PATOFISIOLOFI FARING
I.1
Faringitis
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau dapat
juga tonsilopalatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut
orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza (rinofaringitis).
I.1.1
Faringitis Akut
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau
bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan
hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise.
Faringitis akut diklasifikasi berdasarkan etiologinya, yaitu
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Selain itu, virus penyebab faringitis antara lain,
Epstein-Barr Virus, Coxsachie virus, Adenovirus, Retrovirus, Respiratory
Syncitial Virus, Influenza dan Parainfluenza virus.
Gejala dan tanda
Gejala dan tanda faringitis viral meliputi, demam, rinorea, mual, nyeri
tenggorok dan sulit menelan. Pada Pemeriksaan ditemukan faring dan tosil
hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxachievirus dapat menimbulkan lesi vesikuler di
orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Adenovirus
menyebabkan faringitis yang dapat disertai konjungtivitis. Pada infeksi
Epstein Barr Virus, terdapat produksi eksudat pada faring yang sangat
banyak disertai pembesaran kelenjar limfa diseluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Pada infeksi HIV-1 ditemukan
keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam, yang pada
pemeriksaan
ditemukan
faring
hiperemis,
terdapat
eksudat
dan
Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat dan analgetik
tablet hisap bila perlu. Obat antiviral yang dapat diberikan adalah
metisoprinol (isoprenosine) untuk herpes simpleks dengan dosis 60-100
mg/kgBB untuk orang dewasa dan 50 mg/kgBB dibagi 4-6 kali pemberian/
hari.
b. Faringitis Bakteri
Infeksi Streptococcus hemolitikus grup A merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan anak (30%).
Gejala dan Tanda
Nyeri kepala hebat, muntah, kadang disertai demam dengan suhu tinggi,
jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan
c. Faringitis Fungal
Disebabkan karena Candida sp. yang tumbuh di rongga faring. Gejala
dan tanda berupa nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan
ditemukan plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
Pembiakan jamur dengan Sabouroud dextrosa. Terapi yang diberikan berupa
Nystatin 100.000-400.000, 2 kali/hari dan analgetika.
d. Faringitis Gonore
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Terapi
yang diberikan berupa Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250 mg, IM.
I.1.2
Faringitis Kronis
Faktor predisposisi faringitis kronis meliputi rinitis kronik, sinusitis dan iritasi
kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring
serta debu. Selain itu, bernapas lewat mulut juga menjadi salah satu faktor
predisposisi. Terdapat 2 jenis faringitis kronis, yaitu faringitis hiperplastik dan
faringitis atrofi.
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band
hyperplasia. Gejala diawali dengan tenggorokan gatal, yang kemudian
diikuti batuk berdahak.
Terapi lokal dengan kaustik faring dengan memakai zat kimia nitras
argenti atau listrik (elektrocauter). Pengobatan simtomatis yang dapat
diberikan yaitu obat antitusif dan ekspektoran. Penyakit pada hidung dan
sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi.
Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya,
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada laring.
Gejala dan Tanda
Keluhan berupa tenggorok kering dan tebal, disertai Bau mulut. Pada
pemeriksaan terdapat mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan
bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi
Menjaga kebersihan mulut, pengobatan rinitis atrofi dan penggunaan
obat kumur.
I.1.3
a. Faringitis Leutika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti
juga penyakit lues di organ lain. Gambaran klinisnya bergantung dengan
stadiumnya.
Stadium primer
Kelainan pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring
berupa bercak keputihan. Terdapat ulkus pada faring seperti ulkus pada
b. Faringitis Tuberkulosis
Faringitis tuberkulosis merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru.
Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis
faring primer. Cara infeksi :
-
Hematogen: tonsil dapat terkena pada kesua sisi dan lesi sering ditemukan
pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral
hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher
membengkak.
Limfanogen
Gejala
Keadaan umum buruk akibat anoreksia, odinofagia, nyeri tenggorok hebat,
otalgia dan pembesaran limfa servikal.
Diagnosis
Pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto thoraks dan biopsi jaringan.
Terapi
I.2
Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(lateral band faring/Gerlachs tonsil).
Tonsilitis terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Penyebaran
infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Etiologi
penyebab tonsillitis dapat berupa infeksi (virus, bakteri, Jamur ) dan non
infeksi (alergi, rokok).
T2: Tonsil melewati arkus posterior hingga mencapai linea paramedia atau
besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
Klasifikasi Tonsilitis
I.2.1
Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis Viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika
terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan
pasien. Terapi berupa istirahat, minum yang cukup, analgetika dan antivirus.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan
tonsil
leukosit
I.2.2
Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Tonsilitis
diferi
merupakan
tonsilitis
yang
disebabkan
kuman
Gejala umum : subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,
nadi lambat dan nyeri menelan.
Gejala lokal
makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu yang
dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakhea, bronkus
dan menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Kelenjar limfa
leher membengkak hingga menyerupai leher sapi (bull neck) disebut juga
Burgemeesters hals.
-
permukaan membran semu. Terapi dengan isolasi dan istirahat di tempat tidur
2-3 minggu. Terapi medikamentosa meliputi, Anti Difteri Serum (ADS) :
20.000-100.000 unit, Antibiotik, seperti Pennisilin atau Eritromisin 25-50
mg/kgBB, 3 kali/hari (14 hari), serta Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari.
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu laringitis, miokarditis, kelumpuhan
otot pernafasan dan albuminuria.
b. Tonsilitis Septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.
10
I.2.3
Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi berupa rangsangan yang menahun dari rokok,
makanan, higiene mulut buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat. Bakteri penyebab sama dengan tonsilitis
akut, namun kadang berubah menjadi golongan Gram negatif.
Proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
11
diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti tampak diidi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula.
Gejala yang dirasakan tenggorok rasa mengganjal, kering dan nafas berbau.
Tanda pada pemeriksaan yaitu tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus.
Terapi dengan menjaga higiene mulut dengan berkumur
dan
12
BAB II
PATOFISIOLOGI LARING
II.1
Laringitis Akut
Kondisi peradangan laring dan mukosa pita suara yang disebabkan berbagai
etiologi dengan keluhan yang muncul kurang dari 3 minggu. Pada umumnya
kelanjutan dari rinofaringitis (common cold). Penyebabnya adalah vocal abuse
maupun infeksi saluran napas atas (ISPA). Penyebab ISPA yaitu bakteri yang
menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan radang sistemik.
Gejala meliputi demam, malaise (umum), suara parau atau sampai afoni,
sumbatan laring, batuk kering atau dahak. Pada pemeriksaaan ditemukan mukosa
laring hiperemis, membengkak terutama diatas dan bawah pita suara, tanda radang
akut pada sinus paranasal atau hidung, kadang ditutupi mukus.
Terapinya adalah istirahat yang cukup, istirahat bersuara 2-3 hari. Menghirup
udara lembab untuk membebaskan dari sekresi dan eksudat, menghindari iritasi
faring dan laring (rokok, pedas, minum es). Antibiotik diberikan untuk infeksi
bakteri. Pemberian kortikosteroid, antihistamin dan mukolitik.
II.2
Laringitis Kronis
Laringitis kronis terjadi lebih dari 3 minggu. Penyebabnya adalah rokok, vocal
abuse dan allergen (dapat berupa refluks gastroesofageal, kortikosteroid dan
inhalasi jangka panjang).
Iritan dan vocal abuse menyebabkan peradangan dinding posterior faring.
Terjadi penebalan mukosa, edema submukosa dan infiltrat inflamasi sehingga
meningkatkan jumlah kelenjar mucus dan merusak silia laring. Aliran mucus
trakeo-bronkial terganggu sehingga terjadi stasis mucus. Rangsangan tersebut
memicu reseptor batuk sehingga menimbulkan respon batuk.
Pada pemeriksaan ditemukan permukaan mukosa yang menebal, tidak rata dan
retraksi otot bantu napas. Gejala yang dirasakan berupa suara parau, rasa
tersangkut di tenggorokan, keletihan suara, sering berdehem tanpa adanya dahak.
13
II.3
Laringitis Spesifik
Stadium infiltrasi
Pembengkakan dan hiperemis mukosa laring bagian posterior dan pita
suara. Pada submukosa terbentuk tuberkel, mukosa tidak rata, tampak
bintik-bintik kebiruan. Tuberkel ini makin membesar dan tuberkel
berdekatan akan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang, pecah lalu
membentuk ulkus.
Stadium ulserasi
Pada akhir stadium infiltrasi, terdapat ulkus yang dangkal dengan dasarnya
ditutupi oleh perkijuan dan sangat nyeri.
Stadium perikondritis
14
Stadium fibrotuberkulosis
Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik. Sering terbentuk pada kartilago aritenoid dan epiglottis.
15
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi, EA 2012, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher edisi 7. FKUI, Jakarta.
Tanto, C, Liwang, F, Hanifati, S, Pradipta, EA 2014, Kapita Selekta Kedokteran
Essential of Medicine edisi IV. Media Aesculapius, Jakarta.
Ulmer, A, Fierlbeck, G 2002, Oral Manifestations of Secondary Syphilis, New
England Journal of Medicine.
16