Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PATOFISIOLOFI FARING

I.1

Faringitis
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau dapat

juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut
orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza (rinofaringitis).

I.1.1

Faringitis Akut

Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau
bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan
hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise.
Faringitis akut diklasifikasi berdasarkan etiologinya, yaitu
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Selain itu, virus penyebab faringitis antara lain,
Epstein-Barr Virus, Coxsachie virus, Adenovirus, Retrovirus, Respiratory
Syncitial Virus, Influenza dan Parainfluenza virus.
Gejala dan tanda
Gejala dan tanda faringitis viral meliputi, demam, rinorea, mual, nyeri
tenggorok dan sulit menelan. Pada Pemeriksaan ditemukan faring dan tosil
hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesikuler di
orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Adenovirus
menyebabkan faringitis yang dapat disertai konjungtivitis. Pada infeksi
Epstein Barr Virus, terdapat produksi eksudat pada faring yang sangat
banyak disertai pembesaran kelenjar limfa diseluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Pada infeksi HIV-1 ditemukan
keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam, yang pada
pemeriksaan

ditemukan

faring

hiperemis,

terdapat

eksudat

dan

limfadenopati akut di leher.


Terapi

Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat dan analgetik
tablet hisap bila perlu. Obat antiviral yang dapat diberikan adalah
metisoprinol (isoprenosine) untuk herpes simpleks dengan dosis 60-100
mg/kgBB untuk orang dewasa dan 50 mg/kgBB dibagi 4-6 kali pemberian/
hari.

b. Faringitis Bakteri
Infeksi Streptococcus hemolitikus grup A merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan anak (30%).
Gejala dan Tanda
Nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu tinggi,
jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan

ditemukan tonsil membesar,

faring dan tonsil hiperemis disertai eksudat dipermukaannya, Petechiae


pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal
dan nyeri tekan.
Terapi
Istirahat yang cukup, kumur dengan air hangat dan antiseptik. Terapi
medikamentosa yang dapat diberikan meliputi,
- Antibiotik : Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal,
Amoksisilin 50 mg/kgBB, 3 kali/hari (10 hari) untuk anak dan 500 mg, 3
kali/hari (6-10 hari) untuk dewasa. Eritromisin : 4 x 500 mg/hari.
- Kostikosteroid : Deksametason dosis 6-8 mg, IM, 1 kali untuk dewasa,
dosis 0,08-0,3mg/kgBB, IM, 1 kali untuk anak.
- Analgetika

Gambar 1. Gambaran Klinis Faringitis Akut

c. Faringitis Fungal
Disebabkan karena Candida sp. yang tumbuh di rongga faring. Gejala
dan tanda berupa nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan
ditemukan plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
Pembiakan jamur dengan Sabouroud dextrosa. Terapi yang diberikan berupa
Nystatin 100.000-400.000, 2 kali/hari dan analgetika.

Gambar 2. Faringitis Fungal

d. Faringitis Gonore
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Terapi
yang diberikan berupa Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250 mg, IM.

I.1.2

Faringitis Kronis

Faktor predisposisi faringitis kronis meliputi rinitis kronik, sinusitis dan iritasi
kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring
serta debu. Selain itu, bernapas lewat mulut juga menjadi salah satu faktor
predisposisi. Terdapat 2 jenis faringitis kronis, yaitu faringitis hiperplastik dan
faringitis atrofi.
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band
hyperplasia. Gejala diawali dengan tenggorokan gatal, yang kemudian
diikuti batuk berdahak.

Terapi lokal dengan kaustik faring dengan memakai zat kimia nitras
argenti atau listrik (elektrocauter). Pengobatan simtomatis yang dapat
diberikan yaitu obat antitusif dan ekspektoran. Penyakit pada hidung dan
sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi.
Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya,
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada laring.
Gejala dan Tanda
Keluhan berupa tenggorok kering dan tebal, disertai Bau mulut. Pada
pemeriksaan terdapat mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan
bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi
Menjaga kebersihan mulut, pengobatan rinitis atrofi dan penggunaan
obat kumur.

Gambar 3. Faringitis Kronis

I.1.3

Faringitis Kronis Spesifik

a. Faringitis Leutika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti
juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinisnya bergantung dengan
stadiumnya.
Stadium primer
Kelainan pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring
berupa bercak keputihan. Terdapat ulkus pada faring seperti ulkus pada

genitalia yang sifatnya tidak nyeri, disertai pembesaran kelenjar mandibula


yang tidak nyeri tekan.
Stadium sekunder
Eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah faring. Jarang
ditemukan.
Stadium tertier
Terdapat guma pada tonsil dan palatum, jarang pada dinding posterior
faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal
dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma di palatum mole, bila
sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan
fungsi palatum secara permanen.
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan serologi. Terapi dengan
pemberian Penisilin dosis tinggi.

b. Faringitis Tuberkulosis
Faringitis tuberkulosis merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru.
Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis
faring primer. Cara infeksi :
-

Eksogen: kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi


kuman melalui udara

Endogen: melalui darah pada tuberkulosis miliaris.

Hematogen: tonsil dapat terkena pada kesua sisi dan lesi sering ditemukan
pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral
hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher
membengkak.

Limfanogen

Gejala
Keadaan umum buruk akibat anoreksia, odinofagia, nyeri tenggorok hebat,
otalgia dan pembesaran limfa servikal.
Diagnosis
Pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto thoraks dan biopsi jaringan.
Terapi

Sesuai dengan terapi tuberkulosis paru

I.2

Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(lateral band faring/Gerlachs tonsil).
Tonsilitis terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Penyebaran
infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Etiologi
penyebab tonsillitis dapat berupa infeksi (virus, bakteri, Jamur ) dan non
infeksi (alergi, rokok).

Grading Pembesaran Tonsil


-

T0 : Tonsil sudah diangkat

T1 : Tonsil masih dalam fossa tonsilaris atau besarnya jarak arkus


anterior dan uvula

T2: Tonsil melewati arkus posterior hingga mencapai linea paramedia atau
besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

T3: Tonsil melewati linea paramedia hingga mencapai linea mediana


(pertengahan uvula) atau besarnya jarak arkus anterior dan uvula

T4 : Tonsil melewati linea mediana (uvula) atau mencapai arkus anterior


atau lebih

Gambar 4. Grading Pembesaran Tonsil

Klasifikasi Tonsilitis
I.2.1

Tonsilitis Akut

a. Tonsilitis Viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika
terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan
pasien. Terapi berupa istirahat, minum yang cukup, analgetika dan antivirus.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil

akan menimbulkan reaksi

radang berupa keluarnya

leukosit

polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus merupakan kumpulan


leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang lepas. Secara klinis detritus ini
mengisi kriptus tondil dan tampak sebagai bercak kuning.
Tonsilitis folikularis yaitu bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas.
Tonsilitis lakunaris merupakan bercak-bercak detritus ini yang menjadi satu,
membentuk alur-alur.

Masa inkubasi 2-4 hari. Keluhan meliputi nyeri tenggorok, nyeri


menelan, demam dengan suhu tinggi, rasa lesu, nyeri sendi, tidak nafsu makan
dan otalgia akibat nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringeus
(n.IX).
Pada pemeriksaan ditemukan tonsil membengkak, hiperemis disertai
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh mebran semu, kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan.
Untuk terapi dapat diberikan antibiotik spektrum luas, seperti penisilin,
eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Komplikasi karena tonsillitis bakteri antara lain, otitis media akut,
sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronkitis,
glomerulonefritis akut, miokarditis, arthritis, septikemia (akibat infeksi
v.jugularis interna / sindrom Lemierre) dan hipertrofi tonsil (bernafas melalui
mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadi sleep apnea
sleep apnea /Obstruktive Sleep Apnea Syndrome/OSAS).

Gambar 5. Tonsilitis Folikularis dan Tonsilitis Lakunaris

I.2.2

Tonsilitis Membranosa

a. Tonsilitis Difteri
Tonsilitis

diferi

merupakan

tonsilitis

yang

disebabkan

kuman

Corynebacterium diphteriae, Gram positif. Keadaan ini tergantung pada titer


anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc
darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas (tes Schick).
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10
tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupu pada orang dewasa
mungkin menderita penyakit ini.

Gambar 6. Tonsilitis Difteri

Gejala dan Tanda


Gambaran klinis dibagi dalam 3 golongan, yaitu :

Gejala umum : subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,
nadi lambat dan nyeri menelan.

Gejala lokal

: tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang

makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu yang
dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakhea, bronkus
dan menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Kelenjar limfa
leher membengkak hingga menyerupai leher sapi (bull neck) disebut juga
Burgemeesters hals.
-

Gejala akibat eksotoksin : miokarditis sampai decompensatio cordis,


mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otototot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
Diagnosis melalui gambaran klinis dan pemeriksaan preparat kuman dari

permukaan membran semu. Terapi dengan isolasi dan istirahat di tempat tidur
2-3 minggu. Terapi medikamentosa meliputi, Anti Difteri Serum (ADS) :
20.000-100.000 unit, Antibiotik, seperti Pennisilin atau Eritromisin 25-50
mg/kgBB, 3 kali/hari (14 hari), serta Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari.
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu laringitis, miokarditis, kelumpuhan
otot pernafasan dan albuminuria.

b. Tonsilitis Septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.

c. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulsero membranosa)


Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema
yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C. Gejalanya demam sampai 390C, nyeri kepala, badan
lemah, gangguan pencernaan, nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi
mudah berdarah.
Pada pemeriksaan ditemukan mukosa mulut dan faring hiperemis,
membran putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus

10

alveolaris, bau mulut (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula


membesar.Terapi dengan memperbaiki higiene mulut, antibiotik spektrum
luas (1 minggu), vitamin C dan B kompleks.
d. Penyakit Kelainan Darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut dan faring serta
pembesaran kelenjar submandibula.
Leukimia akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi
dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil
membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri
yang hebat di tenggorok.
Angina agranulositosis
Penyebabnya akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa dan
arsen. Pada pemeriksaan ulkus disertai gejala radang di mukosa mulut dan
faring, dapat ditemukan juga di genitalia dan saluran cerna.
Infeksi mononukleosis
Terjadi tonsilofaringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu
yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa menimbulkan perdarahan.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher, ketiak dan regioinguinal. Gambaran
darah khas : leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Kesanggupan serum
pasien untuk bergranulasi terhadap sel darah merah domba (reaksi Paul
Bunnel).

I.2.3

Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi berupa rangsangan yang menahun dari rokok,

makanan, higiene mulut buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat. Bakteri penyebab sama dengan tonsilitis
akut, namun kadang berubah menjadi golongan Gram negatif.
Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid

11

diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti tampak diidi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula.
Gejala yang dirasakan tenggorok rasa mengganjal, kering dan nafas berbau.
Tanda pada pemeriksaan yaitu tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
Terapi dengan menjaga higiene mulut dengan berkumur

dan

tonsilektomi. Terapi simtomatik dengan analgetik obat isap. Komplikasi yang


dapat timbul meliputi rinitis kronik, sinusitis, otitis media secara
perkontinuitatum, endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis,
dermatitis, pruritu, urtikaria dan furunkulosis.

12

BAB II
PATOFISIOLOGI LARING
II.1

Laringitis Akut

Kondisi peradangan laring dan mukosa pita suara yang disebabkan berbagai
etiologi dengan keluhan yang muncul kurang dari 3 minggu. Pada umumnya
kelanjutan dari rinofaringitis (common cold). Penyebabnya adalah vocal abuse
maupun infeksi saluran napas atas (ISPA). Penyebab ISPA yaitu bakteri yang
menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan radang sistemik.
Gejala meliputi demam, malaise (umum), suara parau atau sampai afoni,
sumbatan laring, batuk kering atau dahak. Pada pemeriksaaan ditemukan mukosa
laring hiperemis, membengkak terutama diatas dan bawah pita suara, tanda radang
akut pada sinus paranasal atau hidung, kadang ditutupi mukus.
Terapinya adalah istirahat yang cukup, istirahat bersuara 2-3 hari. Menghirup
udara lembab untuk membebaskan dari sekresi dan eksudat, menghindari iritasi
faring dan laring (rokok, pedas, minum es). Antibiotik diberikan untuk infeksi
bakteri. Pemberian kortikosteroid, antihistamin dan mukolitik.

II.2

Laringitis Kronis

Laringitis kronis terjadi lebih dari 3 minggu. Penyebabnya adalah rokok, vocal
abuse dan allergen (dapat berupa refluks gastroesofageal, kortikosteroid dan
inhalasi jangka panjang).
Iritan dan vocal abuse menyebabkan peradangan dinding posterior faring.
Terjadi penebalan mukosa, edema submukosa dan infiltrat inflamasi sehingga
meningkatkan jumlah kelenjar mucus dan merusak silia laring. Aliran mucus
trakeo-bronkial terganggu sehingga terjadi stasis mucus. Rangsangan tersebut
memicu reseptor batuk sehingga menimbulkan respon batuk.
Pada pemeriksaan ditemukan permukaan mukosa yang menebal, tidak rata dan
retraksi otot bantu napas. Gejala yang dirasakan berupa suara parau, rasa
tersangkut di tenggorokan, keletihan suara, sering berdehem tanpa adanya dahak.

13

Diagnosis dengan laringoskopi serat optik untuk menemukan permukaan


mukosa hiperemis dengan permukaan halus, gambaran Cobblestone dan
leukoplakia.
Terapi diawali dengan mengidentifikasi iritan. Bila penyebabnya adalah refluks
gastroesofageal, maka diberikan terapi proton pump inhibitor (PPI). Bila ada
sinusitis kronis atau deviasi septum maka diatasi causanya dahulu. Kemudian
dapat diberikan mukolitik, antibiotik untuk eksaserbasi akut dan vocal rest.

II.3

Laringitis Spesifik

II.3.1 Laringitis Tuberculosis


Laringitis Tuberculosis merupakan bagian dari tuberculosis paru. Seringkali
tuberculosis paru menyembuh, namun laringitisnya belum. Hal ini disebabkan
karena laring melekat pada kartilago dan vaskularisasinya tidak sebaik paru.
Infeksi kuman ke laring melalui sputum, pernapasan atau hematogen dapat
menyebabkan peradangan. Dengan demikian terjadi edema di fossa interaritenoid,
arytenoid, plika vokalis , plika ventrikularis, epiglottis dan subglotis. Gambaran
klinis tergantung dengan stadiumnya.
Diagnosis melalui anamnesis, gejala, pemeriksaan klinis, pemeriksaan lab,
rontgen, laringoskopi direk/indirek dan patologi anatomi. Terapi akan diberikan
sesuai dengan pengobatan TB primer dan sekunder, kemudian penderita harus
istirahat bersuara.

Stadium infiltrasi
Pembengkakan dan hiperemis mukosa laring bagian posterior dan pita
suara. Pada submukosa terbentuk tuberkel, mukosa tidak rata, tampak
bintik-bintik kebiruan. Tuberkel ini makin membesar dan tuberkel
berdekatan akan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang, pecah lalu
membentuk ulkus.

Stadium ulserasi
Pada akhir stadium infiltrasi, terdapat ulkus yang dangkal dengan dasarnya
ditutupi oleh perkijuan dan sangat nyeri.

Stadium perikondritis

14

Ulkus yang mengenai kartilago laring akan merusak tulang rawan,


sehingga terbentuk nanah dan bau. Kemudian berlanjut membentuk
sequester.

Stadium fibrotuberkulosis
Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik. Sering terbentuk pada kartilago aritenoid dan epiglottis.

II.3.2 Laringitis Luetika


Merupakan stadium tersier dari lues. Gambaran klinisnya berupa suara parau,
batuk kronis dan disfagia bila terdapat guma di dekat introitus esophagus. Guma
pecah akan membentuk ulkus dengan dasar yang keras (merah tua dan eksudat
kekuningan) dan tidak nyeri.
Diagnosis dengan menggunakan laringoskopi dan serologi. Komplikasi yang
dapat terjadi stenosis laring oleh jaringan parut. Terapi dengan penisilin dosis
tinggi, pengangkatan sekuester dan trakeostomi bila ada sumbatan laring.

15

DAFTAR PUSTAKA
Soepardi, EA 2012, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher edisi 7. FKUI, Jakarta.
Tanto, C, Liwang, F, Hanifati, S, Pradipta, EA 2014, Kapita Selekta Kedokteran
Essential of Medicine edisi IV. Media Aesculapius, Jakarta.
Ulmer, A, Fierlbeck, G 2002, Oral Manifestations of Secondary Syphilis, New
England Journal of Medicine.

16

Anda mungkin juga menyukai

  • Hipospadia & Epispadia
    Hipospadia & Epispadia
    Dokumen18 halaman
    Hipospadia & Epispadia
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Hipospadia & Epispadia
    Hipospadia & Epispadia
    Dokumen18 halaman
    Hipospadia & Epispadia
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Leg Erysipelas
    Leg Erysipelas
    Dokumen9 halaman
    Leg Erysipelas
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Avian Influenza DKK
    Avian Influenza DKK
    Dokumen3 halaman
    Avian Influenza DKK
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Pedikulosis Pubis
    Pedikulosis Pubis
    Dokumen13 halaman
    Pedikulosis Pubis
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Anatomi, Fisiologi Dan Teknik Pemeriksaan Laring-Faring 2
    Anatomi, Fisiologi Dan Teknik Pemeriksaan Laring-Faring 2
    Dokumen54 halaman
    Anatomi, Fisiologi Dan Teknik Pemeriksaan Laring-Faring 2
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Operasi Hernia
    Operasi Hernia
    Dokumen20 halaman
    Operasi Hernia
    Sisty AdeaNty S
    Belum ada peringkat
  • Gigitan Binatang
    Gigitan Binatang
    Dokumen6 halaman
    Gigitan Binatang
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Hernia
     Hernia
    Dokumen18 halaman
    Hernia
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Hernia Inguinalis
    Hernia Inguinalis
    Dokumen43 halaman
    Hernia Inguinalis
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Orkitis
    Orkitis
    Dokumen18 halaman
    Orkitis
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    100% (1)
  • Parasitologi
    Parasitologi
    Dokumen2 halaman
    Parasitologi
    Gustiandari Fidhya
    Belum ada peringkat
  • FISIKA PENYELAMAN
    FISIKA PENYELAMAN
    Dokumen35 halaman
    FISIKA PENYELAMAN
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • FISIKA PENYELAMAN
    FISIKA PENYELAMAN
    Dokumen35 halaman
    FISIKA PENYELAMAN
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Embriologi Sistem Urinarium
    Embriologi Sistem Urinarium
    Dokumen20 halaman
    Embriologi Sistem Urinarium
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Histologi Saluran Cerna
    Histologi Saluran Cerna
    Dokumen17 halaman
    Histologi Saluran Cerna
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Histologi Saluran Cerna
    Histologi Saluran Cerna
    Dokumen17 halaman
    Histologi Saluran Cerna
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Serasa
    Serasa
    Dokumen1 halaman
    Serasa
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Hemo Filia
    Hemo Filia
    Dokumen3 halaman
    Hemo Filia
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat
  • Ketentuan Interpretasi
    Ketentuan Interpretasi
    Dokumen11 halaman
    Ketentuan Interpretasi
    Agnes Listyanakristi Prabawati
    Belum ada peringkat