Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, merupakan beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Aqidah adalahsejumlah kebenaran yang dapat
diterima secara mudah oleh manusia berdasarkanakal, wahyu (yang didengar) dan fitrah.
Aqidah dalam Al-Quran dapat di jabarkan dalam surat (Al-Maidah, 5:15-16) yg berbunyi
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan
kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan,
dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya
yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus
Aqidah sendiri dibedakan menjadi aqidah pokok dan aqidah cabang. Aqidah pokok adalah
keutuhan aqidah yang termuat dalam rukun iman yang enam. Sedangkan aqidah cabang adalah
pemahaman dan penafsiran terhadap aspek-aspek yang terdapat dalam rukun iman.
Perbedaan antara aqidah pokok dan aqidah cabang diantaranya, untuk aqidah pokok tidak
menimbulkan perbedaan pandangan, tidak ada unsur kepentingan kelompok, murni berdasar
pada al-Quran dan Hadis. Sedangkan untuk aqidah cabang terdapat banyak perbedaan/pendapat,
berkembang sejalan dengan kepentingan kelompok, berdasar pada pemahaman atau penfsiran.
Dan salah satu ciri orang yang bertauhid adalah mempunyai aqidah yang baik. Karena jika
seseorang itu mempunyai aqidah yang baik, maka orang itu pasti memiliki komitmen utuh
kepada Allah SWT, menolak pedoman yang datang bukan dari Allah SWT, tujuan hidupnya jelas
hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT, dan masih banyak lagi ciri orang yang memiliki
aqidah yang baik.

Tapi sebuah aqidah itu bisa rusak oleh beberapa hal, diantara adalah :
Taqlid
Bidah
Khurafat
Tasyabuh
Ghuluw
Jadi, kita harus bisa menjaga aqidah kita dari hal-hal yang bisa merusak aqidah yaitu dengan cara
selalu beribadah kepada Allah dan melakukan sesuatu yang diridhoi oleh Allah dan menjauhi
laranganNya, agar kita bisa terhindar dari hal-hal yang bisa merusak aqidah dalam diri kita.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka Penulis dalam menyusun makalah
ini dapat mengambil beberapa permasalahan, yaitu
1. Apa yang dimaksud Taqlid, Bidah, Khurafat, Tasyabuh, Ghuluw?
2.

Bagaimana sesuatu permasalahan, hal, tindakan atau perilaku bisa dikatakan Taqlid, Bidah,
Khurafat, Tasyabuh, Ghuluw?

Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Taqlid, Bidah, Khurafat, Tasyabuh, Ghuluw
2.

Dapat mengetahui sesuatu permasalahan, hal, tindakan atau perilaku yang bisa dikatakan
Taqlid, Bidah, Khurafat, Tasyabuh, Ghuluw

3. Mengetahui pesan yang disampaikan dalam makalah yang disusun oleh Penulis
4.

Untuk mengetahui tanggapan dan pendapat masyarakat ataupun para ulama tentang Taqlid,
Bidah, Khurafat, Tasyabuh, Ghuluw

BAB II
ISI
Taqlid
Taqlid menurut Bahasa berarti mengulangi, meniru dan mengikuti. Para ulama ushul
mendefinisikan taqlid dengan mengikuti pendapat seorang mujtahid atau ulama tertentu tanpa
tanpa mengetahui sumberdan cara pengambilan pendapat tersebut. Orang yang bertaqlid disebut
mukallid
Dari definisi diatas terdapat dua unsur yang perlu diperhatikan dalam pembicaraan taqlid, yaitu:
a. Menerima atau mengikuti suatau perkataan orang
b. Perkataan tersebut tidak diketahu dasarnya, apakah ada dalam Al-Quran dan hadits
tersebut.

Bidah
Jika di tinjau dari sudut pandang bahasa, bidah adalah diambil dari kata bida yaitu al ikhtira
mengadakan sesuatu tanpa adanya contoh sebelumnya. Seperti yang termaktub dalam Kitab
Shahih Muslim bi Syarah Imam Nawawi dijelaskan sebagai berikut:
: .
Dan yang dimaksud bidah, berkata ahli bahasa, dia ialah segala sesuatu amalan tanpa contoh
yang terlebih dahulu[1]
Sedangkan jika ditujukan dalam hal ibadah pengertian-pengertian bidah tersebut diantaranya:
:
Bidah adalah suatu jalan yang diada-adakan dalam agama yang dimaksudkan untuk taabudi,
bertentangan dengan al Kitab (al qur`an), As Sunnah dan ijma umat terdahulu
Bidah diambil dari kata bida yaitu al ikhtira atau mengadakan sesuatu tanpa adanya
contoh sebelumnya atau sebuah perbuatan yang tidak pernah diperintahkan maupun dicontohkan
oleh Nabi Muhammad Shallallhualaihi wa sallam, tetapi banyak dilakukan oleh masyarakat
sekarang. Bidah menurut istilah (syari/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-adakan
menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-akan bagian

dari ibadah. Nabi menilainya sebagai kesesatan dalam agama. Hukum bidah adalah haram.
Perbuatan yang dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan dalam peribadatan dalam arti
sempit (ibadah mahdhah) yaitu ibadah yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Firman Alloh
yang artinya Artinya: Alloh yang membidahkan (langit dan bumi)..... (Q.S.Al-Baqarah: 117).
Yakni yang mengadakan atau menciptakannya dengan rupa bentuk yang belum ada contoh yang
mendahuluinya, yang seindahnya. Dalam kitab Shahih Muslim bi Sarah Imam Nawawi
dijelaskan Dan yang dimaksud bidah, menurut ahli bahasa, dia ialah segala sesuatu amalan
tanpa contoh terlebih dahulu. Sedangkan jika ditujukan dalam hal ibadah pengertian bidah
yakni Suatu jalan yang diada-adakan dalam agama yang dimaksudkan untuk bertentangan
dengan Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma umat terdahulu.
Bidah adalah kebalikan dari sunnah dan bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah dan
Ijma umat terdahulu, baik keyakinannya atau peribadahannya atau ia bermakna lebih umum
yaitu apa-apa yang tidak di syariatkan oleh Allah maka yang demikian itu adalah bidah. Bidah
dalam syariah adalah apa yang diada-adakan yang tidak ada perintah Rasul Shallallahualaihi
wa sallam. Membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti, sesuatu pekerjaan
yang sebelumnya belum pernah dikerjakan, itu disebut bidah. Terlebih lagi suatu perkara yang
disandarkan pada urusan ibadah (agama) tanpa adanya dalil syari (Al-Quran dan As-Sunnah)
dan tidak ada contohnya (tidak ditemukan perkara tersebut) pada zaman Rasulullah
Shallallahualahi wa sallam. Dalam hal ini Raslullh Shallallahu alaihi wa Salam bersabda :
Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tiada ada tuntunannya dariku, maka
tertolak (HR Bukhari Muslim) dan hadits : Setiap bidah itu sesat dan setiap kesesatan neraka
tempatnya. Adapun menurut etimologi (bahasa), makna bidah adalah al-ikhtira, sesuatu yang
diada-adakan tanpa ada contohnya sebelumnya. Seperti firman Alloh : Allhu Badus
Samwt.. (Allh-lah yang menciptakan langit, maksudnya mengadakan langit tanpa ada
contoh sebelumnya). Termasuk makna etimologi ini adalah, ucapan Sahabat Umar : sebaikbaik bidah adalah ini ketika beliau memerintahkan untuk sholat tarawih berjamaah
Secara umum bidah bermakna melawan ajaran asli suatu agama artinya mencipta
sesuatu yang baru dan disandarkan pada perkara agama atau ibadah. Maka inilah makna bidah
yang sesungguhnya. Bidah dalam agama memecah belah dan menghancurkan persatuan umat.
Bidah dalam agama juga mematikan sunnah. Pembuat dan pelaku bidah mengangkat dirinya
sebagai pembuat syariat baru dan sekutu bagi Allah. Pembuat bidah memandang agama tidak

lengkap dan bertujuan melengkapinya. Setelah mengetahui bahwa begitu bahayanya bidah
tersebut maka seharusnyalah kita menghindari dari hal tersebut diatas. Maka dari itu tetaplah
berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah dan Ijma sahabat. Firman Allah dalam surah AlAnam ayat 153 yang artinya: Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (lainnya). Sebab jalan-jalan itu akan mencerai
beraikan kau dari jalan-nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu agar kamu bertaqwa.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Artinya : Barangsiapa yang
mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari
urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima). Dan di dalam riwayat lain
disebutkan : Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan
kami, maka perbuatannya di tolak. Hukum dari bidah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud
ialah perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit
(ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting mengenai bidah :
1. Makna bidah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
2. Makna bidah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang menyerupai syariat
dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.
3. Tiga unsur yang selalu ada pada bidah adalah; (a) mengada-adakan, (b) perkara baru tersebut
disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut bukan bagian dari agama.
4. Setiap bidah adalah sesat.
Macam-macam bidah
1. Izzu bin Abdu Assalam dalam bukunya Qawaidu Alahkam fi mashalihi alanam hal:204,
ia menganggap bahwa segala sesuatu yang belum dan tidak pernah dikerjakan oleh
Rasulullah SAW adalah Bidah yang terbagi menjadi lima bagian, Bidah Wajiba (Wajib),
Bidah Muharramah (Haram), Bidah Makruha (Makruh), Bidah Mandubah (Sunnah)
dan Bidah Mubaha (boleh) dan untuk mengetahuinya maka bidah tersebut haruslah
diukur berdasarkan Syari, apabila bidah tersebut termasuk ke dalam sesuatu yang
diwajibkan oleh syari berarti bidaah itu wajib, apabila termasuk perbuatan yang
diharamkan berarti haram dan seterusnya. Defenisi ini kemudian diperkuat oleh Imam

Nawawi dalam Fath Albari karangan Ibnu hajar hal:394, bahwa segala sesuatu yang
belum dan tidak pernah ada pada zaman Nabi adalah bidah namun ada yang terpuji dan
ada pula yang tercela
2. Imam Nawawi dalam kitabnya Alazkar, mengatakan bahwa bidah itu terbagi menjadi:
a.

Bidah Wajiba; Contoh : mempelajari ilmu Nahwu untuk lebih memahami kalamullah dan
sunnah rasul adalah sesuatu yang wajib dipelajari dan untuk menjaga syariat maka bidah itu
adalah wajib.

b.

Muharramah; Contoh : Mazhab-mazhab yang sesat, seperti Qadariyah, jabariah dan Khawarij,
juga termasuk menciptakan sesuatu yang mendatangkan mudharat bagi diri dan orang lain.

c.

Mandubah; Contoh : Bidah Mandubah: Pembangunan sekolah, jembatan, shalat tarawih


berjamaah di mesjid dan lain-lain.

d.

Mubaha ; Contoh Bidah mubaha: menambah kelezatan makanan dan minuman serta
memperindah pakaian.
Dan beliau pun berbicara mengenai berjabat tangan setelah menunaikan shalat, dimana
berjabat tangan adalah sunnah pada setiap kali bertemu, namun orang-orang terbiasa dengan
berjabat tangan dan menjadikannya adat hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar
saja, padahal tidak mempunyai dasar dalam syara, namun tidak apa-apa karena asal hukum
berjabatan tangan adalah sunnah.
3. Dalam kitab Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bidah itu terbagi menjadi dua yaitu Bidah
hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah Allah dan rasulnya maka bidah
itu termasuk golongan sesat dan tercela namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah
dianjurkan oleh agama maka bidah itu tergolong kedalam bidah yang terpuji, bahkan
menurut beliau, bidah hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal serupa pun
dikemukakan oleh Ibnu Mandzur. Di dalam Alquran Allah berfirman:Yasalunaka maaza
uhilla lahum qul Uhilla lakumu Atthayyibat yang mengisyaratkan bahwa sesuatu yang
baru selama tidak bertentangan dengan agama meskipun tidak ada dasar hukumnya
adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:Man
sanna sunnatan hasanatan kana lahu ajruha wa ajru man amila biha wa man sanna

sunnatan sayyiatan kana alaihi wizruha wa wizru man amila biha, barang siapa yang
berbuat sesuatu yang baik maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang
mengerjakannya dan barang siapa yang berbuat sesuatu yang buruk maka baginya dosa
dan dosa orang-orang yang berbuat mengikutinya. Hal serupa pernah diucapkan oleh
Umar ra:Nimatil bidatu hazihi, alangkah indahnya bidah ini, karena merupakan
perbuatan baik sehingga termasuk kedalam golongan bidah yang baik dan terpuji
meskipun Rasulullah SAW tidak pernah melakukan yang demikian yaitu melaksanakan
shalat tarawih secara berjamaah dan juga pada zaman Abu bakr, Umar ra lah yang
mengumpulkan orang-orang dan menyunatkan shalat tarawih secara berjamaah di mesjid
dan hal ini beliau namakan bidah Nimatil bidatu hazihi, yang menunjukan bahwa hal
itu pada dasarnya adalah Sunnah berdasarkan sabda Rasul SAW:Alaikum bisunnati wa
sunnati alkhulafa Arrasyidina min badi, dan Sabdanya yang lain:Iqtadauw billazina
min badi, Abi bakr wa umar wa ali, hal ini mengabaikan hadis lain yaitu Kullu
muhdatsatin bidat dan Kullu bidatin Dhalalah, karena yang dimaksud dengan hadis ini
adalah apa-apa yang baru yang bertentangan dengan Syari serta tidak sesuai dengan
agama.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa bidah itu terbagi menjadi hasanah dan sayyiah
sebagaimana dapat dilihat dari perkataan Imam Syafii dan para pengikutnya seperti Izzu bin
Abdu Assalam, An Nawawi dan abu Syamah.
Para ulama ahli ushul fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bidah itu kedalam dua
bagian yaitu :
1. Bidah Amm (umum) ;
Macam2nya : Filiyyah dan Tarkiyyah, Itiqadiyyah dan Amaliyyah, Zamaniyyah, Makaniyyah
dan Haliyyah, Haqiqiyyah dan Idhafiyyah, Kulliyyah dan Juz-iyyah, Ibadiyyah dan Adiyyah.
(masing2 ada penjelasannya).
2. Bidah Khash (khusus):
Macam2nya : Bidah wajibah, Bidah Mandubah, Bidah Mubahah, Bidah Muharramah, Bidah
Makruhah.

Jadi ulama sepakat bahwa ciri amal ibadah agar diterima oleh Allah adalah Meniatkan
amal perbuatan semata demi Allah Subhanahu wa taala dan ikhlas kepada-Nya dan amal
ibadahnya itu dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat.

Khurafat
Khurafat menurut bahasa artinya cerita bohong. Sedangkan menurut istilah berbagai kepercayaan
yang khayal, bahwa di luar Allah ada berbagai kekuatan gaib yang dapat menyebabkan
keselamatan seseorang dan dapat pula mendatangkan mudharat bagi seseorang.
Islam sendiri memandang khurafat sebagai semua cerita rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran,
pantangan, adat-istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari
ajaran Islam.

Macam-macam Khurafat
1. Khurafat yang inheren dengan faham animisme dan faham terhadap adanya kekuatan gaib
(supranatural) yang dipancarkan oleh berbagai macam roh, semisal adanya kepercayaan terhadap
kekuatan yang memancar dari kubur seseorang yang dianggap keramat.
2. Khurafat yang inheren dengan paham dinamisme, ialah kepercayaan bahwa pada setiap bendabenda tertentu terdapat kekuatan ghaib.
contoh khurafat:

Menanam sebatang pohon pisang di halaman atau di samping rumah yang baru selesai
dibangun dianggap dapat membawa sial pada penghuni rumah itu.

Jika tanaman hias tertentu yang ditanam dalam tempat bunga di rumah berdaun lebat,
dianggap dapat menurunkan banyak rezeki.

Jika sebatang pohon beringin yang ditanam di halaman istana tumbang, hal ini pertanda
akan terjadi penggulingan pimpinan negara.

Jika bunga teratai berkemban, hal ini pertanda bahwa dewa-dewa turun memberkatinya.
Orang India mempersembahkan bunga teratai putih untuk Dewa Syiwa, bunga teratai
merah untuk Dewa Brahma, dan bunga teratai biru untuk Wishnu.

Orang-orang Budha beranggapan bahwa jika bunga teratai tengah berkembang berarti
roh-roh Budha tengah bersukaria.

Orang-orang China beranggapan bahwa dengan membuat bubur kacang merah pada
sembahyang Tang Ceh, roh-roh jahatpun akan pergi terusir.

Cabai merah disajikan ketika terjadi hujan berhari-hari. Mengapa? Karena mereka
menganggap dengan itu hujan akan cepat berhenti.

Jika terjadi musim penyakit, ditaruhlah bawang merah, lempuyang, dan sejenis rumput
agar roh-roh pembawa penyakit tidak mendekati rumah.

Orang-orang China pada upacara Peh Cun menaruh rumput Ciang Pow (Acerus Calamus)
di atas pintu, agar roh orang suci yang membunuh diri turun memberkati si empunya
rumah.

Jika sebatang pohon Natal dipasang ditengah rumah, dianggap roh Yesus akan turun
memberi pengampunan.

Jika anak-anak kecil terserang penyakit perut digantungkanlah sepotong aur kuning pada
leher anak itu karena menganggap aur kuning dapat menolak penyakit.

Mengambil daun pisang beserta pelepahnya pada petang hari dianggap dapat
menyebabkan kematian dalam perjalanan.

Pohon anjuang yang di tanam di sawah dan ladang dianggap dapat mengusir hantu
pembawa hama tanaman. Pohon anjuang yang ditanam di kuburan dianggap dapat
menghindarkan gangguan hantu kubur pada roh-roh mati dalam kuburan.

Pohon leci yang tengah berbuah dianggap sebagai pertanda roh-roh nenek moyang tengah
berpesta pora.

Merangkai bunga melati pada malam hari dianggap dapat menghadirkan roh-roh gadis
remaja.

Burung hantu yang bersuara pada malam hari dianggap sebagai pertanda akan ada
perempuan melahirkan.

Kupu-kupu yang masuk ke rumah dianggap sebagai pertanda akan datang seorang tamu.

Burung hamah yang bersuara dianggap sebagai pertanda akan terjadi pembunuhan balas
dendam

Mempercayai bahwa berjabat tangan dengan orang yang pernah berjabat tangan dengan
orang yang secara berantai sampai kepada orang yang pernah berjabat tangan dengan
Rasulullah akan masuk surga.

Mendapatkan barakah dengan mencucup tangan para ulama. Demikian itu dikerjakan
dengan kepercayaan bahwa berkah Allah kepada ulama itu akan berlimpah kepadanya.

Mempercayai beberapa ulama tertentu itu keramat serta menjadi kekasih Allah sehingga
terjaga dari berbuat dosa. Andakata pun berbuat dosa, maka sekedar sengaja diperbuatnya
untuk menyembunyikan kesucianya tidak dengan niat maksiat.

Memakai ayat-ayat al-Quran untuk azimat menolak bala, pengasihan dan sebagainya.

Mengambil wasilah (perantara) orang yang telah mati untuk mendoa kepada Allah.
Mereka berziarah ke kuburan para wali dan ulama besar serta memohon kepada Allah
agar doa (permohonan) orang yang berziarah kuburnya itu dikabulkan. Ada yang
memohon dapat jodoh, anak, rizki, pangkat, keselamatan dunia akhirat dan sebagainya.
Mereka percaya dengan syafaat (pertolongan) arwah para wali dan ulama itu,
permohonan atau doa mesti dikabulkan Allah karena wali dan ulama itu kekasih-nya.

Tasyabuh
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:


Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami. (HR. At-Tirmizi
no. 2695)

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya. (HR. Abu Daud no.
4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)
Penjelasan ringkas:

Seorang muslim memiliki kepribadian sendiri yang membedakannya dan menjadikannya


istimewa dari yang non muslim. Karenanya Allah Taala menghendaki agar dia nampak berbeda
dari selainnya dari kalangan kafir dan musyrik, demikian pula Nabi shallallahu alaihi wasallam
telah memperingatkan jangan sampai seorang muslim menyerupai orang kafir. Beliau sangat
mengharamkan tasyabbuh kepada orang kafir dari sisi penampilan luar karena bisa
mengantarkan kepada tasyabbuh dari sisi iman dan keyakinan, karenanya beliau telah melarang
kaum muslimin untuk tasyabbuh dengan mereka dalam banyak hadits.
Hukum tasyabbuh kepada orang kafir secara lengkap telah kami paparkan dalam buku kami
Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam pada bab keenam, hal. 91-102
(cet. kedua). Berikut kami nukilkan ringkasannya di sini:
Definisi dan Bentuk-Bentuk Tasyabbuh.
Adapun secara syariat, tasyabbuh adalah penyerupaan terhadap orang-orang kafir dengan
seluruh jenisnya dalam hal aqidah atau ibadah atau adat atau cara hidup yang merupakan
kekhususan mereka (orang-orang kafir). Termasuk juga di dalamnya tasyabbuh kepada orangorang Islam yang fasik lagi bodoh serta orang-orang badui yang keberagamaan mereka belum
sempurna.
Karenanya, semua perkara yang bukan merupakan kekhususan orang-orang kafir, bukan pula
termasuk aqidah mereka, bukan pula dari adat mereka, dan bukan pula dari ibadah mereka, yang
mana perkara ini tidak bertentangan dengan nash atau pokok dalam syariat serta tidak
menimbulkan mafsadah, maka perkara tersebut tidaklah teranggap sebagai tasyabbuh.
Adapun bentuk-bentuknya, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiah telah menyebutkan tiga perkara
yang semuanya telah dilarang dalam syariat karena teranggap sebagai tasyabbuh atau wasilah
menuju tasyabbuh. Beliau berkata dalam Iqtidha` Ash-Shirathal Mustaqim hal. 83, (Pelaku)
tasyabbuh mencakup:

1.

Barangsiapa yang mengerjakan sesuatu karena mereka (orang non-muslim) mengerjakannya,

dan
ini
jarang
ditemukan.
2. Barangsiapa yang mengikuti orang lain (non-muslim) dalam sebuah perbuatan untuk sebuah
maksud tersendiri, walaupun asal perbuatan tersebut terambil dari mereka.
3. Adapun orang yang mengerjakan suatu perbuatan dan kebetulan orang lain (non-muslim)
juga mengerjakannya, dia (muslim) tidak meniru (perbuatan tersebut) dari mereka dan demikian
pula sebaliknya. Maka perbuatan ini masih butuh ditinjau jika mau dihukumi sebagai tasyabbuh.
Hanya saja, (syariat) telah melarang perbuatan ini agar tidak mengantarkan menuju perbuatan
tasyabbuh dan (dengan meninggalkan perbuatan) ini berarti menyelisihi mereka.

Maksud poin pertama di atas adalah


Perbuatan tersebut kaum muslimin lakukan semata-mata karena mencontoh orang-orang kafir,
baik dari sisi perbuatan maupun alasan dalam melakukannya. Ini di zaman beliau jarang
ditemukan, adapun di zaman sekarang maka tasyabbuh jenis ini sudah banyak dan tersebar.
Sebut saja di antaranya: hari Valentine, April Mop, pertunangan, dan lain sebagainya
Sementara poin kedua maksudnya: Perbuatan tersebut memang diimpor oleh kaum muslimin
dari orang-orang kafir, tapi niat dan alasan mereka (kaum muslimin) melakukannya berbeda dari
niat mereka (orang-orang kafir). Contohnya seperti perayaan Maulid, Isra` Miraj, dan selainnya.
Adapun untuk poin ketiga, maka Syaikhul Islam memberi contoh dengan masalah mengecat
uban. Munculnya uban seseorang -baik dia muslim maupun kafir- bukanlah keinginan dan
perbuatan mereka, tapi semata-mata penciptaan dari Allah Taala. Hanya saja, berhubung orangorang Yahudi
melalui lisan Rasul-Nyamembiarkan uban-uban mereka maka Allah
mensyariatkan agar kaum muslimin mengecat uban-uban mereka agar tidak serupa dengan
orang Yahudi sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah riwayat At-Tirmidzi (1752) dan AnNasa`i (5069-5074). Akan tetapi syariat telah melarang untuk mengecatnya dengan warna hitam
sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas riwayat An-Nasa`i (5075)
Hikmah Diharamkannya Tasyabbuh Kepada Orang Kafir.
Berikut uraian sebagian hikmah pelarangannya yang disebutkan oleh para ulama:

1. Tasyabbuh kepada orang kafir akan melahirkan kesesuaian dan keselarasan dengan mereka
dalam masalah-masalah yang zhahir, seperti cara dan model berpakaian, cara bersisir, cara
berjalan dan berbicara, dan demikian seterusnya, yang pada gilirannya mengantarkan kepada
kesamaan dalam akhlak, amalan, dan keyakinan, waliyadzu billah. Hal ini bisa disaksikan
dengan panca indera, bagaimana seseorang yang memakai pakaian tentara misalnya, maka tentu
dia akan mendapati dalam dirinya perasaan berani dan dia akan bertingkah laku sebagaimana
halnya
tentara,
demikian
seterusnya.
Lihat
Al-Iqtidha`
hal
11.

2.
Tasyabbuh kebanyakannya akan mengarahkan kepada perbuatan mengagumi dan
mengidolakan pribadi-pribadi orang-orang kafir, yang pada gilirannya akan membuat dirinya
kagum kepada adat, hari raya, ibadah, dan aqidah mereka yang dari awal sampai akhirnya di
bangun di atas kebatilan dan kerusakan. Dan hal ini tentunya akan menyebabkan pudar atau
bahkan hilangnya agama Islam dari dalam hatinya, tidak kagum terhadap Islam, bahkan acuh tak
acuh serta malu mengakui dirinya sebagai muslim. Karenanya tidaklah kita dapati ada muslim
yang menokohkan orang kafir kecuali padanya ada sikap kurang mengagungkan Islam, jahil
dalam masalah agama, dan lalai -kalau kita tidak katakan meninggalkan- dalam beribadah
kepada Allah Taala.
3. Tasyabbuh akan menumbuhkan benih kasih sayang dan loyalitas kepada orang-orang kafir,
dan ini hukumnya -paling minimal- adalah haram dan merupakan dosa besar. Allah Taala
menyatakan:


Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (QS. AlMujadilah:
22)
Dan tentunya sikap ini juga akan melahirkan lawannya, berupa memusuhi orang-orang yang
mengamalkan sunnah Nabi r, berusaha menghalangi dakwah mereka, bahkan dada-dada mereka
(pelaku tasyabbuh) merasa sesak ketika mereka dilarang untuk berbuat bidah yang berbau
tasyabbuh dalam agama, seperti perayaan maulid Nabi. Lihat Al-Iqtidha` hal. 221.

Ghuluw
1. Secara bahasa, ghuluw berarti melampaui batas. Harga yang melampaui batas,
dikatakan Ghala'. Martabat ataupun kedudukan yang melampaui hak disebut, Ghalw.
Seluruhnya diambil dari kata Ghala - yaghluw.
2. Sedangkan Ghuluw dalam beragama berarti: melampaui apa yang dikehendaki
syari'at, baik dalam keyakinan, maupun amalan.
3. Ada juga ulama yang mengatakan, "Ghuluw berarti melampaui batas dengan menambahnambah dalam memuji sesuatu atau mencelanya sehingga melampaui apa yang menjadi
haknya."

BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan yang telah dibahas diatas menyebutkan bahwa ada banyak hal-hal yang bisa
merusak aqidah yang diantaranya adalah Taqlid, Bidah, Khurafat, Tasyabuh, Ghuluw. Oleh
sebab itu, kita sebagai seorang muslim harus bisa menghindari dan menjauhi hal-hal tersebut
dengan cara selalu beribadah kepada Allah dan melakukan hal-hal yang diridhoi oleh Allah
seperti berbuat baik kepada sesama manusia dan menjauhi hal-hal yang dilarang olehNya. Selain
itu selalu berpegang pada Amar Maruf Nahi Munkar, yang disebutkan pada salah satu dalil Nabi
saw. bahwasanya beliau bersabda :

Hendaklah kamu sekalian menyuruh untuk berbuat baik meskipun kamu belum bisa
mengerjakannya, dan hendaklah kamu mencegah dari perbuatan munkar meskipun kamu belum
mampu meninggalkannya.

MAKALAH AGAMA ISLAM


BAHAYA BAGI UMAT ISLAM (Taqlid, Bidah, Khurafat, Tasyabuh,
Ghuluw)

Di susun oleh:

SYIHAB ZAENUL IHSAN


1410501059

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2014
DAFTAR PUSTAKA

Asyur,Musthafa.1995.Amalan baru dalam pandangan iman as suyutr.Surabaya:Darul Hikmah.


Dr.Muhammad.2006Dzikir Berjamaah antara sunah dan bidah.Solo:Daru alhidayah an-Nabawi
Hasan,ali.2000.Membedah akar bidah.Jakarta Timur:Pustaka Al Kautsar.
Shobron Sudarno.2005.Studi Islam 3.Surakarta : LPD,UMS.
Zuhdi Najmuddin.M. dan Shobahiya Mahasri.2006.Ber-Islam.Surakarta : LPD,UMS.
Shobahiya Mahasri dan Rosyadi Imron.2005.Studi Islam 1.Surakarta : LPD,UMS.
http://www.geogle.com
http://majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-bidahdan-maksiat-dalam-agama&catid =18:shirathalmustaqim&Itemid=28
http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=439&bagian=0
http://abusalma.wordpress.com/ebooks
http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/8627070701-bid039ah-hukumnya-mubah-atau-wajibadakah.htm
http://datakristen.blogspot.com/
http://singgihcongol.wordpress.com/artikel-2/makalah-bidah/#comment-41
http://masayine.blogspot.com/2011/04/makalah-bidah.html

Anda mungkin juga menyukai