Anda di halaman 1dari 11

Abses Hati Amebik

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


2014
Jalan Arjuna Utara no.6
Jakarta 11510

Pendahuluan
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya berhubungan
dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya
arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan dengan
kasus abses hati amebik lebih sering berbanding abses hati pyogenik dimana penyebab
infeksi dapat disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri ataupun parasit.1
Abses hepar merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
parasit, jamur, ataupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem GIT, ditandai dengan
proses supurasi dengan pembentukan pus, terdiri dari jaringan hepar nekrotik, sel inflamasi,
dan sel darah dalam parenkim hepar.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk negara berkembang, pernah terinfeksi
Entamoeba histolytica dan hanya 10% dari yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala.
Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi
adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik dimana lakilaki lebih sering terinfeksi dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 serta banyak
dijumpai pada usia dewasa dekade IV. Usia berkisar antara 20-50 tahun terutama pada
dewasa muda dan lebih jarang pada anak-anak. Adapun faktor resiko pada abses hati adalah
konsumsi alkohol, kanker, homoseksual, imunosupresi, malnutrisi, usia tua, kehamilan, dan
penggunaan steroid.2
Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu Abses Hepar Amuba (AHA) dan Abses
Hepar Piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal,
dan paling sering terjadi di daerah tropis/subtropik. AHA lebih sering terjadi endemik di
1

negara berkembang dibanding AHP. AHA terutama disebabkan oleh E.histolytica.


Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan massa pada dinding abdomen (ameoboma)
seperti halnya disentri akut.
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan:
Keluhan utama, sejak kapan?
Riwayat penyakit sekarang (sejak kapan, dimana, keluhan penyerta, faktor pencetus,

riwayat obat yang telah dikonsumsi, perbaikkan/perburukkan)


Apakah nyeri disertai demam, rasa mual ,muntah, penurunan nafsu makan dan lemah?
Apakah ada rasa gatal dan berat badan menurun?
Apakah ada muntah atau BAB yang disertai darah? Warna urin dan tinja?
Apakah ada obat atau jamu yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama?
Riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial, alkohol
Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapati pasien laki-laki usia 38 tahun dengan tinggi badan 174cm
dan berat badan 60kg.

Tekanan darah didapat 80/60mmHg, frekuensi denyut jantung

86x/menit, suhu 36.5C, frekuensi pernapasan 19x/menit, dan Murphy sign negatif.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah didapat Hb 11g/dL, leukosit 7400/uL, trombosit 354.000/uL, serta
USG abdomen didapat SOL hipoekoik, inhomogen, batas tegas, 5.6x7.4, sugestif abses hati.
Diagnosis kerja
Amebiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Entamoeba histolytica yang
dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sekitar 100.000 orang diperkirakan meninggal
setiap tahunnya karena infeksi kolitis amebik dan abses hati amebik. 3

Terkadang

mendiagnosis abses hati amebik menjadi sulit karena manifestasi klinisnya sangat bervariasi.
Di daerah yang endemik, abses hati amebik harus selalu diduga pada pasien dengan demam,
berat badan turun, serta nyeri abdomen kuadran kanan atas.4
Teknik pencitraan atau imaging seperti ultrasonografi, CT scan, dan MRI memiliki
sensitivitas yang sangat baik dalam mendeteksi abses hati secara general, namun masih tidak
2

bisa membedakan abses hati amebik dari abses hati pyogenik, atau tumor nekrosis. Sebagian
besar pasien dengan abses hati amebik tidak menderita kolitis amebik, sehingga pemeriksaan
tinja mikroskopik atau deteksi antigen di sampel tinja tidak mendukung diagnosis. Tidak
sampai 10% pasien dapat diidentifikasi amubanya di tinja.5
Tes serologi dapat menunjukkan adanya antibodi antiamuba di serum dan positif pada
sebagian besar pasien dengan abses hati amebik.

Kelemahan dari tes serologi yang

mendeteksi antibodi terhadap antigen amuba total adalah individu di daerah endemik dapat
menunjukkan hasil positif meskipun bertahun-tahun setelah infeksi.6,7
Diagnosis banding
Abses hati piogenik dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, seperti
radang bilier, dari daerah splangnik melalui vena porta atau dari bagian tubuh manapun
melalui arteri hepatica, serta trauma/infeksi langsung dari hepar atau sistem disekitarnya.
Gambaran klinis abses hepar piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang lebih berat
dari abses hepar amebik.
Secara klinis, ditemukan demam yang naik turun, rasa lemas, penurunan berat badan
dan nyeri perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan atau pada kuadran kanan atas. Nyeri
sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan.

Demam hilang timbul atau

menetap bergantung pada jenis abses atau kuman penyebabnya. Pada penderita abses hati
piogenik ditemukan gejala dan tanda efusi pleura, asites, diare, dan ikterus.
Ikterus pada abses hepar piogenik disebabkan oleh penyakit saluran empedu disertai
dengan kolangitis supurativa serta pembentukan abses multiple. Pada pemeriksaan mungkin
didapatkan hepatomegali, ketegangan pada perut kuadran lateral atas abdomen, atau
pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada perkusi. Apabila abses
terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat teraba adanya massa di regio epigastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (> 10.000/mm3) pada 7596% pasien, walaupun beberapa kasus menunjukkan nilai normal. Laju endap darah biasanya
meningkat dan dapat terjadi anemia ringan pada 50-80% pasien. Alkali fosfatase dapat
meningkat pada 95-100% pasien. Peningkatan serum aminotransferase aspartat dan serum
aminotransferase alanin didapatkan pada 48-60% pasien. Peningkatan bilirubin didapatkan
pada 28-73% pasien. Penurunan albumin (<3 g/dL) dan peningkatan globulin (>3 g/dL)
masih diamati. Masa protrombin meningkat pada 71-87% pasien.

Hasil kultur darah positif pada 52% kasus dan kuman patogen yang paling sering
ditemukan adalah spesies Streptococcus dan Escherichia coli, sedangkan di Asia yang paling
sering ditemukan adalah Klebsiella.8

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hepar primer yang paling sering ditemukan.

Patogenesis

hepatoma belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor yang diduga sebagai
penyebabnya antara lain yaitu virus hepatitis B dan C, sirosis hepar, aflatoksin, infeksi
beberapa macam parasit, serta ras dan keturunan.
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimptomatik hingga yang gejala dan
tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang tersering dikeluhkan adalah nyeri
atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen. Keluhan gastrointestinal lain ialah
anoreksi, kembung, konstipasi, atau diare. Sesak napas juga dapat dirasakan akibat besarnya
tumor yang menekan diafragma, atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian besar
pasien hepatoma sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi,
maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia,
penurunan berat badan, ikterus.1
Keluhan yang disertai demam umumnya terjadi akibat nekrosis pada sentral tumor.
Penderita dapat secara mendadak merasa nyeri perut yang hebat, mual, muntah, dan tekanan
darah menurun akibat pendarahan pada tumornya. Diagnosis hepatoma, selain memerlukan
anamesis dan pemeriksaan fisik, juga memerlukan beberapa pemeriksaaan penunjang seperti
pemeriksaan radiologi (rontgen), ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT
scan), peritneoskopi, dan test laboratrium. Diagnosa yang pasti ditegakkan dengan biopsi
jaringan hepar.
Selain menimbulkan gangguan faal, hepatoma juga menghasilkan beberapa jenis
hormon yang dapat meningkatkan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa feto
protein dalam darah. Gangguan faal hepar menyebabkan peningkatan kadar SGOT, SGPT,
alkali fosfatase, laktat dehidrogenase, dan alfa-L-fukosidase. Pengobatan hepatoma yang
telah dilakukan sampai saat ini adalah dengan obat sitostatik, embolisasi, atau pembedahan.
Prognosis umumnya buruk. Tanpa pengobatan, kematian penderita dapat terjadi kurang dari
setahun sejak gejala pertama.
Penatalaksanaan
4

Antibiotik golongan imidazol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat


memberantas amuba pada usus maupun hati. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari
selama sepuluh hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses hati amebik. Pemberian
intravena sama efektifnya, diindikasikan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada
penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol
secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis
terjadi dalam 3 hari, dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam
7 sampai 10 hari. Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi
pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual, neuropati perifer jarang terjadi.
Emetin, dihidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses hati amebik yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal. Karena obat ini
hanya memberantas amuba yang invasif, maka diperlukan pemberian obat yang bekerja
dalam usus secara bersamaan sehingga pemberian metronidazol dapat dilanjutkan. Setelah
terapi abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah
kekambuhan. Agen luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin
dan diloxanide furoate.
Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki
therapeutic range yang sempit, dapat terjadi proaritmia -- efek kardiotoksik yang
diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan
dilakukan pemantauan tanda vital secara teratur.
Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami
komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi multidrug
untuk mempercepat perbaikan gejala klinis.

Dosis dihidroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari

intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat diberikan per oral.
Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.
Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan
dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat
tunggal. Saat ini, klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain
amuba yang resisten terhadap metronidazol.

Kombinasi klorokuin dan emetin dapat

menyembuhkan 90% hingga 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.


Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala klinisnya tidak
menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan, akan menunjukkan
perbaikan dengan cara aspirasi abses.
5

Selain untuk mengurangi gejala-gejala penekanan, aspirasi abses juga berguna untuk
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga dapat mengurangi risiko ruptur
pada abses yang volumenya lebih dari 250ml, terletak pada lobus kiri hepar, atau lesi yang
disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, serta untuk kepentingan diagnostik:
membedakan dengan abses hati piogenik.

Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan

metronidazol merupakan kontraindikasi, seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk
melakukan injeksi obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan
dengan tuntunan USG. Bila abses menunjukkan adanya infeksi sekunder, drainase terbuka
adalah pilihan terapinya.

Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan


perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat.

Infeksi sekunder pada rongga abses setelah

dilakukan drainase perkutan juga dapat terjadi.

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik


dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi
tetapi mengancam jiwa penderita, baik disertai atau tidak disertai ruptur abses.
Tindakan operasi juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita
dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga diindikasikan
untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil.
Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi
terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal. Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan
dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi berhasil mengeluarkan abses dan mencegah
tindakan laparotomi.

Epidemiologi

Amerika Serikat

Abses hati amebik merupakan kasus yang jarang di Amerika Serikat. Biasanya ditemukan
pada imigran atau pendatang. Pada tahun 1994, terdapat 2.983 kasus amebiasis yang
6

dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Penyakit ini telah dihapus dari Sistem
Surveilans Penyakit Nasional di tahun 1995. Sekitar 4% pasien dengan kolitis amuba dapat
berkembang menjadi abses hepar amuba.

Internasional

Sekitar 40-50 juta orang di seluruh dunia terinfeksi setiap tahunnya, dan sebagian infeksi
terjadi di negara berkembang. Prevalensi infeksi lebih tinggi 5-10% di daerah endemik dan
kadang-kadang 55%. Prevalensi tertinggi ditemukan di negara-negara berkembang yang
beriklim tropis, terutama di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Selatan dan daerah tropis di
Asia dan Afrika.
Etiologi
Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada
manusia. Sebagai host definitif, individuindividu yang asimtomatis mengeluarkan trofozoit
dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran
yang terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran
manusia dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kista tertelan, dinding kista
tercerna oleh enzim-enzim yang ada di duodenum, keluarlah trofozoit imatur.
Trofozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum. Sebagian besar trofozoit
kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau berkembang
menjadi disentri amuba. Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding
colon. Strain ini berbentuk trofozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan sel
darah merah dan sel PMN.
Sistem imun penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.

Tidak

semua amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses,
diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor
tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi,
pascatrauma hepar, dan ketagihan alkohol.
Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan
pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amuba
invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi
yang luas ini menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui penjalaran lokal
7

atau melalui sistem peredaran darah. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena
porta, pembuluh limfe mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal.
Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat mikroskopis di mana terjadi
trombosis, sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempattempat tersebut bergabung terbentuklah abses amuba.
Struktur dari abses hati amuba terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan kapsul
jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai anchovy paste dan berwarna
coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses
mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses
amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik
secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba.
Dinding dalam abses adalah lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang
ada. Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat diagnosis dari infestasi amuba hepar. Pada
abses lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan fibroblast. Berbeda
dengan abses piogenik, leukosit dan sel-sel inflamasi tidak didapatkan pada kapsul dari abses
amuba hepar.
Dibandingkan dengan abses hepar piogenik, abses hepar amuba sering terletak pada
lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai
90% kasus pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85%
kasus abses amuba hepar adalah tunggal.

Kecenderungan ini diperkirakan akibat

penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik.


Ukuran abses bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang
berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas tersebut berisi cairan
kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler, dan beberapa sel-sel inflamasi.
Amuba bisa ditemukan maupun tidak dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapi, maka
dikhawatirkan akan pecah. Dari hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke
paru-paru dan kadang-kadang dari paru ini menyebabkan emboli ke jaringan otak.

Patofisiologi
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala
amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non
8

patogen.

Bervariasinya

virulensi

berbagai

kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.

strain

E.hystolitica

ini

berdasarkan

Patogenesis amebiasis hati belum dapat

diketahui secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain: faktor
virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi
parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas
cell-mediated. Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme:9
1) Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2) Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi
yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora
bakteri. Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1. Penempelan E.histolytica pada mukus usus.
2. Pengerusakan sawar intestinal.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang.

Terjadinya supresi

respons imun cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin


parasit, juga dapat karena penyakit

tuberkulosis, malnutrisi,

keganasan dll.
4. Penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati
sebagian besar melalui vena porta.

Terjadi fokus akumulasi

neutrofil

nekrosis

periportal

granulomatosa.

yang

disertai

dan

infiltrasi

Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti

dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul


tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis
intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis.
Gejala klinis
Abses hepar amuba sering terjadi pada umur 20-45 tahun. Terjadi sering 7 sampai 9
kali pada laki-laki. Abses hepar amuba dapat bermanifestasi sebagai proses akut atau proses
kronik indolent.
Sebagian besar pasien datang dengan penyakit akut dan durasi gejalanya kurang dari 2
minggu. Gejala utama yang dapat terlihat yaitu nyeri perut, demam, dan anorexia. Nyeri
pada abdomen biasanya nyeri sedang dan terlokalisasi pada daerah abdomen kuadran kanan
atas atau regio epigastrium. Nyeri perut yang menyebar, nyeri dada pleuritik, dan nyeri yang
menjalar dari kuadran kanan atas ke bahu kanan adalah gejala yang tidak jarang dapat
dijumpai. Nyeri epigastrium biasanya terlihat pada lobus kiri abses.
9

Demam pada tingkat sedang dalam kebanyakan kasus abses hati amebik, dan demam
tinggi disertai menggigil adalah pengaruh dari infeksi bakteri sekunder. Batuk dengan atau
tanpa dahak, serta nyeri dada pleuritik juga ditemukan pada pasien abses hepar amebik.
Selama perjalanan penyakit, 1/3 dari pasien mungkin didapatkan ikterus. Ikterus
berat biasanya terjadi karena abses besar/abses multiple/abses yang terletak di vena porta.
Ikterus membawa kemungkinan terjadinya obstruksi intra-hepatik atau hepatitis virus. Diare
dan penurunan berat badan tidak sering terlihat. Hepatomegali ditemukan pada 80% pasien.
Lapisan permukaan pada hati cenderung reguler. Kaku pada perut atas ditemukan pada
sebagian kecil kasus dengan peritonitis. Toksemia dan septicaemia mungkin dapat terjadi.
Abses hepar kiri dapat bermanifestasi toksemia, ikterus, dan ensefalopati. Ascites
terdapat pada pasien abses hepar amuba dengan obstruksi vena cava inferior.
Komplikasi
Sistem pleuropulmonum merupakan sistem tersering terkena komplikasi abses hati
amebik. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari abses yang terletak di lobus kanan hepar.
Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum, atau
pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura, dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur
abses hati amebik. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna
kecoklatan yang berisi amuba.
Prognosis
Prognosis baik apabila abses hati amebik didiagnosis pada tahap awal dan
memberikan respon yang baik terhadap terapi empiris seperti metronidazol, dan tidak disertai
dengan komplikasi, infeksi sekunder bakteri, atau ruptur abses.
Prognosis buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil
kultur darah memperlihatkan penyebab bacterial organisme multiple, tidak dilakukan
drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit
lain.

Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti ruptur

intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian.


Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan ruptur timbul lebih sering pada
pasien-pasien yang jaundice.
Kesimpulan
10

Abses hati amebik disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Abses ini dapat terjadi
karena penjalaran infeksi dari amebiasis intestinal. Gejala utama yang dapat terlihat yaitu
nyeri perut sedang dan terlokalisasi pada daerah abdomen kuadran kanan atas atau regio
epigastrium, demam, dan anorexia.

Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi dan

aspirasi diagnostik abses sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pasti. Hasil yang
positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses hati
amebik.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 692-94.
2. Kumala P, Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi ke-8. Jakarta: ECG; 1998.
3. World Health Organization. Amebiasis. Wkly Epidemiol Rec. 1997;72:9799.
4. Haque R, Mollah NU, Ali IKM, Alam K, Eubanks A, Lyerly D, Petri WA.Jr. Diagnosis of
amebic liver abcess and intestinal infection with TechLab Entamoeba histolytica II
antigen detection and antibody tests. J Clin Microbiol. Sep 2000; 38(9): 32353239.
5. Katzenstein D, Rickerson V, Braude A. New concepts of amebic liver abscess derived
from hepatic imaging, serodiagnosis, and hepatic enzymes in 67 consecutive cases in San
Diego. Medicine (Baltimore) 1982;68:237246.
6. Gandhi B M, Irshad M, Chawla T C, Tandon B N. Enzyme linked protein A: an ELISA
for detection of amoebic antibody. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1987;81:183185.
7. Jackson T F G H, Gathiram V, Simjee A E. Serological differentiation between past and
present infections in hepatic amoebiasis. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1984;78:342345.
8. Lampropoulos CE, Papaioannou I, Antoniou Z, Ermidou K, Papadima E,
Spiliopoulos N, et al. Multiple, large pyogenic liver abscesses treated
conservatively: a case-report and review of the literature. GE J Port
Gastrenterol. 2013;20:21-4.
9. Kumar, Abbas, Aster. Robbins basic pathology. 9th ed. Philadelphia:

Elsevier Saunders; 2013. p. 924-25.

11

Anda mungkin juga menyukai