KASUS BEDAH
Struma Nodosa Non Toxic
Disusun oleh:
dr. Mega Nur Purbo Sejati
Lokasi Wahana
No.
Tanda Tangan
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
Borang Portofolio
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Wanita, 60 tahun, benjolan di leher kanan sejak 3 tahun yang lalu,
struma nodosa non toxic
Tujuan :
Mengetahui klinis dan penegakkan diagnosis struma nodosa non toxic
Bahan Bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Cara Membahas:
Diskusi
Data Pasien:
Nama : Ny. M
Email
No. Registrasi : 112023
Telp :
Audit
Pos
Terdaftar sejak:
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesis hormon tiroid.
3. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, dan kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea, dan lithium) (Brunicardi et al, 2010).
IV. Patofisiologi Struma
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tiroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormone (TSH) kemudian disatukan
menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang
terbentuk dalam molekul diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul
triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik
negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang
triiodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat
dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan, dan metabolisme tiroid
sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan
balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan
ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (Brunicardi et al, 2010).
V. Gejala Struma
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan
pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan
(Brunicardi et al, 2010)
VI. Diagnosis Struma Non Toxic
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak
toksik, melalui:
1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (tiroksin) dan T3
(triiodotironin) dalam batas normal.
3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau
tidaknya nodul.
4. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman (Brunicardi et al,
2010)
VII. Pencegahan Struma
Pencegahan dapat dilakukan melalui:
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di
daerah endemik sedang dan berat.
2. Edukasi, program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal
pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol dengan sasaran adalah penduduk yang tinggal di
daerah endemik diberi suntikan 40% tiga tahun sekali dengan dosis untuk
orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam
tahun diberi 0,2-0,8 cc (Brunicardi et al, 2010).
VIII. Tindakan Operasi Struma
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
bila pengobatan tidak berhasil atau terjadi gangguan misalnya: penekanan
pada organ sekitarnya, indikasi kosmetik, dan indikasi keganasan yang pasti
akan dicurigai (Brunicardi et al, 2010).
S OAP
1. Subjektif: Pasien datang dengan keluhan benjolan di leher bagian kanan sejak
3 tahun yang lalu. Benjolan awalnya sebesar telor puyuh lalu membesar hingga
sebesar telor bebek. Keluhan tanpa disertai nyeri menelan ataupun gangguan
perubahan suara menjadi serak. Riwayat jantung berdebar, mata melotot, susah
tidur, sensitif terhadap suhu dingin, berkeringat banyak, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan disangkal penderita. BAK dan BAB biasa. Riwayat
penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit gula disangkal oleh penderita.
2. Objektif: Hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan
Gejala klinis
Kepala
Mata
8x10 cm, warna sama dengan sekitar, konsistensi kenyal, mobile, nyeri
tekan (-), ikut bergerak saat pasien menelan. Palpasi pembesaran KGB (-)
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Thoraks
o Paru-paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
Palpasi
: fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-)
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
batas pinggang jantung: ICS II midclavicularis sinistra
batas kanan bawah jantung : ICS IV linea sternalis
dextra
batas kiri jantung
: ICS V 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, frekuensi 120 x/menit,
bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : permukaan cembung, dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) 11x/menit
Perkusi
Palpasi
: timpani
: nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar &
lien sulit teraba
Pemeriksaan Laboratorium:
Palpasi : konsistensi kenyal, mobile, nyeri tekan (-), ikut bergerak saat
pasien menelan. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening leher tidak
didapatkan pembesaran. Hasil pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid
didapatkan FT3 3,49 pg/mL, FT4 1,06 ng/dL, dan TSH 0,769 IU/mL, ini
menunjukkan bahwa fungsi tiroid dalam batas normal. Dari penilaian di
atas, maka dapat didiagnosis Struma Nodosa Non Toxic Lobus Dextra.
4. Plan
Diagnostik : Keluhan dan gejala klinis yang muncul serta temuan dari