Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Ilmu Lingkungan sebagai ilmu yang interdisipliner bermaksud mengukur
dan menilai perubahan atau dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem.
Tujuannya adalah agar dapat mengelola keberlangsungan kehidupan yang ada,
terutama dalam dunia peternakan. Bagaimana manusia sebagai bagian yang tidak
terpisahkan

dari

ekosistem

atau

lingkungannya

dapat

mengupayakan

keberlangsungan hidup makhluk dalam lingkungannya. Sebagai peternak, maka


objeknya adalah hewan ternak.
Ayam adalah hewan homeotermis, maka temperatur organ dalam misalnya
otak, jantung, usus dan lain-lain cenderung konstan. Salah satu faktor llngkungan
yang mempengaruhi keseimbangan panas adalah tcmperarur. Ayam akan selalu
berusaha mempertahankan temperatur tubuhnya agar relatif tetap dalarn kondisi
lingkungan yang bagaimanapun juga. Bilamana temperatur lingkungan terlalu
tinggi atau terlalu rendah dibanding temperatur tubuh ayam, maka ayam akan
mengeluarkan energi

untuk usaha menstabilkan temperatur tubuh. Semakin

banyak energi yang dipakai ayam untuk hal itu, maka ini akan mengganggu
pertumbuhan dan produksi ayam.
Sehingga makalah ini akan membahas tentang Respon Fisiologis Ayam
Broiler Periode Starter Akibat Cekaman Temperatur dan Awal Pemberian Pakan
yang Berbeda.
1.2

Rumusan Masalah

1.

Bagaimana bentuk fisiologi ayam Broiler?

2.

Apa yang dimaksud dengan periode starter pada ayam broiler?

3.

Bagaimana respon fisiologi ayam Broiler periode starter terhadap cekaman


temperatur dan awal pemberian pakan yang berbeda?

1.3

Tujuan

1.

Untuk mengetahui bentuk fisiologi ayam broiler

2.

Untuk mengetahui tentang periode starter pada ayam broiler

3.

Untuk mengetahui respon fisiologi ayam broiler periode terhadap cekaman panas
dan awal pemberian pakan yang berbeda.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Ayam adalah hewan homeotermis, yang akan selalu

berusaha

mempertahankan temperatur tubuh agar relatif tetap dalam kondisi lingkungan


yang berbeda. Bilamana temperatur lingkungan terlalu tinggi atau terlalu rendah
dibanding temperatur tubuh ayam, maka ayam akan berusaha menstabilkan
temperatur tubuh.
Ayam broiler merupakan ternak ayam yang pertumbuhan badannya sangat
cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu
yang relatif pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai
1,2-1,9 kg (Kartasudjana, 2006). Lebih lanjut dinyatakan ayam broiler
mempunyai sifat pertumbuhan bulu dan tubuh dengan cepat, umumnya berdada
lebar, mempunyai timbunan daging yang baik, dagingnya lunak serta umumnya
mempunyai warna kulit terang (Murtidjo, 2008).
Broiler secara umum memiliki ciri-ciri pertumbuhan cepat sebagai
penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada usia relatif muda, serta
menghasilkan kualitas daging berserat lunak (Murtidjo, 2008). Siregar et al.
(1980) menyatakan bahwa ayam broiler memiliki ciri khas yaitu pertumbuhan
badannya cepat dan efisiensi tinggi untuk membentuk daging.
Di antara berbagai golongan ayam ras, ayam broiler adalah yang paling
cepat diproduksi dan dagingnya dapat menduduki kelas yang paling tinggi
mutunya, dengan penampilan yang seragam baik mutu maupun ukurannya.
Karena umurnya masih sangat muda maka tidak ada pembedaan mutu antara
daging ayam broiler jantan dengan betina (Rasyaf, 2004).
Ayam broiler merupakan tipe ayam pedaging dan umumnya digunakan
untuk konsumsi sehari-hari sebagai pemenuhi kebutuhan protein hewani.
Berdasarkan aspek pemuliaannya terdapat tiga jenis ayam penghasil daging,
yaitu

ayam Kampung, ayam petelur afkir dan ayam broiler. Ayam broiler

umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-

1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber pedaging (Kartasudjana, 2005) dan
ayam tersebut masih muda dan dagingnya lunak (North dan Bell, 1990). Ayam
broiler mempunyai beberapa keunggulan seperti daging relatif lebih besar, harga
terjangkau, dapat dikonsumsi segala lapisan masyarakat, dan cukup tersedia di
pasaran (Sasongko, 2006).
Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang cepat, dada lebar dengan
timbunan daging yang baik dan tulang dada yang lunak (Card dan Nesheim,
1972). Ciri- ciri ayam broiler yang baik antara lain mempunyai bentuk kaki yang
pendek dan tegap, dada lebar, gerak lamban dengan temperamen tenang, badan
besar dengan daging yang penuh lemak, biasanya lambat dewasa kelamin dan
bertelurnya rendah tetapi pertambahan bobot badannya cepat (Winter dan funk,
1960).
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu
fase starter umur 0 sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase
finisher 6 minggu hingga dipasarkan. Kebutuhan temperatur pada saat anakan
sekitar 31C dan berangsur-angsur menurun

sampai 21C, pada umur 17

sampai 20 hari (Prayitno dan Yuwono, 1997).


Ayam pedaging mempunyai kisaran

suhu optimal

yang sempit.

Kebutuhan temperatur pada saat anakan sekitar 31 C dan berangsur-angsur


menurun sampai 21 C, pada umur 17 sampai 20 hari (Prayitno dan Yuwono,
1997). Austic dan Nesheim (1990), menyatakan anak ayam terlihat nyaman pada
temperatur 26C sampai 43C.
Petemakan komersial seringkali DOC tidak langsung diberi makan,
tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan penyerapan sisa
kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang.
Faktanya adalah ayam yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa
kunig telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman
lingkungan

menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar

1997). Selajutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan
muncul jika terjadi keterlambatan pemberian pakan/minum pada tahap awal

kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif tersebut antara lain bobot
badan tidak akan mencapai bobot standar (Hager & Beane, 1983; Casteel et al.,
1994 dalam Unandar).
Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian pakan awal adalah:
metabolisme yang sempuma akan mendukung

proses penyerapan

antibodi

maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di


minggu awal, pada saat organ limfoid merespon secara maksimal dan
menghasilkan antibodi aktif. Jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal,
berarti ayam tidak

akan

mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap

serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi dan
penampilan ayam tidak bisa maksimal (Casteel et al, 1994 dalam Unandar 1997).

BAB III
PEMBAHASAN
Ayam adalah hewan homeotermis, berarti suhu tubuh konstan meskipun
suhu lingkungan berubah-ubah. Homeostatis adalah mekanisme

pengaturan

suhu tubuh agar senantiasa tetap. Organ penting sebagai pusat pengaturan
suhu tubuh adalah hipotalamus. Sifat homeotermis pada ayam menyebabkan
jumlah panas yang dihasilkan oleh aktivitas otot dan metabolisme jaringan ("Heat
Production") sebanding dengan kehilangan panas karena lingkungan ("Heat
Loss") menyatakan bahwa dalam temperatur yang berkisar antara -5 C sampai 30
C ada suatu pengurangan kira-kira 1,6% dalam jumlah makanan dimakan untuk
setiap 10 C kenaikan temperatur sekitar. Bila temperatur lingkungan di atas 30
C, maka produksi telur dan besar telur akan berkurang.
Kondisi cekaman pada ayam akan meningkatkan produksi adenokor
tikotropik hormon (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak. Salah satu efek
dari tingginya kadar hormon ini adalah menurunnya metabolisme tubuh secara
umum, termasuk penyerapan sisa kuning telur pada DOC. Gangguan penyerapan
kuning telur akan berdampak pada gangguan nutrisi yang terlihat pada
pertumbuhan yang lebih lambat. Kuning telur yang tersisa akan terkontaminasi
oleh mikroorganisme, menyebabkan terjadinya radang pusar DOC (Omphalistis).
Penyerapan zat kebal induk yang terdapat pada sisa kuning telur juga akan
terhambat sehingga pada akhimya menurunkan daya tahan tubuh dan kepekaan
terhadap penyakit jadi meningkat. Secara keseluruhan semua kondisi yang ada
menyebabkan penampilan akhir ayam menjadi buruk.
3.1 Hubungan Temperatur Hormon dan Kadar Glukosa Darah dengan
Fisiologi Ayam Broiler
Kadar glukosa darah normal pada ayam adalah 200 - 250 mg/100 ml
darah. Darah ayam merupakan 8 % dari berat badan anak ayam berusia satu
sampai dua minggu dan sekitar 7 % untuk ayam dewasa (Austic dan Malden,
1990). Peningkatan kadar gula darah adalah salah satu bentuk respon fisiologis

terhadap cekaman. Selama penetasan glukosa plasma berkembang sekitar 180-200


mg/l00 ml darah. Kadar glukosa plasma untuk DOC sebesar 235 mg/l00 ml,
ayam berumur 1 bulan 226 mg/l00 ml dan pada umur 4-5 bulan sebanyak 242
mg/1 00 ml darah.
Hormon tiroid dapat meningkatkan laju absorbsi glukosa dan galaktosa
melalui usus. Pemasukan glukosa dan penggunaannya di dalam sel-sel tubuh
ditingkatkan oleh hormon tiroid. Bila kebutuhan glukosa di dalam sel meningkat
maka proses glikogenolisis akan meningkat dan hal ini akan diikuti oleh
menurunnya cadangan glikogen yang terdapat di dalam hati, jantung dan otot.
Pada subyek yang sehat, pemberian tiroksin dapat mengakibatkan glikosuria.
Tiroksin dapat mempercepat degradasi insulin dan pada keadaan hipertiroidisme
kepekaan individu terhadap insulin dapat berkurang. Bilamana metabolisme
tubuh meningkat dengan sangat, misal karena temperatur dingin yang
berkepanjangan, menyebabkan meningkatnya degradasi protein dan lemak akan
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan glukoneogenesis. Hypotiroidisme
umumnya disertai dengan terjadinya hypoglicemia dan juga terlihat adanya
penurunan kadar glikogen dalam hati.
3.2 Hubungan Temperatur Hormon dan Profil Sel Darah dengan Fisiologi
Ayam Broiler
Jumlah eritrosit pada ayam betina sekitar 2,72 juta sampai 3 juta per mm
kubik, sedang pada ayam jantan sekitar 3,24 juta sampai 3,8 juta per mm kubik.
Jumlah Leukosit yang didominasi oleh limfosit diperkirakan bervariasi sekitar
40.000 sampai 80.000 per mm kubik.
Respon tubuh hewan terhadap adanya stressor merupakan suatu kesatuan
respon dari sistem syaraf, sistem hormon dan sistem pertahanan tubuh. Respon
honnon

ditandai

dengan peningkatan

kadar ACTH

(adrenocorticotropin

hormon) dalam darah. Tingginya kadar hormon ini dalam darah akan berdampak
diantaranya:

1. Merangsang sekresi medula adrenal, dengan demikian akan memacu


pembongkaran glikogen menjadi glukosa darah, akibatnya terjadi
peningkatan kadar gula darah dibanding kondisi normal.
2. Bagian korteks adrenal akan memacu terjadinya perubahan-perubahan
pada sel - sel darah. Aktivitas sel-sel darah putih akan menjadi lebih
lambat ("lazyleucocyte syndrome"). Ini akan membuka peluang infeksi
yang lebih besar. Ada peningkatan rasio antara heterofil dan limfosit
yang meningkat dalam sirkulasi darah ayam yang tercekam.
3. Kebutuhan ayam terhadap oksigen berkaitan erat dengan kecepatan
pertumbuhan yang dialami oleh broiler. Kecepatan pertumbuhan yang
sangat cepat ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen.
Diantara hal hal yang dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen
antara lain adalah cuaca yang terlalu dingin akan meningkatkan rata-rata
metabolisme sehingga kebutuhan terhadap oksigen akan meningkat. Suhu panas
akan meningkatkan rata-rata metabolisme. Sel darah yang berperanan mengikat
oksigen adalah sel darah merah (eritrosit). Maka jumlah eritrosit darah ayam yang
tercekam akan relatif lebih banyak, dalam rangka kompensasi terhadap kebutuhan
oksigen yang lebih banyak. Tenunan yang berperan dalam proses hematopoiesis
meningkat aktivitasnya karena rangsangan terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen sebagai dampak meningkatnya metabolisme. Leukosit basofil di dalam
preparat ulas

akan

terlihat meningkat jumlahnya bila kadar tiroksinnya

meningkat.
3.3 Hubungan Temperatur dan Pertambahan Bobot Badan Ayam broiler
Organisme yang sedang tumbuh mengalami perubahan-perubahan baik
konformasi, berat atau ukuran tubuhnya dengan cara yang sangat teratur.
Perubahan tersebut dinyatakan sebagai pertumbuhan fisik. Pertambahan berat
badan dijadikan indikator utama dalam pengukuran pertumbuhan sebagai
landasan bagi ukuran kecepatan relatif dalam pertambahan berat persatuan waktu,
atau ukuran mutlak setelah mencapai jangka waktu tertentu. Pertumbuhan adalah

hasil interaksi antara faktor genetik sebesar 30 % dan faktor lingkungan 70%.
Hormon yang erat kaitannya dengan proses pertumbuhan adalah hormon tiroksin.
Sedangkan aktivitas tiroid sangat erat hubungannya dengan temperatur
udara sekitar. Penghambatan aktivitas tiroid menyebabkan perbaikan berat tubuh.
Metabolisme basal mempunyai pengaruh yang penting terhadap pertumbuhan,
makin tinggi metabolisme basal, makin rendah pertumbuhannya. Aktivitas
metabolisme umumnya diukur melalui konsumsi dan sekresi tiroksin. Pengukuran
pertumbuhan dapat dinyatakan dengan pertambahan bobot badan sesuai landasan
bagi ukuran kecepatan relatif untuik pertambahan berat badan per satuan waktu
atau ukuran mutlak setelah mencapai jangka waktu tertentu, ayam pedaging yang
dipelihara pada temperatur sekitar di dalam kisaran 17 C - 18,3 C agak lebih
berat daripada ayam sama yang dipelihara dalam temperatur lingkungan yang
berkisar 18,3 C - 35 C tetapi efisiensi pengubahan makanan lebih kecil. Pada
kondisi cekaman dingin maupun panas ternyata memberikan basil pertambahan
bobot badan yang sangat menurun.
3.4 Hubungan Temperatur dengan Konsumsi Pakan
Pertumbuhan tidak terlepas kaitannya dengan konsumsi ransum yang
pada gilirannya mencerminkan konsumsi gizi. Efek temperatur sangat nyata
terhadap konsumsi pakan. Konsumsi pakan oleh broiler yang dipelihara di dalam
temperatur rendah nyata lebih tinggi daripada yang dipelihara di temperatur
tinggi.

Hasil ini mendukung hasil di lapangan yang mencerminkan adanya

perbedaan konsumsi pakan yang berbeda sangat nyata di dataran tinggi dan di
dataran rendah sebagai akibat efek perbedaan temperatur.
Lapar, nafsu makan dan rasa kenyang berhubungan erat dengan feed
intake dan rnerupakan fungsi sistem saraf pusat. Sistem faal untuk pengaturan
feed intake sangat kompleks, terdapat di hypotalamus dan bagian lain dalam
sistem saraf pusat dan ada hubungan mekanisme "inhibitory" (pembatasan di
pusat kenyang) terhadap

respon makan. Daerah hipotalamus bagian lateral

menjadi pusat kenyang dan di bagian ventromedial sebagai pusat lapar.

Kemampuan ternak mengkonsumsi pakan dipengaruhi oleh temperatur


lingkungan. Respon fisiologis terhadap temperatur dingin adalah dengan
meningkatkan konsumsi pakan, sehingga agar diperoleh pertumbuhan, produksi
telur atau produksi susu yang tinggi temak harus ditempatkan di daerah yang
cukup dingin.
Temak yang berada di daerah yang cukup panas akan memperoleh beban
dari tingginya HI, oleh karena itu mereka akan menurunkan feed intake, akibatnya
temak di daerah tersebut produktivitasnya rendah. Temak perah menurunkan
konsumsi sampai 17 % saat kena stress panas dan menurunkan aliran darah ke
kelenjar ambing 12 - 16 %.
3.5 Hubungan Temperatur Lingkungan dengan Temperatur Rektal Ayam
Broiler
Ternak dalam pengaruh panas lingkungan yang tinggi akan melakukan
adaptasi metabolik untuk menurunkan cekaman panas. Perubahan yang terjadi
adalah fungsi honnon yang pada akhimya mempengaruhi metabolisme. Panas
dapat mengalir dari tubuh temak ke lingkungan atau sebaliknya, yang paling besar
andilnya dalam memberikan panas adalah panas lingkungan, kelembaban dan
sinar matahari. Temak bertahan melawan panas dengan respon tingkah laku,
mengurangi insulasi tubuh, meningkatkan evaporasi, menurunkan produksi
panas dan meningkatkan bulu reflektor terhadap radiasi surya.
Sebelum ternak memberikan respon terhadap panas bersifat respon jangka
panjang (reaksi lambat), maka terlebih dahulu memberi respon cepat. Bentukbentuk reaksi cepat berupa Ternak rnencari peneduh, meningkatkan aliran darah
ke permukaan kulit (vasodilatasi), meningkatkan keringat, meningkatkan
frekuensi pernafasan, meningkatkan konsumsi air dan

menurunkan konsumsi

makanan, meningkatkan temperatur tubuh.


"Rostral hypophyse" (pusat penurunan panas) dan "caudal
hypophyse" (pusat peningkatan panas) mengetahui tentang meningkatnya
temperatur tubuh melalui darah yang mengalir dan secara langsung dari impuls

10

saraf yang datang dari kulit. Kecuali itu juga ada jalur kimiawi dari hipofise
melalui pituitari posterior yang membantu mengatur keseimbangan cairan tubuh.
Pituitari juga menjadi model sekunder dalam pengaturan panas melalui peran
tiroid dalam mengatur laju metaboolisme. Menurunnya laju metabolisme
menyebabkan rendahnya produksi panas tubuh dan rendahnya feed intake.
Pemanasan lokal di hipotalamus menyebabkan menurunnya aktivasi
"sympaticoadrenomedullary" dalam sekresi tiroksin. Panas yang dihasilkan oleh
ternak kecil akan lebih besar per unit bobot badan dari pada yang dihasilkan oleh
temak yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh karena temak yang lebih kecil
mempunyai proporsi luas permukaan terhadap bobot badan yang lebih besar
daripada temak yang lebih besar. Berkaitan dengan luas pennukaan relatif lebih
besar, maka pembuangan panas lebih cepat, dan untuk kepentingan homeostatis
harus memproduksi panas yang lebih besar. Sebagaimana telah dikemukannya
kelenjar tiroid memegang peranan di dalam metabolisme. Metabolisme yang
meningkat mengakibatkan kebutuhan sel- sel tubuh terhadap oksigen meningkat
pula. Akibat peningkatan metabolisme maka pembentukan dan penguraian energi
yang diperlukan dalam proses metabolisme meningkat pula. Akibat logis
selanjutnya suhu di setiap sel akan meningkat. Panas yang timbul di dalam sel
harus dikeluarkan dari dalam tubuh, agar kelangsungan hidup sel selalu
terjaga dalam kedaan fisiologis. Salah satu cara mengeluarkan panas dari dalam
tubuh ialah dengan cara radiasi melalui permukaan tubuh. Cara ini dapat terjadi
dengan efisien kalau pembuluh darah perifer (yang ada di bawah kulit)
melakukan dilatasi dan aliran darah ke daerah ini ditingkatkan. Jelaslah kiranya
pengukuran suhu rectal pada ayam merupakan salah satu indikator terjadinya
stress I cekaman. Semakin tercekam ayam tentunya semakin tinggi suhu
rektalnya.
Respon tingkah laku sebagai disiplin pengetahuan, studi dasar tingkah
laku biologis pada hewan, Ethologi, merupakan hal yang baru. Ahli ethologi
secara tradisional telah melakukan studi observasi yang dirancang untuk
memastikan signifikansi evolusi tingkah laku pada hewan. Ethologi kemudian

11

berkembang pada cabang yang menekankan pemakaian prinsip ethologi pada


bidang seperti manajemen dan kesejahteraan spesies yang penting secara
ekonomi, seperti misalnya unggas.
Aplikasi tingkah laku unggas pada manajemen dibahas dengan contohcontoh interaksi manajemen tingkah

laku yang berhubungan dengan praktek

petemakan unggas komersial. Tingkah laku yang penting untuk adaptasi unggas
pada petemakan . meliputi : tingkah laku sosial, agresif, tingkah laku seksual dan
tingkah laku kenyamanan. Tingkah laku hewan adalah reaksi seluruh organisme
pada rangsangan tertentu atau cara bereaksi terhadap lingkungannya. Tingkah laku
merupakan hal yang penting dalam proses domestikasi hewan oleh rnanusia.
Domestikasi hewan dimaksudkan untuk tujuan ekonomis dan sebagai sarana
konversi biologis untuk merubah pakan menjadi telur dan daging. Masalah
tingkah laku meningkat karena perkembangan pada temak yang diadaptasi tidak
sesuai dengan lingkungan yang dibuat oleh manusia. Petemak harus memberi
perhatian pada tingkah laku ternak dan pengontrolan ruangan, termasuk syarat
ruang,cahaya, temperatur udara, kelembaban relatif, kecepatan aliran udara, alas
kandang yang basah, kandungan amonia, munculnya bau serta pembuangan
limbah.
Contoh tingkah laku yang cocok untuk potensi hewan domestikasi adalah
: Struktur kelompok besar yang diatur oleh aturan /tingkatan sosial, hubungan
seksual yang tidak teratur dengan dominasi jantan, ayam yang terlalu cepat
dewasa, kebiasaan makan dan mimun, kecerdasan yang terbatas, dan adaptsi pada
beragam lingkungan. Ayam mempunyai tingkah laku yang baik untuk
domestikasi.
Pola perilaku ayam dan masalah-masalahnya tidak dapat diabaikan begitu
sja dalam manajemen pemeliharaan. Apabila kita mampu memahami bagaimana
ayam akan bereaksi pada situasi tertentu, maka akan menjadi mudah bagi
manajemen untuk menyesuaikannya dalam rangka mendapatkan hasil yang
terbaik.

12

3.6 Pengaruh Suhu Terhadap Tingkah Laku Ayam broiler


Gerakan dan tingkah laku untuk mempertahankan diri merupakan usaha
dari ayam untuk mempertahankan kenyamanan dan memelihara fisik maupun
batinnya. Stres didefinisikan sebagai keadaan mahkluk hidup sebagai basil
interaksi orgamsme yang dapat menyebabkan kerusakan. Stres juga mengandung
pengertian pemberian respon terhadap suatu gangguan dari luar yang cenderung
mengganggu keseimbangan hidup. Pengakuan adanya cekaman dapat dilihat
melalui pembuktian patologis atau penampilan tingkah laku yang tidak wajar.
Penyebab utama cekaman pada unggas domestik dapat dibagi menurut cara atau
media lingkungan fisik, misal: kurang pakan, suhu yang tidak normal interaksi
antara faktor genetik dengan lingkungan, misal unggas yang memang memiliki
sifat keturunan mudah terkejut. Keadaan sosial hewan. Tingginya suhu dapat
menyebabkan ayam menderita cekaman panas dengan berbagai manifestasi sikap.
Proses homeostatis ditandai dengan cenderung menurunkan konsumsi
pakan, namun dikompensasi dengan peningkatan konsumsi air minum. Stres
panas pada ayam dipengaruhi antara lain oleh kelembaban relatif dan suhu
lingkungan. Jika kedua faktor itu naik maka kemampuan ayam untuk membuang
panas

menurun. Sementara ayam harus membuang energi panas setiap hari

karena efisiensi energi untuk mengubah energi pakan menjadi beberapa produk
unggas kurang dari 20 %. Jika suhu tubuh unggas naik, maka konsumsi pakan,
laju pertumbuhan, efisiensi pakan, kualitas cangkang telur dan daya tahan tubuh
ayam menurun.
3.7 Pengaruh Tingkah Laku Berjalan (Walk) pada Ayam Broiler
Mengurung ayam menyebabkan ayam menghabiskan waktunya untuk
berjalan pada perilaku sebelum bertelur, di mana kejadiannya sering terlihat pada
kandang litter tebal dan kandang bebas. Aktivitas berjalan bervariasi antar strain,
yang berkisar mulai dari 100 - 2600 langkah sebelum bertelur. Ayam tercatat

13

menghabiskan waktunya untuk membuat sarang (55 %), makan (21 %), bertelur
(17 %) dan minum (7 %).
3.8 Pengaruh Tingkah Laku Makan pada Ayam broiler
Pola tingkah laku ingestive meliputi kegiatan mencari, menemukan,
memilih dan mengkonsumsi pakan. Intake pakan pada ayam dipengaruhi oleh
konsentrasi energi pakan. Unggas akan makan untuk memenuhi kebutuhan akan
energi. Pakan yang dikonsumsi akan lebih banyak pada saat cuaca dingin daripada
saat cuaca panas karena kebutuhan energi yang tin, kenaikan suhu tubuh seiring
dengan kenaikan suhu lingkungan akan menyebabkan ayam melakukan
penyesuaian untuk menjaga suhu tubuh tetap normal, yaitu dengan cara
mengurangi konsumsi pakan, sehingga dapat menurunkan pertumbuhan.
Kenaikan suhu di atas kewajaran, menyebabkan ayam tidak nyaman.
Mekanisme pengontrolan konsumsi pakan dilakukan oleh hipotalamus, melalui
pusat kenyang

pada bagian ventromedial dan pusat lapar dilateral. Kegiatan

makan yang berhubungan dengan suhu menyatakan, bahwa dalam keadaan suhu
lingkungan yang panas hewan akan mengurangi kecepatan metabolisme dengan
menurunkan konsentrasi pakan. Penambahan panas dari basil metabolisme
menyebabkan hipotalamus merangsang pusat kenyang. Temperatur lingkungan
yang dingin menyebabkan kegiatan makan terus berlangsung sampai saluran
pencemaan penuh sesuai dengan kapasitasnya.
3.9 Pengaruh Tingkah Laku Minum pada Ayam Broiler
Tingkah laku minum didorong oleh rasa haus. Rasa haus pada ayam diatur
oleh kekuatan osmosis darah. Konsumsi minum dipengaruhi oleh lama tingkah
laku minum, mencari air, memasukkan air ke mulut dan menelannya. Tingginya
konsumsi air minum erat kaitannya dengan mekanisme pendinginan. Broiler
berpindah

lebih dari yang diperlukan untuk mendapatkan air dan makanan

dan faktor sosial tidak menghalangi pergerakannya. Ini berarti semakin sering
ayam itu minum berarti semakin banyak pula energi yang dipakai hanya untuk
bergerak pindah tempat.

14

Temperatur lingkungan yang tinggi mengakibatkan ayam akan terengahengah dan selalu ingin minum. Pengaruh lanjutannya adalah, lantai litter yang
selalu basah dan suasana lembab di dalam kandang mengakibatkan ventilasi yang
dibutuhkan semakin meningkat.
3.10

Pengaruh Tingkah Laku Istirahat pada Ayam Broiler

Posisi istirahat pada ayam dalam kondisi diam atau berbaring, mengantuk
(leher) dijulurkan, mata tertutup atau kadang-kadang menutup dan membuka,
sayap terkulai dijatuhkan), dan tidur (mata menutup, kepala ditarik ke dalam bulu
di atas atau di belakang sayap).
3.11

Pengaruh Tingkah Laku Panting pada Ayam Broiler

Ayam akan berusaha mengimbangi menurunnya kemampuan membuang


panas saat menghadapi stres panas melalui peningkatan proses fisiologi yang
bertanggung jawab terhadap proses pembuangan panas yang juga secara langsung
menurunkan produksi panas. Reaksi ayam yang dipelihara pada I di atas upper
critical point, yaitu mula-mula berusaha untuk meningkatkan HP lewat
peningkatan aktivitas muskuler, untuk megimbangi meningkatnya HP, maka ayam
berusaha meningkatkan HL secara berlebihan, khususnya lewat saluran
pemafasan. Peristiwa ini disebut dengan istilah "thermal polypnea" atau panting,
yang pada dasamya merupakan usaha untuk mengurangi panas tubuh dengan
jalan menggunakannya untuk mengubah molekul-molekul air menjadi uap air
lewat tractus respiratorius. Ayam dapat secara drastis meningkatkan laju
pemafasan, dari 25 kali per menit menjadi 250 kali per menit ketika terkena stres
panas.
Apabila

dengan

jalan

panting

tetap

tidak

dapat

mengimbangi

meningkatnya HP, maka akan terjadi keadaan di mana HP lebih besar daripada
HL, sehingga temperatur tubuh (rektal) menjadi naik. Peristiwa inilah yang
disebut

"hyperthermia".

Kenaikan

kecepatan

pemafasan

diiringi

oleh

meningkatnya kehilangan cairan tubuh: Panas melalui proses evaporasi dan non
evaporasi. Saat ayam dikandangkan pada suhu rendah ayam menggunakan

15

pendinginan "nonevaporated" sebagai jalan penghilangan panas. Ketika


dikandangkan pada suhu tinggi, maka unggas harus meningkatkan evaporasi
untuk menangani panas yang melampaui batas dengan panting. Ayam tidak
mempunyai kelenjar keringat yang aktif, sehingga peningkatan kecepatan
pemafasan (panting) merupakan cara utama untuk menurunkan suhu tubuh.
3.12

Manfaat pemberian pakan Awal pada Periode Starter (DOC)

a. Hiperplasia

: Pertambahan jumlah sel-sel tubuh.

b. Hipertrofi

: Perbesaran ukuran sel tubuh.

Proses

hiperplasia lebih

besar

daripada hipertropia pada

minggu

pertama dan kedua, minggu ketiga seimbang, dan berikutnya hipertropia lebih
dominan. Tentu saja apabila persediaan sel-sel tidak ada dalam jumlah yang cukup
pada minggu pertama, akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal
pada minggu - minggu selanjutnya.
Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian pakan awal adalah:
1. Sistem penceman makanan
Pemberian pakan akan merangsang perkembangan usus.

VIII dapat

berkembang sempuma. Motilitas I peristaltik juga dipacu seawal mungkin,


sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas
dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan
yang masuk.
2. Sitem Imunitas
Antibodi maternal Metabolisme yang sempuma akan mendukung proses
penyerapan antibodi maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi
kunci pertahanan tubuh di minggu awal, pada saat organ limfoid belwn
merespon secara maksimal dan menghasilkan antibodi aktif. Jika
penyerapan zat kebal induk tidak maksimal, berarti ayam tidak akan
mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap serangan bibit penyakit
dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi dan penampilan
ayam tidak bisa maksimal. Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid
sepanjang usus. Jaringan yang paling mudah untuk menggertak sistem

16

kekebalan lokal adalah dengan pemberian pakan sedini mungkin. GALT


(Gut Associated Lymphoid Tisue) seperti ceca, tonsil, peyer patches di
sepanjang usus akan segera beraktivitas maksimal beberapa saat setelah
adanya gertakan pakan. Puasa justru akan menstimulasi sekresi
korticosteroid

yang

menghambat

proliferasi

sel-sel

tubuh

yang

bertanggung jawab pada sistem imun dan Jarigan limfoid lain.


Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel-sel epitel
bursa. Hasil penelitian menyatakan, bobot Bursa anak ayam yang
dipuasakan dan yang segera diberi makan ternyata berbeda sangat nyata.
Anak ayam yang diberi pakan sedini mungkin mempunyai bobot bursa
lebih besar.
3. Penampilan Ayam
Berat badan dan konversi pakan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan
pakan yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat
diandalkan. Pada beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa
kuning telur berjalan secara normal, maka kondisi seperti ini akan
mengaktivasi organ yang berkaitan dengan proses pencernaan pada ayam.

17

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
a. Fisolologi pada Ayam Broiler terdiri dari caput (kepala), badan dan ekor.
Fisiologi ayam broiler yang baik antara lain mempunyai bentuk kaki yang
pendek dan tegap, dada lebar, gerak lamban dengan tempera.men tenang,
badan besar dengan daging yang penuh lernak, biasanya lambat dewasa
kelamin dan bertelurnya rendah tetapi pertambahan bobot badannya cepat.
b. Tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0 sampai
3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu
hingga dipasarkan.Kebutuhan temperatur pada saat anakan sekitar 31 C
dan berangsur-angsur menurun sampai 21 C, pada umur 17 sampai 20
hari.
c. Ayam yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa kunig telur
menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman
lingkungan menjadi jauh lebih besar jika terjadi keterlambatan pemberian
pakan/minum pada tahap awal kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari).
Efek negatif tersebut antara lain bobot badan tidak akan mencapai
bobot

standar.Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian pakan awal

adalah: metabolisme yang sempuma akan mendukung proses

penyerapan

antibodi maternal (dari induk).


4.2

Saran
Untuk bisa memahami secara lebih lanjut tentang Respon Fisiologis Ayam

Broiler Periode Starter Akibat Cekaman Temperatur dan Awal Pemberian Pakan
yang Berbeda harus membaca banyak referensi lain yang terkait.

18

DAFTAR PUSTAKA
Daghir, N.J. 1998. Poultry Production In Hot Climates. Cambridge: The
University Press.
Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Murtidjo, B.A. 2008. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Edition. Chapman and Hall, New York.
Priyanto, D. S. dan W. E. Yuwono, 1997. Manajemen Kandang Ayam Ras
Pedaging. Trubus Agriwidya. Ungaran. Hal 1-2.
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sasongko, W.R. 2006. Mutu karkas ayam potong. Bogor : Triyanti Prosiding
Seminar Nasoinal Peternakan dan veteriner.
Siregar, 1980. Pemanfaatan Bahan Non Konvensional Sebagai Pakan Ayam
Broiler. Jakarta: Kasinus.
Sulistyoningsih, mei. 2003. Berbagai Respon Fisiologis Ayam Broiler Akibat
Temperatur Lingkungan. Jurnal Ilmiah Lontar Vol 18, No 1, pp. 81- 95.
Sulistyoningsih, mei. 2003. Pengarun Temperatur Lingkungan terhadap Ayam
Broiler. Jurnal Ilmiah Lontar. Vol 17, No 1, pp. 67-81.

19

Anda mungkin juga menyukai