Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN
Studi kasus pada pasien Tn. M umur 50 tahun berdasarkan keluhan utama nyeri pada ulu hati
dengan keluhan tambahan berupa BAB hitam dan keluhan penyerta lainnya ditetapkan lima
diagnosis kerja yang didasarkan pada gambaran klinis yang didapatkan pada anamnesis, temuan
pada pemeriksaan fisik, serta hasil pemeriksaan penunjang.
4.1 PSMBA
Diagnosa kerja yang pertama adalah PSMBA yang menjadi prioritas utama dalam
penatalaksanaan. Diagnosis PSMBA ditegakkan berdasarkan keluhan BAB berdarah berwarna
hitam 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. BAB keras, bulat, dan berbau busuk dengan
frekuensi 1-2 kali/hari, sebanyak sekitar aqua gelas

tiap BAB Pada pemeriksaan fisik

diagnostik didapatkan konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+) Ekstermitas pucat (+/+) pada
pemeriksaan RT didapatkan : sfingter ani ketat, mukosa licin, massa (-), ampula recti kosong,
feses hitam (-), lendir (-) darah (-)
Prinsip penatalaksaan pada kasus PSMBA yang pertama kali dilakukan adalah
memperbaiki hemodinamik dengan pemberian cairan IVFD NaCl 0,9% serta pemberian
Omeprazole iv 40mg/12 jam. Omeprazole merupakan suatu obat golongan PPI (Proton Pump
Inhibitor) yang bekerja dalam menurunkan produksi asam lambung. Omeprazole juga dapat
mengobati berbagai kondisi penyakit seperti GERD (Gastroesofageal Refluks Disease) dan
infeksi H. Pylori.
4.2 Anemia berat
Diagnosis Anemia pada Tn. M didasarkan pada keadaan klinis pasien dan kadar Hb sesuai
dengan kriteria WHO. Dari anamnesis pasien mengeluhkan pucat, lemas, dan penurunan nafsu
makan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), ekstremitas
superior pucat (+/+), ekstremitas inferior pucat (+/+). Penurunan Hb pada kasus ini dicurigai
terjadi akibat penyakit utama yaitu Ca Gaster yang menyebabkan terjadinya perdarahan yang
ditandai dengan adanya BAB berwarna hitam yang sudah dialami sejak 3 bulan sebelumnya.
Prinsip penatalaksanaan pada kondisi seperti ini adalah dengan pemberian PRC (Packed Red

37

Cells) dengan target dicapainya Hb10 g/dL dan untuk jangka waktu lama dapat diberikan tablet
EPO.
4.3 Ca Gaster dengan Cancer Pain
Seperti pada umumnya tumor ganas di tempat lain, penyebab tumor ganas gaster juga belum
diketahui secara pasti. Faktor yang mempermudah timbulnya tumor ganas gaster adalah perubahan
mukosa yang abnormal, antara lain seperti gastritis atrofi, polip digaster dan anemia pernisiosa.
Disamping itu, pengaruh keadaan lingkungan mungkin memegang peranan penting terutama pada
penyakit gaster. Dapat disimpulkan bahwa kebiasaan hidup mempunyai peranan penting, makanan panas
dapat menjadi faktor timbulnya tumor ganas seperti juga makanan yang diasap dan ikan asin yang
mungkin mempermudah timbulnya tumor ganas gaster. Selain itu, faktor lain yang memperngaruhi adalah
faktor herediter, golongan darah terutaama golongan darah A dan faktor infeksi Helicobacter pylori.
Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku sering mengalami nyeri pada ulu hati, kembung, mual dan
merasa cepat kenyang, kemungkinan pasien mengalami gastritis yang merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya Ca gaster. Berdasarkan hasil pemeriksaan endoskopi, tampak pada gaster mukosa hiperemis
dan erosif, tampak masa di bagian fundus sampai angelus juga tampak adanya darah. Sementara dari
hasil CT-scan tanpa dan dengan kontras disimpulkan bahwa tampak adanya massa di gaster yang
mengenai curvatura mayor, minor, corpus dan fundus. Hasil pemeriksaan biopsi menunjukkan carcinoma
in situ dengan diagnosis banding well differentiated carcinoma. Pilihan pengobatan untuk karsinoma
gaster adalah kemoterapi dan pembedahan.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang dirasakan sejak 3 bulan SMRS, nyeri bersifat terus
menerus dan semakin lama semakin memberat, hal inilah yang mendorong pasien datang ke rumah sakit.
Nyeri kanker dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu nyeri ringan, sedang dan berat, masing-masing tingkatan
ada sedikit perbedaan dalam memulai pengobatan. Untuk memudahkan dan untuk keseragaman dalam
penilaian nyeri, sering dipakai alat bantu penilaian nyeri. Ada beberapa alat bantu yang dipakai, dan satu
di antaranya adalah VAS (Visual Analog Scale/Skala analog visual), yaitu penilaian nyeri dengan angka
dari 0 sampai 10. Nol artinya tidak ada nyeri dan nilai 10 sangat nyeri sekali. Pada pasien didapatkan nilai
VAS 5-6 yang menunjukkan nyeri sedang, pada kelompok nyeri sedang obat-obatan yang dipakai adalah
kelompok obat-obatan seperti asetaminofen dan OAINS ditambah dengan kelompok opioid ringan seperti
kodein dan tramadol. Nyeri kanker sebagian besar (90%) dapat diatasi dengan obat-obatan, hanya
sebagian kecil yang memerlukan pengobatan lain, seperti : radiasi, pemotongan saraf, operasi, dan
sebagainya.

38

4.4 Hepatitis B Kronik


Diagnosis Hepatitis B kronik pada Tn. M didasarkan pada temuan hasil laboratorium yakni HBsAg
positif. Dari anamnesis pasien mengatakan bahwa 3 bulan yang lalu pasien pernah berobat ke dokter
spesialis penyakit dalam dan dari hasil pemeriksaan dinyatakan bahwa pemeriksaan serologi HBsAg
dinyatakan positif. Dari anamnesis pasien mengaku sering mengalami demam yang tidak terlalu tinggi
dan tidak pula menggigil, riwayat kuning disangkal, riwayat perut membesar disangkal, riwayat transfusi
darah disangkal, riwayat BAB berwarna seperti dempul disangkal, BAK berwarna teh pekat diangkal,
riwayat keluarga yang menderita sakit kuning disangkal, riwayat menggunakan jarum suntik dan
penggunaan NAPZA disangkal. Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani dan belum menikah.
Sesuai teori bahwa diagnosis hepatitis B kronik ditegakkan berdasarkan temuan laboratorium
serologi HBsAg yang persisten selama minimal 6 bulan. Pada saat pasien masuk tidak ditemukan tandatanda hepatitis viral akut seperti gejala prodromal, demam, hepatomegali dan/atau splenomegali maupun
ikterik sehingga terdapat kemungkinan HBsAg telah menetap lebih dari 6 bulan pada pasien. Pada kasus
juga tidak ada data anti-HBC sehingga perlu direncanakan pemeriksaan anti-HBc untuk menentukan
apakah pasien mengalami hepatitis B akut atau kronik. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
laboratorium tambahan berupa serologi HBeAg, anti-HBe untuk kepentingan pemilihan terapi.
Infeksi hepatitis B akut tidak membutuhkan antiviral. Pengobatannya hanya bersifat suportif dan
simptomatik karena sebagian besar hepatitis B akut pada orang dewasa dapat sembuh spontan. Terapi
antiviral hanya diperlukan pada sekitar 1% kasus yakni pada pasien dengan hepatitis fulminan atau
imunokompromais. Sementara pada hepatitis B kronik dikenal 2 kelompok terapi yaitu kelompok
imunomodulasi (interferon, timosin alfa 1, vaksinasi terapi) dan kelompok terapi antivirus (lamivudin dan
adefovir dipivoksil).
Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah mencegah atau menghentikan progresi jejas hati (liver
injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan infeksi. Dalam pengobatan hepatitis B
kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif secara menetap
(HBeAg dan DNA VHB). Pada umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe disertai dengan
hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.

4.5 Hipoaalbuminemia
39

Hipoalbuminemia dijadikan suatu masalah berdasarkan bukti-bukti adannya kehilangan


albumin dalam jumlah besar. Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang
rendah, pencernaan atau absorbsi protein yang tidak adekuat dan peningkatan kehilangan protein
yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut. Pada hasil
laboratorium didapatkan kadar albumin sebesar 2,10 g/dl. Koreksi albumin dapat dilakukan
dengan diet ekstra putih telur disertai pemberian human albumin 25%. (5)

40

41

Anda mungkin juga menyukai