PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
Pembimbing:
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 60 tahun
Agama : Kristen
Alamat : Mangga Besar Tamansari
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal periksa : 31 Oktober 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis secara : Autoanamnesis pada tanggal 31 Oktober 2018
Keluhan Utama : Mata kiri merah sejak 3 hari yang lalu
B. STATUS OFTALMOLOGI
2
Dalam, jernih, hifema (-), Camera Oculi Dalam, jernih, hifema (-),
hipopion (-) Anterior hipopion (-)
(COA)
Coklat, kripte (-), sinekia (-), Coklat, kripte (-), sinekia (-),
koloboma (-) Iris koloboma (-)
Reguler Reguler
Letak sentral, hitam Pupil Letak sentral, hitam
Diameter 3 mm Diameter 3 mm
Refleks pupil L/TL : (+/+) refleks pupil L/TL : (+/+)
Jernih, shadow test (-) Lensa Jernih, shadow test (-)
Jernih Badan Kaca Jernih
Tidak dilakukan Retina Tidak dilakukan
N/palpasi TIO N/palpasi
Test konfrontasi normal Kampus visi Test konfrontasi normal
V. RESUME
Subjektif:
Telah di periksa seorang pasien perempuan berusia 60 tahun datang ke poliklinik mata
RS Husada dengan keluhan mata kiri merah sejak kurang lebih 3 hari sebelum di periksa.
Keluhan disertai rasa berair minimal. Pasien punya riwayat darah tinggi, riwayat bersin 4 hari
yang lalu dan pernah mengocek mata 3 hari yang lalu. Tidak ada riwayat alergi sebelumnya.
Objektif:
Status oftalmologi :
3
Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-) perdarahan injeksi siliar (-)
subkonjungtiva (-), perdarahan
pterigium (-), pinguekula (- subkonjungtiva (+),
), kemosis (-) pterigium (-), pinguekula
(-), kemosis (-)
Putih Sklera Merah (arah temporal)
Jernih, permukaan rata, Jernih, permukaan rata,
infiltrate (-), sikatrik (-), infiltrat (-), sikatrik (-),
keratik presipitat (-), ulkus Kornea keratik presipitat (-), ulkus
(-), arkus senilis (+), (-), arkus senilis (+),
edema (-) edema (-)
VI. DIAGNOSIS
DIAGNOSA DIFFERENSIAL
1. OS Perdarahan Sub-konjungtiva et causa trauma
2. OS Konjungtivitis
3. OS Skleritis
DIAGNOSA KERJA
OS Perdarahan Subkonjungtiva
VII. TERAPI
Promotif
4
■ Menjelaskan apa itu perdarahan subkonjungtiva
■ Menjelaskan bahwa penyakit ini tidak menular
■ Menjelaskan bagaimana cara menjaga kesehatan mata
Preventif
■ Hindari mengangkat beban berat dan mengedan kuat
■ Pastikan penyakit hipertensi dikontrol baik
■ Jangan mengucek-ngucek mata, menjaga kebersihan mata
Curative
■ Vasacon (Nafazolin HCl) 4x 1 tetes/ hari pada mata kiri
■ Asam Traneksamat 3x500mg
Rehabilitatife
■ Minum obat secara teratur
■ Istirahat yang cukup
■ Hindari mengangkat beban berat dan mengedan kuat
IX. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam : bonam ad bonam
Ad Fungsionam : bonam ad bonam
Ad Sanationam : bonam ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
5
Konjungtiva
Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di
forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel
epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Asbury, 2007). Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk
dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial
dan dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2010).
6
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari
jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata
(Vaughan, 2010).
Fisiologi
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang dipermukaan dalam
kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari
adanya infeksi.Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden
dengan aliran di kelopak mata. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan bergabung ke
lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.
2. Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi
3. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea pada limbus.
Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula
Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke
septum orbitale di forniks dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak
dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah
bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus. Struktur epidermoid kecil
semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan
merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa (Prihatno, 2012).
Perdarahan dan Persarafan
Arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini
beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola
arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva
tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak
mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
(oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Perdarahan Subkonjungtiva
7
Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva. Darah
terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya
mengkhawatirkan bagi pasien.
Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini
dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur. Penelitian epidemiologi di Kongo rata-rata
usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30,7 tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian
besar terjadi unilateral. Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas
dengan suatu kondisi keadaan tertentu. Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan
angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria,
penyakit sickle cell dan melahirkan.
Etiologi
1) Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Italia mengenai kaitan
genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva
didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor
predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai
faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.
8
Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.
2) Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah, muntah, bersin).
3) Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata)
4) Hipertensi
5) Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau
infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik,diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
6) Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah mempunyai
hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin.
7) Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
8) Beberapa infeksi sistemik dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia,
demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles dll).
9) Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang,
kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
10) Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh
penggunaan lensa kontak adalah konjungtiva khalasis dan pinguecula.
11) Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting pada
patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Manifestasi klinis
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva
selain terlihat darah pada bagian sklera. Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada
yang mengganjal dan penuh di mata. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal). Tidak ada tanda peradangan, kalaupun ada biasanya peradangan yang ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan
ukurannya karena di absorpsi (Scholate, 2006).
Patofisiologi
9
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata (sklera) dan
bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva
mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini
umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh
darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya
perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di
sclera. Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat
subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan
menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas.
Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya
tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena
perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit (K lang, 2000).
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di
bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat
dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat
trauma,ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang
bermuara ke ruang subkonjungtiva. Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi
dua,yaitu :
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu
dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali, untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan
hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.
10
Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dari anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis
dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan.
Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih
lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus
disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine atau pantocain (topikal
anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau
terdapat fotofobia. Pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata
sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. Selanjutnya,
periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit
lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu
prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit (Sidharta, 2010).
Diagnosis banding
1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut.
3. Perdarahan Sub-konjungtiva et causa trauma
4. Skleritis
Penatalaksanaan
11
untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang (Sidharta,
2010).
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini :
Komplikasi
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan
keadaan lain, mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan
kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler.
Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat
diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten
atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Asbury T,Riordan-Eva P.Alih Bahasa:Tambajong J, Pendit BU. 2007. Jakarta:
Widyamedika
2. Asbury T,Sanitato JJ.Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14.2009.Jakarta: Widia
medika.
3. Graham, R. K.Subconjuntival Hemorrhage1st Edition. 2009. Medscape’s Continually Updated
Clinical Reference.Diakses tanggal 31 Oktober 2018, dilihat
http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview.
4. K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook. 2000. Thieme Stuttgart : New York.
Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 – 4
5. Prihatno AS. Cedera Mata. 2012 (Diakses dari website www.medicastore.com,
2000.pada tanggal 31 Oktober 2018)
6. Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology. 2006. Jakarta: Airlangga.
7. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. 2010. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
8. Sjukur BA, Yogiantoro M. Konjungtiva. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi
penyakit mata. 2012. Jakarta: Balai Pustaka.
9. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. 2000. Widia Meka : Jakarta.
13