Anda di halaman 1dari 16

Aku menanam rasa

Membuah rasa
Membunuh rasa: dalam batin
Terbang dengan awan rasa
Laut-laut rasa menyatu
Dengan hiasan gelombang
Ditiup angin
Ikan-ikan pun berpesta
Tatkala hari menjelang senja

”Katakanlah bumi ini berputar!”, kataku dalam batin kepada Sang Penjaga Laut
”Tapi, mana buktinya?”, ombak laut Selatan bertanya
”Kalian memang dungu, melihat tapi tak mengerti, mendengar tapi tak memahami, apa
yang diucapkan alam semesta”, Sang Penjaga Laut buka suara

Aku merasa dalam rasa


Menyatu dengan semua rasa
Dalam pelukan rasa

Sept, 27, 2008

1
Cincin-cincin gemerlap
Gelang-gelang mengkilat
Anting-anting bermata berlian
yang menyilaukan mata
Lengkap dengan hiasan warna cahaya berlian di dada
Sang Wanita

Mata menatap
Mata-mata menyelinap
Masuk dengan syur ke belahan-belahan Wanita

Tak ada suara bicara


Kecuali:
Rasa yang hilang kata

Sept 27, 2008

2
Sept 27, 2008

3
Sunday

“Son, what are you doing?”


A dull question, I think, because he is in front of me, lying down on the floor
I love to stay at home
Sunday is my home
My sons knew it!
He came from his town
Lying down in front of me
It is heaven for me
Sunday is my home.

Sept., 27, 2008

4
Gurun

Gurun itu tidak terbayang


Sebelum kita bisa melihat hutan
Bentangan sawah dengan air mengalir
Suara burung dan serangga bernyanyi
Sejuk alam Indonesia

Gurun itu lapang sepanjang mata memandang


Di ujung tampak seperti laut
Dikira air padahal fatamorgana
Sinar matahari menyengat
Membakar wajah-wajah wanita ditutup kain cadar
Hanya keledai dan unta yang tahan bekerja
Hanya pohon-pohon kurma yang buahnya bergayut segar

Tapi jangan dikira


Indonesia akan lebih baik dari Gurun Sinai, Sahara atau Alexandria
30 atau 50 tahun mendatang
atau bahkan lebih dekat lagi

di gurun-gurun itu sekarang sudah ada kebun pisang, mangga dan jambu
tidak hanya kurma saja!
Nikmat Tuhan apakah yang akan kita dustakan?
Kecuali kita membiarkan Nusantara menjadi gurun Sahara!

Sept 27, 2008

5
October 3, 2008

6
Apa itu terang di alam nyata?
Karena aku sudah tua
Menjelang magrib

Tanah mengeluarlan bau harum


Kata tanaman
Yang baru saja disiram air hujan
Rambut-rambut yang sudah memutih
”Semir saja!”, kata domba-domba yang baru saja aku ajak bicara
Di kandangnya yang menyebarkan bau yang wangi, kata tanaman yang mengharapkan
dipupuk olehnya

Rayap-rayap yang menggerek bagian pangkal pohon yang sudah mati


Mengkilat warnanya—kepalanya coklat tua mengkilat dengan rahangnya yang lebih
besar dari badannya dan abdomennya putih mengkilat
Penuh lemak dan protein bergizi
Ia akan jadi laron suatu hari
Rambut putih pun begitu
”Aku akan segera jadi laron yang terbang di malam hari mencari cahaya”, kataku
menyimak pesan sang domba

laron mencari cahaya, dan akan mati di situ


jatuh dengan sayap yang kemudian lepas satu per satu
Aku tak bisa terbang lagi mengejar cahaya
Semut-semut pun datang ke arahku
Menggigit aku dan kemudian membawanya ramai-ramai ke sarang mereka
Aku dimakannya habis

DI mana cahaya?
Apakah aku tidak bisa melihatnya lagi karena aku sudah mati?
Jasadku hilang, sukma ku lenyap?

Aku tidak hilang, tidak lenyap


Aku tetap ada, mengalir di batang pohon jati, pohon ki hujan dan pohon-pohon lainnya
Aku ada dalam tubuh sapi, kambing dan domba
Aku ada dalam aku
Dalam hidup dan kehidupan.

October 3, 2008

7
”Terka, apa yang ada dalam kepalaku?” aku bertanya kepada seekor kupu-pupu yang
terbang mendekat
Bukannya ia menjawab pertanyaanku, malahan ia menjauh, entah karena takut entah
karena ia dipanggil bunga-bunga tanaman yang sedang merekah di sekitar halaman
rumah ku.

Aku pusing, kepalaku sakit


Mataku ku pejamkan merasakan apa enaknya pusing
”Astagfirullah! Subhanallah! Alhamdulillah”, aku bergumam.
Dimanakah rasa syukur itu?
Aku mencarinya sekarang
Kupu-kupu itu terbang mengelilingi kepalaku
Ia mengajak bercengkrama
Ia mengajariku untuk mencari di mana rasa syukur itu
Ternyata ia ada dalam kupu-kupu

October 3, 2008

8
Di jalan aku melihat bangkai seekor anjing yang mati tertabrak mobil
Banyak lalat mengerumuni sekujur tubuhnya
Kalau aku mati seperti anjing itu maka aku pun akan dikerumuni lalat-lalat itu
Mereka akan bertelur dan akhirnya menjadi ulat-ulat yang memakan tubuhku
Sampai habis

Hinakah aku kalau tubuhku dikerumuni lalat seperti bangkai anjing itu?
Bauku akan menyebar mengganggu setiap orang yang melewati tubuhku
Polisi akan memeriksa apa penyebab kematianku
”Penyebab kematianku?”

O, betapa ngerinya hidup di tengah jalan


Yang penuh dengan segala cobaan dan halangan
Semoga Tuhan memberikan kemuliaan
Kepada ku, keluargaku, anak cucu dan seluruh keturunanku
Sahabat, saudara dan seluruh ummat manusia
Kepada seluruh ruh dan seisi alam

October 3, 2008

9
Aku sudah menjadi pelupa
Atau mungkin alpa
Entah karena bertambah tua atau karena sakit gula
Di mana matahari berada?
Di mana bulan bersinar?

Aku sudah menjadi pelupa

October 3, 2008

10
Aku banyak hutang, terutama hutang budi
Kepada Tuhan, orang tua, istri, anak, saudara, keluarga, sahabat, dan kepada banyak
orang yang aku tak ketahui
Yang tak mungkin bisa aku bayar sebelum mati

Walau aku tak mencatatnya, aku mengetahuinya dengan pasti, karena:

Setiap desah nafas, adalah hutang


Setiap denyut nadi, adalah hutang
Setiap ucap kata, adalah hutang
Setiap gerak tubuh, adalah hutang
Setiap suap makan, adalah hutang
Seluruh masa hidup adalah hutang
Kepada Illahi
Kepada Insani
Kepada seluruh isi bumi

October 3, 2008.

11
”Aku rela mati demi kamu”, kata sang Mentari
”Karena sudah tugas dan kewajibanku menyinari bumi tiada henti”, katanya kemudian.
”Kalau siang dan malam silih berganti, karena aku menyadari, itu hukum Illahi”,
tambahnya.

”Aku rela mati demi kamu”, kata sang Rembulan


”Kalau aku hadir penuh dan pasang laut terjadi, itu karena hukum Illahi”, ia menjelaskan.

”Aku rela mati demi kamu”, kata Sang Bumi


”Kalau aku kering, banjir atau terjadi gempa bumi dan Tsunami, maka itu karena hukum
Illahi”, sang Bumi menegaskan.

”Aku tak akan pernah mati”, kata ku menjawab.


”Kalau aku mati, artinya aku hidup menghadap Sang Illahi Rabbi”, kataku meyakini.

October 3, 2008.

12
Burung gereja terbang sambil bernyanyi bersahut-sahutan di halaman belakang rumahku
”O, pertanda apakah itu wahai sang burung?” , aku bertanya kepada mereka.

Mereka bernyanyi dan bernyanyi terus


Mereka terus bersahut-sahutan di antara mereka
Aku terus menunggu, menanti apa jawab burung-burung gereja itu

Aku pergi ke dapur, mengambil beras segenggam


Aku tebarkan di tanah, di atas rerumputan
Mereka datang dan segera memakan beras-beras yang ku tebar
”Apakah kalian lapar?”, kata ku kepada mereka

Tiba-tiba datang semilir angin sejuk mengipas tubuhku yang berkeringat


”Belajarlah bahasa burung, bahasa alam, kalau kau ingin memahami sesisi alam”, kata
angin berbisik di ke dua telingaku.

”Bagaimana caranya?” aku bertanya

Aku menatap langit, kulihat barisan awan


Aku menatap bumi, kilihat rumput-rumput penutup tanah
Semua ternyata diam saja.

”Bagaimana caranya?” ku ulangi pertanyaan itu dalam hati.

Ku pejamkan kedua mataku


Tak ada jawaban juga.

Aku pergi ke kamar, meninggalkan burung-burung yang sedang asyik makan beras yang
ku tebar

Ku ambil wudhu, ku gelar sajadah


Aku laksanakan sholat ahsar
Aku berdzikir
Aku tafakur dan tasyakur
”Semoga Illahi Rabbi menurunkan ilmu-Nya kepadaku. Amin”, kataku dalam hati.
October 3, 2008

13
Hatiku sedih, mungkin karena sedang gelap
Ditantang oleh kenyataan yang tak sesuai kehendak, tak sesuai kebiasaan juga
Sebagaimana suami diperintah istri, atau ayah-ibu dibentak anak
Akulah orangnya!
Harimaupun akan ku makan
Karena hatiku sedang gelap
Padahal hari baru saja berselang lebaran

Hatiku beku dan marah


Karena memang seharusnya aku marah
Kepada diriku!
Kepada diriku!
Kepada diriku!
Karena tak pegang nasihat.

Hatiku merana
Karena ada yang lebih merana
Yang aku tak pernah mau cerita
Kepada siapa pun juga.
Di seberang sana.

Cinta adalah kedatangan,


Lalu kepergian
Akhirnya mati
Masuk di perut bumi.

October 5, 2008

14
Ada firasat dunia akan gelap
Bibir atas di sebelah kanan ini terus bergerak-berdenyut
Itu tanda amarah akan datang, kata orang
Duh, dunia bakal gelap.

Doa ku panjatkan, agar amarah jadi amanah


Tapi di pihak sana, malah menantang kencang

Duh Gusti, kalau sudah begini


Aku serahkan takdirku pada-Mu Illahi Rabi.

Oct 5, 2008

15
Kutangkap kupu-kupu dengan lensa foto tua
Kudapat gambarnya, kulihat, kupandang ia dalam-dalam, belum jelas juga, maka
kuambil kacamata, kutatap matanya..lamaaaa

Rupanya ia hanya gambarnya saja, bayang-bayangnya saja, bukan kupu-kupu


aslinya, yang asli kupu2 hidup di alamnya

Aku tangkap wajahku di cermin kaca, kutatap wajahku dalam2..tapi rupanya itu
bukan wajahku, ia hanyalah bayang2..ganti kacanya, berubah juga wajahku...

Ternyata kita hanya tahu bayang2 saja, yang berubah-ubah tergantung cerminnya..

iman hanya iman itu yang benar cerminnya

October 11, 2008

16

Anda mungkin juga menyukai