Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujan penyusunan referat ini adalah untuk melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 12 Juni 15 Juli 2006 di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta, dan sebagai tambahan untuk meningkatkan pengetahuan penulis. Penulis juga berharap referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini, khususnya: 1. dr. Siti Rahmadhani, SpM 2. dr. Lenggo Geni Oetama, SpM 3. dr. Aswin 4. dr. Clara Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.

Jakarta, Juni 2006 Jolinda

DAFTAR ISI

Kata pengantar .......................................................................................................... 1 Daftar isi..................................................................................................................... 2 I. II. III. IV. V. VI. Sinonim ........................................................................................................ 3 Pendahuluan..................................................................................................... 3 Patofisiologi.......................................................................................................4 Epidemiologi.....................................................................................................4 Mortality/morbidity...........................................................................................4 Riwayat medis...................................................................................................5

VII. Gejala klinis.......................................................................................................5 VIII. Etiologi..............................................................................................................8 IX. X. XI. XII. Diagnosa..........................................................................................................10 Deferential Diagnosa ......................................................................................12 Penatalaksanaan..............................................................................................13 Preventif.........................................................................................................23

XIII. Profilaksis.......................................................................................................23 XIV. Prognosa.........................................................................................................24 Daftar Pustaka...........................................................................................................25 Lampiran....................................................................................................................26

ENDOPHTHALMITIS
2

I.

Sinonim : Inflamasi rongga orbita, Inflamasi Humor Vitreus, Inflamasi Humor


Aqueous, Steril Endophthalmitis, Panopthtalmitis, Endogenous Endophthalmitis, Exogenous Endophthalmitis.

II.

Pendahuluan :
Endophthalmitis merupakan inflamasi atau radang pada bagian dalam bola mata termasuk rongga orbita yang diisi oleh cairan seperti gel yang bersifat transparan yang disebut Vitreus Humor dan juga mengenai Aqueous Humor. Inflamasi juga melibatkan jaringan disekitarnya yang berpengaruh terhadap fungsi penglihatan.

Pada banyak kasus, penyebab dari inflamasi ini adalah infeksi (dapat oleh bakteri, jamur, virus ataupun parasit). Noninfectious (sterile) endophthalmitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti post operasi katarak atau adanya agen toksik. Di Amerika, penyebab endophthalmitis terbanyak adalah infeksi bakteri post operasi mata, seperti operasi katarak atau glaukoma. Bakteri juga dapat masuk bila terjadi trauma yang menembus pada mata. Yang jarang terjadi adalah penyebaran infeksi dari darah yang dapat menuju ke mata disebut hematogenous endophthalmitis. Ada 2 tipe endophthalmitis : Endogenous endophthalmitis Penyebaran endocarditis). Exogenous endophthalmitis Inokulasi langsung infeksi sebagai komplikasi dari operasi mata, adanya benda asing, taruma tumpul atau trauma tajam pada mata. infeksi secara hematogen dari tempat asal atau sumber infeksi (contoh

III.

Patofisiologi
Pada keadaan normal, blood-ocular barrier dapat melindungi mata dari invasi mikroorganisme. Pada Endogenous endophthalmits, organisme dapat menembus blood-ocular barrier dengan invasi langsung (contoh : septic emboli) atau dengan merubah permeabilitas vaskuler endotel. Destruksi jaringan intraokular mungkin berhubungan dengan invasi langsung mikroorganisme dan atau dari pelepasan mediator inflamasi karena respon imun. Endophthalmitis dapat ditemukan adanya nodule putih pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Juga dapat mengenai berbagai tempat diseluruh jaringan mata, dimana yang utama adalah terbentuknya eksudat purulen pada bola mata. Dapat menyebar ke jaringn lunak dari mata. Semua prosedur operasi yang mengganggu integritas dari bola mata dapat menyebabkan Exogenous endophthalmitis (misalnya : operasi katarak, glaukoma, radial keratotomy)

IV.

Epidemiologi
Endophthalmitis endogenous jarang ditemukan, terjadi 2 15 % dari seluruh kasus endophthalmitis. Insiden rata-rata pertahun adalah 5 dari 10.000 pasien yang dirawat. Biasanya mata kanan lebih sering terkena daripada mata kiri karena terletak lebih proximal atau lebih dekat denagn peredaran darah arteri Inominata kanan yang juga menuju arteri carotis kanan. Sejak tahun 1980, terjadi peningkatan infeksi candida pada pengobatan dengan yang dilakukan secara IV. Pada saat ini peningkatan resiko terjadinya infeksi disebabkan antara lain oleh penyakit AIDS, peningkatan penggunaaan obat-obat imunosupresan dan prosedur operasi yang invasif (seperti transplantasi sumsum tulang). Sekitar 60 % kasus Exogenous endophthalmitis terjadi setelah intraocular surgery. Pada 3 tahun terakhir ini di Amerika terjadi peningkatan komplikasi postcataract endophthlamits. Posttraumatic endophthalimitis terjadi pada 4 13 % dari seluruh kasus trauma tajam mata. Gangguan atau perlambatan penyembuhan pada trauma tajam mata meningkatan resiko terjadinya endophthlamitis. Insiden endophthalmitis karena adanya intraocular foreign body adalah 7 31 %.

V.

Mortality/morbidity
Penurunan penglihatan dan kehilangan penglihatan yang permanen merupakan komplikasi tersering dari endophthalmitis. Pasien mungkin memerlukan enukleasi untuk menghilangkan rasa sakit.

Mortality biasanya berhubungan dengan gejala penyerta dan adanya penyakit lain yang mendasarinya.

VI. Riwayat medis


Riwayat medis sangat penting untuk mengetahui adanya resiko-resiko yang menjadi penyebab endogenous atau exogenous endophthalmitis (misalnya: penggunaan obat-oabat secara intravena, resiko terjadinya sepsis pada endokarditis, prosedur invasif dalam optalmologi). Bakterial endophtalmitis yang terjadi pada saat akut memberikan keluhan sakit, pembengkakan kelopak mata, dan penurunan ketajaman penglihatan. Juga beberapa bakteri (misalnya Propionibacterium acnes) dapat menyebabkan inflamasi kronik dengan gejala yang lebih berat. Organisme ini merupakan flora kulit normal yang biasanya menginfeksi pada saat operasi intraokular. Endophtalmitis karena jamur mungkin baru terlihat setelah beberapa hari atau minggu. Gejala yang sering adalah penglihatan yang buram, sakit dan penurunan tajam penglihatan.

Endophthalmitis etc candida Pasien dengan infeksi candida mungkin akan mengalami demam tinggi, yang diikuti dengan gejala-gejala pada mata setelah beberapa hari. Demam yang persisten mungkin berhubungan dengan pembentukkan infiltrat jamur pada retinachoroidal. Riwayat operasi mata, trauma mata, bekerja di industri harus ditanyakan. Pada kasus endophtalmitis setelah operasi, infeksi dapat terjadi secepatnya setelah operasi atau mungkin sampai beberapa bulan; atau bahkan setelah beberapa tahun berikutnya seperti pada kasus yang disebabkan Propionibacterium acne.

VII. Gejala klinik


Endophtalmitis dapat memberikan gejala yang dikeluhkan secara subyektif seperti :

Penurunan tajam penglihatan Sakit pada mata dan iritasi Mata merah Sakit kepala Fotofobia Adanya sekret Demam

Gejala yang paling sering ditemukan pada endophtalmitis adalah kehilangan penglihatan. Biasanya gejala yang timbul tergantung dari penyebab-penyebabnya. Postoperative endophthalmitis Pada kasus ini problem yang serius adalah kehilangan penglihatan yang permanen. Gejala biasanya tidak terlalu menonjol, tergantung dari kapan terjadinya infeksi, dini (6 minggu atau kurang) atau lanjut (bulan atau tahunan) setelah operasi. Gejala pada stadium dini adalah penurunan penglihatan yang dramatis pada mata yang terlibat, sakit pada mata setelah operasi, mata merah dan pembengkakkan kelopak. Gejala pada stadium lanjut biasnya lebih berat pada stadium dini. Seperti penglihatan buram, penurunan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia) dan sakit yang berat pada mata. Posttraumatic endophthalmitis Gejala pada endophthalmitis yang disebabkan trauma tembus biasanya lebih berat termasuk penurunan visus yang cepat, sakit mata yang lebih hebat, mata merah dan pembengkakan kelopak. Hematogenous endophthalmitis Pada saat infeksi menyebar melalui aliran darah dan masuk ke dalam mata, gejalanya akan timbul perlahan-lahan/ bertahap dan lebih ringan. Sebagai contoh, pasien mungkin tidak akan

mengeluh penglihatannya turun setelah 5 minggu, biasanya akan terlihat floaters berwarna hitam, semi transparan yang akan mengganggu penglihatan. Penemuan dari pemeriksaan fisik berhubungan dengan struktur mata yang terlibat dan derajat dari infeksi atau inflamasi. Pemeriksaan mata harus dilakukan dengan cermat termasuk pemeriksaan visus, pemeriksaan external, pemeriksaan dengan funduskopi, dan slit lamp biomicroscpy. Penemuan-penemuan yang dapat ditemukan secara objektif adalah : Pembengkakkan dan eritema kelopak mata Injeksi conjungtiva dan siliar Cornea oedema

Hipopion ( adanya sel dan exudat karena inflamasi pada bilik mata depan)

Tanda dini berupa Roths spot (bercak bulat, putih paad retina yang dikelilingi perdarahan) Retinal periphlebitis Vitreitis Chemosis Penurunan atau hilangnya red refleks Proptosis Papilitis Cotton-wool spots White lesion di koroid dan retina Uveitis kronis Vitreal mass dan debris 7

Sekret purulen Mungkin dapat ditemukan relative afferent defect mungkin

Tidak adanya sakit pada mata dan hipopion tidak menyingkirkan endophtalmitis, berhubungan dengan infeksi kronik dari Propionibacterium acne.

Penyulit endophthalmitis adalah bila proses peradangan mengenai ketiga lapisan mata (retina koroid dan sklera) dan badan kaca akan mengakibatkan panophthalmitis. Panophthalmitis sendiri mempunyai penyulit yaitu terbentuknya jaringan granulasi disertai vaskularisasi dari koroid. Panophthlamitis dapat berakhir dengan terbentuknya fibrosis yang akan menyebabkan phtisis bulbi. Biasanya pada kasus ini membutuhkan terapi enukleasi Perbedaan Radang Demam Sakit bola mata Pergerakan bola mata Eksoftalmus Bedah Endophthalmitis Intraokular Tidak nyata Ada Masih dapat Tidak ada Enukleasi Panophthalmitis Intraokular, intraorbita Nyata Berat Sakit Mata menonjol Eviserasi bulbi

VIII. Etiologi
Organisme gram-positif merupakan penyebab 56 90 % dari seluruh endophthalmitis. Organisme yang merupakan penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermitis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Gram-negatif seperti Pseudomonas, Escherichia coli dan Enterococcus biasanya ditemukan pada trama tajam mata. Endogenous endophthlamitis Pada penderita Diabetes Melitus, gagal ginjal kronik, kelainan katup jantung, sistemik lupus eritematosus, AIDS, leukimia, keganasan gsartointestinal, neutropenia, lymphoma, hepatitis alkoholik, transplantasi sumsum tulang meningkatkan resiko terjadinya Endogenous endophthalmitis. 8

Prosedur-prosedur invasif yang dapat menyebabkan bakterimia seperti hemodialisis, kateterisasi vesika urinaria, endoskopi gastrointestinal, total perenteral nutrition, kemoterapi, dan dental prosedur daapt menyebabkan endophthalmitis. Operasi atau trauma nonocular yang baru terjadi, prostetic katup jantung, imunosupresan, dan pemakaian obat-obat IV merupakan predisposisi terjadinya endogenous endophthalmitis. Sumber infeksi endogen pada endophthlamitis adalah meningitis, endocarditis, infeksi saluran kemih, dan infeksi berat. Faringitis, infeksi paru, septik artritis, pielonefris, dan intraabdominal abses juga terlibat sebagai sumber infeksi. Organisme jamur terdapat pada 50% dari seluruh kasus endogenous endophthlamitis. Frekuensi Candida albicans adalah 78 80 % dari kasus penyebab jamur. Penyebab terbanyak ke-2 adalah Aspergilosis, terutama pada pengobatan secara IV. Penyebab yang jarang adalah Torulopsis, Sporotrichum, Cryptococcus, Coccidiodes, dan spesies Mucor. Organisme gram-positif merupakan penyebab tersering dari endogenous

endopthlamitis. Bakteri tersering adalah Staphylococcus aureus yang biasanya trelibat pada infeksi kulit atau penyalit sistemik kronis seperti Diabetes Melitus atau gagal ginjal. Spesies Streptococcus seperti Streptococcus pneumonia, streptococcus Streptococcus juga sering sebagai penyebab. Spesies viridans dan group A

Streptococcal lain, misalnya group B pada bayi baru lahir dengan meningitis atau group G pada pasien dewasa dengan infeksi berat atau keganasan, juga telah diisolasi. Bacillus cereus terlibat dalam infeksi melalui penggunaan obat-obatan secara IV.. Spesies Clostridium mempunyai hubungan dengan keganasan usus. Bakteri Gram-negatif merupakan bakteri penyebab yang lain. E coli adalah yang tersering. Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Klebsiela pneumonia, Serratia spesies dan Pseudomonas aeruginosa juga dapat menyebabkan endogenuos endophthlamitis.

Endophthalmitis etc Escherichia coli Nocardia asteriodes, Actinomyces spesies dan Mycobacteiurm tuberculosis adalah bakteri tahan asam yang menyebabkan endogenous endophthlamitis. Exogenous endophthlamitis Organisme yang normal berada di conjungtiva, kelopak mata, ataupun bulu mata yang terlibat sewaktu operasi dapat menyebabkan postoperative endophthalmitis. Pada banyak kasus exogenous endophthalmitis terjadi karena komplikasi dari post operasi atau trauma pada mata. Pada kasus ini, organisme gram-positif merupakan penyebab terbanyak sekitar 56-90% yaitu Staphylococcus yang merupakan flora conjungtiva yang normal; organisme gram-negatif terdapat pada 7-29 %; dan jamur ditemukan pada 3-13 % kasus. Penyebab tersering pada exogenous endophthalmitis adalah Staphylococcus epidermitis, yang merupakan flora normal dari kulit dan conjungtiva. Bakteri garmnegatif lainnya adalah S aureus dan Streptococcal species. Penyebab terbanyak organisme gram-negatif yang berhubungan dengan postoperative endophthalimitis adalah P aueruginosa, Proteus dan Haemophils species. Waulaupun jarang, berbagai macam jamur dapat menyebabakan postoperative endophtalmitis termasuk Candida, Aspergillus dan Penicillium species. Pada traumatic endophthalmitis, bakteri atau jamur biasanya terlibat sewaktu trauma. Pada trauma biasanya benda-benda sekitar yang menjadi penyebab sudah terkontaminasi oleh berbagai agen yang infeksius. Staphylococcal, Streptococcal dan Bacillus species biasanya merupakan penyebab dari traumatic endophthalmitis. B aureus terlibat dalam 25 % kasus traumatic endophthalmitis. Adanya riwayat trauma tajam dengan benda asing intraokular yang terkontaminasi oleh bahan-bahan organik dapat melibatkan Bacillus species.

X.

Diagnosis
Karena endophtalmitis adalah penyakit yang serius dan menyebabkan gangguan penglihatan, maka harus dapat diagnosa dini dan dilakukan penatalaksanaan yang tepat untuk mencegah terjadinya kebutaan yang merupakan resiko yang paling ditakuti. Prosedur diagnosis yang harus dilakukan adalah : Ophthalmological evaluation

10

Pemeriksaan tajam penglihatan Tonometri untuk memeriksa tekanan bola mata Pemeriksaan funduskopi

Memeriksa kedua mata dengan slit lamp biomicroscopy

Ultrasonografi bila pemeriksaan funduskopi sulit dilakukan (untuk melihat adanya foreign body pada intraokular, densitas dari vitreitis dan adanya ablasio retina)

Pemeriksaan kultur rutin termasuk kultur secara aerobik, anaerobik dan kultur jamur.

Pseuphypha in this vitrectomy sample from a patient with suspected candida endophthalmitis Pemeriksaan lab : Pemeriksaan laboratorium yang terpenting adalah kultur gram dari cairan aqueous dan vitreus.

11

Untuk endogenous endophthalmits, pemeriksaan lab lainnya mungkin diperlukan seperti : Lab darah rutin untuk mengevaluasi adanya infeksi, peningkatan lekosit dan adanya shift to the left. Laju endap darah mengevaluasi adanya infeksi kronis atau keganasan. Blood Urea Nitrogen mengevaluasi adanya gagal ginjal atau pasien dengan resiko. Kreatinin mengevaluasi adanya gagal ginjal atau pasien dengan dengan resiko.

Pemeriksaan imaging : Chest x-ray mengevaluasi sumber infeksi. Cardiac ultrasound mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi. CT scan / MRI orbita membantu menyingkirkan diferensial diagnosa.

Pemeriksaan lain : Kultur darah evaluasi sumber infeksi Kultur urine evaluasi sumber infeksi Kultur lain tergantung dari tanda atau gejala klinik Cerebrospinal fluid Throat culture Feses

Untuk pemeriksaan kultur/biakan biasanya dilakukan prosedur yang disebut dengan vitreus tap. Untuk melakukan prosedur ini, ophthalmologist akan menganestesi mata dan menggunakan jarum kecil untuk mengeluarkan cairan bola mata. Cairan inilah yang digunakan untuk pemeriksaan kultur bakteri.

IX.

Diferensial diagnosa
Corneal Abrasion Corneal laceration Cavernosus Sinus Thrombosis Corneal Ulceration dan Ulcerative Keratitis Endocarditis Globe Rupture

12

Herpes Zoster Ophthalmicus Iritis dan Uveitis Systemic lupus Erytematosus Vitreous Hemorrhage Postsurgical inflamation Allergic reaction Foreign bodies Chemical atau thermal burns Trauma Exposure keratopaty Retinitis Toxocara canis infection Retinoblastoma Acute retinal necrosis Parasitic infection

Masalah lain yang harus diperhatikan sebagai pembanding :

XI.

Penatalaksanaan
Ketika diagnosa sudah dapat ditetapkan, konsultasi ke ahli mata atau ophthalmologist sangat diperlukan. Penatalaksanaan tergantung pada penyebab utama dari endophthalmitis. Walaupun banyak sumber yang mengungkapkan tentang berbagai pengobatan, pada umumnya semua menggunakan prinsip yang sama. Penatalaksanaan pada Postoperative endophtalmitis Pars plana vitrectomy atau aspirasi vitreous mungkin akan dianjurkan oleh ophthalmogolist yang diikuti dengan injeksi antibiotik intravitreal (misalnya : vancomycin, amikacin, ceftazidine) Dipertimbangkan antibotik sistemik atau steroid intravitreal. Pasien dengan postoperative endophthalmitis mungkin tidak dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Tetapi keputusan tersebut sangat tergantung dari ophthalmologist.

13

Endophthalmitis post operative cataract Penatalaksanaan Traumatic Endophthalmitis Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit Tangani ruptur bola mata (bila ada) Antibiotik sistemik termasuk vancomycin, aminoglikosid atau cefalosporin generasi ke-3. pertimbangkan clindamycin bila ditemukan Bacillus spasies. Antibotik topikal Antibiotik intravitreal mungkin diperlukan. Pertimbangkan pars plana vitrektomi Imunisasi tetanus bila sebelumnya belum pernah diimunisasi. Siklopegik mungkin diperlukan. Penatalaksanaan Endogenous bakterial endophthalmitis Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit. Antibiotik spektrum luas intravena termasuk vancomycin, aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ke-3. pertimbangkan penggunaan clindamycin secara intravena jika ditemukan infeksi Bacillus spesies. Antibiotik periokular Antibiotik intravitreal Siklopegik (misalnya : atropin) Steroid topikal mungkin dapat diberikan. Atau pemberian steroid injeksi langsung ke mata untuk mengurangi inflamasi dan mempercepat penyembuhan. Vitrectomy mungkin diperlukan pada organisme yang virulen., atau pada infeksi yang parah.

14

Endophthalmitis Bacterial Penatalaksanaan Candida endophthalmitis Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit. Fluconazole oral Amphotericin dipertimbangkan Siklopegik mungkin diperlukan. B intravena atau intavitreal meungkin dapat

Pada postoperative endophtahlmitis, terapi secara parenteral biasanya tidak dianjurkan kecuali infeksi sudah menyebar diluar mata. Pada jenis endophtahlmitis yang lain, pemberian antibiotik spektrum luas dilakukan bila telah didapatkan hasil dari kultur. Ophthalmologist biasanya menggunakan terapi secara injeksi intravitreal atau subconjungtiva. Dibawah ini dilampirkan obat-obat yang biasa digunakan untuk kasus Endophthalmitis.
Drug Category: Antibiotics -- Empiric antimicrobial therapy must be comprehensive and should cover all likely pathogens in the context of the clinical setting. Vancomycin (Vancocin) -- Empiric coverage for gram-positive organisms including B cereus. DOC for both intravitreal and systemic administration; excellent gram-positive coverage and has added advantage of providing better coverage against resistant organisms; bactericidal against most organisms and bacteriostatic for enterococci; inhibits cell wall biosynthesis, interfering with cell-membrane permeability and RNA synthesis. After systemic administration, drug penetrates most tissues including vitreous, especially if the blood-ocular barrier is compromised. Use creatine clearance to adjust dose in patients with renal impairment. 1 g IV, infused over 1 h; repeat q12h Intravitreal dose: 1 mg in 0.1 mL 10 mg/kg IV q6h Documented hypersensitivity Synergistic with aminoglycosides against B cereus, S aureus, enterococci, S viridans, and Streptococcus faecalis Aminoglycosides increase risk of nephrotoxicity, requiring careful monitoring; risk of erythema and histaminelike flushing in children may occur when administered with anesthetic agents; increases neuromuscular blockade when used concurrently with nondepolarizing muscle relaxants C - Safety for use during pregnancy has not been established. Caution in impaired renal function or previous hearing loss; red man syndrome may occur when administered too rapidly (rare when vancomycin is given over 2 h) Gentamicin (Gentacidin, Garamycin) -- Empiric coverage for gram-negative organisms including P aeruginosa. First choice aminoglycoside for systemic gram-negative coverage; bactericidal inhibitor of protein synthesis (30S ribosomal subunit). Dosing regimens are numerous; adjust dose based on CrCl. Normal renal function: 2 mg/kg load infused IV over 30-60 min, then 1.7 mg/kg IV q8h or 3-6 mg/kg/d IV divided q8h; adjust dose for renal function prn Normal renal function (adjust dose prn):

Drug Name

Adult Dose Pediatric Dose Contraindications

Interactions

Pregnancy Precautions

Drug Name

Adult Dose Pediatric Dose

15

Infants and neonates: 7.5 mg/kg/d IV divided q8h >1 year: 6-7.5 mg/kg/d IV divided q8h Contraindications Documented hypersensitivity; nondialysis-dependent renal insufficiency Increases nephrotoxic potential when administered with other aminoglycosides, cephalosporins, penicillins, or amphotericin B; increases effect of neuromuscular blocking agents when used concurrently Ototoxic effects may increase when administered with loop diuretics; monitor hearing in patients receiving aminoglycosides as damage may be irreversible C - Safety for use during pregnancy has not been established. May cause nephrotoxicity and ototoxicity; caution in premature infants and neonates Ceftazidime (Fortaz, Ceptaz) -- Third-generation cephalosporin with broad gramnegative coverage but decreased efficacy to gram-positive organisms; gram-negative coverage includes Enterobacter, Citrobacter, Serratia, Neisseria, Providencia, and Haemophilus species. Cephalosporins bind to one or more of the penicillin-binding proteins and prevent cell wall synthesis inhibiting bacterial growth. 2 g IV q12h Neonates: 30 mg/kg IV q12h <12 years: 100-150 mg/kg/d IV divided q8h; not to exceed 6 g/d >12 years: Administer as in adults Nephrotoxicity may increase with aminoglycosides, furosemide, and ethacrynic acid; probenecid may increase ceftazidime levels B - Usually safe but benefits must outweigh the risks. Adjust dose in renal impairment Ceftriaxone (Rocephin) -- Third-generation cephalosporin that crosses blood brain barrier. Active against resistant bacteria including gonococci, H influenzae, and other gram-negative organisms. Used in suspected hematogenous source for endophthalmitis in combination with vancomycin while cultures are pending. Cephalosporins bind to the penicillin binding protein and prevent cell wall synthesis, which inhibits bacterial growth. 2 g IV q24h Intravitreal dose: 2 mg in 0.1 mL 50-100 mg/kg/d IV divided q12-24h; not to exceed 4 g/d Probenecid may increase ceftriaxone levels; concurrent use of furosemide and aminoglycosides may increase nephrotoxicity B - Usually safe but benefits must outweigh the risks. Adjust dose in renal impairment; caution in breastfeeding women Cefotaxime (Claforan) -- Third-generation cephalosporin that has broad gram-negative coverage but lower efficacy for gram-positive organisms. Cephalosporins bind to one or more of the penicillin-binding proteins and prevent cell wall synthesis inhibiting bacterial growth. 2 g IV q4h 100-200 mg/kg/d IV divided q8h; not to exceed 12 g/d Probenecid may increase cefotaxime levels; coadministration with furosemide and aminoglycosides may increase nephrotoxicity B - Usually safe but benefits must outweigh the risks.

Interactions

Pregnancy Precautions

Drug Name

Adult Dose Pediatric Dose

Contraindications Documented hypersensitivity Interactions Pregnancy Precautions

Drug Name

Adult Dose Pediatric Dose

Contraindications Documented hypersensitivity Interactions Pregnancy Precautions

Drug Name Adult Dose Pediatric Dose

Contraindications Documented hypersensitivity Interactions Pregnancy

16

Precautions

Adjust dose in severe renal impairment; has been associated with severe colitis; caution in breastfeeding women Clindamycin (Cleocin) -- Use in IV drug abusers or penetrating trauma with soil contamination for suspected B cereus infection. Semisynthetic antibiotic that inhibits bacterial protein synthesis by interfering with peptide bond formation at the 50S ribosomal subunit; has both bacteriostatic and bactericidal activity. 600-900 mg IV q8h 20-40 mg/kg/d IV divided q6-8h Documented hypersensitivity; regional enteritis, ulcerative colitis, hepatic impairment, antibiotic-associated colitis Increases duration of neuromuscular blockade induced by tubocurarine and pancuronium; erythromycin may antagonize effects of clindamycin; antidiarrheals may delay absorption of clindamycin B - Usually safe but benefits must outweigh the risks. Adjust dose in severe hepatic dysfunction; may be associated with severe and possibly fatal pseudomembranous colitis Hypotension or cardiopulmonary arrest may occur (rare) after too rapid IV use; anaphylaxis, Stevens-Johnsonlike syndrome, agranulocytosis, and aplastic anemia may occur

Drug Name Adult Dose Pediatric Dose Contraindications Interactions Pregnancy

Precautions

Drug Category: Antifungal -- For suspected candidal or Aspergillus infection. Indicated in patients who are immunosuppressed, who have indwelling venous catheters, or who are currently taking broad-spectrum antibiotics. Amphotericin B (AmBisome) -- Fungistatic or fungicidal depending on concentration attained in body fluids; polyene antibiotic produced by a strain of Streptomyces nodosus. Changes permeability of fungal cell membrane by binding to sterols, which causes fungal cell death as intracellular components leak out. 3 mg/kg/d IV for 14 d; infuse over 2-6 h Administer as in adults Documented hypersensitivity Concurrent administration of antineoplastic agents may potentiate bronchospasm, hypotension, or renal toxicity Monitor potassium levels closely when administered with thiazides or digitalis as potassium depletion may increase, leading to hypokalemia or digitalis toxicity Coadministration of cyclosporin increases risk of nephrotoxicity; administered with aminoglycosides, additive nephrotoxicity and/or ototoxicity possible B - Usually safe but benefits must outweigh the risks. Frequently monitor renal function, serum electrolytes (magnesium and potassium), liver function, blood counts, and hemoglobin concentration; neutropenic patients receiving amphotericin B and leukocyte transfusions may experience pulmonary reactions, such as hypoxemia, acute dyspnea, or interstitial infiltrates Separate the time of amphotericin B infusion as far as possible from time of leukocyte transfusion if transfusion is to be given

Drug Name Adult Dose Pediatric Dose Contraindications

Interactions

Pregnancy

Precautions

Sumber : Department of Emergency Medicine, Massachusetts Genera Hospital, Harvard Medical School.
1. Gentamicin 200g in 0.1ml 1. Take 0.5ml from a vial of gentamicin containing 40mg/ml 2. Make up to 10mls with normal saline or balanced salt solution (BSS) in a syringe. 3. 0.1ml of this solution=200g NB Minims of gentamicin are unpreserved and contain 3000g per ml. These may be used.

17

2. Amikacin 0.4mg in 0.1ml 1. Reconstitute one vial - 500mg - and make up to 10ml with BSS 2. Withdraw 0.8ml (using 1ml syringe) and make up to 10ml with BSS 3. Withdraw 0.1ml of this - 0.4mg 3. Cefuroxime or Vancomycin 1000g in 0.1ml 1. Reconstitute a 250mg vial with 8mls of saline or BSS 2. Withdraw entire contents and make up to 10mls with saline or BSS 3. Inject 2mls back into vial and make up to 5mls in the vial with saline or BSS 4. 0.1ml of this solution - 1mg (1000g) For smaller doses adjust the volumes accordingly. 4. Amphotericin 5g in 0.1ml 1. Reconstitute a 50mg vial with 10mls of saline or BSS 2. Withdraw 0.1ml of this and make up to 10mls in a syringe. 3. 0.1ml of this = 5g Alternatively inject entire contents of a 50mg ampoule into a 1 litre bag of Ringer-Iactate and 0.1ml of this contains 5g. 5. Clindamycin 1000g in 0.1ml 1. Draw up the contents of a 2ml ampoule (300mg) and make up to 3ml in a syringe with normal saline or BSS 2. Withdraw 1ml of that and make up to 10ml in another syringe with normal saline or BSS 3. 0.1ml of that contains 1000g Intravitreal Drugs NB The intravitreal dose is given in 0.1ml except when combination therapy is used and 0.2ml are given. In emergencies it may be necessary to prepare drugs for intravitreal injection without the assistance of the pharmacist. Avoid solutions or preparations containing preservatives. The quantities for intravitreal injection may be drawn up in 1ml syringes, and injected with a 25 or 27 gauge needle. Make sure to fill the dead space with antibiotic solution.

Sumber : The Royal College of Ophthalmologists 17 Cornwall Terrace, London NW1 4QW Injeksi antibiotik intravitreal dengan dosis terapeutik yang tepat dan tidak toksik terhadap jaringan mata terutama retina efektif untuk mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi. Antibiotik sistemik tidak dapat menjangkau agen patogen di intravitreal dikarenakan oleh tidak terlampauinya konsentrasi maksimal karena adanya blood retinal barrier. Injeksi secara intravitreal dapat melewati barrier sehingga tercapai konsentrasi terapeutik yang dapat menghancurkan mikroorganisme. Kadang penggunaan dosis tunggal sudah cukup memadai. Selain itu perlu diperhatikan jumlah/dosis dari antibiotik yang diinjeksikan mengingat batas keamanan antara dosis terapeutik dengan dosis toksik terhadap retina sangat sempit. Sebagai contohnya, Gentamycin yang sangat efektif melawan infeksi organisme gram negatif seperti pseudomonas dapat menyebabkan infark makula bila tidak diberikan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Tidak jarang juga ditemukan infeksi sekunder oleh organisme komensal oleh karena itu diperlukan dua macam antibiotik : satu untuk melawan organisme gram negatif dan yang lainnya untuk melawan organisme gram positif. Antibiotik yang digunakan untuk melawan organisme gram

18

negatif misalnya : Ceftazidine, Amikacin, Gentamycin, untuk gram positif : Vancomycin dan Cefazoline. Sedang yang digunakan untuk infeksi jamur yaitu : Amphotericin B. Pada kasus-kasus yang sudah berat biasanya diperlukan penatalaksanaan secara operatif seperti : 1. Vitrectomy (yang akan dibahas tersendiri) 2. Enukleasi bulbi Enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan mengeluarkan bola mata dengan melepas dan memotong jaringan yang mengikatnya didalam rongga orbita. Jaringan yang dipotong adalah seluruh otot penggerak mata, saraf optik dan melepaskan conjungtiva dari bola mata. Enukleasi bulbi biasanya dilakukan pada keganasan intraokular, mata yang dapat menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsi dan memberikan keluhan rasa sakit, endophthalmitis supuratif dan pthisis. Biasanya pasien setelah enukleasi bulbi diberi mata palsu atau protesis.

3. Eviserasi bulbi Eviserasi bulsi merupakan tindakan mengeluarkan seluruh isi bola mata seperti kornea, lensa, badan kaca, retina dan koroid. Setelah isi dikeluarkan maka limbus kornea dieratkan dan dijahit. Eviserasi bulbi dilakukan pada mata dengan panophthalmitis dan endophthalmitis berat.

PROSEDUR VITRECTOMY
Vitrectomy adalah prosedur operasi dimana dilakukan pengeluaran cairan Vitreus dari rongga orbita. Pada Vitrectomy diperlukan berbagai instrumen dan teknik yang khusus. Prosedur vitrectomy biasa dilakukan pada pasien rawat jalan. Jarang rawat inap di rumah sakit selama 1 hari dibutuhkan. Anestesi yang digunakan dapat lokal atau umum. Mata yang akan difiksasi dengan menggunakan spekulum khusus dan mata yang tidak dioperasi akan ditutup. Prosedur ini dimulai dengan membuat celah kecil (kurang dari 2 mm) pada mata dan memasukkan infusion line untuk dapat memantau tekanan bola mata agar stabil. Lalu, microscopic 19

cutting dimasukkan yang akan digunakan untuk mengaspirasi cairan vitreus. Microscopic light ( high intensity fibreoptic light ) sebagai sumber cahaya juga dimasukkan untuk menerangi bagian dalam bola mata selama prosedur ini dilakukan. Instrumen-instrumen tambahan mungkin juga diperlukan untuk membantu prosedur tambahan seperti untuk mengkaterisasi pembuluh darah yang robek atau untuk mengeluarkan jaringan sikatriks atau benda asing. Ophthalmologis akan melihat keadaan bola mata melalui microscope selama operasi. Dibutuhkan juga lensa khusus untuk membantu melihat anatomi dari mata dan juga dapat berguna agar dapat melihat dengan jelas keadaan retina dan viterus. Setelah vitreus dikeluarkan, mata akan diisi dengan cairan saline khusus yang komposisinya serupa dengan cairan vitreus yang normal di bola mata. Diperlukan jahitan kecil untuk menutup ketiga lubang yang telah dibuat untuk memasukkan instrumen yang telah disebutkan diatas. Untuk mencegah terjadinya infeksi diperlukan injeksi antibiotik yang dilakukan pada tahap akhir prosedur ini.

Walaupun prosedur vitrectomy biasanya dilakukan insisi pada bagian depan bola mata, dapat juga dilakukkan insisi pada bagian lain yaitu pars plana.

Prosedur ini sering disebut Trans Pars Plana Vitrectomy (TPPV). Insisi di daerah ini dapat mecegah terjadinya kerusakan retina dan crystalline lensa. Pada prosedur ini instrumen yang digunakan dimasukkan melalui pars plana.

20

Trans plana vitrectomy diindikasikan pada berbagai kelainan pada retina dibawah ini: 1. Proliferative diabetic retinopathy (termasuk perdarahan vitreus) 2. Macular hole 3. Epiretinal membrane (macular pucker) 4. Complicated, tractional atau rekuren atau retinal detachment 5. Intaocular infections (endophthalmitis) 6. Intraocular foreign nody 7. Retained lens material atau dislocated lens implant pada operasi katarak 8. Giant retinal tears 9. Trauma mata Terdapat berbagai macam teknik yang digunakan dalam prosedur vitrectomy, seperti : 1. Intaocular gases ( biasanya perfluropropane atau (C3F8) atau sulfur hexafluoride (SF6)) yang dicampur dengan udara steril, biasanya dapat bertahan lama pada bola mata (sampai 2 bulan). Gas ini nantinya akan digantikan oleh cairan mata yang normal. Gas ini berguna untuk melekatkan kembali retina yang terlepas dan tetap bertahan pada tempatnya selama masa penyembuhan. Injeksi gas juga digunakan pada kasus macular hole. Sangat penting untuk mengatur posisi dari kepala setelah operasi yang menggunakan teknik gas. Penglihatan pada prosedur yang menggunakan gas ini biasanya buruk dan akan membaik bila 50 % dari gas terserap. Komplikasi dari teknik ini adalah katarak yang progresif dan peningkatan tekanan intraokular (glaukoma). Sebaiknya dihindari penggunaan pesawat terbang selama gas masih mengisi seluruh bola mata. 2. Silicone oil juga dapat digunakan selain gas untuk melekatkan retina setelah operasi. Silicone ini akan tetap berada pada mata sampai dikeluarkan kembali yang memerlukan operasi kedua setelah beberapa waktu. Teknik mempunyai keuntungan jika diperlukan waktu yang lama untuk memperbaiki kelainan retina yang sangat parah. Seperti gas, pasien tetap dapat melihat

21

melalui silicone gel yang jernih. Posisi pasien setelah operasi tidak begitu penting, sehingga dapat digunakan pada pasien yang tidak kooperatif seperti anak kecil. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah katarak, galukoma, dan kerusakan dari kornea. 3. Endophotocoagulation. Teknik ini menggunakan laser untuk memperbaiki struktur intraokular. Biasanya digunakan untuk memperbaiki robekan retina. Endophotocoagulation merupakan prosedur yang biasa digunakan untuk kasus proliferative diabetic retinopathy. 4. Microsurgical instrumen seperti forceps, gunting, picks dapat berguna untuk memanipulasi struktur intraokular seperti untuk mengeluarkan jaringan sikatriks dan benda asing. Pada saat ini telah terdapat lebih dari seratus alat instrumen yang digunakan untuk prosedur operasi. Alat-alat yang digunakan biasanya mempunyai diameter kurang dari 1 mm. 5. Endoscopy digunakan untuk melihat keadaan di dalam mata melalui monitor televisi. Alat ini sangat membantu jika kornea atau lensa mengalami kekeruhan dan apabila microscope tidak dapat memperlihatkan gambaran yang jelas selama operasi. 6. Scleral buckling kadang-kadang digunakan pada prosedur vitrectomy. Vitrectomy lens set Model : AP- 1300 - 5 Transparent Glass Type Lenses : - Wide Field Lens - Magnifying Lens - Vitrectomy Ring - Biconcave Lens - Prism Lens , 30 - Macular Lens - Irrigation Ring - Excellent Polishing - High Quality And Transparency - Durable & Autoclavable 7. Lensectomy. Lensectomy adalah mengeluarkan eyes cristalline lens selama operasi vitrectomy. Teknik ini biasanya dilakukan bila terdapat katarak (kekeruhan dari lensa) yang mengganggu visualisasi struktur dalam bola mata. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengeluarkan jaringan sikatriks yang merupakan komplikasi dari retinal detachment atau diabetic retinopathy. Lensa yang asli dapat digantikan dengan lensa implant setelah atau pada operasi. Lensectomy menggunakan ultrasound frekuensi tinggi (phacoemulsification) yang serupa pada operasi katarak biasa.

22

Operasi vitrectomy biasanya dilakukan selama 1-2 jam, tetapi dapat memakan waktu yang lebih lama pada kasus-kasus yang kompleks atau ketika dikombinasikan dengan scleral buckle atau lensectomy. Terdapat berbagai macam komplikasi yang mengakibatkan kehilangan penglihatan atau kerusakan pada mata itu sendiri. Oleh karena itu sangat penting untuk mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari prosedur ini sebelum mengambil keputusan. Komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur vitrectomy : Retinal detachment Galukoma Katarak yang progresif Perdarahan atau infeksi mata Sakit dan merah Kehilangan persepsi cahaya, penglihatan buram, diplopia atau kebutaan Oedema retina (efusi koroid) Perubahan fokus sehingga membutuhkan kacamata baru (perubahan refraktif) Kerutan pada retina (macular pucker) Oedema sentral retina (cystoid macular oedeme) Gangguan penglihatan malam atau distorsi penglihatan

Post operative instruction Yang dianjurkan setelah operasi adalah : Menggunakan anti-inflamasi dan antibiotik tetes yang dianjurkan dokter setelah perban dilepas. Menggunakan penutup mata dari plastik ketika tidur selama 7 hari pertama setelah operasi. Dan harus dipakai selama 3 hari pertama ketika mandi. Hindari mengangkat objek lebih dari 5 pound, atau melakukan aktivitas berlebihan selama 1 minggu. Gunakan tylenol atau kompres es untuk menyingkirkan rasa sakit. Ikuti semua instruksi yang diberikan dokter.

XII.

Preventif
Jika anda pernah mengalami riwayat operasi mata seperti operasi katarak, anda dapat menurunkan resiko infeksi dengan mengikuti seluruh intruksi dokter setelah operasi dan melakukan pemeriksaan reguler (follow-up) yang teratur.

23

Untuk mencegah endophthalmitis karena trauma, gunakan pelindung mata saat bekerja dan pada saat olahraga. Kacamata atau helm dapat membantu melindungi dari debris industri yang dapat menembus mata.

XIII.

Profilaksis
Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat menjelaskan tentang penggunaan antibiotik untuk profilaksis. Yang terpenting adalah dapat mengenali dan menangani semua faktorfaktor resikonya yang dapat mencetuskan terjadinya endophthalmitis seperti blefaritis, mucocele lacrimal, conjungtivitis, dan infeksi lainnya pada mata. Penggunaan povidone iodine 5 % pada kulit dan conjungtiva 5 menit sebelum operasi sebagai antiseptik dapat mengurangi organisme yang terdapat dipermukaan. Dan penggunaannya setelah operasi juga sangat efektif untuk mencegah infeksi. Penggunaan irigasi dengan antibiotik seperti vancomycin tidak dianjurkan karena telah terbukti dapat meningkatkan resistensi terhadap vancomycin. Profilaksis dengan injeksi antibiotik intravitreal pada saat penyembuhan dari trauma tajam mungkin dapat berguna.

XIV.

Prognosa
Prognosisnya sangat bervariasi karena banyaknya organisme yang terlibat. Ketajaman visus saat pertama kali didiagnosa dan agen penyebab dapat memprediksi prognosis. Prognosis dari endogenous endophthalmitis biasanya lebih buruk dibandingkan exogenous endophthalmitis, karena organisme yang menyebabkannya lebih virulen, terjadi keterlambatan diagnosis, dan biasanya terjadi pada pasien yang imunokompromise. Pada penelitian retrospective, hanya sekitar 40 % pasien mengalami perbaikan visus menjadi dapat menghitung jari atau lebih. Pada endophthalmitis vitrectomy study group, 74 % pasien mengalami perbaikan visus menjadi 20/100 atau lebih. Prognosis juga bergantung pada adanya penyakit yang mendasari, dimana pada suatu penelitian terbukti prognosis yang buruk pada pasien dengan diabetes melitus. Prognosis endophthalmitis sangat buruk bila disebabkan jamur atau parasit.

24

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Edisi ke-3. 2004. hlm : 175-178. Kanski, Jack J. Uveitis and Endophthalmitis, Clinical Ophthalmology,. Butterworth and co, British. 1984. hlm : 6.26-6.27. http:/www.nlm.nih.gov/database/alerts/vitrectomy.html http:/www.kimbols.be/egen/zietktes/e.php http://www.emedicine.com/emerg/topic880.htm http://www.eyemdlink.com/condition.asp?conditionID=169 http://www.intelihealth.com/IH/ihtIH/WISHW000/9339/9935.html http://www.patient.co.uk/showdoc/27000760 http://www.bristol/clinicalsciencesouth/torc/phthalmology reseacrh/iedg/interes.hml http://images.google.co.id/images?imgurl=http://.mayoclinicproceedings.com/images/8001milhttp://site4sight.org.uk/Quality/Rgov/Guidelines/Endo.htm http://www.utopiasilver.com/testimonials/eye_infection.htm http://www.blackwell-synergy.com/vitrectomy/di/pdf/j.1600-

25

26

27

Anda mungkin juga menyukai