Anda di halaman 1dari 35

BUKU SAKU AD/ART

(ANGGARAN DASAR / ANGGARAN RUMAH TANGGA)

Perhimpunan
Bulan Sabit Merah Indonesia

ANGGARAN DASAR
PERHIMPUNAN
BULAN SABIT MERAH INDONESIA
MUKADIMAH
BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
Segala puji hanya bagi Allah SWT Rabb sekalian alam. Shalawat dan salam semoga selalu
dicurahkan kepada Rasul mulia, Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya
serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Menyadari sepenuhnya bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat dalam perjalanan
sejarahnya tidak pernah putus asa mewujudkan hak-hak asasi kemanusiaannya. Hakikat
penciptaan manusia tidak hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT, tetapi juga memiliki tugas
sebagai khalifah, menyebarkan kebaikan dan keselamatan bagi semua ummat manusia serta
alam semesta.
Dilandasi oleh kemanusiaan yang adil dan dengan didorong oleh semangat memberikan
kontribusi, memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan, maka gerakan-gerakan kemanusiaan
yang bersifat suka rela dengan sebuah landasan Islam sangat dibutuhkan oleh ummat saat ini.
BAB I
NAMA, ASAS, KEDUDUKAN, DAN ATRIBUT
Pasal 1
(1) Perhimpunan ini bernama Bulan Sabit Merah Indonesia disingkat BSMI, yang selanjutnya
dalam Anggaran Dasar ini disebut Perhimpunan.
(2) Perhimpunan ini dibentuk di Jakarta pada tanggal 1 Dzulqoidah 1428 H bertepatan dengan
tanggal sebelas November tahun dua ribu tujuh (11-11-2007).
(3) Perhimpunan ini didirikan untuk kurun waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 2
Perhimpunan ini berasaskan Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Pasal 3
(1) Pusat Perhimpunan berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
(2) Perhimpunan membentuk kepengurusan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Perhimpunan dapat membentuk perwakilan di luar negeri bagi Warga Negara Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 4
(1) Perhimpunan memiliki atribut berupa lambang Bulan Sabit Merah, bendera, mars, dan
hymne.

(2) Ketentuan tentang atribut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN KEGIATAN
Pasal 5
Visi Perhimpunan ini adalah menjadi lembaga kemanusiaan nasional di Indonesia dan
bekerjasama dengan lembaga kemanusiaan lain di tingkat nasional, regional dan internasional.
Pasal 6
Misi Perhimpunan ini adalah
(1) Kemanusiaan dan Perdamaian
(2) Melindungi kehidupan akibat korban konflik dan situasi lain
(3) Mencegah penderitaan dengan meningkatkan dan menguatkan hukum-hukum kemanusiaan
dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal
(4) Memberikan pelayanan terbaik bagi kemanusiaan dan perdamaian
(5) Menjalin kerjasama dengan lembaga kemanusiaan dan lembaga lainnya ditingkat nasional,
regional, dan internasional, dalam mencapai tujuannya
Pasal 7
Perhimpunan bertujuan
(1) Memasyarakatkan lambang dan gerakan Bulan Sabit Merah.
(2) Melindungi kehidupan akibat korban konflik dan situasi lain
(3) Mencegah penderitaan dengan meningkatkan dan menguatkan hukum-hukum kemanusiaan
dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal
(4) Memberikan pelayanan terbaik bagi kemanusiaan dan perdamaian
(5) Menjalin kerjasama dengan lembaga kemanusiaan dan lembaga lainnya ditingkat nasional,
regional, dan internasional, dalam mencapai tujuannya
(6) Meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya dengan tidak membedakan
agama, bangsa, suku bangsa, golongan, warna kulit, jenis kelamin dan bahasa.
Pasal 8
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Perhimpunan menjalankan
kegiatan program pokok Perhimpunan yang akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB III
PRINSIP
Pasal 9
Perhimpunan ini pada pelaksanaannya melaksanakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
(1) Keikhlasan
(2) Amanah
2

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Profesionalitas
Kemanusiaan
Kesamaan
Kenetralan
Kemandirian
Kesatuan
Kesemestaan
BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 10
Setiap warga negara Indonesia dapat menjadi Anggota Perhimpunan sesuai dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan.
Pasal 11
(1) Perhimpunan mengangkat dan memberhentikan Anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB V
STRUKTUR ORGANISASI

(1)

(2)

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Pasal 12
Struktur organisasi Perhimpunan Terdiri atas lima tingkatan:
a. Tingkat pusat
b. Tingkat provinsi
c. Tingkat kabupaten / kota
d. Tingkat kecamatan
e. Tingkat kelurahan:
Struktur organisasi Perhimpunan di tingkat pusat adalah:
a. Majelis Permusyawaratan Anggota;
b. Majelis Pimpinan Nasional;
c. Majelis Pertimbangan Nasional; dan
d. Dewan Pengurus Nasional.
Struktur organisasi Perhimpunan di tingkat provinsi adalah Dewan Pengurus Provinsi.
Struktur organisasi Perhimpunan di tingkat kabupaten/ kota adalah Dewan Pengurus
kabupaten/ kota.
Struktur organisasi Perhimpunan di tingkat kecamatan adalah Dewan Pengurus Kecamatan.
Struktur organisasi Perhimpunan di tingkat kelurahan/ desa adalah Dewan Pengurus
kelurahan/ desa.
Ketentuan berkenaan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), (5), dan
(6), diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VI
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ANGGOTA
Pasal 13
Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) adalah lembaga tertinggi perhimpunan. Penjelasan
lebih rinci diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(1) Majelis Permusyawaratan Anggota terdiri dari atas:
a. Anggota tetap ,
b. Utusan Provinsi yang dipilih oleh anggota BSMI di Provinsi.
c. Anggota yang dipilih oleh Majelis Pimpinan Nasional dengan persetujuan anggota MPA
d. Mekanisme lebih rinci diatur dalam ART.
(2) MPA mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Memilih dan menetapkan susunan kepengurusan seperti dibawah ini yaitu:
1. Ketua MPA
2. Ketua Majelis Pertimbangan Nasional;
3. Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional.
4. Sekretaris MPA
5. Bendahara MPA
b. Menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan.
c. Menetapkan Visi, dan Misi Perhimpunan.
d. Menetapkan Kebijakan Dasar dan Rencana Strategis Perhimpunan.
e. Mengesahkan anggaran belanja Dewan Pengurus Nasional.
f. Mengesahkan program kerja dan rancangan anggaran Dewan Pengurus Nasional dan
Majelis Pertimbangan Tingkat Pusat.
g. Mendengarkan laporan pertanggung jawaban Dewan Pengurus Nasional dan Majelis
Pertimbangan Tingkat Nasional serta menerima atau menolak laporan tersebut.
h. Mengevaluasi kinerja Dewan Pengurus Nasional.
i. Menentukan sikap terhadap berbagai permasalahan kemanusiaan yang berkembang di
Indonesia.
j. Menerima pengunduran diri pimpinan dan/atau anggota dari kepengurusan Perhimpunan
yang diangkat berdasarkan Putusan Majelis Permusyawaratan Anggota,
k. Menyelenggarakan musyawarah anggota sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun.
l. Bila dipandang perlu dapat mengadakan musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota
diluar agenda tahunan.
(3) Masa bakti Majelis Permusyawaratan Anggota adalah 5 (lima) tahun.
BAB VII
MAJELIS PIMPINAN NASIONAL
Pasal 14
Majelis Pimpinan Nasional adalah Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Anggota;
(1) Diketuai oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota dan beranggotakan:
a. Ketua Majelis Pertimbangan Nasional,
4

b. Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional,


c. Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Nasional (Sekretaris MPA),
d. Bendahara Umum Dewan Pengurus Nasional (Bendaharan MPA).
(2) Mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melaksanakan keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota,
b. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan Majelis Permusyawaratan
Anggota,
c. Menyelenggarakan Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota,
d. Mengesahkan rancangan struktur dan kepengurusan Perhimpunan di tingkat pusat,
e. Dapat menentukan sikap Perhimpunan, yang kemudian dilaporkan kepada musyawarah
Majelis Permusyawaratan Anggota berikutnya, dalam hal Majelis Permusyawaratan
Anggota tidak dapat melaksanakan Pasal 13 ayat (2) huruf k,
f. Menentukan sikap terhadap fitnah, kritik, pengaduan, dan tuduhan yang berkaitan
dengan Perhimpunan dan/atau Anggota Perhimpunan sesuai dengan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, serta Peraturan Perhimpunan dan/atau peraturan perundangundangan Republik Indonesia yang berlaku,
g. Menunjuk utusan untuk mewakili Perhimpunan yang akan ditempatkan pada sebuah
lembaga/organisasi, atau yang akan mengikuti kongres/seminar yang sangat strategis
baik yang diadakan di dalam maupun di luar negeri,
h. Memerintahkan Dewan Pengurus Nasional untuk membekukan struktur organisasi
dan/atau kepengurusan Majelis Pertimbangan Tingkat Provinsi dan Dewan Pengurus
Provinsi apabila terjadi pelanggaran terhadap Peraturan dan Kebijakan Perhimpunan,
melalui mekanisme yang diatur dalam Putusan Majelis Permusyawaratan Anggota,
i. Membahas Laporan Tahunan dan Laporan Pertanggungjawaban Majelis Pertimbangan
Pusat, dan Dewan Pengurus Nasional
j. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Majelis Permusyawaratan
Anggota.
(3) Masa bakti Majelis Pimpinan Nasional adalah 5 (lima) tahun.
BAB VIII
MAJELIS PERTIMBANGAN
Pasal 15
Majelis Pertimbangan adalah Majelis tinggi perhimpunan yang mempunyai kedudukan, fungsi,
tugas, dan masa bakti sebagai tersebut pada ayat berikut ini:
(1) Majelis Pertimbangan dibentuk di tingkat nasional.
(2) Majelis Pertimbangan mempunyai masa bakti 5 tahun.
(3) Majelis Pertimbangan Nasional bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan
Anggota
(4) Tugas dan wewenang Majelis Pertimbangan Nasional:
a. Memberi pertimbangan diminta atau tidak diminta kepada Dewan Pengurus Nasional
terhadap pelaksanaan program agar sesuai dengan Visi, Misi dan tujuan Perhimpunan;

b. Memberikan laporan tertulis setiap 1 (satu) tahun kepada Majelis Permusyawaratan


Anggota.
BAB IX
DEWAN PENGURUS
Pasal 16
Dewan Pengurus adalah Lembaga Eksekutif Perhimpunan yang mempunyai kedudukan, fungsi,
tugas, dan masa bakti sebagai tersebut pada ayat berikut ini:
(1) Dewan Pengurus dibentuk di tingkat nasional, propinsi kabupaten/kota, kecamatan, dan
kelurahan/desa.
(2) Dewan Pengurus mempunyai masa bakti 5 tahun.
(3) Pertanggungjawaban Dewan Pengurus adalah sebagai berikut:
a. Dewan Pengurus Nasional bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan
Anggota;
b. Dewan Pengurus Provinsi bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Nasional;
c. Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus Provinsi.
d. Dewan Pengurus Kecamatan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota.
e. Dewan Pengurus Kelurahan/desa bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus
Kecamatan.
(4) Tugas dan wewenang Dewan Pengurus Nasional:
a. Melaksanakan amanah MPA
b. Membentuk kepengurusan Dewan Pengurus Nasional
c. Menyusun, melaksanakan program kerja sesuai visi dan misi Perhimpunan.
d. Menetapkan dan mensosialisasikan peraturan DPN;
e. Melaporkan pelaksanaan kegiatan dan keuangan kepada MPA setiap satu tahun.
f. Menerima usulan, membahas dan menetapkan pembentukan Pengurus Perhimpunan
Provinsi.
g. Dapat membentuk Dewan Penasehat
(5) Tugas dan wewenang Dewan Pengurus Provinsi:
a. Menyelenggarakan musyawarah provinsi (dijelaskan dalam ART)
b. Membentuk kepengurusan Dewan Pengurus Provinsi
c. Melaksanakan amanah musyawarah provinsi
d. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan program kerja
e. Melaksanakan dan mensosialisasikan peraturan Dewan Pengurus Provinsi dan peraturan
diatasnya
f. Melaporkan pelaksanaan kegiatan dan keuangan provinsi kepada DPP setiap satu tahun
g. Menerima usulan, membahas dan menetapkan pembentukan Pengurus Perhimpunan
Tingkat kabupaten kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan dengan pertimbangan atau
melaporkan (masih pilihan) kepada DPN.
h. Dapat membentuk Dewan Penasehat
(6) Tugas dan wewenang Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota:
a. Menyelenggarakan musyawarah Kabupaten/ Kota (dijelaskan dalam ART)
b. Membentuk kepengurusan Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota
6

c. Melaksanakan amanah musyawarah Kabupaten/ Kota


d. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan program kerja
e. Melaksanakan dan mensosialisasikan peraturan Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota dan
peraturan diatasnya
f. Melaporkan pelaksanaan kegiatan dan keuangan Kabupaten/ Kota kepada Dewan
Pengurus Provinsi setiap satu tahun
g. Mendorong pembentukan Perhimpunan tingkat Kecamatan dan
h. Dapat membentuk Dewan Penasehat
(7) Tugas dan wewenang Dewan Pengurus Kecamatan:
a. Menyelenggarakan musyawarah Kecamatan (dijelaskan dalam ART)
b. Membentuk kepengurusan Dewan Pengurus Kecamatan
c. Melaksanakan amanah musyawarah Kecamatan
d. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan program kerja
e. Melaksanakan dan mensosialisasikan peraturan Dewan Pengurus Kecamatan dan
peraturan diatasnya
f. Melaporkan pelaksanaan kegiatan dan keuangan Kecamatan kepada Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota setiap satu tahun
g. Mendorong pembentukan Perhimpunan tingkat Kelurahan/Desa
(8) Tugas dan wewenang Dewan Pengurus Kelurahan/Desa:
a. Menyelenggarakan musyawarah Kelurahan/Desa (dijelaskan dalam ART)
b. Membentuk kepengurusan Dewan Pengurus Kelurahan/Desa
c. Melaksanakan amanah musyawarah Kelurahan/Desa
d. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan program kerja
e. Melaksanakan dan mensosialisasikan peraturan Dewan Pengurus Kelurahan/Desa dan
peraturan diatasnya
f. Melaporkan pelaksanaan kegiatan dan keuangan Kelurahan/Desa kepada Dewan
Pengurus Kecamatan
BAB X
RANGKAP JABATAN
Pasal 17
Ketua dan Sekretaris Perhimpunan disemua tingkat dilarang merangkap jabatan dalam seluruh
struktur kepengurusan Perhimpunan, kecuali keanggotaan dalam Majelis Permusyawaratan
Anggota dan Koordinator Regional.

BAB XI
PEMBEKUAN KEPENGURUSAN DAN PERGANTIAN KEPEMIMPINAN
DALAM KONDISI LUAR BIASA
Pasal 18
(1) Pembekuan ditingkat nasional ada dalam wewenang MPA
(2) Pembekuan ditingkat Propinsi ada dalam wewenang DPN
(3) Pembekuan ditingkat Kabupaten/kota atau dibawahnya ada dalam wewenang propinsi
(4) MPA atau DPN dapat memberikan masukan kepada propinsi dalam hal pelaksanaan ayat 2
dan 3
(5) Dalam hal kepemimpinan pada kepengurusan Perhimpunan di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, atau desa/kelurahan tidak dapat meneruskan amanahnya,
Perhimpunan dapat menunjuk pejabat sementara, pelaksana tugas harian, atau pejabat yang
melaksanakan tugas.
(6) Ketentuan berkenaan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BAB XII
MUSYAWARAH
Pasal 19
(1) Musyawarah adalah prinsip dalam pengambilan keputusan yang diselenggarakan oleh
struktur organisasi Perhimpunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4),
dan (5), sesuai dengan lingkup kewenangannya.
(2) Musyawarah dalam pengertian kelembagaan adalah forum pengambilan keputusan sesuai
dengan ruang lingkup dan jenjang Kepengurusan Perhimpunan
(3) Jenis-jenis Musyawarah berdasarkan jenjang pengambilan keputusan adalah:
a. Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota,
b. Musyawarah Nasional,
c. Musyawarah Provinsi,
d. Musyawarah Kabupaten/ Kota,
e. Musyawarah Kecamatan, dan
f. Musyawarah Kelurahan.
BAB XIII
HUBUNGAN KEORGANISASIAN
Pasal 20
(1) Perhimpunan melakukan hubungan resmi dengan lembaga-lembaga dalam dan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku, untuk
kemaslahatan bangsa dan negara.
8

(2) Ketentuan tentang hubungan keorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan Dewan Pengurus Nasional.
BAB XIV
PERBENDAHARAAN DAN KEUANGAN
Pasal 21
(1) Yang dimaksud dengan perbendaharaan Perhimpunan adalah seluruh harta kekayaan yang
berupa barang-barang bergerak, barang-barang tidak bergerak serta surat-surat berharga
termasuk uang milik Perhimpunan.
(2) Ketentuan pertanggung jawaban perbendaharaan keuangan diatur sebagai berikut:
a. Dewan Pengurus Nasional memberikan pertanggung jawaban mengenai
perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada Majelis
Permusyawaratan Anggota.
b. Dewan Pengurus Provinsi memberikan pertanggung jawaban mengenai
perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada Dewan
Pengurus Nasional melalui Musyawarah Provinsi.
c. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota memberikan pertanggung jawaban mengenai
perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada Dewan
Pengurus Provinsi melalui Musyawarah Kabupaten/Kota.
d. Dewan Pengurus Kecamatan memberikan pertanggung jawaban mengenai
perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada Dewan
Pengurus Kabupaten/Kota melalui Musyawarah Kecamatan.
e. Dewan Pengurus Kelurahan/ Desa memberikan pertanggung jawaban mengenai
perbendaharaan yang diperoleh, pengelolaan dan penggunaannya kepada Dewan
Pengurus Kecamatan melalui Musyawarah Kelurahan/Desa.
Pasal 22
(1) Keuangan Perhimpunan berasal dari:
a. Iuran Anggota Perhimpunan
b. Donatur tetap
c. Kemitraan
d. Bantuan atau hibah dari sumber-sumber lain yang halal dan sah serta tidak mengikat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku
(2) Ketentuan mengenai keuangan dan perbendaharaan Perhimpunan diatur dengan Anggaran
Rumah Tangga
BAB XV
PENGHARGAAN DAN SANKSI
Pasal 23
(1) Perhimpunan dapat memberi penghargaan kepada Anggota, atau struktur organisasi atas
prestasi, jasa, dan/atau sikap perilaku disiplin Perhimpunan.
9

(2) Perhimpunan dapat memberi penghargaan kepada instansi, lembaga, dan orang
perseorangan yang berjasa luar biasa kepada masyarakat Indonesia, dan/atau Perhimpunan.
(3) Perhimpunan dapat menjatuhkan sanksi atas perbuatan Anggota yang melanggar aturan
dan/atau organisasi, menodai citra Perhimpunan, atau perbuatan lain yang bertentangan
dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan/atau peraturan-peraturan
Perhimpunan lainnya.
(4) Ketentuan yang mengatur tentang institusi, prosedur, dan tata cara penegakan disiplin,
pemberian penghargaan, dan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2),
dan (3), diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XVI
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

(1)
(2)

(3)

(4)
(5)

(6)

Pasal 24
Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan atas usul anggota Majelis Permusyawaratan
Anggota.
Usulan Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang Anggota Majelis Permusyawaratan
Anggota.
Usulan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diajukan secara tertulis
kepada Majelis Permusyawaratan Anggota dengan mencantumkan alasannya dalam 1 (satu)
naskah, dan harus ditandatangani oleh seluruh pengusul pada setiap lembar/halaman naskah
tersebut.
Usulan perubahan Anggaran Dasar diajukan secara tertulis kepada Majelis Permusyawaratan
Anggota, selambat-lambatnya tiga bulan sebelum Musyawarah Permusyawaratan Anggota.
Anggaran dasar dapat diubah oleh Majelis Permusyawaratan Anggota dalam sidang yang
dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Anggota dan disetujui oleh separuh lebih satu anggota Majelis Permusyawaratan Anggota
yang hadir.
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga diumumkan kepada khalayak
umum.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25
(1) Majelis Permusyawaratan Anggota yang pertama diusulkan oleh Panitia Perumus Angggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Bulan Sabit Merah Indonesia
(2) MPA periode berikutnya dipilih melalui mekanisme seperti yang termaktub didalam AD/ART.
(3) Dalam hal pembentukan struktur Perhimpunan di suatu provinsi, kabupaten/kota, atau
kecamatan di wilayah Republik Indonesia belum dapat dilakukan, Dewan Pengurus Nasional,
dapat menunjuk Perwakilan Perhimpunan dan atau Koordinator Regional.

10

(4) Seluruh struktur organisasi Perhimpunan sudah harus disesuaikan dengan kondisi dan
kemampuan Provinsi, Kabupaten/kota, Kecamatan dan Kelurahan; seperti yang termaktub
dalam Anggaran Dasar paling lambat 5 (lima) tahun setelah Anggaran Dasar ini disahkan.

11

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Dalam hal terdapat keadaan yang tidak memungkinkan terlaksananya salah satu dan/atau
beberapa ketentuan Anggaran Dasar ini maka ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan
keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota.
Pasal 27
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga dan/atau Peraturan Perhimpunan lainnya.
Pasal 28
Anggaran Dasar Perhimpunan Bulan Sabit Merah ini ditetapkan dalam Musyawarah Majelis
Permusyawaratan Anggota I pada hari Sabtu tanggal 22 bulan Syaban 1432 Hijriah bertepatan
dengan tanggal 23 bulan Juli tahun 2011 di Yogyakarta, dan dinyatakan berlaku sejak ditetapkan.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ANGGOTA
PERHIMPUNAN BULAN SABIT MERAH INDONESIA,

Dr. dr. Basuki Supartono,SpOT,FICS,MARS


KETUA

12

ANGGARAN RUMAH TANGGA


PERHIMPUNAN
BULAN SABIT MERAH INDONESIA
MUKADIMAH
BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
BAB I
NAMA DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
(1) Perhimpunan ini bernama Bulan Sabit Merah Indonesia dan disingkat BSMI.
(2) Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia tercatat dalam Berita Negara Republik
Indonesia no. 84 tertanggal 17 Oktober 2008 dan Tambahan Berita Negara No.61 Tahun
2008
BAB II
TAFSIR LAMBANG PERHIMPUNAN
Pasal 2
(1) Lambang Perhimpunan adalah Bulan Sabit Merah dengan tulisan BSMI berwarna merah
di bawahnya.
(2) Bentuk, perbandingan ukuran dan arti lambang Bulan Sabit Merah yang dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1) adalah seperti termaktub dalam lampiran I.
(3) Bentuk, ukuran dan arti lambang Bulan Sabit Merah seperti dimaksud dalam pasal 4
ayat (2) anggaran dasar. Adalah seperti pada gambar dalam lampiran II.
BAB III
SASARAN, PROGRAM, DAN SARANA
Pasal 3
(1) Sasaran Perhimpunan adalah meringankan penderitaan sesama manusia apapun
sebabnya, dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku bangsa, golongan, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa dan haluan politik.
(2) Sasaran Perhimpunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Kebijakan
Dasar dan Rencana Strategis Perhimpunan.
Pasal 4
Untuk mencapai tujuan Perhimpunan maka dilakukan program-program utama :
(1) Tanggap Bencana
(2) Kegawatdaruratan
(3) Pelayanan Kesehatan
13

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Kesehatan Ibu dan Anak


Bulan Sabit Merah Remaja
Pelayanan Ambulan
Pendidikan Kesehatan
Penanganan Pengungsi
Pemberdayaan masyarakat

Pasal 5
Perhimpunan menggunakan berbagai sarana yang tidak bertentangan dengan norma hukum
dan kemaslahatan umum antara lain:
(1) Aktivitas pelayanan kesehatan dan sosial, pendidikan dan pelatihan, pengembangan
dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat membantu memperbaiki
kualitas kehidupan masyarakat serta dapat menyelesaikan permasalahannya.
(2) Menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga pemerintahan; badan-badan penentu
kebijakan, hukum, dan perundang-undangan; lembaga swadaya masyarakat.
(3) Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga kemanusiaan nasional lain, negara lain
dan tingkat internasional.
(4) Menerima dan menyerap aspirasi serta mengutamakan dialog konstruktif dan kerja
nyata dengan semua unsur masyarakat.
(5) Mengembangkan sumber-sumber dana melalui program kemitraan dan penggalangan
dana dari anggota, masyarakat dan badan usaha
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 6
Anggota Perhimpunan adalah Warga Negara berusia minimal 12 tahun, mendaftarkan diri,
memenuhi persyaratan dan disahkan oleh Perhimpunan menurut ketentuan yang
ditetapkan.
(1) Jenis Keanggotaan adalah:
a. Berdasarkan usia adalah:
1. Anggota Remaja
2. Anggota Dewasa
b. Berdasarkan jenjang adalah :
1. Anggota Muda.
2. Anggota Madya.
3. Anggota Siaga.
c.

Berdasarkan jasa adalah:


1. Anggota Ahli
2. Anggota Kehormatan
(2) Persyaratan Anggota :
a. Anggota Remaja adalah Warga Negara Indonesia berumur 12 tahun sampai 18
tahun.
14

b.

c.

d.

e.

f.

g.

Anggota Dewasa
1. Anggota Dewasa adalah Warga Negara Indonesia yang menaruh perhatian dan
minat untuk berperan serta memajukan Perhimpunan Bulan Sabit Merah
Indonesia.
2. Anggota Dewasa serendah-rendahnya berusia 18 tahun atau telah menikah
3. Anggota BSMR yang usianya memenuhi kriteria anggota dewasa
Anggota Muda
1. Warga Negara Indonesia yang berminat pada kegiatan kemanusiaan dan sosial
dan memenuhi peryaratan adminsitratif yang berlaku.
2. Telah mengikuti pelatihan dasar tentang ke-BSMI-an.
3. Terlibat aktif dalam kegiatan kemanusian dan sosial BSMI.
Anggota Madya
1. Warga Negara Indonesia yang berminat pada kegiatan kemanusiaan dan
sosial.
2. Telah mengikuti pelatihan ke-BSMI-an dan pelatihan peningkatan sesuai
dengan bidangnya masing-masing (program Perhimpunan BSMI) atau anggota
Muda yang sudah terlibat aktif dalam kegiatan kemanusian dan sosial BSMI
minimal dua tahun
Anggota Siaga
1. Warga Negara Indonesia yang berminat pada kegiatan kemanusiaan dan
sosial.
2. Telah mengikuti pelatihan ke-BSMI-an dan pelatihan lanjutan peningkatan
sesuai dengan bidangnya masing-masing (program Perhimpunan BSMI)
3. Terlibat aktif dalam kegiatan kemanusian dan sosial BSMI sebagai anggota
Madya minimal lima tahun
4. Menyatakan kesediaan tertulis dan siap sedia menerima tugas bila dibutuhkan
oleh Perhimpunan BSMI.
Anggota Ahli
1. Warga Negara Indonesia yang berminat pada kegiatan kemanusiaan dan
sosial.
2. Memahami perjuangan kemanusiaan dan kegiatan sosial Perhimpunan BSMI
3. Terlibat aktif dalam kegiatan kemanusian dan sosial BSMI sesuai dengan
spesialisasinya.
4. Menyatakan kesediaan tertulis dan siap sedia menerima tugas bila dibutuhkan
oleh Perhimpunan BSMI.
Anggota Kehormatan
1. Seseorang yang diangkat menjadi anggota Perhimpunan BSMI karena
memberikan kontribusi yang besar terhadap BSMI dan berminat terhadap
perjuangan untuk kemanusiaan dan sosial.
2. Mempunyai posisi yang strategis di masyarakat dan negara sehingga
mempunyai kekuatan dalam memperjuangan masalah kemanusiaan dan
sosial.
15

(3) Setiap anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terdaftar dan memiliki Kartu
Tanda Anggota Perhimpunan, terlibat aktif mendukung setiap kegiatan Perhimpunan,
mengikuti pembinaan, pendidikan, dan pelatihan perhimpunan, serta dinyatakan lulus
untuk masing-masing jenjang keanggotaan.
(4) Anggota Remaja dan Dewasa diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota.
(5) Anggota Muda, Anggota Madya diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengurus
Provinsi.
(6) Anggota Siaga, Ahli dan Kehormatan diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengurus
Nasional.
(7) Pemberhentian Anggota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4), (5), dan (6)
dilaksanakan setelah mendapat rekomendasi pemberhentian dari Majelis Pertimbangan
dan/atau badan yang berwenang melaksanakan penegakan disiplin organisasi.
Pasal 7
(1) Kewajiban Anggota:
a. Mengikrarkan janji anggota masing-masing sebagai berikut:
1. Anggota Muda.
Saya berjanji untuk bertaqwa kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan senantiasa
berpegang kepada prinsip-prinsip gerakan kemanusiaan Bulan Sabit Merah
Indonesia serta komitmen kepada visi, misi, dan tujuan Perhimpunan Bulan Sabit
Merah Indonesia, dan melaksanakan kewajiban Anggota Perhimpunan sesuai
dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan peraturan Perhimpunan
lainnya semaksimal kemampuan.
2. Anggota Madya.
Saya berjanji untuk bertaqwa kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa), beramal
bersama Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia, dan senantiasa berpegang
kepada prinsip-prinsip gerakan kemanusiaan Bulan Sabit Merah Indonesia serta
komitmen kepada visi, misi, dan tujuan Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia,
dan melaksanakan kewajiban Anggota Perhimpunan sesuai dengan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan peraturan Perhimpunan lainnya semaksimal
kemampuan

3. Anggota Siaga.
Saya berjanji untuk bertaqwa kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan selalu siaga
dalam mengemban amanah Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia dan
senantiasa berpegang kepada prinsip-prinsip gerakan kemanusiaan Bulan Sabit
Merah Indonesia serta komitmen kepada visi, misi, dan tujuan Perhimpunan Bulan
Sabit Merah Indonesia, dan melaksanakan kewajiban Anggota Perhimpunan sesuai
dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan peraturan Perhimpunan
lainnya semaksimal kemampuan.
4. Anggota Kehormatan
16

Saya berjanji untuk bertaqwa kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan senantiasa
memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi kemajuan dan
perkembangan Perhimpunan Bulan Sabit Merah Indonesia sesuai dengan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan peraturan Perhimpunan lainnya, semaksimal
kemampuan,, berpegang kepada prinsip-prinsip gerakan kemanusiaan Bulan Sabit
Merah Indonesia serta komitmen kepada visi, misi, dan tujuan Perhimpunan Bulan
Sabit Merah Indonesia, dan melaksanakan kewajiban Anggota Perhimpunan sesuai
dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan peraturan Perhimpunan
lainnya semaksimal kemampuan.
b. Berpegang teguh kepada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Keputusan
Musyawarah Nasional, Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota, dan
peraturan Perhimpunan;
c. Menjalankan tugas-tugas yang diamanahkan oleh Perhimpunan;
d. Membayar iuran.
(2) Hak-hak Umum Anggota:
a. Hak memperoleh pelatihan;
b. Hak memperoleh status keanggotaan sesuai dengan jenjangnya;
c. Hak menyatakan pendapat, berkreasi, dan berinisiatif dalam berbagai bentuk
sesuai etika moral dan tertib organisasi;
d. Hak membela diri, mendapat pembelaan dan/atau perlindungan hukum, serta
rehabilitasi;
e. Hak memberi nasihat, mengkritik, mengevaluasi, mengemukakan pendapat, dan
usulan secara bebas sesuai dengan etik moral dan tertib organisasi;
f. Hak perlindungan dari Perhimpunan atas segala bentuk kesewenang-wenangan,
kemudaratan, atau perlakuan zhalim yang disebabkan karena mengemukakan
pendapat, atau melaksanakan tujuan dan arahan Perhimpunan.
(3) Hak-hak Khusus Anggota.
a. Hak ikut dalam acara-acara resmi Perhimpunan yang berlaku baginya;
b. Hak ikut dalam pelatihan Perhimpunan;
c. Hak ikut serta dalam pemilihan dan pencalonan pada berbagai struktur
kepengurusan Perhimpunan;
d. Hak ikut serta dalam aktivitas dan kegiatan Perhimpunan;
e. Hak bicara yaitu hak untuk menyampaikan pendapat;
f. Hak suara yaitu hak untuk ikut serta menetapkan suatu Keputusan;
g. Hak memperoleh pendampingan dan pembelaan dari/oleh struktur Perhimpunan
tempat yang bersangkutan bertugas di hadapan Ketua Majelis Permusyawaratan
Anggota, atau di hadapan badan yang berwenang melaksanakan penegakan disiplin
organisasi; dan
h. Hak memperoleh pendampingan dan pembelaan hukum di muka lembaga
peradilan, sepanjang menjalankan tugas-tugas Perhimpunan.
(4) Anggota berhenti karena:
a. Meninggal dunia.
b. Diberhentikan.
c. Mengundurkan diri
17

(5) Hal-hal yang berkenaan dengan keanggotaan Perhimpunan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Perhimpunan
BAB V
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ANGGOTA
Pasal 8
(1) Syarat-syarat untuk menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Anggota sebagai
berikut:
a. Anggota Siaga dengan masa keanggotaan tidak kurang dari 7 (tujuh) tahun,
b. Berpegang teguh kepada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, peraturan, dan
kebijakan Perhimpunan,
c. Mampu menunaikan kewajiban-kewajiban Anggota Majelis Permusyawaratan
Anggota,
d. Tidak mendapatkan sanksi Perhimpunan dalam 1 (satu) tahun terakhir yang
menyebabkan dicabut haknya untuk dipilih,
e. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun, dan
f. Berwawasan Perhimpunan Bulan Sabit Merah, amanah, dan berwibawa.
(2) Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota berjumlah sekurang-kurangnya 33 (tiga
puluh tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 45 (empat puluh lima) orang.
(3) Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota terdiri atas Anggota Tetap, utusan Provinsi
yang dipilih oleh anggota BSMI di Provinsi, dan Anggota yang dipilih oleh Majelis
Pimpinan Nasional dengan persetujuan anggota MPA.
Pasal 9
(1) Pemilihan anggota Majelis Permusyawaratan Anggota yang dipilih oleh Anggota
Perhimpunan diselenggarakan melalui pemilihan khusus yang dilaksanakan oleh Panitia
yang dibentuk oleh Majelis Permusyawaratan Anggota.
(2) Panitia pemilihan khusus:
a. Terdiri atas seorang ketua berasal dari anggota Majelis Pertimbangan Nasional,
seorang sekretaris berasal dari Dewan Pengurus Nasional, dan beberapa orang
anggota yang diperlukan;
b. bersifat independen;
c. dibiayai dari anggaran belanja Perhimpunan;
d. dilengkapi dengan sekretariat yang ditentukan oleh Perhimpunan;
e.
f.
g.

dapat meminta serta menerima saran, dan/atau bantuan dari Majelis


Pertimbangan Nasional untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya;
menyampaikan laporan perkembangan secara berkala kepada Majelis
Pertimbangan Nasional;
menyampaikan laporan akhir dan pertanggungjawaban kepada Majelis
Permusyawaratan Anggota.

18

(3) Anggota yang dipilih oleh Majelis Permusyawaratan anggota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (3) adalah orang-orang yang diperlukan oleh Perhimpunan, terdiri
atas pakar dan tokoh dengan jumlah yang tidak melebihi jumlah anggota terpilih.
(4) Pemilihan pakar dan tokoh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di samping memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), juga mempertimbangkan:
a. kemampuan berpikir makro dan strategis,
b. berbagai keahlian spesifik yang menggambarkan universalitas.
c. berwawasan Perhimpunan Bulan Sabit Merah.
(5) Pengesahan dan pelantikan Anggota terpilih dilakukan dalam Musyawarah Majelis
Permusyawaratan Anggota, masing-masing mengucapkan janji setia dengan naskah
sebagaimana termaktub pada ayat (6).
(6) Jika anggota Majelis Permusyawaratan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
telah terpilih, maka masing-masing mengucapkan janji anggota di hadapan Ketua
Majelis Permusyawaratan Anggota dalam pertemuan Majelis Permusyawaratan
Anggota dan disaksikan oleh anggota Majelis Permusyawaratan Anggota lainnya,
dengan kalimat sebagai berikut:
Saya berjanji kepada Allah yang Maha Esa untuk berpegang teguh kepada Ajaran-Nya,
bekerja dengan sungguh-sungguh di jalan-Nya, dan menunaikan syarat-syarat
keanggotaan Majelis Permusyawaratan Anggota, serta kewajiban-kewajibannya, dan
untuk mendengar serta taat kepada pemimpin dalam keadaan lapang maupun sempit,
dalam hal tidak maksiat, dan dengan sekuat tenaga melaksanakan tugas-tugas darinya.
Untuk itu saya berjanji, dan Allah menjadi saksi atas apa yang saya ucapkan.

(1)
(2)

(3)

(4)

Pasal 10
Masa bakti Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota adalah 5 (lima) tahun.
Tugas dan kewajiban Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota:
a. Memimpin Majelis Permusyawaratan Anggota.
b. Memimpin Majelis Pimpinan Nasional.
c. Menerima pengaduan dan/ atau penjelasan dari Anggota Majelis Permusyawaratan
Anggota yang berkenaan dengan masalah yang didugakan kepada Anggota Majelis
Permusyawaratan Anggota yang bersangkutan.
d. Menyampaikan Laporan Tahunan kepada Majelis Permusyawaratan Anggota.
Setiap Anggota Perhimpunan dapat dicalonkan menjadi Ketua Majelis
Permusyawaratan Anggota dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota;
b. Masa keanggotaannya sebagai Anggota siaga sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
c. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun;
d. Memiliki kapasitas keilmuan (khususnya Perhimpunan Bulan Sabit Merah), potensi
kepemimpinan, keteladanan moral dan amal, serta berwawasan luas;
e. Memiliki kemampuan kesehatan untuk mengemban beban tugas dan kewajiban
yang diamanahkan.
Hal-hal lain yang berkenaan dengan Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota, diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota.
19

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)
(6)

Pasal 11
Gugurnya keanggotaan Majelis Permusyawaratan Anggota karena:
a. meninggal dunia,
b. berhalangan tetap,
c. mengundurkan diri dengan alasan syar'i,
d. diberhentikan dengan Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota.
Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota dapat diberhentikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, karena:
a. tidak lagi memenuhi persyaratan keanggotaannya;
b. melalaikan tugas dan/atau kewajibannya; atau
c. sebab-sebab lain yang diputuskan oleh Majelis Permusyawaratan Anggota
Pemberhentian seorang anggota Majelis Permusyawaratan Anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), hanya dapat dilakukan setelah memenuhi prosedur berikut :
a. Yang bersangkutan telah diberi nasehat oleh Ketua Majelis Permusyawaratan
Anggota atau pihak yang ditunjuk oleh Majelis Permusyawaratan Anggota; atau
b. Mendapat rekomendasi pemberhentian dari Majelis Pertimbangan Nasional
dan/atau badan yang berwenang melakukan penegakan disiplin organisasi.
Dalam hal gugurnya keanggotaan seorang anggota Majelis Permusyawaratan Anggota,
selain Anggota Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Majelis
Permusyawaratan Anggota:
a. Memberhentikan Anggota yang bersangkutan dari jabatannya yang berkaitan
langsung dengan status keanggotaannya di Majelis Permusyawaratan Anggota.
b. Menetapkan penggantinya, dengan ketentuan:
1. Apabila yang bersangkutan adalah anggota hasil pemilihan maka penggantinya
adalah calon anggota dengan nomor urut perolehan suara di bawahnya dari
daerah pemilihan yang sama.
2. Apabila yang bersangkutan adalah dari unsur anggota yang dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Anggota maka penggantinya dapat dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Anggota.
Ketentuan mengenai prosedur dan proses pengangkatan anggota pengganti diatur
dengan Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota.
Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota pengganti, dilantik menurut prosedur dan
tatacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6).

Pasal 12
(1) Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun sekali dengan jadwal dan agenda yang telah ditentukan.
(2) Musyawarah Istimewa Majelis permusyawaratan Anggota dapat diselenggarakan atas
dasar permintaan tertulis sekurang-kurangnya sepertiga anggota Majelis
Permusyawaratan Anggota.

20

(3) Dalam hal tertentu, Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota dapat menangguhkan
pelaksanaan Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) dan (2) untuk tenggang waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(4) Penanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota
adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota.
(5) Pengaturan lebih lanjut berkenaan dengan maksud ayat (2) dan (3) ditetapkan dalam
Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota.
(6) Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota dapat mengundang peserta peninjau
atau narasumber yang ketentuannya diatur dalam Keputusan Majelis Permusyawaratan
Anggota.

(1)
(2)

(3)

(4)

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

(7)

Pasal 13
Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota dinyatakan quorum apabila dihadiri
oleh tidak kurang dari dua pertiga anggotanya.
Apabila jumlah peserta yang hadir tidak mencapai quorum sebagaimana dimaksud ayat
(1), maka musyawarah dapat diselenggarakan setelah 3 (tiga) jam berikutnya dengan
jumlah sekurang-kurangnya setengah jumlah anggota.
Apabila jumlah sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak tercapai, musyawarah
diselenggarakan setelah 2 (dua) jam sesudah itu dengan jumlah yang hadir sekurangkurangnya satu pertiga jumlah anggota.
Undangan kepada para anggota Majelis disertai jadwal rencana kerja dan harus
diterima 7 (tujuh) hari sebelum penyelenggaraan untuk Musyawarah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dan paling lambat 3 (tiga) hari untuk Musyawarah
Istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
Pasal 14
Musyawarah dipimpin oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota.
Jika Ketua MPA berhalangan hadir maka musyawarah dipimpin oleh salah satu anggota
MPA yang ditunjuk secara tertulis oleh ketua MPA
Pengambilan Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota dilaksanakan secara
mufakat.
Jika mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, maka pemilihan
dilaksanakan melalui pemungutan suara (voting).
Jika hasil pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh jumlah
suara yang sama, maka pemungutan suara diulangi 1 (satu) kali.
Jika pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap menghasilkan
jumlah suara yang sama, maka yang ditetapkan sebagai Keputusan adalah pihak di
mana Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota berada di dalamnya.
Dalam hal Majelis Permusyawaratan Anggota telah berakhir masa baktinya, sedang
Majelis Permusyawaratan Anggota yang baru belum terbentuk, maka Majelis
Permusyawaratan Anggota tetap berhak mengambil Keputusan, kecuali menetapkan
Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota, mengubah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga, mengangkat anggota baru dan/atau anggota pengganti, serta memberhentikan
Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota.
21

BAB VI
MAJELIS PIMPINAN NASIONAL

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)

Pasal 15
Majelis Pimpinan Nasional adalah forum koordinasi dan konsultasi berkenaan dengan
Keputusan Musyawarah Nasional, Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota, serta
tugas, fungsi, dan kewenangan Majelis Pertimbangan Nasional, dan Dewan Pengurus
Nasional.
Hasil musyawarah Majelis Pimpinan Nasional ditindaklanjuti oleh Majelis Pertimbangan
Nasional, dan/atau Dewan Pengurus Nasional.
Majelis Pimpinan Nasional dapat mengundang pihak-pihak berkenaan dengan tugas,
fungsi, dan kewenangan Majelis Pertimbangan Nasional, dan/atau Dewan Pengurus
Nasional.
Hasil musyawarah Majelis Pimpinan Nasional disosialisasikan sesuai dengan tingkat
kepentingannya melalui struktur Perhimpunan.
Musyawarah Majelis Pimpinan Nasional dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan sekali.
BAB VII
MAJELIS PERTIMBANGAN NASIONAL

Pasal 16
(1) Kepengurusan Majelis Pertimbangan Nasional terdiri atas:
a. Seorang ketua,
b. Seorang Sekretaris, dan
c. Anggota.
(2) Majelis Pertimbangan Nasional, dengan persetujuan Majelis Pimpinan Nasional, dapat
membentuk Tim Ahli di tingkat nasional.
Pasal 17
(1) Anggota Majelis Pertimbangan Nasional sebanyak-banyaknya terdiri atas sepertiga
Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota.
(2) Persyaratan untuk jabatan Ketua dan Sekretaris sebagai berikut:
a. Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota;
b. pernah menjadi pengurus dalam kepengurusan struktur organisasi Perhimpunan di
tingkat pusat;
c. memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Majelis Pertimbangan
Nasional;
d. menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas
Majelis Pertimbangan Nasional.
(3) Atas persetujuan Majelis Pimpinan Nasional, Ketua Majelis Pertimbangan Nasional
melengkapi struktur dan kepengurusan dengan anggota yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
22

a.
b.

sekurang-kurangnya Anggota Siaga;


pernah menjadi pengurus dalam kepengurusan struktur organisasi Perhimpunan di
tingkat pusat atau provinsi;
c. memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Majelis Pertimbangan
Nasional;
d. menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas
Majelis Pertimbangan Nasional.
BAB VIII
DEWAN PENGURUS NASIONAL
Pasal 18
(1) Dewan Pengurus Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Perhimpunan.
(2) Ketua Umum Perhimpunan berhak bertindak untuk dan atas nama Perhimpunan, sesuai
dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
(3) Kepengurusan Dewan Pengurus Nasional terdiri atas:
a. seorang Ketua Umum,
b. seorang Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal,
c. seorang Bendahara Umum dan Wakil Bendahara,
d. beberapa Bidang.
e. beberapa Departemen.
f. Koordinator regional
Pasal 19
(1) Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengurus Nasional adalah
sebagai berikut:
a. Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota untuk jabatan-jabatan Ketua Umum,
Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum;
b. Anggota Majelis Permusyawaratan Anggota atau sekurang-kurangnya Anggota
Siaga atas persetujuan Majelis Pimpinan Nasional untuk jabatan Ketua-ketua
Bidang, Wakil Sekretaris Jenderal, dan Wakil Bendahara Umum, dan Ketua-ketua
Departemen;
c. pernah menjadi pengurus dalam kepengurusan struktur organisasi Perhimpunan di
tingkat pusat;
d. memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Dewan Pengurus
Nasional;
e. menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas
Dewan Pengurus Nasional.
(2) Atas persetujuan Majelis Pimpinan Nasional, Ketua Umum Perhimpunan melengkapi
keanggotaan pada jabatan-jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3)
huruf d dan e di Dewan Pengurus Nasional dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. sekurang-kurangnya Anggota Siaga;
23

b.

pernah menjadi pengurus dalam kepengurusan struktur organisasi Perhimpunan di


tingkat pusat atau provinsi;
c. memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Dewan Pengurus
Nasional;
d. menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas
Dewan Pengurus Nasional.

Pasal 20
Tugas struktural Dewan Pengurus Nasional sebagai berikut:
(1) Melaksanakan Keputusan Musyawarah Nasional dan Keputusan Majelis
Permusyawaratan Anggota;
(2) menarik dan mengelola Iuran Anggota Perhimpunan;
(3) membentuk dan menetapkan struktur dan kepengurusan Dewan Pengurus Provinsi;
(4) menerima dan mengelola waqaf, hibah, dan sumbangan sukarela yang halal, sah, dan
tidak mengikat;
(5) menyampaikan laporan perbendaharaan dan keuangan Perhimpunan serta evaluasi
secara berkala kepada Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota melalui Majelis
Pimpinan Nasional;
(6) menetapkan status Anggota Siaga, Ahli dan Kehormatan.
Pasal 21
Tugas konsepsional Dewan Pengurus Nasional sebagai berikut:
(1) Menyusun rencana program dan anggaran tahunan Dewan Pengurus Nasional.
(2) Menyusun struktur dasar organisasi Perhimpunan di bawahnya,
(3) Mengkompilasi rencana program dan anggaran tahunan Dewan Pengurus Nasional
dengan rencana program dan anggaran tahunan Majelis Pertimbangan Nasional,
(4) Mengajukan rencana program dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada
huruf a kepada Majelis Permusyawaratan Anggota, serta
(5) Menetapkan produk-produk konsepsional untuk bidang-bidang tugas dan struktur
organisasi Perhimpunan di bawahnya.
Pasal 22
Tugas manajerial Dewan Pengurus Nasional sebagai berikut:
(1) Memimpin dan mengawasi struktur organisasi Perhimpunan di bawahnya,
(2) Membentuk dan mengkoordinasikan lembaga-lembaga pendukung Perhimpunan,
(3) Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program kerja tahunan Dewan Pengurus
Provinsi.
(4) Menetapkan Panduan tentang proyeksi, nominasi, promosi, dan mutasi Anggota
Perhimpunan, serta
(5) Merancang dan melaksanakan proyeksi, nominasi, promosi, dan mutasi Anggota
Perhimpunan.

24

Pasal 23
Tugas operasional Dewan Pengurus Nasional sebagai berikut:
(1) Melakukan sosialisasi hasil kesepakatan musyawarah Majelis Pimpinan Nasional sesuai
dengan urgensi dan kompetensinya,
(2) Menerbitkan dan mensosialisasikan pandangan dan pernyataan resmi Perhimpunan,
(3) Menyelenggarakan rekruitmen Anggota Perhimpunan,
(4) Atas persetujuan Majelis Pimpinan Nasional melaksanakan tugas dan fungsinya sejauh
struktur organisasi dan kepengurusan Perhimpunan di tingkat provinsi tersebut belum
terbentuk atau tidak efektif.
BAB IX
Dewan Pengurus Propinsi
Pasal 24
(1) Dewan Pengurus Provinsi adalah lembaga eksekutif tingkat provinsi yang berkedudukan
di ibu kota provinsi.
(2) Kepengurusan Dewan Pengurus Provinsi terdiri atas:
a. Seorang Ketua,
b. Beberapa Ketua Bidang,
c. Seorang Sekretaris dan Wakil Sekretaris,
d. Seorang Bendahara dan Wakil Bendahara

(1)

(2)
(3)
(4)

Pasal 25
Persyaratan untuk jabatan Ketua, Sekretaris, Bendahara, Ketua Bidang Dewan Pengurus
Provinsi sebagai berikut:
a. Ketua dan Sekretaris Sekurang-kurangnya Anggota Siaga;
b. Pernah menjadi pengurus dalam kepengurusan struktur organisasi Perhimpunan;
c. Taqwa, berpegang teguh kepada nilai-nilai moral dan kebenaran, adil, serius dalam
kemaslahatan dan persatuan bangsa, serta jauh dari fanatisme kepentingan pribadi
dan golongan;
d. Memiliki wawasan kebulansabitmerahan dan kewilayahan yang memungkinkannya
melaksanakan tugas;
e. Memiliki pengetahuan yang cukup tentang kewilayahan, keorganisasian,
administrasi, dan manajemen;
f. Memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Dewan Pengurus
Provinsi;
g. Menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas
Dewan Pengurus Provinsi.
Ketua Dewan Pengurus Provinsi berwenang membentuk struktur kepengurusan untuk
ditetapkan oleh Dewan Pengurus Nasional.
Pemilihan Ketua Dewan Pengurus Provinsi dilaksanakan dalam Musyawarah Provinsi.
Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan ayat (2) dan (3), diatur dalam Panduan
Dewan Pengurus Nasional.
25

Pasal 26
Tugas Dewan Pengurus Provinsi sebagai berikut:
(1) Melaksanakan kebijakan-kebijakan Dewan Pengurus Nasional dan Keputusan
Musyawarah Provinsi;
(2) Menarik dan mengelola Iuran Anggota sesuai dengan Panduan Dewan Pengurus
Nasional;
(3) Menerima dan mengelola waqaf, hibah, dan sumbangan sukarela yang halal, sah, dan
tidak mengikat;
(4) Menyampaikan laporan pelaksanaan program dan realisasi anggaran setiap 6 (enam)
bulan kepada Dewan Pengurus Nasional;
(5) Mengajukan laporan kerja dan kinerja secara berkala kepada Dewan Pengurus Nasional;
(6) Menyelenggarakan Musyawarah Provinsi; dan
(7) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Pengurus Nasional melalui
Musyawarah Provinsi.
Pasal 27
Tugas konsepsional Dewan Pengurus Provinsi sebagai berikut:
(1) Menyusun rencana program dan anggaran tahunan Dewan Pengurus Provinsi,
(2) Mengajukan rencana program dan anggaran tahunan kepada Dewan Pengurus
Nasional.
Pasal 28
Tugas manajerial Dewan Pengurus Provinsi sebagai berikut:
(1) Mengajukan rancangan struktur dan kepengurusan Dewan Pengurus Provinsi kepada
Dewan Pengurus Nasional,
(2) Memimpin dan mengawasi struktur organisasi Perhimpunan di bawahnya,
(3) Atas persetujuan Dewan Pengurus Nasional, membentuk dan mengkoordinasikan
lembaga-lembaga pendukung Perhimpunan.
(4) Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan program kerja tahunan Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota, serta
(5) Merancang dan melaksanakan proyeksi, nominasi, promosi, dan mutasi Anggota
Perhimpunan di provinsi sesuai dengan Panduan Dewan Pengurus Nasional.
Pasal 29
Tugas operasional Dewan Pengurus Provinsi sebagai berikut:
(1) Mensosialisasikan pandangan dan pernyatan resmi Perhimpunan,
(2) Menyelenggarakan rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, serta kursus-kursus
kebulansabitmerahan, kewilayahan, organisasi dan manajemen, serta kepemimpinan,

26

(3) Atas persetujuan Dewan Pengurus Nasional melaksanakan tugas, fungsi, dan
kewenangan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sejauh struktur organisasi dan
kepengurusan Perhimpunan di tingkat kabupaten/kota tersebut belum terbentuk atau
tidak efektif.
BAB X
STRUKTUR PERHIMPUNAN DI TINGKAT KABUPATEN/KOTA
Pasal 30
(1) Dewan Pengurus Kabupaten/Kota adalah lembaga eksekutif tingkat kabupaten/kota
yang berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(2) Kepengurusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Seorang Ketua ;
b. Seorang sekretaris dan Wakil Sekretaris.
c. Seorang Bendahara dan Wakil Bendahara, serta
d. Beberapa bidang

(1)

(2)
(3)
(4)

Pasal 31
Persyaratan untuk jabatan Ketua, Sekretaris, Bendahara, Ketua Bidang Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya Anggota Siaga untuk Ketua;
b. Pernah menjadi pengurus dalam kepengurusan struktur organisasi Perhimpunan.
c. Taqwa, berpegang teguh kepada nilai-nilai moral dan kebenaran, adil, serius dalam
kemaslahatan dan persatuan bangsa, serta jauh dari fanatisme kepentingan pribadi
dan golongan;
d. Memiliki wawasan kebulansabitmerahan, sosial, hukum, dan kewilayahan yang
memungkinkannya melaksanakan tugas;
e. Memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota;
f. Menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas
Dewan Pengurus Kabupaten/Kota.
Ketua Dewan Pengurus Kabupaten/Kota berwenang membentuk struktur kepengurusan
untuk ditetapkan oleh Dewan Pengurus Provinsi.
Pemilihan Ketua Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dilaksanakan dalam Musyawarah
Kabupaten/Kota.
Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan ayat (2) dan (3) diatur dalam Panduan Dewan
Pengurus Nasional.

Pasal 32
Tugas struktural Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai berikut:
(1) Melaksanakan kebijakan-kebijakan Dewan Pengurus Provinsi, Keputusan Musyawarah
Kabupaten/Kota;
27

(2) Menarik dan mengelola Iuran Anggota dan Iuran Wajib Keanggotaan sesuai dengan
Panduan Dewan Pengurus Nasional;
(3) Membentuk dan menetapkan struktur dan kepengurusan Dewan Pengurus Kecamatan;
(4) Menerima dan mengelola waqaf, hibah, dan sumbangan sukarela yang halal, legal, dan
tidak mengikat;
(5) Menyampaikan laporan pelaksanaan program dan realisasi anggaran setiap 6 (enam)
bulan kepada Dewan Pengurus Provinsi;
(6) Melakukan supervisi dan evaluasi pelaksanaan program kerja tahunan Dewan Pengurus
Kecamatan;
(7) Melaksanakan Musyawarah Kabupaten/Kota; dan
(8) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Pengurus Provinsi melalui
Musyawarah Kabupaten/Kota.
Pasal 33
Tugas konsepsional Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai berikut:
(1) Menyusun rencana program dan anggaran tahunan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota.
(2) Rencana program dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Dewan Pengurus Provinsi dan
(3) Menetapkan produk-produk konsepsional untuk bidang-bidang tugas dan struktur
organisasi Perhimpunan di bawahnya.
Pasal 34
Tugas manajerial Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai berikut:
(1) Mengajukan rancangan struktur kepengurusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota
kepada Dewan Pengurus Provinsi;
(2) Memimpin dan mengawasi struktur organisasi Perhimpunan di bawahnya;
(3) Atas persetujuan Dewan Pengurus Provinsi, membentuk dan mengkoordinasikan
lembaga-lembaga pendukung Perhimpunan; serta
(4) Merancang dan melaksanakan proyeksi, nominasi, promosi, dan mutasi Anggota
Perhimpunan di tingkat kabupaten/kota sesuai dengan Panduan Dewan Pengurus
Nasional.
Pasal 35
Tugas operasional Dewan Pengurus Kabupaten/Kota sebagai berikut:
(1) Menerbitkan dan mensosialisasikan pandangan dan pernyatan resmi Perhimpunan;
(2) Menyelenggarakan rekruitmen Anggota Perhimpunan;
(3) Menyelenggarakan rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, serta kursus-kursus
kebulansabitmerahan, kewilayahan, organisasi dan manajemen, serta kepemimpinan;

28

BAB XI
STRUKTUR PERHIMPUNAN TINGKAT KECAMATAN

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Pasal 36
Struktur Perhimpunan pada tingkat kecamatan berkedudukan di kecamatan.
Struktur Perhimpunan tingkat kecamatan disebut Dewan Pengurus Kecamatan.
Pemilihan Ketua Dewan Pengurus Kecamatan dilaksanakan dalam Musyawarah
Kecamatan.
Pemilihan Ketua Dewan Pengurus Kecamatan sebagaimana dimaksud ayat (3), diatur
dalam Panduan Dewan Pengurus Nasional.
Masa bakti kepengurusan adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 37
Kepengurusan Dewan Pengurus Kecamatan terdiri atas:
(1) Ketua
(2) Sekretaris
(3) Bendahara, serta
(4) Beberapa Bidang.
Pasal 38
(1) Persyaratan untuk jabatan dalam kepengurusan Ketua, Sekretaris dan Bendahara
Dewan Pengurus Kecamatan sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya Anggota Muda.
b. Taqwa, berpegang teguh kepada nilai-nilai moral dan kebenaran, adil, serius dalam
kemaslahatan dan persatuan bangsa, serta jauh dari fanatisme kepentingan pribadi
dan golongan;
c. Memiliki wawasan kebulansabitmerahan, sosial, hukum, dan kewilayahan yang
memungkinkannya melaksanakan tugas;
d. Memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Dewan Pengurus
Kecamatan;
e. Menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas
Dewan Pengurus Kecamatan.
(2) Ketua, wakil ketua, dan sekretaris Dewan Pengurus Kecamatan secara bersama-sama
membentuk struktur kepengurusan untuk ditetapkan oleh Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota.
Pasal 39
Tugas Dewan Pengurus Kecamatan sebagai berikut:
(1) Melaksanakan kebijakankebijakan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dan Keputusan
Musyawarah Kecamatan;
(2) Menyusun rencana program dan anggaran tahunan Dewan Pengurus Kecamatan, dan
disampaikan kepada Dewan Pengurus Kabupaten/Kota;.
(3) Membentuk dan mensahkan struktur organisasi dan kepengurusan Dewan Pengurus
Kelurahan/Desa;
29

(4)
(5)
(6)
(7)

Menarik Iuran Anggota sesuai dengan Panduan Dewan Pengurus Nasional;


Menerima waqaf, hibah, dan sumbangan sukarela yang halal, legal, dan tidak mengikat;
Mensosialisasikan pandangan dan pernyatan resmi Perhimpunan;
Menyelenggarakan rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, serta kursus-kursus
Kebulansabitmerahan, kewilayahan, organisasi dan manajemen, serta kepemimpinan;
(8) Menyelenggarakan supervisi dan evaluasi pelaksanaan program kerja tahunan Dewan
Pengurus Kelurahan/Desa;
(9) Mengajukan laporan kerja dan kinerja pelaksanaan program dan realisasi anggaran
setiap 1 (satu) tahun kepada Dewan Pengurus Kabupaten/Kota,
(10) Melaksanakan Musyawarah Kecamatan, dan
(11) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Pengurus Kabupaten/Kota
melalui Musyawarah Kecamatan.
BAB XII
STRUKTUR PERHIMPUNAN SETINGKAT KELURAHAN/DESA

(1)

(2)
(3)
(4)
(5)

Pasal 40
Struktur Perhimpunan setingkat kelurahan/desa disebut Dewan Pengurus
Kelurahan/Desa, dengan kepengurusan sebagai berikut:
a. Ketua,
b. Sekretaris,
c. Bendahara,
d. Anggota
Pemilihan Ketua Dewan Pengurus Kelurahan/Desa dilaksanakan dalam Musyawarah
Kelurahan/Desa.
Pemilihan Ketua Dewan Pengurus Kelurahan/Desa sebagaimana dimaksud ayat (2),
diatur dalam Panduan Dewan Pengurus Nasional.
Masa bakti kepengurusan adalah 5 (lima) tahun.
Masa bakti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dalam Musyawarah
Kelurahan/Desa.

Pasal 41
(1) Persyaratan untuk jabatan dalam kepengurusan Ketua Dewan Pengurus Kelurahan/Desa
sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya Anggota Muda;
b. Taqwa, berpegang teguh kepada nilai-nilai moral dan kebenaran, adil, serius dalam
kemaslahatan dan persatuan bangsa, serta jauh dari fanatisme kepentingan pribadi
dan golongan;
c. Memiliki wawasan kebulansabitmerahan, sosial, hukum, dan kewilayahan yang
memungkinkannya melaksanakan tugas;
d. Memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsi Pengurus
Kelurahan/Desa;
30

e.

Menyediakan waktu dan kesempatan yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas


Pengurus Kelurahan/Desa.
(2) Ketua, wakil ketua, dan sekretaris Dewan Pengurus Kelurahan/Desa berwenang secara
bersama-sama membentuk struktur kepengurusan untuk ditetapkan oleh Dewan
Pengurus Kecamatan.
Pasal 42
Tugas Dewan Pengurus Kelurahan/Desa sebagai berikut:
(1) Melaksanakan kebijakan-kebijakan Dewan Pengurus Kecamatan dan Keputusan
Musyawarah Kelurahan/Desa,
(2) Menyusun rencana program dan anggaran Dewan Pengurus Kelurahan/Desa,
(3) Rencana program dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Dewan Pengurus Kecamatan,
(4) Mengajukan rancangan struktur kepengurusan Dewan Pengurus Kelurahan/Desa
kepada Dewan Pengurus Kecamatan,
(5) Menarik Iuran Anggota sesuai dengan Panduan Dewan Pengurus Nasional,
(6) Menerima waqaf, hibah, dan sumbangan sukarela yang halal, legal, dan tidak mengikat,
(7) Mensosialisasikan pandangan dan pernyatan resmi Perhimpunan,
(8) Menyelenggarakan rekruitmen dan pelayanan,
(9) Menyampaikan laporan pelaksanaan program dan realisasi anggaran setiap 1 (satu)
tahun kepada Dewan Pengurus Kecamatan,
(10) Melaksanakan Musyawarah Kelurahan/Desa, dan
(11) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Pengurus Kecamatan
melalui Musyawarah Kelurahan/Desa.
BAB XIII
MUSYAWARAH PERHIMPUNAN
Pasal 43
(1) Musyawarah Perhimpunan sesuai dengan tingkatannya adalah sebagai berikut:
a. Musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota adalah musyawarah sebagaimana
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Bab V Pasal 12, 13, dan 14.
b. Musyawarah Nasional adalah musyawarah Majelis Permusyawaratan Anggota yang
diperluas sebagai forum nasional dalam pengambilan Keputusan yang dilaksanakan
oleh Majelis Permusyawaratan Anggota setiap 5 (lima) tahun sekali, dengan
ketentuan:
1. Peserta terdiri atas anggota Majelis Permusyawaratan Anggota, unsur struktur
organisasi Perhimpunan di tingkat Nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
2. Ruang lingkup agenda Musyawarah Nasional adalah: menetapkan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Arah Kebijakan, Rencana Strategis, dan
Penetapan/Pelantikan kepengurusan Perhimpunan di tingkat Nasional.
3. Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan Musyawarah Nasional diatur
dalam Tata Tertib Musyawarah Nasional yang diputuskan oleh Majelis
Permusyawaratan Anggota.
31

c.

Musyawarah Provinsi adalah forum pengambilan Keputusan tertinggi di tingkat


provinsi yang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Provinsi setiap 5 (lima) tahun
sekali atas izin Dewan Pengurus Nasional.
d. Musyawarah Kabupaten/Kota adalah forum pengambilan Keputusan tertinggi di
tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Kabupaten/Kota
setiap 5 (lima) tahun sekali atas izin Dewan Pengurus Provinsi.
e. Musyawarah Kecamatan adalah forum pengambilan Keputusan tertinggi di tingkat
kecamatan yang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Kecamatan setiap 3 (tiga)
tahun sekali atas perintah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota.
f. Musyawarah Kelurahan/Desa adalah forum pengambilan Keputusan tertinggi di
tingkat kelurahan/desa yang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus Kelurahan/Desa
setiap 3 (lima) tahun sekali atas perintah Dewan Pengurus Kecamatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan Musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, d, e, dan f diatur dalam Panduan Dewan Pengurus Nasional.
(3) Selain jenis-jenis musyawarah di atas, Perhimpunan menyelenggarakan musyawarah
dan rapat.
(4) Ketentuan berkenaan dengan musyawarah dan rapat sebagamana dimaksud pada ayat
(3), diatur dalam Panduan Dewan Pengurus Nasional.

BAB XIV
TATA URUTAN PERATURAN PERHIMPUNAN
Pasal 44
(1) Tata Urut dan Kedudukan Peraturan Perhimpunan sebagai berikut:
a. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
b. Keputusan Majelis Permusyawaratan Anggota,
c. Keputusan Musyawarah Nasional,
d. Keputusan Musyawarah Majelis Pimpinan Nasional,
e. Panduan Dewan Pengurus Nasional
(2) Hal-hal yang berkenaan dengan Tata Urut dan Kedudukan Peraturan Perhimpunan
sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur dalam Panduan Dewan Pengurus Nasional.
BAB XV
HUBUNGAN KEORGANISASIAN
Pasal 45
(1) Hubungan keorganisasian formal dan non-formal dapat diselenggarakan dalam ruang
lingkup kegiatan antara lain yang bersifat kebulansabitmerahan, baik dengan lembaga
pemerintah maupun dengan organisasi lembaga sosial masyarakat.
(2) Ketentuan yang berkenaan dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
berdasarkan kesepakatan musyawarah Majelis Pimpinan Nasional.

32

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku dan mengikat bagi institusi
Perhimpunan.

(1)
(2)

(3)
(4)
(5)
(6)

Pasal 46
Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota dapat melakukan hubungan langsung dengan
struktur maupun personal Perhimpunan.
Majelis Pertimbangan Nasional, sesuai dengan kewenangannya, dapat melakukan
hubungan langsung dengan struktur organisasi Perhimpunan di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dengan sepengetahuan Dewan Pengurus Nasional.
Hubungan Dewan Pengurus Nasional dengan Dewan Pengurus Provinsi bersifat
langsung sesuai dengan kewenangannya.
Hubungan Dewan Pengurus Provinsi dengan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota bersifat
langsung sesuai dengan kewenangannya.
Hubungan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota dengan Dewan Pengurus Kecamatan
bersifat langsung sesuai dengan kewenangannya.
Hubungan Dewan Pengurus Kecamatan dengan Dewan Pengurus Kelurahan/Desa
bersifat langsung sesuai dengan kewenangannya.

BAB XVI
TIM AHLI DAN DEWAN PENASEHAT
Pasal 47
(1) Tim Ahli
dapat dibentuk oleh Perhimpunan di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota.
(2) Tim Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengurus di tingkat
masing-masing.
(3) Keanggotaan Tim Ahli dapat berasal dari anggota dan bukan anggota Perhimpunan.
Pasal 48
(1) Dewan Penasehat selanjutnya disebut Penasehat dapat dibentuk oleh Perhimpunan di
tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
(2) Penasehat dapat memberikan nasehat atau masukan kepada Dewan Pengurus di
tingkat masing-masing.
(3) Keanggotaan Penasehat dapat berasal dari anggota dan bukan anggota Perhimpunan.
BAB XVII
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 49
Keuangan Perhimpunan berasal dari antara lain:
(1) Iuran Anggota dan iuran dari Perhimpunan satu tingkat dibawahnya.
(2) Bantuan Pemerintah
33

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Hibah, wakaf, wasiat,


Sumbangan dari anggota, relawan, dan masyarakat,
Kerjasama kemitraan baik dalam dan luar negeri,
Hasil amal usaha perhimpunan,
Sumber lain yang halal, tidak mengikat, dan sesuai dengan peraturan perundangundangan Republik Indonesia yang berlaku.

Pasal 50
Kekayaan perhimpunan dikelola sesuai dengan syariat dan perundang-undangan yang
berlaku
BAB XVIII
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 51
Dalam hal persyaratan kepengurusan Dewan Pengurus Provinsi, Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota, Dewan Pengurus Kecamatan, dan Dewan Pengurus Kelurahan/Desa serta
kelengkapan strukturnya tidak terpenuhi, pembentukan struktur dan pengangkatan Anggota
dari jenjang keanggotaan di bawahnya dimungkinkan diatur dengan Peraturan Perhimpunan
lainnya.

BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga diatur lebih lanjut dengan
peraturan lain sesuai dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
Pasal 54
Perubahan Anggaran Rumah Tangga ini disahkan Musyawarah Majelis Permusyawaratan
Anggota I pada hari Sabtu tanggal 10 Syaban 1432 Hijriah bertepatan dengan tanggal 23
bulan Juli 2011 Masehi di Yogyakarta dan dinyatakan berlaku sejak ditetapkan.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN ANGGOTA


PERHIMPUNAN BULAN SABIT MERAH INDONESIA

Dr. dr. Basuki Supartono, SpOT,FICS,MARS


KETUA
34

Anda mungkin juga menyukai