Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. M

Umur

: 53 tahun

Alamat

: Bandar lampung

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Status

: Menikah

Tanggal Masuk

: 9 Agustus 2016

Tanggal Anamnesis

: 10 Agustus 2016

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis

: Autoanamnesis dan alloanamnesis

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

: lemas pada tungkai kiri

Nyeri pada punggung bagian tengah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri punggu bagian tengah sejak 2 bulan
SMRS. Rasa nyeri memberat jika pasien duduk, sebelumnya pasien pernah
berobat ke dokter dan keluhan dirasakan membaik. Lalu pasien urut bagian
punggung sebanyak 3x dan keluhan dirasakan kembali memberat. 4 hari
sebelum masuk RSAM pasien dirawat di RS DKT dan pasien mulai
merasakan keluhan lemah pada tungkai kiri. Riwayat batuk (-), riwayat
demam (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), riwayat Hipertensi, Diabetes
Melitus, dan trauma disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyatakan bahwa tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan
serupa.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan pengobatan.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4V5 M6 = 15

Vital sign
Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit,

RR

: 20 x/menit

Suhu

: 36,7 o C

Gizi

: Baik

Status Generalis
-

Kepala
Rambut

: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik

Telinga

: Liang lapang, simetris, serumen minimal

Hidung

: Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut

: Kering, lidah putih, sianosis (-)

Leher
Pembesaran KGB

: tidak ada pembesaran KGB

Pembesaran kelenjar tiroid

: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

JVP

: tidak ada peningkatan

Trakhea
-

: di tengah

Toraks
(Cor)
Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Redup, batas jantung normal

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-), gallop(-)

(Pulmo)

Inspeksi

: Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris

Palpasi

: Taktil fremitus kanan dan kiri sama, simetris

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan


lien tidak teraba membesar.

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+)

Extremitas
Superior

: oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik

Inferior

: oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik.

Status Neurologis
-

Saraf Kranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung

: normal

N.Opticus (N.II)
- Tajam penglihatan

: tidak dilakukan

- Lapang penglihatan

: sama dengan pemeriksa

- Tes warna

: normal

- Fundus oculi

: tidak dilakukan

N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)


Kelopak Mata
- Ptosis

: (-/-)

- Endophtalmus

: (-/-)

- Exopthalmus

: (-/-)

Pupil
- Ukuran

: (3 mm / 3 mm)

- Bentuk

: (Bulat / Bulat)

- Isokor/anisokor

: Isokor

- Posisi

: (Sentral / Sentral)

- Refleks cahaya langsung

: (+/+)

- Refleks cahaya tidak langsung

: normal

Gerakan Bola Mata


- Medial

: normal

- Lateral

: normal

- Superior

: normal

- Inferior

: normal

- Obliqus superior

: normal

- Obliqus inferior

: normal

- Refleks pupil akomodasi

: normal / normal

- Refleks pupil konvergensi

: normal / normal

N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus

: normal

- Ramus maksilaris

: normal

- Ramus mandibularis

: normal

Motorik

- M. masseter

: normal

- M. temporalis

: normal

- M. pterygoideus

: normal

Refleks
- Refleks kornea

: (+/+)

- Refleks bersin

: Sulit dinilai

N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam

: simetris

- Tertawa

: simetris

- Meringis

: simetris

- Bersiul

: simetris

- Menutup mata

: simetris

Pasien disuruh untuk


- Mengerutkan dahi

: simetris

- Menutup mata kuat-kuat

: simetris

- Mengembungkan pipi

: simetris

Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah

: normal

N.Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran

: tidak dilakukan

- Tinitus

: tidak dilakukan

N.vestibularis
- Test vertigo

: tidak dilakukan

- Nistagmus

: (-)

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)


- Suara bindeng/nasal

: (-)

- Posisi uvula

: normal

- Palatum mole

: normal

- Arcus palatoglossus

: normal

- Arcus palatoparingeus

: normal

- Refleks batuk

: tidak dilakukan

- Refleks muntah

: tidak dilakukan

- Peristaltik usus

: Normal

- Bradikardi

: (-)

- Takikardi

: (-)

N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus

: normal

- M.Trapezius

: normal

N.Hipoglossus (N.XII)

- Atropi

: (-)

- Fasikulasi

: (-)

- Deviasi

(-)

Tanda Perangsangan Selaput Otak


Kaku kuduk

: (-)

Kernig test

: (-/-)

Laseque test

: (-/-)

Brudzinsky I

: (-/-)

Brudzinsky II

: (-/-)

Sistem Motorik
Gerak

Superior ka/ki

Inferior ka/ki

(aktif/aktif)

(aktif/aktif)

Kekuatan otot

5/5

5/4

Klonus

(-/-)

(-/-)

Atropi

(-/-)

(-/-)

Biceps (+/+)

Pattela (+/+)

Triceps (+/+)

Achiles (+/+)

Refleks fisiologis

Refleks patologis

Hoffman Trommer (-/-)

Babinsky (-/-)
Chaddock (-/-)
Oppenheim (-/-)
Schaefer (-/-)
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)

Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan
- Rasa raba

: normal

- Rasa nyeri

: normal

- Rasa suhu panas

: normal

- Rasa suhu dingin

: normal

Proprioseptif / rasa dalam


- Rasa sikap

: normal

- Rasa gerak

: normal

- Rasa getar

: tidak dilakukan

- Rasa nyeri dalam

: tidak dilakukan

Fungsi kortikal untuk sensibilitas


- Steriognosis
-

: normal

Koordinasi
Tes telunjuk hidung

: normal

Tes pronasi supinasi

: normal

Susunan Saraf Otonom


Miksi

: Normal

Defekasi

: Normal

Fungsi Luhur
Fungsi bahasa

: baik

Fungsi orientasi

: baik

Fungsi memori

: baik

Fungsi emosi

: baik

D. Resume
Pasien laki-laki 53 tahun datang dengan keluhan nyeri punggu bagian tengah
sejak 2 bulan SMRS. Rasa nyeri memberat jika pasien duduk, sebelumnya
pasien pernah berobat ke dokter dan keluhan dirasakan membaik. Lalu pasien
urut bagian punggung sebanyak 3x dan keluhan dirasakan kembali memberat.
4 hari sebelum masuk RSAM pasien dirawat di RS DKT dan pasien mulai
merasakan keluhan lemah pada tungkai kiri. Riwayat batuk (-), riwayat
demam (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), riwayat Hipertensi, Diabetes
Melitus, dan trauma disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 80 x/menit reguler, RR 20 x/menit, suhu 36,7oC.
Pada status generalis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan Nervus
Kranialis dalam batas normal. Refleks patologis Babinski (-/-), Chadock (-/-),
Schaefer (-/-) dan Gonda (-/-) H. Trommer (-/-). Rangsang meningeal Kaku
kuduk (-), Burdzinsky sign I (-), Burdzinsky sign II (-), Kernigs sign (-),
Laseque sign (-).

E. Diagnosis
Diagnosis klinis
: Radikulopati
Diagnosis topik
: Vertebrae Torakal
Diagnosis etiologi :
Diagnosis banding : Spondilitis TB vertebrae thorakalis
F. Penatalaksanaan
1. Umum
-

Tirah baring

Pantau tanda vital

2. Medikamentosa
-

IVFD RL XV gtt/menit
Na Diclofenac tab 2x1

G. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (19-8-2016)
Hemoglobin

: 9,7 gr/dl

Leukosit

: 4,500/ul

Eritrosit

:-

Hematokrit

: 26%

Trombosit

: 406.000/ul

Hitung jenis:
-Basofil

:0

-Eusinofil

:0

-Batang

:0

-Segmen

:58

-Limfosit

: 32

-Monosit

: 10

LED

:5

H. Prognosa
-

Quo ad vitam

= dubia ad dubia

Quo ad functionam

= dubia ad dubia

Quo ad sanationam

= dubia ad dubia

Follow Up :
Jumat, 19 Agustus 2016
S

Nyeri punggung, lemas pada tungkai kiri


Sense
compos mentis
GCS
E4V5M6

TD
T

120/80 mmHg
36,8 0C

HR
RR

80 kali/menit
18 kali/menit

10

Extremitas

Superior kanan/kiri

Inferior kanan/kiri

Gerak

(aktif / aktif)

(aktif/ aktif)

Kekuatan otot

5/5

5/4

Atrofi

-/-

-/-

Refleks
fisiologis

Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+

Reflek patologis

Babinsky -/H.Trommer -/- IVFD RL XV gtt/menit


- Na Diclofenac tab 2x1

Planning

Sabtu, 20 Agustus 2016


S

Nyeri punggung, lemas pada tungkai kiri


Sense
compos mentis
GCS
E4V5M6

TD
T

130/90 mmHg
36,5 0C

HR
RR

80 kali/menit
16 kali/menit

11

Extremitas

Superior kanan/kiri

Inferior kanan/kiri

Gerak

(aktif / aktif)

(aktif/ aktif)

Kekuatan otot

5/5

5/4

Atrofi

-/-

-/-

Refleks
fisiologis

Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+

Reflek patologis

Babinsky -/H.Trommer -/- IVFD RL XV gtt/menit


- Phenytoin 3x200mg
- Asam folat 1x500mg

Planning

Jumat, 12 Juli 2016


S
O

Nyeri kepala berkurang, kejang (-)


Sense
compos mentis
GCS

E4V5M6

TD
T

80 kali/menit
16 kali/menit

120/80 mmHg
36,5 0C

HR
RR

12

Extremitas

Superior kanan/kiri

Inferior kanan/kiri

Gerak

(aktif / aktif)

(aktif/ aktif)

Kekuatan otot

5/5

5/5

Atrofi

-/-

-/-

Refleks
fisiologis

Biceps +/+
Triceps +/+
Patella +/+
Achilles +/+

Reflek patologis

Babinsky -/H.Trommer -/Epilepsi

Analisis
Planning

IVFD RL XV gtt/menit
Phenytoin 3x200mg
Pasien pulang untuk kontrol melalui poli saraf

BAB II
ANALISIS KASUS

A. Apakah diagnosis pada pasien sudah tepat?

13

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita epilepsi
tetapi dapat dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan pada kepala seperti
CT-Scan kepala untuk mengetahui apakah terdapat lesi struktural di otak.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi
(PERDOSSI, 2011). Sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi
(epileptic seizure) adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh aktivitas
listrik otak yang abnormal dan belebihan dalam sekelompok neuron.
Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa perubahan
perilaku stereotipik, dapat menimbulkan gangguan kesadaran, gangguan
motorik, sensorik, otonom, ataupun psikik (Engel J, 2008).
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu
suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan

bangkitan

epileptik,

perubahan

neurobiologis,

kognitif,

psikologis, dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini


membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epileptik sebelumnya.
Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan atau gejala
yang timbul sepintas akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron
yang terjadi di otak. Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi
yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu :
1. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya.
2. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan
selanjutnya
3. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif,
psikologis, dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara tiba-tiba dan

14

sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh


hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh
suatu penyakit otak akut (unprovoked) (ILAE and IBE, 2005).
Diagnosis epilepsi ditegakkan secara sistematis dengan 3 langkah, yaitu
1. Langkah pertama, melalui anamnesis. Pada sebagian besar kasus,
diagnosis epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan informasi akurat yang
diperoleh dari anamnesis yang mencakup autoanamnesis maupun
alloanamnesis.
a. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan:
Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk / berdiri / berbaring /
tidur / berkemih.
Gejala awitan (aura gerakan / sensasi awal / speech arrest).
Apa yang tampak selama bangkitan : gerakan tonik atau klonik,
vokalisasi

otomatisme,

inkontinensia,

lidah

tergigit,

pucat,

berkeringat, deviasi mata.


Keadaan setelah kejang, bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh
gelisah.
Faktor pencetus : alkohol, kurang tidur, hormonal.
Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan atau terdapat
perubahan pola bangkitan.
b. Ada tidaknya penyakit lain yang disertai serangan, maupun riwayat
penyakit neurologis dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit
sistemik yang mungkin jadi penyebab.
c. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara
bangkitan.
d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap terapi.
e. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.
f. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologi lain, penyakit psokiatrik
atau iskemik.
g. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran, dan perkembangan
bayi atau anak.
h. Riwayat bangkitan neonatal atau kejang demam.
i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP dan lain-lain.
Pada anamnesis yang dilakukan didapatkan data bahwa pasien datang
dengan keluhan kejang sejak 1 hari yang lalu. Hal tersebut sesuai dengan

15

definisi epilepsi. Selain itu, pasien mengaku kejang dialami sebanyak lebih
dari 10 kali selama 5-10 menit, kejang seperti kaku dan kelonjotan pada
seluruh anggota gerak mata melihat ke atas, lidah tergigit dan tidak keluar
busa dari mulut. Pada saat kejang pasien dalam keadaan berbaring, tidak
sadar dan tidak dapat berkomunikasi, setelah kejang pasien dikatakan
keluarga dapat kembali sadar dan dapat kembali berkomunikasi. Sebelum
mengalami kejang pasien sering merasa nyeri pada bagian kepala dan
leher. Terdapat riwayat kecelakaan lalu lintas 4 tahun yang lalu dan
dikatakan keluarga terdapat perdarahan di otak.
2. Langkah kedua : untuk menentukan jenis bangkitan, dilakukan dengan
memperhatikan klasifikasi ILAE.
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi, antara lain :
1. Bangkitan parsial/ fokal
a. Bangkitan parsial sederana dengan gejala motorik, somato
sensorik, otonom, psikis.
b. Bangkitan parsial kompleks
Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan
kesadaran
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum
Parsial sederhana yang menjadi umum, parsial kompleks menjadi
umum, parsial sederhana yang menjadi kompleks lalu menjadi
umum.
2. Bangkitan umum
a. Bangkitan lena (absence)
Ciri khas serangan lena adalah durasi singkat, onset dan terminasi
mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan
klonik pada mata, dagu dan bibir.
b. Bangkitan mioklonik
Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat
umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih
ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.
c. Bangkitan tonik
Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas
menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan
kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh.
Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak

16

dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak


sensitif, dan pupil dilatasi.
d. Bangkitan atonik
Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya
kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau
menyeluruh sehingga pasien terjatuh.
e. Bangkitan klonik
Pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi
kejang kelojot.
f. Bangkitan tonik-klonik
Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat
kemudian diikuti oleh gerakan klonik.
3. Bangkitan tidak terklasifikasi
Berdasarkan anamnesis pasien pada kasus ini dapat ditentukan bahwa jenis
bangkitan yang dialami oleh pasien berupa bangkitan umum klonik.
3. Langkah ketiga, menentukan etiologi epilepsi
Menurut ILAE 1989, etiologi epilepsi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
1. Idiopatik

: Tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit


neurologis.

Diperkirakan

mempunyai

predisposisi

2. Kriptogenik

genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.


: Dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum

3. Simtomatik

diketahui.
: Bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi
struktural pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi
SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik,
kelinan neurodegeneratif.

Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum.
Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :
Kejang fokal

Kejang umum

a. Trauma kepala
b. Stroke

a. Penyakit metabolic
b. Reaksi obat

17

c. Infeksi
d. Malformasi vaskuler
e. Tumor (Neoplasma)
f. Displasia
g. Mesial Temporal Sclerosis

c. Idiopatik
d. Faktor genetik
e. Kejang fotosensitif

Dari anamnesis, epilepsi yang dialami pasien ini dicurigai termasuk dalam
epilepsi akibat post trauma karena pada pasien terdapat adanya riwayat
kecelakaan pada pasien 4 tahun yang lalu dengan terdapat perdarahan di
otak saat itu.
Setelah dilakukan anamnesis, penegakan diagnosis epilepsi dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa
pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologi.
1. Pemeriksaan fisik umum
Pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau
sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang,
kelainan pada kulit, kanker dan devisit neurologik fokal atau difus.
2. Pemeriksaan neurologik
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologi sangat tergantung dari
interval antara saat dilakukanya pemeriksaan dengan bangkittan terakhir.
Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka
akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda vokal seperti todds
paresis, transient aphasic syimptoms, yang tidak jarang jadi petunjuk
lokalisasi.
Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan berlalu, sasaran
utama adalah untuk menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi
sistem syaraf permanent dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakanial.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan neurologis yang dilakukan pada pasien tidak
didapatkan hasil yang menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan yang
berhubungan dengan epilepsi maupun tanda-tanda defisit neurologi karena
pemeriksaan dilakukan setelah 1 hari pasca bangkitan.

18

Penegakan diagnosis selanjutnya dengan melakukan pemeriksaan penunjang.


Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan apabila memungkinkan
pemeriksaan ini mencakup :
a. Pemeriksaan electro encepalography (EEG), rekaman EEG merupakan
pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan.
Pemeriksaan EEG akan membantu menunjukan diagnosis dan membantu
menentukan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi. Pada keadaan
tertentu dapat membantu menentukan prognosis dan menentukan perlu
atau tidaknya pengobatan dengan AED.
b. Pemeriksaan CT scan dan MRI
Meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi lesi epileptogenik di otak.
Dengan MRI beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologi dapat
terdiagnisi secara non infasif, misalnya nesial temporal sclerosis, glioma,
ganglioma, malformasi kavernosus, DNET. Ditemukanya lesi-lesi ini
menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter terhadsap OAE.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan hemtologik mencakup hemoglobin, leukosit, hematokrit,
trombosit, akusan darah tepi, elektrolit. Pemeriksaan ini dilakukan ini
dilakukan pada awal pengobatan beberapa bulan kemudian diulang
bila timbul gejala klinik dan rutin setiap tahun sekali.
2. Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level setelah tercapai
steady state, pada saat bangkitan terkontorl baik, tanpa gejala toksik.
Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk memonitor kepatuhan
pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan ini timbul lagi,
atau bila timbul gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat
lain, atau saat melepas kombinasi dengan obat lain, bila terdapat
fisiologi pada tubuh pasien.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis epilepsi ec suspek post trauma.

19

B. Apakah penatalaksanaan pada pasien sudah tepat ?


Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini terdiri dari penatalaksanan
umum berupa tirah baring disertai pematauan terhadap tanda vital pasien, dan
diberikan terapi medikamentosa berupa infus RL XV gtt/menit, Phenytoin
3x200 mg/hari dan asam folat 1x500 mg/hari.
Penatalaksanaan pada pasien epilepsi adalah dengan pemberian OAE. Prinsip
terapi farmakologi pada pasien epilepsi antara lain :
1. OAE diberikan apabila :
a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
b. Pastikan faktor pencetus bangkitan dapat dihindari
c. Terdapat minimal 2 bangkitan dalam satu tahun
d. Pasien dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang
tujuan pengobatan
e. Pasien dan keluarga sudah diberitahu tentang

kemungkinan efek

samping obat.
2. Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai
terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
a. Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
b. Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang
berkorelasi dengan bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak,
AVM, abses otak ensafalitis herpes.
c. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada
adanya kerusakan otak.
d. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang
tua).
e. Riwayat bangkitan simtomatis.
f. Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti
JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi).
g. Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran
stroke, infeksi SSP.
h. Bangkitan pertama berupa status epileptikus.

20

3. Terapi dimulai dengan mono terapi, penggunaan OAE pilihan sesuai


dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.
4. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping.
5. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
6. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
TIPE
BANGKITAN

OAE LINI
PERTAMA

OAE LINI KE
DUA/
TAMBAHAN

OAE LINI
KETIGA/
TAMBAHAN

LENA

Valproat
Lamotrigin
Valproat

Etosuksimid

Levetiracetam
Zonisamid

MIOKLONIK

Valproat

Topamax
Levetiracetam
Zonizamid

Lamotrtgin
Klobazam
Klonazepam
Fenobarbital

TONIK KLONIK

Karbamazepin
Fenitoin
Fenobarbital

Lamotrigin
Oxcarbazepin

Topamax
Levetiractam
Zonisamid
Pirimidon

ATONIK

Valproat

Felbamat

PARSIAL

Karbamazepin
Fenitoin
Fenobarbital
Oxkarbazepin
Lamotrigin
Topamax
Gabapentin
Valproat

Lamotrigin
Topamax
Valproat
Levetiracetam
Zonizamid
Pregabalin
Lamotrigin

TIDAK
TERKLASIFIKASI

Tiagabin
Vigabatrin
Felbamat
Pirimidon

Topamax
Levetiractam
Zonizamid

21

Indikasi menghentikan obat pada pasien epilepsi antara lain :


1. Secara klinis : bebas bangkitan selama 2 tahun
2. Cara penurunan: secara bertahap (6 minggu s/d 6 bulan)
3. Jika dalam penurunan dosis, bangkitan timbul kembali, OAE diberikan
kembali dengan dosis terakhir yang sebelumnya dapat mengontrol
bangkitan.
Dosis pemberian OAE pada pasien ini sudah tepat. Dosis awal phenytoin
200-300mg/ hari dan dosis rumatan 200-400/ hari. (PERDOSSI, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

22

Enjel J. 2008. Introduction : What is Epilepsy. Epilepsy a comprehensive


textbook 2ndEd. Vol one. USA;1-7.
Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, et al. 2005. An Operational Clinical

Definition of Epilepsy. International League Against Epilepsy (ILAE).

Glauser T, Menachem B, Borgeouis B, et al. 2013. Updated ILAE evidence


review of antiepileptic drug efficacy and effectiveness as initial monotherapy for
epileptic seizures and syndromes. Epilepsia. Mar;54(3):551-63.

International League Against Epilepsy (ILAE) and International Bureau for


Epilepsy (IBE). 2005. Definition: Epilepstic Seizures And Epilepsy. Geneva
Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. 2011. Pedoman dan tatalaksana
epilepsi.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai