Anda di halaman 1dari 4

SIFAT KIMIA PROTEIN

Sifat dari protein berbeda-beda tergantung pada jumlah dan jenis asam amino
yang menyusun molekul protein tersebut. Disamping itu tergantung pula pada
struktur dan urutan asam amino yang terdapat dalam molekul protein.
Berat molekul protein sangat besar sehingga jika dilarutkan dalam air tidak
berbentuk larutan murni, melainkan merupakan suatu dispersi koloidal. Molekul
protein tidak dapat melalui membran semipermiabel, tetapi protein dapat
menimbulkan tekanan osmosa, yaitu dapat menimbulkan suatu potensial pada
membran semipermiabel.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul
protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan
bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun dengan basa). Daya reaksi
berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah
dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH
rendah), gugus amino bereaksi sebagai basa, sehingga protein bermuatan positif.
Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, maka molekul protein akan bergerak
ke arah katode. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan
bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan
bergerak menuju anode. Pada pH tertentu yang disebut titik isolistrik (pI), muatan
gugus amino, dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul
bermuatan nol. Tiap jenis protein mempunyai titik isolistrik yang berlainan.
Perbedaan inilah yang dijadikan pedoman dalam proses-proses pemisahan serta
pemurnian protein.
Kelarutan Protein
Ada protein yang larut dalam air, dan ada pula yang tidak larut dalam air, tetapi
semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti etil eter. Didalam molekul
protein terdapat asam amino hidrofilik dan asam amino hidrofobik. Setelah
protein berikatan dalam larutan air, asam amino hidrofobik biasanya membentuk

area perlindungan hidrofobik karena sifatnya tidak dapat berikatan dengan air
sehingga air tidak dapat masuk kedalam area yang terdapat asam amino
hidrofobik, sementara asam amino hidrofilik akan berikatan dengan molekul
solven (air) dan memungkinkan protein untuk membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air di sekitarnya. Jika pada permukaan protein terdapat asam amino
hidrofilik yang cukup maka protein dapat larut dalam air.
1. Pengaruh pH
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang
mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein
akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk
ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif
yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif
apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai
titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti
penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya
dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan
negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik
isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90
2. Pengaruh Konsentrasi Garam
Salting out
Ketika konsentrasi garam meningkat, sebagian dari molekul-molekul air akan
tertarik oleh ion garam, yang kemudian akan mengurangi jumlah molekul air
yang dapat berinteraksi dengan bagian hidrofobik protein. Sebagai akibat dari
meningkatnya permintaan molekul solven , interaksi antar protein menjadi
lebih kuat daripada interaksi antara pelarut dan zat terlarut, Hal ini akan
menyebabkan molekul-molekul protein mengental dengan membentuk
interaksi hidrofobik dengan satu sama lain. Proses ini dikenal sebagai saltingout. Dalam pembahasan lain disebutkan bahwa salting out terjadi ketika pada
konsentrasi garam yang tinggi, garam akan lebih cenderung mengikat air dan
menyebabkan agregasi. Sehingga molekul protein mengalami presipitasi.
Salting in

Biasanya dalam air murni, protein sukar larut. Dengan adanya penambahan
garam, kelarutan protein akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh ion
anorganik yang terhidrasi sempurna akan mengikat permukaan protein dan
mencegah penggabungan (agregasi) molekul protein. Hal ini disebut salting
in.
Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan
garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan.
Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila garam netral yang
ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan
terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi
kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air.
Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk
molekul protein akan berkurang.
Apabila protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka protein akan
menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi
molekul-molekul protein. Selain itu penggumpalan juga dapat terjadi karena
aktivitas enzim-enzim proteolitik.

Daftar pustaka

Poedjiadi, anna dan Suprianti, Titin. 2009. Dasar-Dasar

Biokimia. Universitas Indonesia: Jakarta


Wirahadikusummah, M., 1985. Biokimia: Protein, Enzim,

dan Asam Nukleat. ITB: Bandung


Arbianto, purwo, 1993. Biokimia Konsep-Konsep Dasar .
Bandung : ITB

Anda mungkin juga menyukai