Anda di halaman 1dari 29

Kajian

PERNIKAHAN DINI
PADA BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA:
DAMPAK OVERPOPULATION, AKAR
MASALAH DAN PERAN KELEMBAGAAN DI
DAERAH
Pokja Analisis Dampak Sosial Ekonomi
terhadap Kependudukan
Ditdamduk
BKKBN 2012

Tim Pelaksana Kajian


Penanggung Jawab:
Drs. Suyono Hadinoto, M.Sc.
Pengarah/Ketua Tim:
Dr. Tb. Rachmat Sentika, dr, Sp. A, MARS
Anggota:
Aminullah, S.Sos, MM (Koordinator)
Tubagus Adi Satria P, SE, ME
Ristya Ira Murti, SE, MAPS
Fajar Ajie Setiawan, SIP
Editor
Tito Agung Yuswono, SE

Fakta Indonesia
Indonesia termasuk negara
dengan persentase
pernikahan usia muda
tinggi di dunia (ranking 37)
Tertinggi kedua di ASEAN
setelah Kamboja
Pada tahun 2010, terdapat
158 negara dengan usia
legal minimum menikah
adalah 18 tahun ke atas,
dan Indonesia masih diluar
itu.

Fakta Indonesia
Perempuan muda di Indonesia dengan
usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0.2
persen atau lebih dari 22.000 wanita
muda berusia 10-14 tahun di Indonesia
sudah menikah.
Jumlah dari perempuan muda berusia
15-19 yang menikah lebih besar jika
dibandingkan dengan laki-laki muda
berusia 15-19 tahun (11,7 % P : 1,6 %
L). diantara kelompok umur perempuan
20-24 tahun - lebih dari 56,2 persen
sudah menikah.
RISKESDAS 2010

Fakta Indonesia
Provinsi dengan
persentase perkawinan
dini (<15 th) tertinggi
adalah Kalimantan
Selatan (9 persen), Jawa
Barat (7,5 persen), serta
Kalimantan Timur dan
Kalimantan Tengah
masing-masing 7 persen
dan Banten 6,5 Persen

Provinsi dengan
persentase perkawinan
dini (15-19 th) tertinggi
adalah Kalimantan
Tengah (52,1%), Jawa
Barat (50,2 persen),
serta Kalimantan
Selatan (48,4%), Bangka
Belitung (47,9%) dan
Sulawesi Tengah
(46,3%)

Mengapa Isu ini Penting untuk Dikaji


Selama ini penelitian
terkait pernikahan dini
masih sangat terbatas
dan lebih banyak kepada
analisis kajian kesehatan
ataupun kajian hukum
dan agama
Kajian dari sisi
kependudukan sulit
diperoleh terutama
dampaknya dari sisi sosial
ekonomi

Promosi himbauan
menikah muda belum
dikuatkan dengan kajian
yang komprehensif secara
kependudukan (tidak
sebatas KB dan AKI)
Isu menikah muda belum
menyentuh masyarakat
desa, perlu dikaji lebih
mendalam sehingga ada
justifikasi untuk advokasi
kependudukan

Rumusan Masalah
Masalah
Pernikahan Dini merupakan
gambaran rendahnya
kualitas kependudukan dan
menjadi fenomena
tersendiri di masyarakat
Akibat yang timbul di
tingkat keluarga beragam
dan berdampak langsung
pada kesejahteraan
keluarga
Respon atas masalah ini
baru sebatas isu namun
belum menjadi perhatian
kebijakan

Pertanyaan Masalah
Sejauh mana dampak
kependudukan yang terjadi
saat ini terkait dengan
pernikahan usia dini di
tingkat keluarga?
Intervensi kebijakan apakah
yang perlu dilakukan agar
pengaturan usia pernikahan
untuk pengendalian
dampak kependudukan
dapat dilakukan secara
tepat dan akurat?

Tujuan
Memperoleh gambaran komprehensif dampak
kependudukan yang terjadi terkait dengan
pernikahan usia dini di tingkat keluarga
Memperoleh rekomendasi kebijakan secara
akurat terkait dengan upaya pengaturan usia
pernikahan untuk pengendalian dampak
kependudukan

Obyek, Waktu dan Metodologi


Penelitian
Studi Kualitatif
Obyek
Pendekatan case study
Studi kasus di 4
dan grounded theory
Provinsi
Data Primer
Pengambil Kebijakan
Indepth interview
dan Pelaku
Focus Group
Waktu:
Discussion
Januari-September
2012

Data Sekunder
Data Statistik
Literatur

Pilihan Lokasi (4 Prov)*

Kalimantan Selatan
Bangka Belitung
Sulawesi Tengah
Jawa Barat

*Justifikasi Pemilihan Lokasi:


Kawasan dengan tingkat perkawinan dini paling tinggi
berdasarkan Riskesdas 2010

Penyebab Pernikahan Dini


Pernikahan dini secara frekuen
merefleksikan pernikahan yang telah diatur
atau karena kehamilan di luar nikah
Jones & Gubhaju (2008), Trends in
Age at Marriage in Provinces of
Indonesia, Asia Research Institute
Working Paper no 105

Penyebab Pernikahan Dini


pernikahan sebelum
usia 18 tahun pada
umumnya terjadi pada
wanita Indonesia terutama
dikawasan pedesaan. .....
.Pendidikan
Perempuan yang lebih
tinggi terkait erat dengan
usia pernikahan remaja
yang lebih lambat..

Choe, Thapa, dan Achmad


(dalam Early Marriage and
Childbearing in Indonesia
and Nepal, 2001)

Akibat Pernikahan Usia


Dini
Lama
Sekolah
Rendah
Drop Out
Sekolah
tinggi

Subordinasi
Keluarga

Pernikahan
Dini
Hak
Kespro
Rendah

KDRT
Peluang
Kematian
Ibu Tinggi

Early marriage is associated


with a number of poor social
and physical outcomes for
young women and their
offspring. They attain lower
schooling, lower social status
in their husbands families,
have less reproductive
control, and suffer higher
rates of maternal mortality
and domestic violence. They
are often forced out of
school without an education,
their health is affected
because their bodies are too
immature to give birth.
Consequences of Early
Marriage for Women in
Bangladesh, Erica Field Harvard
University, September 2004.

Relevansi dengan
Pencapaian MDGs 2015
Goal 1. Eradicating
poverty and hunger
Goal 2. Achieving
universal primary
education
Goal 3. Promoting gender
equality
Goal 4. Protecting
childrens lives
Goal 5&6. Improving
Health

Kerangka Pemikiran
Penyebab

ASPEK
SOSIAL
EKONOMI

Pendidikan
Rendah
Kebutuhan
Ekonomi
Kultur nikah
muda

PERNIKAHAN
DINI

Pernikahan
yang diatur

KDRT

Aspek Kebijakan

Budaya, Kebiasaan dan


Prakteknya

Aspek Budaya

Aksesibilitas
Kesejahteraan
Keterbukaan
/Kesetaraan

Seks Bebas
pada Remaja
Kematian Ibu

Respons Kebijakan
Publik

Kespro

Subordinasi

Drop Out

Aspek
Kesempatan

Akibat

Dasar Hukum terkait Pernikahan Dini


Universal Declaration of Human Rights
Supplementary Convention on the Abolition of Slavery, the
Slave Trade, and Institutions and Practices Similar to Slavery
Convention on Consent to Marriage, Minimum Age for
Marriage and Registration of Marriages
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
against Women (CEDAW)
Convention on the Rights of the Child (CRC).
UU Perkawinan no 1 / 1974
UU Perlindungan Anak no 23/2002
UU KDRT
UU HAM

ANALISIS PERBANDINGAN

Akar Masalah Utama


Akar Masalah

Kalsel
(Banjar)

Bangka
Sulteng
Jabar
(Bangka (Donggala (Cianjur)
Selatan)
)
Ya
Ya
Ya

Modernisasi

Ya

Pendidikan

Ya

Ya

Ya

Ya

Tekanan
Ekonomi
Sosial Budaya

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

Ya

Ya

Peran Lembaga Adat/Agama

Peran

Kalsel
(Banjar)

Tokoh

Adat/Agama
Kuat

Lemah

Bangka
(Bangka
Selatan)

Sulteng
Jabar
(Donggala) (Cianjur)

Adaptif

Ya

Ya

Resisten

Ya

Ya

Peran Lembaga Keluarga


Peran Orang Tua
Kalsel
dalam
(Banjar)
pengambilan
keputusan
pernikahan dini
Modernisasi Takut/tidak
permisif
Pendidikan Bukan
Prioritas
Tekanan Tidak
Ekonomi pengaruh
Sosial Budaya Berpengaruh

Bangka
(Bangka
Selatan)

Permisif
Bukan
Prioritas
berpengaruh
Tidak
berpengaruh

Sulteng
(Donggala)

Takut/tidak
permisif
Bukan
Prioritas
berpengaruh

Jabar
(Cianjur)

Takut/tida
k permisif
Bukan
Prioritas
Berpengar
uh
berpengaruh Berpengar
uh

Peran Pemerintah Daerah


Peran Pemerintah
Kalsel
pernikahan dini
(Banjar)

Bangka
(Bangka
Selatan)

Pemahaman Cukup
Kurang
Aparat
Perencanaan Tidak ada Tidak ada
Kebijakan
Koordinasi Tidak ada Tidak ada
Kebijakan (sinergi
lintas sektor)
Sosialisasi, Ada,
Advokasi Lemah

Ada, Lemah

Sulteng
(Donggala)

Jabar
(Cianjur)

Cukup

Cukup

Tidak Ada

Ada,
lemah

Tidak ada

Ada,
Lemah

Ada, Lemah

Ada, Kuat

TEMUAN-TEMUAN PENTING

Temuan Penting
Gejala Modernisasi dan Perubahan Perilaku masyarakat
latar masalah utama yang dihadapi seluruh provinsi
yang diamati dalam mengatasi pernikahan dini yakni
modernisasi dan tingkat pendidikan yang rendah.
Arus modernisasi masuk pesat dalam masyarakat.
ditunjukkan oleh pola konsumsi dan pola pemakaian
jasa anggota masyarakat secara tinggi jasa arus
informasi yang masuk dengan sangat pesat.
berdampak pada perubahan perilaku penduduk di
seluruh Provinsi yang dikaji dan mendorong kebiasaan
hidup konsumtif
generasi muda
menyebabkan terjadinya culture shock pada
masyarakat.

Temuan Penting
Rendahnya minat masyarakat atas pendidikan.
Peningkatan kesejahteraan akibat pertumbuhan
ekonomi tidak dibarengi dengan peningkatan
kualitas hidup penduduk di bidang pendidikan.
minat masyarakat untuk meningkatkan kualitas
pendidikan rendah.
banyak pelaku pernikahan dini yang keluar
sekolah justru masih di usia SMP.
sangat kentara terjadi di seluruh Provinsi yang
diamati khususnya di Kalimantan Selatan dan
Bangka-Belitung yang mengalami booming
perekonomian paling pesat dalam satu dasawarsa
akibat pertambangan.

Temuan Penting
Tekanan Ekonomi di Tingkat Keluarga.
Peningkatan konsumsi tinggi mendorong tekanan
ekonomi yang semakin tinggi pada keluarga.
menyebabkan keluarga baik orang tua maupun
anak lebih memilih bekerja untuk segera
memperoleh pendapatan dan memenuhi
kebutuhannya ataupun menikahkan segera anak
untuk mengurangi beban keluarga (tekanan
ekonomi)
Dimensi tekanan ekonomi inilah yang sangat
mewarnai pengambilan keputusan orang tua
dalam menikahkan anaknya, hal ini terjadi di
seluruh provinsi kecuali di Kalimantan Selatan.

Temuan Penting
Budaya sebagai alasan dasar pernikahan dini.
Dimensi budaya memang masih kuat terjadi
sejak dulu
Namun semakin memupus pengaruhnya pada
beberapa Provinsi dan bahkan menghilang di
Provinsi Bangka Belitung khususnya dalam
satu dasawarsa terakhir.
Seringkali dimensi budaya hanya dijadikan
alasan menutupi alasan tekanan ekonomi.

Temuan Penting Lainnya


Peran Adat dan Agama sebagai Kontrol
Sosial.
Peran orang tua dalam keluarga sangat
dominan.
Lemahnya Peran Pemerintah dalam hal
Koordinasi dan Perencanaan Kebijakan
pengendalian pernikahan dini.

Rekomendasi
Harus dilakukan sosialisasi dan advokasi secara langsung
dan intensif di lapangan sebagai antisipasi gejala
Modernisasi dan perubahan perilaku masyarakat termasuk
penguatan peran lembaga sekolah khususnya di tingkat
SMP.
Penguatan peran tokoh Adat dan Tokoh Agama sebagai
Kontrol Sosial.
Peningkatan kapasitas orang tua khususnya dalam
meningkatkan minat atas pendidikan dan mengurangi
tekanan ekonomi di Tingkat Keluarga.
Penguatan peran Pemerintah Daerah dalam hal
pengendalian pernikahan dini melalui perencanaan
kebijakan dan koordinasi lintas sektor secara intensif.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai