Perceptor :
dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp.KJ, M.Kes
Oleh :
Adityo Muhamad Farid
1118011001
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penyusun juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp.KJ,
M.Kes sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Penyusunan Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran
mengenai gangguan cemas, serta diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Dalam
makalah ini penyusun membahas Gangguan Panik, Gangguan Cemas
Menyeluruh, Gangguan Campuran Cemas Depresi dan Post Traumatic Stress
Disorder. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga
dapat memberi informasi kepada para pembaca.
Penyusun menyadari dalam penyusunan referat ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sehingga lebih baik pada penyusunan referat
berikutnya. Terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti mempunyai rasa cemas, rasa cemas ini terjadi pada
saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu
halm (Kaplan et al., 2010). The Anxiety and Depression Association of America
menuliskan bahwa gangguan kecemasan dan depresi diderita oleh 40 juta
populasi orang dewasa di Amerika pada usia 18 tahun atau lebih (National
Institute of Mental Health, 2010). Diperkirakan 20% dari populasi dunia
menderita kecemasan dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas. Di
Indonesia, masalah gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan dan
depresi pada orang dewasa secara nasional mencapai 11,6%.
Kecemasan berubah menjadi abnormal ketika di dalam diri individu
menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas umumnya. Individu yang
mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami anxiety disorder
(gangguan kecemasan) yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak
rasional. Seseorang dikatakan menderita gangguan kecemasan apabila kecemasan
menimbulkan penderitaan dan mengganggu aktivitas kehidupan individu tersebut.
Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan
dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan
yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh
gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Gangguan campuran cemas
depresi dimana terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masingmasing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Gangguan stress pasca trauma adalah suatu gangguan
kecemasan yang timbul setelah mengalami atau menyaksikan suatu ancaman
kehidupan atau peristiwa-peristiwa trauma sehingga menjadi suatu stressor yang
berat (Elvira & Hadisukanto, 2015).
Beberapa gangguan cemas tersebut sering terjadi dalam masyarakat.
Sehingga perlu diketahuinya perbedaan gejala-gejala antara gangguan panik,
gangguan cemas menyeluruh, gangguan campuran anxietas dan depresi, dan Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) untuk menegakkan diagnosis penyakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Cemas
Definisi
Cemas
didefinisikan
sebagai
suatu
sinyal
yang
menyadarkan,
3. Fobia spesifik;
4. Fobia sosial;
5. Gangguan Obsesif-Kompulsif;
6. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD);
7. Gangguan Stress Akut;
8. Gangguan Cemas Menyeluruh (Maslim, 2013).
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan
somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48) .
F40F48 gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang
berkaitan dengan stres
F40 Gangguan Anxietas Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT (Maslim, 2013)
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT (Maslim, 2013)
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah
sejumlah gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan
medis misalnya infark miokard, hipertiroid, dan hipoglikemia. Sedangkan
diagnosis banding psikiatri untuk gangguan panik adalah bagian dari
gangguan fobik, serangan panik sekunder dari gangguan depresi dan
gangguan stress pasca traumatik (Kaplan, 2010).
Penatalaksanaan
Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita
memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis.
Obat-obatan dan terapi perilaku dapat mengendalikan gejala-gejalanya.
Selain itu, psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan
psikis yang mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas
a.
Farmakoterapi
b.
Psikoterapi
Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan
menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih
setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam
dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan
seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang
diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan mebimbing
secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit. Setelah itu, individu diminta
untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari (Memon, 2011).
10
menurut
pendekatan
psikodinamika
berakar
dari
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh
ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas,
khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan,
gelisah pada hal-hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan
tersebut
mempengaruhi
seluruh
aspek
kehidupannya,
sehingga
11
gangguan
cemas
menyeluruh
menurut
PPDGJ-III
ditegakkan berdasarkan :
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampirsetiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atauhanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja (sifatnya free floatingAtau mengambang).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulitberkonsentrasi, dsb)
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak
dapat santai); dan
12
2.
3.
4.
Nama Generik
Nama
Sediaan
Dosis
Dagang
Diazepin
Tab. 2-5 mg
Lovium
Tab. 2-5 mg
Stesolid
Tab. 2-5 mg
Cetabrium
Amp. 10mg/2cc
Drg. 5-10 mg
Arsitran
Tab. 5 mg
Lorazepam
Tensinyl
Ativan
Cap. 5 mg
Tab.0,5-1-2 mg
2-3 x 1 mg/h
Clobazam
Renaquil
Frisium
Tab. 1 mg
Tab. 10 mg
2-3x
Diazepam
Chlordiazepoxide
Anjuran
10-30 mg/h
15-30 mg/h
1m
5.
Alprazolam
Xanax
Tab.0,25-0,5 mg
mg/h
0,75-1,50
6.
7.
8.
Sulpiride
Buspirone
Hydroxyzine
Alganax
Dogmatil
Buspar
Iterax
Tab.0,25-0,5 mg
Cap. 50 mg
Tab. 10 mg
Caplet 25 mg
mg/h
100-200 mg/h
15-30 mg/h
3x25 mg/h
Prognosis
Prognosis
Gangguan
Kecemasan
Menyeluruh
sukar
untuk
untuk
14
sampai
tertinggi
50%,
walaupun
perkiraan
konservatif
2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik
5. Nafas pendek/terasa berat
15
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Kewaspadaan berlebihan
dan
Penangkapan
berkurang
16
Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai
berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya
keluarga pasien (Kaplan, 2010).
Pedoman diagnostik
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III
1. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing
tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan
anxietas fobik.
3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan.
Jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka
gangguan depresif harus diutamakan.
4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang
jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian
(Maslim, 2013).
Kriteria DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas Depresif
Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan
Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya
1 bulan :
1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau
gelisah tidur tidak puas)
3. Lelah atau energi rendah
4. Iritabilitas
5. Khawatir
6. Mudah nangis
17
7. Hipervigilance
8. Antisipasi hal terburuk
9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
10. Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.
Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.
Penyalahguanaan obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum
Semua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan
distimik; gangguan panik, atau gangguan ansietas menyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain
(termasuk gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam remisi
parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding mencakup gangguan ansietas dan depresif lainnya serta
gangguan kepribadian. Di anatara gangguan ansietas, gangguan ansietas
menyeluruh merupakan gangguan yang lebih besar kemungkinannya untuk
bertumpang tindih dengan gangguan campuran ansietas-depresif. Diantara
ganggguan kepribadian, gangguan kepribadian mengindar, dependen, dan
obsesfi kompulsif dapar memiliki gejala yang mirip dengan gejala gangguan
campuran ansietas-depresif. Diagnosis gangguan somatoform juga harus
dipertimbangkan (Kaplan, 2010).
Penatalaksanaan
Karena studi yang membandingkan modalitas terapi gangguan campuran
ansietas-depresif
tidak
tersedia,
klinis
mungkin
lebih
cenderung
19
c
d
Konsentrasi buruk
Insomnia
2. Intrusions( pengacauan)
a
b
c
Kilasan balik
Mimpi buruk
Ingatan yang hidup
3. Avoidance (penghindaran)
a
b
c
Penegakan Diagnosis
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III:
a
misalnya
saja
beberapa
puluh
tahun
setelah
trauma,
Orang
mengalami,
menyaksikan,
atau
dihadapkan
dengan
21
B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih
cara berikut:
1
Rekoleksi
yang
menderita,
rekuren,
dan
mengganggu
2
3
terjadikembali.
Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tandainternal
traumatik
kejadian traumatik.
Reaktivitas psikologis
ataueksternal
yang
saat
terpapar
menyimbolkan
dengan
atau
tanda
internal
menyerupai
suatu
kaku
karena
responsivitas
umum
(tidak
ditemukan
sebelumtrauma), seperti yang ditunjukan oleh tiga (atau lebih) berikut ini:
1 Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan, atau percakapan yang
2
3
4
yangbermakna.
5 Perasaan terlepas atau asing dari orang lain.
6 Rentang aspek yang terbatas.
7 Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek (Maslim, 2013).
D. Gejala menetap adanya peningkatan kesadaran (tidak ditemukan sebelum
trauma), seperti yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih) berikut:
1 Kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur.
2 Iritabilitas atau ledakan kemarahan.
3 Sulit berkonsentrasi.
4 Kewaspadaan berlebihan.
5 Respon kejut yang berlebihan.
E. Lama gangguan (gejala dalam kriteria B,C,D ) lebih dari satu bulan.
22
gangguan
ini
sampai
efek
zat
hilang.
Klinisi
harus
Cemas
Menyeluruh.
Hal
ini
dikarenakan
ketiganya
Penatalaksanaan
23
Farmakoterapi
Obat yang biasanya digunakan untuk membantu penderita PTSD
meliputi serotonergik antidepresan (SSRI) dimana Selektif Serotonin
Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti Sertraline dan Paroxetine
dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama untuk PTSD karena
efektivitas dan tingkat keamanannya. fluoxetine (Prozac) 10-60
mg/hari, sertraline (Zoloft) 50-200 mg/hari, dan flufoxamin 50300mg/hariserta obat-obatan yang membantu mengurangi gejala fisik
yang terkait dengan penyakit, seperti prazosin (Minipress) , clonidine
2
Prognosis
Kira-kira 30% pasien pulih dengan sempurna, 40% terus menderita gejala
ringan,
20%
terus
menderita
gejala
sedang
dan
10%
tidak
berubah
tua lebih mengalami kesulitan. Prognosis yang baik dapat dicapai bila
kondisi gangguan stres pasca traumatik muncul dalam waktu singkat,
24
dukungan
sosial
yang
BAB III
PENUTUP
25
psikososial.
Penatalaksanaannya
berupa
suatu
kombinasi
terapi
DAFTAR PUSTAKA
26
06,
2016].
Available
from:
http://www.medscape.com/
viewarticle/497207_1
Elvira S, Hadisukanto G. 2015. Buku Ajar Psikiatri UI Jilid 2. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Kaplan H, Sadock, Benjamin. 2010. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis
Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2.
Jakarta: Bina Rupa Aksara Jakarta
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya.
Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Hal. 12
Memon, MA. Panic Disorder Treatment and Disorder. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/287913-treatment.
National Institute of Mental Health. 2010. Depression and College Students,
NIMH, 1-8.
Tomb, D. A. 2000. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal. 96-110
27