Anda di halaman 1dari 6

Market Update

Asanusa Asset Management, Plaza Asia 18 th Floor, Jl. Jend Sudirman Kav 59, Jakarta 12190.
(+62-21) 515-3180 / www.asanusa.com

FUND PERFORMANCE
(YTD) 31 MEI2016 VS
BENCHMARK
ASANUSA ENHANCED
STRATEGY FUND
4.9 % VS 5.4%

ASANUSA BALANCED FUND


6.3% VS 7.6%

ASANUSA AMANAH
SYARIAH FUND
11.3% VS 9.1%

Kinerja Surat Utang Negara (SUN) yang lebih baik daripada Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi daya tarik sepanjang tahun
2016. Dalam periode Januari Mei 2016, Indeks Total Return SUN
versi IBPA naik sebesar 10,1%, dibandingkan kinerja IHSG (termasuk
Dividen) yang naik 5,7%. Dalam perspektif jangka panjang, selama
periode Januari 2011- Mei 2016, Total Return SUN mencapai 53,5%
(atau 8,2%/tahun) lebih tinggi daripada Total Return IHSG yang
sekitar 46,5% (atau 7,3%/tahun).
Fakta ini membuat investor mempertimbangkan SUN sebagai pilihan
di tengah era investasi yang penuh gejolak dan potensi return rendah
(high risk, low return).
Dengan yield sekitar 7,6%, apakah saat ini masih tepat berinvestasi di
SUN?
Secara
umum,
investasi
instrumen
finansial
mempertimbangkan aspek: fundamental, valuasi, dan risiko.
Fundamental
Analisa fundamental SUN dilihat dari kemampuan Pemerintah
membayar kembali utang-utangnya dan menjaga stabilitas ekonomi
makro.
Secara keseluruhan, kondisi ekonomi makro Indonesia cukup baik.
Beban utang pemerintah rendah, kondisi fiskal dapat dijaga dengan
pengendalian pengeluaran, pertumbuhan ekonomi relatif baik
(dibandingkan global), dan inflasi terkendali. Yang menjadi risiko
utama adalah masalah defisit transaksi berjalan dan peningkatan
utang luar negeri sektor swasta. Apalagi bila potensi gejolak ekonomi
dan politik di emerging market lain (seperti Brazil dan Malaysia)
1

menyebar (contagion) ke Indonesia serta menimbulkan dampak kerusakan permanen.

Risiko lain adalah pemulihan ekonomi Amerika yang memungkinkan The Fed melanjutkan
kenaikan suku bunga. Kenaikan suku bunga The Fed potensial menyebabkan pembalikan arus
modal sehingga mempersulit pembiayaan defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran
pemerintah.

Dalam tulisan kami Prospek Investasi Surat Utang Negara (Bisnis Indonesia, 5 Oktober 2014),
ditekankan perlunya investor mempersiapkan diri dengan skenario ekstrem bila ekonomi
Indonesia tidak membaik dalam 3-5 tahun ke depan. Skenario esktrem tersebut misalnya: (1)
US Dollar menguat sehingga Rupiah terdepresiasi menembus Rp 15.000, (2) pertumbuhan
ekonomi melambat mendekati 4%, dan (3) US Treasury Yield (tenor 10-tahun) naik mendekati
4%.

Skenario ekstrem ini dapat menyebabkan defisit anggaran pemerintah membengkak mencapai
antara 3,5% - 5,0% Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Akibatnya, pada tahun 2020 rasio
utang pemerintah terhadap PDB bisa mencapai 35% - 40%. Potensi kenaikan beban utang ini
sangat signifikan dibandingkan rasio saat ini yang sekitar 27% PDB, tetapi relatif masih rendah
dan aman bagi stabilitas makro.

Valuasi
Dari valuasi, yield SUN Indonesia relatif tinggi. Secara historis, rata-rata yield SUN di 7,6% saat
ini memang rendah. Pada awal 2002 yield SUN mencapai 20%, dan rata-rata yield SUN
sepanjang 2003-2009 sekitar 11,6%. Memasuki 2010, yield SUN selalu dibawah 10%, dengan
rata-rata 7,9% (terendah 5,6% di Februari 2012). Yield rendah ini menyebabkan investor
institusi enggan berinvestasi di SUN. Padahal, penurunan yield SUN tersebut sejalan dengan
perbaikan struktural ekonomi Indonesia (seperti berkurangnya beban utang pemerintah) dan
penurunan suku bunga global.

Grafik 1. Yield SUN dari HSBC (Sept 2001 Mei 2016)

Demikian juga terkendalinya inflasi, memungkinkan yield SUN yang rendah tetap menghasilkan
return riil (yield SUN nominal dikurangi inflasi) yang positif. Dengan inflasi berkisar di 4,0%,
maka return riil dari investasi SUN saat ini berkisar 3,6%.

Pertanyaan bagi investor: bila yield SUN dianggap rendah, adakah alternatif investasi lain yang
lebih baik? Investor harus menyadari bahwa era investasi dengan imbal hasil tinggi di periode
2003-2010 sudah berlalu. Dalam periode 2011-2016, baik investasi saham, obligasi, dan
Deposito memberikan return yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan era booming
emerging market 2003-2010.

Valuasi yield juga dapat dilihat dari perspektif global, dengan membandingkan yield SUN
Indonesia terhadap yield surat utang negara emerging market lain (yang berdenominasi mata
uang lokal), seperti Brazil, Turki, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Saat ini, yield SUN dari Brazil
dan Turki masing-masing 12,8% dan 9,5%, jauh diatas yield SUN Indonesia. Tingginya yield SUN
dari Brazil dan Turki merefleksikan risiko gejolak ekonomi dan politik yang terjadi di kedua
negara tersebut.

Grafik 2. Yield Surat Utang (tenor 10-tahun) Beberapa Negara Emerging Market

16

Indonesia

Thailand

Brazil

Malaysia

India

Turkey

14
12

%10
pa
8
6
4
2

May-16

Jan-16

Sep-15

May-15

Jan-15

Sep-14

May-14

Jan-14

Sep-13

May-13

Jan-13

Kontras dengan Indonesia, yield SUN di Malaysia, Thailand, dan Filipina jauh lebih rendah,
masing-masing: 3,9%, 2,1%, dan 4,2%. Padahal beban utang (rasio terhadap PDB) ketiga negara
tetangga tersebut jauh diatas Indonesia, dimana masing-masing untuk Malaysia, Thailand, dan
Filipina mencapai: 54%, 51%, dan 45%. Stabilitas politik Indonesia juga lebih baik daripada
Malaysia.
Yield SUN Indonesia lebih tinggi dari ketiga negara ASEAN tersebut dikarenakan kekhawatiran
akan ketidakseimbangan neraca eksternal Indonesia dan kurangnya peran investor domestik
dalam kepemilikan SUN.
Dengan pertimbangan yield secara historis, baik nominal, riil, maupun terhadap peer emerging
market, SUN merupakan pilihan investasi yang sangat menarik.
Risiko
Analisa Fundamental dan Valuasi diatas merupakan bagian integral dalam manajemen risiko
investasi. Dari siklus bunga global, risiko investasi SUN adalah potensi kenaikan suku bunga.
Suku bunga global saat ini terendah dalam sejarah modern finansial, bahkan ada negara
memiliki suku bunga negatif. Yang harus diingat, meski kenaikan suku bunga menyebabkan
kejatuhan harga SUN, tapi investor yang memegang instrumen sampai jatuh tempo akan tetap
memperoleh yield sesuai saat SUN dibeli. Arus kas dari kupon SUN juga dapat diinvestasikan ke
SUN lain yang memiliki yield lebih tinggi, sehingga menaikkan rata-rata yield investasi.
4

Mengingat yield SUN terhadap negara lain sudah relatif tinggi, kenaikan yield SUN idealnya
akan lebih kecil dari kenaikan bunga global. Menimbang prospek perbaikan ekonomi Indonesia
kedepan, kenaikan yield SUN akan bersifat sementara. Volatilitas harga SUN dalam jangka
pendek dapat menjadi peluang investasi bagi investor jangka panjang.
Dari sejarah resesi besar dunia, penurunan suku bunga diperkirakan bertahan lama. Indikasi ini
terlihat dari kebijakan ekspansi moneter (= Quantitative Easing) di negara maju dan suku bunga
negatif (Jepang dan Eropa) tidak disertai akselerasi inflasi. Pemulihan ekonomi dunia juga
mengalami perlambatan sejak 2012. IMF dalam World Economic Outlook April 2016 kembali
merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 ke 3.2% (dari sebelumnya diperkirakan 3.6%).
Ada indikasi ekspansi kredit dan kapasitas produksi global di era booming 2003-2010
menimbulkan tekanan deflasi utang (debt deflation) saat ini. Akibatnya, stimulus moneter paska
krisis finansial global 2008 menjadi tidak efektif.
Grafik 3. Yield Surat Utang (tenor 10-tahun) Beberapa Negara Maju (2008-2016)

Skenario suku bunga rendah potensial berlanjut 5-10 tahun lagi. Misal pada saat Jepang
mengalami resesi di awal 1990-an, suku bunga turun dari 6% di tahun 1990 ke 0,5% di akhir
1995 dan bertahan rendah sampai sekarang. Resesi di Amerika tahun 1929 juga ditandai
penurunan suku bunga dibawah 2% sepanjang pertengahan 1930-an sampai 1940-an.
Sedangkan saat ini suku bunga rendah terjadi sejak 2008 dan berlanjut. Contoh: US Treasury
Yield 10-tahun saat ini 1,6%, dibawah titik terendah 2008 di 2,05%. Sedangkan di Jerman dan
Jepang yield surat utang negara sudah negatif, turun dari 2,9% dan 1,2% di akhir 2008.

Secara keseluruhan, penulis meyakini SUN tetap menjadi pilihan investasi dengan potensi
return terbaik dengan risiko terbatas ditengah kondisi ekonomi global yang diliputi
pertumbuhan ekonomi rendah dan beban utang tinggi.

Reksa Dana Asanusa Strategic Income Fund


Investor dapat berinvestasi pada Surat Utang Negara melalui reksa dana Asanusa Strategic
Income Fund. Reksa dana pendapatan tetap ini berinvestasi pada Surat Utang Negara dan
dikelola secara aktif. Dalam pengelolaan aktif tersebut fund manager mempertimbangkan
durasi, yield dan likuiditas tiap seri Surat Utang Negara yang akan masuk dalam portofolio reksa
dana. Dengan strategi tersebut diharapkan reksa dana dapat mencapai kinerja yang lebih baik
dari benchmarknya (IBPA Indonesia Government Bond Total Return Index).

Untuk informasi lebih lanjut mengenai reksa dana Asanusa Asset Management dapat
menghubungi tim marketing Asanusa Asset Management

Dian Ayu (HP: 08119910117 / dian.ayu@asanusa.com)


Bryan Polin (HP: 081286252760 / bryan.polin@asanusa.com)

Anda mungkin juga menyukai