Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Pasien
No. RM
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Umur
Alamat
Pekerjaan
Suku
Tanggal Masuk
Tanggal Periksa

: Razi Kausar
: 1-09-41-10
: Laki-Laki
: 01/07/1995
: 20 tahun, 11 bulan, 27 hari
: Lhok Igeuh, Tiro. Pidie
: Pelajar
: Aceh
: 20/06/2016
: 22/06/2016

2.2 Anamnesis Pasien


1

Keluhan Utama
Badan Kuning

Keluhan Tambahan
Demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan rujukan Rumah sakit Cik ditiro Sigli dengan
diagnosa HVA + peningkatan fungsi hati. Sebelumnya pasien telah dirawat
di rumah sakit Cik ditiro sigli selama 10 hari. Pasien mengeluhkan dengan
keluhan kuning selama 6 hari SMRS di mata dan seluruh tubuh, dan semakin
memberat setiap harinya terutama pada hari ke 7. Sebelum kuning, 11 hari
SMRS pasien merasakan demam, menggigil (-), nyeri tenggorokan (-) dan
riwayat pergi kedaerah endemis (-). Demam dirasakan terus-menerus dan
turun selama kurang lebih 1 jam dan naik kembali. Selama demam pasien
mengeluhkan

berkeringat

banyak.

Sehari

sebelum

demam,

pasien

mengeluhkan nyeri perut, terutama pada perut bagian kanan atas tengah dan
bawah. Mual dan muntah juga dikeluhkan pasien sejak hari kedua rawatan
dirumah sakit sigli. Sejak kuning, pasien mengeluhkan urin berwarna seperti

teh pekat, BAK darah (-) namun BAB dalam batas normal berwarna dempul
(-), berdarah (-). Selama sakit berat badan pasien mengalami penurunan
menjadi 48 kg dari berat 58 kg. Nafsu makan turun (+). Batuk lama (-), sesak
nafas (-)
4

Riwayat Penggunaan Obat

Selama dirawat di rumah sakit Cik ditiro Sigli, pasien telah mendapat
aminofusin hepar, cebactam 1gr/12 jam, ranitidin, ondancetron, urdalfak 2 x
C1, curcuma tab 3 x 1, sistenol tab 3 x 1 dan sucralfat syr 3 x C1
5

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), Dm (-) dan gangguan tiroid (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Kebiasaan Sosial.


Pasein memiliki tempat MCK di sungai dengan jarak kurang lebih 50
meter. Dan pasien telah merokok sejak kelas 3 SMA, dengan setengah
sampai 1 batang perhari.

Vital Sign.
a. Kesadaran

: E4M6V5

b. Keadaan Umum : Sakit sedang


c. HR

: 72 x/i

d. TD

: 110/70 mmHg

e. RR

: 19 x/i

f. T

: 36,7oC

g. BB

: 60 kg

h. TB

: 170 cm

2.3 Pemeriksaan Fisik


1

Kepala

: Kesan Normochepali
4

Mata

: Pupil jernih dan Isokor (4mm/4mm), RCL (+/+), RTCL (+/

+),
Konjungtiva Anemi (-/-), Sklera Ikterik (+/+).
3

Telinga

: Normothia, Aurikel Sign (-)

Hidung

: NCH (-), Sekret (-), Obstruksi (-), sekret (-/-)

Mulut

: Sianosis (-), kering (-).

Leher

:Perbesaran KGB (-), dan tiroid (-/-)

Thoraks
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi

: Retraksi (-), Simetris statis dan dinamis


: Nyeri Tekan (-), sf kanan = kiri
: Sonor/sonor

d. Auskultasi : Vesikuler (+/+) Rhonki (-/-), whezing (-/-)


8

Cor
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi

:
: Ictus Cordis (-)
: Ictus Cordis (+)
: Batas Jantung Normal

d. Askultasi : BJ I > BJ II, Bising (-)


9

Abdomen
a. Inspeksi
b. Palpasi

: Simetris, Distensi (-)


: nyeri tekan (+) pada region hipokondrium dextra. Hepar

teraba 1 jari dibawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi
lunak
c. Perkusi

: Redup/Timpani

d. Auskultasi : bunyi peristaltik (+) kesan normal


10 . Ekstremitas : Udem (-), sianosis (-), Ikterik (+/+/+/+)
11. Genitalia

: Anus tidak ditemukan kelainan.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1

Laboratorium 20 Juni 2016


a. Hemoglobin

: 11,7 gr/dl

b. Hemotokrit

: 36 %
5

c. Eritrosi

: 3,8 x 106/mm3

d. Leukosit

: 7,5 x 103/mm3

e. Trombosit

: 288 x 103/mm3

f. MCV

: 95 fL

g. MCH

: 31 pg

h. MCHC

: 33 %

i. RDW

: 12,3 %

j. MPV

: 10,9fL

k. Diftel
I. Eosinofil

:2

II. Basofil

:1

III. Net.Segmen : 51
IV. Net. Batang : 0
V. Limfosit

: 33

VI. Monosit

: 13

l. HbsAG

: Negatif

m. Elektrolit
I. Kalium

: 4,3 mmol/L

II. Clorida

: 107 mmol/L

h. GDS

: 89 Mg/dl

i. Hati dan Empedu :


I. Bil. Total : 29,08 mg/dl
II. Bil. Direct : 25,5 mg/dl
III. SGOT

: 691 U/L

IV. SGPT

: 1552 U/L

V. Albumin

: 3,10 g/dl

j. Ginjal-Hipertensi:
I. Ureum
: 21 mg/dl
II. Kreatinin : 0,7 mg/dl

Laboratorium 21 Juni 2016


a. Hemoglobin

: 11,7 gr/dl

b. Hemotokrit

: 33 %

c. Eritrosi

: 3,5 x 106/mm3

d. Leukosit

: 5,6 x 103/mm3

e. Trombosit

: 285 x 103/mm3

f. MCV

: 95 fL

g. MCH

: 32 pg

h. MCHC

: 33 %

i. RDW

: 12,6 %

j. MPV

: 10,8fL

k. LED

: 70 mm/jam

l. Diftel
I. Eosinofil

:3

II. Basofil

:1

III. Net.Segmen : 54
IV. Net. Batang : 0
V. Limfosit

: 33

VI. Monosit

: 12

m. MDT

I. Eritrosit

: Normokrom Anispoikilositosis ( fragmentosit )

II. Leukosit

: Limfosit Atipik (+) monositosis

III. Trombosit : Jumlah Cukup, tersebar, Bentuk Normal, Giant


Trombosit.
IV. Kesimpulan : Normokromik Normositer
n. Infeksilain
I. Malaria

:
: Negatif

o. Imuno Serologi :

I. Anti HCV : Negatif


2.5 USG Abdomen
I. Hepar

: Ukuran normal, endoparenkim

homogen Meningkat ringan, sistem ven billium


melebar, tidak tampak gambaran masa, kista dan
abses.
II. Gallblader : ukuran normal, echoparenkim baik,
tidak tampak batu dan kelainan.
III. Spleen

: Ukuran normal, echoparenkim baik,

tidak tampak masa dan kista


IV. Ren

: Ukuran normal, batas korteks medula

tegas, sistem pericocalyceal normal, tidak tampak


masa dan batu.
V.Rongga Peritonium : Tidak tampak cairan bebas di
rongga peritoneum
VI. Kesimpulan

: Proses Diffuse Parenkim Hepar.

2.6 Diagnosis
dd.
1. Hepatitis Viral Akut
2. kolelitiasis
2.7 Terapi

Bed Rest

Diet hati lunak 1700 kkal/ hari

IVFD NaCL 0,9%, 10 gtt/i

IV ranitidin 1 amp/ 12 jam

Sistenol tab (k/p)

Curcuma 3 x 1 tab

2.8 Prognosis
1. Quo ed Vitam Dubia ad Bonam
2. Quo ed Functionam Dubia ad Bonam
3. Quo ed Sactionam Dubia ad Bonam
2.9 Follow Up Harian
Tanggal

Profesi/
Bagian

Hasil Pemeriksaan

Instruksi

S/ Lemas (+), demam

Th/

(-), mata kuning (+),

Bed Rest

badan kuning (+)

Diet

O/ HR: 70 x/i

lunak

1700 kkal/ hari

RR: 18 x/i

Temp: 36,8 C
TD : 100/60
22/6/2016

hati

Dokter

Sklera ikterik (+/+)

PPDS

Ekstremitas ikterik (+/


+)

IVFD NaCL 0,9%,


10 gtt/i

IV ranitidin 1 amp/
12 jam

Sistenol tab (k/p)

Curcuma 3 x 1 tab

Ass/
P/ USG abdomen

dd.
1. Hepatitis Viral

23/6/2016

Dokter

Akut e.c dd
2. Kolelitiasis
S/ Lemas (+), demam

PPDS

(-), mata kuning (+),

Bed Rest

badan kuning (+)

Diet

Th/

O/ HR: 70 x/i

hati

lunak

1700 kkal/ hari

RR: 18 x/i

Temp: 36,8 C
TD : 100/60
Sklera ikterik (+/+)

IVFD NaCL 0,9%,


10 gtt/i

IV ranitidin 1 amp/

Ekstremitas ikterik (+/


+)

12 jam

Sistenol tab (k/p)

Curcuma 3 x 1 tab

Ass/
dd.
1. Hepatitis Viral
Akut
2. Kolelitiasis
S/ Lemas (+), demam

Th/

(-), mata kuning (+),

Bed Rest

badan kuning (+)

Diet

O/ HR: 70 x/i
RR: 18 x/i

24/06/201
6

Dokter
PPDS

Sklera ikterik (+/+)


Ekstremitas ikterik (+/
+)

lunak

1700 kkal/ hari

Temp: 36,8o C
TD : 100/60

hati

IVFD NaCL 0,9%,


10 gtt/i

IV ranitidin 1 amp/
12 jam

Sistenol tab (k/p)

Curcuma 3 x 1 tab

Ass/
dd.
1. Hepatitis Viral
Akut
2. Kolelitiasis
2.10 Resume
Pasien datang dengan rujukan Rumah sakit Cik ditiro Sigli dengan diagnosa
HVA + peningkatan fungsi hati. Sebelumnya pasien telah dirawat di rumah sakit Cik
ditiro sigli selama 10 hari. Pasien mengeluhkan dengan keluhan kuning selama 6 hari

10

SMRS di mata dan seluruh tubuh, dan semakin memberat setiap harinya terutama pada
hari ke 7. Sebelum kuning, 11 hari SMRS pasien merasakan demam. Demam
dirasakan terus-menerus dan turun selama kurang lebih 1 jam dan naik kembali.
Selama demam pasien mengeluhkan berkeringat banyak. Sehari sebelum demam,
pasien mengeluhkan nyeri perut, terutama pada perut bagian kanan atas tengah dan
bawah. Mual dan muntah juga dikeluhkan pasien sejak hari kedua rawatan dirumah
sakit sigli. Sejak kuning, pasien mengeluhkan urin berwarna seperti teh pekat. Selama
sakit berat badan pasien mengalami penurunan menjadi 48 kg dari berat 58 kg. Nafsu
makan turun (+). Pada pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 Juni 2016, didapatkan
gangguan Hemotokrit 36 %, Eritrosi 3,8 x 106/mm3 ,MCH 31 pg, Net. Batang 0,
Monosit 13,HbsAG Negatif, Hati dan Empedu dengan Bil. Total 29,08 mg/dl, Bil.
Direct 25,5 mg/dl, SGOT 691 U/L, SGPT 1552 U/L, Albumin 3,10 g/dl,

pada

Laboratorium 21 Juni 2016 didapatkan pula gangguan, Hemotokrit 33 %, Eritrosi 3,5


x 106/mm3, MCH

: 32 pg ,LED 70 mm/jam, Net. Batang 0, Monosit 12, MDT,

Eritrosit (Normokrom Anispoikilositosis ( fragmentosit )), Leukosit, (Limfosit Atipik


(+) monositosis),

Trombosit ( Jumlah Cukup, tersebar, Bentuk Normal, Giant

Trombosit.) dengan Kesimpulan (Normokromik Normositer). Pada pemeriksaan


Infeksilain, Malaria Negatif, Imuno Serologi, Anti HCV

Negatif.

Pada

USG

Abdomen didapatkan :
I. Hepar

: Ukuran Normal, Endoparenkim homogen

Meningkat ringan, sistem ven billium melebar, tidak


tampak gambaran masa, kista dan abses.
II. Gallbladder

: ukuran normal, echoparenkim baik,

tidak tampak batu dan kelainan.


III. Spleen : Ukuran Normal, echoparenkim baik, tidak
tampak masa dan kista
IV. Ren

: Ukuran Normal, batas korteks medula tegas,

sistem pericocalyceal normal, tidak tampak masa dan


batu.

11

V.Rongga Peritonium

: Tidak Tampak cairan bebas di

rongga peritoneum
VI. Kesimpulan

: Proses Diffuse Parenkim Hepar

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3. Hepatitis A Virus
3.1 Definisi

12

Hepatitis A merupakan infeksi pada hepar yang disebabkan oleh virus hepatitis
A, yang dapat ditularkan secara fekal-oral.(1)
3.2 Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh hepatitis A virus. Virus ini termasuk virus RNA,
serat tunggal, dengan berat molekul 2,25-2,28 x 106 dalton, simetri ikosahedral,
diameter 27-32 nm dan tidak mempunyai selubung. Mempunyai protein terminal VPg
pada ujung 5nya dan poli(A) pada ujung 3nya. Panjang genom HAV: 7500-8000
pasang basa. Hepatitis A virus dapat diklasifikasikan dalam famili picornavirus dan
genus hepatovirus. TransmisiPenyakit ini ditularkan secara fekal-oral dari makanan
dan minuman yang terinfeksi. Dapat juga ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit ini terutama menyerang golongan sosial ekonomi rendah yang sanitasi dan
higienenya kurang baik.1 Masa inkubasi penyakit ini adalah 14-50 hari, dengan ratarata 28 hari. Penularan berlangsung cepat. Pada KLB di suatu SMA di Semarang,
penularan melalui kantin sekolah diperburuk dengan sanitasi kantin dan WC yang
kurang bersih. (2)(3)
3.3 Epidemiologi
Diseluruh dunia angka kejadian hepatitis A akut dapat mencapai 1,5 juta kasus
pertahun dimana diperkirakan jumlah kasus yang tidak dilaporkan mencapai 80%.
Perkiraan dari WHO dan global burden of disease (GBD) terdapat puluhan juta
individu terinfeksi pertahunnya. Infeksi ini dapat menjadi endemis pada negara dengan
sanitiasi yang buruk dan kondisi sosial ekonomi yang rendah. Pada negara
berkembang infeksi terjadi pada usia anak-anak hingga dewasa sedangkan pada negara
maju dengan endemisitas rendah, infeksi virus hepatitis A pada umumnya terjadi pada
usia dewasa yaitu usia 30 tahun keatas.(2)
3.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimptomatik tanpa ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant yang

13

dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi
dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra ikterik), fase ikterus, dan fase
konvalesen (penyembuhan).(2)
1. Fase Inkubasi.
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini
berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada
dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum,
makin pendek fase inkubasi ini.2 Pada hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung
selama 14-50 hari, dengan rata-rata 28-30 hari. Fase Prodromal (pra ikterik). Fase
diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya
dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise umum, nyeri otot, nyeri sendi,
mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anorexia. Mual muntah dan anoreksia
berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Demam derajat rendah
umunya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di
kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi
jarang menimbulkan kolesistitis.(2)(3)
2. Fase Ikterus.
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus
jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis
yang nyata.(2)
3.Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus dan
keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul
perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan
membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis 17 dan laboratorium
lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin
lebih sulit ditangani, hanyakurang dari 1% yang menjadi fulminant.(2)
3.5 Patofisiologi

14

HAV didapat melalui transmisi fecal-oral; setelah itu orofaring dan traktus
gastrointestinal merupakan situs virus ber-replikasi. Virus HAV kemudian di transport
menuju hepar yang merupakan situs primer replikasi, dimana pelepasan virus menuju
empedu terjadi yang disusul dengan transportasi virus menuju usus dan feses. Viremia
singkat terjadi mendahului munculnya virus didalam feses dan hepar. Pada individu
yang terinfeksi HAV, konsentrasi terbesar virus yang di ekskresi kedalam feses terjadi
pada 2 minggu sebelum onset ikterus, dan akan menurun setelah ikterus jelas terlihat.
Anak-anak dan bayi dapat terus mengeluarkan virus selama 4-5 bulan setelah onset
dari gejala klinis. (2)
Kerusakan sel hepar bukan dikarenakan efek direct cytolytic dari HAV; Secara
umum HAV tidak melisiskan sel pada berbagai sistem in vitro. Pada periode inkubasi,
HAV melakukan replikasi didalam hepatosit, dan dengan ketiadaan respon imun,
kerusakan sel hepar dan gejala klinis tidak terjadi. Banyak bukti berbicara bahwa
respon imun seluler merupakan hal yang paling berperan dalam patogenesis dari
hepatitis A. Kerusakan yang terjadi pada sel hepar terutama disebabkan oleh
mekanisme sistem imun dari Limfosit-T antigen-specific. Keterlibatan dari sel CD8+
virus-specific, dan juga sitokin, seperti gamma-interferon, interleukin-1-alpha (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosis factor (TNF) juga berperan penting dalam
eliminasi dan supresi replikasi virus. Meningkatnya kadar interferon didalam serum
pasien yang 14 terinfeksi HAV, mungkin bertanggung jawab atas penurunan jumlah
virus yang terlihat pada pasien mengikuti timbulnya onset gejala klinis. Pemulihan
dari hepatitis A berhubungan dengan peningkatan relatif dari sel CD4+ virus-specific
dibandingkan dengan sel CD8+.6, 22 Immunopatogenesis dari hepatitis A konsisten
mengikuti gejala klinis dari penyakit. Korelasi terbalik antara usia dan beratnya
penyakit mungkin berhubungan dengan perkembangan sistem imun yang masih belum
matur pada individu yang lebih muda, menyebabkan respon imun yang lebih ringan
dan berlanjut kepada manifestasi penyakit yang lebih ringan. Dengan dimulainya onset
dari gejala klinis, antibodi IgM dan IgG antiHAV dapat terdeteksi. Pada hepatitis A
akut, kehadiran IgM anti-HAV terdeteksi 3 minggu setelah paparan, titer IgM antiHAV akan terus meningkat selama 4-6 minggu, lalu akan terus turun sampai level

15

yang tidak terdeteksi dalam waktu 6 bulan infeksi. IgA dan IgG anti-HAV dapat
dideteksi dalam beberapa hari setelah timbulnya gejala. Antibodi IgG akan bertahan
selama bertahun-tahun setelah infeksi dan memberikan imunitas seumur hidup. Pada
masa penyembuhan, regenerasi sel hepatosit terjadi. Jaringan hepatosit yang rusak
biasanya pulih dalam 8-12 minggu. (2) (5) (1)
3.6 Diagnosis Hepatitis A Virus
Untuk menegakan diagnosis HAV diperlukan beberapa pemeriksaan.
Pemeriksaan tersebut antara lain adalah:
A. Pemeriksaan Klinis Diagnosis klinik ditegakan berdasarkan keluhan seperti
demam, kelelahan, malaise, anorexia, mual dan rasa tidak nyaman pada perut.
Beberapa individu dapat mengalami diare. Ikterus (kulit dan sclera
menguning), urin berwarna gelap, dan feses berwarna dempul dapat ditemukan
beberapa hari kemudian. Tingkat beratnya penyakit beraragam, mulai dari
asimtomatik (biasa terjadi pada anak-anak), sakit ringan, hingga sakit yang
menyebabkan hendaya yang bertahan selama seminggu sampai sebulan.(1)(3)
B. Pemeriksaan Serologik Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien
dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis dari infeksi akut hepatitis A.7
Virus dan antibody dapat dideteksi dengan metode komersial RIA, EIA, atau
ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan untuk mendeteksi IgM anti-HAV dan
total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut
dan 3-6 bulan setelahnya. Dikarenakan IgG anti-HAV bertahan seumur hidup
setelah infeksi akut, maka apabila seseorang terdeteksi IgG antiHAV positif
tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanyainfeksi di masa yang
lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh pemberian passive
dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak dibawah level
dosis deteksi. Rapid Test Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid
test menggunakan metode immunochromatographic assay, dengan alat
diagnosis komersial yang tersedia.22 Alat diagnosis ini memiliki 3 garis yang
telah dilapisi oleh antibodi, yaitu G (HAV IgG Test Line), M (HAV IgM

16

Test Line), dan C (Control Line) yang terletak pada permukaan membran.
Garis G dan M berwarna ungu akan timbul pada jendela hasil apabila
kadar IgG dan/atau IgM anti-HAV cukup pada sampel. Dengan menggunakan
rapid test dengan metode immunochromatographic assay didapatkan
spesifisitas dalam mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat keakuratan 98,0%
dengan tingkat sensitivitas hingga 97,6%. (1)
C. Pemeriksaan Penunjang Lain Diagnosis dari hepatitis dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan biokimia dari fungsi liver (pemeriksaan laboratorium
dari: bilirubin urin dan urobilinogen, total dan direct bilirubin serum, alanine
transaminase (ALT) dan aspartate transaminase (AST), alkaline phosphatase
(ALP), prothrombin time (PT), total protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM,
dan hitung sel darah lengkap). Apabila tes lab tidak memungkinkan,
epidemiologic evidence dapat membantu untuk menegakan diagnosis. (3)
3.7 Penatalaksanaan Hepatitis A Virus
Penatalaksanaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi suportif, yang
terdiri dari bed rest sampai dengan ikterus mereda, diet tinggi kalori, penghentian dari
pengobatan yang beresiko hepatotoxic, dan pembatasan dari konsumsi alkohol.
Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan rawat inap. Rawat inap
direkomendasikan untuk pasien dengan usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi
imunosupresif, pengobatan yang mengandung obat hepatotoxic, pasien muntah
berlebih tanpa diimbangi dengan asupan cairan yang adekuat, penyakit hati
kronis/didasari oleh kondisi medis yang serius, dan apabila pada pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang didapatkan gejala-gejala dari hepatitis fulminan. Pasien
dengan gagal hati fulminant, didefinisikan dengan onset dari encephalopathy dalam
waktu 8 minggu sejak timbulnya gejala. Pasien dengan gagal hati fulminant harus
dirujuk untuk pertimbangan melakukan transplantasi hati. Pemberian imunoglobulin,
dapat diberikan pada pasien yang sangat rentan terhadap infeksi serta pasien yang baru
terpapar dengan virus hepatitis A.(2)

17

3.8 Pencegahan Hepatitis A Virus


Suplai air bersih yang adekuat dengan pembuangan kotoran yang baik dan
benar didalam komunitas, dikombinasikan dengan praktik higiene personal yang baik,
seperti teratur mencuci tangan, dapat mengurangi penyebaran dari HAV. Imunisasi
pasif dengan immunoglobulin normal atau immune serum globulin prophylaxis dapat
efektif dan memberi perlindungan selama 3 bulan. Akan tetapi, dengan penemuan
vaksin yang sangat efektif, immunoglobulin tersebut menjadi jarang digunakan.
Imunisasi pasif ini diindikasiskan untuk turis yang berkunjung ke daerah endemik
dalam waktu singkat, wanita hamil, orang yang lahir di daerah endemis HAV, orang
dengan immunocompromised yang memiliki resiko penyakit berat setelah kontak erat,
dan pekerja kesehatan setelah terpajan akibat pekerjaan. 16 Ketika sumber infeksi
HAV teridentifikasi, contohnya makanan atau air yang terkontaminasi HAV, immune
serum globulin prophylaxis harus diberikan kepada siapa saja yang telah terpapar dari
kontaminan tersebut. Hal ini terutama berlaku untuk wabah dari HAV yang terjadi di
sekolah, rumah sakit, penjara, dan institusi lainnya. Imunisasi aktif dengan vaksin mati
memberikan imunitas yang sangat baik. Imunisasi ini diindikasikan untuk turis yang
berkunjung ke daerah endemik, untuk memusnahkan wabah, dan untuk melindungi
pekerja kesehatan setelah pajanan atau sebelum pajanan bila terdapat risiko akibat
pekerjaan. Vaksinasi HAV memberikan kemanjuran proteksi terhadap HAV sebesar
94-100% setelah 2-3 dosis suntikan yang diberikan 6-12 bulan secara terpisah, dengan
efek samping yang minimal.(3)(2)

3.9 Prognosis
Secara umum prognosis infeksi virus hepatitis baik, infeksi kronik dan
berulang biasanya jarang terjadi. Kematian akibat infeksi ini jarang, tetapi dapat
terjadi pada pasien lanjut usia dimana penambahan usia berhubungan dengan
mortalitas dan morbiditas, kebanyakan kematian akibat hepatitis A terjadi pada usia

18

diatas 50 tahun. Selain itu kematian dapat terjadi

pada pasien dengan penyakit

penyerta lain. (3)


3.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit ini adalah cholestasis yang dapat
disertai dengan gejala gatal, demam, diare, penurunan berat badan, dengan bilirubin
serum meningkat lebih dari 10 mg/dL. Selanjutnya dapat terjadi akut kidney injury,
pankreatitis, aplasia sel darah merah, dan hepatitis autoimun setelah hepatitis virus A.
(3)

BAB IV
PEMBAHASAN
Hepatitis A merupakan infeksi hepar oleh hepatitis A virus .Penularannya dapat
melalui fekal oral dengan lingkungan sanitasi yang rendah. Pada laporan kasus ini,

19

pasien merupakan seorang laki laki yang berumur 20 tahun. Berdasarkan dengan
epidemiologinya, hepatitis A sering menginfeksi pasien dengan rentang usia dari anak
anak sampai dengan dewasa muda. Pasien pada laporan ini berumur 20 tahun yang
dimana usia 20 tahun berdasarkan WHO tergolong kedalam kelompok usia dewasa
muda. Insidensi kejadian hepatitis A pada Negara berkembang dengan Negara maju
berbeda. Pada Negara berkembang insidensitasnya tinggi pada usia anak anak dan
dewasamuda. Namun pada Negara maju, insidensi hepatitis A lebih rendah
dibandingkan dengan Negara berkembang. Hal ini sesuai dengan kasus pada pasien ini
yang merupakan warga Indonesia yang dimana Indonesia termasuk kedalam Negara
berkembang.
Penularan hepatitis A virus melalui fekal oral dengan sanitasi yang rendah,
namun dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual. Melalui anamnesis yang
dilakukan terhadap pasien ini, pasien mempunyai kebiasaan social berupa BAB di
sungai yang berjarak 50 meter dari rumahnya. Melalui pengakuan pasien ini,
penularan hepatitis A virus ke pasien ini adalah melalui fekal. Hal ini semakin
diperkuat dengan sanitasi pada tempat tinggal pasien juga rendah, sehingga membuat
pasien lebih rentang dalam terinfeksi pada hepatitis A virus. Berdasarkan dengan
literatur, etiologi hepatitis A virus menyerang terutama pada golongan dengan social
ekonomi yang rendah dengan sanitasi dan hygine yang rendah. Pasien ini tinggal pada
daerah pidie, pasien merupakan seorang pengangguran dengan pendidikan terakhir
berupa tamatan SMA.
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimptomatik tanpa ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant yang
dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi
dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (praikterik), fase ikterus, dan fase
konvalesen (penyembuhan). Pada fase inkubasi, lama inkubasinya selama 14-15 hari
dengan rata rata 30 hari. Namun masa inkubasi pada beberapa kasus dapat terjadi
dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini dipengaruhi pada dosis inokulum yang
ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase
inkubasi ini. Pada pasien ini, masa inkubasinya lebih singkat dibandingkan dengan

20

masa inkubasi hepatitis A. Hal tersebut dikarenakan dosis inokulumnya lebih besar
karena pasien mempunyai kebisaan BAB di sungai dekat rumahnya.
Melalui anamnesis pasien, pasien sebelum masuk ke RSUDZA pasien sempat
dirawat selama 10 hari di RS sigli. Pasien datang dengan keluhan utama berupa
demam. Namun, pasien mengatakan bahwa 1 hari sebelum demam pasien merasa
nyeri pada perut sebelah kanan atas. Demam yang dialami pasien bersifat naik turun.
Demam dapat turun menggunakan obat penurun demam. Demam pasien tidak pernah
tinggi dan tidak sampai menggigil. Selain nyeri pada perut dan demam, pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah, lemas, dan penurunan nafsu makan. Gejala gejala
yang dialami oleh pasien ini termasuk kedalam fase prodromal (fase praikterik).
Gejala ini pada umumnya akan muncul sebelum timbulnya ikterik pada kulit pasien.
Gejala gejala yang termasuk kedalam fase prodromal dapat berupa mual muntah,
penurunan nafsu makan, malaise, demam dan nyeri pada perut. Mual muntah yang
dirasakan oleh pasien dengan hepatitis A lebih dikarenakan adanya perubahan pada
penciuman dan pengecapan pasien. Demam pada pasien dengan hepatitis A merupakan
demam dengan derajat yang rendah. Sehingga pasien tidak akan mengalami demam
yang tinggi dan menggigil. Nyeri perut yang dialami pada pasien hepatitis A biasanya
pada daerah kuadran kanan atas atau epigastrium. Hal ini disebabkan oleh posisi
anatomi hepar yang berada pada daerah kuadran kanan atas dan epigastrium.
Pada rawatan ke- 4 di RS Sigli, timbul ikterik pada tubuh pasien. Ikterik pada
tubuh pasien tidak berkurang. Pada rawatan ke 7 di RS Sigli, ikterik pasien semakin
memberat dan akhirnya pada rawatan ke 10 pasien di rujukke RSUDZA Banda
Aceh. Selain timbulnya ikterik pada tubuh pasien, terdapa pula perubahan pada urine
pasien. Warna urine pasien berubah pekat menjadi seperti teh. Feses pasien masih
dalam batas normal dan tidak terjadi perubahan. Dengan timbulnya ikterik pada
pasien, maka pasien sudah tidak lagi pada fase prodromal. Tetapi sudah memasuki fase
ikterik. Pada fase ikterik, gejala yang terlihat adalah perubahan warna kulit pasien
menjadi kuning (munculnya ikterik), perubahan warna urine pasiennya menjadi lebih
pekat seperti teh, dan perubahan warna feses menjadi seperti dempul. Pada pasien ini

21

terdapat 2 dari gejala pada fase ikterik. Setelah timbul ikterus jarang terjadi
perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Pada anamnesis dengan pasien, pasien mengatakan kuning pada pasien sudah
mulai berkurang dan nafsu makan pasien mulai membaik. Fase konvalesen
(penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih
sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3
minggu.
Pada pemeriksaan fisik, dijumpai adanya ikterik pada pasien dan terabanya
hepar setinggi 1 jari. Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat hiperbilirubinemia.
Berdasarkan dengan teori, pada pasien dengan hepatitis A dengan gejala simptomatik
ditemukan hepatomegali (78%) dan ikterik (71%). Infeksi virus hepatitis A ini
menyebabkan nekro inflamasi akut pada hepar yang menyebabkan terjadinya
hepatomegaly pada pasien dengan hepatitis A yang normalnya akan sembuh secara
spontan tanpa sekuele kronik. Berdasarkan hasil laboratorium pada pasien ini,
ditemukan adanya hiperbilirubinemia yang dimana hal ini yang menyebabkan
timbulnya ikterik dan perubahan warna urine menjadi lebih pekat seperti the pada
pasien ini.
Pada pasien ini, terapi yang diberikan berupa injeksi ranitidine untuk lambung
pasien dengan indikasi mual, sistenol (k/p) untuk menurunkan demam pasien jika
pasien mengeluhkan demam, curcuma untuk penambah nafsu makan pasien. Dan diet
hati lunak 1700 kkal. Pada dasarnya prinsip penanganan pasien dengan hepatitis A
berupa terapi suportif, yang terdiri dari bed rest sampai dengan ikterus mereda, diet
tinggi kalori, penghentian dari pengobatan yang beresiko hepatotoxic, dan pembatasan
dari konsumsi alkohol.

Bibliography
1. price s, Wilson L. patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. 6th ed. H h,

22

editor. jakarta: EGC; 2012.


2. Sanityoso A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. W SA, editor. Jakarta Pusat:
Interna publishing; 2009.
3. gilroy r. medscape. [Online].; 2016 [cited 2016 june 23th. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/177484-overview#a4.

23

Anda mungkin juga menyukai