Anda di halaman 1dari 319

PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN

MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN


BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V
MI SUNAN KALIJAGA MALANG

SKRIPSI

Oleh
Bintan Choironi
07140052







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
Juli, 2009
PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN
BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V
MI SUNAN KALIJAGA MALANG


SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana
Pendidikan (S.Pd)




Oleh:
Bintan Choironi
07140052














PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Juli, 2009
PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN
BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V
MI SUNAN KALIJAGA MALANG

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd)


Oleh:
Bintan Choironi
07140052



Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing



Dra. Hj. Sulalah, M. Ag
NIP. 150 267 279



Tanggal, 24 Juli 2009



Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah



Dra. Hj. Sulalah, M. Ag
NIP. 150 267 279

PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN
BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V
MI SUNAN KALIJAGA MALANG

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh Bintan Choironi (07140052) telah dipertahankan
di depan dewan penguji pada tanggal 6 Agustus 2009 dengan nilai....
dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar strata satu Sarjana Pendidikan (S. Pd)
pada tanggal .........................2009

Panitia Ujian

Ketua Sidang
Abdul Ghofur, M. Ag :____________________________
NIP. 150 368 773

Sekertaris Sidang
Dra. Hj. Sulalah, M. Ag :____________________________
NIP. 150 267 279

Pembimbing,
Dra. Hj. Sulalah, M. Ag :____________________________
NIP. 150 267 279

Penguji Utama
Drs. H. A. Fatah Yasin, M. Ag :____________________________
NIP. 150 287 892

Mengesahkan
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang



Dr. Zainuddin, MA.
NIP. 150 275 502
PERSEMBAHANKU

Bismillahirrohmanirrohiim...
Dengan segenap jiwa dan ketulusan hati, ku persembahkan buah karya ini kepada
kedua orang tuaku, (Bapak Sutarno) Bapak...aku tahu engkau selalu memikirkan
putra-putrimu, mencurahkan seluruh tenaga dan fikiranmu meski kau tak lagi
disampingku. Emak (Binti Istianah)...yang dengan tulus mencurahkan kasih
sayangnya pada putrimu serta tak terhitung selaksa do'a senantiasa terpanjat dalam
setiap sujudmu.
Kakak-kakakku (Cak Es, Cak Idin, Yuk Ir, Cak Sul, Dan Yuk Anis) yang
senantiasa memberiku semangat dalam penyelesaian skripsi ini serta selalu
berusaha memberikan bantuan baik berupa spirituil maupun materiil.
K. H Marzuki Mustammar dan Umi Sa'idah, beribu terimakasih saya ucapkan atas
segala do'a dan arahannya,
yang mengajarkan kalimat Rabb...fa man narju siwa ka..., aku bersyukur telah
mengenalnya. Para asatid yang senantiasa membimbing saya dalam menuntut
ilmu, serta segenap santriwan dan santriwati pondok pesantren Sabilurrosyad wa
bil khusus arek-arek kamar dan teman-teman seangkatan (Mbok Nuril, Mbok Iik,
Mbok Zuzu, Mbok Ruroh, Mbok Amul, Mbok Luluk, Neng Dewi, dan Jeng Nur)
yang selalu memberikan dukungan dan warna selama saya belajar untuk menjadi
santri di sana.
Ibu Sulala, Ibu tengah menjadi pengganti orang tua saya selama proses
penyelesaian skripsi ini. Ibu Aniyat yang telah bersedia mengorbankan waktunya
serta banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Serta para
dosen khususnya dosen Tarbiyah yang secara tidak langsung memberikan banyak
masukan demi penyempurnaan skripsi ini. Teman-teman PGMI yang senantiasa
menyemangati saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.





MOTTO



t tt t ) )) ) 7 77 7 = == = m mm m & && & ) )) ) 9 99 9 # ## # $ $$ $ / // / $ $$ $ m mm m & && & 7 77 7 9 99 9 ) )) ) # ## # # ## # ) )) ) 9 99 9 # ## #
) )) ) M MM M 2 22 2 & && & # ## # 7 77 7 % %% % 9 99 9 = == = 9 99 9 # ## #
Artinya:
"Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al
Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya
adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui." (Al Qur'an, Yusuf: 03).
1















1
Departemen Agama RI, "Al Qur'an dan Terjemah", (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al Qur'an, 1983), hlm. 348.
Dra. Hj. Sulalah
Dosen Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri Malang
-------------------------------------------



NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Skripsi Bintan Choironi Malang, 24 Juli 2009
Lamp. : 6 (Enam) Eksemplar


Kepada Yth.
Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
di
Malang


Assalaamualaikum W. Wb.
Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa
maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut
dibawah ni:
Nama : Bintan Choironi
NIM : 07140052
Jurusan : PGMI
Judul Skripsi : Penerapan Ragam Mendongeng Dengan Menggunakan
Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan
Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI
Sunan Kalijaga Malang

Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak
diajukan untuk diujikan.
Demikian, mohon dimaklumi adanya.
Wassalaamualaikum Wr.Wb

Pembimbing,


Dra. Hj. Sulalah, M. Ag.
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pedapat
yang pernah ditulis atau ditebitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.


Malang, 24 Juli 2009


Bintan Choironi



























KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur hanya bagi Allah Tuhan seru
sekalian alam yang menguasai semua makhluk dengan segala kebesaran-Nya yang
senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, ma'unah, serta karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penerapan Ragam
Mendongeng dengan Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan
Kemampuan Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga
Malang sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammmad SAW yang telah membawa petunjuk kebenaran kepada
seluruh umat manusia yaitu Ad-Dinul Islam.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh mahasiswa
sebagai tugas akhir studi di UIN Maulana Malik Ibrahim jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtida'iyah. Skripsi ini disusun dengan bekal ilmu pengetahuan yang
terbatas dan jauh dari kesempurnaan, sehingga tanpa bantuan pembimbing dan
petunjuk dari berbagai pihak maka penulis akan sulit untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa syukur penulis
ingin menyampaikan rasa hormat serta ucapan terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Maulana Malik
Ibrahim yang telah menyediakan fasilitas guna lancarnya pembelajaran.
2. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony selaku Dekan Fakultas Tarbiyah UIN
Maulana Malik Ibrahim.
3. Kedua orang tuaku yang senantiasa mendoakan putrinya, serta memberikan
dorongan baik spiritual maupun material dalam menuntut ilmu sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Hj. Sulalah, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah UIN Maulana Malik Ibrahim dan selaku dosen pembimbing yang
dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing dan memberikan
pengarahan serta meluangkan waktunya sehingga skripsi ini dapat tersusun.
5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim yang telah
mendidik penulis selama belajar di UIN Maulana Malik Ibrahim.
6. Ibu Supriyati, S.Pd selaku Kepala Sekolah MI Sunan Kalijaga Malang,
terimakasih atas waktu dan kesediaan Ibu dalam memberikan izin untuk
melakukan penelitian ini.
7. Ibu Wiwin selaku guru Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijogo, terima
kasih atas waktu dan kesediaan ibu dalam memberikan informasi dan jam
pelajaran untuk melaksanakan penelitian ini.
8. Semua staf guru-guru MI Sunan Kalijogo yang turut serta dalam membantu
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
9. Semua sahabat-sahabatku dan semua pihak yang telah membantu atas
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman PGMI angkatan 2007 yang telah memberikan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Semoga apapun yang telah disumbangkan kepada penulis, sekecil apapun
wujudnya tercatat sebagai amal yang diterima oleh Allah SWT.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan
skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya.
Hanya kepada Allah SWT penulis memohon pertolongan dan ridho-Nya.
Amin ya Rabbal Alamin.

Malang, 24 Juli 2009


Penulis



ABSTRAK

Choironi, Bintan. 2009. Penerapan Ragam Mendongeng dengan Menggunakan
Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan Berbicara dan
Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Skripsi, Jurusan
Pendidikan Madrasah Ibtida'iyah Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtida'iyah, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim. Dra. Hj. Sulalah, M. Ag.

Kata Kunci : Mendongeng, Media Gambar Diam Seri, Berbicara, Berekspresi

Tidak semua orang mampu mengungkapkan fikirannya secara lisan. Bagi
sebagian orang, berbicara di depan umum merupakan hal yang sangat sulit.
Permasalahan tersebut juga menimpa sebagian besar siswa-siswi kelas 5 MI
Sunan Kalijaga Malang. Mata pelajaran Bahasa Indonesia menawarkan banyak
ragam metode pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan kemampuan
berbicara siswa. Metode mendongeng merupakan salah satu metode yang menjadi
alternative untuk mengatasi permasalahan di atas. Pemilihan ragam mendongeng
dengan menggunakan media gambar tidak lepas dari fungsi media gambar itu
sendiri yang selain dapat membantu mengembangkan imajinasi pendongeng, juga
dapat membantu audien untuk lebih mempermudah memahami dongeng.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan proses pelaksanaan
penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri
untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan
Kalijaga Malang, 2) mendeskripsikan proses peningkatan kemampuan berbicara
dan berekspresi yang dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah
diterapkannya ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan rancangan penelitian tindakan kelas
yang melibatkan data kualitatif dan data kuantitatif.
Penelitian yang penulis lakukan ini adalah penelitian kelas dengan
pendekatan kualitatif. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa
metode, yaitu: metode observasi, metode dokumentasi, dan metode wawancara.
Sedangkan untuk menganalisis, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif
yaitu penggambaran secara menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya.
Peneliti juga menyertakan tabel sebagai pendukung dan pelengkap uraian data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri dapat meningkatkan kemampuan berbicara
dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Bukti secara kualitatif
dapat diketahui dari suasana kelas yang menjadi lebih aktif, tumbuhnya
keberanian dan rasa percaya diri siswa, serta tumbuhnya semangat kerjasama
dengan kelompoknya. Sebagian besar tanggapan siswa juga menyatakan senang
dengan diterapkannya metode tersebut. Sedangkan bukti secara kuantitatif dapat
dilihat dari hasil tes belajar siswa yang mengalami peningkatan pada setiap
siklusnya hingga mencapai standar kelulusan minimal yang ditetapkan baik secara
individual maupun secara klasikal.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v
MOTTO ................................................................................................................. vi
NOTA DINAS BIMBINGAN .............................................................................. vii
SURAT PERNYATAAN..................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 10
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 10
F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 13
G. Definisi Operasional................................................................................ 14
H. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 16
A. Pembelajaran ........................................................................................... 16
1. Definisi pembelajaran ....................................................................... 16
2. Hasil belajar ...................................................................................... 17
3. Motivasi belajar ................................................................................. 17
4. Belajar tuntas ..................................................................................... 18
5. Metode pembelajaran Bahasa Indonesia di MI/SD .......................... 19
B. Mendongeng ............................................................................................ 20
1. Pengertian dongeng dan mendongeng .............................................. 20
2. Ragam mendongeng .......................................................................... 21
3. Tujuan dan manfaat mendongeng ..................................................... 25
4. Hubungan mendongeng dengan kemampuan berbicara dan
berekspresi......................................................................................... 27
5. Teknik mendongeng yang baik ......................................................... 28
6. Kendala pembelajaran mendongeng ................................................. 30
C. Media....................................................................................................... 31
1. Definisi media, media pembelajaran, dan klasifikasi media ............. 31
2. Fungsi dan manfaat media bagi pembelajaran .................................. 36
3. Media gambar.................................................................................... 37
4. Manfaat dan kelebihan media gambar .............................................. 37
5. Syarat-syarat memilih media gambar................................................ 39
6. Media gambar diam seri .................................................................... 41
7. Hubungan media gambar dengan kegiatan mendongeng.................. 42
D. Berbicara dan Berekspresi....................................................................... 43
1. Definisi berbicara dan kemampuan berbicara ................................... 43
2. Teknik-teknik berbicara .................................................................... 43
3. Berbicara dan berekspresi ................................................................. 46
4. Upaya meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi .......... 46

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 49
A. Desain dan Jenis Penelitian ..................................................................... 49
B. Kehadiran Peneliti di Lapangan .............................................................. 52
C. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 52
D. Sumber Data dan Jenis Data ................................................................... 53
E. Instrumen Penelitian................................................................................ 54
F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 55
G. Analisis Data ........................................................................................... 59
H. Pengecekan Keabsahan Data................................................................... 60
I. Tahapan Penelitian .................................................................................. 62

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN ...................................................... 71
A. Latar Belakang Obyek Penelitian............................................................ 71
1. Sejarah singkat berdirinya MI Sunan Kalijogo Malang .................... 71
2. Lokasi MI Sunan Kalijaga Malang ................................................... 72
3. Sarana dan prasarana MI Sunan Kalijaga Malang ............................ 73
B. Paparan Data Sebelum Tindakan ............................................................ 73
1. Observasi awal .................................................................................. 73
2. Perencanaan kegiatan pre tes ............................................................ 74
3. Pelaksanaan kegiatan pre tes ............................................................. 76
4. Observasi pre tes ............................................................................... 77
5. Refleksi ............................................................................................. 94
C. Paparan Hasil Penelitian ......................................................................... 96
1. Siklus 1 .............................................................................................. 96
2. Siklus II ........................................................................................... 126
3. Siklus III .......................................................................................... 152

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 181

BAB VI PENUTUP ............................................................................................ 209
A. Kesimpulan ........................................................................................... 209
B. Saran ...................................................................................................... 211

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 213
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 216
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................... 217


DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Sarana dan Prasarana di MI Sunan Kalijaga Malang ......................... 73
Tabel 2 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada
saat Pre Tes ........................................................................................ 81
Tabel 3 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada
saat Pre Tes ........................................................................................ 83
Tabel 4 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Artikulasi Suara
pada saat Pre Tes ................................................................................ 85
Tabel 5 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada
saat Pre Tes ........................................................................................ 87
Tabel 6 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada saat Pre Tes ............ 91
Tabel 7 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada
Siklus 1 ............................................................................................ 107
Tabel 8 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada
Siklus 1 ............................................................................................. 110
Tabel 9 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kejelasan Suara
pada Siklus 1 .................................................................................... 112
Tabel 10 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada
pada Siklus 1 .................................................................................... 115
Tabel 11 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Variasi Suara
padaPada Siklus 1 ............................................................................ 117
Tabel 12 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 1 ................. 120
Tabel 13 : Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dengan
Gambar pada Siklus 1 ...................................................................... 122
Tabel 14 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada
Siklus 2 ............................................................................................. 134
Tabel 15 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada
Siklus 2 ............................................................................................. 136
Tabel 16 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Artikulasi Suara
pada Siklus 2 .................................................................................... 139

Tabel 17 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada
Siklus 2 ............................................................................................. 141
Tabel 18 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Variasi Suara pada
Siklus 2 ............................................................................................. 144
Tabel 19 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 2 ................. 147
Tabel 20 : Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dengan
Media Gambar Pada Siklus 2 ........................................................... 149
Tabel 21 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Keruntutan pada
Siklus 3 ............................................................................................. 159
Tabel 22 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Kelancaran pada
Siklus 3 ............................................................................................. 161
Tabel 23 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Artikulasi Suara
Pada Siklus 3 .................................................................................... 164
Tabe 24 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Intonasi Suara pada
Siklus 3 ............................................................................................. 166
Tabel 25 : Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa dari Segi Variasi Suara pada
Siklus 3 ............................................................................................. 168
Tabel 26 : Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 3 ................. 171
Tabel 27 : Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dengan
Media Gambar Pada Siklus 3 ........................................................... 173
Tabel 28 : Hasil Evaluasi Tingkat Pemahaman Siswa ketika Menyimak
Dongeng ........................................................................................... 176
Tabel 29 : Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Ragam Mendongeng dengan
Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Meningkatkan
Kemampuan Berbicara dan Berekspresi .......................................... 177






DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Desain PTK Model Kurt Lewin ......................................................... 51
Gambar 2 : Bagan PTK Model Kemmis dan Taggart ........................................... 62
Gambar 3 : Ekspresi Salah Seorang Siswa saat Mendongeng pada Siklus 1 ..... 119
Gambar 4 : Ekspresi Salah Seorang Siswa saat Mendongeng pada Siklus 2 ..... 146
Gambar 5 : Ekspresi Salah Seorang Siswa saat Mendongeng pada Siklus 3 ..... 170






















DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : RPP ............................................................................................... 216
a. Siklus 1 ........................................................................................... 217
b. Siklus 2 ........................................................................................... 220
c. Siklus 3 ........................................................................................... 223
Lampiran 2 : Silabus Bahasa Indonesia .............................................................. 229
Lampiran 3 : Lembar Observasi ......................................................................... 232
a. Format penilaian mendongeng siswa .............................................. 233
b. Lembar observasi perilaku siswa siklus 1 ....................................... 234
c. Lembar observasi perilaku siswa siklus 2 ....................................... 235
d. Lembar observasi perilaku siswa siklus 3 ....................................... 237
e. Instrumen analisis proses kegiatan guru ......................................... 239
f. Catatan lapangan ............................................................................. 240
g. Lembar observasi hasil belajar siswa .............................................. 241
Lampiran 4 : Rekapitulasi Penilaian Kemampuan Berbicara
dan Berekspresi Siswa................................................................... 242
Lampiran 5 : Keterangan Penilaian Hasil Tes Belajar dan Tabel Tanggapan
Siswa Terhadap Penerapan Ragam Mendongeng Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi ............... 257
Lampiran 6 : Kelengkapan Instrumen untuk Mengukur Kefahaman siswa
Terhadap Isi Dongeng ................................................................... 261
a. Soal unsur intrinsik dongeng ........................................................ 262
b. Kunci jawaban .............................................................................. 264
c. Tabel hasil evaluasi kefahaman ................................................... 266
Lampiran 7 : Foto Praktek Pembelajaran ........................................................... 268
Lampiran 8 : Foto Peningkatan Ekspresi Siswa dari Siklus 1, 2, dan 3 ............. 271
Lampiran 9 : Draft Dongeng............................................................................... 275
Lampiran 10 : Gambar Media Dongeng ............................................................... 291
Lampiran 11 : Absensi Siswa .............................................................................. 298
Lampiran 12 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ............................. 299
Lampiran 13 : Bukti Konsultasi ............................................................................ 300
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi berbagai macam aspek, termasuk di
dalamnya kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Setiap aspek meliputi
empat keterampilan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Bagi sebagian orang, berbicara atau mengungkapkan pikirannya secara lisan
merupakan hal yang sangat sulit. Tidak jarang dalam suatu forum orang yang
sebetulnya mempunyai ide-ide brilian atau gagasan-gagasan yang cemerlang tidak
terpakai hanya gara-gara kurangnya keberanian orang tersebut dalam
mengungkapkan pendapatnya. Tumbuhnya rasa minder dan takut salah saat
berbicara menyebabkan sebagian orang menganggap berbicara di depan umum
menjadi suatu momok yang menakutkan.
Permasalahan di atas juga menimpa sebagian besar siswa-siswi MI Sunan
Kalijaga, banyak di antara mereka yang masih belum berani ketika disuruh
mengungkapkan pendapatnya di depan umum, kalaupun mereka berani maka
keterampilan berbicara mereka masih sangat kurang. Berdasarkan pada fenomena
tersebut, maka guru Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga berupaya
meningkatkan keterampilan berbicara siswanya dengan menerapkan metode
menceritakan pengalaman pribadi. Setelah diterapkan ternyata metode tersebut
cukup memberi kontribusi dalam menumbuhkan motivasi berbicara siswa dan
meningkatkan keterampilan berbicaranya. Bahkan dengan menerapkan metode
tersebut dapat mengubah sikap salah seorang siswa yang kesehariannya sangat
nakal dan tidak perhatian dalam pelajaran, mampu bercerita dengan sangat bagus
dihadapan teman-temannya. Hal itu ditunjukkan dengan kemampuan siswa
tersebut menarik perhatian teman-temannya, sehingga mereka terbawa dalam
cerita yang disampaikannya.
Ragam bercerita yang diterapkan guru Bahasa Indonesia tersebut dapat
disebut sebagai ragam mendongeng tanpa alat peraga. Meski dongeng berbeda
dengan cerita akan tetapi dongeng adalah bagian dari cerita, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Kusumo Priyo dalam bukunya Terampil Mendongeng, bahwa
dongeng adalah cerita rekaan yang kebenarannya belum dapat dipastikan.
2
Secara
luas mendongeng bisa juga diartikan sebagai membacakan cerita atau menularkan
cerita pada anak entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau pengalaman orang tua.
3

Mengacu dari dua asumsi tersebut, kegiatan siswa kelas V MI Sunan Kalijaga
Malang dalam membawakan cerita pengalaman pribadi juga bisa disebut
mendongeng sedang cara mereka bercerita dengan tanpa membawa alat peraga
dapat digolongkan sebagai mendongeng biasa yaitu mendongeng tanpa disertai
alat peraga. Dalam mendongeng tanpa alat peraga, Si Pendongeng hanya
mengandalkan gerak tubuh, ekspresi wajah, dan kesesuaian intonasi suara.
Mendongeng dengan cara ini memang lebih mudah dan efektif karena tidak
memerlukan banyak alat peraga.
Ada beberapa kriteria yang belum dicapai guru Bahasa Indonesia tersebut
ketika menerapkan ragam mendongeng tanpa alat peraga, diantaranya ternyata

2
Kusumo Priyono, "Terampil Mendongeng", (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hal. 9
3
http://www.mail-archive.com/referensi_maya@yahoogroups.com

sebagian besar siswa masih belum mampu menempatkan intonasi suara, dan
mengekspresikan wajah dengan baik. Selain itu, banyak siswa yang kurang
berminat memperhatikan cerita yang dibawakan Si Pendongeng karena
ketidakmampuan Si Pendongeng dalam membawakan dongeng.
Menumbuhkan keberanian berbicara pada anak sejak dini sangatlah
diperlukan agar nantinya anak tersebut terbiasa mengungkapkan ide-ide yang ada
dalam fikirannya secara lisan di depan umum tanpa dihantui rasa takut salah dan
rasa minder. Mendongeng merupakan salah satu metode dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia yang dapat merangsang kemampuan berbicara dan berekspresi
siswa. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Dedi Kusnendi tentang manfaat
utama dari kegiatan mendongeng yaitu untuk meningkatkan keterampilan
berbicara. Siswa dilatih mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia
yang baik, sistematis, dan menarik.
4
Untuk dapat membawakan dongeng dengan
baik, siswa harus memahami dan menghayati dongeng tersebut, juga
memperhatikan artikulasi (kejelasan ucapan), intonasi (lagu kalimat), dan mimik
(ekspresi wajah).
Mendongeng merupakan kegiatan berbahasa lisan yang sudah dikenal sejak
zaman dulu. Dalam bukunya Terampil Mendongeng, Kusumo Priyo
mengungkapkan bahwa dongeng adalah dunia anak-anak.
5
Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa mendongeng dapat dijadikan salah satu alternatif dalam
pembelajaran berbahasa, terutama untuk anak-anak tingkat sekolah dasar. Hal itu
karena pada umumnya anak-anak suka dengan cerita dan dongeng. Dengan

4
Dedi Kusnendi, Pembelajaran Mendongeng, Gerbang, 2002, hlm. 40.
5
Kusumo Priyo, "Terampil Mendongeng", (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hlm. 2.
mendongeng, siswa selain dapat meningkatkan keterampilan berbahasanya juga
berkesempatan untuk memperoleh pengalaman.
Terdapat banyak ragam dalam mendongeng, salah satu diantaranya adalah
mendongeng tanpa alat peraga sebagaimana yang telah diterapkan oleh guru
Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga Malang di atas. Mengingat
pentingnya meningkatkan motivasi dan keterampilan berbicara siswa serta melihat
dari pengalaman guru Bahasa Indonesia di atas dalam menggunakan metode
mendongeng, maka di sini peneliti tertarik menerapkan ragam mendongeng
lainnya untuk lebih memaksimalkan kemampuan siswa dalam berbicara dan
berekspresi. Ragam mendongeng yang akan diterapkan peneliti adalah ragam
mendongeng dengan menggunakan media gambar.
Beberapa alasan lain yang juga mendasari peneliti memilih ragam
mendongeng dengan menggunakan media gambar adalah karena dongeng dan
gambar merupakan dua hal yang akrab dengan dunia anak, selain itu pembelajaran
yang dilakukan dengan audio-visual lebih maksimal dari pada pembelajaran
dengan cara audio saja. Pernyataan tersebut sejalan dengan uraian Yunus dalam
bukunya Attarbiyatu watta'liim :
+-'' .--' =' -`'- == '+- ... -- .--
maksudnya: bahwasannya media pengajaran paling besar pengaruhnya bagi
indera dan lebih dapat menjamin pemahamanorang yang mendengarkan saja
tidaklah sama tingkat pemahamnnya dan lamanya bertahan apa yang diphaminya
dibandingkan mereka yang melihat atau yang melihat dan mendengarnya.
6


6
Azhar Arsyad, "Media Pembelajaran", (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 16.
Peter Sheal juga mengklasifikasikan kemampuan seseorang dalam menyerap
materi yang dia pelajari, dari membaca seseorang akan mampu memahami 10 %
dari materi tersebut, dari mendengar seseorang akan mampu menyerap 20 % dari
materi tersebut, sedang dari melihat sebanyak 30%, dari melihat dan mendengar
sebanyak 50%, dari mengatakan sebanyak 70%, dan dari mengatakan dan lakukan
sebanyak 90%.
7

Beberapa keunggulan mendongeng dengan menggunakan media gambar
adalah pendengar dapat menikmati keindahan gambar selain daya tarik dongeng.
Melalui gambar, pendengar juga akan terusik imajinasinya dan ikut berjalan
mengikuti alur gambar. Cara mendongeng dengan menggunakan media gambar
juga akan membantu pendongeng untuk mengingat jalan cerita dongeng.
8

Gambar dapat mengubah tahap-tahap pengajaran, dari lambang kata (verbal
simbolis) beralih kepada tahapan yang lebih konkreet yaitu lambang visual (visual
simbolis). Oleh sebab itu, fungsi utama dari media gambar adalah sebagai alat
bantu mengajar, yakni menunjukkan penggunaan metode belajar yang digunakan
guru.
9

Melalui dua asumsi di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyampaian
dongeng dengan media gambar selain dapat memberikan kemudahan bagi
pendongeng, pemahaman pendengar juga akan lebih maksimal. Gambar akan
membantu pendongeng untuk lebih mudah menyusun dan meyampaikan kata-

7
Wahid Murni dan Nur Ali, "Penelitian Tindakan Kelas (Pendidikan Agama dan Umum dari
Teori Menuju Praktek)", (Malang: UM Press, 2008), hlm. 12.
8
Kusumo Priyo, "Terampil Mendongeng", (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hal. 275
9
Nana Sudjana dan Rivai, "Media Pengajaran", (Bandung: CV Sinar Baru Bandung, 2002),
hal.72
kata. Gambar dapat membantu pendongeng mengingat kata-kata yang mungkin
terlupakan. Selain itu, pemahaman audien akan lebih maksimal bila penyampaian
kata-kata itu disertai gambar, karena bisa terjadi kemungkinan si pendongeng
tidak begitu pandai atau jelas dalam membawakan dongeng, sehingga audien akan
tetap dapat mengerti maksud dongeng tersebut dengan meihat gambar.
Agar dapat mendongeng dengan baik diperlukan kemampuan dalam mengolah
kata, menempatkan intonasi suara, dan menyesuaikan ekspresi saat mendongeng,
dan hal itu menunjukkan adanya pengaruh antara mendongeng dengan kempuan
berbicara dan berekspresi. Sedangkan untuk membantu mempermudah siswa
dalam membawakan dongeng, peneliti menggunakan media gambar, sehingga
dalam penelitian ini peneliti memilih ragam mendongeng dengan menggunakan
media gambar.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar terhadap kemampuan berbicara dan berekspresi
siswa sekolah dasar kelas V (lima), peneliti melakukan penelitian dengan judul
PENERAPAN RAGAM MENDONGENG DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA GAMBAR DIAM SERI UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN
BERBICARA DAN BEREKSPRESI SISWA KELAS V MI SUNAN
KALIJAGA MALANG.
Media gambar yang digunakan peneliti ini difokuskan pada media gambar
diam seri. Alasan digunakannya media gambar diam seri adalah agar media
gambar tersebut dapat menuntun kronologi atau urutan kejadian peristiwa..
Kronologi atau urutan kejadian peristiwa dapat memudahkan siswa untuk
menuangkan idenya dalam kegiatan mendongeng.
Penelitian lain tentang mendongeng dilakukan oleh Alfarisma Melandika
dengan judul Pengaruh (Megadis) Media Gambar Diam Seri Terhadap
Kemampuan Mendongeng Siswa Kelas VII SMPN I Gondang Kab. Nganjuk
Tahun Ajaran 2006/2007. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa
terdapatnya pengaruh media gambar diam seri terhadap kemampuan mendongeng
siswa dilihat dari segi keruntutan, pilihan kata yang digunakan, serta kelancaran.
Sedangkan penelitian tentang seberapa besar pengaruh media gambar diam
seri terhadap keterampilan berbicara dilakukan oleh Umi Kholifah dengan judul
Pengaruh Penggunaan Media Gambar Diam Seri dalam Pembelajaran
Keterampilan Berbicara Terhadap Kemampuan Berbicara Siswa Kelas II SLTP
Lab. UM Tahun Ajaran 1999/2000. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa
media gambar yang diberikan kepada siswa secara signifikan mempengaruhi
kemampuan berbicara siswa pada segi kesesuaian antara faktor semantik dan
pragmatik, keterpahaman berbicara oleh pendengar, kelancaran, dan ketepatan
penggunaan tata bahasa.
Sementara penelitian yang berhubungan dengan kemampuan berbicara dan
berekspresi yang juga menjadi refrensi pendukung dalam penelitian ini telah
dilakukan oleh Wahyu Miftahul Jannah dengan judul Peningkatan Kemampuan
Berbicara Melalui The Role Playing Model di Kelas III SDN Selodono. Dalam
penelitian tersebut dijelaskan bahwa kemampuan berbicara yang mencakup
kelancaran, kemampuan menyesuaikan intonasi suara, dan kemampuan
berekspresi saat berbicara dapat ditingkatkan melalui metode The Role Playing.
Perbedaan penelitian yang berjudul Penerapan Ragam Mendongeng dengan
Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan
Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang dengan
penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
mendongeng khususnya pada ragam mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi
siswa, sedang pada penelitian yang dilakukan oleh Alfarisma Melandika lebih
menekankan bahwa media gambar diam seri mempunyai pengaruh terhadap
kemampuan mendongeng siswa. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Umi
Kholifah menunjukkan bahwa media gambar diam seri mempunyai pengaruh
terhadapa kemampuan berbicara siswa dalam hal ini berbicara yang dimaksud
adalah mendeskripsikan gambar bukan mendongeng. Demikian pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Miftahul Jannah lebih membuktikan
bahwa kemampuan berbicara dan berekspresi siswa dapat ditingkatkan dengan
menggunakan role playing
Hal yang mendasari peneliti memilih mendongeng karena dalam kurikulum
SD/MI kelas V termuat kompetensi dasar tentang menyampaiakan cerita anak
secara lisan dan mengidentifikasi unsur-unsur cerita. Memang ada sedikit
perbedaan antara mendongeng dan bercerita. Dalam artikelnya Ukir Perilaku
Anak dengan Dongeng, Ugik menuturkan mendongeng berbeda dengan bercerita
yang sebagian besar bahannya berdasarkan fakta dengan bahasa yang datar dan
baku. Mendongeng lebih banyak disisipi khayalan, bahkan cenderung membual.
Meski ada unsur membual, mendongeng punya tujuan jelas yaitu menyampaikan
pesan-pesan moral tanpa berkesan menggurui atau memaksakan pendapat. Bagi
anak-anak, penyampaian pesan tanpa mendoktrinasi mereka sangatlah penting.
Anak-anak tidak dapat dipaksa untuk melakukan perbuatan begini atau bersikap
begitu. Mereka harus diberi contoh. Salah satu cara memberi contoh perbuatan
yang baik atau buruk, cara yang pas buat anak adalah mendongeng.
10


B. RUMUSAN MASALAH
Mengacu pada latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan
berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia?
2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi yang
dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah diterapkannya ragam
mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

10
http://ugik.multiply.com
1. Mendeskripsikan proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan
berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
2. Mendeskripsikan proses peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi
yang dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah diterapkannya
ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia.

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Dari penelitian ini, dapat ditarik suatu hipotesis yaitu:
Jika ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri ini
diterapkan dalam pembelajaran, maka kemampuan berbicara dan berekspresi
siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang akan lebih meningkat.

E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat Teoritis
Dengan dilaksanakannya penelitian Penerapan Ragam Mendongeng dengan
Menggunakan Media Gambar Diam Seri untuk Peningkatan Kemampuan
Berbicara dan Berekspresi Siswa Kelas V MI Sunan Kalijaga Malang, diharapkan
dapat memberi konstribusi ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang bersangkutan
dengan media gambar diam seri, pengaruhnya dalam mendukung kemampuan
mendongeng, serta bagaimana proses penerapannya, pelaksanaanya, dan
penilaiannya di dalam kelas sehingga dapat menjadi masukan guru dalam proses
pembelajaran selanjutnya khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi:
1. Guru
Dengan dilaksanakannya PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara
dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini, maka guru akan
lebih mengetahui strategi, media, ataupun metode pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan atau kompetensi dasar pembelajaran. Selain itu, guru juga akan
lebih menyadari bahwa dalam penciptaan kondisi pembelajaran selain penguasaan
metode, strategi, dan media juga diperlukan kretifitas yang tinggi sehingga apa
yang diterapkan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa yang sedang belajar.
2. Siswa
Dengan dilaksanakannya PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara
dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini diharapkan
kemampuan berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang
akan dapat lebih ditingkatkan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat
menumbuhkan rasa kecintaan siswa terhadap sastra Indonesia serta siswa dapat
mengambil pelajaran dari sastra budaya Indonesia yang dipelajarinya.
3. Peneliti
Dengan dilaksanakannya PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara
dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini, maka peneliti akan
lebih memahami metode, strategi, serta media yang sesuai dengan materi
pelajaran yang akan disampaikan serta kondisi siswa dan kondisi kelas pada
waktu itu. Selain itu, peneliti juga dapat menyadari bahwa dalam penciptaan
kondisi pembelajaran yang kondusif selain penguasaan bahan ajar, metode,
strategi serta media juga diperlukan kreativitas yang tinggi sehingga materi yang
diajarkan dapat tersampaikan kepada peserta didik dengan baik dan maksimal.
Kejadian-kejadian di luar dugaan yang terjadi dalam situasi pembelajaran di kelas
juga dapat menjadi tambahan pengalaman baru bagi peneliti.
4. Lembaga
PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa
kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini sebagai salah satu sumbangan pemikiran
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan inovasi baru dalam dunia belajar
mengajar di MI Sunan Kalijaga Malang khususnya mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
5. Masyarakat
PTK tentang penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa
kelas V MI Sunan Kalijaga Malang ini sebagai wahana guru untuk mewujudkan
pengabdiannya yang lebih optimal kepada masyarakat dalam menghasilakan
output siswa yang lebih berkualitas dari segi keilmuan, akhlak, maupun
kreatifitas.

F. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang relevan dan memberikan arah pembahasan pada
tujuan yang telah dirumuskan, maka ruang lingkup peneliti akan diarahkan
sekitar:
1) Bagaimanakah proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri untuk peningkatan kemampuan
berbicara dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang?
2) Bagaimanakah proses peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi
yang dicapai siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang setelah diterapkannya
ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia?

G. DEFINISI OPERASIONAL
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai beberapa kata yang
menjadi kunci pokok dalam pembahasan penelitian ini, maka peneliti berusaha
menyamakan persepsi dengan pembaca dalam mendefinisikan kata-kata tersebut:
1) Ragam adalah macam atau jenis
2) Dongeng adalah cerita fiktif atau rekaan yang kebenarannya belum dapat
dipastikan
3) Mendongeng adalah kegiatan bercerita di depan umum dengan menggunakan
teknik-teknik bercerita
4) Media adalah saluran untuk menyampaiakan sesuatu
5) Media adalah gambar diam seri adalah urutan gambar yang mengikuti suatu
percakapan dalam hal memperkenalkan atau menyajikan arti yang terdapat
pada gambar dan memberikan latar belakang yang dapat dipercaya.
6) Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan, serta menyampaikan pikiran,
dan perasaan.
7) Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat kalimat
untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan gagasan, pikiran, dan
perasaan.
8) Berekspresi adalah penggambaran emosi melalui gesture (gerak tubuh) dan
mimik.
9) Kemampuan berbicara dan berekspresi adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi untuk menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan dari pembicara
kepada pendengar, dan melengkapinya dengan unsure-unsur nonverbal yang
berupa gerak tubuh dan mimik.
11


H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

11
Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., "Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia",
(Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 17.
BAB 1: Dalam bab 1 (pendahuluan) yang merupakan gambaran umum isi
penelitian meliputi: uraian tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, ruang lingkup dan bahasan
penelitian, definisi operasional, sistematika pembahasan.
BAB II: Kajian pustaka yang meliputi uraian tentang pembelajaran,
mendongeng, media, dan kemampuan berbicara dan berekspresi serta
hal-hal yang berhubungan dengan uraian-uraian tersebut.
BAB III: Metode penelitian yang berisi, desain dan jenis penelitian, kehadiran
peneliti di lapangan, lokasi penelitian, sumber data dan jenis data,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, analisis data,
pengecekan keabsahan data, dan tahapan penelitian.
BAB IV: Paparan data, yang berisi siklus pertama, siklus kedua, siklus ketiga,
dan pembahasan.
BAB V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran
1. Definisi Pembelajaran.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan,
guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran
hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat
mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya
sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan
pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta
didik.
12

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak
didik kedalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan
belajar sesuai dengan apa yang diharapkan.
13


2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan perilaku baik peningkatan pengetahuan,
perbaikan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa

12
A. Fatah Yasin, "Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam", (Malang: UIN Malang Press, 2008),
hlm. 71.
13
http://eduarticles.com
setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran.
14
Hasil belajar merupakan
kemampuan yang ditargetkan guru. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai
perubahan tingkah laku yang diharapkan setelah siswa mempelajari sesuatu,
baik dari segi koqnitif, afektif, maupun psikomotorik.
15


3. Motivasi Belajar.
Motivasi dalam pendidikan adalah usaha yang disadari oleh pihak guru
untuk menimbulkan motiv-motiv pada diri murid yang menunjang kegiatan
kearah tujuan-tujuan belajar. Memotivasi murid adalah menciptakan kondisi
sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dapat
dilakukannya.
16


4. Belajar Tuntas
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas.
Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari
istilahmastery Learning. Nasution, S menyebutkan bahwa mastery learning
atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Penguasaan penuh ini dapat
dicapai apabila siswa mampu menguasai materi tertentu secara menyeluruh
yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut.
Nasution, S juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi

14
Abdul Rahman Saleh, "Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa", (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), hlm. 110.
15
Zakia Drajat, "Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam", (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm.
197.
16
Ibid., hlm. 140.
penguasaan penuh, yaitu: (1) bakat untuk mempelajari sesuatu, (2) mutu
pengajaran, (3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, (4) ketekunan, (5)
waktu yang tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan
guru, ketika melaksanakan pembelajaran tuntas. Sehingga siswa dapat
mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
17

Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai pendekatan dalam pembelajaran
yang mempersyaratkan peserta didik dalam menguasai secara tuntas seluruh
standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan.
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal untuk ketuntasan
masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria
ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam
penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan
kriteria ketuntasan secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan
ideal. Kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM) adalah batas minimal
ketercapaian kompetensi setiap indikator, kompetensi dasar, standar
kompentensi aspek penilaian mata pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta
didik.
18





17
http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/24/instrumen-penelitian.html
18
http://www.telkomsekolah-online.net/docupl/1276_PENETAPAN%20KKM.doc.
5. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI
Metode pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar mencakup
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek
sebagai berikut: (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4)
menulis. Bahsa merupakan sarana untuk saling berkomunikasi, saling berbagi
pengalaman, saling belajar dari yang lain, serta untuk meningkatkan
kemampuan intelektual dan kesusastraan merupakan salah satu sarana untuk
menuju pemahaman tersebut. standar kompetensi mata pelajaran Bahasa
Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan , keterampilan berbahasa, dan sikap
positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini
merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon, situasi
lokal, regional, dan global.
19

Secara umum, tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulis.
b. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara
c. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan

19
Depdiknas, "Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (SD/MI)", (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2006), hlm. 10-11.
d. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
20


B. Mendongeng
1. Pengertian Dongeng dan Mendongeng
Dongeng adalah cerita rekaan yang kebenarannya belum dapat
dipastikan.
21
Mendongeng adalah kegiatan menceritakan dongeng.
22

Mendongeng secara luas dapat diartikan sebagai kegiatan membacakan cerita
atau menularkan cerita pada anak. Entah itu cerita nyata, tidak nyata, atau
pengalaman orangtua.
23


2. Ragam Mendongeng.
Kusumo Priyono mengatakan bahwa ada beberapa cara mendongeng yang
dipandang bagus antara lain sebagai berikut:
a) Mendongeng tanpa alat peraga

20
Ibid., hlm. 13.
21
Kusumo Priyo, op.cit., hlm. 9.
22
Kusnendi, op.cit., hlm. 39.
23
http://www.mail-archive.com/ referensi_maya@yahoogroups.com/maillist.html

Yakni seperti yang dilakukan kakek atau nenek kepada cucunya yang
hanya mengandalkan kemampuan vokal. Biasanya pendongeng bersikap
penuh kasih sayang, sambil membelai rambut anak atau cucunya lalu
mendongeng. Dongeng yang disampaikan hanya hafalan dari para leluhur.ada
juga yang mendongeng demikian sambil menikmati makanan kecil atau
ringan. Kebiasaan mendongeng seperti ini biasanya lebih santai, baik
pendongeng maupun yang mendengarkan sambil lalu saja, seakan-akan tanpa
beban. Jika hal ini dijalankan terus menerus dan dongeng yang dilantunkan
berganti-ganti tentu lebih memukau dan membuat pendengar ketagihan.
Dengan demikian, cara mendongeng semacam inipun dapat digunakan dalam
proses pengajaran di sekolah. Pengajar dapat mendongeng seperti
mendongeng kepada anaknya, lalu peserta didik menirukan satu-persatu.
Peserta didik dapat dibuat-buat kelompok. Dari setiap kelompok ada
pendongengnya, bergantian dengan dongeng yang berbeda. Dengan cara ini,
otomatis setiap kelompok akan bervariasi dan akan mendengarkan dongeng
sejumlah kelompoknya.
b) Mendongeng dengan alat peraga gambar
Pendongeng dapat mempersiapkan alat peraga berupa gambar atau cerita
bergambar. Dari gambar tersebut, pendongeng dapat mengembangkan
menjadi panjang atau sekehendaknya. Cara semacam ini seharusnya lebih unik
dan menarik, karena pendengar dapat menikmati keindahan gambar selain
daya tarik dongeng. Cara ini juga akan membantu pendongeng untuk
mengingat jalan cerita dongeng. Peraga dongeng semestinya dibuat warna-
warni, sehingga tak membosankan pendengar. Dalam situasi pengajaran di
sekolah, dongeng dengan alata peraga kiranya lebih menarik, karena perhatian
pendengar juga pada aspek visual. Melalui gambar, pendengar juga akan
terusik imajinasinya dan ikut berjalan mengikuti keindahan gambar. Alat
peraga gambar dapat berupa buku atau cerita bergambar.
c) Mendongeng dengan boneka
Cara semacam ini sering dilakukan Susan (Ria Enes) yang memanfaatkan
boneka anak-anak. Pendongeng dengan boneka biasanya memerlukan
pemahaman karakter tersebut. Pendongeng perlu berlagak seakan-akan hidup
dalam dunia boneka. Boneka yang digunakan tak jauh berbeda dengan dalang
wayang tengul, yakni boneka yang dapat dimasuki tangan. Dengan cara ini
pendongeng bebas menggerakkan boneka dalam dialog. Pendongeng dapat
membuat selingan-selingan dengan menyanyi sesuai dengan kemampuan
boneka, sehingga tercipta humor-humor alamiah.
d) Mendongeng dengan alat peraga di papan panel
Mendongeng cara ini membutuhkan keterampilan pendongengnya
menyusun gambar-gambar yang akan ditempelkan. Jika keragaman tempelan
dapat tercipta, dongeng semacam ini justru lebih menarik, karena gambar
panel dapat ditempel dan dilepas begitu seterusnya. Tokoh-tokoh yang
ditempel dan dilepas tersebut akan memukau audien, karena mereka belum
mengetahui gambar apa yang akan ditampilkan berikutnya. Kerahasiaan
gambar harus dijaga agar audien tak beranjak dari tempat semula. Namun
demikian, cara seperti ini memerlukan keterampilan penempelan gambar
sambil mendongeng. Kegagalan dalam menempel atau kekeliruan urutan akan
berakibat dongeng menjadi kurang menarik.
e) Mendongeng model teater
Cara mendongeng semacam ini memang tak bisa dilakukan sendirian.
Namun memerlukan pengiring atau penata musik dan perlu persiapan matang.
Pendongeng ibarat seorang dalang atau narator yang menguasai segalanya.
Pendongeng harus menguasai seni. Gaya teatrikal yang dibangun hendaknya
juga tidak mengganggu nuansa dongeng. Improvisasi boleh saja dilakukan,
tetapi terlalu banyak gerak spontan kadang-kadang juga kurang sesuai. Yang
penting pendongeng mampu menyampaikan dialog-dialog menarik dan akan
lebih menarik apabila mampu bersura berbagai karakter (pria dan wanita).
Pendongeng akan membagi dongeng ke dalam adegan-adegan yang menarik
dan ada selingan musik. Akhir dongeng tak perlu diulas atau disimpulkan lagi,
biarlah audien yang menyimpulkan sesuai dengan kemampuannya.
f) Mendongeng melalui lagu (tembang)
Model mendongeng semacam ini tak kalah menarik dibanding cara
mendongeng yang lain. Pendongeng dapat melakukan sesuatu yang memuat
unsur dongeng disertai dongeng. Hal ini akan mencairkan otak pendengar,
sambil mengikuti alunan lagu, lalu menyelami dongeng. Kenikmatan
mendengarkan lagu dan dongeng secara bersama-sama akan diterima oleh
peserta didik. Bagi pendongeng, model semacam ini akan memudahkan
mengingat jalan dan jalinan cerita.
g) Mendongeng dengan permainan dan tarian tradisional
Cara mendongeng dengan permainan dan tarian biasanya merupakan
kelanjutan mendongeng dengan lagu. Mendongeng semacam ini akan
memudahkan peserta didik menerima pesan dongeng. Di samping itu, peserta
didik jadi lebih terhibur dalam mendengarkan dongeng karena disertai
permainan dan tarian, akan menjadi seni kolaborasi yang menarik. Sedangkan
dongeng yang dilakukan sesuai permainan dan tarian, tampak hanya sebagai
resume (ringkasan) saja. Jadi, cara yang terakhir ini membuat suasana kurang
hidup. Perminan tradisional yang dapat digunakan untuk mendongeng cukup
banyak, tetapi pendongeng dapat memilihkan yang mudah dilakukan saja.
24


3. Tujuan dan Manfaat Mendongeng.
Kegiatan mendongeng sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka,
melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam
lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak untuk berperilaku positif.
Lewat mendongeng, kita dapat melakukan kontak batin dan sekaligus bisa
berkomunikasi dengan anak sehingga dapat membina hubungan penuh kasih
sayang.
25

Selain itu mendongeng juga bertujuan untuk:
a) Merangsang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasi anak secara
wajar.
b) Mengembangkan daya penalaran sikap kritis serta kreatif.

24
Ibrahim Suwardi Endraswara, "Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra", (Yogyakarta: FBS
Universitas Yogyakarta, 2003), hlm. 274 278.
25
Kusumo Priyono, "Terampil Mendongeng", (Jakarta: PT. Grasindo, 2001), hal. 13.
c) Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa.
d) Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang
buruk dan tidak perlu dicontoh.
e) Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap
terpuji pada anak-anak.
26

Sedang manfaat mendongeng bagi siswa adalah:
a) Keterampilan Menyimak
Melalui kegiatan mendengarkan pembacaan dongeng, siswa dilatih untuk
menyimak. Siswa yang tidak mendapat giliran mendongeng diharuskan
menyimak dongeng yang dibawakan oleh temannya, kemudian dituliskan
kembali sebagai laporan.
b) Keterampilan Berbicara
Manfaat utama dari kegiatan mendongeng adalah untuk meningkatkan
keterampilan berbicara. Siswa dilatih mampu berbicara dengan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan menarik. Untuk dapat
membawakan dongeng dengan baik, siswa harus memahami dan menghayati
dongeng tersebut, juga memperhatikan artikulasi (kejelasan ucapan), intonasi
(lagu kalimat), dan mimik (ekspresi wajah).
c) Keterampilan Membaca
Dongeng yang akan dibawakan siswa di depan kelas bisa diperoleh dari
buku cerita, majalah, koran, dan bahan bacaan lainnya. Untuk itu, siswa
dituntut untuk membaca sebanyak mungkin dongeng, lalu memilih salah satu

26
Ibid., hlm. 15.
dongeng yang dianggap menarik. Pada saat membaca, siswa dituntut untuk
memahami naskah dongeng sebaik-baiknya, hafal alur (jalan cerita), mengenal
karakter masing-masing tokoh cerita, dan dapat menangkap amanat yang
terdapat di dalam naskah dongeng tersebut.
d) Keterampilan Menulis
Meski kegiatan mendongeng fokusnya pada keterampilan berbicara,
namun keterampilan menulispun bisa terangkum juga. Siswa yang sudah
membaca naskah dongeng dianjurkan untuk menuliskan ringkasan ceritanya
(sinopsisnya). Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat mendongeng dengan
lebih lancar. Disamping itu, siswa diharapkan membuat laporan kegiatan
pembelajaran mendongeng. Dongeng yang dibawakan oleh kawannya harus
ditulis ringkasan ceritanya.
27


4. Hubungan Mendongeng dengan Kemampuan Berbicara dan
Berekspresi.
Manfaat utama dari kegiatan mendongeng adalah untuk meningkatkan
keterampilan berbicara.
28
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si
pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor
nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan meliputi:
a) Ketepatan ucapan.
b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai.

27
Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40.
28
Ibid., hlm. 40.
c) Pilihan kata (diksi).
d) Ketepatan sasaran pembicaraan.
Sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi:
a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.
b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara.
c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain.
d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat.
e) Kenyaringan suara.
f) Penalaran.
g) Penguasaan topik.
29

Gerak-gerik dan mimik atau ekspresi merupakan faktor nonkebahasaan
yang turut menunjang keefektifan berbicara, sedangkan aktivitas mendongeng
tidak lepas dari kemampuan berbicara dan berekspresi, hal itu menunjukkan
adanya keterkaitan hubungan antara mendongeng dengan keterampilan
berbicara dan kemampuan berekspresi seseorang.
Dengan mendongeng, siswa dilatih mampu berbicara dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan menarik. Untuk
dapat membawakan dongeng dengan baik, siswa harus memahami dan
menghayati dongeng tersebut, juga memperhatikan artikulasi (kejelasan
ucapan), intonasi (lagu kalimat), dan mimik (ekspresi wajah).
30
Pada intinya

29
Maidar G. Arsyad dan Mukti U. S, "Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia",
(Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 18 20.
30
Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40.
untuk dapat mendongeng dengan baik, siswa dianjurkan menguasai dua faktor
kebahasan yaitu verbal dan nonverbal.

5. Teknik Mendongeng yang Baik
Keterampilan mendongeng merupakan bentuk keterampilan berbicara.
Oleh karena itu, seorang pendongeng dituntut memiliki perbendaharaan kata
yang banyak sehingga dapat memilih kata yang tepat sesuai khalayak
pendengarnya. Diksi (pilihan kata) untuk konsumsi anak balita tentu berbeda
dengan diksi untuk anak-anak usia SD dan SMP. Seseorang yang suka
menceritakan cerita kepada orang lain disebut pendongeng (story teller).
Untuk dapat menjadi seorang pencerita yang baik, hendaknya memerhatikan
beberapa teknik dalam bercerita. Berikut ini adalah teknik mendongeng yang
baik:
a) Menggunakan kata-kata yang komunikatif (tidak kaku). Jika mungkin,
menggunakan kata-kata baku yang sedang trend agar tercipta hubungan
yang dekat dengan pendengar.
b) Mengucapkan huruf, kata, dan kalimat dengan lafal yang tepat agar
pendengar lebih mudah memahami isi cerita.
c) Memerhatikan intonasi kalimat. Intonasi adalah naik turunnya lagu
kalimat yang berfungsi membentuk makna kalimat. Dengan intonasi yang
tepat, pendengar dapat membedakan pengucapan kalimat untuk nada
sedih, marah, gembira, dan sebagainya.
d) Mengucapkan kalimat dengan jeda yang tepat. Jeda adalah perhentian lagu
kalimat. Jeda berfungsi untuk menandai batas-batas satuan kalimat.
e) Memperhatikan nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu
kata. Dalam hal ini, intonasi berfungsi untuk memberi tekanan khusus
pada kata-kata tertentu. Tinggi rendahnya nada dapat membedakan bagian
kalimat yang satu dengan bagian kalimat lain yang tidak penting.
f) Penerapan gesture dan mimik yang tepat. Gesture adalah peniruan dengan
gerak-gerik anggota badan, sedangkan mimik dalam peniruan gerakan raut
muka. Penguasaan gesture dan mimik dapat dilakukan dengan meniru
gerakan orang tertawa, menangis, melompat, menyumpit, berteriak, dan
sebagainya.
g) Setelah memahami teknik-teknik bercerita, kamu dapat menggunakan
cerita rakyat dari Kalimantan yang berjudul Anggrek Hitam untuk Domia
pada halaman depan untuk latihan bercerita. Sebelumnya, perhatikan
tanda-tanda intonasi dan jeda pada pengucapan sebuah kalimat berikut.
1. Tanda / untuk intonasi tinggi.
2. Tanda \ untuk intonasi rendah.
3. Tanda | untuk jeda sebagai tanda henti sementara.
4. Tanda // untuk jeda akhir.
31


Kiat-kiat mendongeng
1. Tuturkan secara lambat (tidak terburu-buru) dan jelas.

31
http://ictcenterpurwodadi.net/explorer/viewing/BSE/02.+SMP_MTs/39.+Kompentasi+Berbahasa
+Indonesia-1+VII+RATNA+SUSANTI/03-Bab+2.pdf/kan
2. Nada suara sebaiknya normal dan santai.
3. Beri ekspresi pada apa yang anda baca.
4. Variasikan kecepatan irama suara sesuai kebutuhan teks.
5. Variasikan nada suara pada pelbagai karakter.
6. Jika ada ilustrasi, peganglah buku tersebut
7. Gunakan telunjuk untuk menunjuk barisan kalimat yang sedang dibaca
32


6. Kendala Pembelajaran Mendongeng
Keterampilan mendongeng merupakan bentuk keterampilan berbicara.
33

Agar dongeng terlihat lebih menarik maka dibutuhkan juga ekspresi dalam
membawakannya. Hal itu menunjukkan bahwa mendongeng merupakan
aktivitas yang erat hubungannnya dengan kemampuan berbicara dan
berekspresi. Sedangkan kemampuan berbicara erat hubungannya dengan
keberanian dan rasa percaya diri.
Beberapa orang merasa enggan bial disuruh mendongeng, hal itu karena
tidak semua orang mempunyai keberanian untuk berbicara dan kemampuan
berekspresi. Mereka meraasa tidak percaya diri dan merasa tidak pandai
bertutur.
34
Rasa kurang percaya diri tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan
membiasakan diri untuk terus menerus berlatih dan biasa tampil di depan

32
http://www.mail-archive.com/referensi_maya@yahoogroups.com/index.html
33
http://ictcenterpurwodadi.net/explorer/viewing/BSE/02.+SMP_MTs/39.+Kompentasi+Berbahasa
+Indonesia-1+VII+RATNA+SUSANTI/03-Bab+2.pdf/kan
34
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=rubrik&kd_sup=1&kd_rub=1
umum
35
. Akan tetapi banyak orang yang merasa malas, letih, serta tidak
mempunyai banyak waktu untuk berlatih mendongeng.
36
Sehingga
mendongeng terkesan menjadi aktivitas yang menakutkan dan sulit untuk
dilakukan.

C. Media
1. Media, Media Pembelajaran, dan Klasifikasi Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
tengah, perantara atau pengantar. Dalam Bahasa Arab, media adalah perantara
atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
37

Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran,
yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan
dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Sebagai penyaji dan
penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru
menyajiakan informasi belajar kepada siswa. Jika program media itu didesain
dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh
media meskipun tanpa keberadaan guru.
38
Sedangkan menurut Oemar
Hamalik yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah alat, metode, dan
teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan

35
http://alsyukro_yadai.com
36
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=rubrik&kd_sup=1&kd_rub=1
37
Azhar Arsyad, "Media Pembelajaran", (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 3.
38
http://edu-articles.com/mengenal-media-pembelajaran/
interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah.
39

Banyak batasan yang diberikan tentang media, salah satunya Hamidjojo
dan Latuheru memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang
digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan,
atau pendapat sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu
sampai pada penerima yang dituju.
40

Gerlach dan P. Ely dalam bukunya Teaching and Media menggolongkan
media menjadi delapan macam tipe berdasarkan ciri-ciri fisiknya antara lain
sebagai berikut:
a) Benda sebenarnya, yang termasuk kategori ini meliputi orang, kejadian,
objek, atau benda tertentu.
b) Presentasi verbal, yang termasuk kategori ini meliputi media cetak, kata-
kata yang diproyeksikan melalui slide, transparansi, juga catatan di papan
tulis, majalah dinding, papan tempel, dan sebagainya.
c) Presentasi grafis, kategori ini meliputi grafik, peta, diagram, lukisan
gambar yang sengaja dibuat untuk mengkomunikasikan suatu ide,
keterampilan atau sikap.
d) Potret diam, yakni potret dari berbagai macam objek ata peristiwa yang
mungkin dipresentasikan melalui buku, slide, majalah dinding dan
sebagainya.

39
Oemar Hamalik, "Media Pendidikan", (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 12.
40
Ibid., hlm. 4.
e) Film, film atau video dari pemotretan/ shooting benda/ kejadian
sebenarnya, maupun film dari pemotretan gambar.
f) Rekaman suara, dapat menggunakan bahasa verbal atau efek suara dan
musik.
g) Program, terkenal juga dengan istilah pengajaran berprogram, yakni
sikwen dari informasi baik verbal, visual, atau audio yang sengaja dibuat
untuk merangsang adanya respon dari siswa.
h) Simulasi, yaitu peniruan situasi yang sengaja diadakan untuk mendekati/
menyerupai kejadian/ keadaan sebenarnya.
41

Berdasarkan ukuran serta komplek tidaknya alat perlengkapannya, media
dibedakan menjadi lima macam antara lain sebagai berikut:
a) Media tanpa proyeksi dua dimensi, yaitu media yang penggunaannya
tanpa menggunakan proyektor dan hanya mempunyai dua ukuran saja,
yakni panjang dan lebar. Yang termasuk golongan ini antara lain berupa
gambar, bagan, grafik, poster, peta datar, dan sebagainya.
b) Media tanpa proyeksi tiga dimensi, yaitu media yang penggunaannya
tanpa menggunakan proyektor dan mempunyai ukuran panjang, lebar, dan
tebal/tinggi. Yang termasuk kategori ini yaitu boneka, patung dan
sebagainya.
c) Media audio, yaitu media yang hanya bisa memberikan rangsangan suara
saja. Media ini penggunaannya tanpa proyektor tetapi mempunyai alat

41
Ibrahim, "Media Instruksional", (Malang: Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran Proyek
Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP Malang, 1981), hlm. 27-28.
perlengkapan khusus untuk menyampaikan/ memperkeras suara seperti
radio dan tape rekorder.
d) Media dengan proyeksi, yaitu media yang penggunaannya menggunakan
proyektor, seperti film, slide, OHP, dan sebagainya.
e) Televisi dan radio tape rekorder, VTR adalah alat untuk merekam,
menyimpan, dan menampilkan kembali secara serempak suara dan gambar
dari suatu objek, sedangkan televise sebagai alat untuk melihat gambardan
mendengarkan suara dari jarak jauh. Pada dasarnya VTR dan TV sama
dengan audio tape rekorder dan radio. Hanya perbedaannya jika radio
mengirimkan/memancarkan suara saja, sedangkan TV mengirimkan/
memancarkan suara dan gambar.
42

Lehsin, Pollock, dan Reigeluth mengklasifikasikan media menjadi lima
kelompok, yaitu:
a) Media berbasis manusia: guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan
kelompok.
b) Media berbasis cetak: buku, penuntun, buku latihan, alat bantu kerja, dan
lembaran lepas.
c) Media berbasis visual: buku, alat bantu kerja, charts, grafik, peta, gambar,
transparansi, slide.
d) Media berbasis audio-visual: video, film, program slide-tape, televise.

42
Ibid., hlm. 28
e) Media berbasis computer: pengajaran dengan bantuan computer,
interactive video, hypertext.
43


Melihat dari beberapa pendapat tentang media di atas, jika ditinjau dari
ciri-ciri fisiknya, gambar termasuk desain grafis. Jika dilihat dari ukurannya
gambar tegolong media tanpa proyeksi dua dimensi, dan bila dilihat dari
kelompoknya, gambar merupakan media berbasis cetak. Dari klasifikasi media
ditinjau dari berbagai segi di atas, gambar selalu mendapatkan nomor urutan
depan, meski bukan terdepan. Hal itu menunjukkan bahwa gambar adalah
media yang cukup mudah baik dari segi pembuatan maupun penggunannya,
selain itu juga memiliki peranan yang cukup penting dalam proses mudahnya
penyampaian pembelajaran.

2. Fungsi dan Manfaat Media bagi Pembelajaran
Fungsi media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut
mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan
diciptakan oleh guru.
44

Sedang manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:
a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.

43
Azhar Arsyad, op.cit., hlm. 36.
44
Azhar Arsyad, op.cit., hlm. 15.
b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai
tujuan pembelajaran.
c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap
jam mata pelajaran
d) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga mwelakukan aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
45

e) Sejalan dengan uraian di atas, Yunus dalam bukunya Attarbiyatu
watta'liim mengungkapkan sebagai berikut:
+-'' .--' =''-`'- =='+- ... -- .--
maksudnya: Bahwasannya media pengajaran paling besar pengaruhnya bagi
indera dan lebih dapat menjamin pemahamanorang yang mendengarkan
saja tidaklah sama tingkat pemahamnnya dan lamanya bertahan apa yang
diphaminya dibandingkan mereka yang melihat atau yang melihat dan
mendengarnya.
46





45
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, "Media Pengajaran", (Bandung: CV Sinar Baru Bandung,
1990), hlm. 2.
46
Azhar Arsyad., op.cit, hlm. 16.
3. Media Gambar
Gambar ialah foto atau sejenisnya yang menampakkan orang, tempat dan
benda. Jenis gambar yang banyak dan umum digunakan dalam pembelajaran
adalah foto dan ilustrasi di buku-buku.
47
Media gambar adalah gambar-
gambar baik hasil dari lukisan tangan yang telah dicetak/direproduksi/ gambar
hasil seni pothografi, baik hasil pemotretan obyek yang nyata maupun kreasi
khayalan belaka.
48


4. Manfaat dan Kelebihan Media Gambar dalam Pembelajaran
Manfaat yang diperoleh dari media gambar dalam hubungannya dengan
kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a) Mudah dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar, karena praktis
tanpa memerlukan perlengkapan apa-apa.
b) Harganya relatif lebih murah dari pada jenis-jenis media pengajaran
lainnya, dan cara memperolehnyapun mudah sekali tanpa memerlukan
biaya, dengan memanfaatkan kalender bekas, majalah, surat kabar, dan
bahan-bahan grafis lainnya.
c) Gambar bisa dipergunakan dalam banyak hal, untuk berbagai jenjang
pengajaran dan berbagai disiplin ilmu. Mulai dari TK sampai Perguruan
Tinggi, dari ilmu-ilmu sosial sampai ilmu-ilmu eksakta.

47
J. D. Latuheru, "Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Kini", (Ujung Pandang::
IKIP Ujung Pandang, 1998), hlm. 45.
48
Sihkabuden, "Modul Media Pembelajaran", (Malang: FIP IKIP Malang, 1985), hlm. 45.
d) Gambar dapat menerjemahkan konsep atau gagasan yang abstrak menjadi
lebih realistik.
49


Beberapa kelebihan dari media gambar adalah:
a) Gambar mudah diperoleh, bisa digunting dari majalah, atau dibuat sendiri.
Mudah menggunakannya. Tidak memerlukan alat tambahan.
b) Penggunaan gambar merupakan hal yang wajar dalam proses belajar tanpa
memberi kesan "show" seperti yang sering dituduhkan kepada pengguna
slaid atau film.
c) Koleksi gambar dapat diperbesar terus
d) Mudah mengatur pilihan untuk suatu pelajaran, untuk penyajian jumlah
gambar dapat disesuaikan dengan besarnya koleksi.
50

Media gambar memiliki beberapa kelebihan, antara lain: (1) sifatnya
konkrit, (2) dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, (3) mengatasi
keterbatasan pengamatan, (4) memperjelas suatu masalah, dan (5) mudah
didapatkan.
51
Media gambar diam seri yang dipakai dalam penelitian ini
adalah berupa gambar seri yang menggambarkan beberapa kejadian penting
dalam dongeng. Sehingga dengan melihat gambar tersebut audien akan lebih
mudah memahami alur cerita serta kejadian yang diceritakan si pendongeng.


49
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, op.cit., hlm. 71.
50
Amir Hamzah Sulaeman, op.cit., hlm. 29.
51
Sadiman dkk, "Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya", (Jakarta::
Pustekkom Dikbud dan CV Rajawali, 2003), hlm. 29-31.
5. Syarat-Syarat Memilih Media Gambar
Supaya gambar mencapai tujuan semaksimal mungkin sebagai alat visual,
gambar itu harus dipilh menurut syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut
adalah:
a) Gambar harus bagus, jelas, dan menarik, mudah dimengerti dan cdukup
besar untuk dapat memperlihatkan detail.
b) Apa yang tergambar harus cukup penting dan cocok untuk hal yang
sedang dipelajari atau masalah yang sedang dihadapi.
c) Gambar harus benar atau autentik, artinya menggambarkan situasi yang
serupa jika dilihat dalam keadaan sebenarnya.
d) Kesederhanaan penting sekali. Gambar yang rumit seringkali mengalihkan
perhatian dari hal-hal yang penting. Anak-anak dan orang yang tidak
terpelajar bingung oleh bagian-bagian yang kecil dari sebuah gambar,
akhirnya gagal dalam menemukan arti yang sesungguhnya dari gambar
yang dilihat itu.
e) Gambar harus sesuai dengan kecerdasan orang yang melihatnya.
f) Warna walaupun tidak mutlak dapat meninggikan nilai dari sebuah
gambar, menjadikannya lebih realistis dan merangsang minat untuk
melihatnya. Selain itu warna dapat memperjelas arti dari yang
digambarkan.
g) Ukuran perbandingan. Pernah murid Skolah Dasar di kota-kota besar di
Amerika Serikat yang tidak pernah melihat sapi hidup mengira sapi itu
sebesar kucing. Karena sebesar itulah yang sering mereka lihat pada
gambar. Seharusnya ada gambar orang dekat sapi itu, sehingga jelas
perbandingan keduanya. Begitu pula hendaknya dengan benda-benda
lain.
52


Sementara Sudiman dkk. mengemukakan media gambar diam seri yang
sesuai digunakan dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Harus autentik, gambar tersebut harus melukiskan situasi seperti keadaan
yang sebenarnya.
b) Sederhana, yaitu komposisinya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok
dalam gambar.
c) Ukuran relatif, gambar dapat membesarkan atau memperkecil benda atau
objek sebenarnya. Apabila gambar tersebut tentang benda atau objek yang
belum dikenal atau pernah dilihat anak maka sulitlah membayangkan
berapa besar benda atau objek tersebut. Untuk menghindari itu hendaknya
dalam gambar tersebut terdapat sesuatu yang telah dikenal anak-anak
sehingga dapat membantunya membayangkan gambar.
d) Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang tidak
menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi memperlihatkan aktivitas
tertentu.
e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar karya siswa
sendiri seringkali lebih baik.

52
Amir Hamzah Sulaeman, "Media Audio-Visual", (Jakarta: PT Gramedia, 1988), hlm.29.
f) Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai
media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
53


6. Media Gambar Diam Seri
Elly mengemukakan gambar diam seri merupakan gambar seri dimensi
yang dapat mewakili orang, tempat, dan benda-benda.
54
Dale mengemukakan
bahwa gambar diam dapat memberikan aksi bila disusun dalam satu seri yang
menghasilkan suatu percakapan atau cerita.
55
Wright mendefinisikan media
gambar seri sebagai urutan gambar yang mengikuti suatu percakapan dalam
hal memperkenalkan atau menyajikan arti yang terdapat pada gambar dan
memberikan latar belakang yang dapat dipercaya.
56


7. Hubungan Media Gambar dengan Kegiatan Mendongeng
Wright mendefinisikan media gambar seri sebagai urutan gambar yang
mengikuti suatu percakapan dalam hal memperkenalkan atau menyajikan arti
yang terdapat pada gambar dan memberikan latar belakang yang dapat
dipercaya.
57
Gambar, selain dapat membantu pendongeng dalam

53
Ibid., hlm. 31 32.
54
Alfarisma Melandika, "Pengaruh (Megadis) Media Gambar Diam Seri Terhadap Keterampilan
Berbicara Siswa Kelas VII SMPN I Gondang Kab. Nganjuk", Skripsi, Fakultas Sastra Indonesia
Universitas Malang, 2007, hlm. 30.
55
Ibid., hlm. 30.
56
Ibid., hlm. 30.
57
Ibid., hlm. 30.
mengembangkan imajinasinya juga dapat membantu pendongeng dalam
mengingat jalan cerita dongeng sebagaimana yang dikatakan oleh Kusumo
Priyo dalam bukunya Terampil Mendongeng bahwa dari gambar pendongeng
dapat mengembangkan dongeng yang dibawakannya menjadi panjang atau
sekehendaknya. Gambar juga dapat membantu pendongeng untuk mengingat
jalan cerita dongeng.
58

Dalam situasi pengajaran di sekolah, dongeng dengan alata peraga kiranya
lebih menarik, karena perhatian pendengar juga pada aspek visual. Melalui
gambar, pendengar juga akan terusik imajinasinya dan ikut berjalan mengikuti
keindahan gambar.
59



D. Berbicara dan Berekspresi
1. Definisi Berbicara dan Kemampuan Berbicara
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa berbicara adalah
berkata, bercakap, atau berbahasa. Sedang menurut Tarigan dan Henry yang
disebut dengan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan, serta
menyampaikan pikiran, dan perasaan.
60


58
Kusumo Priyo, op.cit., hlm. 275.
59
Ibid., hlm. 275.
60
D. Tarigan dan Henry G, "Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa", (Bandung: Angkasa,
1986), hlm. 15.
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Tujuan utama dari berbicara
adalah berkomunikasi.
61


2. Teknik-Teknik Berbicara
Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus
memberi kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara
juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu pembicara
juga harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu
faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
Faktor-faktor kebahasan tersebut meliputi:
a) Ketepatan ucapan.
Seorang pembicara harus terbiasa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan
perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang kita
gunakan tidak selalu sama. Masing-masing kita mempunyai gaya tersendiri
dan gaya bahasa yang kita pakai berubah-ubah sesuai dengan pokok
pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, kalau perbedaan atau
perubahan itu terlalu mencolok, sehingga menjadi suatu penyimpangan maka
keefektifan komunikasi akan terganggu. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang

61
Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., "Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia",,
(Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 17.
tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenagkan,
atau kurang menarik, atau sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar.
b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai.
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik
tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu,
walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan
tekanan, nada, sendi, dan deurasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya
menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat
dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu
berkurang.
c) Pilihan kata (diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya
mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan
lebih terangsang adan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan
adalah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar.
Pendengar akan lebih tertarik dan senang kalau pembicara berbicara
dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya. Selain itu pilihan kata juga
disesuaikan dengan poko pembicaraan, kalau pokok pembicaraan kita masalah
ilmiah tentu pemakaian istilah tidak dapat kita hindari dan pendengarnyapun
akan dapat memahaminya karena pendengarnya juga orang-orang tertentu.
d) Ketepatan sasaran pembicaraan.
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan
kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya.
Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan
penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif,
kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh,
meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat. Kalimat yang efektif
mempunyai ciri-ciri keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan
kehematan.
62

Sedang faktor nonkebahasaan meliputi:
a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.
b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara.
c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain.
d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat.
e) Kenyaringan suara juga sangat menentukan.
f) Kelancaran.
g) Relevansi/penalaran.
h) Penguasaan topik.
63


3. Berbicara dan Berekspresi.
Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan, tetapi
juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan
formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan
berbicara.
64
Gerak dan mimik (ekspresi) saat berbicara merupakan salah satu

62
Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., op.cit., hlm. 17 20.
63
Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., op.cit., hlm. 20 22.
64
Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S., op.cit., hlm. 20.
bagian dari faktor nonkebahasaan. Hal ini menunjukkan bahwa pembicaraan
akan lebih hidup jika didukung kemampuan berekspresi.
Dalam proses belajar mengajar berbicara, sebaiknya faktor nonkebahasaan
ini ditanamkan terlebih dahulu, sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah
dikuasai, akan memudahkan menerapkan faktor kebahasaan.
65


4. Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi
Dalam artikelnya yang berjudul Teknik Berbicara di Depan Umum
Pormadi mengemukakan beberapa hal yang perlu dilakuakan untuk menjadi
pembicara yang baik, hal tersebut antara lain:
a) Sebelum tampil di depan umum, persiapkanlah segala macam bahan untuk
presentasi. Rincilah bahan-bahan apa saja yang akan dibicarakan. Bahan
presentasi sebaiknya singkat, padat, dan jelas. Untuk memudahkan anda,
tulislah rincian bahan tersebut pada selembar kertas sehingga anda akan
lebih mudah mengingatnya.
b) Persiapkanlah penampilan anda sebelum tampil di depan umum. Ingat,
penampilan yang baik dan rapi akan membuat rasa percaya diri anda
muncul. Perhatikan penampilan anda mulai dari dbawah hingga ke atas.
Usahakan agar sepatu anda bersih dan mengkilat. Celana dan kemeja
pastikan warnanya selaras dengan dasi dan jas. Sisirlah rambut hingga rapi
dan sopan, dan jangan lupa menggunakan parfum yang tepat. Ini

65
Ibid., hlm. 20.
merupakan faktor penting yang akan membuat anda lebih percaya diri saat
berbicara.
c) Berlatihlah dengan cara berbicara di depan kaca atau berbicara dengan
pasangan, saudara, atau orang dekat anda. Selain itu, jangan lupa siapkan
intonasi, gaya bahasa, dan susunan kata yang baik. lalu, mintalah agar
mereka menilai penampilan anda.
d) Mengevaluasi diri anda setelah latihan. Salah satu caranya adalah dengan
merekam suara anda melalui telepon genggam, atau alat perekam lainnya.
Dengan cara ini, anda jadi tahu di bagian mana yang menjadi kelebihan
dan kekurangan anda tersebut.
e) Perhatikanlah gaya serta cara berbicara dari seorang tokoh yang dapat
anda jadikan panutan. Tirulah segala macam hal positif dari tokoh
tersebut. Namun, satu hal harus diingat, anda harus tetap menjadi diri anda
sendiri. Tonjolkanlah karakter anda dalam berbicara, sehingga para
pendengar terkagum-kagum dengan cara anda berbicara di depan umum.
f) Siapkanlah mental positif bahwa anda bisa melakukannya walaupun untuk
yang pertama kalinya. Tanamkanlah sikap percaya diri dan berpikiran
positif. yakinlah bahwa anda mempunyai kemampuan yang baik untuk
dapat berbicara di depan umum.
66





66
http://pormadi.wordpress.com/2008/12/15/teknik-berbicara-di-depan-umum/
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan
data dan analisa data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi.
Oleh karena itu, sangatlah penting bagi peneliti untuk memahami metodologi
penelitian, agar hasil penelitiannya memiliki nilai ilmiah yang tinggi.
67


A. Desain dan Jenis Penelitian.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research), dengan jenis kolaboratif partisipatoris yaitu partisipasi antara
peneliti dan guru mata pelajaran. Dalam PTK ini peneliti bertindak sebagai
pelaksana pembelajaran sedangkan guru mata pelajaran membantu peneliti
mengobservasi jalannya pembelajaran.
PTK (Penelitian Tindakan Kelas) adalah bagaimana sekelompok guru dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari
pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencoba gagasan perbaikan dalam
praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.
68

Suharsimi Arikunto mendefinisikan PTK sebagai penelitian yang bertujuan
meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasrnya
melekat pada terlaksananya misi professional pendidikan yang diemban guru.

67
Arief Furchan, "Pengantar Penelitian dalam Pendidikan", (Surabaya: Usaha Nasional, 1982),
hlm. 50.
68
Rochiati Wiriaatmadja, "Metode Penelitian Tindakan Kelas", (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2005), hlm. 13.
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan
dari guru yang dilakukan oleh siswa.
69

Sedangkan menurut Wahid Murni PTK adalah upaya atau tindakan yang
dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memecahkan masalah pembelajaran
melalui kegiatan penelitian, PTK bisa juga diartikan sebagai tindakan penelitian
yang dilakukan oleh guru didalam kelas.
70
Tujuan utama dari PTK adalah untuk
memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran secara
berkesinambungan.
71

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam PTK ini adalah pendekatan
kualitatif. Dalam bukunya Penelitian Tindakan Kelas dari Teori Menuju Praktek,
Wahid Murni mengungkapkan alasan PTK menggunakan metode kualitatif karena
dalam melakukan tindakan kepada subyek penelitian, yang sangat diutamakan
adalah mengungkap makna; yakni makna dan proses pembelajaran sebagai upaya
meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi belajar melalui tindakan yang
dilakukan.
72
Bogdan dan Biklen mengemukakan bahwa ciri-ciri pendekatan
kualitatif ada lima macam yakni: (1) menggunakan latar alamiah, (2) bersifat

69
Suharsimi Arikunto, dkk, "Penelitian Tindakan Kelas", (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 3.
70
Wahidmurni, "Penelitian Tindakan Kelas (dari Teori Menuju Praktek)", (Malang: UM Press,
2008), hlm. 15.
71
Ibid., hlm. 15
72
Wahidmurni dan Nur Ali, op. Cit., hlm. 33.
deskriptif, (3) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (4) induktif, (5) makna
merupakan hal yang esensial.
73

PTK memiliki karakteristik yang berbeda dengan penelitian lain, sehingga
mengakibatkan perbedaan dalam penyajian urutan penelitian. Dalam PTK urutan
metode adalah sama dengan urutan langkah-langkah dalam siklus penelitian,
yakni: (1) perencanaan, (2) implementasi, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
74

Konsep pokok penelitian tindakan menurut Kurt Lewin terdiri dari empat
komponen, yaitu: a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan
(observing), d) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut
dipandang sebagai satu siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut,
75













Gambar (1)
Desain PTK Model Kurt Lewin




73
Wahidmurni, op.cit , hlm. 33.
74
Ibid., hlm.73 74.
75
Wahid Murni dan Nur Ali, op.cit., hlm. 41.
Acting
(tindakan)
Observing
(pengamatan)
Reflecting
(refleksi)
Planning
(perencanaan)
B. Kehadiran Peneliti di Lapangan.
Kehadiran peneliti di lapangan sebagai instrument kunci penelitian mutlak
diperlukan karena terkait dengan desain penelitian yang dipilih adalah Penelitian
Tindakan Kelas yang menggunakan pendekatan kualitatif jenis kolaboratif-
partisipatoris. Lexy J. Moeloeng dalam bukunya yang berjudul Metodelogi
Penelitian Kualitatif mengungkapkan bahwa selama penelitian tindakan kelas ini
dilakukan peneliti bertindak menjadi pengumpul data, perencana, pelaksana,
penganalisis, penafsir, dan pelapor hasil penelitian yang nantinya akan terlibat
langsung dengan siswa dalam proses penelitian.
76


C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Penentuan
MI Sunan Kalijaga Malang sebagai objek penelitian karena lembaga pendidikan
tersebut lokasinya cukup terjangkau oleh peneliti. Selain itu, peneliti juga cukup
akrab dengan situasi sekolah tersebut serta cukup mengetahui kemampuan siswa-
siswinya karena kedudukan peneliti sebagai salah satu tenaga pengajar di sekolah
tersebut meski bukan pada mata pelajaran yang dijadikan peneliti sebagai
penelitian. Alasan lainnya yaitu karena lembaga pendidikan MI Sunan Kalijaga
merupakan salah satu lembaga pendidikan yang sistem pendidikannya cukup
dikatakan memenuhi standar. Sedang waktu pelaksanaan penelitian disesuaikan
dengan jam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas yang digunakan sebagai
objek penelitian.

76
Lexy J. Meulong, "Metodelogi Penelitian Kualitatif", (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),
hlm. 95.

D. Sumber Data dan Jenis Data
Terkait dengan penelitian ini yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah
seluruh siswa-siswi kelas V MI Sunan Kalijaga Malang, khususnya data tentang
hasil pengamatan keadaan siswa saat terlaksanakannya proses pembelajaran,
indikator-indikator yang digunakan sebagai penentu keberhasilan peningkatan
keterampilan berbicara dan berekspresi, serta hasil tes belajar mereka tentang
tingkat kefahaman siswa tentang cerita yang dibawakan temannya.
Wawancara dilakukan pada siswa dan juga pada guru mata pelajaran yang
membantu peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran. Siswa yang menjadi
sample wawancara dipilih dari siswa yang tingkat kemampuan mendongengnya
terbaik, sedang dan rendah.
Rancangan penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan
rancangan PTK dengan melibatkan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif
berupa deskripsi atas suasana kelas saat pembelajaran sedang berlangsung,
kerjasama kelompok saat mendiskusikan cara membawakan dongeng yang baik,
keceriaan siswa saat mengikuti proses pembelajaran, dan keantusiasan siswa
dalam mendengarkan dongeng yang dibawakan guru. Data kualitatif tersebut
diperoleh dari: (1) dokumentasi, (2) observasi, dan (3) interview.
Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil evaluasi secara praktek. Hal-
hal yang akan dievaluasi dalam praktek mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri tersebut meliputi indikator-indikator yang telah ditetapkan
peneliti sebagai penentu berhasil tidaknya dilaksanakan metode tersebut.
Indikator-indikator tersebut terdiri dari keruntutan cerita, kelancaran cerita,
artikulasi suara, intonasi suara, variasi suara, ekspresi saat mendongeng, dan
keterpaduan antara dongeng dan gambar.

E. Instrumen Penelitian
Untuk kelancaran dan kehematan waktu pelaksanaan penelitian, diperlukan
instrument penelitian. Instrumen adalah alat bantu penelitian bagi peneliti dalam
menggunakan metode pengumpulan data. Instrumen utama atau instrument kunci
dari penelitian ini adalah kehadiran peneliti itu sendiri di dalam kelas, akan tetapi
ada juga beberapa instrument lainnya yang menjadi pendukung kelancaran
penelitian, diantaranya:
1. Pedoman observasi untuk menggali data tentang suasana kelas saat
pembelajaran sedang berlangsung, kerjasama kelompok saat mendiskusikan
cara membawakan dongeng yang baik, keceriaan siswa saat mengikuti proses
pembelajaran, keantusiasan siswa dalam mendengarkan dongeng yang
dibawakan guru serta keberanian dan keantusiasan siswa dalam membawakan
dongeng dihadapan teman-temannya.
2. Pedoman wawancara untuk menggali data tentang tanggapan siswa terhadap
metode pembelajaran yang telah dilaksanakan. Wawancara ini dilakukan
khusus pada beberapa orang siswa yang dipilih sampelnya berdasarkan
pertimbangan tertentu.
3. Pedoman dokumentasi digunakan untuk mengetahui bentuk data kualitatif
yang telah disebut di atas.
4. Pedoman test hasil belajar untuk mengetahui perkembangan kemampuan
mendongeng siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka
peneliti menggunakan beberapa metode antara lain sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Karl Popper mendefinisikan observasi adalah tindakan yang merupakan
penafsiran dari teori.
77
Namun, dalam penelitian ini tidaklah demikian, sang
peneliti pada waktu memasuki ruangan kelas dengan maksud mengobservasi
sebaiknya meninggalkan teori-teorinya di luar kelas, dan mulai mengamati tanpa
ada keinginan untuk menjustifikasi sebuah teori atau menyanggahnya.
78

Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan metode observasi
untuk mendapatkan data kualitatif tentang aktivitas siswa selama proses
pembelajaran seperti tingkat motivasi, keceriaan, dan keantusiasan siswa.
b. Metode Dokumenter
Metode dokumenter merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian kualitatif. Dokumen adalah alat catatan tertulis yang isinya
merupakan setiap pernyataan yang tertulis oleh seseorang atau lembaga untuk
keperluan pengujian suatu peristiwa. Catatan dapat berupa secarik kertas yang

77
Rochiati Wiriatmadja, op.cit., hlm. 104.
78
Ibid., hlm. 104.
berisi tulisan mengenai kenyataan, bukti, ataupun informasi, dapat pula berupa
foto, pita-kaset, pita recording slide, mikro film, dan film.
79

Peneliti menggunakan metode ini untuk mengetahui sejarah berdirinya MI
Sunan Kalijaga Malang, absensi kelas untuk mengetahui data siswa yang
mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia aspek berbicara dengan menggunakan
ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri, serta untuk
menunjukkan bukti proses pembelajaran ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri.
c. Metode Wawancara
Menurut Denzin dalam Goetz dan Le Compte, wawancara merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang
dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang
perlu.
80
Sedang menurut Hopkins wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui
situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang yang lain. Orang-orang
yang dapat termasuk beberapa orang siswa, kepala sekolah, beberapa teman
sejawat, pegawai tata usaha sekolah, orang tua siswa, dll.
81

Dalam penelitian ini, pihak yang akan diwawancarai oleh peneliti adalah
orang-orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran yaitu beberapa
orang siswa yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan guru mata pelajaran

79
Sedarmayanti, Syarifuddin Hidayat, "Metodelogi Penelitian". (Bandung: Mandar Maju, 2002),
hlm. 86.
80
Rochiati Wiriatmadja, op.cit., hlm. 117.
81
Ibid., hlm. 117.
Bahasa Indonesia kelas V yang membantu peneliti mengobservasi proses jalannya
pembelajaran.
d. Tes Hasil Belajar
Pengukuran test hasil belajar dilakukan untuk mendapatkan data secara
kuantitatif. Data tersebut meliputi indikator-indikator yang menjadi sasaran
peneliti dalam menentukan keberhasilan metode pembelajaran yang diterapkan.
Indikator-indikator tersebut meliputi:
a) Keruntutan cerita.
Siswa mampu mendongeng sejalan dengan kronologis cerita
b) Kelancaran cerita.
Siswa mampu mendongeng dengan lancar, tidak terputus-putus, serta tidak
diulang-ulang katanya.
c) Artikulasi suara
Kempuan siswa dalam mengucapkan lafal dengan tepat dan jelas.
d) Intonasi suara.
Kemampuan siswa dalam menempatkan nada saat peristiwa-peristiwa
tertentu dalam dongeng: marah, sedih, bahagia, dan lain sebagainya.
e) Penempatan suara.
Kemampuan siswa memfariasi suara tokoh-tokoh cerita.
f) Ekspresi saat mendongeng.
Kemampuan siswa dalam mengatur gerak serta menempatkan ekspresi/
mimik wajah saat mendongeng.

g) Penggunaan media (keterpaduan cerita dengan gambar).
Kemampuan siswa dalam memadukan cerita yang dibawakannya dengan
gambar-gambar cerita.

Untuk mengukur ketuntasan belajar siswa, peneliti mengacu pada petunjuk
belajar mengajar KTSP 2006 yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 75% atau nilai 75 dan kelas tersebut tuntas belajar bila di kelas
tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan
75%.
82

Berdasarkan pernyataan di atas, maka penilaian di kelas V MI Sunan Kalijaga
yang akan penulis peneliti menggunakan patokan apabila nilai individu siswa
mencapai nilai minimal 75 maka dianggap telah mencapai ketuntasan dalam
berlajar. Sedangkan untuk klasikal jika nilai rata-rata seluruh siswa mencapai 85
maka dianggap telah tuntas. Untuk menghitung prosentase ketuntasan belajar,
digunakan rumus sebagai berikut:

P = Jumlah siswa yang tuntas belajar x 100%
83

Jumlah siswa





82
Depdiknas, "Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI (KTSP)", (Jakarta::
Depdiknas KKPS Kabupaten Malang, 2006), hlm. 15.
83
Wahyu Miftahul Jannah, "Peningkatan Pembelajaran Kemampuan Berbicara Melalui The Role
Playying Model di Kelas III SDN Selodono", Skripsi, Program Studi S1 PGSD, Fakultas
Pendidikan Universitas Malang, 2009, hlm. 60.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan dianalisis untuk
memastikan bahwa penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi
siswa. Dalam penelitian ini, data yang bersifat kualitatif terdiri dari hasil
observasi, dokumentasi , dan wawancara. Jika yang dikumpulkan berupa data
kualitatif, maka analisis dilakukan secara kualitatif pula. Proses tersebut dilakukan
melalui tahap: menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi
(mengaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas
kesimpulan makna hasil dari analisis.
Menurut Patton analisis data adalah adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia
membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan
terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara
dimensi-dimensi uaraian. Sedangkan Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis
data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan
merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai
usaha untuk memberikan bantuan pada tema pertama lebih menitik beratkan
pengorganisasian data sedangkan yang kedua lebih menekankan maksud dan dan
tujuan analisis data. Dengan demikian definisi tersebut dapat disederhanakan
menjadi, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan menjadi hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
84

Teknik analisis data terdiri dari tiga tahap pokok, yaitu reduksi data, paparan
data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data merupakan proses pemilihan data
yang relevan, penting, bermakna, dan data yang tidak berguna untuk menjelaskan
tentang apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan
menyederhanakan dengan membuat jalan fokus, klasifikasi dan abstraksi data
kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis. Data yang direduksi
selanjutnya disajikan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk paparan data
yang memungkinkan untuk ditarik kesimpulan. Akhir dari kegiatan analisis adalah
penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan intisari dari analisis yang
memberikan pernyataan tentang dampak dari penelitian tindakan kelas.
Sedangkan data yang dikumpulkan berupa angka atau data kuantitatif, cukup
dengan menggunakan analisis deskriptif dan sajian visual. Sajian tersebut untuk
menggambarkan bahwa dengan tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan
adanya perbaikan, peningkatan, dan perubahan kearah yang lebih baik jika
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.


H. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk pengecekan keabsahan data dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti
menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah cara pengecekan keabsahan data
dengan memanfaatkan sesuatu di luar data sebagai pembanding.

84
Moeloeng, op.cit., hlm. 280.
Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan sumber
lainnya. Adapun pengecekan keabsahan data dalam peneliti ini peneliti
menggunakan triangulasi sumber, yaitu yang berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi.
85
Pengecekan keabsahan
data dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.

















85
Moeloeng, op.cit., hlm 178.
I. Tahapan Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh
Kemmis dan Taggart yang terdiri dari empat komponen, yaitu: paln, act, observe,
dan reflect. Empat komponen tersebut sebagaimana tergambar dalam bagan
dibawah ini.


















Gambar (2). Bagan PTK (Model Kemmis dan Taggart)
86


86
Rochiati Wiriaatmadja, op.cit , hlm. 66.

PLAN


REVISED
PLAN
A
C
T

OBSERVE
R
E
F
L
E
C
T

A
C
T

OBSERVE
R
E
F
L
E
C
T

Mengacu pada bagan tersebut, dapat dijelaskan alur (pelaksanaan) dari
penelitian ini adalah:
1. Plan (Perencanaan Tindakan)
Perencanaan adalah persiapan yang dilakukan sehubungan akan digelarnya
PTK; untuk keperluan ini langkah-langkah yang akan dilakukan harus
direncanakan secara rinci sehingga benar-benar dapat dijadikan pegangan dalam
melaksanakan tindakan. Dalam tahap ini juga perlu dilakukan antisipasi
kemungkinan perubahan yang bersifat penyesuaian.
87
Perencanaan ini dibuat
berdasarkan atas asumsi peneliti tentang:
1. Kurangnya keberanian siswa untuk berbicara di depan umum.
2. Rendahnya keterampilan berbicara termasuk kemampuan berekspresi sebagian
besar siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang.
3. Kurang maksimalnya metode menceritakan pengalaman pribadi untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa yang diterapkan guru bidang
studi, terutama dalam hal ekspresi dan alih suara.
4. Pentingnya menumbuhkan rasa cinta pada anak terhadap sastra Indonesia.
5. Pentingnya menumbuhkan budi yang luhur dalam diri siswa dari pelajaran
yang mereka pelajari.
Melalui penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar
diam seri ini diharapkan dapat mengatasi beberapa permasalahan di atas serta
dapat ditingkatkan nilai positif lainnya seperti tumbuhnya kecintaan siswa

87
Wahid Murni, op cit., hlm. 35.
terhadap sastra Indonesia dan kemampuan siswa dalam mengambil hikmah dari
cerita yang mereka pelajari.
Dalam tahap perencanaan, peneliti menyusun Rencana Pelaksana
Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) siswa kelas V
MI tentang bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang
tepat. RPP dibuat untuk tiga siklus penelitian selama sepuluh kali pertemuan.
Dengan perincian siklus pertama tiga kali pertemuan, siklus kedua tiga kali
pertemuan, dan siklus ketiga empat kali pertemuan. Setiap kali pertemuan
membutuhkan waktu 2 jam pelajaran, dan setiap jam pelajaran berlangsung
selama 40 menit.
Secara rinci pelaksanaan ragam mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri adalah sebagai berikut:
1. Secara singkat guru menjelaskan materi pelajaran yang akan dipelajari hari
ini (pengertian dongeng dan ragam dongeng yang akan digunakan guru).
2. Guru menjelaskan teknik-teknik mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri.
3. Guru memberi contoh cara membawakan dongeng sedang siswa
mendengarkan dan memperhatikan secara seksama guru yang sedang
membawakan dongeng.
4. Guru memberikan pertanyaan singkat tentang tokoh-tokoh dalam dongeng,
tema dongeng, latar, dan amanat yang terkandung dalam dongeng, untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang dongeng tersebut.
5. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap-tiap kelompok
diberi teks cerita yang berbeda-beda. Cerita tersebut disertai dengan
ilustrasi gambarnya.
6. Tiap-tiap kelompok mempelajari teks cerita tersebut serta saling berdiskusi
dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng
tersebut dengan baik.
7. Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut
digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang
mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk
membawakan dongeng.
8. Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara
bergantian untuk membawakan dongeng.
9. Guru memilih salah seorang siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok
dalam membawakan dongeng.
10. Guru memberikan reward bagi siswa yang terbaik dari tiap kelompok
dalam membawakan dongeng.
Kriteria (indikator yang menjadi penanda) untuk menentukan bahwa metode
yang telah dikembangkan telah berhasil memecahkan masalah yang sedang
diupayakan pemecahannya dilakukan secara kualitas maupun kuantitas. Secara
kualitas dapat dilihat dari aktivitas siswa selama proses pembelajaran seperti
tingkat motivasi, keceriaan, keantusiasan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Penilaian secara kualitatif dilakukan dengan cara observasi
(pengamatan) dan wawancara dengan beberapa orang siswa yang dipilih
sampelnya berdasarkan pertimbangan tertentu.
Sedang penilaian secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur
perkembangan kemampuan mendongeng siswa setiap siklusnya. Pengukuran
tersebut didasarkan pada indikator-indikator yang menjadi sasaran peneliti dalam
menentukan keberhasilan ragam mendongeng yang diterapkan dalam
pembelajaran kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Indikator-indikator
tersebut meliputi:
a) Keruntutan cerita.
Siswa mampu mendongeng sejalan dengan kronologis cerita
b) Kelancaran cerita.
Siswa mampu mendongeng dengan lancar, tidak terputus-putus, serta tidak
diulang-ulang katanya.
c) Artikulasi suara
Kempuan siswa dalam mengucapkan lafal dengan tepat dan jelas.
d) Intonasi suara.
Kemampuan siswa dalam menempatkan nada saat peristiwa-peristiwa
tertentu dalam dongeng: marah, sedih, bahagia, dan lain sebagainya.
e) Penempatan suara.
Kemampuan siswa memfariasi suara tokoh-tokoh cerita.
f) Ekspresi saat mendongeng.
Kemampuan siswa dalam mengatur gerak serta menempatkan ekspresi/
mimik wajah saat mendongeng.
g) Penggunaan media (keterpaduan cerita dengan gambar).
Kemampuan siswa dalam memadukan cerita yang dibawakannya dengan
gambar-gambar cerita.
2. Act (Implementasi Tindakan)
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah
dibuat, sebagaimana terlampir.
88
Tahap implementasi terdiri dari tiga hal yaitu:
jabaran tindakan yang akan digelar, skenario kerja tindakan perbaikan, dan
prosedur tindakan yang akan diterapkan.
89

Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif partisipatoris. Menurut Rochiati
Wiriatmadja dalam bukunya Penelitian Tindaka Kelas menjelaskan, penelitian
yang dilakukan secara kolaboratif partisipatoris melibatkan guru dan peneliti.
Dalam hal ini guru bisa bertindak sebagai pelaksana pembelajaran sedang peneliti
yang mengamati jalannya pembelajaran atau sebaliknya peneliti yang bertindak
sebagai pelaksana pembelajaran sedang guru yang mengobservasi jalannya
pembelajaran. Akan tetapi dari kedua cara tersebut, cara yang pertama yaitu guru
sebagai pelaksana pembelajaran dan peneliti sebagai pengamat proses jalannya
pembelajaran lebih diutamakan karena hal itu sejalan dengan salah satu tujuan
PTK yaitu meningkatkan pengalaman mengajar guru.
3. Observe (Observasi)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data, sebab observasi
dipandang merupakan teknik yang paling tepat untuk mengumpulkan data tentang

88
Wahid Murni, op. cit., hlm. 75.
89
Wahid Murni dan Nur Ali, op.cit., hlm. 53.
proses pembelajaran yang dilakukan dalam PTK.
90
Kegiatan observasi ini
dilakuakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung,
pada umumnya datanya tentang proses perubahan kinerja pembelajaran (bersifat
kualitatif), walaupun data tentang hasil kegiatan pembelajaran (bersifat
kuantitatif).
91
Obyek yang diamati dalam penelitian ini adalah peristiwa-peristiwa
yang menjadi indikator keberhasilan atau ketidak berhasilan sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam bagian perencanaan.
Oleh karena tahap pengamatan dalam PTK adalah seperti pengumpulan data
dalam penelitian selain PTK, maka dalam tahap ini harus disiapkan (dibahas) data
yang akan dikumpulkan, instrumen pengumpulan data yang akan dipakai, sumber
data yang akan digali, dan teknik pengumpulan data yang akan digunakan.
92

4. Reflect (Refleksi)
Latief mengungkapkan bahwa refleksi adalah kegiatan menganalisis hasil
pengamatan untuk menentukan sudah sejauh mana pengembangan strategi yang
sedang dikembangkan telah berhasil memecahkan masalah dan apabila belum
berhasil, factor apa saja yang menjadi penghambat kekurangan dan keberhasilan
tersebut.
93

Pada tahap ini kegiatan kegiatan difokuskan pada upaya untuk menganalisis,
mensintesis, memaknai, menjelaskan dan menyimpulkan.
94
Oleh karena kegiatan
penelitian ini dilakukan secara mandiri maka kegiatan analisis dan refleksi

90
Ibid., hlm. 53.
91
Wahid Murni, op.cit., hlm. 76.
92
Wahid Murni dan Nur Ali, op.cit., hlm. 54.
93
Wahid Murni, op.cit., hlm. 78.
94
Ibid., hlm. 78.
menjadi tanggung jawab peneliti. Namun demikian dalam pelaksanaan kegiatan
analisis dan refleksi ini peneliti akan mendiskusikannya dengan guru bidang studi
dan teman peneliti yang turut memantau situasi proses belajar mengajar selama
berlangsungnya penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi
keterbatasan pengamatan yang dilakukan peneliti karena kedudukan peneliti yang
berkedudukan sebagai pelaksana dan pengawas pembelajaran. Sehingga data yang
diperoleh akan lebih maksimal (valid). Hal-hal yang perlu didiskusikan
mencakup: (1) kekurangan yang ada selama proses pembelajaran, (2) kemajuan
yang telah dicapai siswa, (3) rencana tindakan pembelajaran selanjutnya.
Adapaun indikator kinerja yang digunakan untuk menentukan keberhasilan
pelaksanaan strategi pembelajaran ada dua kriteria yakni (1) indikator kualitatif
berupa deskripsi atas suasana kelas saat pembelajaran sedang berlangsung,
kerjasama kelompok saat mendiskusikan cara membawakan dongeng yang baik,
keceriaan siswa saat mengikuti proses pembelajaran, dan keantusiasan siswa
dalam mendengarkan dongeng yang dibawakan guru dan teman-temannya, dan
(2) indikator kuantitatif berupa evaluasi secara praktek yang meliputi: keruntutan
cerita, kelancaran cerita, kejelasan dan ketepatan pelafalan cerita, intonasi suara,
penempatan suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng
dan gambar.
Hasil penelitian tersebut selanjutnya dibandingkan dengan batas minimal lulus
(kriteria ketuntasan minimal) mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagaimana yang
telah ditetapkan dalam Petunnjuk Belajar Mengajar KTSP 2006, yaitu seorang
siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 75% atau nilai 75 dan kelas
tersebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai
daya serap lebih dari sama dengan 75%.
95






















95
Depdiknas, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI (KTSP), Jakarta:
Depdiknas KKPS Kabupaten Malang, 2006, hlm. 15.
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Uraian berikut ini adalah salah satu upaya untuk mendeskripsikan hasil
penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal
16 Maret 2009 sampai 8 April 2009.

A. Latar Belakang Obyek Penelitian
1. Sejarah Singkat Berdirinya MI Sunan Kalijaga Malang
Yayasan Madrasah Ibtida'iyah Sunan Kalijaga di Karang Besuki di
Malang ini didirikan pada tanggal 28 Juni 1967 di atas tanah waqaf milik:
1. H. Moehammad Dasoeki
2. Thoyib Hidayah
3. H. Muhammad Djuma'in Muslich
4. H. Muchamad Qosim Aly
5. Warimoen Lutfi
6. H. Muhammad Toyib.
Yayasan Pendidikan Islam MI Sunan Kalijaga bertujuan untuk:
1. Meningkatkan dan memperluas kehidupan beragama bagi umat Islam
dengan tidak mengurangi arti pentingnya dasar dan tujuan Negara
Republik Indonesia.
2. Ikut menunjang dan memperlancar pembangunan Masyarakat Indonesia
dalam bidang pendidikan mental spiritual.
Sedangkan misi dari Yayasan Pendidikan Islam MI Sunan Kalijaga ini
adalah siap mengantarkan siswa siswi menjadi anak yang shilih dan sholihah
yang berwawasan Imtaq dan Iptek.
Yayasan Pendidikan Islam MI Sunan Kalijaga ini terakreditasi B. Kepala
sekolah yang menjabat pada tahun ajaran 2008/2009 ini adalah Ibu Supriati,
S.Pd.
Untuk mendukung bakat dan keativitas siswa-siswinya, Yayasan
Pendidikan MI Sunan Kalijaga memfasilitasi beberapa kegiatan ekstra seperti
pramuka, banjari, dan drum band. Sedang untuk meningkatkan kualitas
kemampuan agama siswa, MI sunan kalijaga juga menggalakkan sholat dhuha
dan sholat dhuhur berjamaah bagi siswa-siswanya serta program qiro'ati
tuntas.
96


2. Lokasi MI Sunan Kalijaga
MI Sunan Kalijaga terletak di Jalan Candi III D No. 442 Desa
Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Secara lebih rinci letak
geografis MI Sunan Kalijaga Malang adalah:
Sebelah Barat : Pondok pesantren Anwarul Huda Ndesan
Sebelah Timur : Dsn. Klasman
Sebelah Utara : Rumah warga dusun Ndesan
Sebelah Selatan : MTs Sunan Kalijaga.
97



96
Buku Sejarah Berdirinya MI Sunan Kalijaga Malang, 1967, hlm. 1-4
97
Ibid, hlm. 6
3. Sarana dan Prasarana di MI Sunan Kalijaga Malang
No Jenis Bangunan Jumlah
1. Ruang kelas 9
2. Kantor (ruang guru) 1
3. Laboratorium komputer 1
4. Perpustakaan 1
5 UKS 1
6 Koperasi sekolah 1
Tabel (1). Sarana dan Prasarana di MI Sunan Kalijaga Malang

B. Paparan Data Sebelum Tindakan
1. Observasi Awal
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti mengadakan
pertemuan dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
kelas V MI Sunan Kalijaga Malang. Dalam pertemuan itu, peneliti
menyampaiakan tujuannya yaitu hendak melakukan penelitian dengan
mengambil obyek kelas V. Alasan pemilihan obyek tersebut karena judul
penelitian yang diambil peneliti sesuai dengan salah satu kompetensi dasar
(KD) mata pelajaran Bahasa Indonesia semester II kelas V MI/SD yaitu
bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Melihat judul serta tujuan penelitian yang akan dicapai peneliti, guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga terlihat antusias. Ia
menguraikan bahwa selama ini kemampuan berbicara siswa kelas V memang
sangat kurang. Hal itu dapat dilihat dari keseharian siswa saat mengikuti
pembelajaran. Sebagian besar dari mereka masih terlihat malu dan canggung
saat disuruh mengungkapkan pendapatnya di depan umum (di depan teman-
temannya). Kemampuan berbicara mereka juga masih kurang, seringkali saat
berbicara mereka tidak lancar, terputus-putus atau diam terlalu lama. Ada juga
siswa yang saat berbicara suaranya sangat lirih sehingga terdengar kurang
jelas. Secara umum kemampuan berbicara siswa kelas V MI Sunan Kalijaga
Malang masih kurang meski ada beberapa diantara mereka yang sudah bisa
dikatakan bagus kemampuan berbicaranya, tapi itu hanya sebagian kecil saja.
Untuk mengevaluasi dan melatih kemampuan berbicara siswanya,
sebelumnya guru mata pelajaran ingin menerapkan metode menceritakan
pengalaman pribadi. Mendengar penjelasan guru mata pelajaran tersebut,
peneliti mencoba memberikan usulan agar metode menceritakan pengalaman
pribadi tersebut tetap dilaksanakan, karena disamping metode tersebut tetap
terlaksana, metode tersebut juga bisa digunakan peneliti untuk melihat
kemampuan berbicara siswa kelas V sebelum dilaksanakannya tindakan
penelitian atau bisa juga disebut dengan kegiatan pre tes.
Guru menyetujui usulan peneliti. Kegiatan pre tes dilaksanakan pada
pertemuan yang akan datang. Sedangkan perencanaan pembelajaran (RPP)
untuk kegiatan pre test diserahkan pada guru mata pelajaran.

2. Perencanaan Kegiatan Pre Tes
Setelah dilakukan diskusi dengan guru mata pelajaran, dan guru
menyetujui tentang dilaksanakan penelitian itu serta bersedia dilakukan
kegiatan pre tes sebelum dilaksanakan penelitian, maka guru mata pelajaran
mulai menyusun rencana pelaksana pembelajaran (RPP) untuk kegiatan pre
tes. Penyusunan RPP yang diserahkan sepenuhnya kepada guru mata pelajaran
karena kegiatan pre tes itu sejalan dengan metode pembelajaran yang akan
diterapkan guru, yaitu metode menceritakan pengalaman pribadi yang juga
bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Kegiatan pre tes dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Setiap
pertemuan terdiri atas 2 jam pelajaran dan setiap jam pelajaran sebanyak 40
menit. Metode pembelajaran yang diterapkan pada saat pre tes adalah metode
menceritakan pengalaman pribadi. Secara garis besar kegiatan pre tes ini
dirancang untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa kelas V sebelum
dilaksanakannya penelitian. Media atau sumber belajar yang digunakan dalam
pre tes ini adalah buku Bina Bahasa dan Sastra Indonesia kelas 5 SD/MI
terbitan Erlangga.
Untuk mengungkapkan hasil belajar yang dicapai digunakan instrument
penilaian berupa pedoman pengamatan terhadap aktivitas siswa selama
mengikuti program pembelajaran, pedoman pengamatan pengajaran guru,
serta lembar tes hasil belajar.
Secara garis besar, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada waktu
pre tes adalah:
1. Guru membuka pelajaran.
2. Secara singkat guru menjelaskan materi yang dipelajari hari itu serta
tujuan pembelajarannya.
3. Guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran hari itu.
4. Siswa diberi sedikit waktu untuk mengingat-ingat kejadian apa yang
pernah mereka alami.
5. Secara bergantian siswa menceritakan pengalaman pribadinya di depan
kelas. Siswa lain mendengarkan.
6. Guru mengevaluasi siswa.

3. Pelaksanaan Kegiatan Pre Tes
Pre tes dilaksanakan pada tanggal 11 dan 12 Maret 2009. Kegiatan pre tes
berjalan sebagaimana yang telah direncanakan pada rencana pelaksana
pembelajaran (RPP). Sebagaimana biasa, pada awal pembelajaran guru
membuka pelajaran dengan salam, kemudian dilanjutkan dengan memberi
tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari beserta tujuan yang akan
dicapai dari pembelajaran kali ini.
Pada saat guru memberi tahu bahwa materi pembelajaran yang akan
mereka pelajari pada pertemuan kali ini adalah menceritakan pengalaman
pribadi, sebagian siswa mulai tampak gaduh. Sepertinya sebagian dari mereka
sudah dapat membayangkan materi yang akan mereka pelajari mendengar
kata-kata guru Bahasa Indonesia mereka barusan. Memang, pelajaran tentang
menceritakan pengalaman pribadi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
tidak hanya disuguhkan pada kelas V MI saja akan tetapi materi itu juga
diajarkan pada kelas 4 bahkan juga kelas 3 MI meskipun cara penyajiannya
lebih sederhana atau hanya berupa tahap perkenalan saja.
Guru kemudian mengajak siswa membuka buku pelajaran Bahasa
Indonesia mereka halaman 35, dalam buku itu disajikan contoh dari
pengalaman pribadi. Guru menyuruh siswa untuk membaca contoh dari
pengalaman pribadi tersebut. Guru juga menjelaskan pada siswa bahwa
pengalaman pribadi yang hendak mereka ceritakan diusahakan pengalaman
pribadi yang menarik atau pengalaman yang paling berkesan bagi mereka.
Setelah dirasa siswa cukup faham tentang bagaimana menceritakan
pengalaman pribadi maka guru memberikan waktu kurang lebih 10 menit
kepada siswa untuk mengingat-ingat pengalaman pribadi mereka yang
menarik yang akan mereka ceritakan dihadapan teman-temannya.
Kegiatan selanjutnya adalah guru mengevaluasi kemampuan berbicara
siswa pada saat siswa menceritakan pengalaman pribadi dihadapan teman-
temannya. Penilaian itu didasarkan pada beberapa kriteria keberhasilan siswa
dalam berbicara sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.

4. Observasi
Pelaksanaan pre tes itu berjalan dengan lancar. Siswa terlihat kurang
antusias dalam mengikuti pelajaran, hal itu terlihat dari sebagian siswa yang
bicara sendiri saat guru menerangkan pelajaran. Beberapa dari mereka ada
yang duduk bermalas-malasan bahkan ada yang berjalan-jalan sehingga guru
menegur siswa tersebut. Kurangnya keantusiasan siswa dalam mengikuti
pelajaran bisa dikarenakan dua hal, pertama; waktu pelajaran Bahasa
Indonesia yang terletak pada jam terakhir, sehingga tenaga dan fikiran siswa
banyak yang terkuras saat mengikuti pelajaran-pelajaran sebelumnya. Kedua;
karena kurang menariknya guru dalam menyajikan pembelajaran, diantaranya
guru kurang memotivasi siswa, guru juga tidak memberikan penghangatan
(permainan atau nyanyian singkat) pada waktu menyajikan pelajaran. Padahal,
bila pelajaran itu terletak pada jam terakhir, guru harus lebih kreatif dalam
menyajikan pelajaran misalnya dengan memberikan permainan, tebak-
tebakkan, nyanyian atau yal-yel singkat yang dapat membangkitkan semangat
belajar siswa atau menghilangkan rasa jenuh siswa saat mengikuti pelajaran.
Ketika memasuki pelajaran inti, yaitu pada saat guru memberitahukan
materi pelajaran hari ini, sebagian siswa nampak antusias sedangkan sebagian
yang lain terlihat biasa-biasa saja. Diantara siswa yang antusias tersebut ada
yang bertanya,
Siswa : "O...pengalaman yang menarik ya Bu?"
Guru : "Iya, pengalaman yang menarik, pengalaman yang berkesan, atau
pengalaman yang tidak terlupakan. Nak, pengalaman pribadi itu
tidak harus bahagia tapi bisa juga pengalaman lucu,
menegangkan atau menyedihkan. Misalnya, waktu Gufron mau
berangkat sekolah, karena kurang hati-hati tiba-tiba ada mobil
truk yang hampir menabrak Ghufron, tapi Ghufron tidak jadi
tertabrak karena Rifki yang berada tidak jauh dari Gufron
segera menariknya ke tepi."
Siswa : "Wesss...Rifki pahlawan rek." (siswa lain berkomentar)
Guru : "Kalau seperti itu pengalaman yang bagaimana?" (guru
menanyakan contoh pengalaman pribadi di atas)

Mendengar pertanyaan dari guru, sebagian siswa menjawab pengalaman
yang menakutkan, sedang sebagian yang lain menjawab pengalaman yang
menegangkan. Kemudian guru membenarkan bahwa pengalaman yang seperti
itu adalah pengalaman yang menegangkan. Siswa yang merasa jawabannya
benar bersorak gembira. Guru kemudian menjelaskan cara menceritakan
pengalaman pribadi yang mengharuskan semua siswa maju ke depan kelas
satu per satu. Mendengar penjelasan itu beberapa orang siswa tampak terkejut
dan bertanya,
Siswa: "Bercerita di depan kelas ya Bu?"
Guru : "Iya."
Siswa: "Waduh!"

Guru kemudian mengajak siswa untuk membuka buku mata pelajaran
Bahasa Indonesia mereka halaman 35. Dalam buku itu disajikan contoh
pengalaman pribadi. Guru menyuruh siswa untuk membacanya. Setelah semua
siswa selesai membaca, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang belum mereka mengerti sebelum evaluasi
kemampuan berbicara dilakasanakan. Salah seorang siswa ada yang bertanya,
Siswa 1 : "Bu, ditulis?"
Guru : "Terserah, boleh kalian tulis, boleh juga tidak yang penting
nanti kalian maju menceritakan pengalaman kalian yang
berkesan di depan kelas dihadapan teman-teman."
Siswa 1 : (manggut-manggut mendengar penjelasan dari guru)
Guru : "Ada yang ditanyakan lagi?"
Siswa 2 : "Bu, sedikit tidak apa-apa ya, Bu?"
Guru : "Tidak apa-apa, tapi lebih banyak lebih baik. Ada lagi?"
Siswa : (Diam)

Setelah dirasa siswa cukup faham, maka guru memberikan waktu selama
10 sampai 15 menit kepada siswa untuk mengingat-ingat pengalaman menarik
apakah yang ingin mereka ceritakan. Sebagian siswa segera melaksanakan
tugas dari guru. Mereka segera mengambil buku dan menulis pengalaman
mereka, tapi ada juga siswa yang hanya diam dan nampak memikirkan
sesuatu, bahkan ada juga yang ramai berbicara dengan temanya, sehingga guru
memanggil anak yang ramai itu dan menanyakan apakah tugasnya sudah
selesai atau belum.
Setelah 15 menit, guru mulai memanggil nama mereka satu per satu.
Diantara mereka yang maju ada yang siap dan ada juga yang belum siap.
Bahkan ada siswa yang ketika disuruh maju ke depan setelah membacakan
judul pengalaman pribadinya kemudian tidak berkata apa-apa lagi, hanya
senyum-senyum saja di depan. Ada juga siswa yang terlihat takut dan hanya
diam sambil bersandar di papan sekolah. Agar siswa tersebut tidak diam,
maka guru bertanya pada siswa tersebut, pengalaman pribadi apa yang mau ia
ceritakan, atau apa judul dari pengalaman pribadi mereka. Diantara siswa yang
siap, ternyata ada dua orang siswa yang mampu bercerita dengan sangat
bagus, salah seorang dari mereka mampu membawa imajinasi teman-
temannya seakan-akan masuk dalam ceritanya. Sedangkan yang satunya lagi
dapat bercerita dengan lancar dan bagus. Guru tidak mengira siswa tersebut
dapat bercerita dengan bagus karena dalam kesehariannya siswa tersebut
cukup nakal. Akan tetapi mayoritas dari mereka masih terlihat takut,
canggung, malu-malu saat membawakan cerita. Kemampuan berbicara mereka
pun masih sangat kurang bila diukur dari beberapa kriteria kemampuan
berbicara yang disepakati guru dan peneliti sebelumnya.
Berikut ini beberapa contoh cerita pengalaman pribadi yang dibawakan
siswa bila dilihat dari segi:


a. Keruntutan Cerita
Banyak siswa yang saat membawakan cerita, jalan ceritanya kurang
runtut. Ada bagian-bagian yang seharusnya diceritakan tapi tidak diceritakan
sehingga ceritanya jadi sulit dimengerti. Terkadang jalan cerita mereka
terbalik. Sebagai contoh,
Cerita 1
Aku dan Ridho pulang sekolah lalu bertemu dengan orang gila. Orang gila
itu mengejar aku dan Ridho (tidak dijelaskan kenapa orang itu mengejar
dirinya dan Ridho).

Cerita 2
Waktu Bapak menjemputku, aku memanggil Bapak dengan keras. Oh, aku
melihat Bapak berdiri di depan gerbang setelah itu aku memanggilnya
dengan keras. (ceritanya terbalik)

Sedangkan hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat
dari segi keruntutan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Keruntutan NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak runtut 60 - TT
2 Miftahul Huda Tidak runtut 62 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak runtut 65 - TT
4 Devi Nur B Sangat tidak runtut 55 - TT
5 Tonny Dennys Tidak runtut 62 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak runtut 63 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak runtut 63 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak runtut 60 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang runtut 77 T -
10 Winda Retnani Kurang runtut 77 T -
11 M. Dimas Putra Tidak runtut 63 - TT
12 Andhi Galih Tidak runtut 65 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak runtut 63 - TT
14 Nadya Amuda Kurang runtut 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Tidak runtut 60 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang runtut 73 - TT
17 Rahmad Cahyono Tidak runtut 63 - TT
18 Daisy Amalia Runtut 82 T -
19 Risky N. Fandi Tidak runtut 63 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak runtut 55 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang runtut 73 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak runtut 60 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang runtut 78 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang runtut 75 T -
25 Zaim I Tidak runtut 60 - TT
26 Ilham Yahya Tidak runtut 60 - TT
27 Fakhry Husein Tidak runtut 63 - TT
28 M. Ghufron Runtut 83 T -
29 Fatkul N Kurang runtut 75 T -
30 A. Ch. Yahya Kurang runtut 75 T -
31 S. Dwi Intan Tidak runtut 63 - TT
32 M. Rizky Tidak runtut 60 - TT
33 M. Subhan Tidak runtut 60 - TT
34 Ulum Nabila Kurang runtut 78 T -
35 N. Asy Syafa Kurang runtut 78 T -
Nilai 2349
Nilai Rata-Rata 67,1
T 11
TT 24
sangat tidak runtut 2
tidak runtut 20
kurang runtut 11
runtut 2
sangat runtut -
% ketuntasan keruntutan
berbicara
31, 4%

Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Keruntutan

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada saat pre tes dilihat dari segi keruntutan adalah sebesar
67,1 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 31,4%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 11 siswa,
sedang 24 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh
siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari segi keruntutan, 2 orang siswa yang berbicaranya masih sangat
tidak runtut, 20 orang siswa tidak runtut, 11 orang siswa kurang runtut, dan 2
orang siswa sudah runtut dalam berbicara. Sedang siswa yang mendapat
kategori sangat runtut dalam berbicara (bercerita) masih belum ada.
b. Kelancaran
Banyak siswa yang ketika membawakan cerita, kata-katanya sering
diulang-ulang, atau terdengar suara "e... atau em..." atau berhenti terlalu lama
saat masih memikirkan kalimat selanjutnya. Sebagai contoh:
Cerita 1
Ketika di jalan, aku heran karenaekarenaem (pengulangan kata
yang berlebihan) orang-orang banyak yang melihatku. Ternyata
waktuwaktu (pengulangan kata yang berlebihan) aku toleh ke
belakang, tiba-tiba Firdaus sudah tidak ada lagi di belakangku! Aku baru
tahu kalau dari tadi aku bicara sendiri.

Cerita 2
Adikku memakan nasi itu..(berhenti yang terlalu lama) lalu ibu
marah.

Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat dari segi
kelancaran dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Kelancaran NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak lancar 60 - TT
2 Miftahul Huda Tidak lancar 60 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak lancar 63 - TT
4 Devi Nur B Sangat tidak lancar 55 - TT
5 Tonny Dennys Sangat tidak lancar 57 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak lancar 60 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak lancar 63 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak lancar 60 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang lancar 75 T -
10 Winda Retnani Kurang lancar 75 T -
11 M. Dimas Putra Tidak lancar 60 - TT
12 Andhi Galih Tidak lancar 62 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak lancar 60 - TT
14 Nadya Amuda Kurang lancar 73 - TT
15 Rifky M. Ghufron Tidak lancar 60 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang lancar 75 T -
17 Rahmad Cahyono Tidak lancar 60 - TT
18 Daisy Amalia lancar 80 T -
19 Risky N. Fandi Tidak lancar 60 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak lancar 55 - TT
21 Ahlil Firdaus Tidak lancar 65 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak lancar 60 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang lancar 75 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang lancar 75 T -
25 Zaim I Tidak lancar 60 - TT
26 Ilham Yahya Tidak lancar 60 - TT
27 Fakhry Husein Tidak lancar 62 - TT
28 M. Ghufron Kurang lancar 78 T -
29 Fatkul N Kurang lancar 70 - TT
30 A. Ch. Yahya Kurang lancar 70 - TT
31 S. Dwi Intan Tidak lancar 63 - TT
32 M. Rizky Tidak lancar 60 - TT
33 M. Subhan Tidak lancar 60 - TT
34 Ulum Nabila Kurang lancar 75 T -
35 N. Asy Syafa Kurang lancar 75 T -
Nilai 2281
Nilai Rata-Rata 65,2
T 9
TT 26
sangat tidak lancar 3
tidak lancar 20
kurang lancar 11
lancar 1
sangat lancar -
% ketuntasan kelancaran
berbicara
25, 7%

Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Kelancaran

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali)
70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa saat pre tes dilihat dari kelancaran adalah sebesar 65,2
sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 25,7%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa
yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 9 siswa, sedang 26
siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa
masih di bawah 75).
Dilihat dari segi kelancaran, 3 orang siswa yang berbicaranya masih
sangat tidak lancar, 20 orang siswa tidak lancar, 11 orang siswa kurang lancar,
dan 1 orang siswa sudah lancar dalam berbicara. Sedang siswa yang mendapat
kategori sangat lancar dalam berbicara (bercerita) masih belum ada.
c. Artikulasi suara
Banyak siswa yang saat bercerita suaranya masih lirih, sehingga tidak jelas
apa yang dibicarakannya. Terkadang mereka juga terlalu cepat dalam
mengucapkan kata-kata sehingga tidak jelas jarak (jedah) antara kalimat satu
dengan kalimat lainnya.
Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat
dari segi kejelasan pelafalan
No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak jelas 60 - TT
2 Miftahul Huda Tidak jelas 60 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak jelas 65 - TT
4 Devi Nur B Tidak jelas 60 - TT
5 Tonny Dennys Tidak jelas 60 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak jelas 60 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak jelas 63 - TT
8 M. Yusuf A. Sangat tidak jelas 60 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang jelas 75 T -
10 Winda Retnani Kurang jelas 75 T -
11 M. Dimas Putra Tidak jelas 60 - TT
12 Andhi Galih Tidak jelas 62 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak jelas 60 - TT
14 Nadya Amuda Kurang jelas 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Tidak jelas 60 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang jelas 75 T -
17 Rahmad Cahyono Tidak jelas 60 - TT
18 Daisy Amalia jelas 85 T -
19 Risky N. Fandi Tidak jelas 62 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak jelas 57 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang jelas 72 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak jelas 60 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang jelas 73 - TT
24 Ariza Zulfi P Kurang jelas 73 - TT
25 Zaim I Tidak jelas 60 - TT
26 Ilham Yahya Tidak jelas 60 - TT
27 Fakhry Husein Tidak jelas 62 - TT
28 M. Ghufron Kurang jelas 75 T -
29 Fatkul N Kurang jelas 73 - TT
30 A. Ch. Yahya Kurang jelas 73 - TT
31 S. Dwi Intan Tidak jelas 63 - TT
32 M. Rizky Tidak jelas 62 - TT
33 M. Subhan Tidak jelas 63 - TT
34 Ulum Nabila Kurang jelas 75 T -
35 N. Asy Syafa Kurang jelas 75 T -
Nilai 2313
Nilai Rata-Rata 66,1
T 8
TT 27
sangat tidak jelas 2
tidak jelas 20
kurang jelas 12
jelas 1
sangat jelas -
% artikulasi suara 22, 9%
Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Artikulasi
Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada saat pre tes dilihat dari kejelasan suara adalah sebesar
66,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar 22,9%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa
yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 8 siswa, sedang 27
siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa
masih di bawah 75).
Dilihat dari segi kejelasan berbicara, terdapat 2 orang siswa yang
berbicaranya masih sangat tidak jelas, 20 orang siswa tidak jelas, 12 orang
siswa kurang jelas, dan 1 orang siswa sudah jelas dalam berbicara. Sedang
siswa yang mendapat kategori sangat jelas dalam berbicara (bercerita) masih
belum ada.
d. Intonasi suara
Sebagian besar siswa masih kurang mampu menempatkan intonasi suara.
Misalnya tidak ada perbedaan nada suara antara orang yang marah, orang
yang sedih, atau orang yang sedang memanggil. Sebagai contoh,
"Hei! Hati-hati kalau nyebrang." (intonasi suara yang seharusnya tinggi
tapi diucapkan datar) Bapak itu memarahiku.

Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat
dari intonasi suara
No Nama Intonasi Suara NA T TT
1 Muhlis Susilo Sangat tidak sesuai 55 - TT
2 Miftahul Huda Sangat tidak sesuai 55 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak sesuai 60 - TT
4 Devi Nur B Sangat tidak sesuai 55 - TT
5 Tonny Dennys Sangat tidak sesuai 55 - TT
6 M. Ridho Akbar Sangat tidak sesuai 55 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak sesuai 60 - TT
8 M. Yusuf A. Sangat tidak sesuai 55 - TT
9 Diah Ayu N. Tidak sesuai 65 - TT
10 Winda Retnani Tidak sesuai 65 - TT
11 M. Dimas Putra Tidak sesuai 60 - TT
12 Andhi Galih Tidak sesuai 60 - TT
13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak sesuai 55 - TT
14 Nadya Amuda Tidak sesuai 65 - TT
15 Rifky M. Ghufron Tidak sesuai 60 - TT
16 M. Iqbal Ismail Tidak sesuai 65 - TT
17 Rahmad Cahyono Sangat tidak sesuai 55 - TT
18 Daisy Amalia Kurang sesuai 78 T -
19 Risky N. Fandi Tidak sesuai 60 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak sesuai 55 - TT
21 Ahlil Firdaus Tidak sesuai 60 - TT
22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak sesuai 55 - T
23 Diah Lutfiani Kurang sesuai 75 T -
24 Ariza Zulfi P Tidak sesuai 65 - TT
25 Zaim I Sangat tidak sesuai 55 - TT
26 Ilham Yahya Sangat tidak sesuai 55 - TT
27 Fakhry Husein Sangat tidak sesuai 55 - TT
28 M. Ghufron Kurang sesuai 75 T -
29 Fatkul N Tidak sesuai 65 - TT
30 A. Ch. Yahya Tidak sesuai 65 - TT
31 S. Dwi Intan Tidak sesuai 60 - TT
32 M. Rizky Sangat tidak sesuai 55 - TT
33 M. Subhan Sangat tidak sesuai 55 - TT
34 Ulum Nabila Tidak sesuai 65 - TT
35 N. Asy Syafa Tidak sesuai 65 - TT
Nilai 2118
Nilai Rata-Rata 60,5
T 3
TT 32
sangat tidak sesuai 15
tidak sesuai 17
kurang sesuai 3
sesuai -
sangat sesuai -
% ketuntasan kesesuaian
intonasi suara
8, 6%

Tabel (4). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Intonasi
Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara)
60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali)
70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali)
80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali)
90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa saat pre tes dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 60,5
sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 8,6%. Prosentase
ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara
klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar
(mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih
dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari kesesuaian intonasi suara, terdapat 15 orang siswa yang
intonasi suaranya masih sangat tidak sesuai, 17 orang siswa tidak sesuai, dan
12 orang siswa kurang kurang sesuai. Sedang siswa yang intonasi suaranya
sudah sesuai dan sangat sesuai ketika berbicara (bercerita) masih belum ada.
e. Variasi Suara
Hampir semua siswa menggunakan satu macam suara untuk beberapa
tokoh dan adegan dalam cerita yang dibawakannya. Misalnya, tidak adanya
perbedaan antara sura orang dewasa, dengan suara anak-anak. Orang yang
masih muda dengan orang yang sudah tua. Suara laki-laki dan suara wanita.
Suara jatuhnya benda, atau suara hembusan angin.
Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa saat pre tes dilihat
dari kemampuan memvariasi suara
No Nama Bervariasi NA T TT
1 Muhlis Susilo Sangat tidak bervariasi 55 - TT
2 Miftahul Huda Sangat tidak bervariasi 55 - TT
3 Adam Prasetyo Sangat tidak bervariasi 55 - TT
4 Devi Nur B Sangat tidak bervariasi 50 - TT
5 Tonny Dennys Sangat tidak bervariasi 55 - TT
6 M. Ridho Akbar Sangat tidak bervariasi 55 - TT
7 Bagus Syarifudin Sangat tidak bervariasi 55 - TT
8 M. Yusuf A. Sangat tidak bervariasi 55 - TT
9 Diah Ayu N. Tidak bervariasi 60 - TT
10 Winda Retnani Tidak bervariasi 60 - TT
11 M. Dimas Putra Sangat tidak bervariasi 55 - TT
12 Andhi Galih Sangat tidak bervariasi 55 - TT
13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak bervariasi 53 - TT
14 Nadya Amuda Tidak bervariasi 60 - T
15 Rifky M. Ghufron Sangat tidak bervariasi 55 - TT
16 M. Iqbal Ismail Tidak bervariasi 60 - TT
17 Rahmad Cahyono Sangat tidak bervariasi 55 - TT
18 Daisy Amalia Kurang bervariasi 75 T -
19 Risky N. Fandi Sangat tidak bervariasi 55 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak bervariasi 50 - TT
21 Ahlil Firdaus Sangat tidak bervariasi 55 - TT
22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak bervariasi 53 - T
23 Diah Lutfiani Kurang bervariasi 70 - TT
24 Ariza Zulfi P Tidak bervariasi 60 - TT
25 Zaim I Sangat tidak bervariasi 53 - TT
26 Ilham Yahya Sangat tidak bervariasi 53 - TT
27 Fakhry Husein Sangat tidak bervariasi 53 - TT
28 M. Ghufron Kurang bervariasi 70 - T
29 Fatkul N Tidak bervariasi 65 - TT
30 A. Ch. Yahya Tidak bervariasi 60 - TT
31 S. Dwi Intan Sangat tidak bervariasi 55 - TT
32 M. Rizky Sangat tidak bervariasi 55 - TT
33 M. Subhan Sangat tidak bervariasi 55 - TT
34 Ulum Nabila Tidak bervariasi 60 - TT
35 N. Asy Syafa Tidak bervariasi 60 - TT
Nilai 2005
Nilai Rata-Rata 57,29
T 1
TT 34
sangat tidak bervariasi 23
tidak bervariasi 9
kurang bervariasi 3
bervariasi -
sangat bervariasi -
% ketuntasan variasi
suara
2, 9%

Tabel (5). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa saat Pre Tes dari Segi Variasi
Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara)
60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara)
70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara)
80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi)
90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada saat pre tes dilihat dari kemampuan memvariasi suara
adalah sebesar 57,29 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar
2,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang
tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 1 siswa, sedang 34 siswa
lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di
bawah 75).
Dilihat dari kemampuan memvariasi suara, terdapat 23 orang siswa yang
kemampuan memvariasi suaranya sangat tidak bervariasi, 9 orang siswa tidak
bervariasi, dan 12 orang siswa kurang bervariasi. Sedang siswa yang sudah
mampu dalam memvariasi suara dan sangat mampu dalam memvariasi suara
ketika berbicara (bercerita) masih belum ada.
f. Ekspresi
Sebagian besar siswa masih belum mampu mengekspresikan adegan-
adegan dalam ceritanya. Saat bercerita mereka lebih banyak diam dan
bercerita tanpa ekspresi.
Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa saat pre tes
No Nama Ekspresi Cerita NA T TT
1 Muhlis Susilo Sangat tidak ekspresif 55 - TT
2 Miftahul Huda Tidak ekspresif 60 - T
3 Adam Prasetyo Tidak ekspresif 60 - TT
4 Devi Nur B Sangat tidak ekspresif 50 - TT
5 Tonny Dennys Tidak ekspresif 60 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak ekspresif 65 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak ekspresif 60 - TT
8 M. Yusuf A. Sangat tidak ekspresif 55 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang ekspresif 70 - TT
10 Winda Retnani Kurang ekspresif 70 - TT
11 M. Dimas Putra Sangat tidak ekspresif 55 - TT
12 Andhi Galih Sangat tidak ekspresif 55 - TT
13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak ekspresif 55 - TT
14 Nadya Amuda Tidak ekspresif 65 - TT
15 Rifky M. Ghufron Sangat tidak ekspresif 55 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang ekspresif 70 - TT
17 Rahmad Cahyono Sangat tidak ekspresif 55 - TT
18 Daisy Amalia ekspresif 80 T -
19 Risky N. Fandi Tidak ekspresif 60 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak ekspresif 50 - TT
21 Ahlil Firdaus Sangat tidak ekspresif 55 - TT
22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak ekspresif 55 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang ekspresif 70 - TT
24 Ariza Zulfi P Tidak ekspresif 65 - TT
25 Zaim I Sangat tidak ekspresif 55 - TT
26 Ilham Yahya Sangat tidak ekspresif 55 - TT
27 Fakhry Husein Sangat tidak ekspresif 55 - TT
28 M. Ghufron Kurang ekspresif 75 T -
29 Fatkul N Tidak ekspresif 65 - TT
30 A. Ch. Yahya Tidak ekspresif 65 - TT
31 S. Dwi Intan Sangat tidak ekspresif 55 - TT
32 M. Rizky Sangat tidak ekspresif 55 - TT
33 M. Subhan Sangat tidak ekspresif 55 - TT
34 Ulum Nabila Kurang ekspresif 70 - TT
35 N. Asy Syafa Kurang ekspresif 70 - TT
Nilai 2125
Nilai Rata-Rata 60,7
T 2
TT 33
sangat tidak ekspresif 17
tidak ekspresif 10
kurang ekspresif 7
ekspresif 1
sangat ekspresif -
% ketuntasan ekspresif
cerita
5, 7%

Tabel (6). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa Siswa saat Pre Tes

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi)
60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi)
70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi)
80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi)
90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berekspresi siswa pada saat pre tes adalah sebesar 60,7 sedangkan prosentase
ketuntasan berekspresi sebesar 5,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih
jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%.
Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas)
sebanyak 2 siswa, sedang 33 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas
(nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75).
Diukur dari kemampuan berekspresi siswa, terdapat 17 orang siswa yang
ketika bercerita sangat tidak ekspresif, 10 orang siswa tidak ekspresif, 7 orang
siswa yang kurang ekspresif, dan 1 orang siswa yang ekspresif dalam
membawakan cerita. Sedang siswa yang mendapat kategori sangat ekspresif
dalam membawakan cerita masih belum ada.
g. Keterpaduan antara gambar dan cerita
Dalam pre tes, peneliti tidak menggunakan media karena yang dinilai
adalah kemampuan berbicara siswa. Jadi penerapan dan penilaian tentang
keterpaduan antara cerita dan gambar baru dilaksanakan pada siklus pertama,
kedua, dan seterusnya.
Belum ada evaluasi untuk indikator/kriteria keterpaduan antara gambar
dan cerita, karena pada pre tes penggunaan media gambar sebagai media bantu
untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi masih belum
diterapkan. Penerapan media gambar sebagai media bantu untuk
meningkatkan kemampuan berbicara baru diterapkan pada siklus pertama.
Jadi evaluasi keterpaduan antara media gambar dan cerita baru dimulai pada
siklus pertama.
Selain kemampuan berbicara siswa yang masih belum mencapai KKM
(kriteria ketuntasan minimal), sebagian besar audien (siswa yang berperan
sebagai pendengar saat temannya bercerita di depan kelas) juga terlihat tidak
memperhatikan (ramai sendiri). Hal itu bisa disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya: siswa yang sudah mulai jenuh dan letih saat mengikuti pelajaran
Bahasa Indonesia karena pada hari itu mata pelajaran Bahasa Indonesia
terletak pada jam terakhir, sebagian besar siswa dalam membawakan cerita
sangat lirih jadi ceritanya tidak terdengar jelas, siswa juga kurang menarik
dalam membawakan cerita karena banyak siswa yang masih belum mampu
menempatkan intonasi suara, dan yang terakhir banyak siswa yang kurang
mampu mengekspresikan cerita yang dibawakannya.
Pada akhir kegiatan pre tes, guru mengadakan evaluasi bersama dengan
siswa. Dalam evaluasi tersebut guru memberitahukan bahwa kemampuan
berbicara siswa masih belum maksimal, agar kemampuan berbicara mereka
bisa lebih baik, maka mulai minggu depan akan diterapkan pembelajaran
dengan menggunakan metode mendongeng untuk meningkatkan kemampuan
berbicara mereka.

5. Refleksi
Kegiatan pre tes berjalan sesuai dengan rencana. Waktu pelaksanaan
sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dari kegiatan pre tes dapat
disimpulkan bahwa:
1. Siswa terlihat kurang semangat pada awal pembelajaran karena waktu
pelajaran Bahasa Indonesia yang terletak pada jam terakhir sehingga
tenaga dan fikiran siswa sudah banyak yang terkuras.
2. Guru kurang dalam memberikan penghangatan untuk mengembalikan
motivasi belajar siswa. Padahal penghangatan itu sangat diperlukan dalam
pembelajaran, apalagi jika pembelajaran itu terletak pada jam terakhir.
3. Suasana kelas menjadi lebih hidup saat guru menerangkan tentang
pengalaman pribadi.
4. Sebagian siswa masih terlihat takut saat guru memberitahukan bahwa
pengalaman pribadi itu harus diceritakan di depan kelas dihadapan teman-
temannya.
5. Pada awal siswa menceritakan pengalaman pribadinya, siswa masih
terlihat semangat mendengarkan dan memperhatikan cerita temannya,
akan tetapi setelah beberapa siswa maju ke depan ditambah dengan
penampilan yang kurang menarik saat membawakan cerita serta suara
yang kurang keras, keadaan kelas kembali tidak kondusif.
6. Suasana kelas kembali tenang saat ada dua orang siswa yang dapat
membawakan cerita dengan sangat bagus. Hal itu karena siswa tersebut
cukup mampu untuk mengekspresikan cerita yang dibawakannya, sesuai
dalam menempatkan intonasi suara, serta suaranya pun terdengar lantang.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berbicara dan
berekspresi sangat berpengaruh dalam menarik perhatian audien.
7. Terlihat kemampuan berbicara siswa masih sangat kurang hal itu dapat
diketahui dari hasil evaluasi siswa secara individu yang masih belum
mencapai kriteria ketuntasan minimal, dan hasil evaluasi siswa secara
klasikal yang belum mencapai batas minimal yang ditetapkan.





C. Paparan Hasil Penelitian
1. Siklus 1
a. Perencanaan
Setelah diadakan kegiatan pre tes dan peneliti sudah mengetahui
kemampuan berbicara siswa kelas V MI Sunan Kalijaga serta mengetahui
kekurangan-kekurangan serta kelebihan kegiatan pembelajaran yang
berlangsung pada saat pre tes, maka peneliti mulai menyusun perencanaan
pelaksanaan siklus pertama serta mempersiapkan media dan sumber belajar
yang diperlukan pada kegiatan pembelajaran siklus pertama. Secara garis
besar yang dilakukan peneliti pada tahap perencanaan siklus pertama adalah
sebagai berikut:
1. Membuat RPP (Rencana Pelaksana Pembelajaran)
2. Menentukan target yang akan dicapai. Adapaun target yang akan dicapai
siswa dalam siklus I adalah
a. Siswa mengetahui pengertian dongeng, tujuan mempelajari dongeng,
dan mengetahui teknik-teknik mendongeng dengan menggunakan
media gambar diam seri.
b. Siswa berani dan mampu mendongeng dengan baik (kriteria baik
dilihat dari kemampuan siswa mendongeng dengan runtut dan lancar,
kemampuan dalam mengucapkan lafal dengan jelas dan tepat,
kemampuan mnyesuaikan intonasi suara dan memvariasi suara,
kemampuan menyesuaikan dongeng dengan media, serta kemampuan
siswa mengekspresikan dongeng yang dibawakannya).
3. Peneliti mempersiapkan media, alat serta sumber belajar yang akan
digunakan dalam pembelajaran tersebut. Media yang akan digunakan pada
siklus pertama ini adalah gambar seri dalam bentuk besar yang digunakan
peneliti untuk memberikan contoh bagaimana mendongeng yang baik
dengan menggunakan media gambar. Alat yang diperlukan berupa jagrak
panjang yang akan digunakan sebagai tempat meletakkan media gambar
seri dalam bentuk besar, sedang sumber belajar yang diperlukan adalah
beberapa buku dongeng.
4. Peneliti mempersiapkan alat observasi sebagai alat pengukur kreativitas,
keantusiasan dan ketertarikan siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia
dengan menggunakan metode mendongeng.
Secara garis besar rancangan dari penerapan tersebut adalah sebagai
berikut:
Langkah 1
Secara singkat peneliti menerangkan pada siswa pelajaran yang akan
dipelajari hari itu.
Secara singkat peneliti memberi tahu tujuan dari pembelajaran tersebut
Langkah 2
Guru menjelaskan tenik-teknik membawakan dongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri.
Peneliti yang juga bertindak sebagai guru mulai membawakan dongeng.
Peneliti memberikan pertanyaan singkat tentang tokoh-tokoh, tema, latar,
dan amanat yang terkandung dalam dongeng tersebut untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa tentang dongeng tersebut.
Langkah 3
Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap-tiap kelompok
diberi teks cerita yang berbeda-beda. Cerita tersebut disertai dengan
ilustrasi gambarnya.
Tiap-tiap kelompok mempelajari teks cerita tersebut serta saling berdiskusi
dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng
tersebut dengan baik.
Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut
digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang
mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk
membawakan dongeng.
Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara
bergantian untuk membawakan dongeng.
Evaluasi bersama.

b. Pelaksanaan
Siklus 1 dilakasanakan pada tanggal 14, 16, dan 18 Maret 2009. Siklus 1
dibagi menjadi dua tahap pembelajaran yang terbagi menjadi tiga kali
pertemuan. Pertemuan pertama berisi tentang; a) penjelasan secara singkat
tentang dongeng, ciri-ciri dongeng, dan jenis-jenis dongeng; b) pengajaran
tentang teknik-teknik mendongeng; c) pemberian contoh membawakan
dongeng. Sedang pertemuan kedua dan ketiga berisi kegiatan evaluasi
mendongeng secara individu.
Siklus 1 Petemuan ke-1
Siklus 1 pertemuan 1 dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2009. Peneliti
membuka pelajaran dengan sebuah permainan singkat untuk merangsang
motivasi belajar siswa. Setelah dirasa siswa cukup semangat dalam mengikuti
pelajaran, peneliti mulai menjelaskan bahwa materi yang akan dipelajari hari
ini tentang mendongeng dengan menggunakan media gambar serta tujuan dari
mempelajari materi tersebut.
Kegiatan selanjutnya adalah secara singkat peneliti menjelaskan
pengertian dari dongeng, jenis-jenis dongeng, serta ciri-ciri dongeng.
Penjelasan tersebut diberikan secara singkat karena yang menjadi tujuan
utama peneliti bukan hal itu akan tetapi bagaimana siswa dapat meningkatkan
kemampuan berbicara dan berekspresinya melalui pembelajaran mendongeng.
Setelah menjelaskan tentang dongeng, ciri-ciri, serta jenis-jenis dongeng maka
peneliti mulai menjelaskan tentang teknik-teknik membawakan dongeng
dengan baik diantaranya peneliti menjelaskan tentang bagaimana cara
menempatkan intonasi suara yang sesuai pada sebuah cerita, memvariasi suara
tokoh-tokoh cerita, serta mengekspresikan cerita. Peneliti juga menjelaskan
bagaimana cara menyesuaikan cerita dengan gambar cerita hal ini karena
ragam cerita yang digunakan peneliti adalah ragam cerita dengan
menggunakan media gambar, jadi keterpaduan antara cerita yang dibawakan
dengan media gambar juga perlu diperhatikan.
Setelah dirasa siswa cukup faham peneliti mulai memberi contoh
bagaimana cara mendongeng dengan menggunakan media gambar. Siswa
kemudian diminta untuk menyimak dongeng peneliti, setelah itu siswa dan
peneliti sama-sama menganalisis dongeng yang dibawakan peneliti tersebut.
Setelah proses menganalisis selesai kegiatan selanjutnya adalah peneliti
membagi siswa menjadi beberapa kelompok, kemudian peneliti memberikan
sebuah dongeng yang berbeda pada tiap-tiap kelompok beserta ilustrasi
gambar)nya. Siswa diminta untuk mempelajari dongeng tersebut karena
pertemuan berikutnya secara individu siswa dari tiap-tiap kelompok maju satu
per satu untuk membawakan dongeng tersebut di depan kelas. Peneliti
memberikan nomor undian pada tiap-tiap kelompok. Nomor tersebut
digunakan guru untuk menentukan siapakah siswa yang akan maju untuk
membawakan dongeng pada urutan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Siklus 1 Pertemuan ke-2 dan ke-3
Siklus 1 pertemuan ke-2 dan ke-3 dilaksanakan pada tanggal 16 dan 18
Maret 2009. Pada siklus 1 pertemuan ke-2 dan ke-3 peneliti mulai
mengevaluasi kemampuan mendongeng siswa. Peneliti memanggil seorang
siswa dari tiap-tiap kelompok untuk membawakan dongeng di depan kelas.
Sedangkan siswa yang belum mendapat giliran mendongeng belajar
mendongeng di luar kelas bersama kelompoknya masing-masing. Agar siswa
yang berada diluar kelas tersebut lebih kondusif maka peneliti menentukan
ketua kelompok yang bertugas memantau anggotanya. Anggota yang tidak
mau belajar serta ramai sendiri akan dicatat dan dilaporkan pada peneliti.
Setelah evaluasi mendongeng pada siklus pertama selesai maka peneliti
menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada siswa, bukan berupa nilai akan
tetapi kemajuan yang dicapai siswa pada pembelajaran siklus pertama.

c. Observasi
Secara umum pelaksanaan siklus pertama berjalan sesuai dengan
pembelajaran yang telah direncanakan. Meskipun mata pelajaran Bahasa
Indonesia terletak pada jam terakhir, siswa terlihat lebih semangat dalam
mengikuti pelajaran karena pada awal pelajaran peneliti memberikan
permainan singkat untuk mengembalikan motivasi belajar siswa.
Saat peneliti menjelaskan tentang materi yang dipelajari hari itu serta
tujuan dari mempelajari materi itu pada awalnya siswa tampak mendengarkan
akan tetapi lama kelamaan siswa mulai ramai, pada saat siswa mulai ramai,
peneliti memusatkan kembali perhatian siswa dengan menggunakan
permainan tersebut. Pada saat pembahasan masuk dalam pengertian dongeng,
jenis-jenis dongeng, serta ciri-ciri dongeng sebagian siswa sudah dapat
menjawab pertanyan guru, karena pembelajaran mendongeng memang sudah
pernah disampaikan sebelumnya yaitu pada aspek mendengar tentang
menganalisis unsur-unsur intrinsik dongeng.
Siswa terlihat tertarik saat peneliti menjelaskan tentang teknik-tenik
mendongeng, terutama saat peneliti memberikan contoh bagaimana cara
memvariasi suara tokoh tokoh dalam dongeng.
Peneliti : "Anak-anak, suara sapi dengan suara seekor bebek beda tidak?"
Siswa : "Berbeda!"
Peneliti : "Nah, agar dongeng yang kalian bawakan lebih menarik,
usahakan ada perbedaan suara (variasi suara) pada tiap-tiap
tokoh dalam dongeng kalian. Misalnya, suara seekor sapi
tentunya berbeda dengan suara seekor bebek. Kalau suara
seekor sapi usahakan lebih besar (peneliti memberikan contoh
kalimat singkat yang disuarakan seekor sapi), sedang suara
seekor bebek tentunya lebih kecil dan cemprang (peneliti
memberikan contoh kalimat singkat yang disuarakan seekor
bebek)."

Mendengar suara peneliti yang tampak lucu menirukan suara bebek maka
siswa-siswi kelas V pun tertawa. Sebagaimana teknik penempatan suara,
peneliti juga memberikan contoh pada teknik-teknik mendongeng lainnya,
misalnya bagaimana cara mengekspresikan orang yang marah dan orang yang
sedih, bagaimana cara menggambarkan suasana dalam dongeng, dan lain
sebagainya.
Setelah dirasa siswa-siswi kelas V cukup faham tentang teknik-teknik
mendongeng, maka mulailah peneliti membawakan dongeng. Suasana kelas
yang tadinya agak ramai tiba-tiba begitu hening. Nampak siswa-siswi kelas V
serius mendengarkan dongeng peneliti. Hal itu peneliti ketahui dari keterangan
guru kelas V yang turut serta mengamati jalannya proses pembelajaran.
Bahkan beberapa siswa yang duduk di belakang ada yang pindah ke depan
untuk mendengarkan dongeng yang dibawakan peneliti.
Ketertarikan siswa-siswi kelas V terhadap dongeng yang dibawakan
peneliti juga tidak lepas dari media gambar diam seri yang cukup besar yang
digunakan peneliti dalam mendongeng. Ketertarikan terhadap gambar itu
terlihat saat peneliti membuka lembar demi lembar gambar dongeng tersebut
sesuai dengan jalan cerita yang dibawakan peneliti.
98
Salah seorang siswa ada
yang berkata, "o...itu lho batunya yang membelah," saat sedang mendengar
dongeng peneliti ketika sampai pada cerita sang ibu masuk ke dalam batu
besar yang dapat membuka dan menutup kembali. Sedang siswa yang lain
berbisik, "wuih, gambare uuasyik koen (wuih gambarnya asyik sekali)!"
Keseriusan siswa dalam menyimak dongeng peneliti juga ditunjukkan
dengan beberapa pertanyaan yang diajukan siswa setelah peneliti selesai
mendongeng. Misalnya, apakah rambut ibu yang terjepit di antara bebatuan itu
masih ada sampai sekarang? Bagaimana dengan nasib bapaknya kemudian?
dsan lain sebagainya. Setelah selesai membawakan dongeng, untuk
mengetahui sejauh mana kefahaman siswa, peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan yang berhubungan dengan dongeng itu. Pertanyaan tersebut
meliputi, daerah dongeng itu berasal, amanat yang terkandung dalam dongeng
tersebut, siapa saja tokoh-tokoh dalam dongeng itu, dan lain sebagainya.
Pada sesi berikutnya, peneliti membagi siswa menjadi empat kelompok
agar lebih cepat dan mudah dalam pembagian kelompok, peneliti
menggunakan cara hitung, yaitu siswa-siswa disuruh menghitung angka satu
sampai empat kemudian kembali lagi ke angka satu hingga siswa yang

98
Gambar (6), Ketertarikan Siswa terhadap Dongeng yang Dibawakan Peneliti, hlm. 269
terakhir. Siswa yang mengucapkan angka satu berkumpul dengan siswa lain
yang juga mengucapkan angka satu yang kemudian menjadi kelompok satu.
Sedang siswa yang mengucapkan angka dua juga berkumpul dengan siswa
lain yang juga mengucapkan angka dua yang kemudian menjadi kelompok
dua, begitu juga dengan kelompok tiga dan kelompok empat. Selama proses
pengelompokan suasana kelas menjadi sedikit lebih gaduh meski peneliti
sebelumnya sudah memberitahu tempat masing-masing kelompok, hal itu
karena terdapat beberapa anak yang lupa tadi dirinya mengucapkan angka
berapa sehingga ia bergabung pada kelompok yang sebenarnya bukan
kelompoknya. Sementara temannya yang ingat memangil-manggil anak
tersebut.
99
Keadaan kelas menjadi lebih tenang ketika semua siswa sudah
menemukan kelompoknya sendiri-sendiri. Untuk mengkondisikan kelas yang
ramai tersebut, peneliti menggunakan permainan yang dipakai untuk
membangkitkan motivasi siswa pada awal pertemuan tadi. Setelah siswa
terbagi menjadi empat kelompok, peneliti memberikan waktu dua menit pada
tiap-tiap kelompok untuk menunjuk ketua kelompoknya masing-masing.
Setelah ditunjuk ketua kelompoknya, maka peneliti mulai menjelaskan
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok pada
pertemuan selanjutnya nanti.
Peneliti kemudian menunjukkan empat buah cerita, dan tiap-tiap cerita
disertai sebuah ilustrasi gambar serinya dalam bentuk kecil. Kemudian
masing-masing ketua kelompok disuruh maju untuk mengambil salah satu

99
Gambar (7), Suasana Pembentukan Kelompok Dongeng, hlm. 269
cerita tersebut secara acak. Setelah tiap-tiap kelompok mendapat lembaran
cerita dan sebuah ilustrasi gambarnya, peneliti mengurutkan anggota tiap-tiap
kelompok. Untuk mengurutkan anggota tiap-tiap kelompok tersebut peneliti
telah menyiapkan nomor undian dari nomor satu sampai sepuluh. Karena rata-
rata tiap kelompok terdiri dari sembilan sampai sepuluh anggota. Pengurutan
itu dimaksudkan untuk mengetahui nomor urut tiap-tiap anggota dalam
kelompok. Anggota kelompok yang mendapat urutan nomor pertama akan
maju untuk bercerita pertama kali pada pertemuan berikutnya.
Pada pertemuan kedua siklus pertama guru mulai mengevaluasi
kemampuan berbicara siswa melalui metode mendongeng dengan
menggunakan media gambar. Peneliti memanggil satu per satu siswa dari tiap-
tiap kelompok sesuai dengan nomor urut yang diberikan peneliti pada
pertemuan sebelumnya untuk mendongeng di dalam kelas.
100
Siswa yang
belum dipanggil belajar mendongeng bersama kelompoknya di luar kelas.
101

Agar siswa yang berada di luar kelas juga lebih kondusif, guru
mempercayakan ketua kelas untuk mengkoordinir anggotanya, anggota yang
tidak mau belajar dan ramai sendiri akan dicatat dan dilaporkan pada guru.
Pada siklus pertama kemampuan mendongeng siswa masih tidak jauh beda
dengan pada saat pre tes. Terlihat sebagian besar siswa masih malu-malu saat
membawakan dongeng, bahkan ada yang tidak mau mendongeng sama sekali
karena takut. Dari hal itu peneliti mengetahui bahwa keberanian adalah hal
utama yang diperlukan oleh seseorang untuk melatih kemampuan berbicara.

100
Gambar (8), Peneliti Mengevaluasi Mendongeng Siswa, hlm. 269
101
Gambar (9), Siswa Belajar Mendongeng dengan Kelompoknya di Luar Kelas, hlm. 270
Penggunaan media gambar ternyata sangat mendukung kelancaran
pendongeng dalam menyampaiakan dongeng, hal itu peneliti ketahui saat ada
beberapa orang siswa yang sering kali melihat gambar dalam dongeng saat
mereka lupa pada dongeng yang sedang dibawakannya. Dengan melihat
gambar ternyata membantu mereka mengembangkan imajinasinya dan
mengingat jalan cerita dalam dongeng yang mereka lupa.
Berikut ini kemampuan berbicara dan berekspresi siswa dengan
menerapkan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar pada
siklus 1 dilihat dari segi:
a. Keruntutan dongeng
Sebagian siswa sudah dapat mendongeng dengan runtut sesuai dengan
kronologis cerita, misalnya pada dongeng Situ Bagendit, dalam dongeng itu
siswa mampu mendongeng dari awal hingga akhir sesuai dengan urutan cerita
yaitu mulai dari
(1) Situ Bagendit seorang wanita kaya yang pelit; (2) Situ Bagendit
enggan membantu rakyat miskin; (3) Situ Bagendit memukul seorang
kakek tua yang meminta air di sumurnya; dan (4) Situ Bagendit yang
mendapat hukuman dari kakek tua tersebut hingga ia dan seluruh
kekayaannya tenggelam dalam sebuah danau.

Begitu juga dengan ketiga dongeng yang lainnya yaitu Gadis Seribu
Pesona, Nyi Bungsu Rangrang, dan Lukisan Nelayan yang Jujur. Tapi
sebagian besar siswa masih belum dapat menceritakan kronologis cerita
dengan runtut, meskipun mereka dapat menceritakan kronologis cerita dari
awal hingga akhir akan tetapi banyak bagian yang dikurangi sehingga
ceritanya menjadi sangat pendek, kadang kala dongeng yang mereka bawakan
tidak sesuai dengan bagian-bagian cerita bahkan sering kali terbalik. Misalnya
pada cerita Gadis Seribu Pesona yang seharusnya mempunyai kronologis
cerita
(1) Lana tidak suka tinggal di kota dan sering uring-uringan, hal itu karena
banyak gadis di kota yang cantik-cantik sehingga banyak yang menyaingi
kecantikannya; (2) Lana ingin cantik dengan meminjam bagian-bagian
tubuh gadis yang cantik di desa (dari si rambut panjang, hidung mancung,
dan perut langsing); (3) Lana terpilih menjadi istri putra mahkota raja; (4)
Lana diusir dari istana.

menjadi
(1) Lana tidak suka tinggal di kota; (2) Lana meminjam bagian tubuh
gadis-gadis cantik (diceritakan hanya satu dua saja/tidak diceritakan
seluruhnya); (3) Lana berwajah jelek dan diusir dari kerajaan (pada
bagian 3, yang seharusnya lana menghadiri pesta kerajaan tidak
dicantumkan).

Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi
keruntutan dongeng dapat dilihat pada table berikut:
No Nama Keruntutan NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak runtut 65 - TT
2 Miftahul Huda Tidak runtut 65 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak runtut 68 - TT
4 Devi Nur B Tidak runtut 60 - TT
5 Tonny Dennys Tidak runtut 65 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak runtut 65 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak runtut 65 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak runtut 63 - TT
9 Diah Ayu N. Runtut 80 T -
10 Winda Retnani Runtut 80 T -
11 M. Dimas Putra Tidak runtut 65 - TT
12 Andhi Galih Kurang runtut 70 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak runtut 63 - TT
14 Nadya Amuda Kurang runtut 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Tidak runtut 63 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang runtut 75 T -
17 Rahmad Cahyono Tidak runtut 63 - TT
18 Daisy Amalia Runtut 85 T -
19 Risky N. Fandi Tidak runtut 65 - TT
20 Khusnul Kh Tidak runtut 60 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang runtut 75 T -
22 Rizky Firhan Ali Tidak runtut 60 - TT
23 Diah Lutfiani Runtut 80 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang runtut 78 T -
25 Zaim I Tidak runtut 63 - TT
26 Ilham Yahya Tidak runtut 63 - TT
27 Fakhry Husein Tidak runtut 65 - TT
28 M. Ghufron Kurang runtut 75 T -
29 Fatkul N Runtut 80 T -
30 A. Ch. Yahya Kurang runtut 78 T -
31 S. Dwi Intan Tidak runtut 65 - TT
32 M. Rizky Tidak runtut 65 - TT
33 M. Subhan Tidak runtut 65 - TT
34 Ulum Nabila Runtut 80 T -
35 N. Asy Syafa Runtut 80 T -
Nilai 2432
Nilai Rata-Rata 69,5
T 13
TT 22
sangat tidak runtut -
tidak runtut 21
kurang runtut 7
runtut 7
sangat runtut -
% keruntutan berbicara 37, 1%
Tabel (7). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Kelancaran

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi keruntutan adalah sebesar 69,5
sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 37,1%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 13 siswa,
sedang 22 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh
siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari segi keruntutan, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
runtut dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 21 orang siswa mendapat
predikat tidak runtut, 7 orang siswa mendapat predikat kurang runtut, dan 7
orang siswa yang sudah mendapat predikat runtut dalam berbicara, sedang
siswa yang mendapat predikat sangat runtut dalam berbicara masih belum ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1
seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar
(belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi
keruntutan sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat runtut.
Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2.
b. Kelancaran dongeng
Sebagian besar siswa ketika mendongeng kalimatnya masih sering
terputus-putus, diulang-ulang, atau berhenti terlalu lama (terjadi jarak yang
cukup lama antara kalimat satu dengan kalimat lainnya). Sebagai contoh pada
dongeng Nyi Bungsu Rang-Rang pada bagian
Dahulu kala, hiduplah seorang gadis cantik namanya Nyi Bungsu
Rangrang..(diam terlalu lama). Dia dinamai bungsu
karenakarenakarena dia yang paling muda dari tujuh gadis kakak
beradik (pengulangan kata).

Banyak juga siswa yang hanya mampu membacakan judul dongeng
kemudian menceritakan bagian awalnya saja dan tidak mampu menuntaskan
cerita. Hal itu karena kebanyakan siswa menghafal cerita bukan memahami
cerita sehingga sering kali mereka lupa dengan kalimat-kalimat cerita itu.
Meskipun demikian ada siswa yang sudah mampu bercerita dengan lancer
meski terkadang terjadi sedikit pengulangan kata.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi
kelancaran mendongeng dapat dilihat pada table berikut:
No Nama Kelancaran NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak lancar 62 - TT
2 Miftahul Huda Tidak lancar 65 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak lancar 63 - TT
4 Devi Nur B Tidak lancar 60 - TT
5 Tonny Dennys Tidak lancar 60 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak lancar 63 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak lancar 65 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak lancar 63 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang lancar 75 T -
10 Winda Retnani Kurang lancar 70 - TT
11 M. Dimas Putra Tidak lancar 65 - TT
12 Andhi Galih Tidak lancar 65 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak lancar 63 - TT
14 Nadya Amuda Kurang lancar 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Tidak lancar 63 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang lancar 77 T -
17 Rahmad Cahyono Tidak lancar 65 - TT
18 Daisy Amalia Lancar 85 T -
19 Risky N. Fandi Tidak lancar 65 - TT
20 Khusnul Kh Tidak lancar 60 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang lancar 70 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak lancar 63 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang lancar 75 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang lancar 77 T -
25 Zaim I Tidak lancar 63 - TT
26 Ilham Yahya Tidak lancar 63 - TT
27 Fakhry Husein Tidak lancar 68 - TT
28 M. Ghufron Kurang lancar 78 T -
29 Fatkul N Kurang lancar 75 T -
30 A. Ch. Yahya Kurang lancar 70 - TT
31 S. Dwi Intan Tidak lancar 65 - TT
32 M. Rizky Tidak lancar 63 - TT
33 M. Subhan Tidak lancar 65 - TT
34 Ulum Nabila Kurang lancar 75 T -
35 N. Asy Syafa Kurang lancar 75 T -
Nilai 2374
Nilai Rata-Rata 67,8
T 10
TT 25
sangat tidak lancar -
tidak lancar 22
kurang lancar 12
lancar 1
sangat lancar -
% ketuntasan kelancaran
berbicara
28, 6%

Tabel (3). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Keruntutan

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali)
70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari segi kelancaran adalah sebesar 67,8
sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 28,6%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 10 siswa,
sedang 25 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh
siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari segi kelancaran, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
lancar dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 22 orang siswa mendapat
predikat tidak lancar, 12 orang siswa mendapat predikat kurang lancar, dan 1
orang siswa yang sudah mendapat predikat lancar dalam berbicara, sedang
siswa yang mendapat predikat sangat lancar dalam berbicara masih belum ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1
seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar
(belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi
kelancaran sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat lancar.
Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2.
c. Kejelasan suara (artikulasi suara)
Sebagian besar siswa saat membawakan dongeng suaranya masih sangat
lirih sehingga tidak terdengar jelas apa yang diucapkannya. Kelirihan suara itu
dipengaruhi karena mereka terlihat masih takut saat membawakan cerita di
depan kelas, terkadang mereka juga ragu-ragu (canggung). Ada juga diantara
siswa yang bercerita terlalu cepat sehingga sering kali salah dalam
mengucapkan kata.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari
kejelasan suara (artikulasi suara) dapat dilihat pada table berikut:
No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak jelas 65 - TT
2 Miftahul Huda Tidak jelas 65 - TT
3 Adam Prasetyo Kurang jelas 70 - TT
4 Devi Nur B Kurang jelas 70 - TT
5 Tonny Dennys Tidak jelas 65 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak jelas 65 - TT
7 Bagus Syarifudin Kurang jelas 70 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak jelas 65 - TT
9 Diah Ayu N. Jelas 80 T -
10 Winda Retnani Jelas 80 T -
11 M. Dimas Putra Tidak jelas 65 - TT
12 Andhi Galih Tidak jelas 65 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak jelas 65 - TT
14 Nadya Amuda Kurang jelas 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Tidak jelas 65 - TT
16 M. Iqbal Ismail Jelas 80 T -
17 Rahmad Cahyono Tidak jelas 65 - TT
18 Daisy Amalia Sangat Jelas 90 T -
19 Risky N. Fandi Tidak jelas 65 - TT
20 Khusnul Kh Tidak jelas 60 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang jelas 75 T -
22 Rizky Firhan Ali Tidak jelas 65 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang jelas 75 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang jelas 75 T -
25 Zaim I Tidak jelas 65 - TT
26 Ilham Yahya Tidak jelas 65 - TT
27 Fakhry Husein Tidak jelas 65 - TT
28 M. Ghufron Kurang jelas 75 T -
29 Fatkul N Kurang jelas 75 T -
30 A. Ch. Yahya Kurang jelas 75 T -
31 S. Dwi Intan Tidak jelas 65 - TT
32 M. Rizky Tidak jelas 65 - TT
33 M. Subhan Tidak jelas 65 - TT
34 Ulum Nabila Jelas 80 T -
35 N. Asy Syafa Jelas 80 T -
Nilai 2445
Nilai Rata-Rata 70,1
T 13
TT 22
sangat tidak jelas -
tidak jelas 18
kurang jelas 10
jelas 5
sangat jelas 1
% ketuntasan artikulasi
suara
37, 1%

Tabel (9). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Kejelasan
Pelafalan

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari kejelasan suara (artikulasi suara)
adalah sebesar 70,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar
37,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara
individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 13
siswa, sedang 22 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang
diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari segi kejelasan suara, siswa yang mendapat predikat sangat
tidak jelas dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 18 orang siswa
mendapat predikat tidak jelas, 10 orang siswa mendapat predikat kurang jelas,
dan 1 orang siswa yang sudah mendapat predikat jelas dalam berbicara.
Sedang siswa yang mendapat predikat sangat jelas dalam berbicara masih
belum ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1
seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar
(belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi
kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat jelas.
Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2.
d. Intonasi suara
Banyak siswa yang masih belum dapat menyesuaikan intonasi suara
dengan baik. Sebagian besar siswa saat mendongeng intonasi suaranya datar-
datar saja dari awal hingga akhir dongeng. Meskipun dalam cerita itu mereka
mengucapkan kata-kata penting yang perlu diberikan tekanan, misalnya pada
cerita Nyi Bungsu Rang-Rang pada bagian
Kakak-kakaknya penasaran. Mereka ingin tahu bagaimana adik bungsu
mereka memberi makan ikannya. Mereka bersembunyi dan mengintipnya,
"Lenungli! Leungli! Kemarilah ini buburmu," (intonasi suara yang
seharusnya tinggi diucapkan datar-datar saja) panggil Nyi Bungsu dan
ikan mas yang besar itu muncul ke permukaan

Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari
intonasi suara dapat dilihat pada table berikut:
No Nama Intonasi Suara NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak sesuai 60 - TT
2 Miftahul Huda Tidak sesuai 60 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak sesuai 65 - TT
4 Devi Nur B Tidak Sesuai 60 - TT
5 Tonny Dennys Tidak Sesuai 60 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak Sesuai 60 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak sesuai 65 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak Sesuai 60 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang sesuai 70 - TT
10 Winda Retnani Kurang sesuai 70 - TT
11 M. Dimas Putra Tidak sesuai 65 - TT
12 Andhi Galih Tidak sesuai 65 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak Sesuai 60 - TT
14 Nadya Amuda Kurang sesuai 70 - TT
15 Rifky M. Ghufron Tidak sesuai 65 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang sesuai 70 - TT
17 Rahmad Cahyono Tidak sesuai 60 - TT
18 Daisy Amalia Sesuai 80 T -
19 Risky N. Fandi Tidak sesuai 65 - TT
20 Khusnul Kh Tidak sesuai 60 - TT
21 Ahlil Firdaus Tidak sesuai 65 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak sesuai 60 - TT
23 Diah Lutfiani Sesuai 80 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang sesuai 70 - TT
25 Zaim I Tidak sesuai 60 - TT
26 Ilham Yahya Tidak sesuai 60 - TT
27 Fakhry Husein Tidak sesuai 60 - TT
28 M. Ghufron Kurang sesuai 75 T -
29 Fatkul N Kurang sesuai 70 - TT
30 A. Ch. Yahya Kurang sesuai 70 - TT
31 S. Dwi Intan Tidak sesuai 65 - TT
32 M. Rizky Tidak sesuai 60 - TT
33 M. Subhan Tidak sesuai 60 - TT
34 Ulum Nabila Kurang sesuai 70 - TT
35 N. Asy Syafa Kurang sesuai 70 - TT
Nilai 2285
Nilai Rata-Rata 65, 3
T 3
TT 32
sangat tidak sesuai -
tidak sesuai 23
kurang sesuai 10
sesuai 2
sangat sesuai -
% ketuntasan intonasi suara 8, 6%
Tabel (10). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Intonasi
Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara)
60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali)
70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali)
80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali)
90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 65,3
sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 8,6%. Prosentase
ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara
klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang
tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa
lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di
bawah 75).
Dilihat dari intonasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
sesuai dalam menempatkan intonasi suara sudah tidak ada (kosong), 23 orang
siswa mendapat predikat tidak sesuai, 10 orang siswa mendapat predikat
kurang sesuai, dan 2 orang siswa yang sudah mendapat predikat sesuai dalam
menempatkan intonasi suara. Sedang siswa yang mendapat predikat sangat
sesuai dalam menempatkan intonasi suara masih belum ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1
seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar
(belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi
kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat sesuai.
Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2.
e. Variasi suara
Pada siklus pertama dapat dikatakan semua siswa belum dapat memvariasi
suara tokoh-tokoh dalam dongeng, misalnya pada dongeng Legenda Situ
Bagendit, tidak ada perbedaan antara suara Bagenda Endit dan suara kakek
tua. Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari
intonasi suara dapat dilihat pada table berikut:
No Nama Variasi Suara NA T TT
1 Muhlis Susilo Sangat tidak bervariasi 55 - TT
2 Miftahul Huda Tidak bervariasi 60 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak bervariasi 60 - TT
4 Devi Nur B Sangat tidak bervariasi 55 - TT
5 Tonny Dennys Tidak bervariasi 60 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak bervariasi 60 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak bervariasi 60 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak bervariasi 60 - TT
9 Diah Ayu N. Tidak bervariasi 65 - TT
10 Winda Retnani Tidak bervariasi 65 - TT
11 M. Dimas Putra Tidak bervariasi 60 - TT
12 Andhi Galih Tidak bervariasi 60 - TT
13 M. Rochim Dwi J Sangat tidak bervariasi 55 - TT
14 Nadya Amuda Tidak bervariasi 65 - TT
15 Rifky M. Ghufron Tidak bervariasi 60 - TT
16 M. Iqbal Ismail Tidak bervariasi 65 - TT
17 Rahmad Cahyono Tidak bervariasi 60 - TT
18 Daisy Amalia Kurang bervariasi 75 T -
19 Risky N. Fandi Tidak bervariasi 60 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak bervariasi 55 - TT
21 Ahlil Firdaus Tidak bervariasi 60 - TT
22 Rizky Firhan Ali Sangat tidak bervariasi 55 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang bervariasi 75 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang bervariasi 70 - TT
25 Zaim I Sangat tidak bervariasi 55 - TT
26 Ilham Yahya Sangat tidak bervariasi 55 - TT
27 Fakhry Husein Sangat tidak bervariasi 55 - TT
28 M. Ghufron Kurang bervariasi 70 - TT
29 Fatkul N Kurang bervariasi 70 - TT
30 A. Ch. Yahya Tidak bervariasi 65 - TT
31 S. Dwi Intan Tidak bervariasi 60 - TT
32 M. Rizky Tidak bervariasi 60 - TT
33 M. Subhan Tidak bervariasi 60 - TT
34 Ulum Nabila Kurang bervariasi 70 - TT
35 N. Asy Syafa Tidak bervariasi 65 - TT
Nilai 2160
Nilai Rata-Rata 61,7
T 2
TT 33
sangat tidak bervariasi 8
tidak bervariasi 21
kurang bervariasi 6
bervariasi -
sangat bervariasi -
% ketuntasan variasi suara 5, 7%
Tabel (11). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 1 dari Segi Variasi Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara)
60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara)
70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara)
80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi)
90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari variasi suara adalah sebesar 61,7
sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 5,7%. Prosentase
ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara
klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang
tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 2 siswa, sedang 33 siswa
lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di
bawah 75).
Dilihat dari variasi suara, terdapat 8 orang siswa yang mendapat predikat
sangat tidak bervariasi dalam menempatkan suara tokoh-tokoh dalam
dongeng, 21 orang siswa mendapat predikat tidak bervariasi, dan 6 orang
siswa yang mendapat predikat kurang bervariasi. Sedang siswa yang mendapat
predikat bervariasi dan sangat bervariasi dalam menempatkan suara tokoh-
tokoh dalam dongeng masih belum ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1
seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar
(belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi
variasi suara masih belum ada siswa yang mencapai predikat bervariasi.
Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2.
f. Ekspresi
Sebagian besar siswa masih malu, canggung, dan takut untuk
mengekspresikan dongeng yang dibawakannya. Dalam membawakan dongeng
mereka cenderung diam, sekali-sekali tersenyum dan memikirkan sesuatu bila
ada bagian cerita yang tidak diingatnya.
Berikut ini adalah gambar ekspresi salah seorang siswa saat membawakan
dongeng pada siklus 1

Gambar (3)
Ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus 1
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ekspresi siswa pada siklus I masih
belum maksimal. Siswa masih terlihat canggung dan malu-malu saat
membawakan dongeng.
Hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa pada siklus 1 dapat dilihat
pada table berikut:
No Nama Ekspresi Cerita NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak ekspresif 60 - TT
2 Miftahul Huda Tidak ekspresif 65 - TT
3 Adam Prasetyo Tidak ekspresif 65 - TT
4 Devi Nur B Sangat tidak ekspresif 55 - TT
5 Tonny Dennys Tidak ekspresif 60 - TT
6 M. Ridho Akbar Kurang ekspresif 70 - TT
7 Bagus Syarifudin Tidak ekspresif 65 - TT
8 M. Yusuf A. Tidak ekspresif 60 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang ekspresif 75 T -
10 Winda Retnani Kurang ekspresif 75 T -
11 M. Dimas Putra Tidak ekspresif 60 - TT
12 Andhi Galih Tidak ekspresif 60 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak ekspresif 60 - TT
14 Nadya Amuda Kurang ekspresif 70 - TT
15 Rifky M. Ghufron Tidak ekspresif 60 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang ekspresif 75 T -
17 Rahmad Cahyono Tidak ekspresif 60 - TT
18 Daisy Amalia Ekspresif 85 T -
19 Risky N. Fandi Tidak ekspresif 65 - TT
20 Khusnul Kh Sangat tidak ekspresif 55 - TT
21 Ahlil Firdaus Tidak ekspresif 60 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak ekspresif 60 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang ekspresif 75 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang ekspresif 70 - TT
25 Zaim I Tidak ekspresif 60 - TT
26 Ilham Yahya Tidak ekspresif 60 - TT
27 Fakhry Husein Tidak ekspresif 60 - TT
28 M. Ghufron Kurang ekspresif 75 T -
29 Fatkul N Kurang ekspresif 70 - TT
30 A. Ch. Yahya Kurang ekspresif 70 - TT
31 S. Dwi Intan Tidak ekspresif 60 - TT
32 M. Rizky Tidak ekspresif 60 - TT
33 M. Subhan Tidak ekspresif 60 - TT
34 Ulum Nabila Kurang ekspresif 75 T -
35 N. Asy Syafa Kurang ekspresif 75 T -
Nilai 2280
Nilai Rata-Rata 65, 1
T 8
TT 27
sangat tidak ekspresif 2
tidak ekspresif 20
kurang ekspresif 12
ekspresif 1
sangat ekspresif -
% ketuntasan ekspresi siswa 22, 9%
Tabel (12). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 1

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi)
60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi)
70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi)
80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi)
90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berekspresi siswa pada siklus 1 adalah sebesar 65,1 sedangkan prosentase
ketuntasan ekspresi siswa sebesar 22,9%. Prosentase ketuntasan tersebut
masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang
ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar
(mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 8 siswa, sedang 27 siswa lainnya masih
dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari kemampuan berekspresi, terdapat 2 orang siswa yang
mendapat predikat sangat tidak ekspresif dalam membawakan dongeng, 20
orang siswa mendapat predikat tidak ekspresif, 12 orang siswa mendapat
predikat kurang ekspresif, dan 1 orang siswa yang sudah mendapat
predikatekspresif dalam membawakan dongeng. Sedang siswa yang mendapat
predikat sangat ekspresif dalam membawakan dongeng masih belum ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1
seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar
(belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi
kemampuan berekspresi sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat
ekspresif. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 2.
g. Keterpaduan antara dongeng dan gambar
Banyak siswa yang ketika membawakan dongeng masih belum dapat
memfungsikan media gambar yang disediakan. Seringkali mereka lupa
memfungsikan media gambar itu, terkadang mereka membukanya satu dua
lembar saja, dan ada juga yang membukanya tapi tidak sesuai dengan jalan
cerita (asal membuka gambar).
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dilihat dari
keterpaduan dongeng dengan gambar dapat dilihat pada table berikut:
No Nama Keterpaduan NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak padu 65 - TT
2 Miftahul Huda Kurang padu 70 - TT
3 Adam Prasetyo Kurang padu 70 - TT
4 Devi Nur B Kurang padu 70 - TT
5 Tonny Dennys Tidak padu 65 - TT
6 M. Ridho Akbar Tidak padu 70 - TT
7 Bagus Syarifudin Kurang padu 70 - TT
8 M. Yusuf A. Kurang padu 70 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang padu 70 - TT
10 Winda Retnani Kurang padu 70 - TT
11 M. Dimas Putra Kurang padu 70 - TT
12 Andhi Galih Kurang padu 70 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak padu 65 - TT
14 Nadya Amuda Kurang padu 70 - TT
15 Rifky M. Ghufron Tidak padu 65 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang padu 75 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang padu 70 - TT
18 Daisy Amalia Kurang padu 70 - TT
19 Risky N. Fandi Kurang padu 70 - TT
20 Khusnul Kh Tidak padu 65 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang padu 70 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak padu 65 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang padu 70 - TT
24 Ariza Zulfi P Kurang padu 70 - TT
25 Zaim I Tidak padu 65 - TT
26 Ilham Yahya Tidak padu 65 - TT
27 Fakhry Husein Kurang padu 70 - TT
28 M. Ghufron Kurang padu 75 T -
29 Fatkul N Kurang padu 75 T -
30 A. Ch. Yahya Kurang padu 70 - TT
31 S. Dwi Intan Kurang padu 70 - TT
32 M. Rizky Kurang padu 70 - TT
33 M. Subhan Kurang padu 70 - TT
34 Ulum Nabila Kurang padu 70 - TT
35 N. Asy Syafa Kurang padu 70 - TT
Nilai 2425
Nilai Rata-Rata 69, 3
T 3
TT 32
sangat tidak padu -
tidak padu 9
kurang padu 26
padu -
sangat padu -
% keterpaduan dongeng
dengan gambar
8, 6%

Tabel (13). Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dan Gambar pada
Siklus 1

Keterangan:
50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak mengfungsikan media
gambar)
60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi tidak sesuai
dengan jalan cerita)
70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar sekedarnya)
80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar)
90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar, seringkali pendongeng
menunjuk gambar untuk memperjelas cerita)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa
dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 1 adalah
sebesar 69,3 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan dongeng dengan
gambar sebesar 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas
kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%.
Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas)
sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas
(nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari keterpaduan dongeng dengan gambar, siswa yang mendapat
predikat sangat tidak padu adalah 0 (tidak ada), 9 orang siswa mendapat
predikat tidak padu, dan 26 orang siswa yang mendapat predikat kurang padu.
Sedang siswa yang mendapat predikat padu dan sangat padu masih belum ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 1
seacara klasikal masih jauh dari angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam belajar
(belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi
keterpaduan antara dongeng dengan gambar belum terdapat siswa yang
mencapai predikat bervariasi. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan
batas minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan
pada siklus 2.
d. Refleksi
Penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam
seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi pada siklus 1
berjalan sesuai dengan rencana. Dari kegiatan pembelajaran pada siklus 1
dapat disimpulkan bahwa:
1. Siswa terlihat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran meski jam
pelajaran Bahasa Indonesia terletak pada jam terakhir, hal itu karena pada
awal kegiatan pembelajaran guru memberikan permainan singkat yang
ditujukan untuk mengembalikan semangat belajar siswa dan
mengkondisikan kelas agar kembali tenang apabila suasana kelas sudah
mulai ramai tanpa guru harus berteriak-teriak terlebih dahulu. Hal itu
menunjukkan bahwa permainan singkat sangat diperlukan untuk
mendukung kegiatan pembelajaran agar tugas guru dalam mengkondisikan
kelas lebih mudah dan untuk menumbuhkan kembali semangat siswa
dalam mengikuti pelajaran.
2. Guru harus lebih kreatif dalam menyampaikan ulasan singkat tentang
dongeng agar siswa lebih tertarik/semangat dalam mengikuti pelajaran.
3. Ketertarikan siswa terhadap materi yang disampaikan guru terlihat saat
guru menyampaiakan teknik-teknik mendongeng terutama pada saat
memberi contoh tentang variasi suara, hal itu akan lebih baik lagi apabila
bukan guru sendiri yang memberi contoh variasi suara akan tetapi guru
juga mengajak siswa untuk memberikan contoh variasi suara, misalnya
dengan meminta seorang siswa untuk memperagakan suara bebek dan
suara sapi. Sedang siswa lain disuruh menanggapi. Karena pembelajaran
itu akan lebih hidup apabila melibatkan siswa secara langsung.
4. Siswa terlihat tertarik dengan dongeng yang dibawakan peneliti,
ketertarikan siswa tersebut terlihat dari suasana kelas yang tadinya ramai
tiba-tiba menjadi hening. Selain itu penggunaan media gambar saat
membawakan dongeng juga turut mendukung tumbuhnya ketertarikan
siswa dalam mendengarkan dongeng guru, hal itu terlihat dari beberapa
komentar singkat siswa yang terdengar saat guru membuka lembar demi
lembar gambar yang mengiringi dongeng tersebut.
5. Pada saat evaluasi mendongeng siklus 1 siswa masih terlihat takut dan
malu-malu dalam membawakan dongeng, sehingga kemampuan berbicara
siswa pada siklus 1 (setelah diadakan tindakan) tidak jauh beda dengan
kemampuan siswa pada saat pre tes (sebelum tindakan). Dari hal ini
peneliti mengetahui bahwa keberanian adalah modal utama siswa untuk
meningkatkan kemampuan berbicaranya sehingga yang menjadi orentasi
pertama siswa dalam siklus selanjutnya adalah menumbuhkan keberanian
siswa disamping juga penguasan teknik berbicara yang lainnya.
6. Ketika membawakan dongeng siswa masih terlihat menghafal dongeng
bukan memahami dongeng sehingga seringkali siswa terlihat kaku, tidak
bebas, dan seringkali kesulitan dalam membawakan dongeng karena lupa
dengan kalimat-kalimat dalam dongeng tersebut.
7. Siswa masih terlihat malu-malu dan kebingungan saat guru meminta untuk
mengekspresikan adegan dalam dongeng.
8. Dari beberapa kriteria penilaian untuk menentukan keberhasilan
kemampuan berbicara dan berekspresi siswa, teknik memvariasi suara
adalah teknik yang paling tidak dikuasai siswa.

2. Siklus 2
a. Perencanaan
Pelaksanaan tindakan serta hasil yang dicapai dalam siklus 1 menjadi
acuan bagi pelaksanaan siklus 2. Setelah dilakukan refleksi, tindakan yang
perlu ditingkatkan pada siklus selanjutnya adalah meningkatkan motivasi
keberanian siswa dalam berbicara serta pematangan teknik-teknik
mendongeng dan berekspresi. Dalam siklus 2 ini peneliti juga akan
mengajarkan siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng.
Sehingga siswa bisa menceritakan ulang dongeng yang dibawakannya dengan
bahasanya sendiri bukan hafalan. Secara garis besar langkah-langkah yang
akan dilakukan peneliti pada siklus 2 adalah:
1. Membuat RPP (Rencana Pelaksana Pembelajaran)
2. Menentukan target yang akan dicapai. Adapaun target yang akan dicapai
dalam siklus II adalah meningkatkan motivasi keberanian siswa dalam
berbicara, pematangan teknik-teknik mendongeng dan berekspresi, melatih
siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng serta
menceritakan ulang dongeng tersebut dengan bahasanya sendiri bukan
hafalan.
3. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran
tersebut. Media tersebut berupa gambar diam seri dari dongeng siswa
dalam bentuk besar, serta gambar diam seri dalam bentuk kecil. Sedang
sumber belajar yang diperlukan adalah beberapa dongeng yang diambil
dari buku dongeng.
4. Peneliti mempersiapkan alat observasi sebagai alat pengukur kreativitas,
keantusiasan, ketertarikan, serta tingkat keberhasilan yang dicapai siswa
pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode
mendongeng.
Langkah 1
Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa
serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa.
Tiap-tiap kelompok saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang
bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Guru
memantau diskusi tiap-tiap kelompok serta memberi contoh pada siswa
bagaimana cara menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan
mengekspresikan cerita mereka.
Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut
digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang
mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk
membawakan dongeng.
Langkah 2
Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara
bergantian untuk membawakan dongeng.
Langkah 3
Evaluasi bersama.

b. Pelaksanaan
Siklus 2 ini dilakasanakan pada tanggal 19, 21, dan 23 Maret 2009. Siklus
2 ini dibagi menjadi dua tahap pembelajaran yang terbagi menjadi tiga kali
pertemuan. Pertemuan pertama berisi tentang penumbuhan motivasi berbicara
siswa dan pemantapan teknik-teknik mendongeng, sedang pertemuan kedua
dan ketiga berisi kegiatan evaluasi mendongeng secara individu.


Siklus 2 pertemuan ke-1
Pertemuan pertama siklus 2 dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2009.
Pada pertemuan pertama, setelah peneliti membuka pelajaran, peneliti
memberikan sebuah tebak-tebakan singkat. Permainan dan tebak-tebakan
singkat seringkali diberikan peneliti untuk membangkitkan semangat belajar
siswa. Setelah dirasa semangat siswa sudah kembali maka secara singkat
peneliti mulai menjelaskan langkah-langkah pembelajaran hari itu. Peneliti
juga mengulas kembali tentang teknik-teknik membawakan dongeng yang
baik terutama dari segi intonasi suara, variasi suara, dan ekspresi. Peneliti
menekankan bahwa dongeng yang mereka baca supaya dipahami bukan
dihafalkan, dan ketika membawakan dongeng akan lebih baik jika mereka
menggunakan bahasa sendiri bukan hafalan.
Kegiatan selanjutnya adalah peneliti mempersilahkan siswa untuk
berkumpul dengan kelompoknya kemudian memilih tempat yang mereka suka
untuk belajar membawakan dongeng bersama temannya. Peneliti memantau
aktivitas masing-masing kelompok tersebut secara bergantian. Disamping
memantau peneliti juga melatih siswa untuk memahami dongeng tersebut
bukan menghafalkan, dan menyampaikan dongeng tersebut dengan bahasa
mereka sendiri. Peneliti juga seringkali mengajak siswa untuk belajar
menyesuaikan intonasi suara dalam dongeng mereka, memvariasi suara tokoh-
tokohnya, dan mengekspresikan dongengnya.


Siklus 2 pertemuan ke-2 dan ke-3
Siklus 2 pertemuan ke-2 dan ke-3 dilaksanakan pada tanggal 21 dan 23
Maret 2009. Kegiatan pembelajaran pada siklus 2 pertemuan ke-2 dan ke-3 ini
adalah mengevaluasi kemampuan mendongeng siswa. Pada awal kegiatan
pembelajaran, setelah mengucapkan salam, secara singkat peneliti
memberitahukan kegiatan pembelajaran hari itu. Kegiatan pembelajaran hari
itu adalah evaluasi pada siklus 2. Langkah-langkah evaluasi pada siklus 2
sebagaimana evaluasi pada siklus 1 yaitu peneiti memanggil seorang siswa
dari tiap-tiap kelompok untuk membawakan dongeng di depan kelas.
Sedangkan siswa yang belum mendapat giliran mendongeng belajar
mendongeng di luar kelas bersama kelompoknya masing-masing. Agar siswa
yang berada diluar kelas tersebut lebih kondusif maka guru meminta ketua
kelompok untuk memantau anggotanya. Anggota yang tidak mau belajar serta
ramai sendiri akan dicatat dan dilaporkan pada peneliti.
Seringkali disela-sela siswa membawakan dongeng, peneliti mengatakan,
"coba diekspresikan". Atau bertanya, "bagaimana ekspresinya?" hal itu
dilakukan peneliti untuk merangsang ekspresi siswa. Setelah evaluasi
mendongeng pada siklus pertama selesai maka peneliti menyampaikan hasil
evaluasi tersebut kepada siswa, bukan berupa nilai akan tetapi kemajuan yang
dicapai siswa pada pembelajaran siklus kedua.



c. Observasi
Pada awal kegiatan pembelajaran, setelah guru mengucapkan salam guru
memberikan sebuah tebak-tebakan singkat. Tebak-tebakan singkat itu
diberikan peneliti untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Mendengar
tebakan yang diberikan peneliti, terlihat siswa sangat antusias dalam
menjawab tebakan itu. Jawaban siswa bermacam-macam dan seringkali
terdengar jawaban yang lucu hingga membuat siswa-siswa yang lain tertawa.
Setelah dirasa siswa cukup semangat dalam mengikuti pelajaran, peneliti
mulai menjelaskan kegiatan pembelajaran hari itu. Kembali peneliti
menjelaskan secara singkat bagaimana cara menyesuaikan intonasi suara,
memvariasi suara, dan mengekspresikan dongeng yang dibawakannya.
Peneliti: "Anak-anak, kemarin ibu melihat ada beberapa orang dari teman
kalian yang ketika mendongeng datar-datar saja. Sama sekali ibu
tidak menjumpai adanya intonasi suara, variasi suara, dan ekspresi
ketika membawakan dongeng. Sekarang ibu bertanya, pada dongeng
Legenda Situ Bagendit terdapat kalimat, 'Amboi...banyak sekali
kekayaanku!' kalimat itu menunjukkan Situ Bagendit mengagumi
kekayaannya sendiri. Nah menurut kalian bagaimana cara yang tepat
mengucapkan kalimat itu?"
Siswa1: (Secara spontan siswa menjawab dengan intonasi suara yang
ditinggikan) "Amboii..banyak sekali kekayaanku!"
Peneliti: "Bagus, nah seperti itu yang ibu mau. Anak-anak, kalimat itu akan
lebih bagus bila ditambah dengan sebuah ekspresi yang sesuai.
Sekarang siapa yang berani mengekspresikan kalimat singkat
tersebut?"
Siswa : (Diam)
Peneliti: "Yang berani akan saya beri sesuatu!"
Siswa2: "Apa Bu?"
Peneliti: " Rahasia, pokoknya ada."
Siswa2: "Saya Bu!"
Peneliti: "Ya, silahkan!"
Siswa2:"Amboii...banyak sekali kekayaanku!" (Siswa berusaha
mengekspresikan kalimat tersebut meski belum begitu sempurna,
siswa lain yang melihatnya tertawa)
Peneliti: (Ikut tertawa melihat ekspresi siswa yang masih terlihat agak
canggung, tapi kemudian memberikan pujian) "Bagus, siapa lagi
yang berani?"

Kemudian terdapat beberapa orang siswa yang juga mencoba untuk
mengekspresikan kalimat tersebut. Peneliti memberikan tanggapan singkat
pada ekspresi siswa tersebut, dan memberi mereka hadiah sebuah permen bagi
yang sudah berani mengekspresikan kalimat tersebut.
Peneliti: "Nah, seperti itulah yang ibu harapkan. Begitu juga pada kalimat-
kalimat lain di cerita kalian. Kalu dalam kalimat itu menunjukkan
rasa marah, beri ekspresi orang yang sedang marah. Kalau dalam
kalimat itu menunjukkan ekspresi orang sedih, tunjukkan ekspresi
orang yang sedang sedih. Sampai di sini, ada pertanyaan?"
Siswa : (Diam)


Karena tidak ada yang bertanya, maka peneliti menganggap siswa-siswa
sudah mengerti apa yang disampaiakan peneliti. Kegiatan selanjutnya adalah
peneliti mempersilahkan siswa untuk berkumpul bersama kelompoknya
kemudian dipersilahkan untuk memilih tempat belajar yang mereka suka.
Siswa terlihat antusias ketika disuruh berkumpul bersama kelompoknya dan
memilih tempat belajar yang mereka suka. Setelah masing-masing kelompok
menentukan tempat yang mereka suka, maka peneliti mulai mendatangi
kelompok-kelompok tersebut satu per satu untuk memantau belajar siswa.
102

Misalnya pada kelompok dongeng Nyi Bungsu Rang-Rang peneliti
mengatakan
Peneliti: "Anak-anak, sekarang kalian lihat pada paragraf kedua pada kalimat
'Tuan! Tuan! Belilah ikan segar hamba! Ikan ini besar-besar dan
berdaging! Mari! Mari!' seru Rangga sambil sesekali tersenyum. Nah
siapa yang bisa mengekspresikannya?

102
Gambar (10), Peneliti Memantau Belajar Tiap-tiap Kelompok Dongeng, hlm. 270
Fatkul: "Tuan, tuan! Mari, mari! Belilah ikan ini!" (kata Fatkul seolah-olah
memegang ikatan ikan ditangan)
Peneliti: "Bagus, siapa lagi yang bisa?"

Peneliti kemudian menyuruh siswa untuk menutup kertas mereka dan
menyuruh beberapa orang siswa yang pada siklus pertama masih terlihat
kurang kemampuan mendongengnya untuk menceritakan ulang dongeng
tersebut. Hal itu dimaksudkan peneliti untuk melatih siswa membawakan
dongeng dengan bahasanya sendiri bukan dengan hafalan. Peneliti juga
memantau kelompok dongeng yang lain sebagaimana yang dilakukan pada
kelompok dongeng Lukisan Nelayan yang Jujur.
Pada akhir pertemuan ke-1 siklus 2, peneliti kembali menekankan agar
dongeng tersebut tidak dihafal melainkan cukup difahami. Peneliti juga
berpesan agar siswa menceritakan dongeng dengan bahasa mereka sendiri
bukan hasil dari hafalan, hal itu dimaksudkan agar mereka tidak kesulitan
dalam membawakan dongeng.
Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara dan berekspresi siswa
kelas V pada siklus 2 bila dilihat dari segi:
a. Keruntutan dongeng
Keruntutan mendongeng siswa pada siklus 2 sudah jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan pre tes dan siklus 1. Pada siklus 2 sebagian besar siswa
sudah dapat mendongeng dengan runtut sesuai dengan kronologis cerita.
Peneliti sudah tidak menemukan lagi siswa yang ketika mendongeng
kronologisnya terbalik sebagaimana yang terjadi pada siklus 1 meskipun dari
segi kelengkapan cerita sebagian besar siswa terlihat masih kurang karena ada
beberapa bagian dari cerita yang terkadang tidak diceritakan.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari
segi keruntutan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Keruntutan NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang runtut 73 - TT
2 Miftahul Huda Kurang runtut 75 T -
3 Adam Prasetyo Kurang runtut 78 T -
4 Devi Nur B Kurang runtut 70 - TT
5 Tonny Dennys Kurang runtut 75 T -
6 M. Ridho Akbar Kurang runtut 75 T -
7 Bagus Syarifudin Kurang runtut 75 T -
8 M. Yusuf A. Kurang runtut 73 - TT
9 Diah Ayu N. Runtut 87 T -
10 Winda Retnani Runtut 85 T -
11 M. Dimas Putra Kurang runtut 75 T -
12 Andhi Galih Runtut 80 T -
13 M. Rochim Dwi J Kurang runtut 75 T -
14 Nadya Amuda Runtut 85 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang runtut 73 - TT
16 M. Iqbal Ismail Runtut 87 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang runtut 73 - TT
18 Daisy Amalia Sangat runtut 90 T -
19 Risky N. Fandi Kurang runtut 75 T -
20 Khusnul Kh Kurang runtut 70 T -
21 Ahlil Firdaus Runtut 85 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang runtut 70 - TT
23 Diah Lutfiani Sangat runtut 90 T -
24 Ariza Zulfi P Runtut 87 T -
25 Zaim I Kurang runtut 73 - TT
26 Ilham Yahya Kurang runtut 75 T -
27 Fakhry Husein Kurang runtut 73 - TT
28 M. Ghufron Runtut 82 T -
29 Fatkul N Runtut 85 T -
30 A. Ch. Yahya Runtut 85 T -
31 S. Dwi Intan Kurang runtut 78 T -
32 M. Rizky Kurang runtut 75 T -
33 M. Subhan Kurang runtut 75 T -
34 Ulum Nabila Runtut 88 T -
35 N. Asy Syafa Runtut 87 T -
Nilai 2757
Nilai Rata-Rata 78, 8
T 27
TT 8
sangat tidak runtut -
tidak runtut -
kurang runtut 21
runtut 12
sangat runtut 2
% ketuntasan keruntutan
berbicara
77, 1%

Tabel (14). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Keruntutan

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari segi keruntutan adalah sebesar 78,8
sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 77,1%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 27 siswa,
sedang 8 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh
siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari segi keruntutan, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
runtut dan tidak runtut dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 21 orang
siswa mendapat predikat kurang runtut, 12 orang siswa mendapat predikat
runtut, dan 2 orang siswa yang mendapat predikat sangat runtut.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2
seacara klasikal masih belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan,
sedang secara individual terdapat beberapa orang siswa yang masih belum
tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang
ditetapkan). Dari segi keruntutan sebagian besar siswa masih belum mencapai
predikat runtut. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal
yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3.
b. Kelancaran dongeng
Pada siklus 2 kelancaran mendongeng siswa sudah terlihat lebih baik bila
dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Pada siklus 2 sudah tidak
ditemukan lagi siswa yang hanya diam ketika disuruh mendongeng
sebagaimana yang terjadi pada siklus 1. Mereka berusaha mendongeng
meskipun seringkali terputus-putus dan terjadi pengulangan kata. Frekuensi
siswa yang pada saat mendongeng sering terputus-putus dan sering terjadi
banyak pengulangan kata pun juga lebih sedikit bila dibandingkan dengan
pada saat pre tes dan siklus 1.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari
segi kelancaran mendongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Kelancaran NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang lancar 75 T -
2 Miftahul Huda Kurang lancar 75 T -
3 Adam Prasetyo Kurang lancar 77 T -
4 Devi Nur B Kurang lancar 75 T -
5 Tonny Dennys Kurang lancar 73 - TT
6 M. Ridho Akbar Kurang lancar 75 T -
7 Bagus Syarifudin Kurang lancar 73 - TT
8 M. Yusuf A. Kurang lancar 76 T -
9 Diah Ayu N. Lancar 85 T -
10 Winda Retnani Kurang lancar 78 T -
11 M. Dimas Putra Kurang lancar 77 T -
12 Andhi Galih Kurang lancar 75 T -
13 M. Rochim Dwi J Kurang lancar 73 - TT
14 Nadya Amuda Lancar 85 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang lancar 75 T -
16 M. Iqbal Ismail Lancar 85 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang lancar 73 - TT
18 Daisy Amalia Sangat lancar 90 T -
19 Risky N. Fandi Kurang lancar 77 T -
20 Khusnul Kh Kurang lancar 70 - TT
21 Ahlil Firdaus Lancar 85 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang lancar 73 - TT
23 Diah Lutfiani Lancar 85 T -
24 Ariza Zulfi P Lancar 85 T -
25 Zaim I Kurang lancar 73 - TT
26 Ilham Yahya Kurang lancar 73 - TT
27 Fakhry Husein Kurang lancar 75 T -
28 M. Ghufron Lancar 80 T -
29 Fatkul N Lancar 85 T -
30 A. Ch. Yahya Lancar 80 T -
31 S. Dwi Intan Kurang lancar 75 T -
32 M. Rizky Kurang lancar 73 - TT
33 M. Subhan Kurang lancar 73 - TT
34 Ulum Nabila Lancar 83 T -
35 N. Asy Syafa Lancar 85 T -
Nilai 2725
Nilai Rata-Rata 77, 9
T 25
TT 10
sangat tidak lancar -
tidak lancar -
kurang lancar 23
lancar 11
sangat lancar 1
% ketuntasan kelancaran
berbicara
71, 4%

Tabel (15). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Kelancaran

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali)
70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari segi kelancaran adalah sebesar 77,9
sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar 71,4%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara
individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 25
siswa, sedang 10 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang
diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari segi kelancaran, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
lancar dan tidak lancar dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 23 orang
siswa mendapat predikat kurang lancar, 11 orang siswa mendapat predikat
lancar, dan 1 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat lancar dalam
berbicara.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2
seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual terdapat beberapa siswa yang masih belum tuntas dalam
belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari
segi kelancaran terdapat sebagian siswa yang masih belum mencapai predikat
lancar. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3.
c. Kejelasan suara (artikulasi suara)
Pada siklus 2 kejelasan suara siswa dalam membawakan dongeng sudah
lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Sebagian siswa
sudah mulai berani membawakan dongeng dengan suara yang keras meskipun
terkadang masih terlalu cepat ketika membawakan dongeng.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari
segi kejelasan suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang jelas 75 T -
2 Miftahul Huda Kurang jelas 75 T -
3 Adam Prasetyo Kurang jelas 75 T -
4 Devi Nur B Jelas 80 T -
5 Tonny Dennys Kurang jelas 70 - TT
6 M. Ridho Akbar Kurang jelas 75 T -
7 Bagus Syarifudin Jelas 80 T -
8 M. Yusuf A. Kurang jelas 75 T -
9 Diah Ayu N. Jelas 85 T -
10 Winda Retnani Jelas 85 T -
11 M. Dimas Putra Kurang jelas 75 T -
12 Andhi Galih Kurang jelas 75 T -
13 M. Rochim Dwi J Jelas 75 T -
14 Nadya Amuda Jelas 80 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang jelas 70 - TT
16 M. Iqbal Ismail Jelas 85 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang jelas 75 T -
18 Daisy Amalia Sangat Jelas 95 T -
19 Risky N. Fandi Kurang jelas 78 T -
20 Khusnul Kh Kurang jelas 70 - TT
21 Ahlil Firdaus Jelas 80 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang jelas 70 - TT
23 Diah Lutfiani Jelas 85 T -
24 Ariza Zulfi P Jelas 80 T -
25 Zaim I Kurang jelas 70 - TT
26 Ilham Yahya Kurang jelas 75 T -
27 Fakhry Husein Kurang jelas 75 T -
28 M. Ghufron Jelas 80 T -
29 Fatkul N Jelas 85 T -
30 A. Ch. Yahya Jelas 85 T -
31 S. Dwi Intan Kurang jelas 75 T -
32 M. Rizky Kurang jelas 75 T -
33 M. Subhan Kurang jelas 70 - TT
34 Ulum Nabila Jelas 87 T -
35 N. Asy Syafa Jelas 85 T -
Nilai 2725
Nilai Rata-Rata 77, 9
T 29
TT 6
sangat tidak jelas -
tidak jelas -
kurang jelas 19
jelas 15
sangat jelas 1
% ketuntasan artikulasi
suara
82, 9%

Tabel (16). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Kejelasan
Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari kejelasan suara (artikulasi suara)
adalah sebesar 77,9 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar
82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara
individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 29
siswa, sedang 6 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang
diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari segi kejelasan suara, siswa yang mendapat predikat sangat
tidak jelas dan tidak jelas dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 19 orang
siswa mendapat predikat kurang jelas, 15 orang siswa mendapat predikat jelas,
dan 1 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat jelas dalam berbicara.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2
seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual masih terdapat beberapa orang siswa yang masih belum
tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang
ditetapkan). Dari segi kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum
mencapai predikat jelas. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas
minimal yang diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada
siklus 3.
d. Intonasi suara
Kemampuan siswa dalam meyesuiakan intonasi sura pada siklus 2 sudah
terlihat lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Pada
siklus 2 siswa sudah mulai bisa menyesuaikan intonasi suara pada kalimat-
kalimat tertentu yang sangat terlihat membutuhkan tekanan suara. Misalnya
pada dongeng Legenda Situ Bagendit pada kalimat
"Amboi, kekayanku banyak sekali! Hihihi, akulah orang yang
terkaya di desa ini!" (intonasi suara tinggi) kata wanita muda itu seraya
memandangi emas dan permata miliknya.

Dan pada kalimat
"Hai, Bagenda Endit terimalah hukuman dariku!" kata kakek itu dengan
lantang.

Demikian juga pada dongeng Lukisan Nelayan yang Jujur pada kalimat
"Tuan! Tuan! Belilah ikan segar hamba! Ikan ini besar-besar dan
berdaging! Mari! Mari!" (Intonasi suara agak tinggi seperti orang
menawarkan barang) seru Rangga sambil sesekali tersenyum.

Dan pada dongeng Nyi Bungsu Rang-Rang pada kalimat
Ikan itu akan muncul ke permukaan bila dia memanggil,
"LeungliLeungli(intonasi suara seperti orang memanggil-manggil)"

Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari
intonasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Intonasi Suara NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang sesuai 70 - TT
2 Miftahul Huda Kurang sesuai 70 - TT
3 Adam Prasetyo Kurang sesuai 75 T -
4 Devi Nur B Kurang sesuai 70 - TT
5 Tonny Dennys Kurang sesuai 70 - TT
6 M. Ridho Akbar Kurang sesuai 70 - TT
7 Bagus Syarifudin Kurang sesuai 75 T -
8 M. Yusuf A. Kurang sesuai 70 - TT
9 Diah Ayu N. Sesuai 80 T -
10 Winda Retnani Sesuai 85 T -
11 M. Dimas Putra Kurang sesuai 75 T -
12 Andhi Galih Kurang sesuai 75 T -
13 M. Rochim Dwi J Kurang sesuai 70 - TT
14 Nadya Amuda Kurang sesuai 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang sesuai 75 T -
16 M. Iqbal Ismail Kurang sesuai 78 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang sesuai 70 - TT
18 Daisy Amalia Sangat sesuai 90 T -
19 Risky N. Fandi Kurang sesuai 75 T -
20 Khusnul Kh Kurang sesuai 70 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang sesuai 75 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang sesuai 65 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang sesuai 85 T -
24 Ariza Zulfi P Sesuai 80 T -
25 Zaim I Kurang sesuai 70 - TT
26 Ilham Yahya Kurang sesuai 70 - TT
27 Fakhry Husein Kurang sesuai 70 - TT
28 M. Ghufron Sesuai 80 T -
29 Fatkul N Sesuai 80 T -
30 A. Ch. Yahya Sesuai 80 T -
31 S. Dwi Intan Kurang sesuai 75 T -
32 M. Rizky Kurang sesuai 70 - TT
33 M. Subhan Kurang sesuai 70 - TT
34 Ulum Nabila Sesuai 80 T -
35 N. Asy Syafa Sesuai 80 T -
Nilai 2628
Nilai Rata-Rata 75
T 20
TT 15
sangat tidak sesuai -
tidak sesuai -
kurang sesuai 26
sesuai 8
sangat sesuai 1
% ketuntasan intonasi suara 57, 1%
Tabel (17). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Intonasi
Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara )
60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali)
70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali)
80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali)
90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 75
sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 57,1%. Prosentase
ketuntasan tersebut masih masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 20 siswa,
sedang 15 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh
siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari intonasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
sesuai dan tidak sesuai dalam menempatkan intonasi suara sudah tidak ada
(kosong), 26 siswa mendapat predikat kurang sesuai, 8 orang siswa mendapat
predikat sesuai, dan 1 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat sesuai
dalam menempatkan intonasi suara.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2
seacara klasikal masih belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan,
sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam
belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari
segi kejelasan suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat
sesuai. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3.
e. Variasi suara
Pada siklus 2 terdapat beberapa siswa yang sudah mulai bisa memvariasi
suara meski hanya satu atau dua tokoh saja. Misalnya pada dongeng Legenda
Situ Bagendit, siswa sudah bisa memvariasi antara tokoh Bagenda Endit
dengan suara kakek tua.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 2 bila dilihat dari
variasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Variasi Suara NA T TT
1 Muhlis Susilo Tidak bervariasi 65 - TT
2 Miftahul Huda Kurang bervariasi 70 - TT
3 Adam Prasetyo Kurang bervariasi 70 - TT
4 Devi Nur B Tidak bervariasi 65 - TT
5 Tonny Dennys Kurang bervariasi 70 - TT
6 M. Ridho Akbar Kurang bervariasi 75 T -
7 Bagus Syarifudin Kurang bervariasi 75 T -
8 M. Yusuf A. Kurang bervariasi 70 - TT
9 Diah Ayu N. Kurang bervariasi 77 T -
10 Winda Retnani Kurang bervariasi 75 T -
11 M. Dimas Putra Kurang bervariasi 70 - TT
12 Andhi Galih Kurang bervariasi 70 - TT
13 M. Rochim Dwi J Tidak bervariasi 60 - TT
14 Nadya Amuda Kurang bervariasi 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang bervariasi 70 - TT
16 M. Iqbal Ismail Kurang bervariasi 75 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang bervariasi 70 - TT
18 Daisy Amalia Bervariasi 85 T -
19 Risky N. Fandi Kurang bervariasi 70 - TT
20 Khusnul Kh Tidak bervariasi 60 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang bervariasi 70 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak bervariasi 60 - TT
23 Diah Lutfiani Kurang bervariasi 80 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang bervariasi 78 T -
25 Zaim I Tidak bervariasi 65 - TT
26 Ilham Yahya Tidak bervariasi 65 - TT
27 Fakhry Husein Tidak bervariasi 65 - TT
28 M. Ghufron Kurang bervariasi 78 T -
29 Fatkul N Kurang bervariasi 75 T -
30 A. Ch. Yahya Kurang bervariasi 75 T -
31 S. Dwi Intan Kurang bervariasi 70 - TT
32 M. Rizky Kurang bervariasi 70 - TT
33 M. Subhan Kurang bervariasi 70 - TT
34 Ulum Nabila Kurang bervariasi 75 T -
35 N. Asy Syafa Kurang bervariasi 75 T -
Nilai 2488
Nilai Rata-Rata 71
T 14
TT 21
sangat tidak bervariasi -
tidak bervariasi 8
kurang bervariasi 26
bervariasi 1
sangat bervariasi -
% variasi suara 40%
Tabel (18). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 2 dari Segi Variasi Suara


Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara)
60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara)
70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara)
80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi)
90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 2 dilihat dari variasi suara adalah sebesar 71
sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 40%. Prosentase
ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara
klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang
tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 14 siswa, sedang 21 siswa
lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di
bawah 75).
Dilihat dari variasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
bervariasi sudah tidak ada, 8 orang siswa mendapat predikat tidak bervariasi,
26 orang siswa mendapat predikat kurang bervariasi, dan 1 orang siswa yang
sudah mendapat predikat sangat bervariasi dalam menempatkan suara tokoh-
tokoh dalam dongeng.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2
seacara klasikal masih belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan,
sedang secara individual sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam
belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari
segi variasi suara sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat
bervariasi. Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3.
f. Ekspresi
Pada siklus dua kemampuan ekspresi siswa sudah terlihat lebih baik bila
dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1. Pada siklus 2 sebagian
siswa sudah mulai berani untuk berekspresi meski ekspresi itu terkadang
kurang tepat dan masih agak terlihat malu-malu.
Berikut ini adalah gambar ekspresi salah seorang siswa saat membawakan
dongeng pada siklus II:

Gambar (4)
Ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus II


Pada siklus II terlihat kemampuan berekspresi siswa yang semakin
meningkat. Dari gambar tersebut terlihat siswa lebih berani dalam
mengekspresikan dongeng yang dibawakannya.
Hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa pada siklus 2 dapat dilihat
pada tabel berikut ini:

No Nama Ekspresi Cerita NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang ekspresif 70 - TT
2 Miftahul Huda Kurang ekspresif 75 T -
3 Adam Prasetyo Kurang ekspresif 75 T -
4 Devi Nur B Tidak ekspresif 65 - TT
5 Tonny Dennys Kurang ekspresif 70 - TT
6 M. Ridho Akbar Kurang ekspresif 78 T -
7 Bagus Syarifudin Kurang ekspresif 75 T -
8 M. Yusuf A. Kurang ekspresif 70 - TT
9 Diah Ayu N. Ekspresif 80 T -
10 Winda Retnani Ekspresif 80 T -
11 M. Dimas Putra Kurang ekspresif 70 - TT
12 Andhi Galih Kurang ekspresif 70 - TT
13 M. Rochim Dwi J Kurang ekspresif 70 - TT
14 Nadya Amuda Kurang ekspresif 78 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang ekspresif 70 - TT
16 M. Iqbal Ismail Ekspresif 80 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang ekspresif 70 - TT
18 Daisy Amalia Sangat ekspresif 90 T -
19 Risky N. Fandi Tidak ekspresif 70 - TT
20 Khusnul Kh Tidak ekspresif 65 - TT
21 Ahlil Firdaus Kurang ekspresif 70 - TT
22 Rizky Firhan Ali Tidak ekspresif 65 - TT
23 Diah Lutfiani Ekspresif 85 T -
24 Ariza Zulfi P Ekspresif 80 T -
25 Zaim I Kurang ekspresif 70 - TT
26 Ilham Yahya Kurang ekspresif 70 - TT
27 Fakhry Husein Kurang ekspresif 70 - TT
28 M. Ghufron Ekspresif 80 T -
29 Fatkul N Kurang ekspresif 75 T -
30 A. Ch. Yahya Ekspresif 80 T -
31 S. Dwi Intan Kurang ekspresif 70 - TT
32 M. Rizky Kurang ekspresif 70 - TT
33 M. Subhan Kurang ekspresif 70 - TT
34 Ulum Nabila Ekspresif 80 T -
35 N. Asy Syafa Ekspresif 85 T -
Nilai 2591
Nilai Rata-Rata 74
T 16
TT 19
sangat tidak ekspresif -
tidak ekspresif 4
kurang ekspresif 21
ekspresif 9
sangat ekspresif 1
% ekspresif cerita 45, 7%
Tabel (19). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 2

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi)
60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi)
70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi)
80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi)
90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)


Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berekspresi siswa pada siklus 2 adalah sebesar 74 sedangkan prosentase
ketuntasan ekspresi siswa sebesar 45,7%. Prosentase ketuntasan tersebut
masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang
ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar
(mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 16 siswa, sedang 19 siswa lainnya masih
dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari kemampuan berekspresi, siswa yang mendapat predikat sangat
tidak ekspresif dalam membawakan dongeng sudah tidak ada, 4 orang siswa
mendapat predikat tidak ekspresif, 21 orang siswa mendapat predikat kurang
ekspresif, 1 orang siswa mendapat predikat ekspresif, dan 1 orang siswa yang
telah mendapat predikat sangat ekspresif dalam membawakan dongeng.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2
seacara klasikal belum mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan, sedang
secara individual sebagian siswa masih belum tuntas dalam belajar (belum
mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan). Dari segi kemampuan
berekspresi sebagian besar siswa masih belum mencapai predikat ekspresif.
Karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang
diharapkan sehingga tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3.


g. Keterpaduan antara dongeng dengan gambar
Pada siklus 2 kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan
dongeng yang dibawakannya sudah lebih baik bila dibandingkan dengan
siklus 1. Pada siklus 2 hampir semua siswa sudah mampu memfungsikan
gambar seri yang disediakan, meskipun mereka hanya sekedar membuka
gambar tersebut sesuai dengan urutan cerita.
Hasil evaluasi kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan
dongeng yang dibawakannya pada siklus 2 dapat dilihat pada tabel berkut ini:
No Nama Keterpaduan NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang padu 70 - TT
2 Miftahul Huda Kurang padu 75 T -
3 Adam Prasetyo Kurang padu 75 T -
4 Devi Nur B Kurang padu 75 T -
5 Tonny Dennys Kurang padu 75 T -
6 M. Ridho Akbar Kurang padu 75 T -
7 Bagus Syarifudin Kurang padu 75 T -
8 M. Yusuf A. Kurang padu 75 T -
9 Diah Ayu N. Padu 80 T -
10 Winda Retnani Kurang padu 78 T -
11 M. Dimas Putra Kurang padu 75 T --
12 Andhi Galih Kurang padu 75 T -
13 M. Rochim Dwi J Kurang padu 75 T -
14 Nadya Amuda Kurang padu 75 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang padu 70 - TT
16 M. Iqbal Ismail Padu 80 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang padu 75 T -
18 Daisy Amalia Padu 80 T -
19 Risky N. Fandi Kurang padu 75 T -
20 Khusnul Kh Kurang padu 70 - TT
21 Ahlil Firdaus Padu 80 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang padu 70 - TT
23 Diah Lutfiani Padu 80 T -
24 Ariza Zulfi P Kurang padu 75 T -
25 Zaim I Kurang padu 70 - TT
26 Ilham Yahya Kurang padu 70 - TT
27 Fakhry Husein Kurang padu 75 T -
28 M. Ghufron Padu 80 T -
29 Fatkul N Padu 80 T -
30 A. Ch. Yahya Padu 80 T -
31 S. Dwi Intan Kurang padu 75 T -
32 M. Rizky Kurang padu 75 T -
33 M. Subhan Kurang padu 75 T -
34 Ulum Nabila Padu 80 T -
35 N. Asy Syafa Padu 80 T -
Nilai 2648
Nilai Rata-Rata 75, 7
T 29
TT 6
sangat tidak padu -
tidak padu -
kurang padu 25
padu 10
sangat padu -
% ketuntasan keterpaduan
cerita dan gambar
82, 9%

Tabel (20). Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dan Gambar pada
Siklus 2

Keterangan:
50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak mengfungsikan media
gambar)
60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi tidak sesuai
dengan jalan cerita)
70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar sekedarnya)
80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar)
90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar, seringkali pendongeng
menunjuk gambar untuk memperjelas cerita)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa
dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 2 adalah
sebesar 75,7 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan cerita dan gambar
sebesar 82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih masih belum mencapai
batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar
85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas)
sebanyak 29 siswa, sedang 6 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas
(nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75).
Dilihat dari keterpaduan dongeng dengan gambar, siswa yang mendapat
predikat sangat tidak padu dan tidak padu adalah 0 (tidak ada), 25 orang siswa
mendapat predikat kurang padu, 10 orang siswa mendapat predikat padu, dan
masih belum ada siswa yang mendapat predikat sangat padu.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 2
seacara klasikal masih belum memenuhi angka keberhasilan yang ditetapkan,
sedang secara individual terdapat beberapa orang siswa yang masih belum
tuntas dalam belajar (belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang
ditetapkan). Dari segi keterpaduan antara dongeng dengan gambar sebagian
besar siswa masih belum mencapai predikat bervariasi. Karena hasil yang
dicapai belum sesuai dengan batas minimal yang diharapkan sehingga
tindakan penelitian perlu dilanjutkan pada siklus 3.
d. Refleksi
Penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam
seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi pada siklus 2
berjalan sesuai dengan rencana. Dari kegiatan pembelajaran pada siklus 2
dapat disimpulkan bahwa:
1. Tebak-tebakan singkat yang diberikan peneliti pada awal kegiatan
pembelajaran mampu membangkitkan kembali motivasi belajar siswa. Hal
itu terlihat dari keantusiasan siswa dalam menjawab tebakan peneliti.
2. Siswa sudah mulai berani untuk mengekspresikan dongeng dihadapan
teman-temannya meskipun belum sempurna atau maksimal.
3. Pendampingan secara khusus dan pemberian contoh mendongeng secara
lesan dan terperinci lebih mudah ditangkap siswa dari pada siswa hanya
ditugasi membaca dongeng kemudian disuruh mencoba mengekspresikan
sendiri.
4. Siswa belajar untuk memahami dongeng bukan menghafal dongeng. Hal
itu terlihat dari segi keruntutan dan kelancaran siswa dalam membawakan
dongeng.
5. Siswa sudah mulai bisa menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara
tokoh-tokohnya, dan mengekspresikan dongengnya meski belum
maksimal dan masih terlihat canggung.
6. Secara umum kemampuan mendongeng siswa pada siklus 2 terlihat jauh
lebih baik bila bila dibandingkan dengan pada saat pre tes dan siklus 1.
Hal itu terlihat dari meningkatnya keberanian dan kemampuan siswa
dalam membawakan dongeng.
7. Dari beberapa kriteria penilaian yang ditentukan peneliti untuk mengukur
keberhasilan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri, kemampuan memvariasi suara masih menduduki
peringkat yang terendah.
3. Siklus 3
a. Perencanaan
Pelaksanaan tindakan serta hasil yang dicapai dalam siklus 2 menjadi
acuan bagi pelaksanaan siklus 3. Setelah dilakukan refleksi, terlihat bahwa
kemampuan mendongeng siswa pada siklus ketiga mengalami peningkatan
yang cukup tinggi dibandingkan dengan siklus 1. Pemberian motivasi agar
siswa tampil lebih berani dan pendampingan secara khusus pada tiap
kelompok terbukti mampu meningkatkan kemampuan mendongeng siswa.
Meskipun demikian kemampuan mendongeng siswa masih belum mencapai
kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan baik secara individual maupun
secara klasikal. Dua tindakan di atas akan menjadi acuan peneliti bagi
pelaksanaan siklus 3. Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan
peneliti pada siklus 3 adalah:
1. Membuat RPP (Rencana Pelaksana Pembelajaran)
2. Menentukan target yang akan dicapai. Adapaun target yang akan dicapai
siswa dalam siklus III adalah:
a. Siswa lebih berani dalam membawakan dongeng.
b. Siswa lebih mampu mendongeng dengan lebih baik dari siklus II
(kriteria baik dilihat dari kemampuan siswa mendongeng dengan
runtut dan lancar, kemampuan menyesuaikan intonasi suara dan
memvariasi suara, kemampuan dalam mengucapkan lafal dengan tepat
dan jelas, kemampuan menyesuaikan dongeng dengan media, serta
kemampuan siswa mengekspresikan dongeng yang dibawakannya).
c. Hasil belajar sebagian besar siswa mencapai kriteria ketuntasan
minimal.
d. Siswa mampu memahami unsur-unsur intrinsik dongeng yang
dibawakan temannya. Unsur-unsur intrinsik dongeng tersebut
sebagaimana terlampir dalam kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas V SD/MI pada aspek mendengarkan yaitu tentang
tema, amanat, latar, serta tokoh-tokoh dalam dongeng. Penilaian ini
dilakukan peneliti untuk mengetahui sejauh mana siswa (audien)
memahami dongeng yang dibawakan temannya, karena semakin bagus
seseorang dalam membawakan dongeng maka semakin tinggi tingkat
kefahaman audien terhadap dongeng tersebut.
5. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran
tersebut
6. Peneliti mempersiapkan alat observasi sebagai alat pengukur kreativitas,
keantusiasan, ketertarikan, serta tingkat keberhasilan yang dicapai siswa
pada pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode
mendongeng.
7. Peneliti menyiapkan reward bagi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap
kelompok.
Langkah 1
Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa
serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa.
Tiap-tiap kelompok saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang
bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Guru
memantau diskusi tiap-tiap kelompok serta membetulkan apabila ada
siswa yang ketika belajar menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara,
dan mengekspresikan cerita terlihat kurang tepat.
Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut
digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok
yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk
membawakan dongeng.

Langkah 2
Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara
bergantian untuk membawakan dongeng.
Guru mengumumkan siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam
membawakan dongeng.
Siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap
kelompok mendongeng dihadapan temannya.
Siswa menyimak dongeng temannya dan memberi penilaian bagi
pendongeng untuk menentukan pendongeng yang terbaik diantara empat
pendongeng.
Setiap kali siswa selesai mendongeng, guru memberikan pertanyaan
tentang unsur-unsur intrinsik dongeng bagi siswa yang menyimak
dongeng temannya. Pertanyaan tersebut untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan temannya.
Langkah 3
Evaluasi bersama
Siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam membawakan dongeng
mendapat reward dari guru. Reward tersebut diurutkan dari pendongeng
terbaik pertama sampai pendongeng terbaik keempat.

b. Pelaksanaan
Siklus 3 dilaksanakan pada tanggal 25, 28, 30 Maret, dan 1 Mei 2009.
Siklus 3 ini dibagi menjadi tiga tahap pembelajaran yang terbagi menjadi
empat kali pertemuan. Pertemuan pertama difokuskan untuk kegiatan
pendampingan dan pemantauan belajar kelompok siswa, pertemuan kedua dan
ketiga untuk kegiatan evaluasi kemampuan mendongeng siswa, sedang
pertemuan keempat dilakukan evaluasi secara tertulis. Evaluasi ini diadakan
untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan
temannya.
Siklus 3 pertemuan ke-1
Pelaksanan pembelajaran pada siklus 3 pertemuan ke-1 tidak jauh berbeda
dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 pertemuan ke-1 yaitu fokus
pada kegiatan pemantauan belajar kelompok siswa. Perbedaannya, pada siklus
3 upaya peneliti dalam menumbuhkan keberanian siswa dan peningkatan
kemampuan mendongeng siswa sudah lebih ringan bila dibandingkan dengan
siklus 2. Pada siklus 3 terlihat keberanian siswa dan kemampuan siswa dalam
membawakan dongeng sudah lebih maksimal bila dibandingkan dengan siklus
1 dan 2. Hal itu disebabkan siswa yang semakin terbiasa terlatih untuk
membawakan dongeng di depan umum, selain itu siswa juga semakin
memahami isi dongeng karena seringnya di baca dan seringnya mendengarkan
penjelasan dari peneliti. Ketika belajar bersama teman kelompoknya siswa
terlihat lebih berani mengekspresikan dongengnya dan mengatur intonasi
suaranya sehingga peneliti tidak selalu memberi contoh akan tetapi tinggal
mengarahkan apabila terdapat pemakaian intonasi suara, penempatan variasi
suara, atau pengekspresian dongeng yang kurang tepat.

Siklus 3 pertemuan ke-2 dan ke-3
Siklus 3 pertemuan ke-2 dan ke-3 ini berisi evaluasi belajar secara
individu. Pada siklus 3 ini tampak kemampun siswa dalam membawakan
dongeng sudah lebih baik dibandingkan dari siklus 2 dilihat dari segi
keruntutan dan kelancaran dongeng, kejelasan suara, intonasi suara, variasi
suara, dan keterpaduan antara dongeng dengan gambar. Kemampuan siswa
yang lebih meningkat tersebut dikarenakan siswa yang semakin terbiasa
terlatih untuk membawakan dongeng di depan umum, selain itu siswa juga
semakin memahami isi dongeng karena seringnya di baca dan seringnya
mendengarkan penjelasan dari peneliti.
Siklus 3 pertemuan ke-4
Setelah peneliti menentukan siapakah pendongeng yang terbaik dalam
siklus 3 pertemuan ke-3, pada siklus 3 pertemuan ke-4 ini peneliti meminta
siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap kelompok
untuk membawakan dongeng dihadapan teman-temannya. Peneliti meminta
siswa yang lain untuk menyimak dongeng tersebut karena setiap seorang
siswa selesai membawakan dongeng, peneliti akan memberikan pertanyaan
yang berhubungan dengan dongeng tersebut. Hal itu dilakukan peneliti untuk
mengetahui daya serap (tingkat pemahaman) audien terhadap suatu cerita
apabila cerita tersebut disampaikan dengan metode mendongeng.
Siswa terlihat serius menyimak dongeng temannya, karena disamping
menyimak, peneliti juga meminta siswa untuk menilai dongeng temannya
untuk menentukan pendongeng yang terbaik diantara keempat pendongeng.
Peneliti kemudian memberikan hadiah bagi pendongeng yang terbaik. Pada
akhir pembelajaran peneliti meminta tanggapan siswa terhadap metode
pembelajaran yang telah diterapkan peneliti tersebut.

c. Observasi
Seperti pada pertemuan dua siklus sebelumnya, pada siklus 3 sebagai
pembuka pelajaran setelah salam pembuka peneliti memberikan permainan
singkat untuk mengembalikan motivasi belajar siswa. Setelah siswa terlihat
semangat dalam mengikuti pelajaran, peneliti mulai menjelaskan secara
singkat langkah-langkah pembelajaran hari itu. Siswa sepertinya sudah paham
sehingga mereka segera berkumpul dengan kelompoknya setelah mendapat
intruksi dari guru dan segera menentukan tempat yang mereka senangi untuk
melakukan belajar kelompok.
Dari hasil belajar dua siklus sebelumnya, peneliti dapat melihat siswa yang
terlihat berbakat dalam membawakan dongeng pada tiap-tiap kelompok.
Sehingga, peneliti menunjuk siswa tersebut untuk membantu teman
kelompoknya belajar mendongeng selama peneliti mengawasi kelompok
lainnya. Pada siklus 3 peneliti tidak banyak memberikan contoh secara
langsung cara menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan
mengekspresikan dongeng karena pada siklus 3 nampak kemampuan siswa
dalam membawakan dongeng sudah semakin baik. Begitupun juga keberanian
siswa juga semakin meningkat. Hal itu disebabkan siswa yang semakin
terbiasa terlatih untuk membawakan dongeng di depan umum, selain itu siswa
juga semakin memahami isi dongeng karena seringnya di baca dan seringnya
mendengarkan penjelasan dari peneliti. Ketika belajar bersama teman
kelompoknya siswa terlihat lebih berani mengekspresikan dongengnya dan
mengatur intonasi suaranya sehingga peneliti tidak selalu memberi contoh
akan tetapi tinggal mengarahkan apabila terdapat pemakaian intonasi suara,
penempatan variasi suara, atau pengekspresian dongeng yang kurang tepat.
103

Berikut ini hasil evaluasi kemampuan berbicara dan berekspresi siswa
kelas V pada siklus 3 dilihat dari segi:
a. Keruntutan berbicara
Keruntutan mendongeng siswa pada siklus 3 terlihat lebih baik bila
dibandingkan dengan siklus 2. Pada siklus 3 bisa dikatakan semua siswa sudah
dapat mendongeng dengan runtut sesuai dengan kronologis cerita. Dongeng
yang mereka bawakan juga lebih lengkap, meski belum bisa dikatakan
sempurna. Minimal kelengkapan tersebut sudah dapat menggambarkan jalan
dongeng secara keseluruhan.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari
segi keruntutan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Keruntutan NA T TT
1 Muhlis Susilo Runtut 80 T -
2 Miftahul Huda Runtut 85 T -
3 Adam Prasetyo Runtut 87 T -
4 Devi Nur B Runtut 80 T -
5 Tonny Dennys Runtut 80 T -
6 M. Ridho Akbar Runtut 85 T -
7 Bagus Syarifudin Runtut 85 T -
8 M. Yusuf A. Runtut 85 T -
9 Diah Ayu N. Sangat runtut 95 T -
10 Winda Retnani Sangat runtut 95 T -

103
Gambar (11), Siswa Semakin Berani Belajar Berekspresi, hlm.
11 M. Dimas Putra Runtut 85 T -
12 Andhi Galih Runtut 87 T -
13 M. Rochim Dwi J Runtut 85 T -
14 Nadya Amuda Sangat Runtut 90 T -
15 Rifky M. Ghufron Sangat runtut 80 T -
16 M. Iqbal Ismail Runtut 95 T -
17 Rahmad Cahyono Runtut 83 T -
18 Daisy Amalia Sangat runtut 99 T -
19 Risky N. Fandi Sangat runtut 85 T -
20 Khusnul Kh Kurang runtut 78 T -
21 Ahlil Firdaus Sangat runtut 90 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang runtut 78 T -
23 Diah Lutfiani Sangat runtut 99 T -
24 Ariza Zulfi P Sangat runtut 95 T -
25 Zaim I Runtut 85 T -
26 Ilham Yahya Runtut 85 T -
27 Fakhry Husein Runtut 85 T -
28 M. Ghufron Sangat runtut 90 T -
29 Fatkul N Sangat runtut 90 T -
30 A. Ch. Yahya Sangat runtut 90 T -
31 S. Dwi Intan Runtut 85 T -
32 M. Rizky Runtut 85 T -
33 M. Subhan Runtut 85 T -
34 Ulum Nabila Sangat runtut 93 T -
35 N. Asy Syafa Sangat runtut 90 T -
Nilai 3049
Nilai Rata-Rata 87, 1
T 35
TT 0
sangat tidak runtut -
tidak runtut -
kurang runtut 2
runtut 19
sangat runtut 14
% ketuntasan keruntutan
berbicara
100%

Tabel (21). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Keruntutan

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari segi keruntutan berbicara adalah
sebesar 87,1 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara sebesar
100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 35 siswa,
sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di
bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah
mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual.
Dilihat dari segi keruntutan, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
runtut dan tidak runtut dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 2 orang
siswa mendapat predikat kurang runtut, 12 orang siswa mendapat predikat
runtut, dan 14 orang siswa yang mendapat predikat sangat runtut.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3
telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan
belajar minimal maupun dari segi keruntutan berbicara.
b. Kelancaran berbicara
Kelancaran mendongeng siswa pada siklus 2 terlihat jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan pada saat pre tes, siklus 1, dan siklus 2. Pada siklus 3
frekuensi siswa yang saat mendongeng sering terputus-putus dan sering terjadi
pengulangan kata jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan siklus 2.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari
segi kelancaran mendongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Kelancaran NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang lancar 75 T -
2 Miftahul Huda Lancar 85 T -
3 Adam Prasetyo Lancar 85 T -
4 Devi Nur B Lancar 85 T -
5 Tonny Dennys Lancar 85 T -
6 M. Ridho Akbar Lancar 85 T -
7 Bagus Syarifudin Lancar 87 T -
8 M. Yusuf A. Lancar 85 T -
9 Diah Ayu N. Sangat lancar 90 T -
10 Winda Retnani Sangat lancar 90 T -
11 M. Dimas Putra Lancar 89 T -
12 Andhi Galih Lancar 85 T -
13 M. Rochim Dwi J Lancar 83 T -
14 Nadya Amuda Sangat lancar 90 T -
15 Rifky M. Ghufron Lancar 85 T -
16 M. Iqbal Ismail Sangat lancar 92 T -
17 Rahmad Cahyono Lancar 85 T -
18 Daisy Amalia Sangat lancar 95 T -
19 Risky N. Fandi Lancar 88 T -
20 Khusnul Kh Lancar 83 T -
21 Ahlil Firdaus Sangat lancar 90 T -
22 Rizky Firhan Ali Lancar 85 T -
23 Diah Lutfiani Sangat lancar 95 T -
24 Ariza Zulfi P Sangat lancar 93 T -
25 Zaim I Lancar 85 T -
26 Ilham Yahya Lancar 85 T -
27 Fakhry Husein Lancar 87 T -
28 M. Ghufron Sangat lancar 90 T -
29 Fatkul N Sangat lancar 93 T -
30 A. Ch. Yahya Sangat lancar 90 T -
31 S. Dwi Intan Lancar 85 T -
32 M. Rizky Lancar 85 T -
33 M. Subhan Lancar 85 T -
34 Ulum Nabila Sangat lancar 90 T -
35 N. Asy Syafa Sangat lancar 90 T -
Nilai 3055
Nilai Rata-Rata 87, 3
T 35
TT 0
sangat tidak lancar -
tidak lancar -
kurang lancar 1
lancar 21
sangat lancar 13
% ketuntasan kelancaran
berbicara
100%

Tabel (22). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Kelancaran

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali)
70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari segi kelancaran berbicara adalah
sebesar 87,3 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar
100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 35 siswa,
sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di
bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah
mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual.
Dilihat dari segi kelancaran, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
lancar dan tidak lancar dalam berbicara sudah tidak ada (kosong), 1 orang
siswa mendapat predikat kurang lancar, 21 orang siswa mendapat predikat
lancar, dan 13 orang siswa yang telah mendapat predikat sangat lancar.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3
telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan
belajar minimal maupun dari segi kelancaran berbicara.
c. Kejelasan suara (artikulasi suara)
Pada siklus 3 kejelasan suara siswa dalam membawakan dongeng sudah
lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes, siklus 1, dan siklus 2. Pada
siklus 3 bisa dikatakan semua siswa sudah bisa membawakan dongeng dengan
suara yang jelas meskipun kejelasan tersebut menurut kriteria tertentu.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari
kejelasan suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut:
No Nama Kejelasan Pelafalan NA T TT
1 Muhlis Susilo Jelas 85 T -
2 Miftahul Huda Jelas 85 T -
3 Adam Prasetyo Jelas 85 T -
4 Devi Nur B Jelas 85 T -
5 Tonny Dennys Jelas 80 T -
6 M. Ridho Akbar Jelas 85 T -
7 Bagus Syarifudin Jelas 87 T -
8 M. Yusuf A. Jelas 85 T -
9 Diah Ayu N. Sangat jelas 95 T -
10 Winda Retnani Sangat jelas 90 T -
11 M. Dimas Putra Jelas 85 T -
12 Andhi Galih Jelas 85 T -
13 M. Rochim Dwi J Jelas 85 T -
14 Nadya Amuda Sangat jelas 90 T -
15 Rifky M. Ghufron Jelas 85 T -
16 M. Iqbal Ismail Sangat jelas 95 T -
17 Rahmad Cahyono Jelas 85 T -
18 Daisy Amalia Sangat jelas 99 T -
19 Risky N. Fandi Jelas 88 T -
20 Khusnul Kh Jelas 80 T -
21 Ahlil Firdaus Sangat jelas 90 T -
22 Rizky Firhan Ali Jelas 80 T -
23 Diah Lutfiani Sangat jelas 95 T -
24 Ariza Zulfi P Sangat jelas 93 T -
25 Zaim I Jelas 80 T -
26 Ilham Yahya Jelas 85 T -
27 Fakhry Husein Jelas 85 T -
28 M. Ghufron Sangat jelas 90 T -
29 Fatkul N Sangat jelas 92 T -
30 A. Ch. Yahya Sangat jelas 92 T -
31 S. Dwi Intan Jelas 85 T -
32 M. Rizky Jelas 85 T -
33 M. Subhan Jelas 85 T -
34 Ulum Nabila Sangat jelas 95 T -
35 N. Asy Syafa Sangat jelas 95 T -
Nilai 3066
Nilai Rata-Rata 87,6
T 35
TT 0
sangat tidak jelas -
tidak jelas -
kurang jelas -
jelas 22
sangat jelas 13
% ketuntasan artikulasi
suara
100%

Tabel (23). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi
Kejelasan Pelafalan

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari kejelasan suara adalah sebesar 87,6
sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar 100%. Prosentase
ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal
yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas
belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang
belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak
ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan
belajar baik secara klasikal maupun individual.
Dilihat dari segi kejelasan suara, siswa yang mendapat predikat sangat
tidak jelas, tidak jelas, dan kurang jelas dalam berbicara sudah tidak ada
(kosong), 22 orang siswa mendapat predikat jelas, dan 13 orang siswa yang
mendapat predikat sangat jelas.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3
telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan
belajar minimal maupun dari segi kejelasan suara.
d. Intonasi suara
Kemampuan siswa dalam meyesuiakan intonasi sura pada siklus 3 sudah
terlihat lebih baik dibandingkan dengan pada saat pre tes, siklus 1, dan siklus
2. Pada siklus 3 siswa sudah mulai bisa menyesuaikan intonasi suara pada
kalimat-kalimat tertentu yang terlihat membutuhkan tekanan suara meskipun
tidak keseluruhan dan sering diulang-ulang.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari
intonasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Intonasi Suara NA T TT
1 Muhlis Susilo Sesuai 80 T -
2 Miftahul Huda Sesuai 80 T -
3 Adam Prasetyo Sesuai 85 T -
4 Devi Nur B Sesuai 80 T -
5 Tonny Dennys Kurang sesuai 75 T -
6 M. Ridho Akbar Sesuai 80 T -
7 Bagus Syarifudin Sesuai 85 T -
8 M. Yusuf A. Sesuai 80 T -
9 Diah Ayu N. Sangat sesuai 90 T -
10 Winda Retnani Sangat sesuai 90 T -
11 M. Dimas Putra Sesuai 85 T -
12 Andhi Galih Sesuai 85 T -
13 M. Rochim Dwi J Sesuai 80 T -
14 Nadya Amuda Sesuai 85 T -
15 Rifky M. Ghufron Sesuai 80 T -
16 M. Iqbal Ismail Sangat sesuai 90 T -
17 Rahmad Cahyono Sesuai 80 T -
18 Daisy Amalia Sangat sesuai 97 T -
19 Risky N. Fandi Sesuai 85 T -
20 Khusnul Kh Kurang sesuai 75 T -
21 Ahlil Firdaus Sesuai 87 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang sesuai 75 T -
23 Diah Lutfiani Sangat sesuai 95 T -
24 Ariza Zulfi P Sangat sesuai 90 T -
25 Zaim I Sesuai 80 T -
26 Ilham Yahya Sesuai 80 T -
27 Fakhry Husein Sesuai 80 T -
28 M. Ghufron Sangat sesuai 90 T -
29 Fatkul N Sangat sesuai 90 T -
30 A. Ch. Yahya Sangat sesuai 90 T -
31 S. Dwi Intan Sesuai 80 T -
32 M. Rizky Sesuai 80 T -
33 M. Subhan Sesuai 80 T -
34 Ulum Nabila Sangat sesuai 90 T -
35 N. Asy Syafa Sangat sesuai 90 T -
Nilai 2924
Nilai Rata-Rata 83,5
T 35
TT 0
sangat tidak sesuai -
tidak sesuai -
kurang sesuai 3
sesuai 21
sangat sesuai 11
% intonasi sesuai 100%
Tabel (24). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Intonasi
Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara )
60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali)
70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali)
80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali)
90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari intonasi suara adalah sebesar 83,5
sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 100%. Prosentase
ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal
yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas
belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang
belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak
ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan
belajar baik secara klasikal maupun individual.
Dilihat dari intonasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
sesuai dan tidak sesuai sudah tidak ada (kosong), 3 orang siswa mendapat
predikat kurang sesuai, 21 orang siswa yang mendapat predikat sesuai, dan 11
orang siswa yang mendapat predikat sangat sesuai.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3
telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan
belajar minimal maupun dari segi intonasi suara.

e. Variasi suara
Pada siklus 3 kemampuan siswa dalam memvariasi suara semakin
meningkat bila dibandingkan dengan siklus 2 meskipun masih banyak siswa
yang masih masuk dalam kategori penilaian kurang bervariasi. Hal itu
dimaklumi peneliti karena dalam mendongeng teknik memvariasi suara adalah
teknik yang paling sulit diantara keenam teknik mendongeng yang menjadi
kriteria peneliti. meski hanya satu atau dua tokoh saja.
Hasil evaluasi kemampuan berbicara siswa pada siklus 3 bila dilihat dari
variasi suara saat membawakan dongeng dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama Variasi Suara NA T TT
1 Muhlis Susilo Kurang bervariasi 75 T -
2 Miftahul Huda Kurang bervariasi 75 T -
3 Adam Prasetyo Kurang bervariasi 75 T -
4 Devi Nur B Kurang bervariasi 75 T -
5 Tonny Dennys Kurang bervariasi 75 T -
6 M. Ridho Akbar Kurang bervariasi 78 T -
7 Bagus Syarifudin Kurang bervariasi 78 T -
8 M. Yusuf A. Kurang bervariasi 75 T -
9 Diah Ayu N. Bervariasi 80 T -
10 Winda Retnani Bervariasi 80 T -
11 M. Dimas Putra Kurang bervariasi 75 T -
12 Andhi Galih Kurang bervariasi 75 T -
13 M. Rochim Dwi J Kurang bervariasi 75 T -
14 Nadya Amuda Kurang bervariasi 78 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang bervariasi 75 T -
16 M. Iqbal Ismail Bervariasi 85 T -
17 Rahmad Cahyono Kurang bervariasi 70 - TT
18 Daisy Amalia Bervariasi 88 T -
19 Risky N. Fandi Kurang bervariasi 75 T -
20 Khusnul Kh Kurang bervariasi 70 - TT
21 Ahlil Firdaus Bervariasi 80 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang bervariasi 70 - TT
23 Diah Lutfiani Bervariasi 85 T -
24 Ariza Zulfi P Bervariasi 80 T -
25 Zaim I Kurang bervariasi 70 - TT
26 Ilham Yahya Kurang bervariasi 70 - TT
27 Fakhry Husein Kurang bervariasi 75 T -
28 M. Ghufron Bervariasi 80 T -
29 Fatkul N Bervariasi 80 T -
30 A. Ch. Yahya Bervariasi 80 T -
31 S. Dwi Intan Kurang bervariasi 75 T -
32 M. Rizky Kurang bervariasi 75 T -
33 M. Subhan Kurang bervariasi 75 T -
34 Ulum Nabila Bervariasi 80 T -
35 N. Asy Syafa Bervariasi 80 T -
Nilai 2679
Nilai Rata-Rata 76, 5
T 30
TT 5
sangat tidak bervariasi -
tidak bervariasi -
kurang bervariasi 23
bervariasi 12
sangat bervariasi -
% ketuntasan variasi suara 85, 7%
Tabel (25). Evaluasi Kemampuan Berbicara Siswa pada Siklus 3 dari Segi Variasi Suara

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara)
60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara)
70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara)
80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi)
90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berbicara siswa pada siklus 3 dilihat dari variasi suara adalah sebesar 76,5
sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara sebesar 85,7%. Prosentase
ketuntasan tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal
yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas
belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 30 siswa, sedang 5 siswa lainnya
belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75). Jadi, pada
siklus 3 bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara
klasikal maupun individual.
Dilihat dari variasi suara, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
bervariasi dan tidak bervariasi, sudah tidak ada (kosong), 23 orang siswa
mendapat predikat kurang bervariasi, dan 12 orang siswa mendapat predikat
bervariasi. Sedang siswa yang mendapat predikat sangat bervariasi masih
belum ada. Meskipun terdapat 23 siswa yang mendapat predikat kurang
bervariasia akan tetapi nilai yang diperoleh siswa sudah memenuhi kriteria
ketuntasan minimal secara individu.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3
telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan
belajar minimal maupun dari segi variasi suara.
f. Ekspresi
Pada siklus 3 kemampuan berekspresi siswa terlihat lebih meningkat bila
dibandingkan dengan pada siklus 2. Pada siklus 3 sebagian besar siswa sudah
berani untuk berekspresi meskipun sederhana.
Berikut ini adalah gambar ekspresi salah seorang siswa saat membawakan
dongeng pada siklus III.

Gambar (5)
Ekspresi salah seorang siswa saat membawakan dongeng pada siklus III
Pada siklus III terlihat kemampuan berekspresi siswa yang semakin lebih
baik bila dibandingkan dengan siklus I dan siklus III. Dari gambar tersebut
terlihat siswa semakin berani dalam mengekspresikan dongeng yang
dibawakannya.
Hasil evaluasi kemampuan berekspresi siswa pada siklus 2 dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
No Nama Ekspresi Cerita NA T TT
1 Muhlis Susilo Ekspresif 80 T -
2 Miftahul Huda Ekspresif 80 T -
3 Adam Prasetyo Ekspresif 83 T -
4 Devi Nur B Ekspresif 80 T -
5 Tonny Dennys Ekspresif 80 T -
6 M. Ridho Akbar Ekspresif 83 T -
7 Bagus Syarifudin Ekspresif 83 T -
8 M. Yusuf A. Ekspresif 80 T -
9 Diah Ayu N. Sangat ekspresif 90 T -
10 Winda Retnani Ekspresif 85 T -
11 M. Dimas Putra Ekspresif 80 T -
12 Andhi Galih Ekspresif 80 T -
13 M. Rochim Dwi J Ekspresif 80 T -
14 Nadya Amuda Ekspresif 83 T -
15 Rifky M. Ghufron Kurang ekspresif 78 T -
16 M. Iqbal Ismail Sangat ekspresif 90 T -
17 Rahmad Cahyono Ekspresif 80 T -
18 Daisy Amalia Sangat ekspresif 97 T -
19 Risky N. Fandi Ekspresif 80 T -
20 Khusnul Kh Ekspresif 80 T -
21 Ahlil Firdaus Ekspresif 80 T -
22 Rizky Firhan Ali Kurang ekspresif 78 T -
23 Diah Lutfiani Sangat ekspresif 95 T -
24 Ariza Zulfi P Sangat ekspresif 90 T -
25 Zaim I Kurang ekspresif 78 T -
26 Ilham Yahya Ekspresif 80 T -
27 Fakhry Husein Ekspresif 80 T -
28 M. Ghufron Ekspresif 85 T -
29 Fatkul N Sangat ekspresif 90 T -
30 A. Ch. Yahya Ekspresif 88 T -
31 S. Dwi Intan Ekspresif 80 T -
32 M. Rizky Ekspresif 80 T -
33 M. Subhan Ekspresif 80 T -
34 Ulum Nabila Sangat ekspresif 90 T -
35 N. Asy Syafa Sangat ekspresif 90 T -
Nilai 2916
Nilai Rata-Rata 83
T 35
TT 0
sangat tidak ekspresif -
tidak ekspresif -
kurang ekspresif 3
ekspresif 24
sangat ekspresif 8
% ekspresif cerita 100%
Tabel (26). Evaluasi Kemampuan Berekspresi Siswa pada Siklus 3

Keterangan:
NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi)
60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi)
70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi)
80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi)
90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan
berekspresi siswa pada siklus 3 adalah sebesar 83 sedangkan prosentase
ketuntasan ekspresi siswa sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah
mencapai kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75
ke atas) sebanyak 35 siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan
belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3
bisa dikatakan siswa telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal
maupun individual.
Dilihat dari segi ekspresi, siswa yang mendapat predikat sangat tidak
ekspresif dan tidak ekspresif sudah tidak ada (kosong), 3 orang siswa
mendapat predikat kurang ekspresif, 24 orang siswa yang mendapat predikat
ekspresif, dan 8 orang siswa mendapat predikat sangat ekspresif.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3
telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan
belajar minimal maupun dari segi ekspresi.
g. Keterpaduan antara dongeng dan gambar
Pada siklus 3 kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan
dongeng yang dibawakannya sudah lebih baik bila dibandingkan dengan
siklus 2. Jika pada siklus 2 siswa sudah mampu membuka gambar seri sesuai
dengan urutan cerita maka pada siklus tiga sebagian siswa sudah mampu
menunjuk tokoh-tokoh dalam gambar itu ketika mendongeng.
Hasil evaluasi kemampuan siswa dalam memadukan gambar dengan
dongeng yang dibawakannya pada siklus 3 dapat dilihat pada tabel berkut ini:
No Nama Keterpaduan NA T TT
1 Muhlis Susilo Padu 80 T -
2 Miftahul Huda Padu 80 T -
3 Adam Prasetyo Padu 80 T -
4 Devi Nur B Padu 80 T -
5 Tonny Dennys Padu 80 T -
6 M. Ridho Akbar Padu 85 T -
7 Bagus Syarifudin Padu 85 T -
8 M. Yusuf A. Padu 80 T -
9 Diah Ayu N. Sangat padu 90 T -
10 Winda Retnani Sangat padu 90 T -
11 M. Dimas Putra Padu 85 T -
12 Andhi Galih Padu 85 T -
13 M. Rochim Dwi J Padu 85 T -
14 Nadya Amuda Padu 85 T -
15 Rifky M. Ghufron Padu 80 T -
16 M. Iqbal Ismail Padu 90 T -
17 Rahmad Cahyono Padu 85 T -
18 Daisy Amalia Sangat padu 90 T -
19 Risky N. Fandi Padu 85 T -
20 Khusnul Kh Padu 80 T -
21 Ahlil Firdaus Padu 85 T -
22 Rizky Firhan Ali Padu 80 T -
23 Diah Lutfiani Sangat padu 90 T -
24 Ariza Zulfi P Sangat padu 90 T -
25 Zaim I Padu 80 T -
26 Ilham Yahya Padu 80 T -
27 Fakhry Husein Padu 80 T -
28 M. Ghufron Padu 85 T -
29 Fatkul N Padu 85 T -
30 A. Ch. Yahya Padu 85 T -
31 S. Dwi Intan Padu 80 T -
32 M. Rizky Padu 80 T -
33 M. Subhan Padu 80 T -
34 Ulum Nabila Sangat padu 90 T -
35 N. Asy Syafa Sangat padu 90 T -
Nilai 2940
Nilai Rata-Rata 84
T 35
TT 0
sangat tidak padu -
tidak padu -
kurang padu -
padu 28
sangat padu 7
% keterpaduan cerita dan
gambar
100%

Tabel (27). Evaluasi Kemampuan Siswa dalam Memadukan Dongeng dan Gambar
pada Siklus 3

Keterangan:
50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak mengfungsikan media
gambar)
60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi tidak sesuai
dengan jalan cerita)
70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar sekedarnya)
80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar)
90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar, seringkali pendongeng
menunjuk gambar untuk memperjelas cerita)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa
dalam memadukan dongeng dengan media gambar pada siklus 3 adalah
sebesar 84 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan cerita dan gambar
sebesar 100%. Prosentase ketuntasan tersebut sudah mencapai batas kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara
individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 35
siswa, sedang siswa yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat
nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0). Jadi, pada siklus 3 bisa dikatakan siswa
telah mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual.
Dilihat dari keterpaduan dongeng dengan gambar, siswa yang mendapat
predikat sangat tidak padu, tidak padu, dan kurang padu adalah 0 (tidak ada),
28 orang siswa mendapat predikat padu, dan 7 orang siswa yang mendapat
predikat sangat padu.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hasil tes belajar pada siklus 3
telah mencapai angka keberhasilan yang ditetapkan baik dari segi ketuntasan
belajar minimal maupun dari segi keterpaduan gambar dengan dongeng.
Setelah peneliti menentukan siapakah pendongeng yang terbaik dalam
siklus 3 pertemuan ke-3, pada siklus 3 pertemuan ke-4 ini peneliti meminta
siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap kelompok
untuk membawakan dongeng dihadapan teman-temannya. Peneliti meminta
siswa yang lain untuk menyimak dongeng tersebut karena setiap seorang
siswa selesai membawakan dongeng, peneliti akan memberikan pertanyaan
yang berhubungan dengan dongeng tersebut. Pertanyaan yang diberikan
peneliti adalah pertanyaan tentang unsur intrinsik dongeng. Hal itu dilakukan
peneliti untuk mengetahui daya serap (tingkat pemahaman) audien terhadap
suatu cerita apabila cerita tersebut disampaikan dengan metode mendongeng.
Siswa terlihat serius menyimak dongeng temannya, karena disamping
menyimak, peneliti juga meminta siswa untuk menilai dongeng temannya
untuk menentukan pendongeng yang terbaik diantara keempat pendongeng.
Peneliti kemudian memberikan hadiah bagi pendongeng yang terbaik. Pada
akhir pembelajaran peneliti meminta tanggapan siswa terhadap metode
pembelajaran yang telah diterapkan peneliti tersebut.
Hasil evaluasi tingkat pemahaman siswa ketika menyimak dongeng
temannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Nama NA T TT
1 Muhlis Susilo 80 T -
2 Miftahul Huda 83 T -
3 Adam Prasetyo 91 T -
4 Devi Nur B 94 T -
5 Tonny Dennys 70 - TT
6 M. Ridho Akbar 77 T -
7 Bagus Syarifudin 76 T -
8 M. Yusuf A. 87 T -
9 Diah Ayu N. 96 T -
10 Winda Retnani 91 T -
11 M. Dimas Putra 79 T -
12 Andhi Galih 97 T -
13 M. Rochim Dwi J 75 T -
14 Nadya Amuda 80 T -
15 Rifky M. Ghufron 93 T -
16 M. Iqbal Ismail 85 T -
17 Rahmad Cahyono 75 T -
18 Daisy Amalia 98 T -
19 Risky N. Fandi 75 T -
20 Khusnul Kh 84 T -
21 Ahlil Firdaus 77 T -
22 Rizky Firhan Ali 76 T -
23 Diah Lutfiani 96 T -
24 Ariza Zulfi P 87 T -
25 Zaim I 89 T -
26 Ilham Yahya 86 T -
27 Fakhry Husein 69 - TT
28 M. Ghufron 80 T -
29 Fatkul N 75 T -
30 A. Ch. Yahya 79 T -
31 S. Dwi Intan 85 T -
32 M. Rizky 68 - TT
33 M. Subhan 81 T -
34 Ulum Nabila 84 T -
35 N. Asy Syafa 95 T -
Nilai 2913
Nilai Rata-Rata 83, 2
T 32
TT 3
% ketuntasan kefahaman unsur intrinsik
dongeng
91, 4%
Tabel (28). Hasil Evaluasi Tingkat Pemahaman Siswa Ketika Menyimak Dongeng
Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata siswa dalam
memahami unsur intrinsik dongeng yang dibawakan temannya adalah sebesar
83,2 sedangkan prosentase ketuntasannya sebesar 91,4%. Prosentase
ketuntasan tersebut sudah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara
klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang
tuntas belajar (mendapat nilai 75 ke atas) sebanyak 32 siswa, sedang siswa
yang belum mengalami ketuntasan belajar (mendapat nilai di bawah 75) sudah
tidak ada (0). Jadi, kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik
dongeng yang dibawakan temannya pada siklus 3 bisa dikatakan telah
mengalami ketuntasan belajar baik secara klasikal maupun individual.
Setelah semua siswa menyelesaikan soal yang diberikan peneliti, peneliti
meminta tanggapan siswa terhadap pembelajaran mendongeng dengan
menggunakan media gambar seri yang telah dilaksanakan. Peneliti
memberikan kertas kosong kepada siswa dan siswa diminta untuk mengisi
kertas tersebut dengan jawaban sangat senang, senang, kurang senang, dan
tidak senang. Agar siswa tidak merasa canggung dalam memberikan
tanggapannya, maka peneliti memberi kebebasan pada siswa untuk tidak
mencantumkan nama pada lembar kertas tanggapan tersebut.
Tanggapan siswa terhadap penerapan ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri untuk meningkatkan kemampuan
berbicara dan berekspresi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No Jawaban Frekuensi Prosentase
1 Sangat senang 21 60
2 Senang 11 31,4
3 Kurang senang 3 8,6
4 Tidak senang - 0
Jumlah 35 100

Tabel (29).Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Ragam Mendongeng untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah siswa yang sangat senang
terhadap penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar
diam seri sebanyak 21 (60%) siswa, yang senang sebanyak 11 (31,4%) siswa,
yang kurang senang sebanyak 3 (8,6%) siswa, sedang siswa yang tidak senang
sebanyak 0 (0%) atau tidak ada.
Beberapa alasan siswa yang menjawab sangat senang dan senang terhadap
penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri
adalah
(1) karena pembelajaran mendongeng dengan menggunakan media gambar
dapat meningkatkan keberanian saya dalam berbicara dan saya juga dapat
belajar berekspresi, (2) karena menambah pengetahuan, (3) karena bisa belajar
bersama dan lebih santai sehingga pelajarannya lebih cepat nyantol (masuk),
(4) karena mengasyikkan dan banyak permainan, (5) senang karena merasa
tertantang bisa mendongeng di depan banyak orang, ...
Sedangkan alasan siswa yang menjawab kurang senang adalah (1) karena
belajar mendongeng dengan baik itu sulit, (2) takut jika bicara di depan orang
banyak, (3) sulit menghafal dongeng.
Sedangkan tanggapan dari hasil wawancara dengan guru bidang studi
Bahasa Indonesia kelas V yang turut serta mengobservasi proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
"Ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar seri terbukti
mampu meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Dengan
diterapkannya metode ini siswa jadi lebih berani untuk berbicara dan
mengungkapkan ekspresinya di depan umum. Siswa juga mengetahui
bagaimana cara berbicara dengan menggunakan intonasi yang benar dan
bagaimana cara mengekspresikan apa yang dibicarakannya."
Melihat dari penjabaran motivasi belajar siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran, hasil tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan ragam
mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri, serta
peningkatan hasil belajar yang dicapai pada setiap siklus hingga skor nilai
yang diperoleh siswa mencapai batas ketuntasan minimal yang ditentukan
dapat dikatakan bahwa penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan
media gambar diam seri terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbicara
dan berekspresi siswa kelas V MI Sunan Kalijaga Malang.

d. Refleksi
Penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar diam
seri untuk peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi pada siklus 3
berjalan sesuai dengan rencana. Dari kegiatan pembelajaran pada siklus 3
dapat disimpulkan bahwa:
1. Keberanian siswa dalam mendongeng lebih meningkat. Hal itu terlihat dari
semakin beraninya siswa dalam membawakan dongeng dan
mengekspresikan dongengnya.
2. Kemampuan siswa dalam berbicara lebih meningkat. Hal itu terlihat dari
semakin runtut dan lancarnya siswa dalam membawakan dongeng juga
semakin meningkatnya kemampuan siswa dalam menyesuaikan intonasi
suara.
3. Lebih meningkatnya kemampuan nonkebahasaan siswa yang mendukung
maksimalnya kemampuan berbicara misalnya kemampuan dalam
memvariasi suara dan kemampuan dalam berekspresi.
4. Meningkatnya kemampuan siswa dalam membawakan dongeng
disebabkan karena beberapa hal diantaranya siswa yang semakin faham
dengan isi dongeng, semakin tumbuhnya keberanian siswa dalam
membawakan dongeng, dan siswa yang semakin terbiasa mempelajari
teknik-teknik mendongeng.
5. Sebagian besar siswa menyukai metode pembelajaran yang diterapkan
peneliti, hal itu dapat diketahui dari tabel tanggapan siswa terhadap
pembelajaran mendongeng.
6. Secara garis besar penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan
media gambar diam seri dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan
berekspresi siswa kelas V.









BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan
ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar seri diam dapat
meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Karena banyak
pendapat yang mengatakan bahwa belajar mendongeng mampu meningkatkan
kemampuan berbicara seseorang, salah satu diantaranya adalah Dedi Kusnendi
dalam bukunya Pembelajaran Mendongeng menjelaskan manfaat utama dari
kegiatan mendongeng yaitu untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Siswa
dilatih mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik,
sistematis, dan menarik.
104

Variabel yang diamati pada penelitian tindakan kelas tersebut adalah
kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Indikator peningkatan kemampuan
berbicara ditunjukkan dari segi keruntutan dan kelancaran dalam berbicara
(mendongeng), kejelasan dan intonasi suara saat berbicara (mendongeng) serta
kemampuan dalam memvariasi suara. Sedangkan indikator peningkatan
kemampuan berekspresi ditunjukkan melalui gerak-gerik dan mimik yang tepat
saat berbicara (membawakan dongeng). Keterpaduan penggunaan media gambar
diam seri dengan dongeng juga menjadi penilaian peneliti, karena ragam
mendongeng yang diterapkan peneliti adalah ragam mendongeng dengan
menggunakan media gambar.

104
Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40.
Disamping dua variable pokok di atas, peneliti juga mengamati
kemampuan siswa dalam memahami dongeng. Karena mendongeng dengan
menggunakan media gambar disamping dapat meningkatkan kemampuan
mendongeng juga dapat meningkatkan kefahaman audien sebagaimana yang
dituturkan oleh Kusumo Priyo dalam bukunya terampil mendongeng bahwa
mendongeng dengan menggunakan media gambar membantu pendongeng
mengembangkan daya nalar disamping itu pendengar juga dapat menikmati
keindahan gambar selain daya tarik dongeng. Indikator peningkatan pemahaman
tersebut ditunjukkan melalui kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan tema dan unsur intrinsik dongeng.
Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini disusun untuk tiga siklus
selama sepuluh kali pertemuan. Siklus pertama terdiri dari 3 kali pertemuan
dirancang untuk memberikan pengertian tentang dongeng, tenik-teknik
mendongeng, dan praktek mendongeng. Siklus dua terdiri dari 3 kali pertemuan
dirancang untuk memberikan peningkatan motivasi keberanian siswa dalam
berbicara, pematangan teknik-teknik mendongeng dan berekspresi, dan melatih
siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng serta
menceritakan ulang dongeng tersebut dengan bahasanya sendiri bukan hafalan.
Siklus tiga terdiri dari 4 kali pertemuan dan dirancang untuk memaksimalkan
keberanian siswa dalam berbicara, meningkatkan kemampuan mendongeng siswa,
dan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap dongeng yang
dibawakan temannya.
Sementara sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah
buku standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V SD/MI, buku
Bina dan Sastra Indonesia kelas 5 SD/MI penerbit Erlangga, berbagai macam
buku dongeng nusantara dari berbagai penerbit. Sedangkan media yang
dipersiapkan selama proses pembelajaran adalah gambar seri dongeng tersebut
baik dalam bentuk besar maupn dalam bentuk kecil. Untuk mengetahui hasil
pembelajaran dipersiapkan instrumen penilaian individu, pedoman pengamatan
selama proses pembelajaran berlangsung, pedoman wawancara, dan angket siswa.
Sebelum penelitian dimulai terlebih dahulu peneliti melakukan wawancara
dengan guru Bahasa Indonesia kelas V MI Sunan Kalijaga untuk mengetahui
tingkat kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Selain itu peneliti juga
mengadakan pre tes untuk mengetahui kemampuan berbicara dan berekspresi
siswa secara langsung.
Pada saat pelaksanaan pre tes siswa terlihat kurang antusias dalam
mengikuti pelajaran, hal itu terlihat dari sebagian siswa yang bicara sendiri saat
guru menerangkan pelajaran. Beberapa dari mereka ada yang duduk bermalas-
malasan bahkan ada yang berjalan-jalan sehingga guru menegur siswa tersebut.
Kurangnya keantusiasan siswa dalam mengikuti pelajaran dikarenakan dua hal, 1)
waktu pelajaran Bahasa Indonesia yang terletak pada jam terakhir, sehingga
tenaga dan fikiran siswa banyak yang terkuras saat mengikuti pelajaran-pelajaran
sebelumnya. 2) karena kurang menariknya guru dalam menyajikan pembelajaran,
diantaranya guru kurang memotivasi siswa, guru juga tidak memberikan
penghangatan (permainan atau nyanyian singkat) pada waktu menyajikan
pelajaran.
Pada saat pre tes siswa terlihat masih takut ketika disuruh menceritakan
pengalaman pribadinya dihadapan teman-temannya bahkan ada siswa yang ketika
disuruh maju ke depan sama sekali tidak berbicara. Kemampuan berbicara mereka
juga masih sangat kurang, hal itu dapat diketahui dari siswa yang terlihat gugup
ketika berbicara di depan teman-temannya sehingga menyebabkan bicaranya
kurang lancar dan terdengar tidak jelas. Sebagian besar siswa masih belum dapat
menempatkan intonasi suara dan menggunakan variasi suara juga
mengekspresikan cerita yang dibawakannya.
Bukti secara kuantitatif juga menunjukkan bahwa kemampuan berbicara
dan berekspresi siswa pada saat pre tes masih sangat kurang. Hal itu dapat dilihat
dari hasil tes belajar siswa yang masih belum memenuhi kriteria ketuntasan
minimal baik secara individual maupun secara klasikal. Dari segi keruntutan nilai
rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah sebesar 67,1 sedangkan prosentase
ketuntasan keruntutan berbicara sebesar 31,4%. Prosentase ketuntasan tersebut
masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan
yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75
keatas) sebanyak 11 siswa, sedang 24 siswa lainnya masih dinyatakan belum
tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dari segi runtut dan
tidaknya, belum ada siswa yang mencapai kriteria keruntutan. Kemampuan
berbicara siswa masih di bawah kriteria keruntutan yang ditetapkan.
Dari segi kelancaran, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah
sebesar 65,2 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara sebesar
25,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa
yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 9 siswa, sedang 26 siswa
lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di
bawah 75). Dari segi lancar dan tidaknya dalam berbicara, hanya ada 1 orang saja
siswa yang telah mencapai kriteria kelancaran, sedang sebagian besar siswa
lainnya masih belum mencapai kriteria kelancaran yang ditetapkan.
Dari segi kejelasan suara, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
adalah sebesar 66,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara sebesar
22,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria
ketuntasan minimal secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa
yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 8 siswa, sedang 27 siswa
lainnya masih dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di
bawah 75). Dilihat dari jelas dan tidaknya ketika berbicara, terdapat 1 orang saja
yang sudah mencapai kriteria jelas sedang selebihnya masih di bawah standar
kejelasan yang ditetapkan.
Dari segi intonasi suara, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah
sebesar 60,5 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 8,6%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal
secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar
(mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih
dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat
sesuai dan tidaknya intonasi suara ketika berbicara, masih belum ada siswa yang
mencapai standar kesesuaian intonasi yang ditetapkan.
Dari segi variasi suara, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa adalah
sebesar 57,29 sedangkan prosentase ketuntasan intonasi suara sebesar 2,9%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal
secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar
(mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 1 siswa, sedang 34 siswa lainnya masih
dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Dilihat
dari bervariasi dan tidaknya suara, belum terdapat siswa yang mencapai standar
variasi yang ditetapkan.
Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa adalah
sebesar 60,7 sedangkan prosentase ketuntasan berekspresi sebesar 5,7%.
Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh dari batas kriteria ketuntasan minimal
secara klasikal yaitu sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar
(mendapat nilai 75 keatas) sebanyak 2 siswa, sedang 33 siswa lainnya masih
dinyatakan belum tuntas (nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Diukur
dari mampu dan tidaknya siswa berekspresi, hanya ada 1 orang siswa saja yang
bisa dikatakan mamapu berekspresi, selebihnya masih belum mencapai standar
kemampuan ekspresi yang ditetapkan.
Belum ada evaluasi untuk indikator/kriteria keterpaduan antara gambar
dan cerita, karena pada pre tes penggunaan media gambar sebagai media bantu
untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi masih belum
diterapkan. Penerapan media gambar sebagai media bantu untuk meningkatkan
kemampuan berbicara baru diterapkan pada siklus pertama, kedua, dan ketiga.
Jadi evaluasi keterpaduan antara media gambar dan cerita baru dimulai pada
siklus pertama.
Dari hasil analisis di atas baik dari sistem pembelajaran selama di kelas
maupun dari hasil belajar yang dicapai siswa pada saat pre tes banyak hal yang
perlu diperbaiki terutama dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa dan
keberanian siswa dalam berbicara. Secara umum dapat dikatakan bahwa
kemampuan berbicara dan berekspresi siswa pada saat pre tes masih sangat
kurang, hal itu dapat dilihat dari hasil tes belajar siswa dilihat dari segi keruntutan,
kelancaran, kejelasan, variasi, intonasi dan ekspresi ketika berbicara yang masih
jauh dari kriteria ketuntasan minimal baik secara individual maupun secara
klasikal.
Setelah mengetahui tingkat kemampuan berbicara siswa dari hasil
wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V dan juga dari
hasil pelaksanaan pre tes, maka peneliti mulai menyusun rencana pelakasana
pembelajaran untuk siklus pertama. Penyusunan itu selain sudah direncanakan
dari awal juga digabungkan dari hasil pengamatan selama pre tes.
Secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran pada sikluis 1 adalah: a)
penjelasan sepintas tentang dongeng, macam-macam dongeng, dan ciri-ciri
dongeng; b) peneliti menjelaskan dan memberi contoh teknik-teknik mendongeng
dengan menggunakan media gambar diam seri; c) peneliti memberi contoh cara
membawakan dongeng; d) peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok
belajar dan tiap-tiap kelompok diberi satu dongeng; e) siswa belajar mendongeng
dengan kelompoknya.
Pada siklus 1 siswa terlihat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran
meski jam pelajaran Bahasa Indonesia terletak pada jam terakhir, hal itu karena
pada awal kegiatan pembelajaran guru memberikan permainan singkat yang
ditujukan untuk mengembalikan semangat belajar siswa dan mengkondisikan
kelas agar kembali tenang apabila suasana kelas sudah mulai ramai. Siswa terlihat
antusias mendengarkan penjelasan dari guru tentang teknik-teknik mendongeng
terutama saat peneliti memberi contoh cara memvariasi suara. Keantusiasan
tersebut dapat diketahui dari suasana kelas yang cukup kondusif. Penggunaan
media gambar saat peneliti membawakan dongeng juga turut mendukung
tumbuhnya ketertarikan siswa dalam mendengarkan dongeng guru, hal itu terlihat
dari beberapa komentar singkat siswa yang terdengar saat guru membuka lembar
demi lembar gambar yang mengiringi dongeng tersebut.
Pada siklus 1 terlihat siswa masih takut dan malu-malu dalam
membawakan dongeng, sehingga kemampuan berbicara siswa pada siklus 1
(setelah diadakan tindakan) tidak jauh beda dengan kemampuan siswa pada saat
pre tes (sebelum tindakan). Dari hal ini peneliti mengetahui bahwa keberanian
adalah modal utama untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Ketika
membawakan dongeng siswa masih terlihat menghafal bukan memahami dongeng
sehingga seringkali siswa terlihat kaku, tidak bebas, dan sering kesulitan dalam
membawakan dongeng karena lupa dengan kalimat-kalimat dalam dongeng
tersebut. Siswa masih terlihat malu-malu dan kebingungan saat guru meminta
untuk mengekspresikan adegan dalam dongeng. Dari beberapa kriteria penilaian
untuk menentukan keberhasilan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa,
teknik memvariasi suara adalah teknik yang paling tidak dikuasai siswa.
Hasil belajar pada siklus 1 masih belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal yang ditetapkan, baik secara individual maupun klasikal. Meskipun
demikian, pada siklus 1 terdapat sedikit peningkatan kemampuan berbicara dan
berekspresi bila dibandingkan dengan pada saat pre tes. Peningkatan tersebut
dapat dilihat dari perbandingan hasil belajar siswa pada saat pre tes dengan hasil
belajar siswa setelah dilaksanakan siklus 1 bila dilihat dari segi keruntutan,
kelancaran, kejelasan, intonasi suara, variasai suara, dan ekspresi saat berbicara.
Dari segi keruntutan nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat
dari 67,1 menjadi 69,5 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan berbicara
meningkat dari 31,4% menjadi 37,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih
belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan
yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75
keatas) meningkat dari 11 siswa menjadi 13 siswa, sedang jumlah siswa yang
belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 24 siswa
menajadi 22 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai keruntutan dalam berbicara
juga meningkat dari 2 siswa menjadi 7 siswa.
Dari segi kelancaran nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat
dari 65,2 menjadi 67,8 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara
meningkat dari 25,7% menjadi 28,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih
belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan
yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75
keatas) meningkat dari 9 siswa menjadi 10 siswa, sedang jumlah siswa yang
belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 26 siswa
menajadi 25 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kelancaran dalam berbicara
masih tetap yaitu 1 siswa. Meski pada siklus 1 belum terdapat siswa yang
mencapai standar kelancaran berbicara, akan tetapi peningkatan kelancaran
berbicara siswa bisa dilihat dari kriteria sangat tidak lancar yang naik menjadi
tidak lancar, dan yang sebelumnya tidak lancar naik menjadi kurang lancar.
Dari segi kejelasan suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 66,1 menjadi 70,1 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan
suara meningkat dari 22,9% menjadi 37,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih
belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan
yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75
keatas) meningkat dari 8 siswa menjadi 13 siswa, sedang jumlah siswa yang
belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 27 siswa
menajadi 22 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kejelasan suara dalam
berbicara juga meningkat dari yang sebelumnya 1 siswa menjadi 6 siswa.
Dari segi intonasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 60,5 menjadi 65,3. Tidak ada peningkatan pada prosentase
ketuntasan intonasi suara dari yang semula 8,6% tetap menjadi 8,6%. Prosentase
ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal
secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual tidak ada
peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas). Jumlah siswa yang
tuntas belajar pada saat pre tes maupun pada siklus 1 tetap sebanyak 3 orang
siswa. Sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) juga
tetap sebanyak 32 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai standar kejelasan
suara dalam berbicara meningkat dari yang tidak ada (0) menjadi 2 siswa.
Dari segi variasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 57,3 menjadi 61,7 sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara
meningkat dari 2,9% menjadi 5,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum
memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 1 siswa menjadi 2 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 34 siswa menajadi 33 siswa.
Belum ada siswa yang mencapai standar variasi yang ditetapkan. Meski pada
siklus 1 belum terdapat siswa yang mencapai standarvariasi suara yang
ditentukan, akan tetapi peningkatan kemampuan siswa dalam memvariasi suara
bisa dilihat dari kriteria sangat tidak bervariasi yang naik menjadi tidak bervariasi,
dan yang sebelumnya tidak bervariasi naik menjadi kurang bervariasi.
Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa meningkat
dari 60,7 menjadi 65,1 sedangkan prosentase ketuntasan berakspresi meningkat
dari 5,7% menjadi 22,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum memenuhi
batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar
85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 2 siswa menjadi 8 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 33 siswa menajadi 27 siswa.
Belum terdapat peningkatan jumlah siswa yang mencapai standar ekspresi yang
ditetapkan. Jumlah siswa yang mencapai standar ekspresi yang ditetapkan baik
pada saat pre tes maupun siklus 1 adalah 1 siswa. Meski belum terdapat
peningkatan jumlah siswa yang mencapai standar espresi yang ditentukan, akan
tetapi peningkatan kemampuan siswa dalam berekspresi bisa dilihat dari kriteria
sangat tidak berekspresi yang naik menjadi tidak berekspresi, dan yang
sebelumnya tidak berekspresi naik menjadi kurang berekspresi.
Kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar
pada siklus 1 adalah sebesar 69,3 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan
dongeng dengan gambar sebesar 8,6%. Prosentase ketuntasan tersebut masih jauh
dari batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75
keatas) sebanyak 3 siswa, sedang 32 siswa lainnya masih dinyatakan belum tuntas
(nilai yang diperoleh siswa masih di bawah 75). Belum terdapat siswa yang
mencapai standar kepaduan yang ditetapkan antara dongeng dengan gambar. Hal
ini karena pada siklus 1 adalah pertama kali siswa belajar untuk memadukan
gambar dengan dongeng yang belum diterapkan pada saat pre tes.
Hasil observasi kegiatan pembelajaran di kelas serta hasil tes belajar pada
siklus 1 menjadi acuan bagi pelaksanaan siklus 2. Setelah dilakukan refleksi,
tindakan yang perlu ditingkatkan pada siklus selanjutnya adalah:
1. Meningkatkan motivasi keberanian siswa dalam berbicara.
2. Pematangan teknik-teknik mendongeng dan berekspresi.
3. Mengajarkan siswa untuk memahami dongeng bukan menghafalkan dongeng
sehingga siswa bisa menceritakan ulang dongeng yang dibawakannya dengan
bahasanya sendiri bukan hafalan.
Keberanian adalah modal utama seseorang untuk memulai sesuatu, begitu
juga dengan berbicara. Tentang pentingnya kemampuan berbicara, Edy Santoso
K. S. seorang trainer dan motivator mengatakan bahwa ahli psikologi dunia telah
melakukan survey, ternyata keberhasilan seseorang dalam kehidupannya 90%
ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) nya, sedangkan IQ hanya berperan
10% saja. Salah satu bentuk kecerdasan emosi adalah kemampuan berbicara.
105

Dalam artikelnya yang berjudul Bicara adalah Kunci Sukses, Edy Santoso
juga mencontohkan, bahwa seorang karyawan yang memiliki IQ tinggi
(pintar/pandai) akan tetapi tidak berani berbicara atau mengungkapkan apa yang
ada dalam fikirannya kepada orang lain maka dijamin tidak akan ada satu orang
pun yang tahu bahwa ia pandai atau memiliki IQ yang tinggi.
106
Dari pernyataan
dan contoh di atas, dapat dikatakan bahwa keberanian sangat berperan penting
dalam kemampuan berbicara.
Setelah dilakukan proses penelitian pada siklus 1, ternyata permasalahan
yang paling besar yang menyebabkan kurang berhasilnya pelaksanaan tindakan
pada siklus 1 adalah masih minimnya (belum tumbuhnya) keberanian siswa.
Sebagian besar siswa ketika diminta untuk membawakan dongeng di depan kelas
masih cenderung takut dan malu-malu. Sehingga tak jarang dari mereka yang
hanya diam saja atau membawakan dongeng dengan sangat tidak sempurna.

105
http://eaglesspirit.blogspot.com/2008/08/bicara-adalah-kunci-sukses.html
106
Ibid.
Melihat kondisi yang demikian, peneliti berinisiatif pada penerapan siklus
selanjutnya tindakan utama yang akan dilakukan peneliti adalah menumbuhkan
motivasi keberanian anak dalam berbicara (membawakan dongeng) di depan
umum.
Penumbuhan motivasi pada siswa agar siswa bisa tampil lebih percaya diri
ketika mendongeng di depan umum sangat diperlukan. Pentingnya penumbuhan
motivasi dalam situasi pembelajaran ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
Zakia Darajat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa
memotivasi murid adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu
mau melakukan apa yang dapat dilakukannya.
107

Sementara fungsi dari motivasi itu sendiri adalah:
1. Memberi semangat dan mengaktifkan murid agar tetap berminat dan siaga
2. Memusatkan perhatian anak pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan belajar.
3. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek dan hasil jangka
panjang.
108

Para ahli psikologi berusaha menggolongkan motivasi yang ada dalam diri
manusia atau suatu organisme kedalam beberapa golongan:
1) Wuryani Djiwandono membagi motivasi menjadi dua bagian yaitu: Motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik
109


107
Zakia Drajat, "Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam", (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm.
140.
108
Ibid.
109
Sri Esti Wuryani Djiwandono, "Psikologi Pendidikan", (Jakarta: Grasindo, 2002), hal 356.
2) Oemar Malik mengemukakan bahwa motivasi intrinsik adalah motif-motif
yang yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar,
karena dalam setiap diri seseorang sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi atau tenaga pendingin
yang berasal dari luar diri siswa.
110

Berdasarkan definisi di atas, dapat diketahui bahwa motivasi ekstrinsik
pada hakekatnya adalah dorongan yang berasal dari luar diri seseorang. Motivasi
ekstrinsik yang positif seperti ganjaran, pujian, hadiah dan sebagainya dapat
merangsang siswa untuk lebih giat belajar.
Uraian di atas memperkuat asumsi peneliti, bahwa untuk mendapatkan
hasil yang lebih maksimal pada pembelajaran mendongeng siklus selanjutnya
adalah dengan menumbuhkan motivasi keberanian siswa untuk lebih percaya diri
dengan kemampuan yang dimilikinya. Penumbuhan motivasi keberanian yang
akan dilakukan peneiti pada siklus selanjutnya yaitu berupa pemantauan secara
khusus kemampuan mendongeng siswa pada tiap-tiap kelompok. Tentunya agar
kemampuan siswa tersebut lebih maksimal peneliti juga melakukan tindakan
khusus dalam memantabkan kembali pengajaran teknik-teknik mendongeng
kepada siswa. Peneliti juga mengajarkan siswa untuk memahami dongeng bukan
menghafalkan dongeng.
Pada siklus II, untuk meningkatkan kemampuan mendongeng siswa agar
mencapai target yang diinginkan, tindakan utama yang dilakukan peneliti adalah
menumbuhkan motivasi keberanian siswa dalam berbicara di depan umum,

110
Oemar Malik, "Proses Belajar Mengajar", (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 162.
pemantaban teknik-teknik mendongeng, dan melatih siswa untuk memahami
dongeng bukan menghafalkan dongeng.
Secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran pada siklus II adalah: a)
siswa berkumpul dengan kelompok belajarnya; b) peneliti memantau belajar tiap-
tiap kelompok sambil menumbuhkan motivasi keberanian siswa dan
memantabkan pengajaran teknik-teknik mendongeng.
Pada siklus II pada awal kegiatan pembelajaran siswa terlihat semangat
karena pada setiap siklus peneliti memberikan tebak-tebakan singkat untuk
memotivasi belajar siswa. Ketika diawasi peneliti siswa terlihat lebih antusias
dalam mempelajari teknik-teknik mendongeng dan lebih berani dalam
memperagakan dongengnya meskipun belum maksimal. Pendampingan secara
khusus dan pemberian contoh mendongeng secara lesan dan terperinci lebih
mudah ditangkap siswa dari pada siswa hanya ditugasi membaca dongeng
kemudian disuruh mencoba mengekspresikan sendiri. Siswa belajar untuk
memahami dongeng bukan menghafal dongeng. Hal itu terlihat dari segi
keruntutan dan kelancaran siswa dalam membawakan dongeng. Siswa sudah
mulai bisa menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara tokoh-tokohnya, dan
mengekspresikan dongengnya meski belum maksimal dan masih terlihat
canggung.
Peningkatan kemampuan medongeng siswa pada siklus II juga dapat
dilihat melalui hasil pre tes yang dibandingkan dengan hasil tes belajar pada siklus
II:
Dari segi keruntutan, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 67,1 menjadi 78,8 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan
berbicara meningkat dari 31,4% menjadi 77,1%. Prosentase ketuntasan tersebut
masih belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang
ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar
(nilai 75 keatas) meningkat dari 11 siswa menjadi 27 siswa, sedang jumlah siswa
yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 24 siswa
menajadi 8 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai keruntutan dalam berbicara
juga meningkat dari 2 siswa menjadi 14 siswa.
Dari segi kelancaran nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat
dari 65,2 menjadi 77,9 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara
meningkat dari 25,7% menjadi 71,4%. Prosentase ketuntasan tersebut masih
belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan
yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75
keatas) meningkat dari 9 siswa menjadi 25 siswa, sedang jumlah siswa yang
belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 26 siswa
menajadi 10 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kelancaran dalam berbicara
mengalami peningkatan dari 1 siswa menjadi 12 siswa.
Dari segi kejelasan suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 66,1 menjadi 77,9 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan
suara meningkat dari 22,9% menjadi 82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih
belum mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan
yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75
keatas) meningkat dari 8 siswa menjadi 29 siswa, sedang jumlah siswa yang
belum tuntas belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 27 siswa
menajadi 6 siswa. Jumlah siswa yang telah mencapai kejelasan suara dalam
berbicara juga meningkat dari yang sebelumnya 1 siswa menjadi 16 siswa.
Dari segi intonasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 60,5 menjadi 75. Sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara
meningkat dari 8,6% menjadi 57,1%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum
mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 3 siswa menjadi 20 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 32 siswa menajadi 15 siswa.
Jumlah siswa yang telah mencapai standar kesesuaian intonasi suara dalam
berbicara meningkat dari tidak ada (0) menjadi 9 siswa.
Dari segi variasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 57,3 menjadi 71 sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara
meningkat dari 2,9% menjadi 40%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum
memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 1 siswa menjadi 14 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 34 siswa menajadi 21 siswa.
Jumlah siswa yang telah mencapai standar kebervariasian suara dalam berbicara
meningkat dari tidak ada (0) menjadi 1 siswa.
Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa meningkat
dari 60,7 menjadi 74 sedangkan prosentase ketuntasan berakspresi meningkat
dari 5,7% menjadi 45,7%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum memenuhi
batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar
85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 2 siswa menjadi 16 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 33 siswa menajadi 19 siswa.
Jumlah siswa yang mencapai standar ekspresi yang ditetapkan meningkat dari 1
siswa menjadi 9 siswa. Peningkatan kemampuan berekspresi lainnya dapat dilihat
dari kriteria sangat tidak berekspresi yang naik menjadi tidak berekspresi, dan
yang sebelumnya tidak berekspresi naik menjadi kurang berekspresi.
Kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar
pada siklus 1 adalah sebesar 69,3 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi
75,7 sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan dongeng dengan gambar
sebesar 82,9%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum mencapai batas
kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%.
Secara individual siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) meningkat
dari 3 siswa menjadi 29 siswa, sedang siswa yang belum tuntas belajar (nilai yang
diperoleh siswa masih di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 32 siswa menjadi 6
siswa. Jumlah siswa yang mencapai standar padu dalam memadukan dongeng dan
gambar meningkat dari 0 siswa menjadi 10 siswa.
Dari hasil observasi pembelajaran selama di kelas serta dari hasil tes
belajar siklus II secara umum dapat dikatakan kemampuan mendongeng siswa
pada siklus 2 terlihat jauh lebih meningkat bila dibandingkan dengan pada saat pre
tes dan siklus 1. Hal itu terlihat dari meningkatnya keberanian dan kemampuan
siswa dalam membawakan dongeng. Peningkatan tersebut disebabkan karena
pada siklus II guru lebih maksimal dalam menumbuhkan motivasi keberanian
siswa dan perhatian yang diberikan guru kepada siswa juga lebih maksimal
sehingga siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar mendongeng.
Dari beberapa kriteria penilaian yang ditentukan peneliti untuk mengukur
keberhasilan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan media gambar
diam seri, kemampuan memvariasi suara masih menduduki peringkat yang
terendah. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa teknik memvariasi suara
adalah teknik yang paling sulit dikuasai oleh siswa.
Meskipun keberanian dan kemampuan mendongeng yang dicapai siswa
pada siklus dua jauh lebih meningkat dari pada siklus pertama akan tetapi
perolehan hasil tes belajar pada siklus II masih belum mencapai standar kriteria
maksimal yang ditentukan sehingga penelitian masih terus berlanjut ke siklus
berikutnya yaitu siklus III.
Pada siklus III tindakan yang dilakukan peneliti lebih tertuju pada
peningkatan motivasi keberanian dan peningkatan kemampuan mendongeng
siswa sehingga hasil tes belajar pada siklus III bisa mencapai batas ketuntasan
minimal yang ditentukan.
Berikut ini adalah hasil tes belajar yang dicapai siswa pada siklus III bila
dilihat dari beberapa indikator yang ditetapkan peneliti:
Dari segi keruntutan, nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 67,1 menjadi 87,1 sedangkan prosentase ketuntasan keruntutan
berbicara meningkat dari 31,4% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut
telah mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan
yaitu sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75
keatas) meningkat dari 11 siswa menjadi 35 siswa, dan sudah tidak terdapat siswa
yang belum tuntas belajar (nilai di bawah 75). Jumlah siswa yang telah mencapai
keruntutan dalam berbicara juga meningkat dari 2 siswa menjadi 33 siswa. Sedang
2 siswa yang lainnya masih menduduki kriteria kurang runtut, meskipun demikian
nilai yang diperoleh 2 siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan
yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari
segi keruntutan dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal.
Dari segi kelancaran nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa meningkat
dari 65,2 menjadi 87,1 sedangkan prosentase ketuntasan kelancaran berbicara
meningkat dari 25,7% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah
mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 9 siswa menjadi 35 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang telah
mencapai kelancaran dalam berbicara mengalami peningkatan dari 1 siswa
menjadi 34 siswa. Sedang 1 orang siswa masih menduduki kriteria kurang lancar,
meskipun demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria
minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh
siswa kelas V dari segi kelancaran dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan
minimal.
Dari segi kejelasan suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 66,1 menjadi 87,6 sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan
suara meningkat dari 22,9% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah
mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 8 siswa menjadi 35 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang telah
mencapai kejelasan suara dalam berbicara juga meningkat dari 1 siswa menjadi 35
siswa. Sedang 1 orang siswa masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun
demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal
ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa
kelas V dari segi kelancaran dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal.
Dari segi intonasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 60,5 menjadi 75. Sedangkan prosentase ketuntasan kejelasan suara
meningkat dari 8,6% menjadi 83,5%. Prosentase ketuntasan tersebut masih belum
mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 3 siswa menjadi 32 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) sudah tidak ada atau (0) siswa. Jumlah siswa yang
telah mencapai standar kesesuaian intonasi suara dalam berbicara meningkat dari
tidak ada (0) menjadi 32 siswa sedang 3 orang siswa masih menduduki kriteria
kurang lancar, meskipun demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah
mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil
tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi kejelasan suara dapat dikatakan telah
mencapai ketuntasan minimal.
Dari segi variasi suara nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa
meningkat dari 57,3 menjadi 71 sedangkan prosentase ketuntasan variasi suara
meningkat dari 2,9% menjadi 85,7%. Prosentase ketuntasan tersebut telah
mencapai batas kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu
sebesar 85%. Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas)
meningkat dari 1 siswa menjadi 30 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas
belajar (nilai di bawah 75) menjadi lebih sedikit dari 34 siswa menajadi 5 siswa.
Jumlah siswa yang telah mencapai standar kebervariasian suara dalam berbicara
meningkat dari tidak ada (0) menjadi 12 siswa, sedang 23 orang siswa lainnya
masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun demikian nilai yang diperoleh
siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi
pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa kelas V dari segi kebervariasian
suara dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal.
Dari segi ekspresi nilai rata-rata kemampuan berekspresi siswa meningkat
dari 60,7 menjadi 83 sedangkan prosentase ketuntasan berakspresi meningkat
dari 5,7% menjadi 100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas
kriteria ketuntasan minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%.
Secara individual jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai 75 keatas) meningkat
dari 2 siswa menjadi 35 siswa, sedang jumlah siswa yang belum tuntas belajar
(nilai di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang mencapai
standar ekspresi yang ditetapkan meningkat dari 1 siswa menjadi 32 siswa, sedang
3 orang siswa lainnya masih menduduki kriteria kurang lancar, meskipun
demikian nilai yang diperoleh siswa tersebut sudah mencapai kriteria minimal
ketuntasan yaitu 75 ke atas. Jadi pada siklus III hasil tes belajar seluruh siswa
kelas V dari segi ekspresi dapat dikatakan telah mencapai ketuntasan minimal.
Kemampuan siswa dalam memadukan dongeng dengan media gambar
pada siklus 1 adalah sebesar 69,3 sedangkan pada siklus III meningkat menjadi 84
sedangkan prosentase ketuntasan keterpaduan dongeng dengan gambar sebesar
100%. Prosentase ketuntasan tersebut telah mencapai batas kriteria ketuntasan
minimal secara klasikal yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Secara individual
siswa yang tuntas belajar (mendapat nilai 75 keatas) meningkat dari 3 siswa
menjadi 35 siswa, sedang siswa yang belum tuntas belajar (nilai yang diperoleh
siswa masih di bawah 75) sudah tidak ada (0) siswa. Jumlah siswa yang mencapai
standar padu dalam memadukan dongeng dan gambar meningkat dari 0 siswa
menjadi 35 siswa.
Dari hasil observasi selama pembelajaran di kelas serta hasil tes belajar
selama siklus I, siklus II, dan siklus III menunjukkan terdapatnya peningkatan
kemampuan berbicara dan berekspresi siswa hingga mencapai batas ketuntasan
minimal yang ditentukan. Hal itu menunjukkan bahwa penerapan ragam
mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri terbukti mampu
meningkatkan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa. Hasil penelitian ini
sejalan dengan pernyataan Dedi Kusnendi dalam Pembelajaran Mendongeng yang
mengungkapkan tentang manfaat utama dari kegiatan mendongeng yaitu untuk
meningkatkan keterampilan berbicara. Dengan mendongeng siswa dilatih mampu
berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik, sistematis, dan
menarik. Untuk dapat membawakan dongeng dengan baik, siswa harus
memahami dan menghayati dongeng tersebut, juga memperhatikan artikulasi
(kejelasan ucapan), intonasi (lagu kalimat), dan mimik (ekspresi wajah).
111

Pernyataan Dedi Kusnendi tentang manfaat utama mendongeng juga
menunjukkan bahwa selain untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa juga
dapat meningkatkan kemampuan berekspresi siswa. Karena untuk dapat berbicara
yang efektif seseorang tidak hanya harus menguasai faktor kebahasaan tetapi juga
harus memperhatikan faktor non kebahasaan.
Arsyad dan Mukti mengungkapkan tentang beberapa faktor yang harus
diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor
kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan meliputi:
e) Ketepatan ucapan.
f) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai.
g) Pilihan kata (diksi).
h) Ketepatan sasaran pembicaraan.
Sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi:
h) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.
i) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara.

111
Dedi Kusnendi, op.cit., hlm. 40.
j) Kesediaan menghargai pendapat orang lain.
k) Gerak-gerik dan mimik yang tepat.
l) Kenyaringan suara.
m) Penalaran.
n) Penguasaan topik.
112

Penelitian ini juga membuktikan bahwa penggunaan media gambar ketika
mendongeng dapat mendukung kemampuan berbicara siswa. Hal itu dapat
diketahui pada saat siswa mendongeng, jika ada beberapa bagian cerita yang lupa
mereka melihat gambar dalam dongeng tersebut. Selain membantu pendongeng
untuk mengingat jalan cerita, media gambar juga berfungsi untuk menambah daya
tarik audien terhadap dongeng yang dibawakan Si Pendongeng. Karena disamping
mendengarkan dongeng audien juga dapat menikmati keindahan gambar.
Dalam bukunya Terampil Mendongeng, Kusumo Priyo mengungkapkan
bahwa mendongeng dengan media gambar selain dapat membantu pendongeng
mengingat jalan cerita dongeng, mengembangkan cerita dongeng menjadi panjang
atau sekehendaknya juga dapat menambah ketertarikan pendengar terhadap
dongeng. Karena selain dapat menikmati dongeng pendengar juga dapat
menikmati keindahan gambar. Pendengar pun juga dapat lebih memahami
dongeng karena disamping mendengarkan dongeng pendengar juga dapat melihat
gambar dongeng.
Hasil tes belajar tingkat kefahaman siswa terhadap dongeng yang
dibawakan temannya telah mencapai standar ketuntasan minimal yang ditetapkan.

112
Maidar G. Arsyad dan Mukti U. S, op.cit., hlm. 18 20.
Hal itu dapat diketahui dari nilai rata-rata kefahaman siswa sebesar 83,2 dengan
jumlah siswa yang tuntas sebanyak 32 siswa dari 35 siswa. Sedang prosentase
ketuntasan mencapai 91,4%. Prosentase ketuntasan tersebut telah melebihi batas
minimal dari ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebesar 85%.
Tes belajar tentang kefahaman terhadap dongeng yang dibawakan
temannya ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kefahaman siswa terhadap cerita
yang disampaikan dengan cara mendongeng. Meskipun bukan orientasi utama
dalam penelitian ini, akan tetapi peneliti menganggap mengetahui tingkat
kefahaman siswa terhadap cerita itu perlu, karena apabila siswa telah memahami
cerita maka diharapkan mereka dapat mengambil pelajaran budi pekerti dari cerita
yang mereka pelajari, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam metode
penelitian, bahwa selain dapat meningkatkan kemampuan berbicara dan
berekspresi, dongeng juga dapat dijadikan sebagai pembelajaran akhlak bagi anak.
Pembelajaran dongeng yang berperan penting dalam menumbuhkan budi
luhur dalam diri anak ini sebagaimana yang telah diajarkan dalam Al Qur'an.
Dalam Al Qur'an, Allah SWT mendidik akhlak Rasulullah SAW melalui kisah-
kisah nabi-nabi terdahulu yang patut diteladani. Tentang peran pentingnya cerita
dalam pembelajaran akhlak, dalam surat Yusuf ayat 3 Allah berfirman:
t ) 7= m& )9# $/ $m& 79) # #)9# ) M2
&#7% 9 =9#
Artinya:
"Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al
Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya
adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui." (Al Qur'an, Yusuf:
03).
113


Pembelajaran yang disampaikan dengan cara melihat dan mendengar,
tingkat pemahaman yang dicapai siswa lebih tinggi dari pada hanya dengan
mendengar atau melihat saja. Dalam kerucut pembelajaran, Peter Sheal
mengungkapkan bahwa dengan mendengar, pengalaman belajar yang diperoleh
siswa sebanyak 20%; dari melihat, pengalaman belajar yang diperoleh siswa
sebanyak 30%; dan dari melihat dan mendengar, pengalaman belajar yang
diperoleh siswa sebanyak 50%.










113
Departemen Agama, "Al Qur'an dan Terjemah", (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah
Al Qur'an, 1983), hlm. 348.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Proses pelaksanaan penerapan ragam mendongeng dengan menggunakan
media gambar diam seri dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
disusun. Adapun penyusunan perencanaan difokuskan pada kemampuan siswa
dalam menguasai indikator-indikator yang ditetapkan untuk mengukur
keberhasilan mendongeng yang berimplikasi pada kemampuan berbicara dan
berekspresi siswa. Indikator-indikator tersebut terdiri dari keruntutan,
kelancaran, kejelasan suara, intonasi suara, kemampuan berekspresi, dan
keterpaduan dongeng dengan gambar. Proses pelaksanaannya di bagi menjadi
tiga siklus. Pada siklus 1, secara singkat guru menjelaskan dongeng dan unsur-
unsur intrinsik dongeng. Setelah siswa cukup mengerti maka guru mulai
mengajarkan teknik-teknik mendongeng,. Agar siswa lebih faham, guru
kemudian memberikan contoh dengan membawakan sebuah dongeng.
Kegiatan selanjutnya adalah guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok. Tiap-tiap kelompok diberi sebuah dongeng untuk didiskusikan
dengan kelompoknya sendiri bagaimana cara membawakan dongeng tersebut
dengan mengacu pada indikator yang ditetapkan. Guru memantau diskusi
siswa. Pada siklus 2 dan 3 guru berusaha menumbuhkan keberanian siswa dan
meningkatkan kemampuan mendongeng siswa dengan memberikan motivasi,
memberikan contoh lebih detail, dan meningkatkan pengawasan.
2. Terdapat peningkatan kemampuan berbicara dan berekspresi siswa secara
bertahap ketika diterapkan ragam mendongeng dengan menggunakan media
gambar diam seri. Untuk mengetahui proses peningkatan tersebut, guru
melakukan evaluasi pada tiap siklusnya. Pada siklus 1, peningkatan yang
dicapai siswa sangat kecil, hal itu karena pada siklus pertama banyak siswa
yang masih merasa malu dan canggung dalam membawakan dongeng dan
mengekspresikan dongengnya di hadapan guru dan teman-temannya. Dari
siklus pertama, peneliti kemudian mengetahui bahwa permasalahn terbesar
yang menghambat kemampuan berbicara dan berekspresi siswa terletak pada
keberanian. Pada siklus 2, peneliti berupaya memunculkan keberanian siswa
dengan memberikan motivasi dan melakukan pembiasaan pada siswa untuk
tampil berbicara dan berekspresi di depan. Dengan cara itu ternyata
kemampuan berbicara dan berekspresi siswa pada siklus dua jauh lebih
meningkat dibandingkan dengan siklus pertama, meskipun demikian nilai
hasil evaluasi siswa belum mencapai standar minimal ketuntasan yang
ditetapkan sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus tiga. Pada siklus tiga
kemampuan siswa dalam berbicara dan berekspresi semakin meningkat.
Peningkatan tersebut diketahui dari semakin berani dan semakin baiknya
siswa dalam membawakan dongeng. Siswa mampu membawakan dongeng
dengan runtut dan lancar. Siswa sudah mampu menempatkan intonasi suara
dan menggunakan variasi suara saat membawakan dongeng. Sisawa juga
semakin berani mengekspresikan dongengnya, dan juga semakin mampu
memadukan dongeng yang dibawakannya dengan media gambar yang
disediakan. Pada siklus tiga, nilai hasil evaluasi mencapai bahkan melebihi
kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan (KKM). Berikut ini adalah
perbandingan rata-rata nilai yang dicapai siswa pada saat sebelum diadakan
tindakan (pre tes) dan setelah diadakan tindakan pada siklus III. Rata-rata nilai
keruntutan berbicara siswa meningkat dari 67,1 menjadi 87,1; rata-rata nilai
kelancaran meningkat dari 65,2 menjadi 87,3; rata-rata nilai kejelasan suara
siswa meningkat dari 66,1 menjadi 87,6; rata-rata nilai intonasi suara siswa
meningkat dari 60,5 menjadi 83,5; rata-rata nilai variasi suara siswa
meningkat dari 57,3 menjadi 76,5; rata-rata nilai ekspresi siswa meningkat
dari 60,7 menjadi 83; dan rata-rata nilai keterpaduan dongeng dengan gambar
siswa meningkat dari siklus 1 dengan jumlah 69,3 menjadi 84 pada siklus III.

B. Saran
Adapun saran yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Bagi Kepala Sekolah
Alangkah baiknya jika penelitian ini dijadikan sebagai salah satu pedoman
oleh lembaga pendidikan untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan
berekspresi siswanya
b. Bagi Guru
Untuk lebih meningkatkan kemampuan berbicara siswa, hendaknya guru
mencoba menerapkan beberapa metode pembelajaran yang lebih menarik
dan dapat mendukung peningkatan kemampuan berbicara siswa. Ragam
mendongeng dengan menggunakan media gambar diam seri dapat menjadi
salah satu contoh penerpan metode yang dapat meningkatkan kemampuan
belajar siswa.
c. Bagi Siswa
Agar lebih meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri dalam
menunjukkan kemampuan berbicaranya serta pembiasaan melatih
kemampuan berbicaranya, sebab terbukti siswa yang mempunyai tingkat
keberanian serta rasa percaya diri yang tinggi lebih mampu untuk
mengungkapkan ide-idenya,
d. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini masih terbatas pada tema tertentu, untuk itu perlu ada
penelitian yang lebih lanjut dengan tema dan pembahasan yang lebih luas.












DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Arsjad, Maidar G dan S, Mukti U. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara
Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Budi, Imam. 2008. Manfaat Mendongeng Untuk Si Kecil, (http://www.mail-
archive.com/ referensi_maya@yahoogroups.com/maillist.html, diakses 1
November 2008)

Departemen Agama. 1983. Al Qur'an dan Terjemah. Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Al Qur'an.

Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI
(KTSP). Jakarta: Depdiknas KKPS Kabupaten Malang.

Drajat, Zakia. 2004. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.

Endraswara, Ibrahim Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra.
Yogyakarta: FBS Universitas Yogyakarta.

Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.

Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Hartono. 2007. Strategi Pembelajaran Active Learning, (Online), (Situs Informasi
Pendidikan Indonesia, serba-serbi dunia pendidikan:
http://eduarticles.com, diakses 1 November 2008).

Ibrahim. 1981. Media Instruksional. Malang: Sub Proyek Penulisan Buku
Pelajaran Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi IKIP Malang.

Imam Budi. 2008. Manfaat Mendongeng untuk Si Kecil. (Online),
(http://www.mailarchive.com/referensi_maya@yahoogroups.com/index.ht
ml, diakses 1 Februari 2009).

Kusnendi, Dedi. 2002. Pembelajaran Mendongeng. Jakarta: Gerbang.
Latuheru, J. D. 1998. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar
Mengajar Kini. Ujung Pandang: Penerbit IKIP Ujung Pandang.

Meulong, Lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Melandika, Alfarisma. 2007. Pengaruh (Megadis) Media Gambar Diam Seri
Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMPN I Gondang
Kab. Nganjuk. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Indonesia
Universitas Malang.

Miftahul Jannah, Wahyu. 2009. Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui The
Role Playing Model di Kelas III SDN Selodono. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: Fakultas Sastra Indonesia Universitas Malang.

Murtikasari, Ardiani. 2007. Mengenal Media Pembelajaran. (Online), (http://edu-
articles.com/mengenal-media-pembelajaran/, diakses tanggal 21 Juli 2009)

Pormadi. 2008. Teknik Berbicara di Depan Umum. (Online),
(http://pormadi.wordpress.com/2008/12/15/teknik-berbicara-di-depan-
umum/, diakses 16 Februari 2009).

Priyo, Kusumo. 2001. Terampil Mendongeng, Jakarta: PT. Grasindo.

Saleh, Abdul Rahman. 2005. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak
Bangsa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sadiman dkk. 2003. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya, Jakarta: Pustekkom Dikbud dan CV Rajawali.

Santoso K. S, Edy. Bicara Adalah Kunci Sukses. (Online).
(http://eaglesspirit.blogspot.com/2008/08/bicara-adalah-kunci-sukses.html,
diakses 1 Juni 2009)

Sihkabuden. 1985. Modul Media Pembelajaran. Malang: FIP IKIP Malang.

Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 1990. Media Pengajaran. Bandung: CV Sinar
Baru Bandung.

Sulaeman, Amir Hamzah. 1988. Media Audio-Visual. Jakarta: PT Gramedia.

Tarigan, D. dan G, Henry. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.

Uci. 2007. Harus Berani Malu. (Online), (http://www.pikiran-
rakyat.com/?mib=news.detail&id=88615, diakses 25 Juli 2009)

Ugik. 2007. Ukir Perilaku Anak dengan Dongeng, (Online),
(http://ugik.multiply.com, diakses 1 November 2008).

Kholifah, Umi. 2000. Pengaruh Penggunaan Media Gambar Diam Seri dalam
Pembelajaran Keterampilan Berbicara Terhadap Kemampuan Berbicara
Siswa Kelas II SLTP Lab. UM Tahun Ajaran 1999/2000. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Indonesia Universitas Malang.

Wahid Murni. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (dari Teori Menuju Praktek).
Malang: UM Press.

Wahidmurni dan Ali, Nur. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Pendidikan Agama
dan Umum dari Teori Menuju Praktek), Malang: UM Press.
Yadai, Al Syukro. 2009. Guru Harus Mau dan Bisa Mendongeng. (Online),
(http://alsyukro-yadai.com, diakses 25 Juli 2009 )

_________. 2008. Aktif dan Kreatif (Kompetensi Bahasa Indonesia SMP/MTs
VII), (Online), (http://ictcenterpurwodadi.net/explorer/viewing/
BSE/02.+SMPMTs/39.+Kompentasi+Berbahasa+Indonesia1+VII+RATN
A+ SUSANTI/03Bab+2.pdf/, diakses 1 Februari 2009).

_________. 2009. Ketuntasan Belajar. (Online),
(http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/24/instrumen-penelitian.html,
diakses 20 Juni 2009).

_________. Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal. (Online),
(http://www.telkomsekolahonline.net/docupl/1276_PENETAPAN%20KK
M.doc, diakses 20 Juli 2009)


























LAMPIRAN 1













RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS I

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : V/ II (Dua)
Alokasi Waktu : 6 x 40 menit
Pertemuan : Pertama, kedua, dan ketiga

A. STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan
bercerita.

B. KOMPETENSI DASAR
Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.

C. MATERI POKOK
Bercerita

D. INDIKATOR
Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan
bahasanya sendiri
Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita
Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat.
Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita

E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
Media
Gambar diam seri dalam ukuran besar
Tempat meletakkan gambar


Sumber Belajar
Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka
Cipta
Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas 5 SD/MI. Penerbit Erlangga

F. METODE PEMBELAJARAN
Tanya Jawab
Diskusi
Ceramah
Mendongeng

G. SKENARIO PEMBELAJARAN
Kegiatan Awal
Secara singkat peneliti menerangkan pada siswa pelajaran yang akan
dipelajari hari itu.
Secara singkat peneliti memberi tahu tujuan dari pembelajaran tersebut
Kegiatan Inti
Guru menjelaskan tenik-teknik membawakan dongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri.
Peneliti yang juga bertindak sebagai guru mulai membawakan dongeng.
Peneliti memberikan pertanyaan singkat tentang tokoh-tokoh, tema, latar,
dan amanat yang terkandung dalam dongeng tersebut untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa tentang dongeng tersebut.
Kegiatan Akhir
Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok, tiap-tiap kelompok
diberi teks cerita yang berbeda-beda. Cerita tersebut disertai dengan
ilustrasi gambarnya.
Tiap-tiap kelompok mempelajari teks cerita tersebut serta saling berdiskusi
dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan dongeng
tersebut dengan baik.
Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut
digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok yang
mendapat giliran maju pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya untuk
membawakan dongeng.
Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara
bergantian untuk membawakan dongeng.

H. EVALUASI
a. Keaktifan siswa dalam kelompoknya
b. Keberanian siswa dalam membawakan dongeng
c. Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran,
keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian
suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan
gambar)

















RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS II
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : V/ II (Dua)
Alokasi Waktu : 6 x 40 menit
Pertemuan : Pertama, kedua, dan ketiga

A. STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan
bercerita.

B. KOMPETENSI DASAR
Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.

C. MATERI POKOK
Bercerita

D. INDIKATOR
Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan
bahasanya sendiri
Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita
Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat.
Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita

E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
Media
Gambar diam seri dalam ukuran besar
Tempat meletakkan gambar

Sumber Belajar
Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka
Cipta
Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas V SD/MI. Penerbit Erlangga

F. METODE PEMBELAJARAN
Tanya Jawab
Diskusi
Ceramah
Mendongeng

G. SKENARIO PEMBELAJARAN
Kegiatan Awal
Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa
serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa.
Tiap-tiap kelompok saling berdiskusi dengan sesama anggotanya tentang
bagaimana cara membawakan dongeng tersebut dengan baik. Guru
memantau diskusi tiap-tiap kelompok serta memberi contoh pada siswa
bagaimana cara menyesuaikan intonasi suara, memvariasi suara, dan
mengekspresikan cerita mereka.
Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut
digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok
yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk
membawakan dongeng.
Kegiatan Inti
Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara
bergantian untuk membawakan dongeng.

Kegiatan Akhir
Evaluasi bersama (guru dan siswa membahas kelebihan dan kekurangan
siswa saat membawakan dongeng pada pembelajaran hari itu ).
H. EVALUASI
Keaktifan siswa dalam kelompoknya
Keberanian siswa dalam membawakan dongeng
Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran,
keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian
suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan
gambar)
























RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS III
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : V/ II (Dua)
Alokasi Waktu : 6 x 40 menit
Pertemuan : Pertama, kedua, dan ketiga

A. STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan
bercerita.

B. KOMPETENSI DASAR
Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.

C. MATERI POKOK
Bercerita

D. INDIKATOR
Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan
bahasanya sendiri
Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita
Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat.
Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita

E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
Media
Gambar diam seri dalam ukuran besar
Tempat meletakkan gambar



Sumber Belajar
Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka
Cipta
Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas V SD/MI. Penerbit Erlangga

F. METODE PEMBELAJARAN
Tanya Jawab
Diskusi
Ceramah
Mendongeng

G. SKENARIO PEMBELAJARAN
Kegiatan Awal
Guru merevew pengajaran tentang teknik-teknik mendongeng pada siswa
serta meningkatkan pemberian motivasi pada siswa.
Kegiatan Inti
Tiap-tiap kelompok berkumpul dengan kelompoknya dan saling berdiskusi
dengan sesama anggotanya tentang bagaimana cara membawakan
dongeng tersebut dengan baik. Guru memantau diskusi tiap-tiap kelompok
serta membetulkan apabila ada siswa yang ketika belajar menyesuaikan
intonasi suara, memvariasi suara, dan mengekspresikan cerita terlihat
kurang tepat.
Tiap-tiap kelompok mendapat nomor urut dari guru. Nomor urut tersebut
digunakan untuk mengetahui siapa saja siswa dari tiap-tiap kelompok
yang mendapat giliran maju pertama, ke dua, ke tiga, dan seterusnya untuk
membawakan dongeng.





Kegiatan Akhir
Guru memanggil satu per satu siswa dari tiap-tiap kelompok secara
bergantian untuk membawakan dongeng.
Guru mengumumkan siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam
membawakan dongeng.
Siswa yang terpilih menjadi pendongeng yang terbaik dari tiap-tiap
kelompok mendongeng dihadapan teman-temannya pada pertemuan
berikutnya.

H. EVALUASI
a. Keaktifan siswa dalam kelompoknya
b. Keberanian siswa dalam membawakan dongeng.
c. Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran,
keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian
suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan
gambar)















RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SIKLUS III
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : V/ II (Dua)
Alokasi Waktu : 6 x 40 menit
Pertemuan : Keempat

A. STANDAR KOMPETENSI
Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan
bercerita.

B. KOMPETENSI DASAR
Bercerita dengan menggunakan lafal, intonasi, serta ekspresi yang tepat.

C. MATERI POKOK
Bercerita

D. INDIKATOR
Mampu menceritakan cerita tersebut secara lisan dengan menggunakan
bahasanya sendiri
Mampu bercerita dengan runtut dan lancar sesuai dengan kronologis cerita
Mampu bercerita dengan menggunakan lafal dan intonasi yang tepat.
Mampu mengekspresikan tokoh-tokoh dalam cerita

E. MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
Media
Gambar diam seri dalam ukuran besar
Tempat meletakkan gambar

Sumber Belajar
Buku dongeng rakyat Kumpulan Dongeng Indonesia. Penerbit Rieneka
Cipta
Buku Bina dan Sastra Indonesia kelas V SD/MI. Penerbit Erlangga

F. METODE PEMBELAJARAN
Tanya Jawab
Diskusi
Ceramah
Mendongeng

G. SKENARIO PEMBELAJARAN
Kegiatan Awal
Secara singkat guru menerangkan langkah-langkah pembelajaran hari itu
Guru meminta siswa untuk menyimak dongeng yang dibawakan
temannya, karena setelah setiap siswa selesai mendongeng, guru akan
mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan dongeng.
Kegiatan Inti
Siswa menyimak dongeng temannya dan ikut memberikan penilaian
terhadap penampilan dongeng temannya untuk menentukan pendongeng
yang terbaik diantara empat pendongeng.
Setiap kali siswa selesai mendongeng, guru memberikan pertanyaan
tentang unsur-unsur intrinsik dongeng bagi siswa yang menyimak
dongeng temannya. Pertanyaan tersebut untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa terhadap dongeng yang dibawakan temannya.







Kegiatan Akhir
Guru menentukan pendongeng yang terbaik pertama, kedua, ketiga, dan
keeempat. Penilaian tersebut diambil dari nilai yang diberikan guru dan
nilai yang diberikan siswa.
Siswa yang terbaik dari tiap-tiap kelompok dalam membawakan dongeng
mendapat reward dari guru. Reward tersebut diurutkan dari pendongeng
terbaik pertama sampai pendongeng terbaik keempat.

H. EVALUASI
a. Kemampuan berbicara/mendongeng siswa (dilihat dari segi kelancaran,
keruntutan, kejelasan suara, kesesuaian intonasi suara, kebervariasian
suara, ekspresi saat mendongeng, dan keterpaduan antara dongeng dan
gambar).
b. Kemampuan siswa dalam memahami dongeng yang dibawakan temannya.










































































































LAMPIRAN 3

























FORMAT PENILAIAN MENDONGENG SISWA
Nama Pendongeng :_________________
Kelompok Dongeng :_________________

Indikator Kriteria yang dinilai Penjelasan Nilai
Keruntutan cerita a. Sangat runtut
b. Runtut
c. Kurang runtut
d. Tidak runtut

Kelancaran bercerita 11. Sangat lancar
12. Lancar
13. Kurang lancar
14. Tidak lancar

Intonasi suara a. Sangat sesuai
b. Sesuai
c. Kurang sesuai
d. Tidak sesuai

Penempatan suara.

a. Sangat bervariasi
b. Cukup bervariasi
c. Kurang
bervariasi
d. Tidak bervariasi

Ekspresi saat
mendongeng
a. Sangat tepat
b. Tepat
c. Kurang tepat
d. Tidak tepat

Penggunaan media
(keterpaduan
dongeng dengan
gambar)
a. Sangat padu
b. Padu
c. Kurang padu
d. Tidak padu


LEMBAR OBSERVASI PERILAKU SISWA SIKLUS 1
Hari/ Tanggal :_____________________
Jam :_____________________
Tempat :_____________________
Jenis Perilaku Indikator Catatan/ Komentar
Antusias Menunjukkan rasa ingin tahu
yang besar terhadap metode
pembelajaran yang akan
diterapkan guru.
Ketertarikan dalam
menyimak cerita guru.
Berusaha mengerjakan tugas
dengan baik (melaksanakan
intruksi dengan segera)


Keceriaan Tampak gembira dan senang
saat mengikuti pelajaran.
Roman muka tampak berseri-
seri saat diskusi kelompok.

Kreativitas Mencoba belajar berekspresi
dengan gayanya sendiri
Mengajukan pertanyaan
kepada guru jika belum jelas
Mengemukakan ide-idenya.


Catatan:
..................................................................................................................................
..................................................................................................................................

Pengamat

.............................
LEMBAR OBSERVASI PERILAKU SISWA SIKLUS II
Tanggal :_____________________
Jam :_____________________
Tempat :_____________________

Jenis Perilaku Indikator Catatan/ Komentar
Motivasi Melaksanakan intruksi dari
guru dengan segera
Segera berkumpul dengan
kelompoknya
Bersungguh-sungguh
menyimak penjelasan dan
contoh mendongeng yang
diberikan guru
Berani memperagakan
dongeng



Keceriaan Tampak gembira dan senang
saat bekerja sama dengan
kelompoknya.


Kreativitas Mencoba berekspresi dengan
gayanya sendiri
Mencoba memvariasi suara
tokoh-tokoh dongeng
Mencoba menyesuaikan
intonasi suara


Catatan:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

Pengamat

.............................

















LEMBAR OBSERVASI PERILAKU SISWA SIKLUS III
Tanggal :_____________________
Jam :_____________________
Tempat :_____________________

Jenis Perilaku Indikator Catatan/ Komentar
Motivasi Melaksanakan intruksi dari
guru dengan segera
Segera berkumpul dengan
kelompoknya
Bersungguh-sungguh
menyimak penjelasan dan
contoh mendongeng yang


diberikan guru
Berani memperagakan
dongeng

Keceriaan Tampak gembira dan senang
saat bekerja sama dengan
kelompoknya.


Kreativitas Mencoba berekspresi dengan
gayanya sendiri
Mencoba memvariasi suara
tokoh-tokoh dongeng
Mencoba menyesuaikan
intonasi suara


Catatan:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

Pengamat

.............................

















INSTRUMEN ANALIS PROSES KEGIATAN GURU
Tahap
Pembelajaran
Fokus
Tindakan
Tindakan/Kegiatan
Guru
Kualifikasi
BS B C K
Pendahuluan Menyiapkan
siswa untuk
mengikuti
pembelajaran
Menyapa siswa
dengan ramah
Penghangatan
(permainan singkat
atau nyanyian)
Menjelaskan tujuan
dan kegiatan
pembelajaran
Memberi kesempatan
siswa untuk bertanya

Inti Menjelaskan
peta pikiran
Memberi pengarahan
langkah-langkah
mendongeng
Memperagakan
dongeng

Penutup Membimbing
siswa
memunculkan
gagasan
Tanya jawab tentang
dongeng yang akan
dibawakan siswa
Memancing siswa
untuk memunculkan
kreativitasnya dalam

membawakan
dongeng
Menugasi siswa
untuk meresume
cerita yang akan
disampaiakan
CATATAN LAPANGAN
Siklus :
Pertemuan :
Hari/Tanggal :
Jam :
Tahap
Pembelajaran
Deskripsi Proses
Pembelajaran
Refleksi























LEMBAR OBSERVASI HASIL BELAJAR SISWA

Pertanyaan Hasil Pengamatan
Apakah siswa senang/terlihat
bersemangat dengan metode penelitian
yang diterapkan peneliti?


Apakah metode mendongeng dengan
menggunakan media gambar diam seri
dapat meningkatkan kemampuan
berbicara dan berekspresi siswa bila
dilihat dari segi:
Keruntutan bercerita
Kelancaran bercerita
Penyesuaian intonasi suara
Ekspresi saat bercerita
Variasi suara saat bercerita
Keterpaduan penggunaan media
saat bercerita


Pendapat lainnya







Pengamat


..................................











LAMPIRAN 4
















REKAPITULASI PENILAIAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA
(PRE TES, SIKLUS I, II, DAN III)
a. Keruntutan
No Nama
Keruntutan Berbicara
Pre Tes S1 S2 S3
1 Muhlis Susilo 60 65 73 80
2 Miftahul Huda 62 65 75 85
3 Adam Prasetyo 65 68 78 87
4 Devi Nur B 55 60 70 80
5 Tonny Dennys 62 65 75 80
6 M. Ridho Akbar 63 65 75 85
7 Bagus Syarifudin 63 65 75 85
8 M. Yusuf A. 60 63 73 85
9 Diah Ayu N. 77 80 87 95
10 Winda Retnani 77 80 85 95
11 M. Dimas Putra 63 65 75 85
12 Andhi Galih 65 70 80 87
13 M. Rochim Dwi J 63 63 75 85
14 Nadya Amuda 75 75 85 90
15 Rifky M. Ghufron 60 63 73 80
16 M. Iqbal Ismail 73 75 87 95
17 Rahmad Cahyono 63 63 73 83
18 Daisy Amalia 82 85 90 99
19 Risky N. Fandi 63 65 75 85
20 Khusnul Kh 55 60 70 78
21 Ahlil Firdaus 73 75 85 90
22 Rizky Firhan Ali 60 60 70 78
23 Diah Lutfiani 78 80 90 99
24 Ariza Zulfi P 75 78 87 95
25 Zaim I 60 63 73 85
26 Ilham Yahya 60 63 75 85
27 Fakhry Husein 63 65 73 85
28 M. Ghufron 83 75 82 90
29 Fatkul N 75 80 85 90
30 A. Ch. Yahya 75 78 85 90
31 S. Dwi Intan 63 65 78 85
32 M. Rizky 60 65 75 85
33 M. Subhan 60 65 75 85
34 Ulum Nabila 78 80 88 93
35 N. Asy Syafa 78 80 87 90
Nilai 2349 2432 2757 3049
Nilai Rata-Rata 67, 1 69, 5 78, 8 87, 1
T 11 13 27 35
TT 24 22 8 0
sangat tidak runtut 2 - - -
tidak runtut 20 21 - -
kurang runtut 11 7 21 2
runtut 2 7 12 19
sangat runtut - - 2 14
% ketuntasan keruntutan 31, 4% 37, 1% 77, 1% 100%















b. Kelancaran

No Nama
Kelancaran Berbicara
Pre Tes S1 S2 S3
1 Muhlis Susilo 60 62 75 75
2 Miftahul Huda 60 65 75 85
3 Adam Prasetyo 63 63 77 85
4 Devi Nur B 55 60 75 85
5 Tonny Dennys 57 60 73 85
6 M. Ridho Akbar 60 63 75 85
7 Bagus Syarifudin 63 65 73 87
8 M. Yusuf A. 60 63 76 85
9 Diah Ayu N. 75 75 85 90
10 Winda Retnani 75 70 78 90
11 M. Dimas Putra 60 65 77 89
12 Andhi Galih 62 65 75 85
13 M. Rochim Dwi J 60 63 73 83
14 Nadya Amuda 73 75 85 90
15 Rifky M. Ghufron 60 63 75 85
16 M. Iqbal Ismail 75 77 85 92
17 Rahmad Cahyono 60 65 73 85
18 Daisy Amalia 80 85 90 95
19 Risky N. Fandi 60 65 77 88
20 Khusnul Kh 55 60 70 83
21 Ahlil Firdaus 65 70 85 90
22 Rizky Firhan Ali 60 63 73 85
23 Diah Lutfiani 75 75 85 95
24 Ariza Zulfi P 75 77 85 93
25 Zaim I 60 63 73 85
26 Ilham Yahya 60 63 73 85
27 Fakhry Husein 62 68 75 87
28 M. Ghufron 78 78 80 90
29 Fatkul N 70 75 85 93
30 A. Ch. Yahya 70 70 80 90
31 S. Dwi Intan 63 65 75 85
32 M. Rizky 60 63 73 85
33 M. Subhan 60 65 73 85
34 Ulum Nabila 75 75 83 90
35 N. Asy Syafa 75 75 85 90
Nilai 2281 2374 2725 3055
Nilai Rata-Rata 65, 2 67, 8 77, 9 87, 3
T 9 10 25 35
TT 26 25 10 0
sangat tidak lancar 3 - - -
tidak lancar 20 22 - -
kurang lancar 11 12 23 1
lancar 1 1 11 21
sangat lancar - - 1 13
% ketuntasan kelancaran
berbicara
25, 7% 28, 6% 71, 4% 100%















c. Artikulasi Suara

No Nama
Artikulasi Suara
Pre Tes S1 S2 S3
1 Muhlis Susilo 60 65 75 85
2 Miftahul Huda 60 65 75 85
3 Adam Prasetyo 65 70 75 85
4 Devi Nur B 60 70 80 85
5 Tonny Dennys 60 65 70 80
6 M. Ridho Akbar 60 65 75 85
7 Bagus Syarifudin 63 70 80 87
8 M. Yusuf A. 60 65 75 85
9 Diah Ayu N. 75 80 85 95
10 Winda Retnani 75 80 85 90
11 M. Dimas Putra 60 65 75 85
12 Andhi Galih 62 65 75 85
13 M. Rochim Dwi J 60 65 75 85
14 Nadya Amuda 75 75 80 90
15 Rifky M. Ghufron 60 65 70 85
16 M. Iqbal Ismail 75 80 85 95
17 Rahmad Cahyono 60 65 75 85
18 Daisy Amalia 85 90 95 99
19 Risky N. Fandi 62 65 78 88
20 Khusnul Kh 57 60 70 80
21 Ahlil Firdaus 72 75 80 90
22 Rizky Firhan Ali 60 65 70 80
23 Diah Lutfiani 73 75 85 95
24 Ariza Zulfi P 73 75 80 93
25 Zaim I 60 65 70 80
26 Ilham Yahya 60 65 75 85
27 Fakhry Husein 62 65 75 85
28 M. Ghufron 75 75 80 90
29 Fatkul N 73 75 85 92
30 A. Ch. Yahya 73 75 85 92
31 S. Dwi Intan 63 65 75 85
32 M. Rizky 62 65 75 85
33 M. Subhan 63 65 70 85
34 Ulum Nabila 75 80 87 95
35 N. Asy Syafa 75 80 85 95
Nilai 2313 2445 2725 3066
Nilai Rata-Rata 66,1 70,1 77, 9 87,6
T 8 13 29 35
TT 27 22 6 0
sangat tidak jelas 2 - - -
tidak jelas 20 18 - -
kurang jelas 12 10 19 -
jelas 1 5 15 22
sangat jelas - 1 1 13
% ketuntasan artikulasi
suara
22, 9% 37, 1% 82, 9% 100%















d. Intonasi Suara

No Nama
Intonasi Suara
Pre Tes S1 S2 S3
1 Muhlis Susilo 55 60 70 80
2 Miftahul Huda 55 60 70 80
3 Adam Prasetyo 60 65 75 85
4 Devi Nur B 55 60 70 80
5 Tonny Dennys 55 60 70 75
6 M. Ridho Akbar 55 60 70 80
7 Bagus Syarifudin 60 65 75 85
8 M. Yusuf A. 55 60 70 80
9 Diah Ayu N. 65 70 80 90
10 Winda Retnani 65 70 85 90
11 M. Dimas Putra 60 65 75 85
12 Andhi Galih 60 65 75 85
13 M. Rochim Dwi J 55 60 70 80
14 Nadya Amuda 65 70 75 85
15 Rifky M. Ghufron 60 65 75 80
16 M. Iqbal Ismail 65 70 78 90
17 Rahmad Cahyono 55 60 70 80
18 Daisy Amalia 78 80 90 97
19 Risky N. Fandi 60 65 75 85
20 Khusnul Kh 55 60 70 75
21 Ahlil Firdaus 60 65 75 87
22 Rizky Firhan Ali 55 60 65 75
23 Diah Lutfiani 75 80 85 95
24 Ariza Zulfi P 65 70 80 90
25 Zaim I 55 60 70 80
26 Ilham Yahya 55 60 70 80
27 Fakhry Husein 55 60 70 80
28 M. Ghufron 75 75 80 90
29 Fatkul N 65 70 80 90
30 A. Ch. Yahya 65 70 80 90
31 S. Dwi Intan 60 65 75 80
32 M. Rizky 55 60 70 80
33 M. Subhan 55 60 70 80
34 Ulum Nabila 65 70 80 90
35 N. Asy Syafa 65 70 80 90
Nilai 2118 2285 2628 2924
Nilai Rata-Rata 60,5 65, 3 75 83,5
T 3 3 20 35
TT 32 32 15 0
sangat tidak sesuai 15 - - -
tidak sesuai 17 23 - -
kurang sesuai 3 10 26 3
sesuai - 2 8 21
sangat sesuai - - 1 11
% ketuntasan intonasi
suara
8, 6% 8, 6% 57, 1% 100%















e. Variasi Suara

No Nama
Variasi Suara
Pre Tes S1 S2 S3
1 Muhlis Susilo 55 55 65 75
2 Miftahul Huda 55 60 70 75
3 Adam Prasetyo 55 60 70 75
4 Devi Nur B 50 55 65 75
5 Tonny Dennys 55 60 70 75
6 M. Ridho Akbar 55 60 75 78
7 Bagus Syarifudin 55 60 75 78
8 M. Yusuf A. 55 60 70 75
9 Diah Ayu N. 60 65 77 80
10 Winda Retnani 60 65 75 80
11 M. Dimas Putra 55 60 70 75
12 Andhi Galih 55 60 70 75
13 M. Rochim Dwi J 53 55 60 75
14 Nadya Amuda 60 65 75 78
15 Rifky M. Ghufron 55 60 70 75
16 M. Iqbal Ismail 60 65 75 85
17 Rahmad Cahyono 55 60 70 70
18 Daisy Amalia 75 75 85 88
19 Risky N. Fandi 55 60 70 75
20 Khusnul Kh 50 55 60 70
21 Ahlil Firdaus 55 60 70 80
22 Rizky Firhan Ali 53 55 60 70
23 Diah Lutfiani 70 75 80 85
24 Ariza Zulfi P 60 70 78 80
25 Zaim I 53 55 65 70
26 Ilham Yahya 53 55 65 70
27 Fakhry Husein 53 55 65 75
28 M. Ghufron 70 70 78 80
29 Fatkul N 65 70 75 80
30 A. Ch. Yahya 60 65 75 80
31 S. Dwi Intan 55 60 70 75
32 M. Rizky 55 60 70 75
33 M. Subhan 55 60 70 75
34 Ulum Nabila 60 70 75 80
35 N. Asy Syafa 60 65 75 80
Nilai 2005 2160 2488 2679
Nilai Rata-Rata 57,3 61,7 71 76, 5
T 1 2 14 30
TT 34 33 21 5
sangat tidak bervariasi 23 8 - -
tidak bervariasi 9 21 8 -
kurang bervariasi 3 6 26 23
bervariasi - - 1 12
sangat bervariasi - - - -
% ketuntasan variasi
suara
2, 9% 5, 7% 40% 85, 7%















f. Ekspresi

No Nama
Ekspresi Siswa
Pre Tes S1 S2 S3
1 Muhlis Susilo 55 60 70 80
2 Miftahul Huda 60 65 75 80
3 Adam Prasetyo 60 65 75 83
4 Devi Nur B 50 55 65 80
5 Tonny Dennys 60 60 70 80
6 M. Ridho Akbar 65 70 78 83
7 Bagus Syarifudin 60 65 75 83
8 M. Yusuf A. 55 60 70 80
9 Diah Ayu N. 70 75 80 90
10 Winda Retnani 70 75 80 85
11 M. Dimas Putra 55 60 70 80
12 Andhi Galih 55 60 70 80
13 M. Rochim Dwi J 55 60 70 80
14 Nadya Amuda 65 70 78 83
15 Rifky M. Ghufron 55 60 70 78
16 M. Iqbal Ismail 70 75 80 90
17 Rahmad Cahyono 55 60 70 80
18 Daisy Amalia 80 85 90 97
19 Risky N. Fandi 60 65 70 80
20 Khusnul Kh 50 55 65 80
21 Ahlil Firdaus 55 60 70 80
22 Rizky Firhan Ali 55 60 65 78
23 Diah Lutfiani 70 75 85 95
24 Ariza Zulfi P 65 70 80 90
25 Zaim I 55 60 70 78
26 Ilham Yahya 55 60 70 80
27 Fakhry Husein 55 60 70 80
28 M. Ghufron 75 75 80 85
29 Fatkul N 65 70 75 90
30 A. Ch. Yahya 65 70 80 88
31 S. Dwi Intan 55 60 70 80
32 M. Rizky 55 60 70 80
33 M. Subhan 55 60 70 80
34 Ulum Nabila 70 75 80 90
35 N. Asy Syafa 70 75 85 90
Nilai 2125 2280 2591 2916
Nilai Rata-Rata 60,7 65, 1 74 83
T 2 8 16 35
TT 33 27 19 0
sangat tidak ekspresif 17 2 - -
tidak ekspresif 10 20 4 -
kurang ekspresif 7 12 21 3
ekspresif 1 1 9 24
sangat ekspresif - - 1 8
% ketuntasan ekspresi 5, 7% 22, 9% 45, 7% 100%












g. Keterpaduan Antara Gambar dan Cerita

No Nama
Ekspresi Siswa
Pre Tes S1 S2 S3
1 Muhlis Susilo - 65 70 80
2 Miftahul Huda - 70 75 80
3 Adam Prasetyo - 70 75 80
4 Devi Nur B - 70 75 80
5 Tonny Dennys - 65 75 80
6 M. Ridho Akbar - 70 75 85
7 Bagus Syarifudin - 70 75 85
8 M. Yusuf A. - 70 75 80
9 Diah Ayu N. - 70 80 90
10 Winda Retnani - 70 78 90
11 M. Dimas Putra - 70 75 85
12 Andhi Galih - 70 75 85
13 M. Rochim Dwi J - 65 75 85
14 Nadya Amuda - 70 75 85
15 Rifky M. Ghufron - 65 70 80
16 M. Iqbal Ismail - 75 80 90
17 Rahmad Cahyono - 70 75 85
18 Daisy Amalia - 70 80 90
19 Risky N. Fandi - 70 75 85
20 Khusnul Kh - 65 70 80
21 Ahlil Firdaus - 70 80 85
22 Rizky Firhan Ali - 65 70 80
23 Diah Lutfiani - 70 80 90
24 Ariza Zulfi P - 70 75 90
25 Zaim I - 65 70 80
26 Ilham Yahya - 65 70 80
27 Fakhry Husein - 70 75 80
28 M. Ghufron - 75 80 85
29 Fatkul N - 75 80 85
30 A. Ch. Yahya - 70 80 85
31 S. Dwi Intan - 70 75 80
32 M. Rizky - 70 75 80
33 M. Subhan - 70 75 80
34 Ulum Nabila - 70 80 90
35 N. Asy Syafa - 70 80 90
Nilai - 2425 2648 2940
Nilai Rata-Rata - 69, 3 75, 7 84
T - 3 29 35
TT - 32 6 0
sangat tidak padu - - - -
tidak padu - 9 - -
kurang padu - 26 25 -
padu - - 10 28
sangat padu - - - 7
% ketuntasan keterpaduan
cerita dan gambar
- 8, 6% 82, 9% 100%














LAMPIRAN 5














KETERANGAN PENETAPAN PENILAIAN
HASIL TES BELAJAR

NA : Nilai angka
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas

a. Kriteria Keruntutan
50 59 : Sangat tidak runtut (jika ketidak runtutan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat runtut (jika ketidak runtutan sebanyak 0 2 kali)

b. Kriteria Kelancaran
50 59 : Sangat tidak lancar (jika ketidak lancaran lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak lancar (jika ketidak lancaran 9 10 kali)
70 79 : Kurang lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat lancar (jika ketidak lancaran sebanyak 0 2 kali)

c. Kriteria Kejelasan Suara
50 59 : Sangat tidak jelas (jika ketidak jelasan lebih dari 10 kali)
60 69 : Tidak jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 9 10 kali)
70 79 : Kurang jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 6 8 kali)
80 89 : Jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 3 5 kali)
90 99 : Sangat jelas (jika ketidak jelasan sebanyak 0 2 kali)




d. Kriteria Intonasi Suara
50 59 : Sangat tidak sesuai (jika sama sekali tidak terdapat intonasi suara)
60 69 : Tidak sesuai (jika intonasi suara sebanyak 1 kali)
70 79 : Kurang sesuai (jika intonasi suara sebanyak 2 kali)
80 89 : Sesuai (jika intonasi suara sebanyak 3 kali)
90 99 : Sangat sesuai (jika intonasi suara lebih dari 3 kali)

e. Kriteria Kebervariasian Suara
50 59 : Sangat tidak bervariasi (jika sama sekali tidak ada variasi suara)
60 69 : Tidak bervariasi (jika terdapat 1 variasi suara)
70 79 : Kurang bervariasi (jika terdapat 2 variasi suara)
80 89 : Bervariasi (jika terdapat 3 variasi)
90 99 : Sangat bervariasi (jika terdapat lebih dari 3 variasi suara)

f. Kriteria Ekspresi
50 59 : Sangat tidak ekspresif (jika sama sekali tidak terdapat ekspresi)
60 69 : Tidak ekspresif (jika terdapat 1 kali ekspresi)
70 79 : Kurang ekspresif (jika terdapat 2 kali ekspresi)
80 89 : Ekspresif (jika terdapat 3 kali ekspresi)
90 99 : Sangat ekspresif (jika terdapat lebih dari 3 kali ekspresi)

g. Kriteria Keterpaduan Dongeng dengan Gambar
50 59 : Sangat tidak padu (jika pendongeng sama sekali tidak
mengfungsikan media gambar)
60 69 : Tidak padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar tapi
tidak sesuai dengan jalan cerita)
70 79 : Kurang padu (jika pendongeng mengfungsikan media gambar
sekedarnya)
80 89 : Padu (jika jalan cerita sesuai dengan media gambar)
90 9 : Sangat padu (jika jalan cerita sangat sesuai dengan gambar,
pendongeng sering menunjuk gambar untuk memperjelas cerita)
Tabel Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Ragam Mendongeng untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berekspresi
No Jawaban Frekuensi Prosentase
1 Sangat senang 21 60
2 Senang 11 31,4
3 Kurang senang 3 8,6
4 Tidak senang - 0
Jumlah 35 100

























LAMPIRAN 6





Soal untuk Mengukur Pemahaman Siswa
Terhadap Cerita

Lukisan Nelayann yang Jujur
1. Kenapa istri Rangga merasa keberatan ketika Rangga
mengutarakan keinginannya untuk melukis?
2. Siapakah orang yang pertama kali membeli ikan rangga ketika
Rangga sampai di kota pertama kali?
3. Kenapa Rangga menyangka raja akan menghukum dirinya?
4. Apa hadiah yang diberikan Raja pada Rangga?
5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan
temanmu!

Nyi Bungsu Rangrang
1. Kenapa gadis itu dinamakan Nyi Bungsu Rangrang?
2. Apa yang dikatakan Nyi Bungsu Rangrang pada pemuda yang
sedang memancing ikan?
3. Apa artinya Leungli?
4. Dengan apa Nyi Bungsu Rangrang memberi makan ikannya? Dan
dimana dia meletakkan ikan itu?
5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan
temanmu!




Gadis Seribu Pesona
1. Kenapa Lana tiba-tiba menjadi uring-uringan saat tinggal di
kota?
2. Bagaimana Lana mengajarkan ibunya untuk membujuk gadis
berambut panjang?
3. Kepada siapa sajakah Lana meminjam tubuh itu?
4. Pesan apa yang disampaikan cerita itu?
5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan
temanmu!

Legenda Situ Bagendit
1. Apa yang dikatakan Bagenda Endit ketika mengagumi
kekayaannya?
2. Bagaimana cara Bagenda Endit memperlakukan wanita tua yang
meminta kepadanya?
3. Hukuman apa yang diterima Bagenda Endit atas perbuatannya?
4. Kenapa danau itu dinamakan Situ Bagendit?
5. Berikan pendapatmu serta penilaian tentang penampilan
temanmu!







Kunci Jawaban
Lukisan Nelayan yang Jujur
1. Karena alat-alat melukis itu adanya di kota dan harganya mahal
2. Seorang petani
3. Karena Rangga mengira dirinya akan dihukum
4. Sekantong uang
5. Tanggapan siswa secara pribadi.

Nyi Bungsu Rangrang
1. Karena dia anak terakhir dari 7 bersaudara.
2. "Dik, bolehkah aku meminta ikan mas itu untuk kupelihara?"
3. Jika hilang tidak dapat kubeli
4. Bubur, ikan itu ditempatkan di kolam kecil di belakang rumah
5. Tanggapan siswa secara pribadi.

Gadis Seribu Pesona
1. Karena ia sudah tidak lagi menjadi sorotan para lelaki, karena
banyaknya wanita yang cantik secantik bahkan melebihi dirinya.
2. "Katakan saja begini Bu, 'Hai, Gadis yang berambut panjang dan
indah, tidakkah kau kasihan melihat gadis yang penuh borok di
kepalanya? Tolong pinjamkanlah rambutmu barang sebentar saja
agar gadis itu dapat pergi ke pesta,"
3. Kepada gadis berambut panjang, berhidung mancung, dan perut
langsing.
4. Jangan iri hati, dan bersyukurlah atas pemberian Tuhan kepada
kita walaupun tidak sempurna karena itulah yang terbaik bagi
kita.
5. Tanggapan siswa secara pribadi.

Legenda Situ Bagendit
1. "Amboi, kekayanku banyak sekali! Hahaha, akulah orang yang
terkaya di desa ini!"
2. Bagenda Endit menyiram wanita itu dengan air, dan mengusir
sambil menyeretnya keluar.
3. Bagenda Endit tenggelam dalam sumurnya sendiri.
4. Situ artinya danau yang luas, sedang Bagendit diambil dari nama
pemilik sumur itu yaitu Bagenda Endit.
5. Tanggapan siswa secara pribadi.












TABEL PENILAIAN KEFAHAMAN
UNSUR INTRINSIK DONGENG
No Nama NA T TT
1 Muhlis Susilo 80 T -
2 Miftahul Huda 83 T -
3 Adam Prasetyo 91 T -
4 Devi Nur B 94 T -
5 Tonny Dennys 70 - TT
6 M. Ridho Akbar 77 T -
7 Bagus Syarifudin 76 T -
8 M. Yusuf A. 87 T -
9 Diah Ayu N. 96 T -
10 Winda Retnani 91 T -
11 M. Dimas Putra 79 T -
12 Andhi Galih 97 T -
13 M. Rochim Dwi J 75 T -
14 Nadya Amuda 80 T -
15 Rifky M. Ghufron 93 T -
16 M. Iqbal Ismail 85 T -
17 Rahmad Cahyono 75 T -
18 Daisy Amalia 98 T -
19 Risky N. Fandi 75 T -
20 Khusnul Kh 84 T -
21 Ahlil Firdaus 77 T -
22 Rizky Firhan Ali 76 T -
23 Diah Lutfiani 96 T -
24 Ariza Zulfi P 87 T -
25 Zaim I 89 T -
26 Ilham Yahya 86 T -
27 Fakhry Husein 69 - TT
28 M. Ghufron 80 T -
29 Fatkul N 75 T -
30 A. Ch. Yahya 79 T -
31 S. Dwi Intan 85 T -
32 M. Rizky 68 - TT
33 M. Subhan 81 T -
34 Ulum Nabila 84 T -
35 N. Asy Syafa 95 T -
Nilai 2913
Nilai Rata-Rata 83, 2
T 32
TT 3
% Kefahaman unsur intrinsik dongeng 91, 4%











































Gambar (6)


Gambar (7)


Gambar (8)

Gambar (9)


Gambar (10)


Gambar (11)


LAMPIRAN 8
















Ekspresi Siswa saat Mendongeng Siklus 1

Gambar (12)


Gambar (13)


Gambar (14)
Ekspresi Siswa saat Mendongeng Siklus II

Gambar (15)


Gambar (16)


Gambar (17)
Ekspresi Siswa saat Mendongeng Siklus III

Gambar (18)


Gambar (19)


Gambar (20)



LAMPIRAN 7











ATU BELAH
Jauh dari keramaian kota raja, suasana desa Penaruh Tanah
Gayo terlihat amat hening. Sesekali terdengar suara kicau burung-
burung membelah suasana hening itu di pagi yang cerah. Disana
hiduplah sebuah keluarga dengan dua anak laki-laki. Mereka hidup
sederhana tapi sangat bahagia. Kehidupan sehari-hari keluarga itu
berladang dan berburu. Tetapi akhir-akhir ini semua itu sulit dilakukan
akibat musim kemarau yang panjang.
"Bu, aku mau ke ladang. Siapkan alat berburunya juga, ya. Aku
mau langsung berburu," kata si Bapak sambil meneguk secangkir kopi.
"Hati-hati, Pak! Semoga berburunya berhasil," pesan istrinya.
# # #
"Oh panasnya. Kapan kemarau ini akan berakhir," keluh petani itu
sambil memandang ke arah matahari. Topinya dikibas-kibaskan untuk
menghilangkan rasa panas. "Hei, banyak sekali belalangnya," seru petani
itu tiba-tiba. "Sebaiknya aku tangkap saja untuk persediaan, kalau-
kalau aku tak berhasil berburu." Petani itu beranjak dari tempat
duduknya, dengan cekatan menangkap belalang-belalang itu.
Bagi orang-orang di desa itu, belalang adalah lauk yang lezat.
Mereka bisa memasaknya sebagai lauk pengganti, terutama jika tidak
mendapatkan hasil buruan.
"Hem, rupanya kepisku sudah penuh," kata petani itu sambil
melongok semacam bakul kecil di punggungnya. Tapi tiba-tiba belalang-
belalang itu berloncatan ke luar. Oh, ternyata petani itu lupa menutup
kepisnya. Ia amat kecewa. Susah payah ia menangkap belalang-belalang
itu, tetapi tak ada hasilnya.
Sementara itu di rumah, si Ibu dan kedua anaknya sedang makan
siang.
"Bu, mana lauknya? Kenapa Cuma nasi saja?" kata sulung
"Makanlah yang ada. Kau kan tahu sekarang musim paceklik.
Tanaman sulit tumbuh dan persediaan padi kita tinggal sedikit." Jawab
ibunya.
"Huh Ibu, aku tidak mau makan kalau cuma nasi saja. Ayaolah Bu,
buatkan aku lauk," rengek Sulung.
"Atu uga a mau akan Bu," celoteh Bungsu mengikuti kakaknya.
Ibu menjadi sangat sedih. Tapi ia teringat akan sesuatu. "Sulung
ambillah beberapa ekor belalang di lumbung. Ibu akan memasaknya
untuk kalian."
Bukan main senangnya Sulung. Ia segera berlari menunuju
lumbung. Sudah terbayang masakan ibunya yang lezat. Namun, karena
terlalu gembira, ia jadi tidak berhati-hati. Pintu lumbung dibukanya
terlalu lebar dan ia lupa nenutupnya kembali. Weerr! Semua belalang
beterbangan keluar, ia hanya berhasil menangkap seekor belalang.
"Oh Tuhan, bagaimana ini? Kenapa kau ceroboh sekali!" teriak ibu
kebingungan saat Sulung menceritakan kejadian yang dialaminya.
"Bagaimana aku mengatakan pada bapakmu? Bapak pasti marah pada
ibu," kata ibu lagi dengan amat cemas.
"Aku tak sengaja, Bu. Aku minta maaf," kata Sulung ketakutan.
"Sudahlah, ini juga salah ibu. Ibu lupa memesanmu untuk
berhati-hati. Lain kali kau harus bekerja dengan hati-hati."
Nasi sudah menjadi bubur. Semua belalang-belalang itu telah
terbang menikmati kebebasannya kembali.
Tak lama kemudian
"Bu, Ibu, aku pulang!" seru si Petani. Ibu menyongsong Bapak
dengan sebuah kendi air di tangan.
"Kelihatannya Bapak kesal sekali. Ada apa, Pak? Bagaimana hasil
buruannya?" Tanya Ibu.
"Hari ini aku sial, Bu. Tak ada yang bias ku tangkap. Belalang yang
sudah ku tangkap lepas semua. Aku lupa menutup kepisnya," cerita
Bapak pelan, "Bukankah persediaan belalang kita masih ada, Bu?" Tanya
Bapak.
Ibu bingung dan takut menjawab pertanyaan Bapak. Ia tidak bias
berbohong, tapi takut untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Eemaafkan aku, Pak," kata Ibu gugup. "Bebelalangnya lepas
semua," suara Ibu terdengar pasrah.
"Apa? Ceroboh sekali kau! Susah payah aku menagkapnya!" teriak
Bapak naik pitam. Kekesalannya telah menumpuk sejak pagi dan kini
tampaknya kesabarannya hilang. "Pergi kau dari sini! Istri tidak
berguna!" usir Bapak pada Ibu. Si Sulung dan si Bungsu terkejut sekali
melihat kejadian ini. Mereka berdua menangis meraung-raung.
Ibu terkejut mendengar perkataan Bapak. Tanpa berkata apa-
apa lagi, sang Ibu bangkit, dengan setengah berlari ia pergi
meninggalkan rumah. Hatinya begitu sakit. Satu yang menjadi tujuannya
yaitu atu belah, batu besar yang bisa membelah dan menutup kembali.
Ia ingin batu besar itu menelan tubuhnya hidup-hidup. Tanpa ia sadari,
kedua anaknya, si Sulung dan si Bungsu mengikutinya dari belakang.
Sambil menangis mereka terus memanggil-manggil ibu mereka. Namun
sang Ibu sudah tidak mendengar tangisan anak-anaknya. Ia tetap
berjalan. Tekadnya sudah bulat untuk menemui atu belah.
Akhirnya, sampailah ia di sana. Dengan suara lembut ia memohon
pada atu belah supaya ia membuka. "Atu belah, batu bercakup,
membukalah." Dilagukannya kalimat itu berkali-kali. Batu besar itu
perlahan-lahan membuka. Tanpa ragu ia langsung masuk ke dalamnya.
Sedikit demi sedikit atu belah kemudian menutup dan menelan
tubuhnya.
Langit menjadi gelap. Hujan badai turun dengan amat lebat
seiring dengan peristiwa itu. Si Sulung dan si Bungsu tiba di depan atu
belah dengan sangat sedih. Mereka hanya dapat melihat sebagian
rambut ibunya yang masih terjepit di antara dinding atu belah.
Dipanggilnya ibu mereka, tetapi atu belah tetap tidak bergeming.
Si Sulung lalu mencabut tujuh helai rambut itu. Rambut itu akan
digunakannya sebagai pelepas rindu pada Ibu mereka. Kelak bila
saatnya tiba, mereka bisa bertemu lagi dengan Ibu mereka.






LEGENDA SITU BAGENDIT
1. Wanita Muda Kaya yang Pelit
Nun jauh di sebuah desa hiduplah seorang wanita muda yang
kaya. "Amboi, kekayanku banyak sekali! Hahaha, akulah orang yang
terkaya di desa ini!" kata wanita muda itu seraya memandangi emas dan
permata miliknya. Tapi sungguh sayang, wanita muda itu pelit sekali.
Harta bendanya yang banyak tidak pernah digunakan untuk menolong
sesama. "Bukankah harta benda itu milikku? Jadi untuk apa aku
memberikannya kepada orang lain?" Begitulah pikiran wanita muda itu.
Padahal penduduk desa itu banyak yang miskin. Hidup mereka
serba kekurangan. Terkadang ada penduduk yang kelaparan, dan
berhari-hari tidak memperoleh makanan. Karena wanita muda yang kaya
itu sangat pelit, penduduk desa menyebutnya Bagenda Endit. Artinya
orang yang pelit.
2. Seorang Perempuan Tua dengan Anaknya yang di Usir
oleh Bagenda Endit
"Bagenda Endit, kasihanilah saya! Sudah beberapa hari, anak
saya tidak makan," kata seorang perempuan tua memelas.
"Perempuan tua tidak tahu diri! Cepat pergi dari hadapanku!"
Bagenda Endit mengusir. Karena perempuan tua itu tidak mau pergi,
bagenda Endit menyiramnya dengan Air. Byur!!! Sekujur tubuh wanita
tua dan bayinya menjadi basah kuyup. Kemudian, diseretnya perempuan
tua itu hingga keluar halaman.
Walaupun Bagenda Endit sangat pelit, penduduk desa itu terus
berdatangan. Mereka datang untuk meminta air sumur. "Tidak, aku
tidak akan mengijinkan kalian untuk mengambil air dari sumurku! Air
sumur ini hanya milikku!" teriak Bagenda Endit dengan geram.
3. Kakek Tua Yang dipukul Bagenda Endit
Tiba-tiba seorang kakek tua renta telah berdiri di pekarangan
rumah Bagenda Endit. Ia berjalan terseok-seok menuju sumur sambil
memegangi tongkatnya. Ketika kakek tua renta hendak mengambil air,
Bagenda Endit melihatnya. Lalu ia memukul kakek tua itu dengan
sebuah alu. "Ampun, Bagenda Endit! Saya hanya akan mengambil air
untuk minum," kata kakek itu berusaha bangkit.
Bagenda Endit terus memukuli kakek tua itu. Pada saat itulah,
sebuah keajaiaban terjadi. Serta merta kakek tua renta itu bangkit
dengan tubuh yang segar bugar. Ia berjalan menghampiri Bagenda
Endit. Tongkatnya ia tudingkan pada hidung wanita kaya yang kejam itu.
4. Bagenda Endit yang Dihukum Kakek Tua
"Hai, Bagenda Endit, terimalah hukuman dariku!" kata kakek itu
dengan lantang. Ia menunjuk sumur dengan tongkatnya. Wusbyuurrrr,
sumur itu menyemburkan air dengan deras. Semakin lama airnya
semakin menggenang. Bagenda Endit tidak bisa menyelamatkan diri. Ia
tenggelam bersama semua harta bendanya.
Desa itu telah lenyap. Yang ada hanyalah sebuah danau yang luas
dan dalam. Danau itu dinamakan Situ Bagendit. Situ berarti danau yang
luas. Dinamakan Situ Bagendit karena danau yang luas itu berasal dari
sumur milik Bagenda Endit.



Nyi Bungsu Rangrang
1. Nyi Bungsu Rangrang Meminta-Minta
Dahulu kala, hiduplah seorang gadis cantik namanya Nyi Bungsu
Rangrang. Dia dinamai bungsu karena dia yang paling muda dari tujuh
kakak beradik. Orang tua mereka meninggal dunia ketika mereka masih
kecil. Keenam kakaknya menikah dengan orang kaya. Nyi Bungsu
Rangrang tinggal di gubuk orang tuanya di desa. Setiap hari dia pergi
ke kota untuk meminta-minta, meski tidak pernah mendapat cukup
makanan, dia selalu bersyukur kepada Tuhan atas makanan yang
diperolehnya. Semua kakaknya berlaku kasar kepadanya. Hanya kakak
keenam yang menyayanginya. Sayangnya kakaknya itu takut pada
kakaknya yang tertua.
2. Nyi Bungsu Rangrang Mendapat Ikan
Nyi Bungsu Rangrang pergi ke sebuah danau kecil. Di sana dia
melihat seorang anak laki-laki sedang memancing. Anak itu mendapat
seekor ikan mas kecil. Nyi Bungsu Rangrang mendekatinya, hendak
meminta ikan itu, "Dik, bolehkah aku meminta ikan mas itu untuk
kupelihara?" tanyanya. "Tentu saja," kata anak itu. "Terima kasih, kau
sangat baik hati," kata Nyi Bungsu Rangrang, lalu pulang dengan
gembira.
Dia memasukkan ikan kecil itu ke dalam kolam kecil di belakang
rumah. Ikan kecil itu dinamai Leungli, artinya, 'bila hilang tak mungkin
dapat kubeli'. Setiap hari dia memberi makan ikan itu dengan bubur.
Ikan itu akan muncul bila dia memanggil, "LeungliLeungli!"
Kakak-kakanya mendengar bahwa Nyi Bungsu Rangrang punya
ikan ajaib. Mereka menginginkan ikan itu. Nyi Bungsu Rangrang
berkata," jangan ambil ikan itu kak, dia temanku satu-satunya.
3. Nyi Bungsu Rangrang Memberi Makan Ikannya
Kakak-kakaknya penasaran. Mereka ingin tahu bagaimana adik
bungsu mereka memberi makan ikannya. Mereka bersembunyi dan
mengintipnya, "Leungli! Leungli! Kemarilah ini buburmu," panggil Nyi
Bungsu dan ikan mas yang besar itu muncul ke permukaan. Suatu hari
ketika Nyi Bungsu Rangrang pergi, kakak-kakaknya datang memanggil
ikan itu, "Leungli! Leungli! Kemarilah!" ketika ikan itu muncul ke
permukaan mereka memukul kepalanya. Ikan itu langsung mati.
4. Kakak-kakak Nyi Bungsu Rangrang Memakan Leungli
Mereka memasak dan memakan ikan itu, hanya kepalanya yang
tidak dimakan. Mereka tidak peduli bahwa adik bungsu mereka akan
sedih. Mereka tertawa-tawa dan membicarakan adik mereka yang
bodoh karena menyayangi seekor ikan. Kakak ke enam kasihan pada
adiknya, tapi ia takut dengan kakak pertama.
"Nyi Bungsu Rangrang pulang membawa beras. Dia memasak
bubur untuk ikannya. Setelah siap, dia pergi ke kolam dan memanggil
ikannya. "Leungli! Leungli! Kemari, ini buburmu!" Lama dia memanggil,
tetapi ikan itu tidak muncul. Kemudiandia melihat genangan darah di
tanah. Dia mengikuti tetes-tetes darah itu sampai ke rumah kakak
tertua. "Oh, pasti kakakku yang membunuh Leungli," katanya sedih.
"Kak, apakah kakak membunuh ikanku?" tanyanya pada kakak
tertua. "Kalau benar, memangnya kenapa?" Tanya kakak tertua sambil
mengejek. Kemudian kakak tetua melemparkan tulang-tulang ikan itu
kepada adik bungsunya, "Nih, ambil! Sekarang, pergi kau dari sini!"
katanya. Nyi Bungsu Rangrang mengambilnya dan membawanya pulang.
5. Seorang Pemuda Melihat Cahaya yang Terang di
Jendela Rumah Nyi Bungsu Rangrang
Dia mengubur tulang-tulang ikan itu di bawah tempat tidurnya.
Ajaib! Esok harinya, dari bawah tempat tidurnya tumbuh sebatang
pohon ajaib beranting perak, berdaun emas dan berbuah berlian.
Seorang pemuda tampan kebetulan lewat. Dia heran melihat cahaya
ndah keluar dari gubuk. Katanya, "Belum pernah aku melihat cahaya
seindah cahaya ini."
Pemuda itu sesungguhnya seorang raja muda yang sedang
mencari seorang gadis untuk dijadikan permaisurinya. Dia mengetuk
pintu gubuk dan terkejut melihat seorang gadis cantik membukakan
pintu. "Mengapa di gubukmu tumbuh pohon ajaib, Nyi?" tanyanya. Nyi
Bungsu Rangrang menceritakan kisah hidupnya, lalu katanya, "Hamba
tidak membenci kakak-kakak hamba."
Raja muda itu terharu. Katanya, "Kau bijaksana dan berbudi
luhur. Maukah kau menikah denganku?" Raja muda membawa Nyi
Bungsu Rangrang ke istana. Mereka menikah dan hidup bahagia. Nyi
Bungsu Rangrang memaafkan kakak-kakaknya ketika mereka menyadari
kesalahannya.




GADIS SERIBU PESONA
1. Lana dengan Ibunya
Seorang janda tua hidup bersama anak gadisnya, namanya Lana.
Namun Lana suka uring-uringan, karena sejak tinggal di kota dekat
istana dirinya tidak lagi menjadi sumber perhatian seperti masih saat
tinggal di desa. Di kota sudah banyak sekali gadis secantik dirinya.
Di antara gadis pujaan para pemuda, Lana paling benci dengan
gadis tetangga yang berambut panjang. Saban hari, banyak laki-laki
yang datang ke rumah gadis itu untuk menyanjung-nyanjung keindahan
rambutnya. Perih hatinya melihat itu. Sehingga, ia berniat harus bisa
memiliki rambut si Gadis itu.

2.Sang Ibu yang Meminjam Rambut Indah si Gadis
Tetangga
Lana pun merengek-rengek pada ibunya untuk meminjam rambut
gadis tetangga itu. Namun ibunya nampak ragu. "Katakan saja begini Bu,
'Hai, Gadis yang berambut panjang dan indah, tidakkah kau kasihan
melihat gadis yang penuh borok di kepalanya? Tolong pinjamkanlah
rambutmu barang sebentar saja agar gadis itu dapat pergi ke pesta,"
jelas Lana memberi saran.
Berkat tipu muslihat Lana, akhirnya ibunya berhasil meminjam
rambut gadis itu. Lana sangat gembira dan buru-buru dikenakannya
rambut itu. "Oh, betapa cantiknya aku kini! Mulai esok hari aku akan
kembali menjadi pusat perhatian para pemuda di kota ini!" Batinya
girang sambil mematut diri di depan kaca.
Keesokan harinya, Lana memamerkan rambutnya, di sepanjang jalan
banyak para pemuda yang mengagumi keindahan rambut Lana. Namun,
perhatian para laki-laki itu mendadak beralih pada seorang gadis yang
berhidung mancung. Melihat hal itu, Lana ingin memiliki hidung mancung
gadis itu. Lana pun mengadukan keinginannya itu pada ibunya. Lana
berhasil memperdaya gadis itu lewat tipu muslihat ibunya. Lana sangat
bahagia. Ia buru-buru pergi untuk memamerkan keindahan hidungnya.
Beberapa kali Lana dinasehati ibunya kalau perbuatannya itu tidak baik
dan merugikan orang. Akan tetapi Lana tidak pernah menghiraukannya.
Ibunya hanya bias menghela napas sedih melihat ulah anaknya itu.
Namun saat para lelaki itu memuji-muji hidung mancungnya, lagi-
lagi Lana harus kecewa. Sanjungan para lelaki itu mendadak terhenti
saat melihat seorang gadis tinggi semampai dengan perut langsing
berjalan dari tempat itu.
Uh! Aku harus memiliki perut langsing itu! Batin Lana iri. Dengan
tipu muslihatnya, Lana berhasil pula mendapatkan perut langsing dari
gadis itu melalui ibunya. Maka kini sempurnalah kecantikan Lana.

3. Lana Gadis Tercantik di Pesta Kerajaan dan Terpilih
Menjadi Istri Putra Mahkota
Saat pesta putrid ayu di kerajaan, Lana pun terpilih menjadi istri Putra
Mahkota kerajaan. Gadis-gadis yang meminjamkan sebagian tubuhnya
pada Lana tidak berani ikut dalam pesta putri ayu tersebut.

Usai pesta, karena terlalu lelah, Putra Mahkota dan Lana
langsung tertidur. Diam-diam para gadis ikut masuk kedalam istana dan
menyelinap di kamar Lana dan Putra Mahkota. Para gadis itu perlahan-
lahan mengambil kembali sebagian tubuhnya yang dipinjam Lana.

4. Lana yang Sudah Tidak Cantik di Usir dari Kerajaan
Begitu para gadis itu pergi, mendadak tubuh Lana menjadi
gembrot, berhidung pesek di antara raut wajahnya yang bopeng-bopeng
menjijikkan bekas cacar air. Rambutnya pendek dan kumal penuh
dengan borok. Ternyata, Lana telah dikutuk dewa sesuai dengan apa
yang dikatakan saat ia akan meminjam tubuh para gadis itu.
Keesokan harinya, Putra Mahkota sangat terkejut melihat wajah
Lana. Ia tidak mengenali kalau wanita buruk rupa itu adalah Lana
meskipun Lana berusaha menjelaskan. Sehingga Putra Mahkota
menyuruh prajurit kerajaan untuk menyeret Lana keluar.
Dihadapan ibunya Lana bersimpuh. Ia menagis sambil menciumi
telapak kaki ibunya sambil beberapa kali meminta maaf. Ia menyesali
perbuatannya yang suka ingkar janji dan iri yang membuat ibunya kian
menderita dan akibatnya ia pun kena kutuk dewa.







LUKISAN NELAYAN YANG JUJUR
1. Rangga kagum dengan keindahan pemandangan sore
Rangga berdecak kagum melihat pemandangan langit di sore hari.
Rangga berniat melukis pemandangan itu. Ia menceritakan keinginannya
itu pada istrinya. Namun istrinya kurang setuju karena peralatan
melukis itu harus dibelinya di kota dengan harga yang mahal. "Istriku,
aku ingin pamit mencari ikan yang banyak dan menjualnya di kota. Agar
aku bisa membeli kuas dan cat air." Pamit Rangga. Karena tekad Rangga
sudah bulat, meski dengan berat hati istrinya mengijinkannya.
2. Rangga menawarkan ikannya pada setiap orang di kota
Berhari-hari Rangga melaut, ikan tangkapannya sudah banyak.
Setelah sampai di kota, Rangga menawarkan ikannya, "Tuan! Tuan!
Belilah ikan besar dan segar hamba! Mari! Mari!" seru Rangga.
Tak lama kemudian datanglah seorang petani membeli seekor
ikan Rangga dengan uang satu sen, karena tidak pernah melihat uang.
Rangga merasa sangat senang, karena saking senangnya, Rangga
memberikan seluruh ikan itu pada petani tadi. Dengan uang itu Rangga
membeli cat cair dan Rangga mendapat satu warna cat cair.
3. Istrinya kesal melihat Rangga
Setiba di rumah, Rangga segera menorehkan warna itu pada
kanvas. Perjalanan pulang yang lama, membuat cat air itu mulai
mongering. Hasil lukisan Rangga pun nampak kusam dan kasar.
"Jika setiap pulang hanya membawa cat air satu warna, tentulah
kau harus berbulan-bulan lagi melaut dan ke kota berpuluh-puluh kali
sekedar untuk menyelesaikan lukisanmu itu!" kata istrinya jengkel.
Namun Rangga tidak peduli. Usai melukis, Rangga bersiap melaut
lagi. Ketika ikan tangkapannya sudah banyak, Rangga menjualnya ke
kota. Begitulah yang dilakukan Rangga, sampai ia bertemu dengan
berbagai orang dari berbagai kalangan, entah punggawa kerajaan,
sesama nelayan, pedagang, peladang, maupun perajin. Dari orang-orang
itu, Rangga mendapatkan beberapa macam warna cat cair.
Rangga kembali melaut. Namun untuk kali ini, setiba di darat
Rangga kaget dan takut, karena tiba-tiba segerombolan pasukan istana
langsung menyambutnya dan menggiringnya masuk istana. Kedatangan
Rangga diterima oleh sang Putri istana. Sang Putri sebenarnya heran
karena setiap kali menjual ikan, hanya dijual seharga satu sen saja dan
dibuat untuk membeli cat cair. "Kali ini ikanmu akan saya beli, kau
butuh warna apa?" Tanya sang Putri datar.
"Ampunkan hamba Tuan Putri, untuk menyelesaikan lukisan ini,
hamba ingin warna hijau, Tuan Putri," jawab Rangga datar. Dalam
sekejap, cat air warna hijau sudah tersedia. Setelah itu, buru-buru
Rangga mohon diri. Sang Putri melihatnya dengan terheran-heran.
Saat untuk terakhir kalinya Rangga mencari warna merah untuk
menyelesaikan lukisannya, setiba di kota, Rangga justru diminta untuk
menghadap raja, ia bingung, namun akhirnya ia menghadap raja juga.
Rangga pun mengutarakan maksudnya.
"Baiklah, kuberi kau cat air warna merah. Tapi, hasil lukisanmu
itu harus kau berikan padaku!" pinta raja dengan suara wibawa.
Setiba di rumah, Rangga terlihat cemas. Cat air yang mulai
mongering dari pemberian raja itu, saat ditorehkan dalam kanvas
hasilnya kusam dan kasar. Lukisan itu sudah jadi, namun sangat tidak
layak untuk dipersembahkan kepada raja. "Oh, pastilah aku nanti kena
hukum raja," Keluh Rangga saat perjalanan ke istana.
4. Rangga menerima hadiah uang dari Raja
Setiba di istana, semua sudah menantinya. Dengan sedikit
gemetar gulungan kanvas lukisan Rangga itu diberikannya pada raja.
Perlahan raja membukanya. Namun begitu kanvas itu terbuka, raja
malah mengaguminya dan Rangga diberikan sejumlah uang sebagai
imbalan. Rangga menerima uang itu dengan rasa heran dan senang.
"Lukisan seperti adalah lukisan yang terbagus yang pernah aku
lihat!" sanjung raja senang.
Di mata raja, lukisan itu memancarkan betapa berat dan gigihnya
perjuangan si Pelukis untuk menyelesaikan lukisan itu. Saat melihat
warna merah pemberiaannya, raja seperti dibimbing untuk melihat
perjalana hidupnya sendiri selama memerintah kerajaan. Bila melihat
warna hijau, tampak di sana tergambar putrinya yang juga minta
diperhatikan secara bijaksana. Juga ketika melihat warna-warna
lainnya, raja seperti diingatkan untuk memperhatikan kesejahteraan
rakyatnya tanpa terkecuali.
Mendengar penjelasan itu, seluruh rakyat bersorak sorai.
Mereka begitu kagum akan makna yang begitu besar dan luhur dibalik
lukisan itu, di mana saja untuk selalu diingatkan untuk bisa memerintah
dengan bijaksana. Lukisan itu pun kemudian di pasang di alun-alun
istana, agar antara rakyat dan rajanya bisa saling mengingatkan.


GADIS SERIBU PESONA
1. Lana dengan Ibunya
Seorang janda tua hidup bersama anak gadisnya, namanya Lana.
Namun Lana suka uring-uringan, karena sejak tinggal di kota dekat
istana dirinya tidak lagi menjadi sumber perhatian seperti masih saat
tinggal di desa. Di kota sudah banyak sekali gadis secantik dirinya.
Di antara gadis pujaan para pemuda, Lana paling benci dengan
gadis tetangga yang berambut panjang. Saban hari, banyak laki-laki
yang datang ke rumah gadis itu untuk menyanjung-nyanjung keindahan
rambutnya. Perih hatinya melihat itu. Sehingga, ia berniat harus bisa
memiliki rambut si Gadis itu.

2.Sang Ibu yang Meminjam Rambut Indah si Gadis
Tetangga
Lana pun merengek-rengek pada ibunya untuk meminjam rambut
gadis tetangga itu. Namun ibunya nampak ragu. "Katakan saja begini Bu,
'Hai, Gadis yang berambut panjang dan indah, tidakkah kau kasihan
melihat gadis yang penuh borok di kepalanya? Tolong pinjamkanlah
rambutmu barang sebentar saja agar gadis itu dapat pergi ke pesta,"
jelas Lana memberi saran.
Berkat tipu muslihat Lana, akhirnya ibunya berhasil meminjam
rambut gadis itu. Lana sangat gembira dan buru-buru dikenakannya
rambut itu. "Oh, betapa cantiknya aku kini! Mulai esok hari aku akan
kembali menjadi pusat perhatian para pemuda di kota ini!" Batinya
girang sambil mematut diri di depan kaca.
Keesokan harinya, Lana memamerkan rambutnya, di sepanjang jalan
banyak para pemuda yang mengagumi keindahan rambut Lana. Namun,
perhatian para laki-laki itu mendadak beralih pada seorang gadis yang
berhidung mancung. Melihat hal itu, Lana ingin memiliki hidung mancung
gadis itu. Lana pun mengadukan keinginannya itu pada ibunya. Lana
berhasil memperdaya gadis itu lewat tipu muslihat ibunya. Lana sangat
bahagia. Ia buru-buru pergi untuk memamerkan keindahan hidungnya.
Beberapa kali Lana dinasehati ibunya kalau perbuatannya itu tidak baik
dan merugikan orang. Akan tetapi Lana tidak pernah menghiraukannya.
Ibunya hanya bias menghela napas sedih melihat ulah anaknya itu.
Namun saat para lelaki itu memuji-muji hidung mancungnya, lagi-
lagi Lana harus kecewa. Sanjungan para lelaki itu mendadak terhenti
saat melihat seorang gadis tinggi semampai dengan perut langsing
berjalan dari tempat itu.
Uh! Aku harus memiliki perut langsing itu! Batin Lana iri. Dengan
tipu muslihatnya, Lana berhasil pula mendapatkan perut langsing dari
gadis itu melalui ibunya. Maka kini sempurnalah kecantikan Lana.

3. Lana Gadis Tercantik di Pesta Kerajaan dan Terpilih
Menjadi Istri Putra Mahkota
Saat pesta putrid ayu di kerajaan, Lana pun terpilih menjadi istri Putra
Mahkota kerajaan. Gadis-gadis yang meminjamkan sebagian tubuhnya
pada Lana tidak berani ikut dalam pesta putri ayu tersebut.

Usai pesta, karena terlalu lelah, Putra Mahkota dan Lana
langsung tertidur. Diam-diam para gadis ikut masuk kedalam istana dan
menyelinap di kamar Lana dan Putra Mahkota. Para gadis itu perlahan-
lahan mengambil kembali sebagian tubuhnya yang dipinjam Lana.

4. Lana yang Sudah Tidak Cantik di Usir dari Kerajaan
Begitu para gadis itu pergi, mendadak tubuh Lana menjadi
gembrot, berhidung pesek di antara raut wajahnya yang bopeng-bopeng
menjijikkan bekas cacar air. Rambutnya pendek dan kumal penuh
dengan borok. Ternyata, Lana telah dikutuk dewa sesuai dengan apa
yang dikatakan saat ia akan meminjam tubuh para gadis itu.
Keesokan harinya, Putra Mahkota sangat terkejut melihat wajah
Lana. Ia tidak mengenali kalau wanita buruk rupa itu adalah Lana
meskipun Lana berusaha menjelaskan. Sehingga Putra Mahkota
menyuruh prajurit kerajaan untuk menyeret Lana keluar.
Dihadapan ibunya Lana bersimpuh. Ia menagis sambil menciumi
telapak kaki ibunya sambil beberapa kali meminta maaf. Ia menyesali
perbuatannya yang suka ingkar janji dan iri yang membuat ibunya kian
menderita dan akibatnya ia pun kena kutuk dewa.











LAMPIRAN 10

















Gambar Dongeng "Atu Belah"


Gambar (21)


Gambar (22)


Gambar (23)

Gambar (24)


Gambar (25)


Gambar (26)
Gambar Dongeng Nyi "Bungsu Rangrang"


Gambar (27)


Gambar (28)


Gambar (29)


Gambar (30)
Gambar Dongeng "Gadis Seribu Pesona"


Gambar (31)


Gambar (32)


Gambar (33)

Gambar (34)
Gambar "Legenda Situ Bagendit"


Gambar (35)


Gambar (36)


Gambar (37)


Gambar (38)
Gambar Dongeng "Lukisan Nelayan yang Jujur"


Gambar (39)


Gambar (40)


Gambar (41)
DAFTAR ABSENSI
SISWA KELAS V MI SUNAN KALIJAGA

Nomor Nama Siswa
1 Muhlis Susilo
2 Miftahul Huda
3 Adam Prasetyo
4 Devi Nur Bastian
5 Tonny Dennys
6 M. Ridho Akbar
7 Bagus Syarifudin
8 M. Yusuf Aditya
9 Diah Ayu Ningtyas
10 Winda Retnani
11 M. Dimas Putra
12 Andhi Galih
13 M. Rochim Dwi J
14 Nadya Amuda
15 Rifky M. Ghufron
16 M. Iqbal Ismail
17 Rahmad Cahyono
18 Daisy Amalia
19 Risky N. Fandi
20 Khusnul Khotimah
21 Ahlil Firdaus
22 Rizky Firhan Ali
23 Diah Lutfiani
24 Ariza Zulfi P
25 Zaim Ilman
26 Ilham Yahya
27 Fakhry Husein
28 M. Ghufron
29 Fatkul Nurhidayah
30 A. Choironi Yahya
31 Septian Dwi Intan
32 M. Rizky
33 M. Subhan
34 Ulum Nabila
35 Ni'mah Asy Syafa






RIWAYAT HIDUP PENULIS
Bintan Choironi dilahirkan di desa Ngastemi, kecamatan Bangsal,
kabupaten Mojokerto pada tanggal 1 Juli 1987. Putri ke enam dari pasangan
Bapak Sutarno dan Ibu Karsih Binti Istianah.
Pendidikan Dasar ditempuh di SDN Ngastemi I Bangsal, Mojokerto,
Pendidikan lanjutan pertama ia tempuh di MTsN Bangsal, Mojokerto. Sedangkan
Pendidikan menengah atas ia selesaikan di SMA I Mojosari. DI Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ia mengambil jurusan D2 PGMI yang
kemudian transfer ke SI PGMI di Universitas yang sama.

Anda mungkin juga menyukai