Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan
patologik. Frekuensi mola banyak ditemukan di negara negara asia, Afrika dan Amerika
latin dari pada di negara negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam
masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. 2,4,7,8,9

Penyebab mola tidak diketahui, factor factor yang dapat menyebabkan antar lain : keadaan
sosioekonomi yang tinggi dan parietas tinggi. Keluhan dari penderita seperti gejala gejala
hamil muda yang kadang kadang lebih nyata dari kehamilan biasanya. 1,2,3,4,7,8,9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa. Mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan
janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili 9
Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka
vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan
mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur. 9

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan
dengan negara negara barat. Dinegara negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000
kehamilan . Dinegaranegara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk
(1967) melaporkan 1:85 kehamilan, Rs Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31
Persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A siregar (Medan) tahun 1982 : 11 16 per 1000
kehamilan; Soetomo (Surabaya) : 1:80 Persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata
(Bandung) : 9- 21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur
reproduksi (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatkan paritas
kemungkinan menderita mola lebih besar. 7
Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn) dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.7
Selain itu penyakit ini juga ditemukan pada golongan sosioekonomi rendahm serta usia
kehamilan dibawah 29 dan diatas 34 tahun. 9

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Penyakit Trofoblastik Gestasional jinak menurut WHO berdasarkan
histology, dibagi atas:
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah :

a) mola hidatidosa/complete mole


b) mola hidatidosa parsial

a. Mola hidatidosa komplet


Yang dimaksud dengan Mola Hidatidosa ialah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi
korialis mengalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola
Hidatidosa atau Complete Mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin
disebut Mola parsialis atau Partial mole. Menurut Vassilakos, Complete Mole dan
Partial Mole merupakan kesatuan yang berbeda, antara keduanya ada perbedaan
klinik, histopatologik, sitogenetik maupun prognostik.

Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-


gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi
dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter. Gambaran histopatologik
yang khas dari mola hidatidosa ialah: edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah
pada villi dan proliferasi sel-sel trofoblas, sedangkan gambaran sitogenetiknya pada
umumnya berupa xx 46.

Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi


kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal
dari ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya
hal ini terjadi sebagai hasil dari fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa.
Meskipun jarang, dapat juga dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini,
dua spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan
kromosom

Gambar mola Hidatidosa Complete

b. Mola hidatidosa parsial


Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian
dari janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama tetapi ada juga yang hidup
sampai cukup besar atau bahkan aterm.

Pada pemeriksaan histopatologik tampak di berberapa tempat villi yang edema


dengan sel trofoblas yang tidak begitu berploriferasi, sedangkan di tempat lain
masih tampak villi yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotip
triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas. Bila
ada mola yang disertai janin kejadiannya ada dua kemungkinan. Pertama
kehamilan kembar, dimana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu
lagi menjadi mola hidatidosa. Kedua, hamil tunggal yang berupa mola parsialis.
Mola parsialis memiliki kariotip triploid (69 xxx, 69 xxy, atau 69xyy) yang
komposisinya terdiri dari satu set kromosom maternal dan dua set kromosom
paternal.
Gambar Mola Hidatidosa Parsial

Tabel karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial 3


N Gambaran Mola Komplet Mola Parsial
o
1 Jaringan embrio atau janin tidak ada Ada
2 Pembengkakan hidatidosa difus Fokal
pada villi
3 Hiperplasia trofoblastik difus Fokal
4 Inklusi stroma tidak ada Ada
5 Lekukan vilosa tidak ada Ada
6 Kariotipe Paternal 46xx (96%) Paternal & maternal
46xy (4%) 69xxy
7 Neoplasia trofoblastik 20% 5%

D. FAKTOR RESIKO
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
mola hidatidosa, antara lain: 7
1. Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
2. Keadaan sosioekonomi yang rendah
3. Paritas tinggi
4. Kekurangan protein
5. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
E. PATOLOGI
Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias :
1. Proliferasi dari trofoblast bersifat difus
2. Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus
3. Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat:


1. campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu.
Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma
melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular,
beberapa villi bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan
mola hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.
3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua.
Pada trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada
mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi
hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah
bernukleus juga amnion.

F. PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini.
Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat
di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan
peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan
substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam
stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista
tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya
akan hCG. 9

Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi
resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi
berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin,
hanya pada mola parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini
sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi
seluruh kavum uterus.

Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua
sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis terlihat : proliferasi dari
trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat atau hilangnya pembuluh
darah dan stroma.

G.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis 3,7,9
Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa
Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan
Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia
kehamilan seharusnya
Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti
2. Gejala klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui.
Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya
terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke
12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara
intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau
kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai
terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada
wanita dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan,
demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat
asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai
peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas.
Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar
berwarna kecoklatan.

b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada
pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan
kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini
perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan
secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan
karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit
perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.

c. Tidak adanya aktifitas janin


Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak ditemukan
adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda
dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta
yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat
mola inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup.

d. Eklamsia dan preeklamsia


Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia atau
preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24
minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum waktunya harus
dicurigai sebagai mola hidatidosa.

e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat,
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus.
Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh
karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka
Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun
kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis
tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti
yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat
sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone.
Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar
hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.

Mola hidatidosa komplet


Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet. Jaringan mola
terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin
membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam
vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.
Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG
Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan
kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial


Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion.
Perdarahan pervaginam
Adanya denyut jantung janin
3. Pemeriksaan fisik 1,3,7,9
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
Inspeksi
Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang
disebut muka mola (mola face)
Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas
Palpasi
Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin
Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan fundus
uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
Auskultasi
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang 1,3,7,9


A. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan
diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan
untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah pengeluaran mola. Yang
harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena karakteristik yang
terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon
-hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan
kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di
urin maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada
serum terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga
jenis pemeriksaan -hCG, yaitu :
-hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 10
mIU/ml
-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 mIU/ml
-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan normal
pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif >100.000 mIU/L
mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik dan
meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan
mola dapat memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu
post evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan
tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon -hCG
sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG, penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
hormon -hCG yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah
sel-sel tumor yang ada.

B. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti badai
salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan
pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan
dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya
dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma
uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran
mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan
trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa
ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau
badai salju (snow storm).

Gambar USG mola Hidatidosa


C. Uji sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde masuk
ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360 o dengan deviasi sonde kurang
dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.

D. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam uterus secara
transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk mola
hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml
hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang
terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi
semenjak adanya USG yang lebih mudah.

H. KRITERIA DIAGNOSTIK
Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan
sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara
spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28 minggu. Penemuan klinik
berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus
dicurigai sebgai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus
tersebut disebabkan oleh kesalahan data menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau
kehamilan ganda. Penegakan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG.
Umumnya struktur lain mungkin memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk
diantaranya mioma uteri dan kehamilan ganda.
Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplet sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang
biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan
2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan
3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar
setinggi pusat atau lebih.
4. Gambaran USG yang khas : badai salju
5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa
kehamilan
6. Preeklamsi dan eklamsi yang muncul sebelum minggu ke-24
7. Hiperemesis gravidarum
Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola.
Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat,
karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan
umum pasien menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar
gelembung.

I. DIAGNOSA BANDING 1,3,9


Kehamilan normal
Kehamilan dengan mioma uteri
Abortus
Kehamilan ektopik terganggu

J. KOMPLIKASI 3,9
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika
hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.
Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan
sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.
Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai hasilnya
negatif.
DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien
harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko
terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia kehamilan
16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.
kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan
pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari diameter
mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola.
Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau
kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi.
Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebihan
oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang
berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila
menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein
mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian
hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu
yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila
ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya
ukuran kembali normal dalam 12 minggu.
Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan
jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena keganasan, atonia
uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola.
Infeksi sekunder

K. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,7,9
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklamsia
dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk
tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola,
dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin
diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan
dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan
dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi. Bila sudah terjadi abortus
maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis
servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis
dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi dan
retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan
menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi
label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila
kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2
dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus
sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar
(ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi
harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral
bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan
persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama
kuretase berlangsung.

b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien
dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap
merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas
tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan.
Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada beberapa
ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui
histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan.
Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik,
namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di bawah
pengawasan dokter.3 Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.
Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju
dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak
dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa
pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta
mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG
>100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah
keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau
25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen
kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)


Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah
keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut:
Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi
jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama, tiap 2 minggu
pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada
tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan
Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu
Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau
pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut
Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan
pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun
Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian

Setiap periksa ulang penting diperhatikan :7


1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo:
tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain
3. Reaksi biologis atau imunologis air seni,
1x seminggu sampai hasil negatif, 1x2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x
sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau
reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih
dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap
tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam
24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun setelah mola keluar.
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan
terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala choriocarsinoma
yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus
menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis
di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.2 Selama
pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan
ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG
yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada
sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan
radioimmunoassay terhadap -hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG
diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan
selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paru-
paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-
gejala yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.1

L. PROGNOSIS 3,4,8
Stadium dan Skoring Prognosis
Pembagian staging FIGO 1982 bersifat sederhana, mengacu pada hasil pemeriksaan
klinis dan pencitraan, misalnya foto thorak.

Tabel Staging klinis menurut FIGO


Stadium 1 Tumor trofoblastik gestasional terbatas pada korpus uteri

Stadium II Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau vagina, namun


terbatas pada struktur genitalia.

Stadium III Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan atau tanpa
metastasis di genitalia interna.

Stadium IV Bermetastasis ke tempat lain

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas ganas.
Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan pada
kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem skoring WHO.

Tabel Skoring faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO

Skor faktor risiko menurut


FIGO (WHO) dengan staging 0 1 2 4
FIGO
Usia < 40 >=40 - -

Kehamilan sebelumnya Mola Abortus Aterm -

Interval dengan kehamilan tersebut <4 4-6 7-12 >12


(bulan)
Kadar hCG sebelum terapi < 103 103-104 >104-105 >105
(mIU/mL)
Ukuran tumor terbesar, termasuk - 3-4 > 5 cm -
uterus
Lokasi metastasis, termasuk uterus Paru-paru Limpa, Traktus Otak,
ginjal gastrointestina hepar
l
Jumlah metastasis yang - 1-4 5-8 >8
diidentifikasi
Kegagalan kemoterapi sebelumnya - - Agen tunggal Agen
multipel
Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnose dini dan terapi
yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk menderita
anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan
tingkat morbiditas yang tinggi.
Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor persisten.
Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor gestasional trofoblastik. Lurain and
Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola hidatidosa, 81% mengalami regresi
spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor trofolastik gestasional.
Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani evakuasi
mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola
hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 2,6%, dengan resiko yang lebih besar untuk
menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung
antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama.
Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplet menjadi metastastik koriokarsinoma yang
potensial invasif.
Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi, preeklamsia, payah
jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak
ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.
Kapan pasien mola dianggap sehat kembali? Sampai sekarang belum ada kesepakatan.
Curry mengatakan sehat bila kadar hCG dua kali berturut-turut normal. Ada pula yang
mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal.
SKEMA MANAJEMEN PADA MOLA HIDATIDOSA (6)

Perbaiki keadaan umum

Pasien muda, ingin Usia


punya35anak
tahun ke atas, sudah memiliki anak minimal 3

Evakuasi HISTEREKTOMI

Cerviks sudah dilatasi Cerviks belum berdilatasi

Pasang laminaria kemudian beri oxytosin drip


Oxytosin drip

Kuretase
BAB IV
KESIMPULAN

mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda
(walaupun tanpa pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus
dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup
kemungkinan adanya kesalahan HPHT, Abortus imminen, dll. Demikian juga adanya gejala-
gejala preeklamsia dan eklamsi dini pada kehamilan yang lebih muda harus diwaspadai
adanya mola hidatidosa.

Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau jaringan
mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang
sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai salju.
Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas
yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola.
DAFTAR PUSAKA

1. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional; Obstetri


Patologi; 1983; 28-33.
2. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecology. 20th ed, Wiliams & Wilkins,
Baltimore, 1996.
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease :
Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-843.
4. Errol R. Nowitz. Obsetrics and Gynecology AT A Glance. Chapter 32. Hal : 70-72.
5. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267
6. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin.
ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO.
Jakarta.2002 Hal 341-348
7. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit buku
Kedokteran. EGC. Hal. 238-243.
8. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. ELSTAR OFFSET. Bandung.
1981. Hal38-42.
9. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348.

Anda mungkin juga menyukai