NRP : 123.13.00.10
Prodi : Perencanaan Wilayah dan Kota
Tugas 11. Pengantar Perencanaan Wilayah
Ulasan tentang Analisis KLHS
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan kebijakan, rencana dan
program (definisi KLHS dalam RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana
Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula
diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi
lebih baik.
Pengertian KLHS menurut Wikipedia
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah kajian yang harus dilakukan pemerintah
daerah sebelum memberikan izin pengelolaan lahan maupun hutan. KLHS tertuang dalam UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembuatan KLHS
ditujukan untuk memastikan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan
suatu wilayah, serta penyusunan kebijakan dan program pemerintah. Menurut undang-undang
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, KLHS harus dilakukan dalam
penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang wilayah, rencana pembangunan jangka menengah
dan panjang, kebijakan dan program yang berpotensi menimbulkan dampak dan risiko terhadap
lingkungan hidup. Mekanisme pelaksanaan KLHS meliputi :
o Pengkajian pengaruh kebijakan
o Rencana
o Program terhadap kondisi lingkungan hidup suatu wilayah
KLHS merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan pada
tingkat/tataran hulu. Dengan dilakukannya KLHS pada tataran hulu KRP maka potensi
dihasilkannya KRP yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang
pada akhirnya berimplikasi pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup dapat diantisipasi sejak
dini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manfaat yang diperoleh dengan melakukan KLHS
adalah dihasilkannya KRP yang lebih baik dan sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Pendekatan KLHS
Prinsip KLHS
Tiga prinsip dasar KLHS, yaitu:
1) Keterkaitan/holistik: Keterkaitan kebijakan pusat dan daerah, global dan lokal,
keterkaitan sektor, keterkaitan kelembagaan, sebab-akibat dampak.
2) Keseimbangan: Keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan konservasi hayati,
fungsi ekonomi dan fungsi sosial, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.
3) Keadilan: Distribusi akses dan kontrol terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang
lebih baik, distribusi kegiatan ekonomi yang lebih merata.
Selain itu, ada juga beberapa prinsip dalam KLHS, diantaranya yaitu:
1. Penilaian Diri (Self Assessment)
Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang muncul dari diri pemangku kepentingan
yang terlibat dalam proses penyusunan dan/atau evaluasi KRP agar lebih memperhatikan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut
dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil keputusan
mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas lingkungan. KLHS menjadi media atau
katalis agar kesadaran dan kepedulian tersebut terefleksikan dalam proses dan
terformulasikan dalam produk pengambilan keputusan untuk setiap KRP.
2. Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
Prinsip ini menekankan pada upaya penyempurnaan pengambilan keputusan suatu KRP.
Berdasarkan prinsip ini, KLHS tidak dimaksudkan untuk menghambat proses perencanaan
KRP. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan KRP di Indonesia selama ini belum
mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan secara optimal.
3. Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial
Prinsip ini menekankan bahwa intergrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan, rencana,
dan/atau program menjadi media untuk belajar bersama khususnya tentang isu-isu
pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum maupun para birokrat dan
1.
2.
3.
4.
5.
KLHS sektor
6.
KLHS kebijakan
AMDAL
KLHS
Posisi
Akhir
siklus
pengambilan
Pendekatan
Fokus Analisis
keputusan
Cenderung bersifat reaktif
Identifikasi, prakiraan & evaluasi
Cenderung pro-aktif
Evaluasi implikasi lingkungan dan
Dampak Kumulatif
dampak lingkungan
Amat terbatas
pembangunan berkelanjutan
Peringatan dini atas adanya dampak
Mengendalikan
kumulatif
Memelihara
Alternatif
Kedalaman
dan
keseimbangan
alam,
pembangunan berkelanjutan
Banyak alternatif
Luas dan tidak rinci sebagai landasan
untuk mengarahkan visi & kerangka
Deskripsi proses
Fokus
Pengendalian
Dampak
umum
Proses multi-pihak, tumpang tindih
lingkungan
baru
diperbaiki
Tipe RTRW
RTRW berskala luas, memuat
atau Pulau)
Transformatif
Wilayah
Memperbaiki mutu dan proses formulasi
substansi RTRW
Memfasilitasi proses pengambilan keputusan
Substantif
operasional/programatik, sangat
Pasal 16 UU 32
Tahun 2009
RPJP/RPJM
NASIONAL/PROVINSI/
KABUPATEN/KOTA
KLHS
RTRW
NASIONAL/PROVINSI/
KABUPATEN/KOTA
PEMBANGUNAN
LINTAS SEKTOR
DAN WILAYAH
PENGEMBANGAN
PENGEMBANGAN
WILAYAH
ALOKASI INVESTASI
PUBLIK
ARAHAN INVESTASI
SWASTA
ARAHAN LAIN-LAIN
ALOKASI
RUANG DAN
PERUNTUKAN
LAHAN
PROYEK
PEMBANGUNAN
AMDAL/UKL/U
Hasil kajian awal terhadap KRP RTRW Kabupaten Ketapang terdapat beberapa KRP
yang dipandang perlu untuk dikaji lebih lanjut karena ada implikasi terhadap aspekaspek yang disebutkan sebelumnya. Dengan adanya hasil identifikasi terhadap KRP
yang memiliki implikasi terhadap aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi, maka
perlu kajian analitis yang lebih rinci pada setiap KRP yang dimaksud untuk dapat
mengukur dampak/implikasi/pengaruhnya. Temuan hasil identifikasi ini juga secara
tidak langsung menyatakan bahwa KRP dalam RTRW Kabupaten Ketapang perlu
adanya keseimbangan antar aspek seperti tampak pada hasil kajian strategi
pembangunan baik di dalam RPJM maupun RTRW, dimana orientasi pembangunan
yang lebih cenderung mengutamakan pertumbuhan ekonomi (Growth) dan kurang
mengakomodir prinsip-prinsip keberlanjutan (sustainability).
Pembangunan yang fokus pada aspek pertumbuhan ekonomi akan sejalan dengan
kebutuhan pemanfaatan lahan secara maksimal dan dampak pembangunan akan
menghasilkan emisi pembuangan yang berdampak secara luas (global). Perlunya
pertimbangan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan serta strategi pembangunan
yang berorientasi rendah emisi menuntut optimasi pada pemanfaatan lahan secara
bijak serta inovasi alternatif-alternatif solusi agar tujuan dan sasaran dari substansi
dan muatan pembangunan semula tetap dapat tercapai.
Berkenaan dengan itu, bagian ini akan mengkaji dampak/implikasi KRP terhadap isuisu strategis LH dan Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Ketapang. Demi
melakukan kajian tersebut, bagian ini juga akan memprakirakan dampak dan resiko
lingkungan hidup/pembangunan berkelanjutan sebagai konsekuensi dari implementasi
perencanaan tata ruang. Untuk kepentingan memprakirakan dampak dan resiko
tersebut, KRP (kebijakan-rencana-program) strategis yang termuat dalam Raperda
RTRW Kabupaten Ketapang akan diberikan penilaian (assessment) yang dikaitkan
dengan keberpihakannya pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hasil
diskusi stakeholder, baik pada lokakarya ke-3, ke-4 maupun ke-5 telah menghasilkan
kesepakatan mengenai KRP prioritas yang akan dikaji dalam kegiatan KLHS ini baik
yang terkait dengan rencana struktur ruang maupun rencana pola ruang.
Adapun KRP prioritas yang terkait dengan rencana struktur ruang RTRW Kabupaten
Ketapang terdiri dari :
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam RTRWN dan RTRWP. Dalam RTRWN,
Bandara di Kota Ketapang ditetapkan sebagai bandara pengumpul tersier. Dengan demikian,
Bandara Rahadi Osman difungsikan untuk mendukung jaringan pelayanan transportasi
tersier, yaitu jaringan pelayanan yang menghubungkan bandara tersier dan sekunder. Bandara
pengumpul sekunder yang berjarak dekat dengan Bandara Rahadi Osman adalah Pontianak
(di utara), Palangkaraya (di timur), Semarang (di selatan) dan Palembang (di barat).
Sedangkan bandara pengumpul tersier yang relatif dekat dengan Bandara Rahadi Osman
adalah bandara Sintang di sebelah timur laut, Bandara Pangkalan Bun dan Bandara Sampit di
sebelah tenggara serta Bandara Tanjung Pandan (Pulau Belitung) dan Bandara Pangkal
Pinang (Pulau Bangka) di sebelah barat.
Dalam masa rencana, Bandara Rahadi Osman memiliki potensi untuk menambah rute
layanan penerbangan selain kota Pontianak, Pangkalan Bun, Semarang dan Banjarmasin.
Peningkatan jumlah rute dan frekuensi penerbangan di Bandara Rahadi Osman pada masa
mendatang diantisipasi dengan rencana pemindahan lokasi Bandara ke Desa Tempurukan
Kecamatan Muara Pawan.
Saat ini Kabupaten Ketapang telah memiliki Bandara pengumpul yaitu Bandara
Rahadi Osman yang berlokasi di Desa Kalinilam Kecamatan Delta Pawan yang akan
ditingkatkan menjadi :
a) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier yaitu Bandar Udara Rahadi
Osman di Kota Ketapang.
b) Bandar udara pengumpan yang direncanakan pengembangannya untuk pemindahan
Bandar Udara Rahadi Osman dengan alternatif lokasi di kecamatan Muara Pawan,
Delta Pawan dan Matan Hilir Selatan, Benua Kayong dan Kendawangan
c) Bandar udara yang dikembangkan untuk melayani penerbangan perintis/khusus
berada di Kecamatan Sandai, Simpang Hulu, Singkup, Marau dan Kecamatan Manis
Mata.
Sementara itu, ditinjau dari rencana pola ruangnya, salah satu tujuan rencana penataan
ruang Kabupaten Ketapang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pembangunan berbasis sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, kehutanan,
perikanan, industri dan pariwisata terutama di daerah bagian selatan provinsi; dengan
menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan tujuan tersebut,
pengembangan kegiatan budidaya yang produktif tidak dilakukan semena-mena
sehingga mengganggu keseimbangan alam (lingkungan). Melalui kegiatan KLHS ini
adalah penetapan KRP Prioritas merupakan bagian dari upaya untuk mengalokasikan
lahan di Kabupaten Ketapang agar tidak seluruhnya dimanfaatkan untuk kegiatan
ekonomi berskala besar yang cenderung ekspansif dan eksploitatif, tetapi juga yang
kecamatan(Pasal 36 Ayat 5)
Pembangunan Perkebunan memiliki tiga fungsi yaitu meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi daerah dan nasional (fungsi
ekonomi), sebagai perekat dan pemersatu bangsa (fungsi sosial dan budaya), dan
untuk konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga
kawasan (fungsi ekologis).
Matan Hilir Utara, Matan Hilir Selatan, dan Simpang Hulu (Pasal 35 ayat 4).
Pertambahan jumlah penduduk serta berkembangnya kegiatan perekonomian
menyebabkan permintaan terhadap lahan semakin tinggi untuk berbagai keperluan
seperti pertanian, perkebunan, pemukiman, industri, dan sebagainya. Dalam kondisi
ini, keterbatasan lahan merupakan hambatan dalam pembangunan di beberapa
Daerah, dimana ketersediaan lahan bersifat tetap sedangkan kebutuhan lahan
cenderung selalu bertambah. Saat ini berdasarkan SK.936/Menhut-II/2013 tentang
Perubahan penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Kalimantan Barat dari
Kementrian Kehutanan, Kabupaten Ketapang mempunyai Kawasan Hutan Produksi
Konversi seluas 84.706,16 Ha, yang dimana untuk kedepannya Kabupaten Ketapang
mempunyai rencana menggunakan Kawasan Hutan Produksi Konversi tersebut seluas
72.911 Ha, Kawasan Hutan Produksi Konversi adalah Kawasan Hutan yang secara
ruang digunakan untuk Pembangunan diluar Kehutanan, berdasarkan Permenhut R.I
Tayap.
2. Kawasan pertambangan bauksit di Kecamatan Simpang Hulu dan Simpang Dua.
Kawasan tersebut perlu dikembangkan secara terpadu dengan kawasan pertambangan
bauksit di sekitar Tayan dan rencana pengembangan industri pengolahan bauksit baik
Sumber :
www.klhsindonesia.org
www.wikipedia.org