Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Fisiologi

KERUTAN USUS DI LUAR BADAN


TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini dilakukan adalah untuk melihat ada tidaknya kerutan dan gerakan
usus jika organ tubuh itu dipisahkan dari tubuh binatang percobaan. Selain itu
juga untuk menjelaskan pengaruh beberapa cairan seperti epinefrin, pilokarpin,
kalsium dan juga pengaruh suhu terhadap gerakan usus yang telah dipisahkan
dari tubuh binatang percobaan tersebut.
ALAT DAN BAHAN
1. Kaki tiga + kawat kasa + pembakar bunsen dengan pipa karet.
2. Gelas beker pirex 600cc
3. Statif
4. Tabung perfusi usus dengan klemnya
5. Pipa kaca bengkok dengan perfusi usus
6. Pompa aquarium
7. Termometer kimia
8. Pencatat gerak usus
9. Kimograf
10. Es + waskom
11. Sepotong usus halus kelinci dengan panjang 5cm
12. Larutan:

Locke biasa dan locke bersuhu 350C

Epinefrin 1:10000

Locke tanpa kalsium

CaCl2 1%

Pilokarpin 0,5 %

CARA KERJA
1. Susunlah alat menurut gambar
2. Hangatkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan locke di dalam
tabung perfusi mencapai suhu 350 C

3. Sediakan sepotong usus halus kelinci


4. Pasang sediaan usus tersebut sebagai berikut:
a. Ikatkan dengan benang salah satu ujung sediaan usus pada ujung pipa
gelas bengkok
b. Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus (usahakan dalam hal ini
supaya sediaan usus tidak terlampaui teregang)
5. Aalirkan udara ke dalam larutan locke dalam tabung perfusi dengan
menggunakan pompa aquarium, sehingga gelembung udara tidak terlalu
menggoyangkan sediaan usus yang telah dipasang itu.
6. Selama percobaan, perhatikan suhu larutan locke dalam tabung perfusi yang
harus dipertahankan pada suhu 350C.

Gambar Latihan
Pengaruh Epinefrin
2

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar


lambat, teteapi setiap kerutan masih tercatat terpisah
2. Catat waktunya dengan interval 5 detik
3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan epinefrin 1:10.000
kedalam cairan perfusi, berikan tanda pada saat penetesan.
4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas.
5. Hentikan tromol dan cucilah cairan usus untuk menghilangkan
pengaruh epinefrin sbb:
a. Pindahkan pembakar bunsen, kaki tiga + kawat kasa dan gelas beker
pireks dari tabung perfusi.
b. Letakkan sebuah waskom dibawah tabung perfusi
c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar
sampai habis.
d. Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan locke yang
baru (tidak perlu yang bersuhu 350C) dan besarkan aliran udara
sehingga usus bergoyang-goyang.
e. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan lockenya.
f. Ulangi hal diatas dua kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan
usus telah bebas dari pengaruh epinefrin
g. Setelah selesai hal-hal diatas, tutup kembali tabung perfusi dan
isislah dengan larutan locke baru yang bersuhu 35 0C serta atur
kembali aliran darahnya.
h. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga + kawat kasa dan
pembakar bunsen.
Pengaruh Ion Kalsium
1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol
2. Hentikan tromol dan gantilah larutan locke dalam tabung perfusi dalam
larutan locke tanpa Ca yang bersuhu 350
3. Jalankan kembali tromol, dan catatlah terus sampai pengaruh
kekurangan ion Ca terlihat jelas.
4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl2 1% kedalam cairan
perfusi. Beri tanda saat penetesan.

5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan


tidak sempurna, gantilah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan
locke baru yang bersuhu 350 C.

Pengaruh Pilokarpin
1. Catat 10 kerutan usus dengan kontrol
2. Tanpa menghentikan tromol. Teteskanlah 2 tetes larutan pilokarpin
0,5% kedalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan
3. Teruskan dengan pencatatan sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas.
4. Hentikan tromol dan hentikan sediaan usus untuk menghilangkan
pengaruh pilokarpin seperti ad.1 sub 4.
Pengaruh Suhu
1. Catatlah 10 kerutan usus sebagai kontrol pada suhu 350C.
2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50C dengan
jalan memindahkan pembakar bunsen dan mengganti air hangat didalam
gelas beker pireks dengan air biasa.
3. Segera setelah tercapai suhu 300 C, jalankan tromol kembali dan catatlah
10 kerutan usus.
4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali
menurunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50C sampai tercapai suhu
200C dengan jalan memasukkan potongan-potongan es ke dalam gelas
beker pireks. Dengan demikian didapatkan pencatatan keaktifan usus
berturut-turut pada suhu 350, 300, 250, dan 200 C.
5. Hentikan tromol dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 350 C, dengan
jalan mengganti air es di dalam gelas beker pireks dengan air.biasa dan
kemudian memanaskan air ini.
6. Segera setelah tercapai suhu 350 C, jalankan tromol kembali, dan
catatlah 10 kerutan usus.
Catatan:

Penurunan suhu secara perlahan-lahan akan memberikan hasil yang


lebih memuaskan.

Penaikkan suhu sehingga normal dapat dilakukan lebih cepat


daripada penurunan suhu.

Koefisien suhu untuk setiap perbedaan 100 (Q10) merupakan


perbandingan antara frekuensi pada t0 dengan frekuensi pada (t0100)
sbb: Q10 = Frekuensi pada t0
Fekuensi pada ( t0 100 )

Tetapi pengukuran yang paling baik ialah dengan membandingkan


kerja (work output) pada t0 dengan kerja pada ( t0 100 )

HASIL PERCOBAAN

PERCOBAAN

TONUS (Besar,
sedang, kecil)

FREKUENSI
(Cepat,
lambat)

AMPLITUDO
(Tinggi,
rendah)

KESIMPULAN
(Menggiatkan,
menghambat)

I. Kontrol

Besar

Cepat

Tinggi

Epinefrin

Kecil

Lambat

Rendah

Menghambat

II. Kontrol

Besar

Cepat

Tinggi

Locke tanpa Ca

Sedang

Lambat

Rendah

Menghambat

CaCl2

Besar

Cepat

Tinggi

Menggiatkan

III. Kontrol

Besar

Cepat

Tinggi

Pilokarpin

Besar

Cepat

Tinggi

Menggiatkan

IV. Kontrol 35

Besar

Cepat

Tinggi

Suhu 30 C

Sedang

Cepat

Rendah

Menghambat
5

Suhu 25 C

Kecil

Lambat

Rendah

Menghambat

Suhu 20 C

kecil

Lambat

Rendah

Menghambat

Kembali 35 C

Besar

Cepat

Tinggi

Menggiatkan

PEMBAHASAN
Usus yang terdiri dari otot polos, memiliki aktivitas yang dipengaruhi oleh saraf
otonom. Kekuatan dan kecepatan gerakan usus dipengaruhi oleh saraf simpatis dan
saraf parasimpatis. Saraf simpatis bekerja menghambat aktifitas usus sedangkan saraf
parasimpatis bekerja menstimulasi aktifitas usus.
Obat-obatan yang bekerja terhadap sistem saraf ototnom dibagi ke dalam 5 kelompok,
yaitu:
1. Parasimpatominetik (kolinergik) merupakan obat-obatan yang memiliki efek
menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktifitas susunan saraf parasimpatis.
Contohnya adalah asetikkolin dan pilokarpin.
2. Parasimpatolitik (antikolinergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek
yang menghambat efek saraf parasimpatis. Contohnya adalah atropin.
3. Simpatominetik (adrenergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek yang
menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktifitas susunan saraf simpatis.
Contohnya adalah epinefrin.
4. Sempatolitik (antiadrenergik), merupakan obat-obatan yang bekerja dengan
menghambat efek aktifitas saraf simpatis. Contohnya adalah resepin dan
propanolol.
5. Obat ganglion, merupakan obat-obatan yang merangsang atau menghambat
penerusan impuls di ganglion. Contohnya adalah nikotin dan pentolinum.

Pilokarpin berasal dari tanaman pilocarpus jaborandi dan pilokarpus microphyllus.


Pilokarpin bekerja pada efektor muskarinik dan memperlihatkan efek nikotinik.
Pilokarpin menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat, kelenjar air mata, dan
kelenjar ludah.
Efek terhadap kelenjar keringat ini terjadi karena perangsangan langsung (efek
muskarinik) dan sebagian karena perangsangan ganglion (efek nikotinik). Secara
anatomi kelenjar keringat termasuk sistem simpatik yang memiliki neurotransmitter
asetilkolin. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya hiperhidrolisis oleh zat kolinergik.
epinefrin termasuk ke dalam obat-obatan yang bersifat adrenergik golongan
katekolamin. Penggunaan klinis epinefrin dapat diterapkan pada sistem kardiovaskular,
sistem saraf pusat, otot polos, proses metabolik, dan lain-lain. Dalam sistem
kardiovaskular

pemberian

epinefrin

dapat

mengakibatkan

vasokonstriksi,

meningkatkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan


kekuatan kontraksi jantung. Dalam sistem saraf pusat epinefrin dapat merangsang
terjadinya kegelisahan, rasa khawatir, sakit kepala, dan tremor. Efek epinefrin pada otot
polos bergantung pada reseptor yang terdapat pada organ. Pada saluran cerna terjadi
relaksasi otot polos saluran cerna, pada uterus terjadi penghambatan tonus dan
kontraksi uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor kandung kemih,
dan pada pernapasan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.
Dalam proses metabolic epinefrin menstimulasi glikogenesis di sel-sel hati dan otot
rangka serta lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak. Pemberian
epinefrin dapat juga menghambat sekresi kelenjar, menurunkan tekanan intraokular,
dan mempercepat pembekuan darah.
Pengaruh ion kalsium adalah menggiatkan kerutan usus. Frekuensi kerutan usus lebih
cepat, dan amplitudo lebih tinggi dibandingkan dengan kerutan usus dalam larutan
Locke biasa (tanpa ion kalsium). Pengaruh suhu: pada suhu 35 kerutan usus paling
optimal. Dengan bertambah turunnya suhu, maka frekuensi dan amplitudo juga akan
menurun. Semakin rendah suhu, frekuensi akan bertambah lambat, dan amplitudo akan
bertambah rendah. Sedangkan pengaruh larutan locke pada percobaan hanyalah untuk
menyamakan keadaan tubuh kelinci dimana cairan ini adalah cairan yang dibuat
7

menyamakan cairan tubuh manusia atau hewan sperti halnya larutan ringer atau
thyrode.
Pada praktikum, dilakukan percobaan pengaruh obat pada organ usus yang terisolasi
dari seekor kelinci. Dari hasil praktikum yang diamati, setelah usus diberikan
epinefrin, hasil kimograf menunjukkan kontraksi usus menurun dari normal. Hal ini
seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa epinefrin memiliki efek menghambat kerja
dan sistem saraf parasimpatis.
Pada percobaan berikutnya dimana usus diberikan rangsangan pilokarpin, kontraksi
usus meningkat dari normal. Pilokarpin ini bersifat parasimpatomemetil dimana efek
yang ditimbulkan adalah meningkatkan kerja dari sistem saraf parasimpatis. Hal inilah
yang menyebabkan meningkatnya frekuensi dan amplitudo pada gerakan usus tersebut.
Pada percobaan yang dilakukan, banyak sekali ketidaksempurnaan yang terjadi, hal ini
menyebabkan hasil yang didapat pada kimograf juga tidak menjadi maksimal seperti
yang seharusnya. Hal ini terjadi mungkin akibat kurang telitinya mahasiswa melakukan
percobaan tersebut, sehingga hasil yang diinginkan tidak menjadi maksimal.

KESIMPULAN
Usus kelinci yang digunakan dalam percobaan merupakan otot polos yang kerjanya
masih berhubungan dengan pusat sistem saraf simpatis dan parasimpatis di susunan
saraf pusat. Kerja otot polos ini juga dipengaruhi oleh cairan-cairan yang dipakai pada
percobaan seperti epinefrin, pilokarpin, locke, calsium dan juga pengaruh suhu yang
memiliki efek menghambat ataupun meningkatkan kerja otot polos ini yang ditandai
dengan gerakan usus kelinci pada kimograf.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008

2. Guyton, Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008
3. Barret KE. Barman SM. Boitano S. Brooks HL. Ganongs review of medical
physiology. 23rd ed. Singapore: Mc Graw Hill; 2010.p.429-67

Anda mungkin juga menyukai