam dongeng tersebut untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang dongeng tersebut. Langkah 3 Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap-tiap kelompok diberi teks cerita yang berbeda-beda. Cerita tersebut disertai dengan ilustrasi gambarnya. Tiap-tiap kelompok mempelajari teks cerita tersebut serta saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk membawakan dongeng. Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara bergantian untuk membawakan dongeng. Evaluasi bersama.
b. Pelaksanaan Siklus 1 dilakasanakan pada tanggal 14, 16, dan 18 Maret 2009. Siklus 1 dibagi menjadi dua tahap pembelajaran yang terbagi menjadi tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama berisi tentang; a) penjelasan secara singkat tentang dongeng, ciri-ciri dongeng, dan jenis-jenis dongeng; b) pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng; c) pemberian contoh membawakan dongeng. Sedang pertemuan kedua dan ketiga berisi kegiatan evaluasi mendongeng secara individu. Siklus 1 Petemuan ke-1 Siklus 1 pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2009. Peneliti membuka pelajaran dengan sebuah permainan singkat untuk merangsang motivasi belajar siswa. Setelah dirasa siswa cukup semangat dalam mengikuti pelajaran, peneliti mulai menjelaskan bahwa materi yang akan dipelajari hari ini tentang mendongeng dengan menggunakan media gambar serta tujuan dari mempelajari materi tersebut. Kegiatan selanjutnya adalah secara singkat peneliti menjelaskan pengertian dari dongeng, jenis-jenis dongeng, serta ciri-ciri dongeng. Penjelasan tersebut diberikan secara singkat karena yang menjadi tujuan utama peneliti bukan hal itu akan tetapi bagaimana siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresinya melalui pembelajaran mendongeng. Setelah menjelaskan tentang dongeng, ciri-ciri, serta jenis-jenis dongeng maka peneliti mulai menjelaskan tentang teknik-teknik membawakan dongeng dengan baik diantaranya peneliti menjelaskan tentang bagaimana cara menempatkan intonasi suara yang sesuai pada sebuah cerita, memvariasi suara tokoh-tokoh cerita, serta mengekspresikan cerita. Peneliti juga menjelaskan bagaimana cara menyesuaikan cerita dengan gambar cerita hal ini karena ragam cerita yang digunakan peneliti adalah ragam cerita dengan menggunakan media gambar, jadi keterpaduan antara cerita yang dibawakan dengan media gambar juga perlu diperhatikan. Setelah dirasa siswa cukup faham peneliti mulai memberi contoh bagaimana cara mendongeng dengan menggunakan media gambar. Siswa kemudian diminta untuk menyimak dongeng peneliti, setelah itu siswa dan peneliti sama-sama menganalisis dongeng yang dibawakan peneliti tersebut. Setelah proses menganalisis selesai kegiatan selanjutnya adalah peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok, kemudian peneliti memberikan sebuah dongeng yang berbeda pada tiap-tiap kelompok beserta ilustrasi gambar)nya. Siswa diminta untuk mempelajari dongeng tersebut karena pertemuan berikutnya secara individu siswa dari tiap-tiap kelompok maju satu per satu untuk membawakan dongeng tersebut di depan kelas. Peneliti memberikan nomor undian pada tiap-tiap kelompok. Nomor tersebut digunakan guru untuk menentukan siapakah siswa yang akan maju untuk membawakan dongeng pada urutan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Siklus 1 Pertemuan ke-2 dan ke-3 Siklus 1 pertemuan ke-2 dan ke-3 dilaksanakan pada tanggal 16 dan 18 Maret 2009. Pada siklus 1 pertemuan ke-2 dan ke-3 peneliti mulai mengevaluasi kemampuan mendongeng siswa. Peneliti memanggil seorang siswa dari tiap-tiap kelompok untuk membawakan dongeng di depan kelas. Sedangkan siswa yang belum mendapat giliran mendongeng belajar mendongeng di luar kelas bersama kelompoknya masing-masing. Agar siswa yang berada diluar kelas tersebut lebih kondusif maka peneliti menentukan ketua kelompok yang bertugas memantau anggotanya. Anggota yang tidak mau belajar serta ramai sendiri akan dicatat dan dilaporkan pada peneliti. Setelah evaluasi mendongeng pada siklus pertama selesai maka peneliti menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada siswa, bukan berupa nilai akan tetapi kemajuan yang dicapai siswa pada pembelajaran siklus pertama.
c. Observasi Secara umum pelaksanaan siklus pertama berjalan sesuai dengan pembelajaran yang telah direncanakan. Meskipun mata pelajaran Bahasa Indonesia terletak pada jam terakhir, siswa terlihat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran karena pada awal pelajaran peneliti memberikan permainan singkat untuk mengembalikan motivasi belajar siswa. Saat peneliti menjelaskan tentang materi yang dipelajari hari itu serta tujuan dari mempelajari materi itu pada awalnya siswa tampak mendengarkan akan tetapi lama kelamaan siswa mulai ramai, pada saat siswa mulai ramai, peneliti memusatkan kembali perhatian siswa dengan menggunakan permainan tersebut. Pada saat pembahasan masuk dalam pengertian dongeng, jenis-jenis dongeng, serta ciri-ciri dongeng sebagian siswa sudah dapat menjawab pertanyan guru, karena pembelajaran mendongeng memang sudah pernah disampaikan sebelumnya yaitu pada aspek mendengar tentang menganalisis unsur-unsur intrinsik dongeng. Siswa terlihat tertarik saat peneliti menjelaskan tentang teknik-tenik mendongeng, terutama saat peneliti memberikan contoh bagaimana cara memvariasi suara tokoh tokoh dalam dongeng. Peneliti : "Anak-anak, suara sapi dengan suara seekor bebek beda tidak?" Siswa : "Berbeda!" Peneliti : "Nah, agar dongeng yang kalian bawakan lebih menarik, usahakan ada perbedaan suara (variasi suara) pada tiap-tiap tokoh dalam dongeng kalian. Misalnya, suara seekor sapi tentunya berbeda dengan suara seekor bebek. Kalau suara seekor sapi usahakan lebih besar (peneliti memberikan contoh kalimat singkat yang disuarakan seekor sapi), sedang suara seekor bebek tentunya lebih kecil dan cemprang (peneliti memberikan contoh kalimat singkat yang disuarakan seekor bebek)."
Mendengar suara peneliti yang tampak lucu menirukan suara bebek maka siswa-siswi kelas V pun tertawa. Sebagaimana teknik penempatan suara, peneliti juga memberikan contoh pada teknik-teknik mendongeng lainnya, misalnya bagaimana cara mengekspresikan orang yang marah dan orang yang sedih, bagaimana cara menggambarkan suasana dalam dongeng, dan lain sebagainya. Setelah dirasa siswa-siswi kelas V cukup faham tentang teknik-teknik mendongeng, maka mulailah peneliti membawakan dongeng. Suasana kelas yang tadinya agak ramai tiba-tiba begitu hening. Nampak siswa-siswi kelas V serius mendengarkan dongeng peneliti. Hal itu peneliti ketahui dari keterangan guru kelas V yang turut serta mengamati jalannya proses pembelajaran. Bahkan beberapa siswa yang duduk di belakang ada yang pindah ke depan untuk mendengarkan dongeng yang dibawakan peneliti. Ketertarikan siswa-siswi kelas V terhadap dongeng yang dibawakan peneliti juga tidak lepas dari media gambar diam seri yang cukup besar yang digunakan peneliti dalam mendongeng. Ketertarikan terhadap gambar itu terlihat saat peneliti membuka lembar demi lembar gambar dongeng tersebut sesuai dengan jalan cerita yang dibawakan peneliti. 98 Salah seorang siswa ada yang berkata, "o...itu lho batunya yang membelah," saat sedang mendengar dongeng peneliti ketika sampai pada cerita sang ibu masuk ke dalam batu besar yang dapat membuka dan menutup kembali. Sedang siswa yang lain berbisik, "wuih, gambare uuasyik koen (wuih gambarnya asyik sekali)!" Keseriusan siswa dalam menyimak dongeng peneliti juga ditunjukkan dengan beberapa pertanyaan yang diajukan siswa setelah peneliti selesai mendongeng. Misalnya, apakah rambut ibu yang terjepit di antara bebatuan itu masih ada sampai sekarang? Bagaimana dengan nasib bapaknya kemudian? dsan lain sebagainya. Setelah selesai membawakan dongeng, untuk mengetahui sejauh mana kefahaman siswa, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan dongeng itu. Pertanyaan tersebut meliputi, daerah dongeng itu berasal, amanat yang terkandung dalam dongeng tersebut, siapa saja tokoh-tokoh dalam dongeng itu, dan lain sebagainya. Pada sesi berikutnya, peneliti membagi siswa menjadi empat kelompok agar lebih cepat dan mudah dalam pembagian kelompok, peneliti menggunakan cara hitung, yaitu siswa-siswa disuruh menghitung angka satu sampai empat kemudian kembali lagi ke angka satu hingga siswa yang
98 Gambar (6), Ketertarikan Siswa terhadap Dongeng yang Dibawakan Peneliti, hlm. 269 terakhir. Siswa yang mengucapkan angka satu berkumpul dengan siswa lain yang juga mengucapkan angka satu yang kemudian menjadi kelompok satu. Sedang siswa yang mengucapkan angka dua juga berkumpul dengan siswa lain yang juga mengucapkan angka dua yang kemudian menjadi kelompok dua, begitu juga dengan kelompok tiga dan kelompok empat. Selama proses pengelompokan suasana kelas menjadi sedikit lebih gaduh meski peneliti sebelumnya sudah memberitahu tempat masing-masing kelompok, hal itu karena terdapat beberapa anak yang lupa tadi dirinya mengucapkan angka berapa sehingga ia bergabung pada kelompok yang sebenarnya bukan kelompoknya. Sementara temannya yang ingat memangil-manggil anak tersebut. 99 Keadaan kelas menjadi lebih tenang ketika semua siswa sudah menemukan kelompoknya sendiri-sendiri. Untuk mengkondisikan kelas yang ramai tersebut, peneliti menggunakan permainan yang dipakai untuk membangkitkan motivasi siswa pada awal pertemuan tadi. Setelah siswa terbagi menjadi empat kelompok, peneliti memberikan waktu dua menit pada tiap-tiap kelompok untuk menunjuk ketua kelompoknya masing-masing. Setelah ditunjuk ketua kelompoknya, maka peneliti mulai menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok pada pertemuan selanjutnya nanti. Peneliti kemudian menunjukkan empat buah cerita, dan tiap-tiap cerita disertai sebuah ilustrasi gambar serinya dalam bentuk kecil. Kemudian masing-masing ketua kelompok disuruh maju untuk mengambil salah satu
99 Gambar (7), Suasana Pembentukan Kelompok Dongeng, hlm. 269 cerita tersebut secara acak. Setelah tiap-tiap kelompok mendapat lembaran cerita dan sebuah ilustrasi gambarnya, peneliti mengurutkan anggota tiap-tiap kelompok. Untuk mengurutkan anggota tiap-tiap kelompok tersebut peneliti telah menyiapkan nomor undian dari nomor satu sampai sepuluh. Karena rata- rata tiap kelompok terdiri dari sembilan sampai sepuluh anggota. Pengurutan itu dimaksudkan untuk mengetahui nomor urut tiap-tiap anggota dalam kelompok. Anggota kelompok yang mendapat urutan nomor pertama akan maju untuk bercerita pertama kali pada pertemuan berikutnya. Pada pertemuan kedua siklus pertama guru mulai mengevaluasi kemampuan berbicara siswa melalui metode mendongeng dengan menggunakan media gambar. Peneliti memanggil satu per satu siswa dari tiap- tiap kelompok sesuai dengan nomor urut yang diberikan peneliti pada pertemuan sebelumnya untuk mendongeng di dalam kelas. 100 Siswa yang belum dipanggil belajar mendongeng bersama kelompoknya di luar kelas. 101
Agar siswa yang berada di luar kelas juga lebih kondusif, guru mempercayakan ketua kelas untuk mengkoordinir anggotanya, anggota yang tidak mau belajar dan ramai sendiri akan dicatat dan dilaporkan pada guru. Pada siklus pertama kemampuan mendongeng siswa masih tidak jauh beda dengan pada saat pre tes. Terlihat sebagian besar siswa masih malu-malu saat membawakan dongeng, bahkan ada yang tidak mau mendongeng sama sekali karena takut. Dari hal itu peneliti mengetahui bahwa keberanian adalah hal utama yang diperlukan oleh seseorang untuk melatih kemampuan berbicara.
100 Gambar (8), Peneliti Mengevaluasi Mendongeng Siswa, hlm. 269 101 Gambar (9), Siswa Belajar Mendongeng dengan Kelompoknya di Luar Kelas, hlm. 270 Penggunaan media gambar ternyata sangat mendukung kelancaran pendongeng dalam menyampaiakan dongeng, hal itu peneliti ketahui saat ada beberapa orang siswa yang sering kali melihat gambar dalam dongeng saat mereka lupa pada dongeng yang sedang dibawakannya. Dengan melihat gambar ternyata membantu mereka mengembangkan imajinasinya dan mengingat jalan cerita dalam dongeng yang mereka lupa. Berikut ini kemampuan berbicara dan berekspresi siswa dengan menerapkan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar pada siklus 1 dilihat dari segi: a. Keruntutan dongeng Sebagian siswa sudah dapat mendongeng dengan runtut sesuai dengan kronologis cerita, misalnya pada dongeng Situ Bagendit, dalam dongeng itu siswa mampu mendongeng dari awal hingga akhir sesuai dengan urutan cerita yaitu mulai dari (1) Situ Bagendit seorang wanita kaya yang pelit; (2) Situ Bagendit enggan membantu rakyat miskin; (3) Situ Bagendit memukul seorang kakek tua yang meminta air di sumurnya; dan (4) Situ Bagendit yang mendapat hukuman dari kakek tua tersebut hingga ia dan seluruh kekayaannya tenggelam dalam sebuah danau.
Begitu juga dengan ketiga dongeng yang lainnya yaitu Gadis Seribu Pesona, Nyi Bungsu Rangrang, dan Lukisan Nelayan yang Jujur. Tapi sebagian besar siswa masih belum dapat menceritakan kronologis cerita dengan runtut, meskipun mereka dapat menceritakan kronologis cerita dari awal hingga akhir akan tetapi banyak bagian yang dikurangi sehingga ceritanya menjadi sangat pendek, kadang kala dongeng yang mereka bawakan tidak sesuai dengan bagian-bagian cerita bahkan sering kali terbalik. Misalnya pada cerita Gadis Seribu Pesona yang seharusnya mempunyai kronologis cerita (1) Lana tidak suka tinggal di kota dan sering uring-uringan, hal itu karena banyak gadis di kota yang cantik-cantik sehingga banyak yang menyaingi kecantikannya; (2) Lana ingin cantik dengan meminjam bagian-bagian tubuh gadis yang cantik di desa (dari si rambut panjang, hidung mancung, dan perut langsing); (3) Lana terpilih menjadi istri putra mahkota raja; (4) Lana diusir dari istana.
menjadi (1) Lana tidak suka tinggal di kota; (2) Lana meminjam bagian tubuh gadis-gadis cantik (diceritakan hanya satu dua saja/tidak diceritakan seluruhnya); (3) Lana berwajah jelek dan diusir dari kerajaan (pada bagian 3, yang seharusnya lana menghadiri pesta kerajaan tidak dicantumkan).
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi keruntutan dongeng dapat dilihat pada table berikut: No Nama Keruntutan NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak runtut 65 - TT 2 Miftahul Huda Tidak runtut 65 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak runtut 68 - TT 4 Devi Nur B Tidak runtut 60 - TT 5 Tonny Dennys Tidak runtut 65 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak runtut 65 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak runtut 65 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak runtut 63 - TT 9 Diah Ayu N. Runtut 80 T - 10 Winda Retnani Runtut 80 T - 11 M. Dimas Putra Tidak runtut 65 - TT 12 Andhi Galih Kurang runtut 70 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak runtut 63 - TT 14 Nadya Amuda Kurang runtut 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Tidak runtut 63 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang runtut 75 T - 17 Rahmad Cahyono Tidak runtut 63 - TT 18 Daisy Amalia Runtut 85 T - 19 Risky N. Fandi Tidak runtut 65 - TT 20 Khusnul Kh Tidak runtut 60 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang runtut 75 T - 22 Rizky Firhan Ali Tidak runtut 60 - TT 23 Diah Lutfiani Runtut 80 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang runtut 78 T - 25 Zaim I Tidak runtut 63 - TT 26 Ilham Yahya Tidak runtut 63 - TT 27 Fakhry Husein Tidak runtut 65 - TT 28 M. Ghufron Kurang runtut 75 T - 29 Fatkul N Runtut 80 T - 30 A. Ch. Yahya Kurang runtut 78 T - 31 S. Dwi Intan Tidak runtut 65 - TT 32 M. Rizky Tidak runtut 65 - TT 33 M. Subhan Tidak runtut 65 - TT 34 Ulum Nabila Runtut 80 T - 35 N. Asy Syafa Runtut 80 T - Nilai 2432 Nilai Rata-Rata 69,5 T 13 TT 22 sangat tidak runtut - tidak runtut 21 kurang runtut 7 runtut 7 sangat runtut - % keruntutan berbicara 37, 1% Tabel (7). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Kelancaran
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi keruntutan adalah sebesar 69,5 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 37,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 13 siswa, sedang 22 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi keruntutan, siswa yang mendapat predikat sangat tidak runtut dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 21 orang siswa mendapat predikat tidak runtut, 7 orang siswa mendapat predikat kurang runtut, dan 7 orang siswa yang sudah mendapat predikat runtut dalam berbicara, sedang siswa yang mendapat predikat sangat runtut dalam berbicara masih belum ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1 seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi keruntutan sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat runtut. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2. b. Kelancaran dongeng Sebagian besar siswa ketika mendongeng kalimatnya masih sering terputus-putus, diulang-ulang, atau berhenti terlalu lama (terjadi jarak yang cukup lama antara kalimat satu dengan kalimat lainnya). Sebagai contoh pada dongeng Nyi Bungsu Rang-Rang pada bagian Dahulu kala, hiduplah seorang gadis cantik namanya Nyi Bungsu Rangrang..(diam terlalu lama). Dia dinamai bungsu karenakarenakarena dia yang paling muda dari tujuh gadis kakak beradik (pengulangan kata).
Banyak juga siswa yang hanya mampu membacakan judul dongeng kemudian menceritakan bagian awalnya saja dan tidak mampu menuntaskan cerita. Hal itu karena kebanyakan siswa menghafal cerita bukan memahami cerita sehingga sering kali mereka lupa dengan kalimat-kalimat cerita itu. Meskipun demikian ada siswa yang sudah mampu bercerita dengan lancer meski terkadang terjadi sedikit pengulangan kata. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi kelancaran mendongeng dapat dilihat pada table berikut: No Nama Kelancaran NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak lancar 62 - TT 2 Miftahul Huda Tidak lancar 65 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak lancar 63 - TT 4 Devi Nur B Tidak lancar 60 - TT 5 Tonny Dennys Tidak lancar 60 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak lancar 63 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak lancar 65 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak lancar 63 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang lancar 75 T - 10 Winda Retnani Kurang lancar 70 - TT 11 M. Dimas Putra Tidak lancar 65 - TT 12 Andhi Galih Tidak lancar 65 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak lancar 63 - TT 14 Nadya Amuda Kurang lancar 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Tidak lancar 63 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang lancar 77 T - 17 Rahmad Cahyono Tidak lancar 65 - TT 18 Daisy Amalia Lancar 85 T - 19 Risky N. Fandi Tidak lancar 65 - TT 20 Khusnul Kh Tidak lancar 60 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang lancar 70 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak lancar 63 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang lancar 75 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang lancar 77 T - 25 Zaim I Tidak lancar 63 - TT 26 Ilham Yahya Tidak lancar 63 - TT 27 Fakhry Husein Tidak lancar 68 - TT 28 M. Ghufron Kurang lancar 78 T - 29 Fatkul N Kurang lancar 75 T - 30 A. Ch. Yahya Kurang lancar 70 - TT 31 S. Dwi Intan Tidak lancar 65 - TT 32 M. Rizky Tidak lancar 63 - TT 33 M. Subhan Tidak lancar 65 - TT 34 Ulum Nabila Kurang lancar 75 T - 35 N. Asy Syafa Kurang lancar 75 T - Nilai 2374 Nilai Rata-Rata 67,8 T 10 TT 25 sangat tidak lancar - tidak lancar 22 kurang lancar 12 lancar 1 sangat lancar - % ketuntasan kelancaran berbicara 28, 6%
Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Keruntutan
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali) 70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi kelancaran adalah sebesar 67,8 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 28,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 10 siswa, sedang 25 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi kelancaran, siswa yang mendapat predikat sangat tidak lancar dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 22 orang siswa mendapat predikat tidak lancar, 12 orang siswa mendapat predikat kurang lancar, dan 1 orang siswa yang sudah mendapat predikat lancar dalam berbicara, sedang siswa yang mendapat predikat sangat lancar dalam berbicara masih belum ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1 seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kelancaran sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat lancar. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2. c. Kejelasan suara (artikulasi suara) Sebagian besar siswa saat membawakan dongeng suaranya masih sangat lirih sehingga tidak terdengar jelas apa yang diucapkannya. Kelirihan suara itu dipengaruhi karena mereka terlihat masih takut saat membawakan cerita di depan kelas, terkadang mereka juga ragu-ragu (canggung). Ada juga diantara siswa yang bercerita terlalu cepat sehingga sering kali salah dalam mengucapkan kata. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari kejelasan suara (artikulasi suara) dapat dilihat pada table berikut: No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak jelas 65 - TT 2 Miftahul Huda Tidak jelas 65 - TT 3 Adam Prasetyo Kurang jelas 70 - TT 4 Devi Nur B Kurang jelas 70 - TT 5 Tonny Dennys Tidak jelas 65 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak jelas 65 - TT 7 Bagus Syarifudin Kurang jelas 70 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak jelas 65 - TT 9 Diah Ayu N. Jelas 80 T - 10 Winda Retnani Jelas 80 T - 11 M. Dimas Putra Tidak jelas 65 - TT 12 Andhi Galih Tidak jelas 65 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak jelas 65 - TT 14 Nadya Amuda Kurang jelas 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Tidak jelas 65 - TT 16 M. Iqbal Ismail Jelas 80 T - 17 Rahmad Cahyono Tidak jelas 65 - TT 18 Daisy Amalia Sangat Jelas 90 T - 19 Risky N. Fandi Tidak jelas 65 - TT 20 Khusnul Kh Tidak jelas 60 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang jelas 75 T - 22 Rizky Firhan Ali Tidak jelas 65 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang jelas 75 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang jelas 75 T - 25 Zaim I Tidak jelas 65 - TT 26 Ilham Yahya Tidak jelas 65 - TT 27 Fakhry Husein Tidak jelas 65 - TT 28 M. Ghufron Kurang jelas 75 T - 29 Fatkul N Kurang jelas 75 T - 30 A. Ch. Yahya Kurang jelas 75 T - 31 S. Dwi Intan Tidak jelas 65 - TT 32 M. Rizky Tidak jelas 65 - TT 33 M. Subhan Tidak jelas 65 - TT 34 Ulum Nabila Jelas 80 T - 35 N. Asy Syafa Jelas 80 T - Nilai 2445 Nilai Rata-Rata 70,1 T 13 TT 22 sangat tidak jelas - tidak jelas 18 kurang jelas 10 jelas 5 sangat jelas 1 % ketuntasan artikulasi suara 37, 1%
Tabel (9). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Kejelasan Pelafalan
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali) Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari kejelasan suara (artikulasi suara) adalah sebesar 70,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar 37,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 13 siswa, sedang 22 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi kejelasan suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak jelas dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 18 orang siswa mendapat predikat tidak jelas, 10 orang siswa mendapat predikat kurang jelas, dan 1 orang siswa yang sudah mendapat predikat jelas dalam berbicara. Sedang siswa yang mendapat predikat sangat jelas dalam berbicara masih belum ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1 seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat jelas. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2. d. Intonasi suara Banyak siswa yang masih belum dapat menyesuaikan intonasi suara dengan baik. Sebagian besar siswa saat mendongeng intonasi suaranya datar- datar saja dari awal hingga akhir dongeng. Meskipun dalam cerita itu mereka mengucapkan kata-kata penting yang perlu diberikan tekanan, misalnya pada cerita Nyi Bungsu Rang-Rang pada bagian Kakak-kakaknya penasaran. Mereka ingin tahu bagaimana adik bungsu mereka memberi makan ikannya. Mereka bersembunyi dan mengintipnya, "Lenungli! Leungli! Kemarilah ini buburmu," (intonasi suara yang seharusnya tinggi diucapkan datar-datar saja) panggil Nyi Bungsu dan ikan mas yang besar itu muncul ke permukaan
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari intonasi suara dapat dilihat pada table berikut: No Nama Intonasi Suara NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak sesuai 60 - TT 2 Miftahul Huda Tidak sesuai 60 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak sesuai 65 - TT 4 Devi Nur B Tidak Sesuai 60 - TT 5 Tonny Dennys Tidak Sesuai 60 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak Sesuai 60 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak sesuai 65 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak Sesuai 60 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang sesuai 70 - TT 10 Winda Retnani Kurang sesuai 70 - TT 11 M. Dimas Putra Tidak sesuai 65 - TT 12 Andhi Galih Tidak sesuai 65 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak Sesuai 60 - TT 14 Nadya Amuda Kurang sesuai 70 - TT 15 Rifky M. Ghufron Tidak sesuai 65 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang sesuai 70 - TT 17 Rahmad Cahyono Tidak sesuai 60 - TT 18 Daisy Amalia Sesuai 80 T - 19 Risky N. Fandi Tidak sesuai 65 - TT 20 Khusnul Kh Tidak sesuai 60 - TT 21 Ahlil Firdaus Tidak sesuai 65 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak sesuai 60 - TT 23 Diah Lutfiani Sesuai 80 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang sesuai 70 - TT 25 Zaim I Tidak sesuai 60 - TT 26 Ilham Yahya Tidak sesuai 60 - TT 27 Fakhry Husein Tidak sesuai 60 - TT 28 M. Ghufron Kurang sesuai 75 T - 29 Fatkul N Kurang sesuai 70 - TT 30 A. Ch. Yahya Kurang sesuai 70 - TT 31 S. Dwi Intan Tidak sesuai 65 - TT 32 M. Rizky Tidak sesuai 60 - TT 33 M. Subhan Tidak sesuai 60 - TT 34 Ulum Nabila Kurang sesuai 70 - TT 35 N. Asy Syafa Kurang sesuai 70 - TT Nilai 2285 Nilai Rata-Rata 65, 3 T 3 TT 32 sangat tidak sesuai - tidak sesuai 23 kurang sesuai 10 sesuai 2 sangat sesuai - % ketuntasan intonasi suara 8, 6% Tabel (10). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Intonasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara) 60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali) 70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali) 80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali) 90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 65,3 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari intonasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak sesuai dalam menempatkan intonasi suara sudah tidak ada (kosong), 23 orang siswa mendapat predikat tidak sesuai, 10 orang siswa mendapat predikat kurang sesuai, dan 2 orang siswa yang sudah mendapat predikat sesuai dalam menempatkan intonasi suara. Sedang siswa yang mendapat predikat sangat sesuai dalam menempatkan intonasi suara masih belum ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1 seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat sesuai. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2. e. Variasi suara Pada siklus pertama dapat dikatakan semua siswa belum dapat memvariasi suara tokoh-tokoh dalam dongeng, misalnya pada dongeng Legenda Situ Bagendit, tidak ada perbedaan antara suara Bagenda Endit dan suara kakek tua. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari intonasi suara dapat dilihat pada table berikut: No Nama Variasi Suara NA T TT 1 Muhlis Susilo Sangat tidak bervariasi 55 - TT 2 Miftahul Huda Tidak bervariasi 60 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak bervariasi 60 - TT 4 Devi Nur B Sangat tidak bervariasi 55 - TT 5 Tonny Dennys Tidak bervariasi 60 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak bervariasi 60 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak bervariasi 60 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak bervariasi 60 - TT 9 Diah Ayu N. Tidak bervariasi 65 - TT 10 Winda Retnani Tidak bervariasi 65 - TT 11 M. Dimas Putra Tidak bervariasi 60 - TT 12 Andhi Galih Tidak bervariasi 60 - TT 13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak bervariasi 55 - TT 14 Nadya Amuda Tidak bervariasi 65 - TT 15 Rifky M. Ghufron Tidak bervariasi 60 - TT 16 M. Iqbal Ismail Tidak bervariasi 65 - TT 17 Rahmad Cahyono Tidak bervariasi 60 - TT 18 Daisy Amalia Kurang bervariasi 75 T - 19 Risky N. Fandi Tidak bervariasi 60 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak bervariasi 55 - TT 21 Ahlil Firdaus Tidak bervariasi 60 - TT 22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak bervariasi 55 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang bervariasi 75 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang bervariasi 70 - TT 25 Zaim I Sangat tidak bervariasi 55 - TT 26 Ilham Yahya Sangat tidak bervariasi 55 - TT 27 Fakhry Husein Sangat tidak bervariasi 55 - TT 28 M. Ghufron Kurang bervariasi 70 - TT 29 Fatkul N Kurang bervariasi 70 - TT 30 A. Ch. Yahya Tidak bervariasi 65 - TT 31 S. Dwi Intan Tidak bervariasi 60 - TT 32 M. Rizky Tidak bervariasi 60 - TT 33 M. Subhan Tidak bervariasi 60 - TT 34 Ulum Nabila Kurang bervariasi 70 - TT 35 N. Asy Syafa Tidak bervariasi 65 - TT Nilai 2160 Nilai Rata-Rata 61,7 T 2 TT 33 sangat tidak bervariasi 8 tidak bervariasi 21 kurang bervariasi 6 bervariasi - sangat bervariasi - % ketuntasan variasi suara 5, 7% Tabel (11). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Variasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara) 60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara) 70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara) 80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi) 90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari variasi suara adalah sebesar 61,7 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 5,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 2 siswa, sedang 33 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari variasi suara, terdapat 8 orang siswa yang mendapat predikat sangat tidak bervariasi dalam menempatkan suara tokoh-tokoh dalam dongeng, 21 orang siswa mendapat predikat tidak bervariasi, dan 6 orang siswa yang mendapat predikat kurang bervariasi. Sedang siswa yang mendapat predikat bervariasi dan sangat bervariasi dalam menempatkan suara tokoh- tokoh dalam dongeng masih belum ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1 seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi variasi suara masih belum ada siswa yang mencapai predikat bervariasi. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2. f. Ekspresi Sebagian besar siswa masih malu, canggung, dan takut untuk mengekspresikan dongeng yang dibawakannya. Dalam membawakan dongeng mereka cenderung diam, sekali-sekali tersenyum dan memikirkan sesuatu bila ada bagian cerita yang tidak diingatnya. Berikut ini adalah gambar ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus 1
Gambar (3) Ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus 1 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ekspresi siswa pada siklus I masih belum maksimal. Siswa masih terlihat canggung dan malu-malu saat membawakan dongeng. Hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa pada siklus 1 dapat dilihat pada table berikut: No Nama Ekspresi Cerita NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak ekspresif 60 - TT 2 Miftahul Huda Tidak ekspresif 65 - TT 3 Adam Prasetyo Tidak ekspresif 65 - TT 4 Devi Nur B Sangat tidak ekspresif 55 - TT 5 Tonny Dennys Tidak ekspresif 60 - TT 6 M. Ridho Akbar Kurang ekspresif 70 - TT 7 Bagus Syarifudin Tidak ekspresif 65 - TT 8 M. Yusuf A. Tidak ekspresif 60 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang ekspresif 75 T - 10 Winda Retnani Kurang ekspresif 75 T - 11 M. Dimas Putra Tidak ekspresif 60 - TT 12 Andhi Galih Tidak ekspresif 60 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak ekspresif 60 - TT 14 Nadya Amuda Kurang ekspresif 70 - TT 15 Rifky M. Ghufron Tidak ekspresif 60 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang ekspresif 75 T - 17 Rahmad Cahyono Tidak ekspresif 60 - TT 18 Daisy Amalia Ekspresif 85 T - 19 Risky N. Fandi Tidak ekspresif 65 - TT 20 Khusnul Kh Sangat tidak ekspresif 55 - TT 21 Ahlil Firdaus Tidak ekspresif 60 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak ekspresif 60 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang ekspresif 75 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang ekspresif 70 - TT 25 Zaim I Tidak ekspresif 60 - TT 26 Ilham Yahya Tidak ekspresif 60 - TT 27 Fakhry Husein Tidak ekspresif 60 - TT 28 M. Ghufron Kurang ekspresif 75 T - 29 Fatkul N Kurang ekspresif 70 - TT 30 A. Ch. Yahya Kurang ekspresif 70 - TT 31 S. Dwi Intan Tidak ekspresif 60 - TT 32 M. Rizky Tidak ekspresif 60 - TT 33 M. Subhan Tidak ekspresif 60 - TT 34 Ulum Nabila Kurang ekspresif 75 T - 35 N. Asy Syafa Kurang ekspresif 75 T - Nilai 2280 Nilai Rata-Rata 65, 1 T 8 TT 27 sangat tidak ekspresif 2 tidak ekspresif 20 kurang ekspresif 12 ekspresif 1 sangat ekspresif - % ketuntasan ekspresi siswa 22, 9% Tabel (12). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 1
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi) 60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi) 70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi) 80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi) 90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa pada siklus 1 adalah sebesar 65,1 sedangkan prosentase ketuntasan ekspresi siswa sebesar 22,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 8 siswa, sedang 27 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari kemampuan berekspresi, terdapat 2 orang siswa yang mendapat predikat sangat tidak ekspresif dalam membawakan dongeng, 20 orang siswa mendapat predikat tidak ekspresif, 12 orang siswa mendapat predikat kurang ekspresif, dan 1 orang siswa yang sudah mendapat predikatekspresif dalam membawakan dongeng. Sedang siswa yang mendapat predikat sangat ekspresif dalam membawakan dongeng masih belum ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1 seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kemampuan berekspresi sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat ekspresif. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2. g. Keterpaduan antara dongeng dan gambar Banyak siswa yang ketika membawakan dongeng masih belum dapat memfungsikan media gambar yang disediakan. Seringkali mereka lupa memfungsikan media gambar itu, terkadang mereka membukanya satu dua lembar saja, dan ada juga yang membukanya tapi tidak sesuai dengan jalan cerita (asal membuka gambar). Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari keterpaduan dongeng dengan gambar dapat dilihat pada table berikut: No Nama Keterpaduan NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak padu 65 - TT 2 Miftahul Huda Kurang padu 70 - TT 3 Adam Prasetyo Kurang padu 70 - TT 4 Devi Nur B Kurang padu 70 - TT 5 Tonny Dennys Tidak padu 65 - TT 6 M. Ridho Akbar Tidak padu 70 - TT 7 Bagus Syarifudin Kurang padu 70 - TT 8 M. Yusuf A. Kurang padu 70 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang padu 70 - TT 10 Winda Retnani Kurang padu 70 - TT 11 M. Dimas Putra Kurang padu 70 - TT 12 Andhi Galih Kurang padu 70 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak padu 65 - TT 14 Nadya Amuda Kurang padu 70 - TT 15 Rifky M. Ghufron Tidak padu 65 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang padu 75 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang padu 70 - TT 18 Daisy Amalia Kurang padu 70 - TT 19 Risky N. Fandi Kurang padu 70 - TT 20 Khusnul Kh Tidak padu 65 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang padu 70 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak padu 65 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang padu 70 - TT 24 Ariza Zulfi P Kurang padu 70 - TT 25 Zaim I Tidak padu 65 - TT 26 Ilham Yahya Tidak padu 65 - TT 27 Fakhry Husein Kurang padu 70 - TT 28 M. Ghufron Kurang padu 75 T - 29 Fatkul N Kurang padu 75 T - 30 A. Ch. Yahya Kurang padu 70 - TT 31 S. Dwi Intan Kurang padu 70 - TT 32 M. Rizky Kurang padu 70 - TT 33 M. Subhan Kurang padu 70 - TT 34 Ulum Nabila Kurang padu 70 - TT 35 N. Asy Syafa Kurang padu 70 - TT Nilai 2425 Nilai Rata-Rata 69, 3 T 3 TT 32 sangat tidak padu - tidak padu 9 kurang padu 26 padu - sangat padu - % keterpaduan dongeng dengan gambar 8, 6%
Tabel (13). Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dan Gambar pada Siklus 1
Keterangan: 50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak mengfungsikan media gambar) 60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi tidak sesuai dengan jalan cerita) 70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar sekedarnya) 80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar) 90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar, seringkali pendongeng menunjuk gambar untuk memperjelas cerita)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 1 adalah sebesar 69,3 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan dongeng dengan gambar sebesar 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari keterpaduan dongeng dengan gambar, siswa yang mendapat predikat sangat tidak padu adalah 0 (tidak ada), 9 orang siswa mendapat predikat tidak padu, dan 26 orang siswa yang mendapat predikat kurang padu. Sedang siswa yang mendapat predikat padu dan sangat padu masih belum ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1 seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi keterpaduan antara dongeng dengan gambar belum terdapat siswa yang mencapai predikat bervariasi. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2. d. Refleksi Penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi pada siklus 1 berjalan sesuai dengan rencana. Dari kegiatan pembelajaran pada siklus 1 dapat disimpulkan bahwa: 1. Siswa terlihat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran meski jam pelajaran Bahasa Indonesia terletak pada jam terakhir, hal itu karena pada awal kegiatan pembelajaran guru memberikan permainan singkat yang ditujukan untuk mengembalikan semangat belajar siswa dan mengkondisikan kelas agar kembali tenang apabila suasana kelas sudah mulai ramai tanpa guru harus berteriak-teriak terlebih dahulu. Hal itu menunjukkan bahwa permainan singkat sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan pembelajaran agar tugas guru dalam mengkondisikan kelas lebih mudah dan untuk menumbuhkan kembali semangat siswa dalam mengikuti pelajaran. 2. Guru harus lebih kreatif dalam menyampaikan ulasan singkat tentang dongeng agar siswa lebih tertarik/semangat dalam mengikuti pelajaran. 3. Ketertarikan siswa terhadap materi yang disampaikan guru terlihat saat guru menyampaiakan teknik-teknik mendongeng terutama pada saat memberi contoh tentang variasi suara, hal itu akan lebih baik lagi apabila bukan guru sendiri yang memberi contoh variasi suara akan tetapi guru juga mengajak siswa untuk memberikan contoh variasi suara, misalnya dengan meminta seorang siswa untuk memperagakan suara bebek dan suara sapi. Sedang siswa lain disuruh menanggapi. Karena pembelajaran itu akan lebih hidup apabila melibatkan siswa secara langsung. 4. Siswa terlihat tertarik dengan dongeng yang dibawakan peneliti, ketertarikan siswa tersebut terlihat dari suasana kelas yang tadinya ramai tiba-tiba menjadi hening. Selain itu penggunaan media gambar saat membawakan dongeng juga turut mendukung tumbuhnya ketertarikan siswa dalam mendengarkan dongeng guru, hal itu terlihat dari beberapa komentar singkat siswa yang terdengar saat guru membuka lembar demi lembar gambar yang mengiringi dongeng tersebut. 5. Pada saat evaluasi mendongeng siklus 1 siswa masih terlihat takut dan malu-malu dalam membawakan dongeng, sehingga kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 (setelah diadakan tindakan) tidak jauh beda dengan kemampuan siswa pada saat pre tes (sebelum tindakan). Dari hal ini peneliti mengetahui bahwa keberanian adalah modal utama siswa untuk meningkatkan kemampuan berbicaranya sehingga yang menjadi orentasi pertama siswa dalam siklus selanjutnya adalah menumbuhkan keberanian siswa disamping juga penguasan teknik berbicara yang lainnya. 6. Ketika membawakan dongeng siswa masih terlihat menghafal dongeng bukan memahami dongeng sehingga seringkali siswa terlihat kaku, tidak bebas, dan seringkali kesulitan dalam membawakan dongeng karena lupa dengan kalimat-kalimat dalam dongeng tersebut. 7. Siswa masih terlihat malu-malu dan kebingungan saat guru meminta untuk mengekspresikan adegan dalam dongeng. 8. Dari beberapa kriteria penilaian untuk menentukan keberhasilan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa, teknik memvariasi suara adalah teknik yang paling tidak dikuasai siswa.
2. Siklus 2 a. Perencanaan Pelaksanaan tindakan serta hasil yang dicapai dalam siklus 1 menjadi acuan bagi pelaksanaan siklus 2. Setelah dilakukan refleksi, tindakan yang perlu ditingkatkan pada siklus selanjutnya adalah meningkatkan motivasi keberanian siswa dalam berbicara serta pematangan teknik-teknik mendongeng dan berekspresi. Dalam siklus 2 ini peneliti juga akan mengajarkan siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng. Sehingga siswa bisa menceritakan ulang dongeng yang dibawakannya dengan bahasanya sendiri bukan hafalan. Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti pada siklus 2 adalah: 1. Membuat RPP (Rencana Pelaksana Pembelajaran) 2. Menentukan target yang akan dicapai. Adapaun target yang akan dicapai dalam siklus II adalah meningkatkan motivasi keberanian siswa dalam berbicara, pematangan teknik-teknik mendongeng dan berekspresi, melatih siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng serta menceritakan ulang dongeng tersebut dengan bahasanya sendiri bukan hafalan. 3. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran tersebut. Media tersebut berupa gambar diam seri dari dongeng siswa dalam bentuk besar, serta gambar diam seri dalam bentuk kecil. Sedang sumber belajar yang diperlukan adalah beberapa dongeng yang diambil dari buku dongeng. 4. Peneliti mempersiapkan alat observasi sebagai alat pengukur kreativitas, keantusiasan, ketertarikan, serta tingkat keberhasilan yang dicapai siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode mendongeng. Langkah 1 Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa. Tiap-tiap kelompok saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Guru memantau diskusi tiap-tiap kelompok serta memberi contoh pada siswa bagaimana cara menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan mengekspresikan cerita mereka. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk membawakan dongeng. Langkah 2 Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara bergantian untuk membawakan dongeng. Langkah 3 Evaluasi bersama.
b. Pelaksanaan Siklus 2 ini dilakasanakan pada tanggal 19, 21, dan 23 Maret 2009. Siklus 2 ini dibagi menjadi dua tahap pembelajaran yang terbagi menjadi tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama berisi tentang penumbuhan motivasi berbicara siswa dan pemantapan teknik-teknik mendongeng, sedang pertemuan kedua dan ketiga berisi kegiatan evaluasi mendongeng secara individu.
Siklus 2 pertemuan ke-1 Pertemuan pertama siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2009. Pada pertemuan pertama, setelah peneliti membuka pelajaran, peneliti memberikan sebuah tebak-tebakan singkat. Permainan dan tebak-tebakan singkat seringkali diberikan peneliti untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Setelah dirasa semangat siswa sudah kembali maka secara singkat peneliti mulai menjelaskan langkah-langkah pembelajaran hari itu. Peneliti juga mengulas kembali tentang teknik-teknik membawakan dongeng yang baik terutama dari segi intonasi suara, variasi suara, dan ekspresi. Peneliti menekankan bahwa dongeng yang mereka baca supaya dipahami bukan dihafalkan, dan ketika membawakan dongeng akan lebih baik jika mereka menggunakan bahasa sendiri bukan hafalan. Kegiatan selanjutnya adalah peneliti mempersilahkan siswa untuk berkumpul dengan kelompoknya kemudian memilih tempat yang mereka suka untuk belajar membawakan dongeng bersama temannya. Peneliti memantau aktivitas masing-masing kelompok tersebut secara bergantian. Disamping memantau peneliti juga melatih siswa untuk memahami dongeng tersebut bukan menghafalkan, dan menyampaikan dongeng tersebut dengan bahasa mereka sendiri. Peneliti juga seringkali mengajak siswa untuk belajar menyesuaikan intonasi suara dalam dongeng mereka, memvariasi suara tokoh- tokohnya, dan mengekspresikan dongengnya.
Siklus 2 pertemuan ke-2 dan ke-3 Siklus 2 pertemuan ke-2 dan ke-3 dilaksanakan pada tanggal 21 dan 23 Maret 2009. Kegiatan pembelajaran pada siklus 2 pertemuan ke-2 dan ke-3 ini adalah mengevaluasi kemampuan mendongeng siswa. Pada awal kegiatan pembelajaran, setelah mengucapkan salam, secara singkat peneliti memberitahukan kegiatan pembelajaran hari itu. Kegiatan pembelajaran hari itu adalah evaluasi pada siklus 2. Langkah-langkah evaluasi pada siklus 2 sebagaimana evaluasi pada siklus 1 yaitu peneiti memanggil seorang siswa dari tiap-tiap kelompok untuk membawakan dongeng di depan kelas. Sedangkan siswa yang belum mendapat giliran mendongeng belajar mendongeng di luar kelas bersama kelompoknya masing-masing. Agar siswa yang berada diluar kelas tersebut lebih kondusif maka guru meminta ketua kelompok untuk memantau anggotanya. Anggota yang tidak mau belajar serta ramai sendiri akan dicatat dan dilaporkan pada peneliti. Seringkali disela-sela siswa membawakan dongeng, peneliti mengatakan, "coba diekspresikan". Atau bertanya, "bagaimana ekspresinya?" hal itu dilakukan peneliti untuk merangsang ekspresi siswa. Setelah evaluasi mendongeng pada siklus pertama selesai maka peneliti menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada siswa, bukan berupa nilai akan tetapi kemajuan yang dicapai siswa pada pembelajaran siklus kedua.
c. Observasi Pada awal kegiatan pembelajaran, setelah guru mengucapkan salam guru memberikan sebuah tebak-tebakan singkat. Tebak-tebakan singkat itu diberikan peneliti untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Mendengar tebakan yang diberikan peneliti, terlihat siswa sangat antusias dalam menjawab tebakan itu. Jawaban siswa bermacam-macam dan seringkali terdengar jawaban yang lucu hingga membuat siswa-siswa yang lain tertawa. Setelah dirasa siswa cukup semangat dalam mengikuti pelajaran, peneliti mulai menjelaskan kegiatan pembelajaran hari itu. Kembali peneliti menjelaskan secara singkat bagaimana cara menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan mengekspresikan dongeng yang dibawakannya. Peneliti: "Anak-anak, kemarin ibu melihat ada beberapa orang dari teman kalian yang ketika mendongeng datar-datar saja. Sama sekali ibu tidak menjumpai adanya intonasi suara, variasi suara, dan ekspresi ketika membawakan dongeng. Sekarang ibu bertanya, pada dongeng Legenda Situ Bagendit terdapat kalimat, 'Amboi...banyak sekali kekayaanku!' kalimat itu menunjukkan Situ Bagendit mengagumi kekayaannya sendiri. Nah menurut kalian bagaimana cara yang tepat mengucapkan kalimat itu?" Siswa1: (Secara spontan siswa menjawab dengan intonasi suara yang ditinggikan) "Amboii..banyak sekali kekayaanku!" Peneliti: "Bagus, nah seperti itu yang ibu mau. Anak-anak, kalimat itu akan lebih bagus bila ditambah dengan sebuah ekspresi yang sesuai. Sekarang siapa yang berani mengekspresikan kalimat singkat tersebut?" Siswa : (Diam) Peneliti: "Yang berani akan saya beri sesuatu!" Siswa2: "Apa Bu?" Peneliti: " Rahasia, pokoknya ada." Siswa2: "Saya Bu!" Peneliti: "Ya, silahkan!" Siswa2:"Amboii...banyak sekali kekayaanku!" (Siswa berusaha mengekspresikan kalimat tersebut meski belum begitu sempurna, siswa lain yang melihatnya tertawa) Peneliti: (Ikut tertawa melihat ekspresi siswa yang masih terlihat agak canggung, tapi kemudian memberikan pujian) "Bagus, siapa lagi yang berani?"
Kemudian terdapat beberapa orang siswa yang juga mencoba untuk mengekspresikan kalimat tersebut. Peneliti memberikan tanggapan singkat pada ekspresi siswa tersebut, dan memberi mereka hadiah sebuah permen bagi yang sudah berani mengekspresikan kalimat tersebut. Peneliti: "Nah, seperti itulah yang ibu harapkan. Begitu juga pada kalimat- kalimat lain di cerita kalian. Kalu dalam kalimat itu menunjukkan rasa marah, beri ekspresi orang yang sedang marah. Kalau dalam kalimat itu menunjukkan ekspresi orang sedih, tunjukkan ekspresi orang yang sedang sedih. Sampai di sini, ada pertanyaan?" Siswa : (Diam)
Karena tidak ada yang bertanya, maka peneliti menganggap siswa-siswa sudah mengerti apa yang disampaiakan peneliti. Kegiatan selanjutnya adalah peneliti mempersilahkan siswa untuk berkumpul bersama kelompoknya kemudian dipersilahkan untuk memilih tempat belajar yang mereka suka. Siswa terlihat antusias ketika disuruh berkumpul bersama kelompoknya dan memilih tempat belajar yang mereka suka. Setelah masing-masing kelompok menentukan tempat yang mereka suka, maka peneliti mulai mendatangi kelompok-kelompok tersebut satu per satu untuk memantau belajar siswa. 102
Misalnya pada kelompok dongeng Nyi Bungsu Rang-Rang peneliti mengatakan Peneliti: "Anak-anak, sekarang kalian lihat pada paragraf kedua pada kalimat 'Tuan! Tuan! Belilah ikan segar hamba! Ikan ini besar-besar dan berdaging! Mari! Mari!' seru Rangga sambil sesekali tersenyum. Nah siapa yang bisa mengekspresikannya?
102 Gambar (10), Peneliti Memantau Belajar Tiap-tiap Kelompok Dongeng, hlm. 270 Fatkul: "Tuan, tuan! Mari, mari! Belilah ikan ini!" (kata Fatkul seolah-olah memegang ikatan ikan ditangan) Peneliti: "Bagus, siapa lagi yang bisa?"
Peneliti kemudian menyuruh siswa untuk menutup kertas mereka dan menyuruh beberapa orang siswa yang pada siklus pertama masih terlihat kurang kemampuan mendongengnya untuk menceritakan ulang dongeng tersebut. Hal itu dimaksudkan peneliti untuk melatih siswa membawakan dongeng dengan bahasanya sendiri bukan dengan hafalan. Peneliti juga memantau kelompok dongeng yang lain sebagaimana yang dilakukan pada kelompok dongeng Lukisan Nelayan yang Jujur. Pada akhir pertemuan ke-1 siklus 2, peneliti kembali menekankan agar dongeng tersebut tidak dihafal melainkan cukup difahami. Peneliti juga berpesan agar siswa menceritakan dongeng dengan bahasa mereka sendiri bukan hasil dari hafalan, hal itu dimaksudkan agar mereka tidak kesulitan dalam membawakan dongeng. Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V pada siklus 2 bila dilihat dari segi: a. Keruntutan dongeng Keruntutan mendongeng siswa pada siklus 2 sudah jauh lebih baik bila dibandingkan dengan pre tes dan siklus 1. Pada siklus 2 sebagian besar siswa sudah dapat mendongeng dengan runtut sesuai dengan kronologis cerita. Peneliti sudah tidak menemukan lagi siswa yang ketika mendongeng kronologisnya terbalik sebagaimana yang terjadi pada siklus 1 meskipun dari segi kelengkapan cerita sebagian besar siswa terlihat masih kurang karena ada beberapa bagian dari cerita yang terkadang tidak diceritakan. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari segi keruntutan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Keruntutan NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang runtut 73 - TT 2 Miftahul Huda Kurang runtut 75 T - 3 Adam Prasetyo Kurang runtut 78 T - 4 Devi Nur B Kurang runtut 70 - TT 5 Tonny Dennys Kurang runtut 75 T - 6 M. Ridho Akbar Kurang runtut 75 T - 7 Bagus Syarifudin Kurang runtut 75 T - 8 M. Yusuf A. Kurang runtut 73 - TT 9 Diah Ayu N. Runtut 87 T - 10 Winda Retnani Runtut 85 T - 11 M. Dimas Putra Kurang runtut 75 T - 12 Andhi Galih Runtut 80 T - 13 M. Rochim Dwi J Kurang runtut 75 T - 14 Nadya Amuda Runtut 85 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang runtut 73 - TT 16 M. Iqbal Ismail Runtut 87 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang runtut 73 - TT 18 Daisy Amalia Sangat runtut 90 T - 19 Risky N. Fandi Kurang runtut 75 T - 20 Khusnul Kh Kurang runtut 70 T - 21 Ahlil Firdaus Runtut 85 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang runtut 70 - TT 23 Diah Lutfiani Sangat runtut 90 T - 24 Ariza Zulfi P Runtut 87 T - 25 Zaim I Kurang runtut 73 - TT 26 Ilham Yahya Kurang runtut 75 T - 27 Fakhry Husein Kurang runtut 73 - TT 28 M. Ghufron Runtut 82 T - 29 Fatkul N Runtut 85 T - 30 A. Ch. Yahya Runtut 85 T - 31 S. Dwi Intan Kurang runtut 78 T - 32 M. Rizky Kurang runtut 75 T - 33 M. Subhan Kurang runtut 75 T - 34 Ulum Nabila Runtut 88 T - 35 N. Asy Syafa Runtut 87 T - Nilai 2757 Nilai Rata-Rata 78, 8 T 27 TT 8 sangat tidak runtut - tidak runtut - kurang runtut 21 runtut 12 sangat runtut 2 % ketuntasan keruntutan berbicara 77, 1%
Tabel (14). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Keruntutan
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari segi keruntutan adalah sebesar 78,8 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 77,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 27 siswa, sedang 8 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi keruntutan, siswa yang mendapat predikat sangat tidak runtut dan tidak runtut dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 21 orang siswa mendapat predikat kurang runtut, 12 orang siswa mendapat predikat runtut, dan 2 orang siswa yang mendapat predikat sangat runtut. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2 seacara klasikal masih belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual terdapat beberapa orang siswa yang masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi keruntutan sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat runtut. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3. b. Kelancaran dongeng Pada siklus 2 kelancaran mendongeng siswa sudah terlihat lebih baik bila dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Pada siklus 2 sudah tidak ditemukan lagi siswa yang hanya diam ketika disuruh mendongeng sebagaimana yang terjadi pada siklus 1. Mereka berusaha mendongeng meskipun seringkali terputus-putus dan terjadi pengulangan kata. Frekuensi siswa yang pada saat mendongeng sering terputus-putus dan sering terjadi banyak pengulangan kata pun juga lebih sedikit bila dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari segi kelancaran mendongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Kelancaran NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang lancar 75 T - 2 Miftahul Huda Kurang lancar 75 T - 3 Adam Prasetyo Kurang lancar 77 T - 4 Devi Nur B Kurang lancar 75 T - 5 Tonny Dennys Kurang lancar 73 - TT 6 M. Ridho Akbar Kurang lancar 75 T - 7 Bagus Syarifudin Kurang lancar 73 - TT 8 M. Yusuf A. Kurang lancar 76 T - 9 Diah Ayu N. Lancar 85 T - 10 Winda Retnani Kurang lancar 78 T - 11 M. Dimas Putra Kurang lancar 77 T - 12 Andhi Galih Kurang lancar 75 T - 13 M. Rochim Dwi J Kurang lancar 73 - TT 14 Nadya Amuda Lancar 85 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang lancar 75 T - 16 M. Iqbal Ismail Lancar 85 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang lancar 73 - TT 18 Daisy Amalia Sangat lancar 90 T - 19 Risky N. Fandi Kurang lancar 77 T - 20 Khusnul Kh Kurang lancar 70 - TT 21 Ahlil Firdaus Lancar 85 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang lancar 73 - TT 23 Diah Lutfiani Lancar 85 T - 24 Ariza Zulfi P Lancar 85 T - 25 Zaim I Kurang lancar 73 - TT 26 Ilham Yahya Kurang lancar 73 - TT 27 Fakhry Husein Kurang lancar 75 T - 28 M. Ghufron Lancar 80 T - 29 Fatkul N Lancar 85 T - 30 A. Ch. Yahya Lancar 80 T - 31 S. Dwi Intan Kurang lancar 75 T - 32 M. Rizky Kurang lancar 73 - TT 33 M. Subhan Kurang lancar 73 - TT 34 Ulum Nabila Lancar 83 T - 35 N. Asy Syafa Lancar 85 T - Nilai 2725 Nilai Rata-Rata 77, 9 T 25 TT 10 sangat tidak lancar - tidak lancar - kurang lancar 23 lancar 11 sangat lancar 1 % ketuntasan kelancaran berbicara 71, 4%
Tabel (15). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Kelancaran
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali) 70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari segi kelancaran adalah sebesar 77,9 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 71,4%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 25 siswa, sedang 10 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi kelancaran, siswa yang mendapat predikat sangat tidak lancar dan tidak lancar dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 23 orang siswa mendapat predikat kurang lancar, 11 orang siswa mendapat predikat lancar, dan 1 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat lancar dalam berbicara. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2 seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual terdapat beberapa siswa yang masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kelancaran terdapat sebagian siswa yang masih belum mencapai predikat lancar. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3. c. Kejelasan suara (artikulasi suara) Pada siklus 2 kejelasan suara siswa dalam membawakan dongeng sudah lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Sebagian siswa sudah mulai berani membawakan dongeng dengan suara yang keras meskipun terkadang masih terlalu cepat ketika membawakan dongeng. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari segi kejelasan suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang jelas 75 T - 2 Miftahul Huda Kurang jelas 75 T - 3 Adam Prasetyo Kurang jelas 75 T - 4 Devi Nur B Jelas 80 T - 5 Tonny Dennys Kurang jelas 70 - TT 6 M. Ridho Akbar Kurang jelas 75 T - 7 Bagus Syarifudin Jelas 80 T - 8 M. Yusuf A. Kurang jelas 75 T - 9 Diah Ayu N. Jelas 85 T - 10 Winda Retnani Jelas 85 T - 11 M. Dimas Putra Kurang jelas 75 T - 12 Andhi Galih Kurang jelas 75 T - 13 M. Rochim Dwi J Jelas 75 T - 14 Nadya Amuda Jelas 80 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang jelas 70 - TT 16 M. Iqbal Ismail Jelas 85 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang jelas 75 T - 18 Daisy Amalia Sangat Jelas 95 T - 19 Risky N. Fandi Kurang jelas 78 T - 20 Khusnul Kh Kurang jelas 70 - TT 21 Ahlil Firdaus Jelas 80 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang jelas 70 - TT 23 Diah Lutfiani Jelas 85 T - 24 Ariza Zulfi P Jelas 80 T - 25 Zaim I Kurang jelas 70 - TT 26 Ilham Yahya Kurang jelas 75 T - 27 Fakhry Husein Kurang jelas 75 T - 28 M. Ghufron Jelas 80 T - 29 Fatkul N Jelas 85 T - 30 A. Ch. Yahya Jelas 85 T - 31 S. Dwi Intan Kurang jelas 75 T - 32 M. Rizky Kurang jelas 75 T - 33 M. Subhan Kurang jelas 70 - TT 34 Ulum Nabila Jelas 87 T - 35 N. Asy Syafa Jelas 85 T - Nilai 2725 Nilai Rata-Rata 77, 9 T 29 TT 6 sangat tidak jelas - tidak jelas - kurang jelas 19 jelas 15 sangat jelas 1 % ketuntasan artikulasi suara 82, 9%
Tabel (16). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Kejelasan Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali) Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari kejelasan suara (artikulasi suara) adalah sebesar 77,9 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar 82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 29 siswa, sedang 6 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari segi kejelasan suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak jelas dan tidak jelas dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 19 orang siswa mendapat predikat kurang jelas, 15 orang siswa mendapat predikat jelas, dan 1 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat jelas dalam berbicara. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2 seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual masih terdapat beberapa orang siswa yang masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat jelas. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3. d. Intonasi suara Kemampuan siswa dalam meyesuiakan intonasi sura pada siklus 2 sudah terlihat lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Pada siklus 2 siswa sudah mulai bisa menyesuaikan intonasi suara pada kalimat- kalimat tertentu yang sangat terlihat membutuhkan tekanan suara. Misalnya pada dongeng Legenda Situ Bagendit pada kalimat "Amboi, kekayanku banyak sekali! Hihihi, akulah orang yang terkaya di desa ini!" (intonasi suara tinggi) kata wanita muda itu seraya memandangi emas dan permata miliknya.
Dan pada kalimat "Hai, Bagenda Endit terimalah hukuman dariku!" kata kakek itu dengan lantang.
Demikian juga pada dongeng Lukisan Nelayan yang Jujur pada kalimat "Tuan! Tuan! Belilah ikan segar hamba! Ikan ini besar-besar dan berdaging! Mari! Mari!" (Intonasi suara agak tinggi seperti orang menawarkan barang) seru Rangga sambil sesekali tersenyum.
Dan pada dongeng Nyi Bungsu Rang-Rang pada kalimat Ikan itu akan muncul ke permukaan bila dia memanggil, "LeungliLeungli(intonasi suara seperti orang memanggil-manggil)"
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari intonasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Intonasi Suara NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang sesuai 70 - TT 2 Miftahul Huda Kurang sesuai 70 - TT 3 Adam Prasetyo Kurang sesuai 75 T - 4 Devi Nur B Kurang sesuai 70 - TT 5 Tonny Dennys Kurang sesuai 70 - TT 6 M. Ridho Akbar Kurang sesuai 70 - TT 7 Bagus Syarifudin Kurang sesuai 75 T - 8 M. Yusuf A. Kurang sesuai 70 - TT 9 Diah Ayu N. Sesuai 80 T - 10 Winda Retnani Sesuai 85 T - 11 M. Dimas Putra Kurang sesuai 75 T - 12 Andhi Galih Kurang sesuai 75 T - 13 M. Rochim Dwi J Kurang sesuai 70 - TT 14 Nadya Amuda Kurang sesuai 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang sesuai 75 T - 16 M. Iqbal Ismail Kurang sesuai 78 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang sesuai 70 - TT 18 Daisy Amalia Sangat sesuai 90 T - 19 Risky N. Fandi Kurang sesuai 75 T - 20 Khusnul Kh Kurang sesuai 70 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang sesuai 75 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang sesuai 65 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang sesuai 85 T - 24 Ariza Zulfi P Sesuai 80 T - 25 Zaim I Kurang sesuai 70 - TT 26 Ilham Yahya Kurang sesuai 70 - TT 27 Fakhry Husein Kurang sesuai 70 - TT 28 M. Ghufron Sesuai 80 T - 29 Fatkul N Sesuai 80 T - 30 A. Ch. Yahya Sesuai 80 T - 31 S. Dwi Intan Kurang sesuai 75 T - 32 M. Rizky Kurang sesuai 70 - TT 33 M. Subhan Kurang sesuai 70 - TT 34 Ulum Nabila Sesuai 80 T - 35 N. Asy Syafa Sesuai 80 T - Nilai 2628 Nilai Rata-Rata 75 T 20 TT 15 sangat tidak sesuai - tidak sesuai - kurang sesuai 26 sesuai 8 sangat sesuai 1 % ketuntasan intonasi suara 57, 1% Tabel (17). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Intonasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara ) 60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali) 70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali) 80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali) 90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 75 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 57,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 20 siswa, sedang 15 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari intonasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak sesuai dan tidak sesuai dalam menempatkan intonasi suara sudah tidak ada (kosong), 26 siswa mendapat predikat kurang sesuai, 8 orang siswa mendapat predikat sesuai, dan 1 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat sesuai dalam menempatkan intonasi suara. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2 seacara klasikal masih belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat sesuai. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3. e. Variasi suara Pada siklus 2 terdapat beberapa siswa yang sudah mulai bisa memvariasi suara meski hanya satu atau dua tokoh saja. Misalnya pada dongeng Legenda Situ Bagendit, siswa sudah bisa memvariasi antara tokoh Bagenda Endit dengan suara kakek tua. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari variasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Variasi Suara NA T TT 1 Muhlis Susilo Tidak bervariasi 65 - TT 2 Miftahul Huda Kurang bervariasi 70 - TT 3 Adam Prasetyo Kurang bervariasi 70 - TT 4 Devi Nur B Tidak bervariasi 65 - TT 5 Tonny Dennys Kurang bervariasi 70 - TT 6 M. Ridho Akbar Kurang bervariasi 75 T - 7 Bagus Syarifudin Kurang bervariasi 75 T - 8 M. Yusuf A. Kurang bervariasi 70 - TT 9 Diah Ayu N. Kurang bervariasi 77 T - 10 Winda Retnani Kurang bervariasi 75 T - 11 M. Dimas Putra Kurang bervariasi 70 - TT 12 Andhi Galih Kurang bervariasi 70 - TT 13 M. Rochim Dwi J Tidak bervariasi 60 - TT 14 Nadya Amuda Kurang bervariasi 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang bervariasi 70 - TT 16 M. Iqbal Ismail Kurang bervariasi 75 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang bervariasi 70 - TT 18 Daisy Amalia Bervariasi 85 T - 19 Risky N. Fandi Kurang bervariasi 70 - TT 20 Khusnul Kh Tidak bervariasi 60 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang bervariasi 70 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak bervariasi 60 - TT 23 Diah Lutfiani Kurang bervariasi 80 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang bervariasi 78 T - 25 Zaim I Tidak bervariasi 65 - TT 26 Ilham Yahya Tidak bervariasi 65 - TT 27 Fakhry Husein Tidak bervariasi 65 - TT 28 M. Ghufron Kurang bervariasi 78 T - 29 Fatkul N Kurang bervariasi 75 T - 30 A. Ch. Yahya Kurang bervariasi 75 T - 31 S. Dwi Intan Kurang bervariasi 70 - TT 32 M. Rizky Kurang bervariasi 70 - TT 33 M. Subhan Kurang bervariasi 70 - TT 34 Ulum Nabila Kurang bervariasi 75 T - 35 N. Asy Syafa Kurang bervariasi 75 T - Nilai 2488 Nilai Rata-Rata 71 T 14 TT 21 sangat tidak bervariasi - tidak bervariasi 8 kurang bervariasi 26 bervariasi 1 sangat bervariasi - % variasi suara 40% Tabel (18). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Variasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara) 60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara) 70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara) 80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi) 90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari variasi suara adalah sebesar 71 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 40%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 14 siswa, sedang 21 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari variasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak bervariasi sudah tidak ada, 8 orang siswa mendapat predikat tidak bervariasi, 26 orang siswa mendapat predikat kurang bervariasi, dan 1 orang siswa yang sudah mendapat predikat sangat bervariasi dalam menempatkan suara tokoh- tokoh dalam dongeng. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2 seacara klasikal masih belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi variasi suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat bervariasi. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3. f. Ekspresi Pada siklus dua kemampuan ekspresi siswa sudah terlihat lebih baik bila dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Pada siklus 2 sebagian siswa sudah mulai berani untuk berekspresi meski ekspresi itu terkadang kurang tepat dan masih agak terlihat malu-malu. Berikut ini adalah gambar ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus II:
Gambar (4) Ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus II
Pada siklus II terlihat kemampuan berekspresi siswa yang semakin meningkat. Dari gambar tersebut terlihat siswa lebih berani dalam mengekspresikan dongeng yang dibawakannya. Hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Ekspresi Cerita NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang ekspresif 70 - TT 2 Miftahul Huda Kurang ekspresif 75 T - 3 Adam Prasetyo Kurang ekspresif 75 T - 4 Devi Nur B Tidak ekspresif 65 - TT 5 Tonny Dennys Kurang ekspresif 70 - TT 6 M. Ridho Akbar Kurang ekspresif 78 T - 7 Bagus Syarifudin Kurang ekspresif 75 T - 8 M. Yusuf A. Kurang ekspresif 70 - TT 9 Diah Ayu N. Ekspresif 80 T - 10 Winda Retnani Ekspresif 80 T - 11 M. Dimas Putra Kurang ekspresif 70 - TT 12 Andhi Galih Kurang ekspresif 70 - TT 13 M. Rochim Dwi J Kurang ekspresif 70 - TT 14 Nadya Amuda Kurang ekspresif 78 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang ekspresif 70 - TT 16 M. Iqbal Ismail Ekspresif 80 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang ekspresif 70 - TT 18 Daisy Amalia Sangat ekspresif 90 T - 19 Risky N. Fandi Tidak ekspresif 70 - TT 20 Khusnul Kh Tidak ekspresif 65 - TT 21 Ahlil Firdaus Kurang ekspresif 70 - TT 22 Rizky Firhan Ali Tidak ekspresif 65 - TT 23 Diah Lutfiani Ekspresif 85 T - 24 Ariza Zulfi P Ekspresif 80 T - 25 Zaim I Kurang ekspresif 70 - TT 26 Ilham Yahya Kurang ekspresif 70 - TT 27 Fakhry Husein Kurang ekspresif 70 - TT 28 M. Ghufron Ekspresif 80 T - 29 Fatkul N Kurang ekspresif 75 T - 30 A. Ch. Yahya Ekspresif 80 T - 31 S. Dwi Intan Kurang ekspresif 70 - TT 32 M. Rizky Kurang ekspresif 70 - TT 33 M. Subhan Kurang ekspresif 70 - TT 34 Ulum Nabila Ekspresif 80 T - 35 N. Asy Syafa Ekspresif 85 T - Nilai 2591 Nilai Rata-Rata 74 T 16 TT 19 sangat tidak ekspresif - tidak ekspresif 4 kurang ekspresif 21 ekspresif 9 sangat ekspresif 1 % ekspresif cerita 45, 7% Tabel (19). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 2
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi) 60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi) 70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi) 80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi) 90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa pada siklus 2 adalah sebesar 74 sedangkan prosentase ketuntasan ekspresi siswa sebesar 45,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 16 siswa, sedang 19 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari kemampuan berekspresi, siswa yang mendapat predikat sangat tidak ekspresif dalam membawakan dongeng sudah tidak ada, 4 orang siswa mendapat predikat tidak ekspresif, 21 orang siswa mendapat predikat kurang ekspresif, 1 orang siswa mendapat predikat ekspresif, dan 1 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat ekspresif dalam membawakan dongeng. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2 seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual sebagian siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kemampuan berekspresi sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat ekspresif. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3.
g. Keterpaduan antara dongeng dengan gambar Pada siklus 2 kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan dongeng yang dibawakannya sudah lebih baik bila dibandingkan dengan siklus 1. Pada siklus 2 hampir semua siswa sudah mampu memfungsikan gambar seri yang disediakan, meskipun mereka hanya sekedar membuka gambar tersebut sesuai dengan urutan cerita. Hasil evaluasi kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan dongeng yang dibawakannya pada siklus 2 dapat dilihat pada tabel berkut ini: No Nama Keterpaduan NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang padu 70 - TT 2 Miftahul Huda Kurang padu 75 T - 3 Adam Prasetyo Kurang padu 75 T - 4 Devi Nur B Kurang padu 75 T - 5 Tonny Dennys Kurang padu 75 T - 6 M. Ridho Akbar Kurang padu 75 T - 7 Bagus Syarifudin Kurang padu 75 T - 8 M. Yusuf A. Kurang padu 75 T - 9 Diah Ayu N. Padu 80 T - 10 Winda Retnani Kurang padu 78 T - 11 M. Dimas Putra Kurang padu 75 T -- 12 Andhi Galih Kurang padu 75 T - 13 M. Rochim Dwi J Kurang padu 75 T - 14 Nadya Amuda Kurang padu 75 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang padu 70 - TT 16 M. Iqbal Ismail Padu 80 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang padu 75 T - 18 Daisy Amalia Padu 80 T - 19 Risky N. Fandi Kurang padu 75 T - 20 Khusnul Kh Kurang padu 70 - TT 21 Ahlil Firdaus Padu 80 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang padu 70 - TT 23 Diah Lutfiani Padu 80 T - 24 Ariza Zulfi P Kurang padu 75 T - 25 Zaim I Kurang padu 70 - TT 26 Ilham Yahya Kurang padu 70 - TT 27 Fakhry Husein Kurang padu 75 T - 28 M. Ghufron Padu 80 T - 29 Fatkul N Padu 80 T - 30 A. Ch. Yahya Padu 80 T - 31 S. Dwi Intan Kurang padu 75 T - 32 M. Rizky Kurang padu 75 T - 33 M. Subhan Kurang padu 75 T - 34 Ulum Nabila Padu 80 T - 35 N. Asy Syafa Padu 80 T - Nilai 2648 Nilai Rata-Rata 75, 7 T 29 TT 6 sangat tidak padu - tidak padu - kurang padu 25 padu 10 sangat padu - % ketuntasan keterpaduan cerita dan gambar 82, 9%
Tabel (20). Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dan Gambar pada Siklus 2
Keterangan: 50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak mengfungsikan media gambar) 60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi tidak sesuai dengan jalan cerita) 70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar sekedarnya) 80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar) 90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar, seringkali pendongeng menunjuk gambar untuk memperjelas cerita)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 2 adalah sebesar 75,7 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan cerita dan gambar sebesar 82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 29 siswa, sedang 6 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari keterpaduan dongeng dengan gambar, siswa yang mendapat predikat sangat tidak padu dan tidak padu adalah 0 (tidak ada), 25 orang siswa mendapat predikat kurang padu, 10 orang siswa mendapat predikat padu, dan masih belum ada siswa yang mendapat predikat sangat padu. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2 seacara klasikal masih belum memenuhi angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang secara individual terdapat beberapa orang siswa yang masih belum tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi keterpaduan antara dongeng dengan gambar sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat bervariasi. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3. d. Refleksi Penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi pada siklus 2 berjalan sesuai dengan rencana. Dari kegiatan pembelajaran pada siklus 2 dapat disimpulkan bahwa: 1. Tebak-tebakan singkat yang diberikan peneliti pada awal kegiatan pembelajaran mampu membangkitkan kembali motivasi belajar siswa. Hal itu terlihat dari keantusiasan siswa dalam menjawab tebakan peneliti. 2. Siswa sudah mulai berani untuk mengekspresikan dongeng dihadapan teman-temannya meskipun belum sempurna atau maksimal. 3. Pendampingan secara khusus dan pemberian contoh mendongeng secara lesan dan terperinci lebih mudah ditangkap siswa dari pada siswa hanya ditugasi membaca dongeng kemudian disuruh mencoba mengekspresikan sendiri. 4. Siswa belajar untuk memahami dongeng bukan menghafal dongeng. Hal itu terlihat dari segi keruntutan dan kelancaran siswa dalam membawakan dongeng. 5. Siswa sudah mulai bisa menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara tokoh-tokohnya, dan mengekspresikan dongengnya meski belum maksimal dan masih terlihat canggung. 6. Secara umum kemampuan mendongeng siswa pada siklus 2 terlihat jauh lebih baik bila bila dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Hal itu terlihat dari meningkatnya keberanian dan kemampuan siswa dalam membawakan dongeng. 7. Dari beberapa kriteria penilaian yang ditentukan peneliti untuk mengukur keberhasilan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri, kemampuan memvariasi suara masih menduduki peringkat yang terendah. 3. Siklus 3 a. Perencanaan Pelaksanaan tindakan serta hasil yang dicapai dalam siklus 2 menjadi acuan bagi pelaksanaan siklus 3. Setelah dilakukan refleksi, terlihat bahwa kemampuan mendongeng siswa pada siklus ketiga mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan siklus 1. Pemberian motivasi agar siswa tampil lebih berani dan pendampingan secara khusus pada tiap kelompok terbukti mampu meningkatkan kemampuan mendongeng siswa. Meskipun demikian kemampuan mendongeng siswa masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan baik secara individual maupun secara klasikal. Dua tindakan di atas akan menjadi acuan peneliti bagi pelaksanaan siklus 3. Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti pada siklus 3 adalah: 1. Membuat RPP (Rencana Pelaksana Pembelajaran) 2. Menentukan target yang akan dicapai. Adapaun target yang akan dicapai siswa dalam siklus III adalah: a. Siswa lebih berani dalam membawakan dongeng. b. Siswa lebih mampu mendongeng dengan lebih baik dari siklus II (kriteria baik dilihat dari kemampuan siswa mendongeng dengan runtut dan lancar, kemampuan menyesuaikan intonasi suara dan memvariasi suara, kemampuan dalam mengucapkan lafal dengan tepat dan jelas, kemampuan menyesuaikan dongeng dengan media, serta kemampuan siswa mengekspresikan dongeng yang dibawakannya). c. Hasil belajar sebagian besar siswa mencapai kriteria ketuntasan minimal. d. Siswa mampu memahami unsur-unsur intrinsik dongeng yang dibawakan temannya. Unsur-unsur intrinsik dongeng tersebut sebagaimana terlampir dalam kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD/MI pada aspek mendengarkan yaitu tentang tema, amanat, latar, serta tokoh-tokoh dalam dongeng. Penilaian ini dilakukan peneliti untuk mengetahui sejauh mana siswa (audien) memahami dongeng yang dibawakan temannya, karena semakin bagus seseorang dalam membawakan dongeng maka semakin tinggi tingkat kefahaman audien terhadap dongeng tersebut. 5. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran tersebut 6. Peneliti mempersiapkan alat observasi sebagai alat pengukur kreativitas, keantusiasan, ketertarikan, serta tingkat keberhasilan yang dicapai siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode mendongeng. 7. Peneliti menyiapkan reward bagi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap kelompok. Langkah 1 Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa. Tiap-tiap kelompok saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Guru memantau diskusi tiap-tiap kelompok serta membetulkan apabila ada siswa yang ketika belajar menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan mengekspresikan cerita terlihat kurang tepat. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk membawakan dongeng.
Langkah 2 Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara bergantian untuk membawakan dongeng. Guru mengumumkan siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam membawakan dongeng. Siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap kelompok mendongeng dihadapan temannya. Siswa menyimak dongeng temannya dan memberi penilaian bagi pendongeng untuk menentukan pendongeng yang terbaik diantara empat pendongeng. Setiap kali siswa selesai mendongeng, guru memberikan pertanyaan tentang unsur-unsur intrinsik dongeng bagi siswa yang menyimak dongeng temannya. Pertanyaan tersebut untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan temannya. Langkah 3 Evaluasi bersama Siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam membawakan dongeng mendapat reward dari guru. Reward tersebut diurutkan dari pendongeng terbaik pertama sampai pendongeng terbaik keempat.
b. Pelaksanaan Siklus 3 dilaksanakan pada tanggal 25, 28, 30 Maret, dan 1 Mei 2009. Siklus 3 ini dibagi menjadi tiga tahap pembelajaran yang terbagi menjadi empat kali pertemuan. Pertemuan pertama difokuskan untuk kegiatan pendampingan dan pemantauan belajar kelompok siswa, pertemuan kedua dan ketiga untuk kegiatan evaluasi kemampuan mendongeng siswa, sedang pertemuan keempat dilakukan evaluasi secara tertulis. Evaluasi ini diadakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan temannya. Siklus 3 pertemuan ke-1 Pelaksanan pembelajaran pada siklus 3 pertemuan ke-1 tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 pertemuan ke-1 yaitu fokus pada kegiatan pemantauan belajar kelompok siswa. Perbedaannya, pada siklus 3 upaya peneliti dalam menumbuhkan keberanian siswa dan peningkatan kemampuan mendongeng siswa sudah lebih ringan bila dibandingkan dengan siklus 2. Pada siklus 3 terlihat keberanian siswa dan kemampuan siswa dalam membawakan dongeng sudah lebih maksimal bila dibandingkan dengan siklus 1 dan 2. Hal itu disebabkan siswa yang semakin terbiasa terlatih untuk membawakan dongeng di depan umum, selain itu siswa juga semakin memahami isi dongeng karena seringnya di baca dan seringnya mendengarkan penjelasan dari peneliti. Ketika belajar bersama teman kelompoknya siswa terlihat lebih berani mengekspresikan dongengnya dan mengatur intonasi suaranya sehingga peneliti tidak selalu memberi contoh akan tetapi tinggal mengarahkan apabila terdapat pemakaian intonasi suara, penempatan variasi suara, atau pengekspresian dongeng yang kurang tepat.
Siklus 3 pertemuan ke-2 dan ke-3 Siklus 3 pertemuan ke-2 dan ke-3 ini berisi evaluasi belajar secara individu. Pada siklus 3 ini tampak kemampun siswa dalam membawakan dongeng sudah lebih baik dibandingkan dari siklus 2 dilihat dari segi keruntutan dan kelancaran dongeng, kejelasan suara, intonasi suara, variasi suara, dan keterpaduan antara dongeng dengan gambar. Kemampuan siswa yang lebih meningkat tersebut dikarenakan siswa yang semakin terbiasa terlatih untuk membawakan dongeng di depan umum, selain itu siswa juga semakin memahami isi dongeng karena seringnya di baca dan seringnya mendengarkan penjelasan dari peneliti. Siklus 3 pertemuan ke-4 Setelah peneliti menentukan siapakah pendongeng yang terbaik dalam siklus 3 pertemuan ke-3, pada siklus 3 pertemuan ke-4 ini peneliti meminta siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap kelompok untuk membawakan dongeng dihadapan teman-temannya. Peneliti meminta siswa yang lain untuk menyimak dongeng tersebut karena setiap seorang siswa selesai membawakan dongeng, peneliti akan memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan dongeng tersebut. Hal itu dilakukan peneliti untuk mengetahui daya serap (tingkat pemahaman) audien terhadap suatu cerita apabila cerita tersebut disampaikan dengan metode mendongeng. Siswa terlihat serius menyimak dongeng temannya, karena disamping menyimak, peneliti juga meminta siswa untuk menilai dongeng temannya untuk menentukan pendongeng yang terbaik diantara keempat pendongeng. Peneliti kemudian memberikan hadiah bagi pendongeng yang terbaik. Pada akhir pembelajaran peneliti meminta tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran yang telah diterapkan peneliti tersebut.
c. Observasi Seperti pada pertemuan dua siklus sebelumnya, pada siklus 3 sebagai pembuka pelajaran setelah salam pembuka peneliti memberikan permainan singkat untuk mengembalikan motivasi belajar siswa. Setelah siswa terlihat semangat dalam mengikuti pelajaran, peneliti mulai menjelaskan secara singkat langkah-langkah pembelajaran hari itu. Siswa sepertinya sudah paham sehingga mereka segera berkumpul dengan kelompoknya setelah mendapat intruksi dari guru dan segera menentukan tempat yang mereka senangi untuk melakukan belajar kelompok. Dari hasil belajar dua siklus sebelumnya, peneliti dapat melihat siswa yang terlihat berbakat dalam membawakan dongeng pada tiap-tiap kelompok. Sehingga, peneliti menunjuk siswa tersebut untuk membantu teman kelompoknya belajar mendongeng selama peneliti mengawasi kelompok lainnya. Pada siklus 3 peneliti tidak banyak memberikan contoh secara langsung cara menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan mengekspresikan dongeng karena pada siklus 3 nampak kemampuan siswa dalam membawakan dongeng sudah semakin baik. Begitupun juga keberanian siswa juga semakin meningkat. Hal itu disebabkan siswa yang semakin terbiasa terlatih untuk membawakan dongeng di depan umum, selain itu siswa juga semakin memahami isi dongeng karena seringnya di baca dan seringnya mendengarkan penjelasan dari peneliti. Ketika belajar bersama teman kelompoknya siswa terlihat lebih berani mengekspresikan dongengnya dan mengatur intonasi suaranya sehingga peneliti tidak selalu memberi contoh akan tetapi tinggal mengarahkan apabila terdapat pemakaian intonasi suara, penempatan variasi suara, atau pengekspresian dongeng yang kurang tepat. 103
Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V pada siklus 3 dilihat dari segi: a. Keruntutan berbicara Keruntutan mendongeng siswa pada siklus 3 terlihat lebih baik bila dibandingkan dengan siklus 2. Pada siklus 3 bisa dikatakan semua siswa sudah dapat mendongeng dengan runtut sesuai dengan kronologis cerita. Dongeng yang mereka bawakan juga lebih lengkap, meski belum bisa dikatakan sempurna. Minimal kelengkapan tersebut sudah dapat menggambarkan jalan dongeng secara keseluruhan. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari segi keruntutan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Keruntutan NA T TT 1 Muhlis Susilo Runtut 80 T - 2 Miftahul Huda Runtut 85 T - 3 Adam Prasetyo Runtut 87 T - 4 Devi Nur B Runtut 80 T - 5 Tonny Dennys Runtut 80 T - 6 M. Ridho Akbar Runtut 85 T - 7 Bagus Syarifudin Runtut 85 T - 8 M. Yusuf A. Runtut 85 T - 9 Diah Ayu N. Sangat runtut 95 T - 10 Winda Retnani Sangat runtut 95 T -
103 Gambar (11), Siswa Semakin Berani Belajar Berekspresi, hlm. 11 M. Dimas Putra Runtut 85 T - 12 Andhi Galih Runtut 87 T - 13 M. Rochim Dwi J Runtut 85 T - 14 Nadya Amuda Sangat Runtut 90 T - 15 Rifky M. Ghufron Sangat runtut 80 T - 16 M. Iqbal Ismail Runtut 95 T - 17 Rahmad Cahyono Runtut 83 T - 18 Daisy Amalia Sangat runtut 99 T - 19 Risky N. Fandi Sangat runtut 85 T - 20 Khusnul Kh Kurang runtut 78 T - 21 Ahlil Firdaus Sangat runtut 90 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang runtut 78 T - 23 Diah Lutfiani Sangat runtut 99 T - 24 Ariza Zulfi P Sangat runtut 95 T - 25 Zaim I Runtut 85 T - 26 Ilham Yahya Runtut 85 T - 27 Fakhry Husein Runtut 85 T - 28 M. Ghufron Sangat runtut 90 T - 29 Fatkul N Sangat runtut 90 T - 30 A. Ch. Yahya Sangat runtut 90 T - 31 S. Dwi Intan Runtut 85 T - 32 M. Rizky Runtut 85 T - 33 M. Subhan Runtut 85 T - 34 Ulum Nabila Sangat runtut 93 T - 35 N. Asy Syafa Sangat runtut 90 T - Nilai 3049 Nilai Rata-Rata 87, 1 T 35 TT 0 sangat tidak runtut - tidak runtut - kurang runtut 2 runtut 19 sangat runtut 14 % ketuntasan keruntutan berbicara 100%
Tabel (21). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Keruntutan
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari segi keruntutan berbicara adalah sebesar 87,1 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Dilihat dari segi keruntutan, siswa yang mendapat predikat sangat tidak runtut dan tidak runtut dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 2 orang siswa mendapat predikat kurang runtut, 12 orang siswa mendapat predikat runtut, dan 14 orang siswa yang mendapat predikat sangat runtut. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3 telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan belajar minimal maupun dari segi keruntutan berbicara. b. Kelancaran berbicara Kelancaran mendongeng siswa pada siklus 2 terlihat jauh lebih baik bila dibandingkan dengan pada saat pre tes, siklus 1, dan siklus 2. Pada siklus 3 frekuensi siswa yang saat mendongeng sering terputus-putus dan sering terjadi pengulangan kata jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan siklus 2. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari segi kelancaran mendongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Kelancaran NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang lancar 75 T - 2 Miftahul Huda Lancar 85 T - 3 Adam Prasetyo Lancar 85 T - 4 Devi Nur B Lancar 85 T - 5 Tonny Dennys Lancar 85 T - 6 M. Ridho Akbar Lancar 85 T - 7 Bagus Syarifudin Lancar 87 T - 8 M. Yusuf A. Lancar 85 T - 9 Diah Ayu N. Sangat lancar 90 T - 10 Winda Retnani Sangat lancar 90 T - 11 M. Dimas Putra Lancar 89 T - 12 Andhi Galih Lancar 85 T - 13 M. Rochim Dwi J Lancar 83 T - 14 Nadya Amuda Sangat lancar 90 T - 15 Rifky M. Ghufron Lancar 85 T - 16 M. Iqbal Ismail Sangat lancar 92 T - 17 Rahmad Cahyono Lancar 85 T - 18 Daisy Amalia Sangat lancar 95 T - 19 Risky N. Fandi Lancar 88 T - 20 Khusnul Kh Lancar 83 T - 21 Ahlil Firdaus Sangat lancar 90 T - 22 Rizky Firhan Ali Lancar 85 T - 23 Diah Lutfiani Sangat lancar 95 T - 24 Ariza Zulfi P Sangat lancar 93 T - 25 Zaim I Lancar 85 T - 26 Ilham Yahya Lancar 85 T - 27 Fakhry Husein Lancar 87 T - 28 M. Ghufron Sangat lancar 90 T - 29 Fatkul N Sangat lancar 93 T - 30 A. Ch. Yahya Sangat lancar 90 T - 31 S. Dwi Intan Lancar 85 T - 32 M. Rizky Lancar 85 T - 33 M. Subhan Lancar 85 T - 34 Ulum Nabila Sangat lancar 90 T - 35 N. Asy Syafa Sangat lancar 90 T - Nilai 3055 Nilai Rata-Rata 87, 3 T 35 TT 0 sangat tidak lancar - tidak lancar - kurang lancar 1 lancar 21 sangat lancar 13 % ketuntasan kelancaran berbicara 100%
Tabel (22). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Kelancaran
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali) 70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari segi kelancaran berbicara adalah sebesar 87,3 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Dilihat dari segi kelancaran, siswa yang mendapat predikat sangat tidak lancar dan tidak lancar dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 1 orang siswa mendapat predikat kurang lancar, 21 orang siswa mendapat predikat lancar, dan 13 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat lancar. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3 telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan belajar minimal maupun dari segi kelancaran berbicara. c. Kejelasan suara (artikulasi suara) Pada siklus 3 kejelasan suara siswa dalam membawakan dongeng sudah lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes, siklus 1, dan siklus 2. Pada siklus 3 bisa dikatakan semua siswa sudah bisa membawakan dongeng dengan suara yang jelas meskipun kejelasan tersebut menurut kriteria tertentu. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari kejelasan suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut: No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT 1 Muhlis Susilo Jelas 85 T - 2 Miftahul Huda Jelas 85 T - 3 Adam Prasetyo Jelas 85 T - 4 Devi Nur B Jelas 85 T - 5 Tonny Dennys Jelas 80 T - 6 M. Ridho Akbar Jelas 85 T - 7 Bagus Syarifudin Jelas 87 T - 8 M. Yusuf A. Jelas 85 T - 9 Diah Ayu N. Sangat jelas 95 T - 10 Winda Retnani Sangat jelas 90 T - 11 M. Dimas Putra Jelas 85 T - 12 Andhi Galih Jelas 85 T - 13 M. Rochim Dwi J Jelas 85 T - 14 Nadya Amuda Sangat jelas 90 T - 15 Rifky M. Ghufron Jelas 85 T - 16 M. Iqbal Ismail Sangat jelas 95 T - 17 Rahmad Cahyono Jelas 85 T - 18 Daisy Amalia Sangat jelas 99 T - 19 Risky N. Fandi Jelas 88 T - 20 Khusnul Kh Jelas 80 T - 21 Ahlil Firdaus Sangat jelas 90 T - 22 Rizky Firhan Ali Jelas 80 T - 23 Diah Lutfiani Sangat jelas 95 T - 24 Ariza Zulfi P Sangat jelas 93 T - 25 Zaim I Jelas 80 T - 26 Ilham Yahya Jelas 85 T - 27 Fakhry Husein Jelas 85 T - 28 M. Ghufron Sangat jelas 90 T - 29 Fatkul N Sangat jelas 92 T - 30 A. Ch. Yahya Sangat jelas 92 T - 31 S. Dwi Intan Jelas 85 T - 32 M. Rizky Jelas 85 T - 33 M. Subhan Jelas 85 T - 34 Ulum Nabila Sangat jelas 95 T - 35 N. Asy Syafa Sangat jelas 95 T - Nilai 3066 Nilai Rata-Rata 87,6 T 35 TT 0 sangat tidak jelas - tidak jelas - kurang jelas - jelas 22 sangat jelas 13 % ketuntasan artikulasi suara 100%
Tabel (23). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Kejelasan Pelafalan
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali) Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari kejelasan suara adalah sebesar 87,6 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Dilihat dari segi kejelasan suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak jelas, tidak jelas, dan kurang jelas dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 22 orang siswa mendapat predikat jelas, dan 13 orang siswa yang mendapat predikat sangat jelas. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3 telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan belajar minimal maupun dari segi kejelasan suara. d. Intonasi suara Kemampuan siswa dalam meyesuiakan intonasi sura pada siklus 3 sudah terlihat lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes, siklus 1, dan siklus 2. Pada siklus 3 siswa sudah mulai bisa menyesuaikan intonasi suara pada kalimat-kalimat tertentu yang terlihat membutuhkan tekanan suara meskipun tidak keseluruhan dan sering diulang-ulang. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari intonasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Intonasi Suara NA T TT 1 Muhlis Susilo Sesuai 80 T - 2 Miftahul Huda Sesuai 80 T - 3 Adam Prasetyo Sesuai 85 T - 4 Devi Nur B Sesuai 80 T - 5 Tonny Dennys Kurang sesuai 75 T - 6 M. Ridho Akbar Sesuai 80 T - 7 Bagus Syarifudin Sesuai 85 T - 8 M. Yusuf A. Sesuai 80 T - 9 Diah Ayu N. Sangat sesuai 90 T - 10 Winda Retnani Sangat sesuai 90 T - 11 M. Dimas Putra Sesuai 85 T - 12 Andhi Galih Sesuai 85 T - 13 M. Rochim Dwi J Sesuai 80 T - 14 Nadya Amuda Sesuai 85 T - 15 Rifky M. Ghufron Sesuai 80 T - 16 M. Iqbal Ismail Sangat sesuai 90 T - 17 Rahmad Cahyono Sesuai 80 T - 18 Daisy Amalia Sangat sesuai 97 T - 19 Risky N. Fandi Sesuai 85 T - 20 Khusnul Kh Kurang sesuai 75 T - 21 Ahlil Firdaus Sesuai 87 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang sesuai 75 T - 23 Diah Lutfiani Sangat sesuai 95 T - 24 Ariza Zulfi P Sangat sesuai 90 T - 25 Zaim I Sesuai 80 T - 26 Ilham Yahya Sesuai 80 T - 27 Fakhry Husein Sesuai 80 T - 28 M. Ghufron Sangat sesuai 90 T - 29 Fatkul N Sangat sesuai 90 T - 30 A. Ch. Yahya Sangat sesuai 90 T - 31 S. Dwi Intan Sesuai 80 T - 32 M. Rizky Sesuai 80 T - 33 M. Subhan Sesuai 80 T - 34 Ulum Nabila Sangat sesuai 90 T - 35 N. Asy Syafa Sangat sesuai 90 T - Nilai 2924 Nilai Rata-Rata 83,5 T 35 TT 0 sangat tidak sesuai - tidak sesuai - kurang sesuai 3 sesuai 21 sangat sesuai 11 % intonasi sesuai 100% Tabel (24). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Intonasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara ) 60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali) 70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali) 80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali) 90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali) Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 83,5 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Dilihat dari intonasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak sesuai dan tidak sesuai sudah tidak ada (kosong), 3 orang siswa mendapat predikat kurang sesuai, 21 orang siswa yang mendapat predikat sesuai, dan 11 orang siswa yang mendapat predikat sangat sesuai. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3 telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan belajar minimal maupun dari segi intonasi suara.
e. Variasi suara Pada siklus 3 kemampuan siswa dalam memvariasi suara semakin meningkat bila dibandingkan dengan siklus 2 meskipun masih banyak siswa yang masih masuk dalam kategori penilaian kurang bervariasi. Hal itu dimaklumi peneliti karena dalam mendongeng teknik memvariasi suara adalah teknik yang paling sulit diantara keenam teknik mendongeng yang menjadi kriteria peneliti. meski hanya satu atau dua tokoh saja. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari variasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Variasi Suara NA T TT 1 Muhlis Susilo Kurang bervariasi 75 T - 2 Miftahul Huda Kurang bervariasi 75 T - 3 Adam Prasetyo Kurang bervariasi 75 T - 4 Devi Nur B Kurang bervariasi 75 T - 5 Tonny Dennys Kurang bervariasi 75 T - 6 M. Ridho Akbar Kurang bervariasi 78 T - 7 Bagus Syarifudin Kurang bervariasi 78 T - 8 M. Yusuf A. Kurang bervariasi 75 T - 9 Diah Ayu N. Bervariasi 80 T - 10 Winda Retnani Bervariasi 80 T - 11 M. Dimas Putra Kurang bervariasi 75 T - 12 Andhi Galih Kurang bervariasi 75 T - 13 M. Rochim Dwi J Kurang bervariasi 75 T - 14 Nadya Amuda Kurang bervariasi 78 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang bervariasi 75 T - 16 M. Iqbal Ismail Bervariasi 85 T - 17 Rahmad Cahyono Kurang bervariasi 70 - TT 18 Daisy Amalia Bervariasi 88 T - 19 Risky N. Fandi Kurang bervariasi 75 T - 20 Khusnul Kh Kurang bervariasi 70 - TT 21 Ahlil Firdaus Bervariasi 80 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang bervariasi 70 - TT 23 Diah Lutfiani Bervariasi 85 T - 24 Ariza Zulfi P Bervariasi 80 T - 25 Zaim I Kurang bervariasi 70 - TT 26 Ilham Yahya Kurang bervariasi 70 - TT 27 Fakhry Husein Kurang bervariasi 75 T - 28 M. Ghufron Bervariasi 80 T - 29 Fatkul N Bervariasi 80 T - 30 A. Ch. Yahya Bervariasi 80 T - 31 S. Dwi Intan Kurang bervariasi 75 T - 32 M. Rizky Kurang bervariasi 75 T - 33 M. Subhan Kurang bervariasi 75 T - 34 Ulum Nabila Bervariasi 80 T - 35 N. Asy Syafa Bervariasi 80 T - Nilai 2679 Nilai Rata-Rata 76, 5 T 30 TT 5 sangat tidak bervariasi - tidak bervariasi - kurang bervariasi 23 bervariasi 12 sangat bervariasi - % ketuntasan variasi suara 85, 7% Tabel (25). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Variasi Suara
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara) 60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara) 70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara) 80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi) 90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari variasi suara adalah sebesar 76,5 sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara sebesar 85,7%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 30 siswa, sedang 5 siswa lainnya belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Dilihat dari variasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak bervariasi dan tidak bervariasi, sudah tidak ada (kosong), 23 orang siswa mendapat predikat kurang bervariasi, dan 12 orang siswa mendapat predikat bervariasi. Sedang siswa yang mendapat predikat sangat bervariasi masih belum ada. Meskipun terdapat 23 siswa yang mendapat predikat kurang bervariasia akan tetapi nilai yang diperoleh siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal secara individu. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3 telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan belajar minimal maupun dari segi variasi suara. f. Ekspresi Pada siklus 3 kemampuan berekspresi siswa terlihat lebih meningkat bila dibandingkan dengan pada siklus 2. Pada siklus 3 sebagian besar siswa sudah berani untuk berekspresi meskipun sederhana. Berikut ini adalah gambar ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus III.
Gambar (5) Ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus III Pada siklus III terlihat kemampuan berekspresi siswa yang semakin lebih baik bila dibandingkan dengan siklus I dan siklus III. Dari gambar tersebut terlihat siswa semakin berani dalam mengekspresikan dongeng yang dibawakannya. Hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa pada siklus 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama Ekspresi Cerita NA T TT 1 Muhlis Susilo Ekspresif 80 T - 2 Miftahul Huda Ekspresif 80 T - 3 Adam Prasetyo Ekspresif 83 T - 4 Devi Nur B Ekspresif 80 T - 5 Tonny Dennys Ekspresif 80 T - 6 M. Ridho Akbar Ekspresif 83 T - 7 Bagus Syarifudin Ekspresif 83 T - 8 M. Yusuf A. Ekspresif 80 T - 9 Diah Ayu N. Sangat ekspresif 90 T - 10 Winda Retnani Ekspresif 85 T - 11 M. Dimas Putra Ekspresif 80 T - 12 Andhi Galih Ekspresif 80 T - 13 M. Rochim Dwi J Ekspresif 80 T - 14 Nadya Amuda Ekspresif 83 T - 15 Rifky M. Ghufron Kurang ekspresif 78 T - 16 M. Iqbal Ismail Sangat ekspresif 90 T - 17 Rahmad Cahyono Ekspresif 80 T - 18 Daisy Amalia Sangat ekspresif 97 T - 19 Risky N. Fandi Ekspresif 80 T - 20 Khusnul Kh Ekspresif 80 T - 21 Ahlil Firdaus Ekspresif 80 T - 22 Rizky Firhan Ali Kurang ekspresif 78 T - 23 Diah Lutfiani Sangat ekspresif 95 T - 24 Ariza Zulfi P Sangat ekspresif 90 T - 25 Zaim I Kurang ekspresif 78 T - 26 Ilham Yahya Ekspresif 80 T - 27 Fakhry Husein Ekspresif 80 T - 28 M. Ghufron Ekspresif 85 T - 29 Fatkul N Sangat ekspresif 90 T - 30 A. Ch. Yahya Ekspresif 88 T - 31 S. Dwi Intan Ekspresif 80 T - 32 M. Rizky Ekspresif 80 T - 33 M. Subhan Ekspresif 80 T - 34 Ulum Nabila Sangat ekspresif 90 T - 35 N. Asy Syafa Sangat ekspresif 90 T - Nilai 2916 Nilai Rata-Rata 83 T 35 TT 0 sangat tidak ekspresif - tidak ekspresif - kurang ekspresif 3 ekspresif 24 sangat ekspresif 8 % ekspresif cerita 100% Tabel (26). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 3
Keterangan: NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas 50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi) 60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi) 70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi) 80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi) 90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa pada siklus 3 adalah sebesar 83 sedangkan prosentase ketuntasan ekspresi siswa sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Dilihat dari segi ekspresi, siswa yang mendapat predikat sangat tidak ekspresif dan tidak ekspresif sudah tidak ada (kosong), 3 orang siswa mendapat predikat kurang ekspresif, 24 orang siswa yang mendapat predikat ekspresif, dan 8 orang siswa mendapat predikat sangat ekspresif. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3 telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan belajar minimal maupun dari segi ekspresi. g. Keterpaduan antara dongeng dan gambar Pada siklus 3 kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan dongeng yang dibawakannya sudah lebih baik bila dibandingkan dengan siklus 2. Jika pada siklus 2 siswa sudah mampu membuka gambar seri sesuai dengan urutan cerita maka pada siklus tiga sebagian siswa sudah mampu menunjuk tokoh-tokoh dalam gambar itu ketika mendongeng. Hasil evaluasi kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan dongeng yang dibawakannya pada siklus 3 dapat dilihat pada tabel berkut ini: No Nama Keterpaduan NA T TT 1 Muhlis Susilo Padu 80 T - 2 Miftahul Huda Padu 80 T - 3 Adam Prasetyo Padu 80 T - 4 Devi Nur B Padu 80 T - 5 Tonny Dennys Padu 80 T - 6 M. Ridho Akbar Padu 85 T - 7 Bagus Syarifudin Padu 85 T - 8 M. Yusuf A. Padu 80 T - 9 Diah Ayu N. Sangat padu 90 T - 10 Winda Retnani Sangat padu 90 T - 11 M. Dimas Putra Padu 85 T - 12 Andhi Galih Padu 85 T - 13 M. Rochim Dwi J Padu 85 T - 14 Nadya Amuda Padu 85 T - 15 Rifky M. Ghufron Padu 80 T - 16 M. Iqbal Ismail Padu 90 T - 17 Rahmad Cahyono Padu 85 T - 18 Daisy Amalia Sangat padu 90 T - 19 Risky N. Fandi Padu 85 T - 20 Khusnul Kh Padu 80 T - 21 Ahlil Firdaus Padu 85 T - 22 Rizky Firhan Ali Padu 80 T - 23 Diah Lutfiani Sangat padu 90 T - 24 Ariza Zulfi P Sangat padu 90 T - 25 Zaim I Padu 80 T - 26 Ilham Yahya Padu 80 T - 27 Fakhry Husein Padu 80 T - 28 M. Ghufron Padu 85 T - 29 Fatkul N Padu 85 T - 30 A. Ch. Yahya Padu 85 T - 31 S. Dwi Intan Padu 80 T - 32 M. Rizky Padu 80 T - 33 M. Subhan Padu 80 T - 34 Ulum Nabila Sangat padu 90 T - 35 N. Asy Syafa Sangat padu 90 T - Nilai 2940 Nilai Rata-Rata 84 T 35 TT 0 sangat tidak padu - tidak padu - kurang padu - padu 28 sangat padu 7 % keterpaduan cerita dan gambar 100%
Tabel (27). Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dan Gambar pada Siklus 3
Keterangan: 50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak mengfungsikan media gambar) 60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi tidak sesuai dengan jalan cerita) 70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar sekedarnya) 80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar) 90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar, seringkali pendongeng menunjuk gambar untuk memperjelas cerita)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 3 adalah sebesar 84 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan cerita dan gambar sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut sudah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Dilihat dari keterpaduan dongeng dengan gambar, siswa yang mendapat predikat sangat tidak padu, tidak padu, dan kurang padu adalah 0 (tidak ada), 28 orang siswa mendapat predikat padu, dan 7 orang siswa yang mendapat predikat sangat padu. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3 telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan belajar minimal maupun dari segi keterpaduan gambar dengan dongeng. Setelah peneliti menentukan siapakah pendongeng yang terbaik dalam siklus 3 pertemuan ke-3, pada siklus 3 pertemuan ke-4 ini peneliti meminta siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap kelompok untuk membawakan dongeng dihadapan teman-temannya. Peneliti meminta siswa yang lain untuk menyimak dongeng tersebut karena setiap seorang siswa selesai membawakan dongeng, peneliti akan memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan dongeng tersebut. Pertanyaan yang diberikan peneliti adalah pertanyaan tentang unsur intrinsik dongeng. Hal itu dilakukan peneliti untuk mengetahui daya serap (tingkat pemahaman) audien terhadap suatu cerita apabila cerita tersebut disampaikan dengan metode mendongeng. Siswa terlihat serius menyimak dongeng temannya, karena disamping menyimak, peneliti juga meminta siswa untuk menilai dongeng temannya untuk menentukan pendongeng yang terbaik diantara keempat pendongeng. Peneliti kemudian memberikan hadiah bagi pendongeng yang terbaik. Pada akhir pembelajaran peneliti meminta tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran yang telah diterapkan peneliti tersebut. Hasil evaluasi tingkat pemahaman siswa ketika menyimak dongeng temannya dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Nama NA T TT 1 Muhlis Susilo 80 T - 2 Miftahul Huda 83 T - 3 Adam Prasetyo 91 T - 4 Devi Nur B 94 T - 5 Tonny Dennys 70 - TT 6 M. Ridho Akbar 77 T - 7 Bagus Syarifudin 76 T - 8 M. Yusuf A. 87 T - 9 Diah Ayu N. 96 T - 10 Winda Retnani 91 T - 11 M. Dimas Putra 79 T - 12 Andhi Galih 97 T - 13 M. Rochim Dwi J 75 T - 14 Nadya Amuda 80 T - 15 Rifky M. Ghufron 93 T - 16 M. Iqbal Ismail 85 T - 17 Rahmad Cahyono 75 T - 18 Daisy Amalia 98 T - 19 Risky N. Fandi 75 T - 20 Khusnul Kh 84 T - 21 Ahlil Firdaus 77 T - 22 Rizky Firhan Ali 76 T - 23 Diah Lutfiani 96 T - 24 Ariza Zulfi P 87 T - 25 Zaim I 89 T - 26 Ilham Yahya 86 T - 27 Fakhry Husein 69 - TT 28 M. Ghufron 80 T - 29 Fatkul N 75 T - 30 A. Ch. Yahya 79 T - 31 S. Dwi Intan 85 T - 32 M. Rizky 68 - TT 33 M. Subhan 81 T - 34 Ulum Nabila 84 T - 35 N. Asy Syafa 95 T - Nilai 2913 Nilai Rata-Rata 83, 2 T 32 TT 3 % ketuntasan kefahaman unsur intrinsik dongeng 91, 4% Tabel (28). Hasil Evaluasi Tingkat Pemahaman Siswa Ketika Menyimak Dongeng Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata siswa dalam memahami unsur intrinsik dongeng yang dibawakan temannya adalah sebesar 83,2 sedangkan prosentase ketuntasannya sebesar 91,4%. Prosentase ketuntasan tersebut sudah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 32 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik dongeng yang dibawakan temannya pada siklus 3 bisa dikatakan telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual. Setelah semua siswa menyelesaikan soal yang diberikan peneliti, peneliti meminta tanggapan siswa terhadap pembelajaran mendongeng dengan menggunakan media gambar seri yang telah dilaksanakan. Peneliti memberikan kertas kosong kepada siswa dan siswa diminta untuk mengisi kertas tersebut dengan jawaban sangat senang, senang, kurang senang, dan tidak senang. Agar siswa tidak merasa canggung dalam memberikan tanggapannya, maka peneliti memberi kebebasan pada siswa untuk tidak mencantumkan nama pada lembar kertas tanggapan tersebut. Tanggapan siswa terhadap penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat senang 21 60 2 Senang 11 31,4 3 Kurang senang 3 8,6 4 Tidak senang - 0 Jumlah 35 100
Tabel (29).Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Ragam Mendongeng untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah siswa yang sangat senang terhadap penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri sebanyak 21 (60%) siswa, yang senang sebanyak 11 (31,4%) siswa, yang kurang senang sebanyak 3 (8,6%) siswa, sedang siswa yang tidak senang sebanyak 0 (0%) atau tidak ada. Beberapa alasan siswa yang menjawab sangat senang dan senang terhadap penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri adalah (1) karena pembelajaran mendongeng dengan menggunakan media gambar dapat meningkatkan keberanian saya dalam berbicara dan saya juga dapat belajar berekspresi, (2) karena menambah pengetahuan, (3) karena bisa belajar bersama dan lebih santai sehingga pelajarannya lebih cepat nyantol (masuk), (4) karena mengasyikkan dan banyak permainan, (5) senang karena merasa tertantang bisa mendongeng di depan banyak orang, ... Sedangkan alasan siswa yang menjawab kurang senang adalah (1) karena belajar mendongeng dengan baik itu sulit, (2) takut jika bicara di depan orang banyak, (3) sulit menghafal dongeng. Sedangkan tanggapan dari hasil wawancara dengan guru bidang studi Bahasa Indonesia kelas V yang turut serta mengobservasi proses pembelajaran adalah sebagai berikut: "Ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar seri terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Dengan diterapkannya metode ini siswa jadi lebih berani untuk berbicara dan mengungkapkan ekspresinya di depan umum. Siswa juga mengetahui bagaimana cara berbicara dengan menggunakan intonasi yang benar dan bagaimana cara mengekspresikan apa yang dibicarakannya." Melihat dari penjabaran motivasi belajar siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran, hasil tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri, serta peningkatan hasil belajar yang dicapai pada setiap siklus hingga skor nilai yang diperoleh siswa mencapai batas ketuntasan minimal yang ditentukan dapat dikatakan bahwa penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang.
d. Refleksi Penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi pada siklus 3 berjalan sesuai dengan rencana. Dari kegiatan pembelajaran pada siklus 3 dapat disimpulkan bahwa: 1. Keberanian siswa dalam mendongeng lebih meningkat. Hal itu terlihat dari semakin beraninya siswa dalam membawakan dongeng dan mengekspresikan dongengnya. 2. Kemampuan siswa dalam berbicara lebih meningkat. Hal itu terlihat dari semakin runtut dan lancarnya siswa dalam membawakan dongeng juga semakin meningkatnya kemampuan siswa dalam menyesuaikan intonasi suara. 3. Lebih meningkatnya kemampuan nonkebahasaan siswa yang mendukung maksimalnya kemampuan berbicara misalnya kemampuan dalam memvariasi suara dan kemampuan dalam berekspresi. 4. Meningkatnya kemampuan siswa dalam membawakan dongeng disebabkan karena beberapa hal diantaranya siswa yang semakin faham dengan isi dongeng, semakin tumbuhnya keberanian siswa dalam membawakan dongeng, dan siswa yang semakin terbiasa mempelajari teknik-teknik mendongeng. 5. Sebagian besar siswa menyukai metode pembelajaran yang diterapkan peneliti, hal itu dapat diketahui dari tabel tanggapan siswa terhadap pembelajaran mendongeng. 6. Secara garis besar penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V.
BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar seri diam dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Karena banyak pendapat yang mengatakan bahwa belajar mendongeng mampu meningkatkan kemampuan berbicara seseorang, salah satu diantaranya adalah Dedi Kusnendi dalam bukunya Pembelajaran Mendongeng menjelaskan manfaat utama dari kegiatan mendongeng yaitu untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Siswa dilatih mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan menarik. 104
Variabel yang diamati pada penelitian tindakan kelas tersebut adalah kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Indikator peningkatan kemampuan berbicara ditunjukkan dari segi keruntutan dan kelancaran dalam berbicara (mendongeng), kejelasan dan intonasi suara saat berbicara (mendongeng) serta kemampuan dalam memvariasi suara. Sedangkan indikator peningkatan kemampuan berekspresi ditunjukkan melalui gerak-gerik dan mimik yang tepat saat berbicara (membawakan dongeng). Keterpaduan penggunaan media gambar diam seri dengan dongeng juga menjadi penilaian peneliti, karena ragam mendongeng yang diterapkan peneliti adalah ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar.
104 Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40. Disamping dua variable pokok di atas, peneliti juga mengamati kemampuan siswa dalam memahami dongeng. Karena mendongeng dengan menggunakan media gambar disamping dapat meningkatkan kemampuan mendongeng juga dapat meningkatkan kefahaman audien sebagaimana yang dituturkan oleh Kusumo Priyo dalam bukunya terampil mendongeng bahwa mendongeng dengan menggunakan media gambar membantu pendongeng mengembangkan daya nalar disamping itu pendengar juga dapat menikmati keindahan gambar selain daya tarik dongeng. Indikator peningkatan pemahaman tersebut ditunjukkan melalui kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan tema dan unsur intrinsik dongeng. Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini disusun untuk tiga siklus selama sepuluh kali pertemuan. Siklus pertama terdiri dari 3 kali pertemuan dirancang untuk memberikan pengertian tentang dongeng, tenik-teknik mendongeng, dan praktek mendongeng. Siklus dua terdiri dari 3 kali pertemuan dirancang untuk memberikan peningkatan motivasi keberanian siswa dalam berbicara, pematangan teknik-teknik mendongeng dan berekspresi, dan melatih siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng serta menceritakan ulang dongeng tersebut dengan bahasanya sendiri bukan hafalan. Siklus tiga terdiri dari 4 kali pertemuan dan dirancang untuk memaksimalkan keberanian siswa dalam berbicara, meningkatkan kemampuan mendongeng siswa, dan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan temannya. Sementara sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah buku standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD/MI, buku Bina dan Sastra Indonesia kelas 5 SD/MI penerbit Erlangga, berbagai macam buku dongeng nusantara dari berbagai penerbit. Sedangkan media yang dipersiapkan selama proses pembelajaran adalah gambar seri dongeng tersebut baik dalam bentuk besar maupn dalam bentuk kecil. Untuk mengetahui hasil pembelajaran dipersiapkan instrumen penilaian individu, pedoman pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, pedoman wawancara, dan angket siswa. Sebelum penelitian dimulai terlebih dahulu peneliti melakukan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga untuk mengetahui tingkat kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Selain itu peneliti juga mengadakan pre tes untuk mengetahui kemampuan berbicara dan berekspresi siswa secara langsung. Pada saat pelaksanaan pre tes siswa terlihat kurang antusias dalam mengikuti pelajaran, hal itu terlihat dari sebagian siswa yang bicara sendiri saat guru menerangkan pelajaran. Beberapa dari mereka ada yang duduk bermalas- malasan bahkan ada yang berjalan-jalan sehingga guru menegur siswa tersebut. Kurangnya keantusiasan siswa dalam mengikuti pelajaran dikarenakan dua hal, 1) waktu pelajaran Bahasa Indonesia yang terletak pada jam terakhir, sehingga tenaga dan fikiran siswa banyak yang terkuras saat mengikuti pelajaran-pelajaran sebelumnya. 2) karena kurang menariknya guru dalam menyajikan pembelajaran, diantaranya guru kurang memotivasi siswa, guru juga tidak memberikan penghangatan (permainan atau nyanyian singkat) pada waktu menyajikan pelajaran. Pada saat pre tes siswa terlihat masih takut ketika disuruh menceritakan pengalaman pribadinya dihadapan teman-temannya bahkan ada siswa yang ketika disuruh maju ke depan sama sekali tidak berbicara. Kemampuan berbicara mereka juga masih sangat kurang, hal itu dapat diketahui dari siswa yang terlihat gugup ketika berbicara di depan teman-temannya sehingga menyebabkan bicaranya kurang lancar dan terdengar tidak jelas. Sebagian besar siswa masih belum dapat menempatkan intonasi suara dan menggunakan variasi suara juga mengekspresikan cerita yang dibawakannya. Bukti secara kuantitatif juga menunjukkan bahwa kemampuan berbicara dan berekspresi siswa pada saat pre tes masih sangat kurang. Hal itu dapat dilihat dari hasil tes belajar siswa yang masih belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal baik secara individual maupun secara klasikal. Dari segi keruntutan nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah sebesar 67,1 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 31,4%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 11 siswa, sedang 24 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dari segi runtut dan tidaknya, belum ada siswa yang mencapai kriteria keruntutan. Kemampuan berbicara siswa masih di bawah kriteria keruntutan yang ditetapkan. Dari segi kelancaran, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah sebesar 65,2 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 25,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 9 siswa, sedang 26 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dari segi lancar dan tidaknya dalam berbicara, hanya ada 1 orang saja siswa yang telah mencapai kriteria kelancaran, sedang sebagian besar siswa lainnya masih belum mencapai kriteria kelancaran yang ditetapkan. Dari segi kejelasan suara, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah sebesar 66,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar 22,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 8 siswa, sedang 27 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari jelas dan tidaknya ketika berbicara, terdapat 1 orang saja yang sudah mencapai kriteria jelas sedang selebihnya masih di bawah standar kejelasan yang ditetapkan. Dari segi intonasi suara, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah sebesar 60,5 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat sesuai dan tidaknya intonasi suara ketika berbicara, masih belum ada siswa yang mencapai standar kesesuaian intonasi yang ditetapkan. Dari segi variasi suara, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah sebesar 57,29 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 2,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 1 siswa, sedang 34 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat dari bervariasi dan tidaknya suara, belum terdapat siswa yang mencapai standar variasi yang ditetapkan. Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa adalah sebesar 60,7 sedangkan prosentase ketuntasan berekspresi sebesar 5,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 2 siswa, sedang 33 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Diukur dari mampu dan tidaknya siswa berekspresi, hanya ada 1 orang siswa saja yang bisa dikatakan mamapu berekspresi, selebihnya masih belum mencapai standar kemampuan ekspresi yang ditetapkan. Belum ada evaluasi untuk indikator/kriteria keterpaduan antara gambar dan cerita, karena pada pre tes penggunaan media gambar sebagai media bantu untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi masih belum diterapkan. Penerapan media gambar sebagai media bantu untuk meningkatkan kemampuan berbicara baru diterapkan pada siklus pertama, kedua, dan ketiga. Jadi evaluasi keterpaduan antara media gambar dan cerita baru dimulai pada siklus pertama. Dari hasil analisis di atas baik dari sistem pembelajaran selama di kelas maupun dari hasil belajar yang dicapai siswa pada saat pre tes banyak hal yang perlu diperbaiki terutama dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa dan keberanian siswa dalam berbicara. Secara umum dapat dikatakan bahwa kemampuan berbicara dan berekspresi siswa pada saat pre tes masih sangat kurang, hal itu dapat dilihat dari hasil tes belajar siswa dilihat dari segi keruntutan, kelancaran, kejelasan, variasi, intonasi dan ekspresi ketika berbicara yang masih jauh dari kriteria ketuntasan minimal baik secara individual maupun secara klasikal. Setelah mengetahui tingkat kemampuan berbicara siswa dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V dan juga dari hasil pelaksanaan pre tes, maka peneliti mulai menyusun rencana pelakasana pembelajaran untuk siklus pertama. Penyusunan itu selain sudah direncanakan dari awal juga digabungkan dari hasil pengamatan selama pre tes. Secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran pada sikluis 1 adalah: a) penjelasan sepintas tentang dongeng, macam-macam dongeng, dan ciri-ciri dongeng; b) peneliti menjelaskan dan memberi contoh teknik-teknik mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri; c) peneliti memberi contoh cara membawakan dongeng; d) peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar dan tiap-tiap kelompok diberi satu dongeng; e) siswa belajar mendongeng dengan kelompoknya. Pada siklus 1 siswa terlihat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran meski jam pelajaran Bahasa Indonesia terletak pada jam terakhir, hal itu karena pada awal kegiatan pembelajaran guru memberikan permainan singkat yang ditujukan untuk mengembalikan semangat belajar siswa dan mengkondisikan kelas agar kembali tenang apabila suasana kelas sudah mulai ramai. Siswa terlihat antusias mendengarkan penjelasan dari guru tentang teknik-teknik mendongeng terutama saat peneliti memberi contoh cara memvariasi suara. Keantusiasan tersebut dapat diketahui dari suasana kelas yang cukup kondusif. Penggunaan media gambar saat peneliti membawakan dongeng juga turut mendukung tumbuhnya ketertarikan siswa dalam mendengarkan dongeng guru, hal itu terlihat dari beberapa komentar singkat siswa yang terdengar saat guru membuka lembar demi lembar gambar yang mengiringi dongeng tersebut. Pada siklus 1 terlihat siswa masih takut dan malu-malu dalam membawakan dongeng, sehingga kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 (setelah diadakan tindakan) tidak jauh beda dengan kemampuan siswa pada saat pre tes (sebelum tindakan). Dari hal ini peneliti mengetahui bahwa keberanian adalah modal utama untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Ketika membawakan dongeng siswa masih terlihat menghafal bukan memahami dongeng sehingga seringkali siswa terlihat kaku, tidak bebas, dan sering kesulitan dalam membawakan dongeng karena lupa dengan kalimat-kalimat dalam dongeng tersebut. Siswa masih terlihat malu-malu dan kebingungan saat guru meminta untuk mengekspresikan adegan dalam dongeng. Dari beberapa kriteria penilaian untuk menentukan keberhasilan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa, teknik memvariasi suara adalah teknik yang paling tidak dikuasai siswa. Hasil belajar pada siklus 1 masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan, baik secara individual maupun klasikal. Meskipun demikian, pada siklus 1 terdapat sedikit peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi bila dibandingkan dengan pada saat pre tes. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari perbandingan hasil belajar siswa pada saat pre tes dengan hasil belajar siswa setelah dilaksanakan siklus 1 bila dilihat dari segi keruntutan, kelancaran, kejelasan, intonasi suara, variasai suara, dan ekspresi saat berbicara. Dari segi keruntutan nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 67,1 menjadi 69,5 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara meningkat dari 31,4% menjadi 37,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 11 siswa menjadi 13 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 24 siswa menajadi 22 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai keruntutan dalam berbicara juga meningkat dari 2 siswa menjadi 7 siswa. Dari segi kelancaran nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 65,2 menjadi 67,8 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara meningkat dari 25,7% menjadi 28,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 9 siswa menjadi 10 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 26 siswa menajadi 25 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kelancaran dalam berbicara masih tetap yaitu 1 siswa. Meski pada siklus 1 belum terdapat siswa yang mencapai standar kelancaran berbicara, akan tetapi peningkatan kelancaran berbicara siswa bisa dilihat dari kriteria sangat tidak lancar yang naik menjadi tidak lancar, dan yang sebelumnya tidak lancar naik menjadi kurang lancar. Dari segi kejelasan suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 66,1 menjadi 70,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara meningkat dari 22,9% menjadi 37,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 8 siswa menjadi 13 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 27 siswa menajadi 22 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kejelasan suara dalam berbicara juga meningkat dari yang sebelumnya 1 siswa menjadi 6 siswa. Dari segi intonasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 60,5 menjadi 65,3. Tidak ada peningkatan pada prosentase ketuntasan intonasi suara dari yang semula 8,6% tetap menjadi 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual tidak ada peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas). Jumlah siswa yang tuntas belajar pada saat pre tes maupun pada siklus 1 tetap sebanyak 3 orang siswa. Sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) juga tetap sebanyak 32 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai standar kejelasan suara dalam berbicara meningkat dari yang tidak ada (0) menjadi 2 siswa. Dari segi variasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 57,3 menjadi 61,7 sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara meningkat dari 2,9% menjadi 5,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 1 siswa menjadi 2 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 34 siswa menajadi 33 siswa. Belum ada siswa yang mencapai standar variasi yang ditetapkan. Meski pada siklus 1 belum terdapat siswa yang mencapai standarvariasi suara yang ditentukan, akan tetapi peningkatan kemampuan siswa dalam memvariasi suara bisa dilihat dari kriteria sangat tidak bervariasi yang naik menjadi tidak bervariasi, dan yang sebelumnya tidak bervariasi naik menjadi kurang bervariasi. Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa meningkat dari 60,7 menjadi 65,1 sedangkan prosentase ketuntasan berakspresi meningkat dari 5,7% menjadi 22,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 2 siswa menjadi 8 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 33 siswa menajadi 27 siswa. Belum terdapat peningkatan jumlah siswa yang mencapai standar ekspresi yang ditetapkan. Jumlah siswa yang mencapai standar ekspresi yang ditetapkan baik pada saat pre tes maupun siklus 1 adalah 1 siswa. Meski belum terdapat peningkatan jumlah siswa yang mencapai standar espresi yang ditentukan, akan tetapi peningkatan kemampuan siswa dalam berekspresi bisa dilihat dari kriteria sangat tidak berekspresi yang naik menjadi tidak berekspresi, dan yang sebelumnya tidak berekspresi naik menjadi kurang berekspresi. Kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 1 adalah sebesar 69,3 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan dongeng dengan gambar sebesar 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Belum terdapat siswa yang mencapai standar kepaduan yang ditetapkan antara dongeng dengan gambar. Hal ini karena pada siklus 1 adalah pertama kali siswa belajar untuk memadukan gambar dengan dongeng yang belum diterapkan pada saat pre tes. Hasil observasi kegiatan pembelajaran di kelas serta hasil tes belajar pada siklus 1 menjadi acuan bagi pelaksanaan siklus 2. Setelah dilakukan refleksi, tindakan yang perlu ditingkatkan pada siklus selanjutnya adalah: 1. Meningkatkan motivasi keberanian siswa dalam berbicara. 2. Pematangan teknik-teknik mendongeng dan berekspresi. 3. Mengajarkan siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng sehingga siswa bisa menceritakan ulang dongeng yang dibawakannya dengan bahasanya sendiri bukan hafalan. Keberanian adalah modal utama seseorang untuk memulai sesuatu, begitu juga dengan berbicara. Tentang pentingnya kemampuan berbicara, Edy Santoso K. S. seorang trainer dan motivator mengatakan bahwa ahli psikologi dunia telah melakukan survey, ternyata keberhasilan seseorang dalam kehidupannya 90% ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) nya, sedangkan IQ hanya berperan 10% saja. Salah satu bentuk kecerdasan emosi adalah kemampuan berbicara. 105
Dalam artikelnya yang berjudul Bicara adalah Kunci Sukses, Edy Santoso juga mencontohkan, bahwa seorang karyawan yang memiliki IQ tinggi (pintar/pandai) akan tetapi tidak berani berbicara atau mengungkapkan apa yang ada dalam fikirannya kepada orang lain maka dijamin tidak akan ada satu orang pun yang tahu bahwa ia pandai atau memiliki IQ yang tinggi. 106 Dari pernyataan dan contoh di atas, dapat dikatakan bahwa keberanian sangat berperan penting dalam kemampuan berbicara. Setelah dilakukan proses penelitian pada siklus 1, ternyata permasalahan yang paling besar yang menyebabkan kurang berhasilnya pelaksanaan tindakan pada siklus 1 adalah masih minimnya (belum tumbuhnya) keberanian siswa. Sebagian besar siswa ketika diminta untuk membawakan dongeng di depan kelas masih cenderung takut dan malu-malu. Sehingga tak jarang dari mereka yang hanya diam saja atau membawakan dongeng dengan sangat tidak sempurna.
105 http://eaglesspirit.blogspot.com/2008/08/bicara-adalah-kunci-sukses.html 106 Ibid. Melihat kondisi yang demikian, peneliti berinisiatif pada penerapan siklus selanjutnya tindakan utama yang akan dilakukan peneliti adalah menumbuhkan motivasi keberanian anak dalam berbicara (membawakan dongeng) di depan umum. Penumbuhan motivasi pada siswa agar siswa bisa tampil lebih percaya diri ketika mendongeng di depan umum sangat diperlukan. Pentingnya penumbuhan motivasi dalam situasi pembelajaran ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Zakia Darajat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa memotivasi murid adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dapat dilakukannya. 107
Sementara fungsi dari motivasi itu sendiri adalah: 1. Memberi semangat dan mengaktifkan murid agar tetap berminat dan siaga 2. Memusatkan perhatian anak pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar. 3. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka panjang. 108
Para ahli psikologi berusaha menggolongkan motivasi yang ada dalam diri manusia atau suatu organisme kedalam beberapa golongan: 1) Wuryani Djiwandono membagi motivasi menjadi dua bagian yaitu: Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik 109
107 Zakia Drajat, "Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam", (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 140. 108 Ibid. 109 Sri Esti Wuryani Djiwandono, "Psikologi Pendidikan", (Jakarta: Grasindo, 2002), hal 356. 2) Oemar Malik mengemukakan bahwa motivasi intrinsik adalah motif-motif yang yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri seseorang sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi atau tenaga pendingin yang berasal dari luar diri siswa. 110
Berdasarkan definisi di atas, dapat diketahui bahwa motivasi ekstrinsik pada hakekatnya adalah dorongan yang berasal dari luar diri seseorang. Motivasi ekstrinsik yang positif seperti ganjaran, pujian, hadiah dan sebagainya dapat merangsang siswa untuk lebih giat belajar. Uraian di atas memperkuat asumsi peneliti, bahwa untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal pada pembelajaran mendongeng siklus selanjutnya adalah dengan menumbuhkan motivasi keberanian siswa untuk lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya. Penumbuhan motivasi keberanian yang akan dilakukan peneiti pada siklus selanjutnya yaitu berupa pemantauan secara khusus kemampuan mendongeng siswa pada tiap-tiap kelompok. Tentunya agar kemampuan siswa tersebut lebih maksimal peneliti juga melakukan tindakan khusus dalam memantabkan kembali pengajaran teknik-teknik mendongeng kepada siswa. Peneliti juga mengajarkan siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng. Pada siklus II, untuk meningkatkan kemampuan mendongeng siswa agar mencapai target yang diinginkan, tindakan utama yang dilakukan peneliti adalah menumbuhkan motivasi keberanian siswa dalam berbicara di depan umum,
110 Oemar Malik, "Proses Belajar Mengajar", (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 162. pemantaban teknik-teknik mendongeng, dan melatih siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng. Secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran pada siklus II adalah: a) siswa berkumpul dengan kelompok belajarnya; b) peneliti memantau belajar tiap- tiap kelompok sambil menumbuhkan motivasi keberanian siswa dan memantabkan pengajaran teknik-teknik mendongeng. Pada siklus II pada awal kegiatan pembelajaran siswa terlihat semangat karena pada setiap siklus peneliti memberikan tebak-tebakan singkat untuk memotivasi belajar siswa. Ketika diawasi peneliti siswa terlihat lebih antusias dalam mempelajari teknik-teknik mendongeng dan lebih berani dalam memperagakan dongengnya meskipun belum maksimal. Pendampingan secara khusus dan pemberian contoh mendongeng secara lesan dan terperinci lebih mudah ditangkap siswa dari pada siswa hanya ditugasi membaca dongeng kemudian disuruh mencoba mengekspresikan sendiri. Siswa belajar untuk memahami dongeng bukan menghafal dongeng. Hal itu terlihat dari segi keruntutan dan kelancaran siswa dalam membawakan dongeng. Siswa sudah mulai bisa menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara tokoh-tokohnya, dan mengekspresikan dongengnya meski belum maksimal dan masih terlihat canggung. Peningkatan kemampuan medongeng siswa pada siklus II juga dapat dilihat melalui hasil pre tes yang dibandingkan dengan hasil tes belajar pada siklus II: Dari segi keruntutan, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 67,1 menjadi 78,8 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara meningkat dari 31,4% menjadi 77,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 11 siswa menjadi 27 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 24 siswa menajadi 8 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai keruntutan dalam berbicara juga meningkat dari 2 siswa menjadi 14 siswa. Dari segi kelancaran nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 65,2 menjadi 77,9 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara meningkat dari 25,7% menjadi 71,4%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 9 siswa menjadi 25 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 26 siswa menajadi 10 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kelancaran dalam berbicara mengalami peningkatan dari 1 siswa menjadi 12 siswa. Dari segi kejelasan suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 66,1 menjadi 77,9 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara meningkat dari 22,9% menjadi 82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 8 siswa menjadi 29 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 27 siswa menajadi 6 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kejelasan suara dalam berbicara juga meningkat dari yang sebelumnya 1 siswa menjadi 16 siswa. Dari segi intonasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 60,5 menjadi 75. Sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara meningkat dari 8,6% menjadi 57,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 3 siswa menjadi 20 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 32 siswa menajadi 15 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai standar kesesuaian intonasi suara dalam berbicara meningkat dari tidak ada (0) menjadi 9 siswa. Dari segi variasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 57,3 menjadi 71 sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara meningkat dari 2,9% menjadi 40%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 1 siswa menjadi 14 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 34 siswa menajadi 21 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai standar kebervariasian suara dalam berbicara meningkat dari tidak ada (0) menjadi 1 siswa. Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa meningkat dari 60,7 menjadi 74 sedangkan prosentase ketuntasan berakspresi meningkat dari 5,7% menjadi 45,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 2 siswa menjadi 16 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 33 siswa menajadi 19 siswa. Jumlah siswa yang mencapai standar ekspresi yang ditetapkan meningkat dari 1 siswa menjadi 9 siswa. Peningkatan kemampuan berekspresi lainnya dapat dilihat dari kriteria sangat tidak berekspresi yang naik menjadi tidak berekspresi, dan yang sebelumnya tidak berekspresi naik menjadi kurang berekspresi. Kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 1 adalah sebesar 69,3 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 75,7 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan dongeng dengan gambar sebesar 82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) meningkat dari 3 siswa menjadi 29 siswa, sedang siswa yang belum tuntas belajar (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 32 siswa menjadi 6 siswa. Jumlah siswa yang mencapai standar padu dalam memadukan dongeng dan gambar meningkat dari 0 siswa menjadi 10 siswa. Dari hasil observasi pembelajaran selama di kelas serta dari hasil tes belajar siklus II secara umum dapat dikatakan kemampuan mendongeng siswa pada siklus 2 terlihat jauh lebih meningkat bila dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Hal itu terlihat dari meningkatnya keberanian dan kemampuan siswa dalam membawakan dongeng. Peningkatan tersebut disebabkan karena pada siklus II guru lebih maksimal dalam menumbuhkan motivasi keberanian siswa dan perhatian yang diberikan guru kepada siswa juga lebih maksimal sehingga siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar mendongeng. Dari beberapa kriteria penilaian yang ditentukan peneliti untuk mengukur keberhasilan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri, kemampuan memvariasi suara masih menduduki peringkat yang terendah. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa teknik memvariasi suara adalah teknik yang paling sulit dikuasai oleh siswa. Meskipun keberanian dan kemampuan mendongeng yang dicapai siswa pada siklus dua jauh lebih meningkat dari pada siklus pertama akan tetapi perolehan hasil tes belajar pada siklus II masih belum mencapai standar kriteria maksimal yang ditentukan sehingga penelitian masih terus berlanjut ke siklus berikutnya yaitu siklus III. Pada siklus III tindakan yang dilakukan peneliti lebih tertuju pada peningkatan motivasi keberanian dan peningkatan kemampuan mendongeng siswa sehingga hasil tes belajar pada siklus III bisa mencapai batas ketuntasan minimal yang ditentukan. Berikut ini adalah hasil tes belajar yang dicapai siswa pada siklus III bila dilihat dari beberapa indikator yang ditetapkan peneliti: Dari segi keruntutan, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 67,1 menjadi 87,1 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara meningkat dari 31,4% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 11 siswa menjadi 35 siswa, dan sudah tidak terdapat siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75). Jumlah siswa yang telah mencapai keruntutan dalam berbicara juga meningkat dari 2 siswa menjadi 33 siswa. Sedang 2 siswa yang lainnya masih menduduki kriteria kurang runtut, meskipun demikian nilai yang diperoleh 2 siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi keruntutan dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal. Dari segi kelancaran nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 65,2 menjadi 87,1 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara meningkat dari 25,7% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 9 siswa menjadi 35 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kelancaran dalam berbicara mengalami peningkatan dari 1 siswa menjadi 34 siswa. Sedang 1 orang siswa masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi kelancaran dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal. Dari segi kejelasan suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 66,1 menjadi 87,6 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara meningkat dari 22,9% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 8 siswa menjadi 35 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kejelasan suara dalam berbicara juga meningkat dari 1 siswa menjadi 35 siswa. Sedang 1 orang siswa masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi kelancaran dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal. Dari segi intonasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 60,5 menjadi 75. Sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara meningkat dari 8,6% menjadi 83,5%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 3 siswa menjadi 32 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) sudah tidak ada atau (0) siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai standar kesesuaian intonasi suara dalam berbicara meningkat dari tidak ada (0) menjadi 32 siswa sedang 3 orang siswa masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi kejelasan suara dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal. Dari segi variasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat dari 57,3 menjadi 71 sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara meningkat dari 2,9% menjadi 85,7%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 1 siswa menjadi 30 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 34 siswa menajadi 5 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai standar kebervariasian suara dalam berbicara meningkat dari tidak ada (0) menjadi 12 siswa, sedang 23 orang siswa lainnya masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi kebervariasian suara dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal. Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa meningkat dari 60,7 menjadi 83 sedangkan prosentase ketuntasan berakspresi meningkat dari 5,7% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat dari 2 siswa menjadi 35 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang mencapai standar ekspresi yang ditetapkan meningkat dari 1 siswa menjadi 32 siswa, sedang 3 orang siswa lainnya masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi ekspresi dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal. Kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 1 adalah sebesar 69,3 sedangkan pada siklus III meningkat menjadi 84 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan dongeng dengan gambar sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) meningkat dari 3 siswa menjadi 35 siswa, sedang siswa yang belum tuntas belajar (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang mencapai standar padu dalam memadukan dongeng dan gambar meningkat dari 0 siswa menjadi 35 siswa. Dari hasil observasi selama pembelajaran di kelas serta hasil tes belajar selama siklus I, siklus II, dan siklus III menunjukkan terdapatnya peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa hingga mencapai batas ketuntasan minimal yang ditentukan. Hal itu menunjukkan bahwa penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Dedi Kusnendi dalam Pembelajaran Mendongeng yang mengungkapkan tentang manfaat utama dari kegiatan mendongeng yaitu untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Dengan mendongeng siswa dilatih mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan menarik. Untuk dapat membawakan dongeng dengan baik, siswa harus memahami dan menghayati dongeng tersebut, juga memperhatikan artikulasi (kejelasan ucapan), intonasi (lagu kalimat), dan mimik (ekspresi wajah). 111
Pernyataan Dedi Kusnendi tentang manfaat utama mendongeng juga menunjukkan bahwa selain untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa juga dapat meningkatkan kemampuan berekspresi siswa. Karena untuk dapat berbicara yang efektif seseorang tidak hanya harus menguasai faktor kebahasaan tetapi juga harus memperhatikan faktor non kebahasaan. Arsyad dan Mukti mengungkapkan tentang beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi: e) Ketepatan ucapan. f) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai. g) Pilihan kata (diksi). h) Ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi: h) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. i) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara.
111 Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40. j) Kesediaan menghargai pendapat orang lain. k) Gerak-gerik dan mimik yang tepat. l) Kenyaringan suara. m) Penalaran. n) Penguasaan topik. 112
Penelitian ini juga membuktikan bahwa penggunaan media gambar ketika mendongeng dapat mendukung kemampuan berbicara siswa. Hal itu dapat diketahui pada saat siswa mendongeng, jika ada beberapa bagian cerita yang lupa mereka melihat gambar dalam dongeng tersebut. Selain membantu pendongeng untuk mengingat jalan cerita, media gambar juga berfungsi untuk menambah daya tarik audien terhadap dongeng yang dibawakan Si Pendongeng. Karena disamping mendengarkan dongeng audien juga dapat menikmati keindahan gambar. Dalam bukunya Terampil Mendongeng, Kusumo Priyo mengungkapkan bahwa mendongeng dengan media gambar selain dapat membantu pendongeng mengingat jalan cerita dongeng, mengembangkan cerita dongeng menjadi panjang atau sekehendaknya juga dapat menambah ketertarikan pendengar terhadap dongeng. Karena selain dapat menikmati dongeng pendengar juga dapat menikmati keindahan gambar. Pendengar pun juga dapat lebih memahami dongeng karena disamping mendengarkan dongeng pendengar juga dapat melihat gambar dongeng. Hasil tes belajar tingkat kefahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan temannya telah mencapai standar ketuntasan minimal yang ditetapkan.
112 Maidar G. Arsyad dan Mukti U. S, op.cit., hlm. 18 20. Hal itu dapat diketahui dari nilai rata-rata kefahaman siswa sebesar 83,2 dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 32 siswa dari 35 siswa. Sedang prosentase ketuntasan mencapai 91,4%. Prosentase ketuntasan tersebut telah melebihi batas minimal dari ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebesar 85%. Tes belajar tentang kefahaman terhadap dongeng yang dibawakan temannya ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kefahaman siswa terhadap cerita yang disampaikan dengan cara mendongeng. Meskipun bukan orientasi utama dalam penelitian ini, akan tetapi peneliti menganggap mengetahui tingkat kefahaman siswa terhadap cerita itu perlu, karena apabila siswa telah memahami cerita maka diharapkan mereka dapat mengambil pelajaran budi pekerti dari cerita yang mereka pelajari, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam metode penelitian, bahwa selain dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi, dongeng juga dapat dijadikan sebagai pembelajaran akhlak bagi anak. Pembelajaran dongeng yang berperan penting dalam menumbuhkan budi luhur dalam diri anak ini sebagaimana yang telah diajarkan dalam Al Qur'an. Dalam Al Qur'an, Allah SWT mendidik akhlak Rasulullah SAW melalui kisah- kisah nabi-nabi terdahulu yang patut diteladani. Tentang peran pentingnya cerita dalam pembelajaran akhlak, dalam surat Yusuf ayat 3 Allah berfirman: t ) 7= m& )9# $/ $m& 79) # #)9# ) M2 % 9 =9# Artinya: "Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui." (Al Qur'an, Yusuf: 03). 113
Pembelajaran yang disampaikan dengan cara melihat dan mendengar, tingkat pemahaman yang dicapai siswa lebih tinggi dari pada hanya dengan mendengar atau melihat saja. Dalam kerucut pembelajaran, Peter Sheal mengungkapkan bahwa dengan mendengar, pengalaman belajar yang diperoleh siswa sebanyak 20%; dari melihat, pengalaman belajar yang diperoleh siswa sebanyak 30%; dan dari melihat dan mendengar, pengalaman belajar yang diperoleh siswa sebanyak 50%.
113 Departemen Agama, "Al Qur'an dan Terjemah", (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur'an, 1983), hlm. 348. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Adapun penyusunan perencanaan difokuskan pada kemampuan siswa dalam menguasai indikator-indikator yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan mendongeng yang berimplikasi pada kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Indikator-indikator tersebut terdiri dari keruntutan, kelancaran, kejelasan suara, intonasi suara, kemampuan berekspresi, dan keterpaduan dongeng dengan gambar. Proses pelaksanaannya di bagi menjadi tiga siklus. Pada siklus 1, secara singkat guru menjelaskan dongeng dan unsur- unsur intrinsik dongeng. Setelah siswa cukup mengerti maka guru mulai mengajarkan teknik-teknik mendongeng,. Agar siswa lebih faham, guru kemudian memberikan contoh dengan membawakan sebuah dongeng. Kegiatan selanjutnya adalah guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Tiap-tiap kelompok diberi sebuah dongeng untuk didiskusikan dengan kelompoknya sendiri bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan mengacu pada indikator yang ditetapkan. Guru memantau diskusi siswa. Pada siklus 2 dan 3 guru berusaha menumbuhkan keberanian siswa dan meningkatkan kemampuan mendongeng siswa dengan memberikan motivasi, memberikan contoh lebih detail, dan meningkatkan pengawasan. 2. Terdapat peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa secara bertahap ketika diterapkan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri. Untuk mengetahui proses peningkatan tersebut, guru melakukan evaluasi pada tiap siklusnya. Pada siklus 1, peningkatan yang dicapai siswa sangat kecil, hal itu karena pada siklus pertama banyak siswa yang masih merasa malu dan canggung dalam membawakan dongeng dan mengekspresikan dongengnya di hadapan guru dan teman-temannya. Dari siklus pertama, peneliti kemudian mengetahui bahwa permasalahn terbesar yang menghambat kemampuan berbicara dan berekspresi siswa terletak pada keberanian. Pada siklus 2, peneliti berupaya memunculkan keberanian siswa dengan memberikan motivasi dan melakukan pembiasaan pada siswa untuk tampil berbicara dan berekspresi di depan. Dengan cara itu ternyata kemampuan berbicara dan berekspresi siswa pada siklus dua jauh lebih meningkat dibandingkan dengan siklus pertama, meskipun demikian nilai hasil evaluasi siswa belum mencapai standar minimal ketuntasan yang ditetapkan sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus tiga. Pada siklus tiga kemampuan siswa dalam berbicara dan berekspresi semakin meningkat. Peningkatan tersebut diketahui dari semakin berani dan semakin baiknya siswa dalam membawakan dongeng. Siswa mampu membawakan dongeng dengan runtut dan lancar. Siswa sudah mampu menempatkan intonasi suara dan menggunakan variasi suara saat membawakan dongeng. Sisawa juga semakin berani mengekspresikan dongengnya, dan juga semakin mampu memadukan dongeng yang dibawakannya dengan media gambar yang disediakan. Pada siklus tiga, nilai hasil evaluasi mencapai bahkan melebihi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan (KKM). Berikut ini adalah perbandingan rata-rata nilai yang dicapai siswa pada saat sebelum diadakan tindakan (pre tes) dan setelah diadakan tindakan pada siklus III. Rata-rata nilai keruntutan berbicara siswa meningkat dari 67,1 menjadi 87,1; rata-rata nilai kelancaran meningkat dari 65,2 menjadi 87,3; rata-rata nilai kejelasan suara siswa meningkat dari 66,1 menjadi 87,6; rata-rata nilai intonasi suara siswa meningkat dari 60,5 menjadi 83,5; rata-rata nilai variasi suara siswa meningkat dari 57,3 menjadi 76,5; rata-rata nilai ekspresi siswa meningkat dari 60,7 menjadi 83; dan rata-rata nilai keterpaduan dongeng dengan gambar siswa meningkat dari siklus 1 dengan jumlah 69,3 menjadi 84 pada siklus III.
B. Saran Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut: a. Bagi Kepala Sekolah Alangkah baiknya jika penelitian ini dijadikan sebagai salah satu pedoman oleh lembaga pendidikan untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswanya b. Bagi Guru Untuk lebih meningkatkan kemampuan berbicara siswa, hendaknya guru mencoba menerapkan beberapa metode pembelajaran yang lebih menarik dan dapat mendukung peningkatan kemampuan berbicara siswa. Ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri dapat menjadi salah satu contoh penerpan metode yang dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa. c. Bagi Siswa Agar lebih meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri dalam menunjukkan kemampuan berbicaranya serta pembiasaan melatih kemampuan berbicaranya, sebab terbukti siswa yang mempunyai tingkat keberanian serta rasa percaya diri yang tinggi lebih mampu untuk mengungkapkan ide-idenya, d. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini masih terbatas pada tema tertentu, untuk itu perlu ada penelitian yang lebih lanjut dengan tema dan pembahasan yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arsjad, Maidar G dan S, Mukti U. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Budi, Imam. 2008. Manfaat Mendongeng Untuk Si Kecil, (http://www.mail- archive.com/ referensi_maya@yahoogroups.com/maillist.html, diakses 1 November 2008)
Departemen Agama. 1983. Al Qur'an dan Terjemah. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur'an.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI (KTSP). Jakarta: Depdiknas KKPS Kabupaten Malang.
Drajat, Zakia. 2004. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Endraswara, Ibrahim Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Yogyakarta.
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Hartono. 2007. Strategi Pembelajaran Active Learning, (Online), (Situs Informasi Pendidikan Indonesia, serba-serbi dunia pendidikan: http://eduarticles.com, diakses 1 November 2008).
Ibrahim. 1981. Media Instruksional. Malang: Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP Malang.
Imam Budi. 2008. Manfaat Mendongeng untuk Si Kecil. (Online), (http://www.mailarchive.com/referensi_maya@yahoogroups.com/index.ht ml, diakses 1 Februari 2009).
Kusnendi, Dedi. 2002. Pembelajaran Mendongeng. Jakarta: Gerbang. Latuheru, J. D. 1998. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Kini. Ujung Pandang: Penerbit IKIP Ujung Pandang.
Melandika, Alfarisma. 2007. Pengaruh (Megadis) Media Gambar Diam Seri Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMPN I Gondang Kab. Nganjuk. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Indonesia Universitas Malang.
Miftahul Jannah, Wahyu. 2009. Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui The Role Playing Model di Kelas III SDN Selodono. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Indonesia Universitas Malang.
Murtikasari, Ardiani. 2007. Mengenal Media Pembelajaran. (Online), (http://edu- articles.com/mengenal-media-pembelajaran/, diakses tanggal 21 Juli 2009)
Pormadi. 2008. Teknik Berbicara di Depan Umum. (Online), (http://pormadi.wordpress.com/2008/12/15/teknik-berbicara-di-depan- umum/, diakses 16 Februari 2009).
Priyo, Kusumo. 2001. Terampil Mendongeng, Jakarta: PT. Grasindo.
Saleh, Abdul Rahman. 2005. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadiman dkk. 2003. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya, Jakarta: Pustekkom Dikbud dan CV Rajawali.
Santoso K. S, Edy. Bicara Adalah Kunci Sukses. (Online). (http://eaglesspirit.blogspot.com/2008/08/bicara-adalah-kunci-sukses.html, diakses 1 Juni 2009)
Sihkabuden. 1985. Modul Media Pembelajaran. Malang: FIP IKIP Malang.
Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 1990. Media Pengajaran. Bandung: CV Sinar Baru Bandung.
Sulaeman, Amir Hamzah. 1988. Media Audio-Visual. Jakarta: PT Gramedia.
Tarigan, D. dan G, Henry. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Uci. 2007. Harus Berani Malu. (Online), (http://www.pikiran- rakyat.com/?mib=news.detail&id=88615, diakses 25 Juli 2009)
Ugik. 2007. Ukir Perilaku Anak dengan Dongeng, (Online), (http://ugik.multiply.com, diakses 1 November 2008).
Kholifah, Umi. 2000. Pengaruh Penggunaan Media Gambar Diam Seri dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara Terhadap Kemampuan Berbicara Siswa Kelas II SLTP Lab. UM Tahun Ajaran 1999/2000. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Indonesia Universitas Malang.
Wahid Murni. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (dari Teori Menuju Praktek). Malang: UM Press.
Wahidmurni dan Ali, Nur. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Pendidikan Agama dan Umum dari Teori Menuju Praktek), Malang: UM Press. Yadai, Al Syukro. 2009. Guru Harus Mau dan Bisa Mendongeng. (Online), (http://alsyukro-yadai.com, diakses 25 Juli 2009 )
_________. 2008. Aktif dan Kreatif (Kompetensi Bahasa Indonesia SMP/MTs VII), (Online), (http://ictcenterpurwodadi.net/explorer/viewing/ BSE/02.+SMPMTs/39.+Kompentasi+Berbahasa+Indonesia1+VII+RATN A+ SUSANTI/03Bab+2.pdf/, diakses 1 Februari 2009).
_________. 2009. Ketuntasan Belajar. (Online), (http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/24/instrumen-penelitian.html, diakses 20 Juni 2009).
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/ Semester : V/ II (Dua) Alokasi Waktu : 6 x 40 menit Pertemuan : Pertama, kedua, dan ketiga
A. STANDAR KOMPETENSI Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bercerita.
B. KOMPETENSI DASAR Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.
C. MATERI POKOK Bercerita
D. INDIKATOR Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan bahasanya sendiri Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat. Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita
E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Media Gambar diam seri dalam ukuran besar Tempat meletakkan gambar
Sumber Belajar Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka Cipta Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas 5 SD/MI. Penerbit Erlangga
F. METODE PEMBELAJARAN Tanya Jawab Diskusi Ceramah Mendongeng
G. SKENARIO PEMBELAJARAN Kegiatan Awal Secara singkat peneliti menerangkan pada siswa pelajaran yang akan dipelajari hari itu. Secara singkat peneliti memberi tahu tujuan dari pembelajaran tersebut Kegiatan Inti Guru menjelaskan tenik-teknik membawakan dongeng dengan menggunakan media gambar diam seri. Peneliti yang juga bertindak sebagai guru mulai membawakan dongeng. Peneliti memberikan pertanyaan singkat tentang tokoh-tokoh, tema, latar, dan amanat yang terkandung dalam dongeng tersebut untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang dongeng tersebut. Kegiatan Akhir Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap-tiap kelompok diberi teks cerita yang berbeda-beda. Cerita tersebut disertai dengan ilustrasi gambarnya. Tiap-tiap kelompok mempelajari teks cerita tersebut serta saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang mendapat giliran maju pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membawakan dongeng. Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara bergantian untuk membawakan dongeng.
H. EVALUASI a. Keaktifan siswa dalam kelompoknya b. Keberanian siswa dalam membawakan dongeng c. Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran, keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan gambar)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SIKLUS II Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/ Semester : V/ II (Dua) Alokasi Waktu : 6 x 40 menit Pertemuan : Pertama, kedua, dan ketiga
A. STANDAR KOMPETENSI Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bercerita.
B. KOMPETENSI DASAR Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.
C. MATERI POKOK Bercerita
D. INDIKATOR Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan bahasanya sendiri Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat. Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita
E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Media Gambar diam seri dalam ukuran besar Tempat meletakkan gambar
Sumber Belajar Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka Cipta Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas V SD/MI. Penerbit Erlangga
F. METODE PEMBELAJARAN Tanya Jawab Diskusi Ceramah Mendongeng
G. SKENARIO PEMBELAJARAN Kegiatan Awal Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa. Tiap-tiap kelompok saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Guru memantau diskusi tiap-tiap kelompok serta memberi contoh pada siswa bagaimana cara menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan mengekspresikan cerita mereka. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk membawakan dongeng. Kegiatan Inti Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara bergantian untuk membawakan dongeng.
Kegiatan Akhir Evaluasi bersama (guru dan siswa membahas kelebihan dan kekurangan siswa saat membawakan dongeng pada pembelajaran hari itu ). H. EVALUASI Keaktifan siswa dalam kelompoknya Keberanian siswa dalam membawakan dongeng Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran, keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan gambar)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SIKLUS III Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/ Semester : V/ II (Dua) Alokasi Waktu : 6 x 40 menit Pertemuan : Pertama, kedua, dan ketiga
A. STANDAR KOMPETENSI Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bercerita.
B. KOMPETENSI DASAR Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.
C. MATERI POKOK Bercerita
D. INDIKATOR Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan bahasanya sendiri Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat. Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita
E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Media Gambar diam seri dalam ukuran besar Tempat meletakkan gambar
Sumber Belajar Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka Cipta Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas V SD/MI. Penerbit Erlangga
F. METODE PEMBELAJARAN Tanya Jawab Diskusi Ceramah Mendongeng
G. SKENARIO PEMBELAJARAN Kegiatan Awal Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa. Kegiatan Inti Tiap-tiap kelompok berkumpul dengan kelompoknya dan saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Guru memantau diskusi tiap-tiap kelompok serta membetulkan apabila ada siswa yang ketika belajar menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan mengekspresikan cerita terlihat kurang tepat. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk membawakan dongeng.
Kegiatan Akhir Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara bergantian untuk membawakan dongeng. Guru mengumumkan siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam membawakan dongeng. Siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap kelompok mendongeng dihadapan teman-temannya pada pertemuan berikutnya.
H. EVALUASI a. Keaktifan siswa dalam kelompoknya b. Keberanian siswa dalam membawakan dongeng. c. Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran, keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan gambar)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SIKLUS III Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/ Semester : V/ II (Dua) Alokasi Waktu : 6 x 40 menit Pertemuan : Keempat
A. STANDAR KOMPETENSI Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bercerita.
B. KOMPETENSI DASAR Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.
C. MATERI POKOK Bercerita
D. INDIKATOR Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan bahasanya sendiri Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat. Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita
E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR Media Gambar diam seri dalam ukuran besar Tempat meletakkan gambar
Sumber Belajar Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka Cipta Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas V SD/MI. Penerbit Erlangga
F. METODE PEMBELAJARAN Tanya Jawab Diskusi Ceramah Mendongeng
G. SKENARIO PEMBELAJARAN Kegiatan Awal Secara singkat guru menerangkan langkah-langkah pembelajaran hari itu Guru meminta siswa untuk menyimak dongeng yang dibawakan temannya, karena setelah setiap siswa selesai mendongeng, guru akan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan dongeng. Kegiatan Inti Siswa menyimak dongeng temannya dan ikut memberikan penilaian terhadap penampilan dongeng temannya untuk menentukan pendongeng yang terbaik diantara empat pendongeng. Setiap kali siswa selesai mendongeng, guru memberikan pertanyaan tentang unsur-unsur intrinsik dongeng bagi siswa yang menyimak dongeng temannya. Pertanyaan tersebut untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan temannya.
Kegiatan Akhir Guru menentukan pendongeng yang terbaik pertama, kedua, ketiga, dan keeempat. Penilaian tersebut diambil dari nilai yang diberikan guru dan nilai yang diberikan siswa. Siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam membawakan dongeng mendapat reward dari guru. Reward tersebut diurutkan dari pendongeng terbaik pertama sampai pendongeng terbaik keempat.
H. EVALUASI a. Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran, keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan gambar). b. Kemampuan siswa dalam memahami dongeng yang dibawakan temannya.
LAMPIRAN 3
FORMAT PENILAIAN MENDONGENG SISWA Nama Pendongeng :_________________ Kelompok Dongeng :_________________
Indikator Kriteria yang dinilai Penjelasan Nilai Keruntutan cerita a. Sangat runtut b. Runtut c. Kurang runtut d. Tidak runtut
Kelancaran bercerita 11. Sangat lancar 12. Lancar 13. Kurang lancar 14. Tidak lancar
Intonasi suara a. Sangat sesuai b. Sesuai c. Kurang sesuai d. Tidak sesuai
Penempatan suara.
a. Sangat bervariasi b. Cukup bervariasi c. Kurang bervariasi d. Tidak bervariasi
Ekspresi saat mendongeng a. Sangat tepat b. Tepat c. Kurang tepat d. Tidak tepat
Penggunaan media (keterpaduan dongeng dengan gambar) a. Sangat padu b. Padu c. Kurang padu d. Tidak padu
LEMBAR OBSERVASI PERILAKU SISWA SIKLUS 1 Hari/ Tanggal :_____________________ Jam :_____________________ Tempat :_____________________ Jenis Perilaku Indikator Catatan/ Komentar Antusias Menunjukkan rasa ingin tahu yang besar terhadap metode pembelajaran yang akan diterapkan guru. Ketertarikan dalam menyimak cerita guru. Berusaha mengerjakan tugas dengan baik (melaksanakan intruksi dengan segera)
Keceriaan Tampak gembira dan senang saat mengikuti pelajaran. Roman muka tampak berseri- seri saat diskusi kelompok.
Kreativitas Mencoba belajar berekspresi dengan gayanya sendiri Mengajukan pertanyaan kepada guru jika belum jelas Mengemukakan ide-idenya.
............................. LEMBAR OBSERVASI PERILAKU SISWA SIKLUS II Tanggal :_____________________ Jam :_____________________ Tempat :_____________________
Jenis Perilaku Indikator Catatan/ Komentar Motivasi Melaksanakan intruksi dari guru dengan segera Segera berkumpul dengan kelompoknya Bersungguh-sungguh menyimak penjelasan dan contoh mendongeng yang diberikan guru Berani memperagakan dongeng
Keceriaan Tampak gembira dan senang saat bekerja sama dengan kelompoknya.
Kreativitas Mencoba berekspresi dengan gayanya sendiri Mencoba memvariasi suara tokoh-tokoh dongeng Mencoba menyesuaikan intonasi suara
LEMBAR OBSERVASI PERILAKU SISWA SIKLUS III Tanggal :_____________________ Jam :_____________________ Tempat :_____________________
Jenis Perilaku Indikator Catatan/ Komentar Motivasi Melaksanakan intruksi dari guru dengan segera Segera berkumpul dengan kelompoknya Bersungguh-sungguh menyimak penjelasan dan contoh mendongeng yang
diberikan guru Berani memperagakan dongeng
Keceriaan Tampak gembira dan senang saat bekerja sama dengan kelompoknya.
Kreativitas Mencoba berekspresi dengan gayanya sendiri Mencoba memvariasi suara tokoh-tokoh dongeng Mencoba menyesuaikan intonasi suara
INSTRUMEN ANALIS PROSES KEGIATAN GURU Tahap Pembelajaran Fokus Tindakan Tindakan/Kegiatan Guru Kualifikasi BS B C K Pendahuluan Menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran Menyapa siswa dengan ramah Penghangatan (permainan singkat atau nyanyian) Menjelaskan tujuan dan kegiatan pembelajaran Memberi kesempatan siswa untuk bertanya
Inti Menjelaskan peta pikiran Memberi pengarahan langkah-langkah mendongeng Memperagakan dongeng
Penutup Membimbing siswa memunculkan gagasan Tanya jawab tentang dongeng yang akan dibawakan siswa Memancing siswa untuk memunculkan kreativitasnya dalam
membawakan dongeng Menugasi siswa untuk meresume cerita yang akan disampaiakan CATATAN LAPANGAN Siklus : Pertemuan : Hari/Tanggal : Jam : Tahap Pembelajaran Deskripsi Proses Pembelajaran Refleksi
LEMBAR OBSERVASI HASIL BELAJAR SISWA
Pertanyaan Hasil Pengamatan Apakah siswa senang/terlihat bersemangat dengan metode penelitian yang diterapkan peneliti?
Apakah metode mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa bila dilihat dari segi: Keruntutan bercerita Kelancaran bercerita Penyesuaian intonasi suara Ekspresi saat bercerita Variasi suara saat bercerita Keterpaduan penggunaan media saat bercerita
Pendapat lainnya
Pengamat
..................................
LAMPIRAN 4
REKAPITULASI PENILAIAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA (PRE TES, SIKLUS I, II, DAN III) a. Keruntutan No Nama Keruntutan Berbicara Pre Tes S1 S2 S3 1 Muhlis Susilo 60 65 73 80 2 Miftahul Huda 62 65 75 85 3 Adam Prasetyo 65 68 78 87 4 Devi Nur B 55 60 70 80 5 Tonny Dennys 62 65 75 80 6 M. Ridho Akbar 63 65 75 85 7 Bagus Syarifudin 63 65 75 85 8 M. Yusuf A. 60 63 73 85 9 Diah Ayu N. 77 80 87 95 10 Winda Retnani 77 80 85 95 11 M. Dimas Putra 63 65 75 85 12 Andhi Galih 65 70 80 87 13 M. Rochim Dwi J 63 63 75 85 14 Nadya Amuda 75 75 85 90 15 Rifky M. Ghufron 60 63 73 80 16 M. Iqbal Ismail 73 75 87 95 17 Rahmad Cahyono 63 63 73 83 18 Daisy Amalia 82 85 90 99 19 Risky N. Fandi 63 65 75 85 20 Khusnul Kh 55 60 70 78 21 Ahlil Firdaus 73 75 85 90 22 Rizky Firhan Ali 60 60 70 78 23 Diah Lutfiani 78 80 90 99 24 Ariza Zulfi P 75 78 87 95 25 Zaim I 60 63 73 85 26 Ilham Yahya 60 63 75 85 27 Fakhry Husein 63 65 73 85 28 M. Ghufron 83 75 82 90 29 Fatkul N 75 80 85 90 30 A. Ch. Yahya 75 78 85 90 31 S. Dwi Intan 63 65 78 85 32 M. Rizky 60 65 75 85 33 M. Subhan 60 65 75 85 34 Ulum Nabila 78 80 88 93 35 N. Asy Syafa 78 80 87 90 Nilai 2349 2432 2757 3049 Nilai Rata-Rata 67, 1 69, 5 78, 8 87, 1 T 11 13 27 35 TT 24 22 8 0 sangat tidak runtut 2 - - - tidak runtut 20 21 - - kurang runtut 11 7 21 2 runtut 2 7 12 19 sangat runtut - - 2 14 % ketuntasan keruntutan 31, 4% 37, 1% 77, 1% 100%
b. Kelancaran
No Nama Kelancaran Berbicara Pre Tes S1 S2 S3 1 Muhlis Susilo 60 62 75 75 2 Miftahul Huda 60 65 75 85 3 Adam Prasetyo 63 63 77 85 4 Devi Nur B 55 60 75 85 5 Tonny Dennys 57 60 73 85 6 M. Ridho Akbar 60 63 75 85 7 Bagus Syarifudin 63 65 73 87 8 M. Yusuf A. 60 63 76 85 9 Diah Ayu N. 75 75 85 90 10 Winda Retnani 75 70 78 90 11 M. Dimas Putra 60 65 77 89 12 Andhi Galih 62 65 75 85 13 M. Rochim Dwi J 60 63 73 83 14 Nadya Amuda 73 75 85 90 15 Rifky M. Ghufron 60 63 75 85 16 M. Iqbal Ismail 75 77 85 92 17 Rahmad Cahyono 60 65 73 85 18 Daisy Amalia 80 85 90 95 19 Risky N. Fandi 60 65 77 88 20 Khusnul Kh 55 60 70 83 21 Ahlil Firdaus 65 70 85 90 22 Rizky Firhan Ali 60 63 73 85 23 Diah Lutfiani 75 75 85 95 24 Ariza Zulfi P 75 77 85 93 25 Zaim I 60 63 73 85 26 Ilham Yahya 60 63 73 85 27 Fakhry Husein 62 68 75 87 28 M. Ghufron 78 78 80 90 29 Fatkul N 70 75 85 93 30 A. Ch. Yahya 70 70 80 90 31 S. Dwi Intan 63 65 75 85 32 M. Rizky 60 63 73 85 33 M. Subhan 60 65 73 85 34 Ulum Nabila 75 75 83 90 35 N. Asy Syafa 75 75 85 90 Nilai 2281 2374 2725 3055 Nilai Rata-Rata 65, 2 67, 8 77, 9 87, 3 T 9 10 25 35 TT 26 25 10 0 sangat tidak lancar 3 - - - tidak lancar 20 22 - - kurang lancar 11 12 23 1 lancar 1 1 11 21 sangat lancar - - 1 13 % ketuntasan kelancaran berbicara 25, 7% 28, 6% 71, 4% 100%
c. Artikulasi Suara
No Nama Artikulasi Suara Pre Tes S1 S2 S3 1 Muhlis Susilo 60 65 75 85 2 Miftahul Huda 60 65 75 85 3 Adam Prasetyo 65 70 75 85 4 Devi Nur B 60 70 80 85 5 Tonny Dennys 60 65 70 80 6 M. Ridho Akbar 60 65 75 85 7 Bagus Syarifudin 63 70 80 87 8 M. Yusuf A. 60 65 75 85 9 Diah Ayu N. 75 80 85 95 10 Winda Retnani 75 80 85 90 11 M. Dimas Putra 60 65 75 85 12 Andhi Galih 62 65 75 85 13 M. Rochim Dwi J 60 65 75 85 14 Nadya Amuda 75 75 80 90 15 Rifky M. Ghufron 60 65 70 85 16 M. Iqbal Ismail 75 80 85 95 17 Rahmad Cahyono 60 65 75 85 18 Daisy Amalia 85 90 95 99 19 Risky N. Fandi 62 65 78 88 20 Khusnul Kh 57 60 70 80 21 Ahlil Firdaus 72 75 80 90 22 Rizky Firhan Ali 60 65 70 80 23 Diah Lutfiani 73 75 85 95 24 Ariza Zulfi P 73 75 80 93 25 Zaim I 60 65 70 80 26 Ilham Yahya 60 65 75 85 27 Fakhry Husein 62 65 75 85 28 M. Ghufron 75 75 80 90 29 Fatkul N 73 75 85 92 30 A. Ch. Yahya 73 75 85 92 31 S. Dwi Intan 63 65 75 85 32 M. Rizky 62 65 75 85 33 M. Subhan 63 65 70 85 34 Ulum Nabila 75 80 87 95 35 N. Asy Syafa 75 80 85 95 Nilai 2313 2445 2725 3066 Nilai Rata-Rata 66,1 70,1 77, 9 87,6 T 8 13 29 35 TT 27 22 6 0 sangat tidak jelas 2 - - - tidak jelas 20 18 - - kurang jelas 12 10 19 - jelas 1 5 15 22 sangat jelas - 1 1 13 % ketuntasan artikulasi suara 22, 9% 37, 1% 82, 9% 100%
d. Intonasi Suara
No Nama Intonasi Suara Pre Tes S1 S2 S3 1 Muhlis Susilo 55 60 70 80 2 Miftahul Huda 55 60 70 80 3 Adam Prasetyo 60 65 75 85 4 Devi Nur B 55 60 70 80 5 Tonny Dennys 55 60 70 75 6 M. Ridho Akbar 55 60 70 80 7 Bagus Syarifudin 60 65 75 85 8 M. Yusuf A. 55 60 70 80 9 Diah Ayu N. 65 70 80 90 10 Winda Retnani 65 70 85 90 11 M. Dimas Putra 60 65 75 85 12 Andhi Galih 60 65 75 85 13 M. Rochim Dwi J 55 60 70 80 14 Nadya Amuda 65 70 75 85 15 Rifky M. Ghufron 60 65 75 80 16 M. Iqbal Ismail 65 70 78 90 17 Rahmad Cahyono 55 60 70 80 18 Daisy Amalia 78 80 90 97 19 Risky N. Fandi 60 65 75 85 20 Khusnul Kh 55 60 70 75 21 Ahlil Firdaus 60 65 75 87 22 Rizky Firhan Ali 55 60 65 75 23 Diah Lutfiani 75 80 85 95 24 Ariza Zulfi P 65 70 80 90 25 Zaim I 55 60 70 80 26 Ilham Yahya 55 60 70 80 27 Fakhry Husein 55 60 70 80 28 M. Ghufron 75 75 80 90 29 Fatkul N 65 70 80 90 30 A. Ch. Yahya 65 70 80 90 31 S. Dwi Intan 60 65 75 80 32 M. Rizky 55 60 70 80 33 M. Subhan 55 60 70 80 34 Ulum Nabila 65 70 80 90 35 N. Asy Syafa 65 70 80 90 Nilai 2118 2285 2628 2924 Nilai Rata-Rata 60,5 65, 3 75 83,5 T 3 3 20 35 TT 32 32 15 0 sangat tidak sesuai 15 - - - tidak sesuai 17 23 - - kurang sesuai 3 10 26 3 sesuai - 2 8 21 sangat sesuai - - 1 11 % ketuntasan intonasi suara 8, 6% 8, 6% 57, 1% 100%
e. Variasi Suara
No Nama Variasi Suara Pre Tes S1 S2 S3 1 Muhlis Susilo 55 55 65 75 2 Miftahul Huda 55 60 70 75 3 Adam Prasetyo 55 60 70 75 4 Devi Nur B 50 55 65 75 5 Tonny Dennys 55 60 70 75 6 M. Ridho Akbar 55 60 75 78 7 Bagus Syarifudin 55 60 75 78 8 M. Yusuf A. 55 60 70 75 9 Diah Ayu N. 60 65 77 80 10 Winda Retnani 60 65 75 80 11 M. Dimas Putra 55 60 70 75 12 Andhi Galih 55 60 70 75 13 M. Rochim Dwi J 53 55 60 75 14 Nadya Amuda 60 65 75 78 15 Rifky M. Ghufron 55 60 70 75 16 M. Iqbal Ismail 60 65 75 85 17 Rahmad Cahyono 55 60 70 70 18 Daisy Amalia 75 75 85 88 19 Risky N. Fandi 55 60 70 75 20 Khusnul Kh 50 55 60 70 21 Ahlil Firdaus 55 60 70 80 22 Rizky Firhan Ali 53 55 60 70 23 Diah Lutfiani 70 75 80 85 24 Ariza Zulfi P 60 70 78 80 25 Zaim I 53 55 65 70 26 Ilham Yahya 53 55 65 70 27 Fakhry Husein 53 55 65 75 28 M. Ghufron 70 70 78 80 29 Fatkul N 65 70 75 80 30 A. Ch. Yahya 60 65 75 80 31 S. Dwi Intan 55 60 70 75 32 M. Rizky 55 60 70 75 33 M. Subhan 55 60 70 75 34 Ulum Nabila 60 70 75 80 35 N. Asy Syafa 60 65 75 80 Nilai 2005 2160 2488 2679 Nilai Rata-Rata 57,3 61,7 71 76, 5 T 1 2 14 30 TT 34 33 21 5 sangat tidak bervariasi 23 8 - - tidak bervariasi 9 21 8 - kurang bervariasi 3 6 26 23 bervariasi - - 1 12 sangat bervariasi - - - - % ketuntasan variasi suara 2, 9% 5, 7% 40% 85, 7%
f. Ekspresi
No Nama Ekspresi Siswa Pre Tes S1 S2 S3 1 Muhlis Susilo 55 60 70 80 2 Miftahul Huda 60 65 75 80 3 Adam Prasetyo 60 65 75 83 4 Devi Nur B 50 55 65 80 5 Tonny Dennys 60 60 70 80 6 M. Ridho Akbar 65 70 78 83 7 Bagus Syarifudin 60 65 75 83 8 M. Yusuf A. 55 60 70 80 9 Diah Ayu N. 70 75 80 90 10 Winda Retnani 70 75 80 85 11 M. Dimas Putra 55 60 70 80 12 Andhi Galih 55 60 70 80 13 M. Rochim Dwi J 55 60 70 80 14 Nadya Amuda 65 70 78 83 15 Rifky M. Ghufron 55 60 70 78 16 M. Iqbal Ismail 70 75 80 90 17 Rahmad Cahyono 55 60 70 80 18 Daisy Amalia 80 85 90 97 19 Risky N. Fandi 60 65 70 80 20 Khusnul Kh 50 55 65 80 21 Ahlil Firdaus 55 60 70 80 22 Rizky Firhan Ali 55 60 65 78 23 Diah Lutfiani 70 75 85 95 24 Ariza Zulfi P 65 70 80 90 25 Zaim I 55 60 70 78 26 Ilham Yahya 55 60 70 80 27 Fakhry Husein 55 60 70 80 28 M. Ghufron 75 75 80 85 29 Fatkul N 65 70 75 90 30 A. Ch. Yahya 65 70 80 88 31 S. Dwi Intan 55 60 70 80 32 M. Rizky 55 60 70 80 33 M. Subhan 55 60 70 80 34 Ulum Nabila 70 75 80 90 35 N. Asy Syafa 70 75 85 90 Nilai 2125 2280 2591 2916 Nilai Rata-Rata 60,7 65, 1 74 83 T 2 8 16 35 TT 33 27 19 0 sangat tidak ekspresif 17 2 - - tidak ekspresif 10 20 4 - kurang ekspresif 7 12 21 3 ekspresif 1 1 9 24 sangat ekspresif - - 1 8 % ketuntasan ekspresi 5, 7% 22, 9% 45, 7% 100%
g. Keterpaduan Antara Gambar dan Cerita
No Nama Ekspresi Siswa Pre Tes S1 S2 S3 1 Muhlis Susilo - 65 70 80 2 Miftahul Huda - 70 75 80 3 Adam Prasetyo - 70 75 80 4 Devi Nur B - 70 75 80 5 Tonny Dennys - 65 75 80 6 M. Ridho Akbar - 70 75 85 7 Bagus Syarifudin - 70 75 85 8 M. Yusuf A. - 70 75 80 9 Diah Ayu N. - 70 80 90 10 Winda Retnani - 70 78 90 11 M. Dimas Putra - 70 75 85 12 Andhi Galih - 70 75 85 13 M. Rochim Dwi J - 65 75 85 14 Nadya Amuda - 70 75 85 15 Rifky M. Ghufron - 65 70 80 16 M. Iqbal Ismail - 75 80 90 17 Rahmad Cahyono - 70 75 85 18 Daisy Amalia - 70 80 90 19 Risky N. Fandi - 70 75 85 20 Khusnul Kh - 65 70 80 21 Ahlil Firdaus - 70 80 85 22 Rizky Firhan Ali - 65 70 80 23 Diah Lutfiani - 70 80 90 24 Ariza Zulfi P - 70 75 90 25 Zaim I - 65 70 80 26 Ilham Yahya - 65 70 80 27 Fakhry Husein - 70 75 80 28 M. Ghufron - 75 80 85 29 Fatkul N - 75 80 85 30 A. Ch. Yahya - 70 80 85 31 S. Dwi Intan - 70 75 80 32 M. Rizky - 70 75 80 33 M. Subhan - 70 75 80 34 Ulum Nabila - 70 80 90 35 N. Asy Syafa - 70 80 90 Nilai - 2425 2648 2940 Nilai Rata-Rata - 69, 3 75, 7 84 T - 3 29 35 TT - 32 6 0 sangat tidak padu - - - - tidak padu - 9 - - kurang padu - 26 25 - padu - - 10 28 sangat padu - - - 7 % ketuntasan keterpaduan cerita dan gambar - 8, 6% 82, 9% 100%
LAMPIRAN 5
KETERANGAN PENETAPAN PENILAIAN HASIL TES BELAJAR
NA : Nilai angka T : Tuntas TT : Tidak tuntas
a. Kriteria Keruntutan 50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)
b. Kriteria Kelancaran 50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali) 70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)
c. Kriteria Kejelasan Suara 50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali) 60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali) 70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali) 80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali) 90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali)
d. Kriteria Intonasi Suara 50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara) 60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali) 70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali) 80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali) 90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)
e. Kriteria Kebervariasian Suara 50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara) 60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara) 70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara) 80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi) 90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)
f. Kriteria Ekspresi 50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi) 60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi) 70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi) 80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi) 90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)
g. Kriteria Keterpaduan Dongeng dengan Gambar 50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak mengfungsikan media gambar) 60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi tidak sesuai dengan jalan cerita) 70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar sekedarnya) 80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar) 90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar, pendongeng sering menunjuk gambar untuk memperjelas cerita) Tabel Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Ragam Mendongeng untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi No Jawaban Frekuensi Prosentase 1 Sangat senang 21 60 2 Senang 11 31,4 3 Kurang senang 3 8,6 4 Tidak senang - 0 Jumlah 35 100
LAMPIRAN 6
Soal untuk Mengukur Pemahaman Siswa Terhadap Cerita
Lukisan Nelayann yang Jujur 1. Kenapa istri Rangga merasa keberatan ketika Rangga mengutarakan keinginannya untuk melukis? 2. Siapakah orang yang pertama kali membeli ikan rangga ketika Rangga sampai di kota pertama kali? 3. Kenapa Rangga menyangka raja akan menghukum dirinya? 4. Apa hadiah yang diberikan Raja pada Rangga? 5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan temanmu!
Nyi Bungsu Rangrang 1. Kenapa gadis itu dinamakan Nyi Bungsu Rangrang? 2. Apa yang dikatakan Nyi Bungsu Rangrang pada pemuda yang sedang memancing ikan? 3. Apa artinya Leungli? 4. Dengan apa Nyi Bungsu Rangrang memberi makan ikannya? Dan dimana dia meletakkan ikan itu? 5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan temanmu!
Gadis Seribu Pesona 1. Kenapa Lana tiba-tiba menjadi uring-uringan saat tinggal di kota? 2. Bagaimana Lana mengajarkan ibunya untuk membujuk gadis berambut panjang? 3. Kepada siapa sajakah Lana meminjam tubuh itu? 4. Pesan apa yang disampaikan cerita itu? 5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan temanmu!
Legenda Situ Bagendit 1. Apa yang dikatakan Bagenda Endit ketika mengagumi kekayaannya? 2. Bagaimana cara Bagenda Endit memperlakukan wanita tua yang meminta kepadanya? 3. Hukuman apa yang diterima Bagenda Endit atas perbuatannya? 4. Kenapa danau itu dinamakan Situ Bagendit? 5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan temanmu!
Kunci Jawaban Lukisan Nelayan yang Jujur 1. Karena alat-alat melukis itu adanya di kota dan harganya mahal 2. Seorang petani 3. Karena Rangga mengira dirinya akan dihukum 4. Sekantong uang 5. Tanggapan siswa secara pribadi.
Nyi Bungsu Rangrang 1. Karena dia anak terakhir dari 7 bersaudara. 2. "Dik, bolehkah aku meminta ikan mas itu untuk kupelihara?" 3. Jika hilang tidak dapat kubeli 4. Bubur, ikan itu ditempatkan di kolam kecil di belakang rumah 5. Tanggapan siswa secara pribadi.
Gadis Seribu Pesona 1. Karena ia sudah tidak lagi menjadi sorotan para lelaki, karena banyaknya wanita yang cantik secantik bahkan melebihi dirinya. 2. "Katakan saja begini Bu, 'Hai, Gadis yang berambut panjang dan indah, tidakkah kau kasihan melihat gadis yang penuh borok di kepalanya? Tolong pinjamkanlah rambutmu barang sebentar saja agar gadis itu dapat pergi ke pesta," 3. Kepada gadis berambut panjang, berhidung mancung, dan perut langsing. 4. Jangan iri hati, dan bersyukurlah atas pemberian Tuhan kepada kita walaupun tidak sempurna karena itulah yang terbaik bagi kita. 5. Tanggapan siswa secara pribadi.
Legenda Situ Bagendit 1. "Amboi, kekayanku banyak sekali! Hahaha, akulah orang yang terkaya di desa ini!" 2. Bagenda Endit menyiram wanita itu dengan air, dan mengusir sambil menyeretnya keluar. 3. Bagenda Endit tenggelam dalam sumurnya sendiri. 4. Situ artinya danau yang luas, sedang Bagendit diambil dari nama pemilik sumur itu yaitu Bagenda Endit. 5. Tanggapan siswa secara pribadi.
TABEL PENILAIAN KEFAHAMAN UNSUR INTRINSIK DONGENG No Nama NA T TT 1 Muhlis Susilo 80 T - 2 Miftahul Huda 83 T - 3 Adam Prasetyo 91 T - 4 Devi Nur B 94 T - 5 Tonny Dennys 70 - TT 6 M. Ridho Akbar 77 T - 7 Bagus Syarifudin 76 T - 8 M. Yusuf A. 87 T - 9 Diah Ayu N. 96 T - 10 Winda Retnani 91 T - 11 M. Dimas Putra 79 T - 12 Andhi Galih 97 T - 13 M. Rochim Dwi J 75 T - 14 Nadya Amuda 80 T - 15 Rifky M. Ghufron 93 T - 16 M. Iqbal Ismail 85 T - 17 Rahmad Cahyono 75 T - 18 Daisy Amalia 98 T - 19 Risky N. Fandi 75 T - 20 Khusnul Kh 84 T - 21 Ahlil Firdaus 77 T - 22 Rizky Firhan Ali 76 T - 23 Diah Lutfiani 96 T - 24 Ariza Zulfi P 87 T - 25 Zaim I 89 T - 26 Ilham Yahya 86 T - 27 Fakhry Husein 69 - TT 28 M. Ghufron 80 T - 29 Fatkul N 75 T - 30 A. Ch. Yahya 79 T - 31 S. Dwi Intan 85 T - 32 M. Rizky 68 - TT 33 M. Subhan 81 T - 34 Ulum Nabila 84 T - 35 N. Asy Syafa 95 T - Nilai 2913 Nilai Rata-Rata 83, 2 T 32 TT 3 % Kefahaman unsur intrinsik dongeng 91, 4%
Gambar (6)
Gambar (7)
Gambar (8)
Gambar (9)
Gambar (10)
Gambar (11)
LAMPIRAN 8
Ekspresi Siswa saat Mendongeng Siklus 1
Gambar (12)
Gambar (13)
Gambar (14) Ekspresi Siswa saat Mendongeng Siklus II
Gambar (15)
Gambar (16)
Gambar (17) Ekspresi Siswa saat Mendongeng Siklus III
Gambar (18)
Gambar (19)
Gambar (20)
LAMPIRAN 7
ATU BELAH Jauh dari keramaian kota raja, suasana desa Penaruh Tanah Gayo terlihat amat hening. Sesekali terdengar suara kicau burung- burung membelah suasana hening itu di pagi yang cerah. Disana hiduplah sebuah keluarga dengan dua anak laki-laki. Mereka hidup sederhana tapi sangat bahagia. Kehidupan sehari-hari keluarga itu berladang dan berburu. Tetapi akhir-akhir ini semua itu sulit dilakukan akibat musim kemarau yang panjang. "Bu, aku mau ke ladang. Siapkan alat berburunya juga, ya. Aku mau langsung berburu," kata si Bapak sambil meneguk secangkir kopi. "Hati-hati, Pak! Semoga berburunya berhasil," pesan istrinya. # # # "Oh panasnya. Kapan kemarau ini akan berakhir," keluh petani itu sambil memandang ke arah matahari. Topinya dikibas-kibaskan untuk menghilangkan rasa panas. "Hei, banyak sekali belalangnya," seru petani itu tiba-tiba. "Sebaiknya aku tangkap saja untuk persediaan, kalau- kalau aku tak berhasil berburu." Petani itu beranjak dari tempat duduknya, dengan cekatan menangkap belalang-belalang itu. Bagi orang-orang di desa itu, belalang adalah lauk yang lezat. Mereka bisa memasaknya sebagai lauk pengganti, terutama jika tidak mendapatkan hasil buruan. "Hem, rupanya kepisku sudah penuh," kata petani itu sambil melongok semacam bakul kecil di punggungnya. Tapi tiba-tiba belalang- belalang itu berloncatan ke luar. Oh, ternyata petani itu lupa menutup kepisnya. Ia amat kecewa. Susah payah ia menangkap belalang-belalang itu, tetapi tak ada hasilnya. Sementara itu di rumah, si Ibu dan kedua anaknya sedang makan siang. "Bu, mana lauknya? Kenapa Cuma nasi saja?" kata sulung "Makanlah yang ada. Kau kan tahu sekarang musim paceklik. Tanaman sulit tumbuh dan persediaan padi kita tinggal sedikit." Jawab ibunya. "Huh Ibu, aku tidak mau makan kalau cuma nasi saja. Ayaolah Bu, buatkan aku lauk," rengek Sulung. "Atu uga a mau akan Bu," celoteh Bungsu mengikuti kakaknya. Ibu menjadi sangat sedih. Tapi ia teringat akan sesuatu. "Sulung ambillah beberapa ekor belalang di lumbung. Ibu akan memasaknya untuk kalian." Bukan main senangnya Sulung. Ia segera berlari menunuju lumbung. Sudah terbayang masakan ibunya yang lezat. Namun, karena terlalu gembira, ia jadi tidak berhati-hati. Pintu lumbung dibukanya terlalu lebar dan ia lupa nenutupnya kembali. Weerr! Semua belalang beterbangan keluar, ia hanya berhasil menangkap seekor belalang. "Oh Tuhan, bagaimana ini? Kenapa kau ceroboh sekali!" teriak ibu kebingungan saat Sulung menceritakan kejadian yang dialaminya. "Bagaimana aku mengatakan pada bapakmu? Bapak pasti marah pada ibu," kata ibu lagi dengan amat cemas. "Aku tak sengaja, Bu. Aku minta maaf," kata Sulung ketakutan. "Sudahlah, ini juga salah ibu. Ibu lupa memesanmu untuk berhati-hati. Lain kali kau harus bekerja dengan hati-hati." Nasi sudah menjadi bubur. Semua belalang-belalang itu telah terbang menikmati kebebasannya kembali. Tak lama kemudian "Bu, Ibu, aku pulang!" seru si Petani. Ibu menyongsong Bapak dengan sebuah kendi air di tangan. "Kelihatannya Bapak kesal sekali. Ada apa, Pak? Bagaimana hasil buruannya?" Tanya Ibu. "Hari ini aku sial, Bu. Tak ada yang bias ku tangkap. Belalang yang sudah ku tangkap lepas semua. Aku lupa menutup kepisnya," cerita Bapak pelan, "Bukankah persediaan belalang kita masih ada, Bu?" Tanya Bapak. Ibu bingung dan takut menjawab pertanyaan Bapak. Ia tidak bias berbohong, tapi takut untuk mengatakan yang sebenarnya. "Eemaafkan aku, Pak," kata Ibu gugup. "Bebelalangnya lepas semua," suara Ibu terdengar pasrah. "Apa? Ceroboh sekali kau! Susah payah aku menagkapnya!" teriak Bapak naik pitam. Kekesalannya telah menumpuk sejak pagi dan kini tampaknya kesabarannya hilang. "Pergi kau dari sini! Istri tidak berguna!" usir Bapak pada Ibu. Si Sulung dan si Bungsu terkejut sekali melihat kejadian ini. Mereka berdua menangis meraung-raung. Ibu terkejut mendengar perkataan Bapak. Tanpa berkata apa- apa lagi, sang Ibu bangkit, dengan setengah berlari ia pergi meninggalkan rumah. Hatinya begitu sakit. Satu yang menjadi tujuannya yaitu atu belah, batu besar yang bisa membelah dan menutup kembali. Ia ingin batu besar itu menelan tubuhnya hidup-hidup. Tanpa ia sadari, kedua anaknya, si Sulung dan si Bungsu mengikutinya dari belakang. Sambil menangis mereka terus memanggil-manggil ibu mereka. Namun sang Ibu sudah tidak mendengar tangisan anak-anaknya. Ia tetap berjalan. Tekadnya sudah bulat untuk menemui atu belah. Akhirnya, sampailah ia di sana. Dengan suara lembut ia memohon pada atu belah supaya ia membuka. "Atu belah, batu bercakup, membukalah." Dilagukannya kalimat itu berkali-kali. Batu besar itu perlahan-lahan membuka. Tanpa ragu ia langsung masuk ke dalamnya. Sedikit demi sedikit atu belah kemudian menutup dan menelan tubuhnya. Langit menjadi gelap. Hujan badai turun dengan amat lebat seiring dengan peristiwa itu. Si Sulung dan si Bungsu tiba di depan atu belah dengan sangat sedih. Mereka hanya dapat melihat sebagian rambut ibunya yang masih terjepit di antara dinding atu belah. Dipanggilnya ibu mereka, tetapi atu belah tetap tidak bergeming. Si Sulung lalu mencabut tujuh helai rambut itu. Rambut itu akan digunakannya sebagai pelepas rindu pada Ibu mereka. Kelak bila saatnya tiba, mereka bisa bertemu lagi dengan Ibu mereka.
LEGENDA SITU BAGENDIT 1. Wanita Muda Kaya yang Pelit Nun jauh di sebuah desa hiduplah seorang wanita muda yang kaya. "Amboi, kekayanku banyak sekali! Hahaha, akulah orang yang terkaya di desa ini!" kata wanita muda itu seraya memandangi emas dan permata miliknya. Tapi sungguh sayang, wanita muda itu pelit sekali. Harta bendanya yang banyak tidak pernah digunakan untuk menolong sesama. "Bukankah harta benda itu milikku? Jadi untuk apa aku memberikannya kepada orang lain?" Begitulah pikiran wanita muda itu. Padahal penduduk desa itu banyak yang miskin. Hidup mereka serba kekurangan. Terkadang ada penduduk yang kelaparan, dan berhari-hari tidak memperoleh makanan. Karena wanita muda yang kaya itu sangat pelit, penduduk desa menyebutnya Bagenda Endit. Artinya orang yang pelit. 2. Seorang Perempuan Tua dengan Anaknya yang di Usir oleh Bagenda Endit "Bagenda Endit, kasihanilah saya! Sudah beberapa hari, anak saya tidak makan," kata seorang perempuan tua memelas. "Perempuan tua tidak tahu diri! Cepat pergi dari hadapanku!" Bagenda Endit mengusir. Karena perempuan tua itu tidak mau pergi, bagenda Endit menyiramnya dengan Air. Byur!!! Sekujur tubuh wanita tua dan bayinya menjadi basah kuyup. Kemudian, diseretnya perempuan tua itu hingga keluar halaman. Walaupun Bagenda Endit sangat pelit, penduduk desa itu terus berdatangan. Mereka datang untuk meminta air sumur. "Tidak, aku tidak akan mengijinkan kalian untuk mengambil air dari sumurku! Air sumur ini hanya milikku!" teriak Bagenda Endit dengan geram. 3. Kakek Tua Yang dipukul Bagenda Endit Tiba-tiba seorang kakek tua renta telah berdiri di pekarangan rumah Bagenda Endit. Ia berjalan terseok-seok menuju sumur sambil memegangi tongkatnya. Ketika kakek tua renta hendak mengambil air, Bagenda Endit melihatnya. Lalu ia memukul kakek tua itu dengan sebuah alu. "Ampun, Bagenda Endit! Saya hanya akan mengambil air untuk minum," kata kakek itu berusaha bangkit. Bagenda Endit terus memukuli kakek tua itu. Pada saat itulah, sebuah keajaiaban terjadi. Serta merta kakek tua renta itu bangkit dengan tubuh yang segar bugar. Ia berjalan menghampiri Bagenda Endit. Tongkatnya ia tudingkan pada hidung wanita kaya yang kejam itu. 4. Bagenda Endit yang Dihukum Kakek Tua "Hai, Bagenda Endit, terimalah hukuman dariku!" kata kakek itu dengan lantang. Ia menunjuk sumur dengan tongkatnya. Wusbyuurrrr, sumur itu menyemburkan air dengan deras. Semakin lama airnya semakin menggenang. Bagenda Endit tidak bisa menyelamatkan diri. Ia tenggelam bersama semua harta bendanya. Desa itu telah lenyap. Yang ada hanyalah sebuah danau yang luas dan dalam. Danau itu dinamakan Situ Bagendit. Situ berarti danau yang luas. Dinamakan Situ Bagendit karena danau yang luas itu berasal dari sumur milik Bagenda Endit.
Nyi Bungsu Rangrang 1. Nyi Bungsu Rangrang Meminta-Minta Dahulu kala, hiduplah seorang gadis cantik namanya Nyi Bungsu Rangrang. Dia dinamai bungsu karena dia yang paling muda dari tujuh kakak beradik. Orang tua mereka meninggal dunia ketika mereka masih kecil. Keenam kakaknya menikah dengan orang kaya. Nyi Bungsu Rangrang tinggal di gubuk orang tuanya di desa. Setiap hari dia pergi ke kota untuk meminta-minta, meski tidak pernah mendapat cukup makanan, dia selalu bersyukur kepada Tuhan atas makanan yang diperolehnya. Semua kakaknya berlaku kasar kepadanya. Hanya kakak keenam yang menyayanginya. Sayangnya kakaknya itu takut pada kakaknya yang tertua. 2. Nyi Bungsu Rangrang Mendapat Ikan Nyi Bungsu Rangrang pergi ke sebuah danau kecil. Di sana dia melihat seorang anak laki-laki sedang memancing. Anak itu mendapat seekor ikan mas kecil. Nyi Bungsu Rangrang mendekatinya, hendak meminta ikan itu, "Dik, bolehkah aku meminta ikan mas itu untuk kupelihara?" tanyanya. "Tentu saja," kata anak itu. "Terima kasih, kau sangat baik hati," kata Nyi Bungsu Rangrang, lalu pulang dengan gembira. Dia memasukkan ikan kecil itu ke dalam kolam kecil di belakang rumah. Ikan kecil itu dinamai Leungli, artinya, 'bila hilang tak mungkin dapat kubeli'. Setiap hari dia memberi makan ikan itu dengan bubur. Ikan itu akan muncul bila dia memanggil, "LeungliLeungli!" Kakak-kakanya mendengar bahwa Nyi Bungsu Rangrang punya ikan ajaib. Mereka menginginkan ikan itu. Nyi Bungsu Rangrang berkata," jangan ambil ikan itu kak, dia temanku satu-satunya. 3. Nyi Bungsu Rangrang Memberi Makan Ikannya Kakak-kakaknya penasaran. Mereka ingin tahu bagaimana adik bungsu mereka memberi makan ikannya. Mereka bersembunyi dan mengintipnya, "Leungli! Leungli! Kemarilah ini buburmu," panggil Nyi Bungsu dan ikan mas yang besar itu muncul ke permukaan. Suatu hari ketika Nyi Bungsu Rangrang pergi, kakak-kakaknya datang memanggil ikan itu, "Leungli! Leungli! Kemarilah!" ketika ikan itu muncul ke permukaan mereka memukul kepalanya. Ikan itu langsung mati. 4. Kakak-kakak Nyi Bungsu Rangrang Memakan Leungli Mereka memasak dan memakan ikan itu, hanya kepalanya yang tidak dimakan. Mereka tidak peduli bahwa adik bungsu mereka akan sedih. Mereka tertawa-tawa dan membicarakan adik mereka yang bodoh karena menyayangi seekor ikan. Kakak ke enam kasihan pada adiknya, tapi ia takut dengan kakak pertama. "Nyi Bungsu Rangrang pulang membawa beras. Dia memasak bubur untuk ikannya. Setelah siap, dia pergi ke kolam dan memanggil ikannya. "Leungli! Leungli! Kemari, ini buburmu!" Lama dia memanggil, tetapi ikan itu tidak muncul. Kemudiandia melihat genangan darah di tanah. Dia mengikuti tetes-tetes darah itu sampai ke rumah kakak tertua. "Oh, pasti kakakku yang membunuh Leungli," katanya sedih. "Kak, apakah kakak membunuh ikanku?" tanyanya pada kakak tertua. "Kalau benar, memangnya kenapa?" Tanya kakak tertua sambil mengejek. Kemudian kakak tetua melemparkan tulang-tulang ikan itu kepada adik bungsunya, "Nih, ambil! Sekarang, pergi kau dari sini!" katanya. Nyi Bungsu Rangrang mengambilnya dan membawanya pulang. 5. Seorang Pemuda Melihat Cahaya yang Terang di Jendela Rumah Nyi Bungsu Rangrang Dia mengubur tulang-tulang ikan itu di bawah tempat tidurnya. Ajaib! Esok harinya, dari bawah tempat tidurnya tumbuh sebatang pohon ajaib beranting perak, berdaun emas dan berbuah berlian. Seorang pemuda tampan kebetulan lewat. Dia heran melihat cahaya ndah keluar dari gubuk. Katanya, "Belum pernah aku melihat cahaya seindah cahaya ini." Pemuda itu sesungguhnya seorang raja muda yang sedang mencari seorang gadis untuk dijadikan permaisurinya. Dia mengetuk pintu gubuk dan terkejut melihat seorang gadis cantik membukakan pintu. "Mengapa di gubukmu tumbuh pohon ajaib, Nyi?" tanyanya. Nyi Bungsu Rangrang menceritakan kisah hidupnya, lalu katanya, "Hamba tidak membenci kakak-kakak hamba." Raja muda itu terharu. Katanya, "Kau bijaksana dan berbudi luhur. Maukah kau menikah denganku?" Raja muda membawa Nyi Bungsu Rangrang ke istana. Mereka menikah dan hidup bahagia. Nyi Bungsu Rangrang memaafkan kakak-kakaknya ketika mereka menyadari kesalahannya.
GADIS SERIBU PESONA 1. Lana dengan Ibunya Seorang janda tua hidup bersama anak gadisnya, namanya Lana. Namun Lana suka uring-uringan, karena sejak tinggal di kota dekat istana dirinya tidak lagi menjadi sumber perhatian seperti masih saat tinggal di desa. Di kota sudah banyak sekali gadis secantik dirinya. Di antara gadis pujaan para pemuda, Lana paling benci dengan gadis tetangga yang berambut panjang. Saban hari, banyak laki-laki yang datang ke rumah gadis itu untuk menyanjung-nyanjung keindahan rambutnya. Perih hatinya melihat itu. Sehingga, ia berniat harus bisa memiliki rambut si Gadis itu.
2.Sang Ibu yang Meminjam Rambut Indah si Gadis Tetangga Lana pun merengek-rengek pada ibunya untuk meminjam rambut gadis tetangga itu. Namun ibunya nampak ragu. "Katakan saja begini Bu, 'Hai, Gadis yang berambut panjang dan indah, tidakkah kau kasihan melihat gadis yang penuh borok di kepalanya? Tolong pinjamkanlah rambutmu barang sebentar saja agar gadis itu dapat pergi ke pesta," jelas Lana memberi saran. Berkat tipu muslihat Lana, akhirnya ibunya berhasil meminjam rambut gadis itu. Lana sangat gembira dan buru-buru dikenakannya rambut itu. "Oh, betapa cantiknya aku kini! Mulai esok hari aku akan kembali menjadi pusat perhatian para pemuda di kota ini!" Batinya girang sambil mematut diri di depan kaca. Keesokan harinya, Lana memamerkan rambutnya, di sepanjang jalan banyak para pemuda yang mengagumi keindahan rambut Lana. Namun, perhatian para laki-laki itu mendadak beralih pada seorang gadis yang berhidung mancung. Melihat hal itu, Lana ingin memiliki hidung mancung gadis itu. Lana pun mengadukan keinginannya itu pada ibunya. Lana berhasil memperdaya gadis itu lewat tipu muslihat ibunya. Lana sangat bahagia. Ia buru-buru pergi untuk memamerkan keindahan hidungnya. Beberapa kali Lana dinasehati ibunya kalau perbuatannya itu tidak baik dan merugikan orang. Akan tetapi Lana tidak pernah menghiraukannya. Ibunya hanya bias menghela napas sedih melihat ulah anaknya itu. Namun saat para lelaki itu memuji-muji hidung mancungnya, lagi- lagi Lana harus kecewa. Sanjungan para lelaki itu mendadak terhenti saat melihat seorang gadis tinggi semampai dengan perut langsing berjalan dari tempat itu. Uh! Aku harus memiliki perut langsing itu! Batin Lana iri. Dengan tipu muslihatnya, Lana berhasil pula mendapatkan perut langsing dari gadis itu melalui ibunya. Maka kini sempurnalah kecantikan Lana.
3. Lana Gadis Tercantik di Pesta Kerajaan dan Terpilih Menjadi Istri Putra Mahkota Saat pesta putrid ayu di kerajaan, Lana pun terpilih menjadi istri Putra Mahkota kerajaan. Gadis-gadis yang meminjamkan sebagian tubuhnya pada Lana tidak berani ikut dalam pesta putri ayu tersebut.
Usai pesta, karena terlalu lelah, Putra Mahkota dan Lana langsung tertidur. Diam-diam para gadis ikut masuk kedalam istana dan menyelinap di kamar Lana dan Putra Mahkota. Para gadis itu perlahan- lahan mengambil kembali sebagian tubuhnya yang dipinjam Lana.
4. Lana yang Sudah Tidak Cantik di Usir dari Kerajaan Begitu para gadis itu pergi, mendadak tubuh Lana menjadi gembrot, berhidung pesek di antara raut wajahnya yang bopeng-bopeng menjijikkan bekas cacar air. Rambutnya pendek dan kumal penuh dengan borok. Ternyata, Lana telah dikutuk dewa sesuai dengan apa yang dikatakan saat ia akan meminjam tubuh para gadis itu. Keesokan harinya, Putra Mahkota sangat terkejut melihat wajah Lana. Ia tidak mengenali kalau wanita buruk rupa itu adalah Lana meskipun Lana berusaha menjelaskan. Sehingga Putra Mahkota menyuruh prajurit kerajaan untuk menyeret Lana keluar. Dihadapan ibunya Lana bersimpuh. Ia menagis sambil menciumi telapak kaki ibunya sambil beberapa kali meminta maaf. Ia menyesali perbuatannya yang suka ingkar janji dan iri yang membuat ibunya kian menderita dan akibatnya ia pun kena kutuk dewa.
LUKISAN NELAYAN YANG JUJUR 1. Rangga kagum dengan keindahan pemandangan sore Rangga berdecak kagum melihat pemandangan langit di sore hari. Rangga berniat melukis pemandangan itu. Ia menceritakan keinginannya itu pada istrinya. Namun istrinya kurang setuju karena peralatan melukis itu harus dibelinya di kota dengan harga yang mahal. "Istriku, aku ingin pamit mencari ikan yang banyak dan menjualnya di kota. Agar aku bisa membeli kuas dan cat air." Pamit Rangga. Karena tekad Rangga sudah bulat, meski dengan berat hati istrinya mengijinkannya. 2. Rangga menawarkan ikannya pada setiap orang di kota Berhari-hari Rangga melaut, ikan tangkapannya sudah banyak. Setelah sampai di kota, Rangga menawarkan ikannya, "Tuan! Tuan! Belilah ikan besar dan segar hamba! Mari! Mari!" seru Rangga. Tak lama kemudian datanglah seorang petani membeli seekor ikan Rangga dengan uang satu sen, karena tidak pernah melihat uang. Rangga merasa sangat senang, karena saking senangnya, Rangga memberikan seluruh ikan itu pada petani tadi. Dengan uang itu Rangga membeli cat cair dan Rangga mendapat satu warna cat cair. 3. Istrinya kesal melihat Rangga Setiba di rumah, Rangga segera menorehkan warna itu pada kanvas. Perjalanan pulang yang lama, membuat cat air itu mulai mongering. Hasil lukisan Rangga pun nampak kusam dan kasar. "Jika setiap pulang hanya membawa cat air satu warna, tentulah kau harus berbulan-bulan lagi melaut dan ke kota berpuluh-puluh kali sekedar untuk menyelesaikan lukisanmu itu!" kata istrinya jengkel. Namun Rangga tidak peduli. Usai melukis, Rangga bersiap melaut lagi. Ketika ikan tangkapannya sudah banyak, Rangga menjualnya ke kota. Begitulah yang dilakukan Rangga, sampai ia bertemu dengan berbagai orang dari berbagai kalangan, entah punggawa kerajaan, sesama nelayan, pedagang, peladang, maupun perajin. Dari orang-orang itu, Rangga mendapatkan beberapa macam warna cat cair. Rangga kembali melaut. Namun untuk kali ini, setiba di darat Rangga kaget dan takut, karena tiba-tiba segerombolan pasukan istana langsung menyambutnya dan menggiringnya masuk istana. Kedatangan Rangga diterima oleh sang Putri istana. Sang Putri sebenarnya heran karena setiap kali menjual ikan, hanya dijual seharga satu sen saja dan dibuat untuk membeli cat cair. "Kali ini ikanmu akan saya beli, kau butuh warna apa?" Tanya sang Putri datar. "Ampunkan hamba Tuan Putri, untuk menyelesaikan lukisan ini, hamba ingin warna hijau, Tuan Putri," jawab Rangga datar. Dalam sekejap, cat air warna hijau sudah tersedia. Setelah itu, buru-buru Rangga mohon diri. Sang Putri melihatnya dengan terheran-heran. Saat untuk terakhir kalinya Rangga mencari warna merah untuk menyelesaikan lukisannya, setiba di kota, Rangga justru diminta untuk menghadap raja, ia bingung, namun akhirnya ia menghadap raja juga. Rangga pun mengutarakan maksudnya. "Baiklah, kuberi kau cat air warna merah. Tapi, hasil lukisanmu itu harus kau berikan padaku!" pinta raja dengan suara wibawa. Setiba di rumah, Rangga terlihat cemas. Cat air yang mulai mongering dari pemberian raja itu, saat ditorehkan dalam kanvas hasilnya kusam dan kasar. Lukisan itu sudah jadi, namun sangat tidak layak untuk dipersembahkan kepada raja. "Oh, pastilah aku nanti kena hukum raja," Keluh Rangga saat perjalanan ke istana. 4. Rangga menerima hadiah uang dari Raja Setiba di istana, semua sudah menantinya. Dengan sedikit gemetar gulungan kanvas lukisan Rangga itu diberikannya pada raja. Perlahan raja membukanya. Namun begitu kanvas itu terbuka, raja malah mengaguminya dan Rangga diberikan sejumlah uang sebagai imbalan. Rangga menerima uang itu dengan rasa heran dan senang. "Lukisan seperti adalah lukisan yang terbagus yang pernah aku lihat!" sanjung raja senang. Di mata raja, lukisan itu memancarkan betapa berat dan gigihnya perjuangan si Pelukis untuk menyelesaikan lukisan itu. Saat melihat warna merah pemberiaannya, raja seperti dibimbing untuk melihat perjalana hidupnya sendiri selama memerintah kerajaan. Bila melihat warna hijau, tampak di sana tergambar putrinya yang juga minta diperhatikan secara bijaksana. Juga ketika melihat warna-warna lainnya, raja seperti diingatkan untuk memperhatikan kesejahteraan rakyatnya tanpa terkecuali. Mendengar penjelasan itu, seluruh rakyat bersorak sorai. Mereka begitu kagum akan makna yang begitu besar dan luhur dibalik lukisan itu, di mana saja untuk selalu diingatkan untuk bisa memerintah dengan bijaksana. Lukisan itu pun kemudian di pasang di alun-alun istana, agar antara rakyat dan rajanya bisa saling mengingatkan.
GADIS SERIBU PESONA 1. Lana dengan Ibunya Seorang janda tua hidup bersama anak gadisnya, namanya Lana. Namun Lana suka uring-uringan, karena sejak tinggal di kota dekat istana dirinya tidak lagi menjadi sumber perhatian seperti masih saat tinggal di desa. Di kota sudah banyak sekali gadis secantik dirinya. Di antara gadis pujaan para pemuda, Lana paling benci dengan gadis tetangga yang berambut panjang. Saban hari, banyak laki-laki yang datang ke rumah gadis itu untuk menyanjung-nyanjung keindahan rambutnya. Perih hatinya melihat itu. Sehingga, ia berniat harus bisa memiliki rambut si Gadis itu.
2.Sang Ibu yang Meminjam Rambut Indah si Gadis Tetangga Lana pun merengek-rengek pada ibunya untuk meminjam rambut gadis tetangga itu. Namun ibunya nampak ragu. "Katakan saja begini Bu, 'Hai, Gadis yang berambut panjang dan indah, tidakkah kau kasihan melihat gadis yang penuh borok di kepalanya? Tolong pinjamkanlah rambutmu barang sebentar saja agar gadis itu dapat pergi ke pesta," jelas Lana memberi saran. Berkat tipu muslihat Lana, akhirnya ibunya berhasil meminjam rambut gadis itu. Lana sangat gembira dan buru-buru dikenakannya rambut itu. "Oh, betapa cantiknya aku kini! Mulai esok hari aku akan kembali menjadi pusat perhatian para pemuda di kota ini!" Batinya girang sambil mematut diri di depan kaca. Keesokan harinya, Lana memamerkan rambutnya, di sepanjang jalan banyak para pemuda yang mengagumi keindahan rambut Lana. Namun, perhatian para laki-laki itu mendadak beralih pada seorang gadis yang berhidung mancung. Melihat hal itu, Lana ingin memiliki hidung mancung gadis itu. Lana pun mengadukan keinginannya itu pada ibunya. Lana berhasil memperdaya gadis itu lewat tipu muslihat ibunya. Lana sangat bahagia. Ia buru-buru pergi untuk memamerkan keindahan hidungnya. Beberapa kali Lana dinasehati ibunya kalau perbuatannya itu tidak baik dan merugikan orang. Akan tetapi Lana tidak pernah menghiraukannya. Ibunya hanya bias menghela napas sedih melihat ulah anaknya itu. Namun saat para lelaki itu memuji-muji hidung mancungnya, lagi- lagi Lana harus kecewa. Sanjungan para lelaki itu mendadak terhenti saat melihat seorang gadis tinggi semampai dengan perut langsing berjalan dari tempat itu. Uh! Aku harus memiliki perut langsing itu! Batin Lana iri. Dengan tipu muslihatnya, Lana berhasil pula mendapatkan perut langsing dari gadis itu melalui ibunya. Maka kini sempurnalah kecantikan Lana.
3. Lana Gadis Tercantik di Pesta Kerajaan dan Terpilih Menjadi Istri Putra Mahkota Saat pesta putrid ayu di kerajaan, Lana pun terpilih menjadi istri Putra Mahkota kerajaan. Gadis-gadis yang meminjamkan sebagian tubuhnya pada Lana tidak berani ikut dalam pesta putri ayu tersebut.
Usai pesta, karena terlalu lelah, Putra Mahkota dan Lana langsung tertidur. Diam-diam para gadis ikut masuk kedalam istana dan menyelinap di kamar Lana dan Putra Mahkota. Para gadis itu perlahan- lahan mengambil kembali sebagian tubuhnya yang dipinjam Lana.
4. Lana yang Sudah Tidak Cantik di Usir dari Kerajaan Begitu para gadis itu pergi, mendadak tubuh Lana menjadi gembrot, berhidung pesek di antara raut wajahnya yang bopeng-bopeng menjijikkan bekas cacar air. Rambutnya pendek dan kumal penuh dengan borok. Ternyata, Lana telah dikutuk dewa sesuai dengan apa yang dikatakan saat ia akan meminjam tubuh para gadis itu. Keesokan harinya, Putra Mahkota sangat terkejut melihat wajah Lana. Ia tidak mengenali kalau wanita buruk rupa itu adalah Lana meskipun Lana berusaha menjelaskan. Sehingga Putra Mahkota menyuruh prajurit kerajaan untuk menyeret Lana keluar. Dihadapan ibunya Lana bersimpuh. Ia menagis sambil menciumi telapak kaki ibunya sambil beberapa kali meminta maaf. Ia menyesali perbuatannya yang suka ingkar janji dan iri yang membuat ibunya kian menderita dan akibatnya ia pun kena kutuk dewa.
LAMPIRAN 10
Gambar Dongeng "Atu Belah"
Gambar (21)
Gambar (22)
Gambar (23)
Gambar (24)
Gambar (25)
Gambar (26) Gambar Dongeng Nyi "Bungsu Rangrang"
Gambar (27)
Gambar (28)
Gambar (29)
Gambar (30) Gambar Dongeng "Gadis Seribu Pesona"
Gambar (31)
Gambar (32)
Gambar (33)
Gambar (34) Gambar "Legenda Situ Bagendit"
Gambar (35)
Gambar (36)
Gambar (37)
Gambar (38) Gambar Dongeng "Lukisan Nelayan yang Jujur"
Gambar (39)
Gambar (40)
Gambar (41) DAFTAR ABSENSI SISWA KELAS V MI SUNAN KALIJAGA
Nomor Nama Siswa 1 Muhlis Susilo 2 Miftahul Huda 3 Adam Prasetyo 4 Devi Nur Bastian 5 Tonny Dennys 6 M. Ridho Akbar 7 Bagus Syarifudin 8 M. Yusuf Aditya 9 Diah Ayu Ningtyas 10 Winda Retnani 11 M. Dimas Putra 12 Andhi Galih 13 M. Rochim Dwi J 14 Nadya Amuda 15 Rifky M. Ghufron 16 M. Iqbal Ismail 17 Rahmad Cahyono 18 Daisy Amalia 19 Risky N. Fandi 20 Khusnul Khotimah 21 Ahlil Firdaus 22 Rizky Firhan Ali 23 Diah Lutfiani 24 Ariza Zulfi P 25 Zaim Ilman 26 Ilham Yahya 27 Fakhry Husein 28 M. Ghufron 29 Fatkul Nurhidayah 30 A. Choironi Yahya 31 Septian Dwi Intan 32 M. Rizky 33 M. Subhan 34 Ulum Nabila 35 Ni'mah Asy Syafa
RIWAYAT HIDUP PENULIS Bintan Choironi dilahirkan di desa Ngastemi, kecamatan Bangsal, kabupaten Mojokerto pada tanggal 1 Juli 1987. Putri ke enam dari pasangan Bapak Sutarno dan Ibu Karsih Binti Istianah. Pendidikan Dasar ditempuh di SDN Ngastemi I Bangsal, Mojokerto, Pendidikan lanjutan pertama ia tempuh di MTsN Bangsal, Mojokerto. Sedangkan Pendidikan menengah atas ia selesaikan di SMA I Mojosari. DI Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ia mengambil jurusan D2 PGMI yang kemudian transfer ke SI PGMI di Universitas yang sama.
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis