PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola hidatidosa kehamilan
tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan
patologik. Frekuensi mola banyak ditemukan di negara negara asia, Afrika dan Amerika
latin dari pada di negara negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam
masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. 2,4,7,8,9
Penyebab mola tidak diketahui, factor factor yang dapat menyebabkan antar lain : keadaan
sosioekonomi yang tinggi dan parietas tinggi. Keluhan dari penderita seperti gejala gejala
hamil muda yang kadang kadang lebih nyata dari kehamilan biasanya. 1,2,3,4,7,8,9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa. Mola
hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan
janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili 9
Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka
vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan
mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan
biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur. 9
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika latin dibandingkan
dengan negara negara barat. Dinegara negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000
kehamilan . Dinegaranegara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk
(1967) melaporkan 1:85 kehamilan, Rs Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31
Persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A siregar (Medan) tahun 1982 : 11 16 per 1000
kehamilan; Soetomo (Surabaya) : 1:80 Persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata
(Bandung) : 9- 21 per 1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur
reproduksi (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatkan paritas
kemungkinan menderita mola lebih besar. 7
Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn) dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.7
Selain itu penyakit ini juga ditemukan pada golongan sosioekonomi rendahm serta usia
kehamilan dibawah 29 dan diatas 34 tahun. 9
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Penyakit Trofoblastik Gestasional jinak menurut WHO berdasarkan
histology, dibagi atas:
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah :
D. FAKTOR RESIKO
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
mola hidatidosa, antara lain: 7
1. Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
2. Keadaan sosioekonomi yang rendah
3. Paritas tinggi
4. Kekurangan protein
5. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
E. PATOLOGI
Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias :
1. Proliferasi dari trofoblast bersifat difus
2. Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus
3. Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus
F. PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini.
Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat
di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan
peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan
substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu, diakumulasikan ke dalam
stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista
tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya
akan hCG. 9
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal
adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi
resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi
berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin,
hanya pada mola parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini
sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi
seluruh kavum uterus.
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua
sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis terlihat : proliferasi dari
trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat atau hilangnya pembuluh
darah dan stroma.
G.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis 3,7,9
Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa
Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan
Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia
kehamilan seharusnya
Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti
2. Gejala klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui.
Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya
terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke
12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara
intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau
kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai
terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada
wanita dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan,
demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat
asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai
peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas.
Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar
berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada
pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan
kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini
perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan
secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan
karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit
perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola
hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat,
namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi
Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus.
Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh
karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka
Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun
kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis
tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti
yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat
sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone.
Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar
hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.
Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evakuasi keadaan serviks.
B. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti badai
salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan
pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan
dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya
dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma
uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran
mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan
trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa
ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau
badai salju (snow storm).
D. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam uterus secara
transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk mola
hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml
hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang
terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi
semenjak adanya USG yang lebih mudah.
H. KRITERIA DIAGNOSTIK
Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan
sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara
spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28 minggu. Penemuan klinik
berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus
dicurigai sebgai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus
tersebut disebabkan oleh kesalahan data menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau
kehamilan ganda. Penegakan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG.
Umumnya struktur lain mungkin memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk
diantaranya mioma uteri dan kehamilan ganda.
Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplet sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang
biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan
2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan
3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar
setinggi pusat atau lebih.
4. Gambaran USG yang khas : badai salju
5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa
kehamilan
6. Preeklamsi dan eklamsi yang muncul sebelum minggu ke-24
7. Hiperemesis gravidarum
Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola.
Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat,
karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan
umum pasien menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar
gelembung.
J. KOMPLIKASI 3,9
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika
hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.
Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan
sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.
Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai hasilnya
negatif.
DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien
harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko
terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia kehamilan
16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.
kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan
pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari diameter
mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola.
Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau
kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi.
Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebihan
oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang
berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila
menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein
mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian
hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu
yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila
ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya
ukuran kembali normal dalam 12 minggu.
Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan
jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena keganasan, atonia
uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola.
Infeksi sekunder
K. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,7,9
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklamsia
dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk
tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola,
dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin
dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin
diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan
dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi
dan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan
dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi. Bila sudah terjadi abortus
maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis
servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis
dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi dan
retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan
menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi
label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila
kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2
dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus
sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar
(ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi
harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral
bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan
persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama
kuretase berlangsung.
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien
dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap
merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas
tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan.
Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada beberapa
ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui
histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan.
Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik,
namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini.
L. PROGNOSIS 3,4,8
Stadium dan Skoring Prognosis
Pembagian staging FIGO 1982 bersifat sederhana, mengacu pada hasil pemeriksaan
klinis dan pencitraan, misalnya foto thorak.
Stadium III Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan atau tanpa
metastasis di genitalia interna.
Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas ganas.
Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan pada
kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem skoring WHO.
Tabel Skoring faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO
Evakuasi HISTEREKTOMI
Kuretase
BAB IV
KESIMPULAN
mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda
(walaupun tanpa pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus
dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup
kemungkinan adanya kesalahan HPHT, Abortus imminen, dll. Demikian juga adanya gejala-
gejala preeklamsia dan eklamsi dini pada kehamilan yang lebih muda harus diwaspadai
adanya mola hidatidosa.