Anda di halaman 1dari 9

4

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Mayonnaise
Mayonnaise atau mayonais adalah salah satu jenis saus yang dibuat
dari bahan utama minyak nabati, telur ayam dan cuka. Mayonnaise umumnya
digunakan sebagai perasa pada makanan seperti selada atau sandwich.
Mayonnaise ada

yang

hanya

menggunakan

kuning

telur

saja

atau

menggunakan sari buah lemon atau mustard sebagai perasa. Mayonnaise


merupakan salah satu produk olahan minyak yang berbentuk pasta atau cairan
kental (Andreas, 2006).
Emulsi mayonnaise merupakan emulsi minyak dalam air, meskipun
air berada dalam jumlah lebih sedikit dari minyak. Emulsi mayonnaise bersifat
tidak stabil. Perolehan suatu emulsi yang stabil biasanya dibutuhkan campuran
dua atau lebih emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaan
hidrofilik dan lipofilik. Emulsifier adalah surfaktan yang memiliki dua gugus,
satu gugus hidrofilik yang bersifat polar dan satu gugus lipofilik yang bersifat
nonpolar (Dedes, 2008).
Pembuatan mayonnaise pada dasarnya adalah percampuran minyak
nabati dengan cuka, gula, garam lada, mustard, dan kuning telur sebagai
pengemulsi yang akan membentuk system emulsi. Bahan emulsi sangat
diperlukan untuk mempertahankan stabilitas sistem emulsi setelah pengocokan
sehingga antara minyak nabati dan bahan-bahan lain tidak terpisah.
Pengelmusian yang tidak baik dan tidak ada dalam imbangan yang tepat
dengan minyak nabati menyebabkan emulsi yang diperoleh tidak stabil, oleh
karena itu perlu diketahui imbangan yang tepat dengan minyak nabati dan
kuning telur (Dedes, 2013).
Telur sebagai salah satu produk ternak merupakan suatu kapsul alami
yang padat gizi dan kaya akan protein bermutu tinggi. Telur unggas
mempunyai banyak manfaat bagi manusia antara lain sebagai pelengkap
makanan pokok, kosmetik, obat serta digunakan dalam industri pangan.
Bagian-bagian telur dapat digunakan untuk pembuatan produk, misalnya putih
telur dapat berfungsi untuk membentuk gel dalam pembuatan pudding,

mencegah kristalisasi dalam pembuatan permen ataupun dalam pengembangan


roti, sedangkan kuning telur dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi atau
emulsifier yang kuat dalam pembuatan mayonnaise (Amertaningtyas, 2011).
Produk mayonnaise bagian yang terdispersi adalah minyak nabati,
bagian yang mendispersi (media pendispersi) asam cuka atau lemon juice, dan
bagian emulsifiernya adalah kuning telur. Kuning telur merupakan emulsifier
yang sangat kuat (terdapat sejenis bahan yang memiliki tingkat kesukaan
terhadap air dan minyak sekaligus). Satu ujung molekul tersebut suka air dan
ujung yang lainnya suka minyak. Bahan itu dapat dijadikan jembatan untuk
mencampurkan antara bahan lemak dan bahan air. Sifat seperti itu sangat
dibutuhkan dalam pengolahan berbagai jenis makanan, seperti dalam
pembuatan biskuit, kue, mayonnaise, dan sebagainya. Paling sedikit sepertiga
kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang
kuat adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks
sebagai lesitin-protein (Palma, 2004).
B. Telur Asin
Proses pembuatan telur aisn juga terjadi pertukaran ion yang bersifat
stokiometri, yakni H+ diganti oleh suatu Na+. Pertukaran ion adalah suatu
proses kesetimbangan yang jarang berlangsung lengkap. Ion Na + didapatkan
dari garam sedangkan ion H+ berasal dari air. Maka dari itu, ion Na + masuk
kedalam telur dan kadar air berkurang, sehingga telur menjadi asin. Perlu
diketahui bahwa telur asin yang berkualitas baik memiliki rasa asin yang
cukup, kuning telur berwarna kemerahan dan terkesan berpasir (masir)
(Underwood, 2001).
Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan
dengan garam (NaCl). Telur itik sangat lazim diasinkan karena penetrasi garam
ke dalam telur pada telur itik lebih mudah. Prinsip dari pengasinan telur yaitu
pemberian garam dapur ke dalam isi telur yang masih mentah. Tujuan utama
dari pengasinan telur adalah untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai
cita rasa yang khas, disukai konsumen dan mempunyai daya awet. Hal ini
disebabkan karena NaCl yang masuk ke dalam telur akan menjadikan telur

lebih awet, serta NaCl tersebut akan memberikan cita rasa asin pada telur
(Suprapti, 2002).
Jenis telur asin yang biasa diolah untuk menjadi telur asin adalah telur
itik. Bobot dan ukuran yang dimiliki telur itik rata-rata lebih besar dari bobot
dan ukuran yang dimiliki telur ayam. Warna kulit telurnya agak biru muda. Bau
amisnya yang tajam menjadikan penggunaan telur itik dalam berbagai
makanan tidak seluas telur ayam. Selain baunya yang amis, pori-pori telur itik
juga lebih besar dari pada telur ayam sehingga sangat baik diolah menjadi telur
asin (Yusuf, 2007).
Semakin lama perendaman telur menyebabkan konsentrasi NaCl
larutan garam menurun. Tetapi meningkatkan konsentrasi NaCl dalam telur.
Peningkatan konsentrasi garam telur berarti terjadi penurunan gaya penggerak
laju difusi air dari telur menuju larutan garam, sehingga nilai kehilangan air
telur menurun. Difusi berlangsung hingga mencapai titik keseimbangan.
Artinya laju difusi akan mengalami penurunan hingga tidak terjadi lagi difusi
(Lachish, 2007).
Perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan telur utuh
diantaranya yaitu berkurangnya berat terutama disebabkan oleh hilangnya air
dari putih telur, juga CO2, NH3, N2, dan H2S. Pertambahan ukuran ruang udara,
penurunan berat jenis, bercak-bercak pada permukaan kulit telur karena
penyebaran air yang tidak merata, penurunan jumlah putih telur kental karena
serat glikoprotein ovomusin pecah, Pertambahan ukuran kuning telur. ukuran
telur karena perpindahan air dari putih telur ke kuning telur sebagai akibat
perbedaan tekanan osmosis, perubahan cita rasa, serta kenaikan pH terutama
dalam putih telur yang meningkat dari sekitar pH 7 hingga 10 atau 11 sebagai
akibat hilangya karbondioksida (Buckle, 2007).
C. Chicken Nugget
Chicken nugget banyak diminati oleh masyarakat karena dinilai
praktis

dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Minat yang

tinggi

menyebabkan tingginya konsumsi chicken nugget. Konsumsi makanan


dipengaruhi oleh kebiasaan makan, perilaku makan, dan keadaan ekonomi.

Beberapa faktor tersebut saat ini dapat dikatakan di Indonesia sudah


cenderung memberikan

pengaruh

positif

terhadap konsumsi

makanan,

dalam hal ini chicken nugget (Almatsier, 2001).


Nugget ayam sangat kaya akan asam aminolisin, yaitu suatu asam
aminoesensial yang kadarnya sangat rendah pada bahan pangan pokok, seperti
beras, jagung, ubi, sagu, dan lain-lain. Mengkonsumsi nasi dengan
menggunakan nugget ayam sebagai lauknya, merupakan hal yang sangat tepat
ditinjau dari segi gizi. Nugget ayam sesekali juga baik untuk dijadikan sumber
protein untuk mendukung proses tumbuh kembang anak-anak balita. Nugget
ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3), vitamin B6,
asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan masingmasing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68, 34, 16, dan 16 persen.
Nugget

ayam

juga

sumber

mineral

selenium,

fosfor,

dan

zinc

(Amertaningtyas, 2011).
Pembuatan chicken nugget pada umumnya hanya menggunakan
daging dari bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai konsumen
karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan warnanya
yang terang. Hal ini akan mengakibatkan tingginya biaya produksi yang pada
akhirnya akan menyebabkan tingginya harga jual produk chicken nugget. Perlu
diupayakan alternatif pembuatan chicken nugget dengan tanpa mengurangi
nilai gizi maupun daya terima konsumen dengan cara pembuatan chicken
nugget dari berbagai bagian karkas broiler, sehingga bisa menekan biaya
produksi yang pada akhirnya akan lebih bisa diterima konsumen karena
harganya yang terjangkau (Sutaryo, 2006).
Penambahan putih telur yang meningkat akan meningkatkan elastisitas
nugget. Semakin besar kadar protein nuggets dengan adanya penambahan putih
telur yang semakin besar, semakin tinggi nilai elastisitas yang dihasilkan. Putih
telur yang ditambahkan mengikat bahan-bahan lain.Ikatan antara partikel yang
lebih kuat pada sistem gel akan membentuk ikatan matrik yang kuat dan lebih
elastis. Elastisitas diartikan sebagai laju bahan yang dideformasikan kembali ke
kondisi awal setelah gaya yang mendeformasi ditiadakan (De Man, 2003).

Pengaruh penambahan putih telur terhadap tekstur berkaitan dengan


kemampuan partikel daging untuk berikatan dengan komponen lain yang
ditambahkan. Pembentukan tekstur produk daging lumat ditentukan protein
mioftbril dan bahan-bahan lain yang ditambahkan seperti (bahan pengisi),
bahan pengikat serta garam. Selanjutnya putih telur juga dapat berperan
sebagai leavening agent, sifat ini mempengaruhi tekstur dari hasil bahan olahan
(Babji, 2004).
D. Beef Saussage
Sosis dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sosis segar yang dibuat dari
daging segar, tidak dikuring (tidak dilakukan penggaraman), dicacah,
dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan
dipadatkan di dalam selongsong sarta harus dimasak sebelum dimakan. Sosis
masak yang dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau tidak dimasukkan dan
dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap, dan setelah dibuat harus segera
dimakan. Sosis spesialis daging masak yang dibuat dari daging khusus,
dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang diasap, sering dibuat dalam
bentuk batangan atau daging loaf, dan biasa dijual dalam bentuk irisan-irisan
yang dipak atau dibungkus, dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin. Sosis
kering dan agak kering yang dibuat dari daging yang dicuring dan dikeringkan
udara, dapat diasap sebelum pengeringan, serta dapat dikonsumsi dalam
keadaan dingin atau setelah dimasak (Soeparno, 2005).
Proses pembuatan sosis dilakukan pemasakan bahan. Tujuan dari
pemasakan bahan yaitu untuk menyatukan komponen-komponen adonan sosis
yang berupa emulsi kandungan minyak, air, dengan protein sosis sebagai
penstabil, memantapkan warna daging, dan menginaktifkan mikroba.
Pemasakan sosis dapat dilakukan dengan cara direbus, dikukus dan diasap, atau
kombinasi dari ketiga cara tersebut (Rukmana, 2001).
Sosis adalah contoh emulsi minyak dalam air dimana lemak berfungsi
sebagai fase diskontinu dan air sebagai fase kontinu, sedangkan protein daging
berfungsi sebagai pengemulsi. Proses pembuatan sosis sangat dipengaruhi oleh
kemampuan daging yang dengan penambahan garam, air serta bahan pembantu

seperti polifosfat dan bahan lain yang berfungsi untuk membentuk emulsi
dengan lemak yang stabil. Kestabilan emulsi ini ditunjukkan dengan tidak
terpisahnya lemak dari sosis. Berdasarkan kehalusan emulsi daging, sosis
dibedakan menjadi sosis kasar dan sosis emulsi (Rahayu, 2008).
Proses pembuatan sosis kasar tahap pengolahannya lebih singkat dan
sederhana, yaitu menggiling daging sampai halus kemudian mencampurkannya
dengan lemak sampai merata sedangkan pada proses pembuatan sosis emulsi,
tahapan pencampuran dikembangkan menjadi pencampuran, pencacahan dan
pengemulsian dengan menggunakan alat-alat khusus. Proses penggilingan
bertujuan untuk membentuk daging giling dan untuk mendistribusikan lemak.
Butiran-butiran lemak yang ditambahkan pada tahap pencampuran diharapkan
terdistribusi dan merata (Karmini, 2004).
Kata sosis berasal dari bahasa latin salsus, yang berarti daging yang
diawetkan

dengan

penggaraman.

Pembuatan

sosis

bertujuan

untuk

mengawetkan daging segar yang tidak langsung dikonsumsi. Sosis atau


sausage berasal dari bahasa latin salsulus yang berarti digarami. Jadi sosis
sebenarnya merupakan daging yang diolah melalui proses penggaraman.
Berdasarkan prosedurnya, sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging
atau ikan yang digiling dan dibumbui dan kemudian dimasukkan ke dalam
selongsong bulat panjang. Selongsong dapat berupa usus sapi ataupun buatan.
Proses pembuatan sosis melalui beberapa tahap, yaitu curing, pembuatan
adonan, pengisian selongsong, pengasapan (untuk sosis asap) dan perebusan
(Suharyanto, 2009).
E. Ice Cream
Ice cream dapat didefinisikan sebagai makanan beku yang dibuat dari
produk susu (dairy), dikombinasikan dengan pemberi rasa (flavor) dan pemanis
(sweetener). Ice cream adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan
cara pembekuan tepung ice cream atau campuran susu, lemak hewani maupun
nabati, gula dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan.
Campuran bahan ice cream diaduk saat pendinginan guna mencegah
pembentukan kristal es. Penurunan temperature campuran ice cream dapat

10

dilakukan dengan cara mencelupkan campuran ke dalam campuran es dan


garam (Arbuckle, 2000).
Air merupakan komponen terbesar dalam campuran ice cream. Air
berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan lain dalam campuran. Komposisi air
dalam campuran bahan ice cream sekitar 55-64%. Fungsi penambahan lemak
pada pembuatan ice cream adalah memberikan rasa creamy, berperan dalam
pembentukan globula lemak dan mempengaruhi pembentukan kristal. Lemak
sangat penting dalam memberikan body ice cream yang baik dan meningkatkan
karakteristik kehalusan tekstur (Goff, 2003).
Campuran ice cream kemudian dipasteurisasi. Pasteurisasi merupakan
titik control biologik (biological control point) pada system yang bertujuan
untuk menghancurkan bakteri-bakteri patogen pada campuran. Pasteurisasi
juga dapat mengurangi jumlah spoilage bacteria. Pasteurisasi memerlukan
pemanasan dan pendinginan. Temperatur minimal untuk melaksanakan
pasteurisasi bergantung pada waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
pasteurisasi (Idris, 2002).
Komposisi adonan sangat menentukan kualitas ice cream. Faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas ice cream adalah bahan baku, proses
pembuatan, proses pembekuan dan packing. Proses pembuatan ice cream,
seluruh bahan baku ice cream akan dicampur menjadi suatu bahan dasar ice
cream. Proses ini disebut viskositas atau kekentalan. Kekentalan pada adonan
ice cream akan berpengaruh pada tingkat kehalusan tekstur, serta ketahanan
ice cream sebelum mencair (Padaga, 2005).
Ice cream memiliki tekstur padat yang terdiri atas 2 fase yaitu fase
kontinyu dan fase terdispersi. Fase kontinyu adalah kombinasi air, gula,
hidrokoloid, protein susudah komponen terlarut lainnya, serta padatan yang
tidak terlarut yang tersuspensi dalam cairan. Fase terdispersi adalah gelembung
udara dan globula lemak. Globula-globula lemak akan berikatan dengan
protein susu dan membentuk lapisan tipis yang menyelubungi tiap gelembung
udara yang akan berperan membentuk stabilitas dan ukuran gelembung udara
(Muse, 2004).

11

F. Yoghurt
Yoghurt adalah sejenis produk susu terkoagulasi, diperoleh dari
fermentasi asam laktat tertentu melalui aktivitas Lactobacillus delbrueckii var.
bulgaricus dan Streptococcus salivarius var. thermophilus, di mana
mikroorganisme dalam produk akhir harus hidup-aktif dan berlimpah. Jadi,
yoghurt sebetulnya hanyalah salah satu jenis susu fermentasi, dibuat dari susu
dengan bantuan makhluk-makhluk kecil yang dinamakan mikroba. Codex susu
adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan
makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia,
walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-ketentuan
tersendiri (Codex, 2003).
Perbedaan antara masing-masing produk susu fermentasi adalah jenis
bakterinya. Contoh dalam yogurt terdapat dua jenis bakteri asam laktat yang
hidup berdampingan dan bekerja sama: Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus. Keduanya menghasilkan asam laktat yang
menggumpalkan susu menjadi yogurt. Kegiatan bakteri inilah yang menjadi
sumber sebagian besar manfaat yogurt (Widodo, 2002).
Yoghurt merupakan produk yang terbuat dari susu yang telah
dikonsumsi selama berabad-abad dan mempunyai efek yang menguntungkan
bagi kesehatan. Yoghurt terus menerus dimodifikasi untuk mendapatkan
karakteristik dan efek nutrisi yang lebih baik. Yoghurt berasal dari susu yang
difermentasi dengan bentuk seperti bubur atau es krim. Yoghurt dapat dibuat
dari susu sapi, susu kambing, atau lainnya (Routray, 2011).
Yoghurt adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri dan dapat
dibuat dari susu apa saja, bahkan susu kacang kedelai. Yoghurt sendiri
mengandung 2 jenis probiotik, yaitu lactobacillus dan bifidobachterium.
Probiotik, bakteri baik yang membantu proses pencernaan. Tak hanya enak,
ternyata yoghurt juga memiliki manfaat lain yang jarang diketahui. Jadi,
pembuatan yoghurt ini bukannya tanpa alasan, kandungan gizi yang terdapat
pada yoghurt merupakan alasan mengapa kita perlu mengkonsumsinya
(Bambang, 2007).

12

Yoghurt merupakan muniman hasil kerjasama denan mikroorganisme.


Tidak sembarangan mikroorganisme yang dapat membantu proses pembuatan
yoghurt, terdapat dua bakteri utama yang membantu proses fermentasi yoghurt
diantaranya adalan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
Pada dasarnya kerja kedua bakteri ini yaitu menghasilkan asam laktat sehingga
rasa dari yoghurt tersebut menjadi asam. Asam laktat ini dapat membantu
menjaga keseimbangan mikroflora pada usus. Tingkat keasaman yang
dihasilkan mampu menghambat bakteri penyebab penyakit yang pada
umumnya tidak tahan terhadap asam (Handiwiyoto, 2007).

Anda mungkin juga menyukai