I.
STANDAR KOMPETENSI
Sesuai Standar Kompetensi
Dokter
Indonesia
tahun
2012,
KERANGKA PENULISAN
J
D
IT
P
K
a
n
e
f
rn
sk
m
k
n
sm
lsa
in
e
n
d
ib
a
n
rsie
m
a
n
ik
k
h
p
js
H
p
g
k
a
u
i
e
u
a
k
sA
lsA
k
n
u
a
i
u
tp
a
st
m
S
a
o
n
p
o
e
n
p
A
b
sL
D
P
s
A
iu
a
e
tin
u
la
rto
a
u
p
k
o
m
n
s
jp
i
a
sT
i
n
a
n
g
d
a
n
a
k
a
A
u
n
t
o
A
u
p
ts
i
o
p
s
i
III.
PENDAHULUAN
Pada zaman dahulu orang Mesir tidak menggunakan tubuh orang mati
untuk mempelajari perjalanan suatu penyakit, organ tubuh pada mayat
hanya dipakai untuk diawetkan. Orang Yunani dan Indian melakukan
kremasi tanpa dilakukan pemeriksaan; bangsa Romawi, Cina, dan Muslim
menganggap tabu untuk memotong tubuh manusia. Pada abad pertengahan,
pembedahan mayat tidak diijinkan.1
Pembedahan mayat untuk pembelajaran dilakukan pertama kali
pada tahun 300 SM oleh Herophilus dan Erasistratus, ilmuwan Alexandria.
Namun yang pertama kali menemukan adanya hubungan antara tanda dan
gejala pada pasien adalah ilmuwan Yunani, Galen dari Pergamum. Ini
merupakan perkembangan yang signifikan yang mengarah ke autopsi dan
mematahkan pandangan lama untuk pengembangan ilmu kedokteran.1
Kelahiran kembali anatomi terjadi selama Renaissance, dikerjakan
oleh Andreas Vesalius (De humani corporis fabrica, 1543) yang membuat
mungkin untuk menentukan penyakit berdasarkan anatomi normal.
Leonardo da Vinci membedah 30 mayat dan menulis kelainan anatomi.
Begitu juga Michaelangelo yang melakukan beberapa pembedahan. Pada
awal abad ke 13, Frederick II meminta dua tubuh korban eksekusi kriminal
setiap dua tahun untuk dikirim ke sekolah kedokteran. Antonio Benivieni,
pada abad ke 15 melakukan 15 autopsi untuk menentukan sebab kematian
dan secara signifikan memiliki hubungan antara gejala dan apa yang
ditemukan. 1
Autopsi berkembang oleh Giovanni Morgagni, bapak Patologi
modern, yang pada tahun 1761 mendeskripsikan apa yang bisa dilihat
dengan mata telanjang. Pada penelitiananya yang besar On the Seats and
IV.
TINJAUAN PUSTAKA
IV.1 Pengertian Autopsi
Secara etimologis, autopsi berasal kata dari Auto yang artinya sendiri
dan Opsis yang artinya melihat.1-3 Yang dimaksudkan dengan autopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun bagian dalam dengan tujuan menemukan proses
penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan
penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan kelainan yang ditemukan dengan penyebab
kematian.3
kejahatan
Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta
perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan,
disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut. Mencatat segala
8
terdapatnya
tanda
perbendungan,
ikterus,
sianosis,
edema,
bekas
:
IV.7.1 Teknik Virchow
Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah
dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ organ dikeluarkan satu persatu
dan langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan kelainan yang terdapat
pada masing masing organ dapat segera dilihat, namun hubungan
anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistim menjadi
10
hilang. Dengan demikian, teknik ini kurang baik bila digunakan pada
autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api dan
penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran
luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi.
IV.7.2 Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan
melakukan beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ organ
tersebut dikeluarkan dalam kumpulan kumpulan organ (en bloc). Teknik
ini jarang dipakai karena tidak menunjukkan keunggulan yang nyata atas
teknik lainnya. Teknik ini pun tidak baik digunakan untuk autopsi forensik.
IV.7.3 Teknik Letulle
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse). Kepala diletakkan di atas meja dengan
permukaan posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para
aorta diperiksa, aorta dibuka sampai arcus aortae dan Aa. Renales kanan dan
kiridibuka serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara arteri renalis. Rectum dipisahkan dari
sigmoid. Organ urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal
jejunum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan
tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari trakea, tetapi
hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta
diputus di atas diafragma dan dengan demikian organ leher dan dada dapat
dilepas dari organ perut.
Dengan pengangkatan organ organ tubuh secara en masse ini,
hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan
dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu,
11
usus
12
adanya pembesaran.
Bentuk. Ada deformitas yang terjadi atau tidak.
Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang
lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika
tersebut.
Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ
itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh
pada saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan
kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi
6.
yang kuat.
Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur
permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna
organ tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh
jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan,
infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah
warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit.
13
14
mediastinum
anterior.
Rongga
paru-paru
diperiksa
adanya
15
16
septa.
3. Leher
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil
dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas,
kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus
dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
4. Kepala
17
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri
dengan mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut
terlalu banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke
belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan menggergajinya.
Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa
ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi
paralel dengan bekas mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka.
Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah dan saraf dari muka ke
belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium serebri diinsisi di
belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal
otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal,
terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan
pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya
edema, kontusio, laserasi serebri.
5. Tengkorak Neonatus :
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan
menggunting sutura yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar,
sehingga otak dengan mudah dapat diangkat.
IV.9 Insisi
Insisi dilakukan hingga mencapai kedalamaan setebal kulit saja. Insisi
berbentuk huruf I merupakan insisi yang paling ideal. Insisi I dimulai di
bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus
kemudian 2 jari paramedian kiri dari pusat sampai simfisis, dengan
demikian tidak perlu melingkari pusat. Atas indikasi kosmetik insisi Y
18
pneumothorax,
19
adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat. Ada dua macam insisi
Y, yaitu :
a)
pertama kali.
Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh,
b)
kaum wanita.
dan kanan).
Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai
simphisis os pubis, dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan
20
alat-alat yang berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga dada
lebih sulit bila dibandingkan dengan insisi Y yang dangkal.
2. Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher
iga.
Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior,
iga ke-3,
Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke3,
21
jantung,
Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung
kanan, yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian
putar pisau itu 90 derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar
udara,
Bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan
dengan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir
pada jantung,
Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli
pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak
perbedaannya adalah
22
dalam satu kesatuan, pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.
Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.
Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang
kanan.
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan
pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri
dua lobus.
23
Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan
air.
Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung
Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu
sekitar iga ke 4 dan 5 (udara akan berada pada tempat yang tertinggi),
Buat kantung dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya
tampak kollaps,
Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit
besar dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit
24
direndam
dalam
larutan
alpha-
25
Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatanikatan pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
26
Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari
perifer (v. jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50
ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain
mengalami pembususkan.
Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan
diekskresikan melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk
V.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
Autopsi merupakan
penyebab kematian
Ada dua jenis autopsi yaitu autopsi klinik dan autopsi forensik.
Autopsi forensik atau medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik
yang tertuang dalam Surat Permintaan Visum et Repertum.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. The Autopsy Past And Present dalam
Autopsy Pathology A Manual And Atlas 2 nd Edition. Philadelphia : Saunders;
2009. Hal.1-11
2. Adelman HC. The Autopsy dalam Kobilinsky L: editor : Forensic Medicine.
New York : Chelsea House Publisher; 2007. Hal. 28-34
3. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik.
Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 2010. Hal.1-45
4. Shepherd R. The Autopsy dalam Simpsons Forensic Medicine 12th Edition.
London : Arnold Hodder Headline Group; 2003. Hal.34-5
5. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan
Bedah Mayat Anatomis sert Transplantasi dan atau jaringan Tubuh Manusia
7. Sheaff MT, Hopster DJ. General Inspection and Initial Stages of Evisceration
dalam Post Mortem Technique Handbook 2nd Edition. London : Springer;
2005. Hal.56-81
8. Sheaff MT, Hopster DJ. Evisceration Technique dalam Post Mortem
Technique Handbook 2nd Edition. London : Springer; 2005. Hal 82-110
29
30