Anda di halaman 1dari 3

Pangsa Pemerdekaan Masyarakat dari Kemiskinan

Agus Pakpahan

Dalam bahasa sederhana, masyarakat miskinlah yang tergolong masyarakat yang tidak
merdeka, walaupun dalam pemilihan umum suara mereka tidaklah berbeda dari suara
golongan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, sistem demokrasi juga tidak akan berjalan
secara efektif dan adil terhadap masyarakat yang sebagian besar anggotanya tergolong
miskin.

Hal tersebut selain disebabkan, akses terhadap isi substansi isu politik sangat terbatas,
juga tersedia kesempatan terjadinya jual-beli suara antara pemilik suara dengan yang
membutuhkannya. Kelompok penengah partai politik dapat menjadi "trader" suara tersebut
dengan harapan apabila menjadi pemenang dan berkuasa bisa memiliki kekuatan untuk
mengendalikan alokasi dan distribusi sumber daya demi kepentingan kelompok atau
partainya.

Dalam masyarakat yang sebagian besar anggotanya miskin, kemampuan kontrol akan
pascapemilu akan sangat lemah, selain memang salurannya tidak ada. Oleh karena itu,
apabila kita ingin menjalankan proses demokrasi, maka prasyarat awalnya adalah
kemiskinan harus segera bisa diatasi. Dengan demikian, proses politik akan berjalan baik,
mengingat ketergantungan kelompok masyarakat miskin pada kelompok politik tertentu
semakin berkurang, kecuali dalam paham atau persepsi politik yang sehat.

Penentu

Pangan adalah penentu seseorang atau suatu kelompok merasa tergantung atau tidak.
Politik upah murah adalah politik yang merancang bahwa karyawan akan terus bergantung
pada pemberi kerja, karena secara struktural, ia menggantungkan hidup (makan) dari si
pemberi kerja. Situasi pengangguran yang tinggi akan memperparah situasi ketergantungan
tersebut, walaupun di pihak lain situasi seperti itu akan membahayakan perkembangan
produktivitas sektor ekonomi jangka panjang mengingat tidak kondusif dengan tuntutan
berkembangnya inovasi.

Upah yang kemudian dikonversi menjadi pendapatan tenaga kerja, pada akhirnya akan
menggambarkan situasi rumah tangga, yaitu apakah rumah tangga itu miskin atau tidak.
Semakin besar pangsa pengeluaran rumah tangga dibelanjakan untuk pangan itu
menandakan bahwa rumah tangga itu semakin miskin.

Menurut pangsa pengeluaran (dalam persentase) ini, ternyata untuk pangsa pengeluaran
nonpangan, misalnya pangsa pengeluaran untuk perumahan, rekreasi, pendidikan atau
kesehatan, tidaklah berbeda menurut golongan pendapatan. Hal ini ditemukan oleh
Working, yang kemudian penelitian ini dikembangkan oleh Theil, Deaton, Seale, dan lain-
lain.

Kita menyaksikan bahwa pangsa pengeluaran rumah tangga untuk pangan bagi masyarakat
di negara-negara maju berkisar 10 persen atau bahkan bisa lebih rendah lagi. Hal yang
sebaliknya bagi golongan rumah tangga di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pangsa pengeluaran rata-rata rumah tangga bisa di atas 50 persen.

Dengan demikian terjadilah "lingkaran setan kemiskinan", mengingat hampir seluruh


pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Artinya, tidak ada bagian untuk investasi yang
diperlukan sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia atau hal-hal positif lainnya
yang berasosiasi dengan investasi. Hal semacam inilah yang terus terjadi hingga sekarang
dan menuntut adanya inovasi untuk bisa mengatasinya.

Proses Kompleks

Bagaimana caranya menurunkan pangsa pengeluaran pangan? Kalau kita bicara pendapatan
maka prosesnya akan sangat kompleks mengingat pendapatan merupakan penjumlahan
hasil kali antara kuantitas dari suatu produk dengan harga masing-masing. Proses
perhitungan harga ini sangatlah sulit mengingat secara teori banyak faktor yang harus
diperhitungkan, termasuk nilai tukar mata uang kita dengan dolar, misalnya.
Bagi golongan masyarakat miskin, tentunya sangat rasional apabila ia menyatakan tujuan
pertama dalam kegiatannya adalah mendapatkan pangan yang cukup untuk menghidupi
keluarganya. Dewasa ini, cara yang mereka kembangkan adalah mencari pekerjaan secara
serabutan atau bahkan menitipkan dirinya ke pihak lain dalam hubungan-hubungan khusus,
seperti hubungan patrimonial.

Kondisi ini menyebabkan ketidakpastian yang tinggi, mengingat tidak setiap hari tersedia
pekerjaan, apalagi kalau kita bicara perdesaan. Salah satu cara yang dapat dikembangkan
adalah negara menciptakan lapangan pekerjaan dengan mencari opsi biaya investasi dan
operasionalnya murah dan pada kesempatan yang sama, proyek tersebut akan menciptakan
kondisi ekonomi yang memberikan ruang hidup yang jauh lebih baik pada waktu yang akan
datang. Misalnya, dalam tempo 5-6 tahun yang akan datang. Salah satu proyek yang bisa
dikembangkan adalah pada bidang pertanian.

Paham yang kita anut di sini bukanlah paham pertanian vs industri, tetapi di dalam
pertanian itu terdapat industri. Paham ini dilandasi oleh pandangan bahwa selama ini kita
gagal membangun ekonomi perdesaan/pertanian mengingat yang kita pikirkan bahwa
industri itu adalah pabrik-pabrik yang tidak ada kaitannya dengan sumber daya yang kita
miliki secara melimpah.

Sebagai ilustrasi, tersimpan berbagai jenis industri berbasis padi yang sangat potensial,
termasuk penghasil listrik berbahan baku sekam. Selanjutnya, penghijauan, dengan target
membangun hutan rakyat di Jawa seluas sekitar 2 juta ha, agar persyaratan minimal luas
hutan atau lahan yang berfungsi hutan sekitar 30 persen dari luas Pulau Jawa, paling tidak
dalam lima tahun bisa menghasilkan 60 juta m3 setara kayu sengon.

Nilai ini sangat besar untuk membangkitkan ekonomi perdesaan, khususnya memberikan
jaminan kebutuhan pangan masyarakat miskin di perdesaan melalui lapangan pekerjaan
baru yang memiliki periode yang cukup panjang, sehingga memberikan derajat kepastian
yang lebih tinggi bagi semua pihak. Banyak peluang yang bisa diciptakan untuk
memberikan jaminan agar setiap anggota masyarakat mendapatkan kebutuhan pangan
secara lebih pasti dan hal tersebut diperoleh dari pengembangan proyek-proyek besar yang
mengakar pada potensi sumber daya yang kita miliki.

Saya pikir, inilah proses pemerdekaan penduduk dari kemiskinan yang merupakan
pekerjaan pertama yang harus kita lakukan. Hal yang dikemukakan di atas hanyalah sebuah
ilustrasi, yang perlu kita kembangkan menjadi suatu kenyataan gerakan masyarakat secara
nasional.

Penulis adalah pengamat ekonomi pertanian

Suara Pembaruan, 18 Nopember 2008

Anda mungkin juga menyukai