Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemakaian teknologi dalam era globalisasi khususnya pada proses produksi di
samping dapat meningkatkan produksi, juga mengakibatkan berbagai dampak yang
merugikan yaitu terjadinya peningkatan pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja
dan timbulnya berbagai macam penyakit akibat kerja. Untuk mencegah dampak
negatif akibat pemakaian teknologi dalam proses produksi maka penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mutlak diperlukan. Maka untuk mencapai
tujuan tersebut terdapat beberapa peraturan perundangan yang perlu diketahui dan
dipahami oleh para pengusaha dan pengurus serta tenaga kerja khususnya peraturan
perundangan yang berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja. Pada dasarnya
peraturan perundangan dibidang K3 adalah bertujuan agar setiap tempat kerja
memenuhi syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga tenaga kerja
terhindar dari segala gangguan, kecelakaan dan penyait akibat kerja dan dapat bekerja
secara optimal (Tarwaka, 2014).
Adanya peraturan perundangan, khususnya dalam bidang K3 adalah
kebutuhan yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Atas kekuatan Undangundang dan peraturan pendukungnya, para pegawai pengawas dan ahli K3 dapat
melakukan inspeksi dan investigasi serta memaksakan segala sesuatu yang diatur
dalam Undang-undang tersebut kepada perusahaan-perusahaan. Apabila saran,
rekomendasi atau peringatan tentang pemenuhan K3 diabaikan, maka atas kekuatan
Undang-undang dapat dipaksakan pemberian sanksi-sanksi menurut Undang-undang
itu pula (Tarwaka, 2014).
Landasan hukum keselamatan dan kesehatan kerja tercantum dalam UndangUndang No: 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang tercantum dalam BAB X
Paragraf 5 pasal 86 ayat 1 dan UU No: 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

2
Menurut Undang-Undang tersebut diperlukan bentuk proteksi terhadap permasalahan
keselamatan dan kesehatan kerja. Penerapan SMK3 diatur dalam Departemen Tenaga
Kerja No. 05/Men/1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun
2012 dan dalam Peraturan Perundang-undangan Nomor: 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang tercantum dalam Bab X Paragraf 5 Pasal 87 ayat 1.
Salah satu bentuk penerapan K3 diperusahaan yaitu dengan menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 menyebutkan bahwa setiap perusahaan
yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih, bersifat proses atau bahan
produksinya mengandung bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa
ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit

akibat kerja,

maka

wajib

mengendalikan risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.
Pentingnya Penerapan SMK3 terintegrasi bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan karyawan dan menciptakan kondisi kerja yang aman dan terhindar dari
risiko kecelakaan kerja (Dyahrini, 2011). Negara maju seperti China, Hongkong,
Korea dan Malaysia sudah menerapkan SMK3 dengan bentuk peraturan yang berbeda
antara lain Occupational Health and Safety Management System (OHSMS) trial
standart di China, di Hongkong dalam peraturan Occupational Safety and Health
Council (OSHC), di Korea tercantum dalam peraturan Korea Occupational Safety
and Health Agency (KOSHA) 2000, sedangkan di Malaysia melalui peraturan
Occupational Health and Safety Advisory Services (OHSAS 18001) (Gratcia, 2010).
Kasus yang terjadi di provinsi Jawa Timur tentang masih tingginya angka
perusahaan yang tidak menerapkan SMK3. DPRD Jawa Timur mencatat 35 persen
perusahaan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) bagi pekerja. Wakil Ketua
Komisi E DPRD Jatim Suli Da'im pun meminta Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi
dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim bertindak tegas. Sebanyak 4.454

3
perusahaan beroperasi di Jatim. Namun 35 persen di antaranya, sekitar 1.558, tak
menerapkan PP tersebut. Menurut Suli, kecelakaan kerja di Jatim terbilang tinggi.
Pada triwulan pertama di 2015, lebih 2.000 pekerja mengalami kecelakaan di tempat
kerja. Triwulan berikutnya, angka itu meningkat menjadi 3.000. Lalu pada triwulan
III,

jumlah

pekerja

yang

mengalami

kecelakaan

mencapai

5.000

orang

(jatim.metrotvnews.com, 2016).
Kasus yang terjadi di provinsi Jawa Timur menunjukan bahwa masih
lemahnya penerapan SMK3 di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Selain itu juga
tingkat kecelakaan semakin tahun semakin meningkat, hal ini menunjukan bahwa
keselamatan tenaga kerja di tempat kerja tidak terjamin sudah tentu bagi tenaga kerja
tempat kerja menjadi sangat tidak nyaman. Padahal Undanga-undang yang dibuat
oleh pemerintah tentang keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja wajib untuk
dilaksanakan bagi perusahaan untuk melindungi tenaga kerja dan meminimalkan
kerugian perusahaan.
Berdasarkan kajian kasus, maka perlu adanya kebijakan terkait penerapan
sistem manajemen K3 yang wajib di perusahaan agar kecelakaan kerja dan kerugian
material bagi perusahaan dapat di minimalkan dan tenaga kerja merasa nyaman di
tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai