Oleh
Abstrak
Tumpangsari hutan merupakan suatu penerapan konsep agroforestry
yang telah berjalan lebih dari sat abad sejak Buurman memperkenalkannya
pada tahun 1873. Permasalahan yang dirasaksn pada penerapan metoda
tumpangsari dalam sistem peremajaan hutan dewasa ini adalah adanya gejala
semakin langkanya pekerja hutan yang dapat dikontrak sebitgai pembuat
tanamanl). Kesulitan itu disinyalir disebabkan adanya kecenderungan
penurunan produktivitas lahan sehingga pendapatan pesanggem dari hasil
usahatEutinya berkurang. Di pihak lain metoda peremajaan ini merupakan
metoda peremajaan hutan yang diandalkan karena kelebihan-kelebihannya
dibanding dengan metoda peremajaan yang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai keragaan
tumpangsari hutan terutama yang berhubungan dengan perubahan penerima-
an dan biaya, resiko dan respon dari faktor-faktor produksi terhadap, hasil
sebagai akibat adanya perubahan teknik berproduksi dari tumpangsari tradisi-
onal ke Inmas tumpangsari. Untuk sampai pada tujuan terseOut telah di-
gunakan metoda analisis budget, pembandingan koefisien variasi (C.V.), din
analisis fungsi produksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan atas biaya tunai me-
ningkat sebesar 75 persen dan 13 persen masing-masing untuk perubahan
tumpangsari tradisional ke Inmas tumpangsari pada lahan bonita 3 dan
bonita 4. Resiko yang dihadapi dalam usahatani tumpangsari cukup tinggi
seperti tergambar dalam C.V. yang pada umumnya lebih dari 40 persen.
Elastisitas penerimaan atas biaya tunai (dihitung dengan metoda aritmatik
biasa) terhadap perubahan biaya yang dikeluarkan untuk pupuk dan pestisida
adalah 45 persen dan 22 persen masing-masing untuk perubahan himpang-
sari tradisional ke Inmas pada lahan bonita 3 dan bonita 4. Adapun hasil
pengujian statistik dari fungsi produksi, secara parsial tidak menunjukkan
adanya pengaruh yang berarti dari setiap masukan usahatani dan jarak antara
lahan andil dengan rumah petani. Walaupun begitu, pengaruh peubah-peubah
bebas tersebut secara sekaligus keseluruhan menunjukkan pengaruh yang
nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen.
Pendahuluan
permasalahan kehutanan di Jawa adalah ber-
Latar Belakang sumber kepada kepadatan penduduk dan
Permasalahan kehutanan di Pulau Jawa kurang terbukanya kesempatan kerja di luar
perlu dibedakan dengan permasalahan ke- sektor pertanian1). Hal yang disebut terakhir
hutanan yang dihadapi di luar Pulau Jawa flu mengakibatkan setiap pertambahan ang-
seperti Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. katan kerja menumpuk dalam sektor per-
Banyak ahli kehutanan berpandangan bahwa tanian.
*) Tulisan ini diangkat dari Laporan Penelitian: Agus Pakpahan, Bambang Irawan,
Hendiarto, 1983. Keragaan Tumpangsari Hutan dalam Peremajaan Hutan Jati dan
Penghasil Pangan Analisis Kasus Tumpangsari di KPH. Pusat Penelitian Agro Eko-
nomi, Badan Litbang, Deptan.
**) Staf Pusat Penelitian Agro Ekonomi.
1) Bepadatan penduduk di Jawa pada 1930 adalah 315 orang/km 2 , pada 1971 576
orang/km2 clan pada 1980 adalah 690 orang/km2.
19
Pertumbuhan penduduk yang terus me- Akan tetapi, di balik keberhasilan pembuatan
ningkat tanpa adanya arus penduduk ke luar tanaman hutan yang memuaskan, akhir-
dari sektor pertanian dalam jumlah yang akhir ini Perum Perhutani menghadapi
berarti, jelas meningkatkan kebutuhan lahan masalah panting sehubungan dengan kelancar-
untuk keperluan usahatani. Luas pemilikan an penerapan dari metoda tersebut. Per-
lahan per kapita akan terus menurun. Jumlah masalahan yang dimaksud oleh Perum Per-
keluarga tani tanpa tanah akan terus me- hutani adalah adanya kecenderungan pe-
ningkat. Keadaan seperti ini bagi masyarakat nurunan kesuburan dan produktivitas lahan
di sekitar hutan akan menumbuhkan sikap hutan sehingga dengan hasil pertanian yang
bahwa hutan adalah sumber lahan baru. sangat minim dan bahkan kadang-kadang
Apabila pandangan seperti itu sudah tumbuh gagal peserta tumpangsari tidak mempunyai
pada masyarakat maka hutan akan menjadi gairah lagi untuk memelihara dan mengerja-
sasaran penyerobotan, pencurian dan bentuk- kan tanaman hutan menurut cara-cara yang
bentuk pemanfaatan lainnya2). telah ditentukan. Akibat lebih jauh dari
keadaan ini adalah tenaga pembuat tanaman
Di pihak lain keadaan penduduk dan struk- hutan sukar dicariq. Menyadari dari keadaan
tur perekonomian di Jawa dewasa ini, apabila serupa ini, Perum Perhutani melancarkan aksi
dilihat dari pandangan perusahaan dalam arti peningkatan produktivitas lahan yaitu me-
sempit, adalah menguntungkan sebab tenaga lalui perbaikan usahatani dengan menambah
non skill seperti buruh tani merupakan tenaga energi dari luar ekosistem hutan yaitu pupuk
murah dan posisinya dalam pasar tenaga kerja anorganik seperti Urea dan TSP dan peng-
adalah sangat lemah dibanding buruh di sek- gunaan bibit unggul dan obat-obatan pe-
tor-sektor lain. Menyadari posisi tenaga kerja nanggulangan hama dan penyakit. Aksi ini
non skill seperti itu dan ketersediaan golongan
tak bertanah yang membutuhkan lahan dinamakan Inmas Tumpangsari. Percobaan-
percobaan untuk mendukung aksi ini telah
pertanian cukup banyak, Buurman 3) pada
1873 memperkenalkan teknik baru dalam dimulai sejak tahun 19728).
peremajaan hutan. Teknik baru tersebut biasa
disebut .dengan sistem peremajaan tumpang- Tujuan Penelitian
sari hutan (taungya system). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keragaan usahatani tumpangsari hutan. Secara
Tumpangsari merupakan teknik peremajaan lebih spesifik, penelitian ini ingin mengetahui
hutan jati yang melibatkan masyarakat di perubahan-perubahan yang terjadi pada pe-
sekitar hutan dalam kegiatan penanaman. nerimaan dan pengeluaran dengan adanya
Dalam kegiatan tersebut peserta tumpangsari perubahan teknik usahatani dari tradisional
hutan dikontrak oleh pihak kehutanan selama ke Inmas Tumpangsari. Selain itu ingin di-
kurang lebih dua tahun untuk membuat ketahui juga faktor-faktor produksi yang
tanaman jati4 Sebagai imbalan bagi petani mempunyai pengaruh yang berarti terhadap
(biasa disebut pesanggem) diberikan uang hasil produksi.
kontrak dan selain itu petani boleh meng-
usahakan tanaman pertanian pada lahan andil-
nya selama masa kontrak tersebut 5 ) Metoda Penelitian
Pertama kali metoda ini diterapkan pada Kerangka Pemikiran
hutan-hutan jati di Tegal dan Pekalongan Sistem pengelolaan hutan-hutan di Jawa
dengan hasil yang amat memuaskan. Sekarang tidak dapat terlepas dari pertimbangan unsur-
metoda tumpangsari hampir dilaksanakan di unsur sosial ekonomi, bahkan mungkin per-
semua tempat di Jawa. Sejak jaman Buurman timbangan ini dapat dipandang sejajar atau
hingga kini yang dijadikan alasan sebagai bahkan lebih tinggi lagi kedudukannya dari
keunggulan metoda peremajaan ini dibanding- pertimbangan aspek-aspek teknik pengelolaan
kan dengan metoda lainnya adalah biayanya hutan. Persoalan ini perlu digaris bawahi
sangat murah tetapi keberhasilan tanaman sebab hal inilah sebagai pembatas utama bagi
lebih terjamin. kelestarian hutan-hutan di Jawa.
2) Ilasil operasi Reksawana yang dilakukan di Jawa Timur pada bulan Februari
adalah salah satu contoh yang menunjukkan gejala seperti itu (Tempo, No. 4,
Thn. XIII, 26 Maret 1983).
20
Persoalan sosial ekonomi yang berkaitan dituntut untuk memainkan peranan yang
dengan permasalahan kelestarian hutan ter- lebih besar lagi dalam memperbaiki tingkat
utama bersumber pada kemiskinan masya- kesejahteraan dari lapisan penduduk golongan
rakat di sekitar hutan yang dicirikan oleh terbawah. Hal ini tidak hanya didasari oleh
tingkat pendapatan, pendidikan, pemukiman Kewajiban moral seperti yang tertuang dalam
dan kesehatan yang rendah. pasal 33, UUD 45, melainkan juga didasari
oleh alasan keamanan hutan dalam anti luas
Tingkat pendapatan masyarakat pedesaan dan jangka panjang. Dengan kata lain perlu
yang rendah erat kaitannya dengan penguasa- diciptakan suatu kondisi simbiosa mutualistis
an sumberdaya pertanian, misalnya luas lahan antara hutan dengan masyarakat di sekitar
garapan yang sempit, cara-cara bertani yang hutari.
masih tradisional, tingkat pengetahuan yang
rendah dan seterusnya. Dalam hal sumber- Kebijaksanaan ke arah itu sebenarnya telah
daya lahan, selain merupakan sumberdaya digariskan oleh Perum. Perhutani dan telah
yang langka dalam arti kuantitas dan kualitas, pula menjadi thema pada pertemuan ahli
didukung pula oleh struktur penguasaannya kehutanan sedunia di Jakarta pada tahun
yang buruk. Oleh karena itu semakin hari 1978, yaitu gagasan: "Forest for People".
jumlah penduduk yang tak bertanah semakin Dalam langkah operasionalnya gagasan ter-
meningkat. sebut telah dituangkan oleh Perum Perhutani
dalam Program Kerja Tahun 1981-1985
Keterbatasan terjadi pula dalam lembaga- yaitu terdiri dari 5 program yang dilaksanakan
lembaga pelayanan untuk lapisan masyarakat melalui 12 kegiatan proyek" ).
terbawah. Lembaga-lembaga pelayanan seperti Program yang berkaitan langsung dengan
Bimas, kredit investasi, dan koperasi bagi kesejahteraan masyarakat pedesaan yang di-
masyarakat lapisan terbawah diperkirakan maksud adalah (1) program peningkatan
belum banyak memberikan sesuatu yang ber- pendapatan, (2) program peningkatan wilayah
arti, bahkan banyak ahli berpendapat bahwa pedesaan. Proyek kegiatannya adalah (1)
lembaga pelayanan seperti itu hanya dapat di- proyek pembangunan hutan industri, (2)
jangkau oleh golongan masyarakat pedesaan proyek hutan serbaguna, (3) proyek hutan
yang tergolong dalam kelas pendapatan pertanian (agroforestry), (4), proyek pening-
menengah ke atas. Dengan demikian lapisan katan dan pengembangan industri hasil hutan,
masyarakat pedesaan terbawah masih tetap (5) proyek pengembangan pemasaran, dan
merupakan sekelompok masyarakat yang per- (6) proyek peningkatan kesejahteraan ling-
lu mendapat perhatian khusus dan penangan- kungan 9
an tersendiri.
Tumpangsari hutan dapat dikatakan sebagai
Sektor kehutanan melalui kegiatan-kegiat- kegiatan hutan pertanian (agroforestry). Pro-
annya mempunyai kesempatan besar dan gram kerja yang dituangkan dalam proyek
3) Perum Perhutani, 1980. Usaha-usaha Intensifikasi Tumpangsari Dalam Rangka
Pembuatan Tanaman Hutan, Jakarta.
4) Ibid.
5) Besar uang kontrak bervariasi menurut Bonita lahan. Pada 1982 besar uang kon-
trek pada lahan Bonita 3 adalah Rp. 2.500,—per hek tar. Bonita adalah indeks ke-
sesuaian lahan hutan jati yang didasarkan atas hubungan umur dengan peninggi.
6) Ibid. Walaupun begitu penulis kurang yakin dengan pernyataan itu.
Kelangkaan tenaga kemungkinan besar karena adanya kesempatan yang lebih baik
dari lapangan kerja lain di pedesaan atau tanah hutan sudah kritis sehingga tidak
menarik lagi untuk digarap sebagai lahan usaha tumpangsari.
7) Ibid.
21
hutan pertanian arlalah proyek penyempurna- Biaya-biaya produksi dikelompokkan ke
an tumpangsari yaitu dari cara-cara tradisional dalam: (1) biaya-biaya bukan untuk tenaga
beralih pada cara-cara berusahatani maju. Cara kerja seperti benih, pupuk, dan obat-obatan;
itu dinamakan Inmas Tumpangsari. biaya ini biasa disebut sebagai biaya tunai
(cash costs); (2) biaya tenaga kerja yang
Perubahan teknologi dari teknologi usaha- terdiri dari biaya tenaga kerja yang diupah
tani tradisional ke teknologi yang lebih (umumnya tenaga kerja yang berasal dari
maju diharapkan akan meningkatkan hasil dan luar keluarga) dan biaya tenaga kerja yang
pendapatan petani. Tetapi biasanya apabila nilai upahnya diperhitungkan (imputed cost).
suatu teknologi ba' pelaksanaannya berada Yang disebut terakhir ini biasanya sebagai
di luar persyaratan-persyaratan yang diminta tenaga kerja keluarga.
maka teknologi bare tersebut kurang mem-
punyai arti, atau bahkan dapat merugikan Penerimaan biasanya terbagi dalam dua
petani sebab penambahan biaya yang di- golongan besar yaitu penerimaan kotor dan
perlukan untuk menerapkan teknologi ter- penerimaan bersih. Penerimaan kotor adalah
sebut adalah lebih dari penambahan hasil hasil kali antara keluaran yang dicapai petani
yang diperoleh misalnya. Selain itu, kadang- dengan harganya sebelum dikurangi dengan
kadang teknologi Baru mempunyai unsur re- biaya-biaya. Berdasarkan kepada analisis bud-
Saco yang lebih tinggi dibanding teknologi get dapat dihitung pula: (1) tingkat pengem-
tradisional. balian penerimaan terhadap tenaga kerja
keluarga, manajemen, lahan dan kapital, (2)
Kerangka Analisis tingkat pengembalian penerimaan terhadap
Dalam penelitian ini ada tiga hal yang akan masing-masing faktor produksi.
dianalisa. Pertama, perubahan dalam pe-
nerimaan dan biaya sebagai akibat dari per- Resiko. Biasanya unsur resiko didekati de-
ubahan dalam proses produksi yaitu dari ngan menggunakan hitung peluang yaitu
tumpangsari tradisional ke Inmas tumpang- mencoba menghitung peluang terjadinya ke-
sari; kedua, unsur resiko dalam usahatani gagalan. Karena keterbatasan data yang ada
tumpangsari hutan; ketiga, mencari faktor-
metoda tersebut tidak digunakan dalam
faktor produksi yang dapat menjelaskan penelitian ini. Dalam penelitian ini unsur
variasi dalam keluaran dan kecenderungannya
resiko didekati dengan melihat fluktuasi
apabila diadakan perubahan-perubahan dalam
hasil per hektar. Tingkat fluktuasi tersebut
tingkat penggunaan masukan.
dapat dinyatakan oleh nilai dari koefisien
Perubahan dalam tingkat penerimaan dan variasinya. Koefisien dinyatakan dalam hu-
biaya dihitung dengan metoda analisis budget. bungan:
Unsur resiko didekati dengan menghitung C.V. = Sd
koefisien variasi (coeficient of variation, C.V.) Y
dari hasil usahatani per hektar, dan pene-
lusuran faktor-faktor apa yang memberikan di mana: C.V = koefisien variasi
kecenderungan tertentu dari keluaran sebagai Sd = simpangan baku dari Y
akibat perubahan dalam tingkat penggunaan Y = nilai rata-rata Y
masukan didekati dengan analisis fungsi pro-
duksi. Secara ringkas mengenai metoda- Analisis fungsi produksi. Fungsi produksi
metoda tersebut adalah seperti berikut. dimaksudkan untuk menduga hubungan
antara masukan dengan keluaran. Dan hasil
Analisis Budget. Dalam analisis budget kom- analisis ini akan diperoleh nilai dugaan respon
ponen usahatani dikelompokkan ke dalam dari setiap faktor-faktor produksi terhadap
dua kategori utama yaitu penerimaan dan keluaran. Secara umum hal tersebut dapat
biaya. digambarkan dalam persamaan:
22
Y = f(Xi , X2 , Xn) (1) dalam bentuk hasil jagung. Pembobot yang
Y = tingkat hasil per-satuan luas (kg/ha).
digunakan di sini adalah harga. Adapun ma-
sukan diukur secara langsung yaitu tanpa
Xi , X2 Xn = tingkat masukan yang di-
penyetaraan dengan sesuatu variabel. Masukan
gunakan
dan keluaran diukur melalui metoda survey
Persamaan (1) menunjukkan hubungan dengan cara mewawancarai responden.
antara masukan dengan keluaran. Hubungan
tersebut memperlihatkan bahwa nilai Y di-
pengaruhi oleh Xi. Penarikan contoh.
Biasanya perubahan dalam Y sebagai akibat
Lokasi penelitian ditentukan secara di-
perubahan dalam Xi dinyatakan dalam per-
sengaja (purposive) dengan menggunakan
sentase. Konsep itu dinamakan elastisitas.
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) sebagai
Dalam penelitian ini hubungan _antara unit contoh terbesar dan Resort Polisi Hutan
gan
keluaran dengan masukan didekati den (RPH) sebagai unit contoh terkecil. Pemilihan
fungsi pangkat: • KPH contoh didasarkan kepada potensi hutan
yang diukur menurut produksi dan luas
bn
b2 kawasan. Kriteria selanjutnya yang digunakan
Y= AX1 X2 Xn E (2)
adalah keragaan pelaksanaan intensifikasi
pada usahatani tumpangsari hutan.
Y = keluaran usahatani per hektar (kg/ha)
X, = luas lahan usahatani per pesanggem KPH yang terpilih sebagai KPH contoh
(ha) adalah KPH Cepu. KPH ini merupakan KPH
X2 = jumlah pupuk Urea yang digunakan jati terluas yaitu 35.058.5 ha dengan volume
per hektar (kg/ha) etat tertinggi yaitu lebih dari 20.000 m3
X3 = jumlah pupuk TSP yang digunakan . per tahun' ° ). Dalam pelaksanaan intensifikasi
per hektar (kg/ha) tumpangsari hutan, sejak tahun 1977 hingga
X4 = jumlah jam kerja yang dicurahkan per 1982 telah dilaksanakan Inmas tumpangsari
hektar dengan rata-rata luas sekitar 80 hektar per
X5 = jarak dari rumah pesanggem ke lahan tahun
garapan (km)
= simpangan
Unit contoh BKPH dipilih dari BKPH yang
bi = nilai yang menggambarkan respon Y
melaksanakan Inmas tumpangsari pada pe-
terhadap perubahan dalam X, nilai
nanaman jati tahun 1982. BKPH terpilih
ini langsung menjadi nilai elastisitas.
adalah BKPH Pasar Sore dengan areal Inmas
terluas yakni 59.2 ha yang terdiri dari 29.9
Agar parameter fungsi produksi tersebut ha pada areal t(bnita 3 di RPH Pasar Sore,
dapat diduga dengan menggunakan metoda dan 16.0 ha dan 12.9 ha masing-masing untuk
Jumlah Kuadrat Terkecil (Ordinary Least areal bonita 3 dan 4 yang termasuk dalam
Tabel 2. Rata-rata Luas Andil dan Luas Lahan yang Dimiliki Pesanggem Menurut Teknik Usahatani dan Bonita
Hutan.
Ha.
Non Inmas 0.29 0.44(15) 0.28( 8) 0.32 0.38(15) 0.32(7) 0.26 0.39(9) 0.34(11)
Keterangan: Angka dalam kurung adalah frekuensi petani yang memiliki sawah atau tegal.
24
Tabel 3. Potensi Tenaga Kerja Per Keluarga Pesang- Kebutuhan konsumsi keluarga ini tidak
gem Menurut Teknik Usahatani dan Bonita. dapat dipenuhi seluruhnya oleh basil tum-
pangsari. Walaupun begitu, pesanggem mem-
2eknik
Bonita 3.5 Bonita 4 punYai kesempatan kerja lain di luar usahatani
Usahatani Bonita 3
yaitu menjadi buruh tebang yang memberikan
pendapatan yang lebih be= dari usahatani,
Inmas 2.86 2.76 misalnya pendapatan penebang per hari
Non In- 2.69 2.26 2.92 di RPH Pasar Sore (Cepu) pada tahun 1982
MEW adalah Rp. L000,-
25
X
• • • • • • • 4 .• • . . • • • $ • • • • .. ........• • •
• • •
■■ • • fe I • • • •
$ •
• • •
I- • •
•
•
•
•
• •
• •
•
•
•
• • • • • • • • • • I • • • • • • • •
••• • • • • • •• • • • 00000 • ,• • • • • • • •
• • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • •
•
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • . S. • .• • • • .. • a •
I
• •• • • •• • • • I •• • •• • • • • • • •
• •• • • • •„.,,• • • • • • ..
i • II • • Ci, • • • • • • •• • • • • • • 41 •
000 0 0 . •
• • • • • 0 • • • • •
•
* • • • • 00 • • • • •• •
*** • • • V •O • • • • • • • • • •• •
• • ' 0 . • . •• • • • • • • 0 • • • • • • • • • • 0. • • • • • •
•.• ,• .• ••• .b.
• • • •• • • • .5 • • •
I • . • • • • • •• • ..... • ...... :
• • • • • • • • • • • 0 • • • • • • • • •
• • 0 • • • • •
• • • • • •
•• • • •• • • • I • O 00000
• • • . • rt
• • • • • • • • • gel • • • I • • • • • • • •• • • • •
• •I • • NO • • • • • • ..... ja• • • • • ..... A. • •• • • •
• • • • • • • • • • • • • •• o' ,• • • • • • • ••
• • • • • • • • • •
•••• 0•• • • • • • • 0. •
••• • • • • • I • • Qa • • • • •
•••• •••••• • • • • • • • • fe” • I • • • • • • • • • • •
• • • I • • • • • • • I • 4 *„.s • • • • • •
•. • . • I
I •• • •
• • • •
• • •• •
•
• • ' • • • • 14# • • • • •
• • • • •
•
•
• • • •
• • • •
. • U • • • • •
• • • •• • •
• • • (Th.
• • • •
• • p• • ri • • • • • • rt • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • •• ••• • IN,• •• • • • • • • ••-• • • • • • • .
••
• • • = tanaman tumpangsari
•••
26
Setelah itu tanaman sela yaitu kemlandingan Pencurahan tenaga kerja per hektar antara
(Leucaena galucct). Tanaman ini dimaksudkan usahatani non Inmas dengan usahatani Inmas
sebagai tanaman yang dapat diharapkan untuk Tumpangsari ternyata tidak menunjukkan
merppertahankan kesuburan tanah dan men- poly tertentu. Pada musim labuhan pencurah-
cegah erosi. Kemudian tanaman sekat bakar 'an tenaga kerja berkisar antara 645 jam kerja
yang biasanya -dipilih jenis-jenis kayu rimba pria dan 1082 jam kerja pria per hektar, atau
seperti, mahoni (Swietenia mahagoni atau apabila dianggap rata-rata jam kerja per hari
Swietenia macrophyla). Terakhir adalah 8 jam maka tenaga kerja yang dicurahkan
ri
ana an pagang biasA digunakan untuk selarna muslin labuhan adalah berkisar 81 hari
tujuan itu adalah Caesalpinia sapan. Semua kerja pria dan 135 hari kerja pria.
jenis tanaman di atas adafah tanaman hutan
yang merupakan milik Perum Perhutani yang . Tenaga kerja • pada usahatani tumpangsari
hams ditanam dan dipelihaxa oleh pesanggem. baik yang Inmas mattpun yang non • Inmas
Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa sebagian besar bersumber pada tenaga kerja
tenaga yang dicurahkan oleh para pesanggem keluarga. Tenaga kerja yang berasal dan luar
untuk tanaman kehutanan cukup tinggi13). keluarga umumnya hanya tenaga pada saat
panen yang berupa tenaga sambatan. Oleh
Dalam usahatani tumpangsari hutan di karena itu, tenaga kerja yang disebut terakhir
KPH Cepu dikenal tiga musim tanam yaitu ini lebih condong kepada jenis imbal tukar
(1) musim tanam bosokan, (2) musim tanam tenaga kerja yang tanpa diupah dengan uang.
labuhan, dan (3) musim tanam apitan. Muslin Dengan demikian sudah dapat diperkirakan
tanarn labuhan merupakan musim tanam bahwa jenis usahatani seperti itu adalah jenis
yang dibina dengan program Inmas tumpang- usahatani subsisten, yaitu usahatani yang
sari. Jenis tanaman yang umum di usahakan hanya ditujukan untuk rnementhi kebutuhan
oleh petani di daerah contoh pada ketiga pokok sendiri dengan hanya menggunakan
muslin tersebut adalahjagung, padi, ubikayu, sumberdaya yang ada pada keluarga mereka
kacang tanah, dan lombok. Padi khusus di- sendiri.
tanam pada program Inmas tumpangsari dan
ubikayu ditanam pada tepian andil. Informasi Benih, Pupuk dan Pestisida. Jenis tanaman
yang lebih lengkap mengenai lial ini dapat yang umum diusahakan pada usaha tumpang-
dilihat pada Tabel 5. sari ini, yaitu padi khusus untuk program
Inmas; jagung kacang tanah, lombok dan
Berdasarkan kepada kondisi agroklimat ubikayu pada program Inmas dan non Inmas.
hutan jati, skedul penanaman telah disusun Tingkat penggunaan dari masing-masing mar
sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan sukan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
pedoman operasional yang baik. Skedul yang
dimaksud dapat dilihat pada Gambar 3. Tingkat penggunaan pupuk antara program
•
Inmas dan non Inmas ternyata jauh berbeda.
Pada tumpangsari non Inmas penggunaan
Tingkat penggunaan masukan pupuk anorganik dapat dikatakan hampir
Tenaga kerja. Usahatani tumpangsari hutan tidak ada. Hal yang sama juga terlihat pada
merupakan suatu usahatani yang intensif penggunaan pupuk organik (pupuk kandang).
apabila dipandang dart sudut penggunaan Pada non Inmas tumpangsari tidak dijumpai
tenaga kerja. Pencurahan tenaga kerja per seorang responden pun yang menggunakan
hektar disajikan pada Tabel 6: pestisida.
13) Pencurahan tenaga kerja untuk tanaman pokok kekutanan berksiar antara 1700 — 2000
jam kerja selama kontrak.
27
Gambar 3. Tata Waktu Pembuatan Tallman Jati
No.
TAHUN KE I TAHUN KE H TAHUN KE III
JENIS PEKERJAAN Urut
I II HI iv v vi vu VIII ix I x I XI I xi] II u I
m I ivI Ivll1V'-1 x l m ixu ' I ll i ifi l iv i v 1 VI
Persiapan Lapangan
1. Surat Perintah Tanam 1 1
2. Penentuan Batas-bates Jalan Inspeksi dlm Peta 2
3. Pembuatan Batas-batas dan Jalan Inspeksi di
3 2 3
4. Lapangan (Perencanaan lapangan)
5. Perjanjian Tanaman 4
6. Membersihkan lapangan 5 4
7. Ganti Tanah/Krakal 6 5 6
8. Gerbus Tanah / Krakal 7 7 8
9. Bikin Anggelan Jalan Inspeksi dan Selokan 8
10. Gebrus Tanah ke 2 9 9
11 Pasang Acu 10 .
1. Babat Lamtoro 1
2. Pemilihan Tanaman Tunggal dan Wiwil 2
3. Pembersihan untuk Tutupan Kontrak 3
4. Penyerahan tanaman kembali 4
Sumber : Direksi Perum Perhutani, 1974. Instruksi Pembuatan Tanaman Jati PHT. 9 Seri 8. Direksi Perum Perhutani, Jakarta.
Tabel 5. Pola tanam dan Frekuensi Petani yang Menerangkan Pola Tersebut Menurut Teknik Usahatani dan
Bonita.
Bosokan
J+U+L 6.9 2.7 10.4 13.2
J+U 6.9 13.8 23.7 2.6
J 13.8 10.8 17.2 18.4 10.5
J+K 51.7 48.6 41.4 39.5 39.5
J+U+K 6.9 24.4 17.2 13.1 34.2
J+L 13.8 13.5 5.3
Labuhan
J+P+U+L 37.9 13.2
J+P+U 41.4 32.4 5.3 5.2
J+P 6.9
J+U 6.9 67.6 62.1 68.4 34.2
J+U+L 6.9 37.9 26.3 47.4
Apitan
J 31.0 11.0 10.3
J+U 3.4
, : ? ...lit■ Vi..:,.::3 ..e,VA.....'i
r'JS1;e k:'70 l konorri:
I
"" G on
Keterangan: 1) J = jagung, U = ubikayu, L = lombok, K = kacang,
2) Pada musim apitn tidak semua petani mengusahakan lagi andil mereka.
29
Tabel 6. Tingkat Pencurahan Kerja Menurut Teknik Usahatani, Bonita dan Sumber Tenaga pada Musim
Labuhan, 1982/83.
jam kerja/ha/musim
Dalam keluarga
— Pria 638 633 449 568 728
— Wanita 375 251 175 288 268
— Anak 106 91 57 53 20
r
Total 1082 991 645 840 1020
Tabel 7. Tingkat Penggunaan Benih, Pupuk dan Pestisida pith Usahatani Tumpangsari Hutan diiKPH Cepu,
Musim Labuhan 1982/83.
•
Benih
— Padi kg/ha 38 5 0 0 0
— Jagung kg/ha 15 13 10 10
12
Pupuk
— Urea kg/ha 77 100 7.4 7.0 11.3
— TSP kg/ha 60 54 1.0 1.5 3.1
— Kandang kg/ha 554 780 0 50 25.8
Pestisida
— Redumil kg/ha 0.42 0.6 0 0 0
— Sevin kg/ha 0.91 0.9 0 0 0
— Basudin It/ha 0.26 0 0 0 0
— Furmithion It/ha 0.17 0 0 0
Catatan: Rekomendasi pemupukan untuk padi gogo yang dikeluarkan oleh Perum Perhutani adalah: Urea
90 kg/ha, TSP 60 kg/ha, bibit 22 kg/ha dan insektisida diazirion 1 1/ha.
30
Tabel 8. Penerimaan clan Pengeluaran pada Usahatani Tumpangsari.
Rp/ha
Biaya diperhitungkan
— tenaga kerja 90 000 .69 000 67 600 69 300 80 500
Penerimaan atas:
— Biaya tunai 90 000 72 000 51 170 48 610 63 600
— Biaya variable 0 3 000 —16' 000 —20.000 --17 000
Rp/ha Inmas :
Non Inmas
Bonita 3 37.4
Koefisien variasi dari hasil usahatani turn- Bonita 31/2 56.3
pangsari ternyata sangat tinggi yaitu lebih da- Bonita 4 55.4
ri 40 persen (lihat Tabel 10). Perubahan tek-
nik usahatani dari non Inmas ke Inmas tum-
pangsari seperti saat ini tidak menjamin ber- Urea (X2 ) dan TSP (X3 ) jumlah jam kerja
kurangnya variasi dalam hasil yang diperoleh (X4 ) dan jarak dari rumah petani ke lahan
petani. yang digarap (X5 ) dengan menggunakan fung-
si pangkat sebagai pendekatan, ternyata tidak
Respon dari faktor-faktor produksi terhadap ada satupun peubah bebas dalam model
hasil
yang memberikan respon yang berarti terha-
Berdasarkan pada hipotesa: bahwa produk- dap produktivitas (hasil per hektar) usaha-
tivitas lahan ditentukan oleh luas lahan yang tani baik pada Inmas yang diterapkan pada
digarap (X1 ), tingkat penggunaan pupuk. lahan bonita 3 maupun bonita 4. 4)
14) Karena sifat data yang diperoleh dari usaha tani non Inmas mempunyai keragam-
an yang sangat tinggi, maka analisi fungsi produksi tidak dilaksanakan pada kasus
ini.
31
Berdasarkan kepada hasil imalisis 1di atas„ Pembahasan
maka terlihat peubah-peubah dalam model Produksi pada hakekatnya merupakan
yang digunakan dalam penelitian ini tidak suatu proses transformasi dari suatu sumber-
dapat menerangkan variasi yang terjadi dalam daya ke dalam bentuk lain yang dijadikan
basil usahatani. Hal ini terutama disebabkan tujuan. Dalam bidang pertanian yang menjadi
oleh adanya variasi yang sangat besar dalam sumberdaya dasar adalah t*nah, udara, sinar
peubah-peubah tersebut (lihat Tabel 111 matahari unsur biologik dan sumberdaya
dan Tabel 12). manusia. Teknologi adalah suatu alat untuk
Tabel 11. Sidik Ragam Hasil Analisa Usahatani Inmas Tumpangsari Bonita 4.
Total 37 351.74900
Regresi 6 350.69381 58.44897 1717.15405** 2.41999
Galat 31 1.05518 3.40383E-02
R BO (FK) 1 350.45493
Regresi-bO 5 0.23888 4.77768E-02 1.40362 2.53000
R B1/bO 1 2.115884064E-10 2.11588E-10 6.21619E-09 4.16999
Total 29 294.53500
Regresi 6 293.46177 48.91029 1048.17847** 2.53000
Galat 23 1.07323 4.66621E-02
R bO (FK) 1 293.09426
Regresi - bO 5 0.36750 7.35013E-02 1.57518 2.63999
R bl/bo 1 3.73532E-08 3.73532E-08 8.00502E-07 4.28000
R b2/b0b1 1 0.18583 0.18583 3.25125 4.28000
R b3/b0b1b2b3 1 0.15171 _ 0.15171 . 1 3.25125 4.28000
R b4/bOblb2b3 1 2.49143E-02 2.49143E-02 0.53393 4.28000
R b5/b0b1b2b3b4 1 5.05305E-03 5.05305E-03 0.10829 4.28000
32
men 'apai hasil yang efisien dari suatu pe- kg/ha dan 60 kg/ha dan pada lahan bonita
manfaatan sumberdaya. Dalam hubungannya 4 perubahan penggunaan Urea dan TSP
dengan hal ini petani tumpangsari hutan dapat masina-masing sekitar 89 kg/ha -dan 50
dikatakan lebih mendekati sifat-sifat petani kg/hal s). Dalam pada itu penggunaan pupuk
subsisten di mana seluruh atau sehagian besar kandang dari petani non Inmas ke Inmas
hasil produksinya dikonsumsi sendiri. Dalam jauh melonjak yaitu dari hampir sama sekali
proses produksinya itu petani tumpangsari tidak menggunakan pupuk kandang ke ting-
hutan sebagian besar hanya menggunakan te- kat penggunaan lebih dari 5 kg/ha.
naga kerja sendiri dan tidak menggunakan ma-
sukan modern seperti pupuk anorganik (Urea, Terjadinya perubahan dalam penggunaan
TSP), kecuali untuk usahatani Inmas tumpang- pupuk anorganik dapat dimengerti yaitu
sari. Dengan demikian dapat diperkirakan bah- karena adanya kebijaksanaan Perum Per-
wa daerah pertanian tumpangsari hutan meru- hutani yang memberikan kredit berupa
pakan suatu daerah pertanian yang terisolir pupuk dan obat-obatan kepada petani pe-
dari sistem pasar, komunikasi dan unsur-unsur serta tumpangsari hutan. Persyaratan kredit
penunjang lainnya. Oleh karena itu, pranata ini sangat lunak yaitu petani hanya diharus-
sosial dan kelembagaan yang ada di lingkungan kan mengembalikan sebanyak 70 persen
usahatani tumpangsari hutan adalah jauh ber- dari total kredit pupuk yang diberikan apabila
beda dengan pranata sosial dan kelembagaan hasil usahatani yang diperoleh relatif normal
yang umum dijumpai pada lingkungan seperti menurut penilaian Perum. Jur ' pengem-
sawah misalnya. uanan senesar itu didasari oleh pertimbangan
Program Inmas tumpangsari pada lahan- bahwa sekitar 30 persen dari pupuk yang di-
gunakan diserap oleh tanaman kehutanan.
lahan hutan bertujuan untuk meningkatkan
areal usahatani tumpangsari hutan. Dari aksi Apakah kredit ini lebih ditujukan untuk
ini Perum Perhutani mengharapkan tidak akan mengikat petani agar tetap memelihara ta-
menghadapi kesulitan dalam mencari tenaga naman hutan dan agar tidak "melarikan"
kerja pembuat tanaman hutan. Tetapi dalam diri selama masa kontrak karena is mempu-
jangka panjang, hal yang mungkin mempunyai nyai hutang? Ataukah lebih ditujukan untuk
kedudukan yang sama penting dengan hal itu meningkatkan produktifitas dan pendapatan
adalah bahwa Inmas tumpangsari secara petani sekaligus pengetahuan dan keteram-
umum akan merubah sikap, pandangan dan pilannya? Apabila pertimbangan kedua mem-
pengetahuan petani dalam teknik-teknik ber- punyai bobot yang lebih tinggi maka per-
usahataninya. baikan dalam teknologi tumpangsari hutan
harus menempati posisi yang lebih tinggi
Perubahan teknik usahatani tumpangsari daripada sekedar perkreditan, sebab kredit
tradisional ke Inmas tumpangsari pada kasus- pada hakekatnya hanyalah berupa "suntikan"
kasus yang diteliti memperlihatkan bahwa terhadap modal usahatani, jadi bukan per-
(1) terjadi perubahan dalam penerimaan
baikan terhadap cara-cara berproduksi. Oleh
dan (2) perubahan dalam biaya. Hal ini adalah
karena itu agar kredit dapat dijadikan alat
sebagai akibat logis dari perubahan peng-
gunaan masukan terutama penggunaan pupuk pendidikan dalam usahatani maka teknologi
dan pestisida. usahatani sama-sama harus dibina.
Tolok ukur sederhana yang dapat diguna-
Perubahan penggunaan pupuk Urea dan kan untuk melihat keunggulan suatu tekno-
TSP dari non Inmas ke Inmas pada lahan logi dibanding dengan teknologi lainnya
bonita 3 masing-masing adalah sekitar 70 adalah (1) perubahan dalam penerimaan atas
15) Perubahan aspek Urea dan TSP per hektar pada tumpangsari tradisional dijumpai
rendah sekali, yaitu masing-masing sebesar 7.4 dan 1.0 kg pada lahan Bonita 3
dengan variasi penggunaan antar petani yang sangat tinggi.
33
biaya-biaya yang dikeluarkan sebagai kon- Perhatian sepintas menunjukkan bahwa
sekuensi penggunaan teknologi baru itu dan usahatani tumpangsari yang dilakukan pada
(2) resiko yang mungkin dihadapi dalam lahan bonita 3 memberikan kenaikan pe-
menggunakan teknologi tersebut. nerimaan yang tinggi. Tetapi apabila hal itu
diperbandingkan kemungkinan resiko yang
Berdasarkan kepada kedua tolok ukur itu, bakal dihadapi oleh petani, yang digambarkan
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) oleh Koefisien Variasi (C.V.) sebesar 45
perubahan penerimaan atas biaya tunai pada persen, maka kenaikan penerimaan tersebut
lahan bonita 3 dan bonita 4 masing-masing masih harus tetap diperbaiki. Bersamaan
adalah sekitar Rp. 39.000,-/ha/musim dan dengan hal itu perlu pula diusahakan per-
Rp. 8.400,-/ha/musim. Perubahan penerimaan baikan-perbaikan teknologi untuk mengurangi
atas biaya-biaya tersebut dialami pada musim resiko itu.
tanam labuhan di mana musim ini merupakan
musim yang terbaik selama masa kontrak mu- Keadaan yang berbeda dijumpai pada kasus
siman tumpangsari. Apabila perubahan pene- yang kedua yaitu inmas yang diterapkan
rimaan atas biaya tunai tersebut diperhitung- pada bonita 4. Pada ka.sus ini dijumpai bahwa
kan sebagai perubahan penerimaan per bulan, kenaikan penerimaan atas biaya tunai hanya
maka perubahan teknik berusahatani hanya sekitar 13 persen. Dalam pada itu koefisien
akan memberikan perubahan penerimaan pe- variasi dari keluaran per hektar mencapai
tani per bulan per hektar per pesanggem se- 46 persen. Kasus terakhir ini menunjukkan
kitar Rp. 1.680,— sampai Rp. 7.800,—. Pada bahwa kenaikan hasil yang diperoleh mungkin
kenyataanhya petani hanya mengusahakan tidak akan dapat mengatasi resiko yang
sekitar 0,25 ha/keluarga, dengan demikian mungkin dihadapi.
perubahan penerimaan per keluarga per bulan Produktivitas atau keluaran suatu proses
per luas garapan adalah sekitar Rp. 420,- - produksi pada hakekatnya merupakan fungsi
Rp. 1.950,- dari faktor lingkungan dan manajeman.
Unsur lingkungan fisik dalam tumpangsari
Apabila angka-angka perubahan penerima- hutan relatif dapat dikatakan homogen. Va-
an atas biaya-biaya produksi dilihat dalam riasi hasil yang tinggi pada usahatani ini
nilai absolut seperti telah dikemukakan di mungkin lebih bersumber pada kemampuan
muka, maka terasa bahwa perubahan pe- manajeman dari faktor-faktor lingkungan
nerimaan yang terjadi pada usahatani ini ada- tersebut terutama manajemen tanaman dan
lah kecil. Tetapi, apabila ukuran relatif di- usahatani.
gunakan maka gambaran perubahan pe-
nerimaan sebagai akibat perubahan dalam Proposisi di atas diperkuat dengan hasil
teknik usahatani adalah seperti berikut: pengujian hipotesa mengenai faktor-faktor
produksi yang mempengaruhi keluaran.
(1) penerimaan atas biaya tunai dengan di- Terlihat bahwa secara parsial: luas lahan,
gunakannya cara-cara Inmas tumpangsari penggunaan pupuk Urea dan TSP per hektar,
telah naik sebesar 76% pada usahatani tenaga kerja per hektar, dan jarak antara
yang dilakukan di lahan bonita 3, rumah petani dengan arianya tidak ada satu
(2) penerimaan atas biaya tunai telah naik pun yang menunjukkan pengaruh yang berarti
sekitar 13 persen pada usahatani yang terhadap keluaran per hektar. Walaupun
dilakukan di lahan bonita 4. begitu, secara bersama-sama peubah-peubah
bebas tersebut memperlihatkan pengaruh
yang berarti terhadap keluaran pada tingkat
Terlihat bahwa perubahan penerimaan atas kepercayaan 99 persen.
biaya tunai secara relatif adalah tinggi pada
lahan bonita 3 tetapi sebaliknya perubahan Karena penggunaan fungsi produksi untuk
yang terjadi pada Inmas tumpangsari di menaksir elastisitas dah masukan terhadap
lahan bonita 4. Dengan demikian hasil ini me- keluaran pada Inmas tumpangsari pada lahan
nunjukkan bahwa hubungan antara penerima- bonita 3 dan bonita 4 tidak dapat digunakan,
an dengan bonita adalah tidak konsisten. maka metoda aritmatik biasa digunakan
34
untuk menaksir elastisitas atas perubahan oleh produktivitas sumberdaya dan yang
masukan sebagai akibat perubahan teknik disebut terakhir ini ditentukan oleh ting-
usahatani. kat teknologi yang digunakan. Oleh
karena itu kemampuan pengembalian
Hasil perhitungan dengan metoda aritmatik kredit erat hubungannya dengan keung-
biasa menunjukkan bahwa apabila biaya tunai gulan teknologi yang diterapkan.
untuk pupuk dan pestisida ditingkatkan 100
persen, misalnya dari Rp. 14.700/ha ke Rp. (4) Tumpangsari merupakan teknik pertani-
29.400/ha pada Inmas bonita 3, maka peneri- an yang kompleks karena mencakup
maan atas biaya tunai akan meningkat sebesar kegiatan produksi tanaman setahun dan
45 persen yaitu dari Rp. 90.000/ha/musim tanaman tahunan secara bersama-sama.
menjadi Rp. 130.500/ha/musim. Adapun apa- perubahan teknik dari tumpangsari tradi-
bila biaya penggunaan pupuk dan pestisida sional ke Inmas tumpangsari telah me-
ditingkatkan 100 persen pada Inmas tumpang- nunjukkan hasil bahwa Inmas tumpang-
sari di lahan bonita 4, perubahan penerimaan sari mampu meningkatkan penerimaan
atas biaya tunai akan meningkat sebesar 22 atas biaya tunai sebesar 76 persen dan
persen. Secara kasar terlihat bahwa elastisitas 13 persen masing-masing untuk peralihan
keluaran atas penambahan biaya tunai ada teknologi pada lahan hutan bonita 3
pada selang elastisitas yang inelastis tetapi dan bonita 4.
lebih besar dari nol.
(5) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada pola hubungan yang konsisten
Kesimpulan antara besarnya penerimaan dengan bo-
nita lahan.
(6) Unsur resiko pada usahatani tumpangsari
Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat hutan ternyata cukup tinggi sebagaimana
ditarik kesimpulan: diperlihatkan oleh nilai C.V. dari hasil
per hektar setara jagung yang umumnya
(1) Usahatani tumpangsari pada umumnya
lebih besar dari 40 persen.
masih bercirikan usahatani subsisten
di mana tidak ada bagian hasil yang. (7) Karena berhadapan dengan variasi yang
masuk ke pasar. Adapun masukan yang tinggi, maka pendekatan fungsi produksi
digunakan sebagian besar hanyalah ter- untuk menaksir respon dari keluaran
batas pada sumberdaya keluarga. Dengan terhadap masing-masing masukan tidak
demikian saling hubungan antar sektor terlihat nyata. Oleh karena itu respon
ekonomi belum terjalin. diduga secara kasar dengan metoda
arismatik biasa. Hasilnya menunjukkan
(2) Inmas tumpangsari merupakan suatu bahwa apabila biaya untuk pengeluaran
aksi yang diharapkan dapat mengemban untuk pupuk dan pestisida ditingkatkan
misi untuk merubah teknik usahatani 100 persen maka penerimaan atas biaya
agar peningkatan produksi dapat dicapai. tersebut akan meningkat sebesar 45 per-
Pelayanan kredit sarana produksi seperti sen dan 22 persen masing-masing untuk
yung dilakukan dewasa ini telah mencip- peralihan teknologi di lahan bonita 3
takan adanya hubungan antara sektor dan bonita 4.
pertanian dengan sektor industri peng-
hasil masukan pertanian seperti pupuk
dan pestisida. Implikasi Hasil Penelitian
(3) Kemampuan mengembalikan kredit erat Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sekali kaitannya dengan pendapatan pengembangan tumpangsari hutan dihadapkan
usahatani dan demikian pula halnya pada pembatas-pembatas yang dalam jangka
dengan laju penumpukkan (akumulasi) pendek sulit diatasi. Pembatas-pembatas yang
modal. Pendapatan usahatani ditentukan dimaksud adalah pranata sosial dan kelem-
35
bagaan yang ada, pembatas sumberday a (1) Peningkatan pengetahuan mengenai ka-
manusia yaitu dalarn hal kemampuan mana- rakteristik lahan bekas tebangan dan
jemen usahatani, dan keterbatasan pengetahu- hubungannya dengan pola tanam agro-
an mengenai hubungan tanaman dan lahan forestry. Hal ini dapat dicapai melalui
k&ing bekas hutan. Gambaran mengenai hal percobaan-percobaan polatanam multi-
itu tercermin dalam variasi keluaran yang lokasi. Penelitian kendala-kendala pro-
tinggi. duksi, penelitian adopsi, teknologi baru
dan penelitian konsekuensi pengembang-
Pada tingkat teknologi yang diterapkan an teknologi baru terhadap tegakan hu-•
seperti saat ini secara kasar terlihat bahwa tan, social ekonomi dan kelembagaan.
nilai elastisitas terhadap perubahan biaya Di sallying .itu diperlukan pula suatu
tunai untuk pupuk dan pestisida sebesar 45 penelitian yang ditujukan untuk menge-
persen dan 13 persen masing-masing untuk tahui berapa luas lahan yang optimal
peralihan teknologi pada lahan bonita 3 dan untuk usahatani tumpangsari.
bonita 4. Adapun koefisien variasi keluaran
setara jagung umumnya lebih dari 40 persen, (2) Pembinaan manajemen usahatani tum-
suatu variasi yang tinggi. pangsari mencakup manajemen tanaman
hutan dan tanaman pertanian. Kegiatan
Berdasarkan kepada kedua hal di atas, ini meliputi aspek agronomi dan eko-
maka diperlukan suatu prograin pembinaan nominya. Penyuluhan sistem
usahatani tumpangsari hutan yang mencakup kelompok tani yang dibentuk sebelum-
kegiatan seperti berikut: nya munglcin akan memberikan hasil
yang lebih efektif dan efisien.
36