Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam usaha pendidikan, sehingga
tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar
hamir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu. Disinilah letak
pentingnya manusia sebagai mahluk yang berpikir untuk terus belajar, baik itu belajar
secara kelembagaan formal maupun belajar dari pengalaman yang pernah dan akan
dialami.
Tujuan dari belajar bukan semata-mata berorientasi pada penguasaan materi dengan
menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Lebih
jauh daripada itu, orientasi sesungguhnya dari proses belajar adalah memberikan
pengalaman untuk jangka panjang. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk
kegiatan bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke murid.
Proses pembelajaran seperti apa yang dapat menciptakan suatu proses belajar yang
dapat mengeksplorasi wawasan pengetahuan dan dan mengembangkan makna sehingga
akan memberikan kesan yang mendalam terhadap apa yang telah dipelajarinya.
Alternative model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan
diatas salah satunya adalah dengan menggunakan model educate expose experience
reflect dan self directed long life. Model pemebelajaran ini merupakan model
pembelajaran yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna,
dimana pelajar mengalami apa yang mereka pelajari. Melalui metode ini, pelajar belajar
tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan pelajar dilibatkan
secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman.

Educate Expose Experience Reflect


Educate expos experience reflect yang akan selanjutnya lebih sering kita sebut sebagai
motode pembelajaran experiential learning. Experiential learning adalah suatu proses
dimana siswa/murid/warga belajar mengkonstuksikan atau menyusun pengetahuan
keterampilan dan nilai dari pengalaman langsung atau dapat didefinisikan sebagai

tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus
mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri.
Experiental learning theory, yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran
experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini
menekankan pada sebuah model pembejaran yang holistic dalam proses belajar. Dalam
experiential learning, pengalaman mempunyai peran sental dalam proses belajar. Istilah
experiential disini untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderug
menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang
menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb, 1984).
Teori experiential learning merupakn model holistic dan multilinier khususnya untuk
pengembangan orang dewasa, yang konsisten dengan apa yang diketahui tentang
bagaimana orang belajar, tumbuh dan berkembang. Teori ini lebih menekankan pada
pengalaman yang memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran.
Experiential learning didefinisikan sebagai the process whereby knowledge is created
through the transformation of experience. Knowledge result from the combination of
grasping

and

transforming

experience(Kolb,

1984).

Experiential

learning

menekankan pada kapasittas manusia untuk merekontruksi pengalaman dan kemudian


memaknainya (Savin, 2004:31). Dewey percaya bahwa dalam pendidikan adalah proses
berkelanjutan untuk merekontruksi dan menumbuhkan pengalaman, dimana peran
pendidik adalah untuk mengelola aktivitas pembelajaran yang dibangundari
pengalaman masa lalu warga belajar dan menghubugkannya terhadap pengalaman baru.
experiential learning is such that adult teaching should be based on adults
experiences. Thus, those experiences could be valuable resource. Finally, learning to
learn is very crucial for adult development (Huang, 2002). Pembelajaran experiential
merupakan pembelajaran orang dewasa yang harus didasarkan pada pengalaman warga
belajar, dimana pengalaman menjadi sumber yang sangat bernilai, ketika orang dewasa
terampil dalam belajar, maka mereka memiliki kemampuan untuk belajar sepanjang
hayat.
Terkait dengan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa karakteristik experiential
learning sangat sesuai dengan jika diterapkan pada warga belajar orang dewasa
sehingga memenuhi syarat enam prinsip dalam pembelajaran untuk orang dewasa.

Pertama adalah the learners need to know: bagaimana pembelajaran dilaksanakan, dan
pemebelajaran apa yang akan muncul dan kenapa pembelajaran itu sangat penting
(Knowles et al..1998,133). Kedua, self-directed learning is the ability of taking control
of the techniques and of the purposes of learning. Ketiga, prior experience of the
learner impact learning is creating individual differences, providing rich resource,
creating biases and providing adults self-identity. Prinsip keempat adalah readiness to
learn. Orang dewasa memiliki kesiapan untuk belajar ketika situasi kehidupannya
mendorong mereka untuk belajar. Prinsip kelima adalah orientation to learning. Secara
umum orang dewasa lebih menyukai orientasi pemecahan masalah dalam
pembelajaran, dimana mereka dapat belajar dalam konteks kehidupan saat ini. Prinsip
keenam adalah motivation to learn. Orang dewasa memiliki motivasi tinggi ketika
mereka dapat memperoleh pengetahuan baru bagi mereka dalam menyelesaikan
permasalahan kehidupan.
Experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong
warga belajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses
pembelajaran, sehingga experiential learning mengaktifkan warga belajar untuk
membangun pengetahuan dan keterampilannya

melalui pengalaman. Tujuan dari

model ini adalah untuk mempengaruhi warga belajar dengan tiga cara yaitu: 1)
mengubah sruktur kognitif warga belajar, 2) mengubah sikap warga belajar, dan 3)
memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada. Ketiga elemen tersebut
saling berhubungan dan mempengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena
apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif.
Experiential learning menekankan pada keinginan kuat dari dalam diri warga belajar
untuk berhasil dalam belajarnya. Motivasi ini didasarkan pula apada tujuan yang ingin
dicapai dan model belajar yang pilih. Keinginan untuk berhasil tersebut dapat
meningkatkan tanggung jawab warga belajar terhadap perilaku belajarnya dan mereka
aka merasa dapat mengontrol perilaku tesebut.
Experiential learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan warga
belajar. Kualitas belajar experiential learning mencakup: keterlibatan warga belajar
secara personal, berinisiatif , evaluasi oleh warga belajar sendiri dan adanya efek yang
membekas pada warga belajar. Model ini memberikan kesempatan kepada warga

belajar untuk memutuskan pengalaman apa yang mereka ingin kembangkanm dan
bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut.
Hal ini berbeda dengan pendekatan belajar tradisional dimana warga belajar menjadi
pendengar pasif dan hanya pengajar yang mengendalikan proses belajar tanpa
melibatkan warga belajar.
Prosedur pembelajaran dalam expreintial learning terdiri dari empat tahapan, yaitu: 1)
tahapan pengalaman nyata, 2) tahap observasi refleksi, 3) tahap konseptualisasi, dan 4)
tahap implementasi. Keempat tahap tersebut oleh David Kolb (1984) kemudian di
bentuk dalam diagram berikut.

Gambar

Penjelasan gambar tersebut di atas sperti dikemukakan oleh Kolb dan Boyatzi sebagai
berikut:
In grasping experience some of us perceive new information through experiencing the
concrete, tangible, felt qualities of the world, relying on our senses and immersing
ourselves in concrete reality. Other tend to perceive, grasp, or take hold of new
information through symbolic representation or abstract conceptualization-thinking
about, analyzing, or systematically planning, rather than using sensation as a guide.
Similarly, in transforming or processing experience some of us tend to carefully watch
other who are involved in the 4 experience and reflect on what happens, while others
choose to jump right in and start doing things. The watchers favor reflective
observation, while the doers favor active experimentation (Kolb & Boyatzis, 1999).
Dalam tahapan diatas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami
seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses
refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya.
Refleksi ini menjadi dasar konseptulisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang
mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam
situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai.

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan


dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukan tersebut. Pengalaman yang telah
direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian
baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya
pengalaman atau perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai
proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi
dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).
Table. Kemampuan siswa dalam proses belajar Experiential Learning
Kemampuan
Concrete Experience (CE)

Siswa

Uraian
melibatkan

sepenuhnya
Reflection

Pengutamaan
diri Feeling (perasaan)
dalam

pengalaman
Observation Siswa mengobservasi dan Watching (mengamati)

(RO)

merefleksikan

atau

memikirkan

pengalaman

dari berbagai segi


Abstract Conceptualization Siswa
menciptakan Thinking (berpikir)
(AC)

konsep-konsep

yang

mengintegrasikan
observasinya menjadi teori
Active

yang sehat
Experimentation Siswa mengunakan teori Doing (berbuat)

(AE)

untuk

memecahkan

masalah dan mengambil


keputusan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa model pemebelajaran experiential learning
merupakan model pembelajaran yang memperhatiakn atau menitikberatkan pada
pengalaman yang akan diambil siswa. Siswa terlibat langsung dalam proses belajar dan
siswa merekontruksi sendiri pengalaman-pengalaman yang didapat sehingga menjadi
suatu pengetahuan.

Self Directed Long Life


Self directed long life disebut juga beberapa istilah oleh para ahli yaitu self directed/self
motivated atau self-regulated learning, resource-based learning, flexible learning,
open learning, independent learning, dan distance learning.
Self directed learning adalah kegiatan belajar mandiri, sedangkan orang yang
melakukannya sering disebut siswa mandiri (self-directed learner). Siswa mandiri
diibaratkan sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pembelajaran
yang mereka lakukan sendiri (Abdullah, 2001).
Self-directed learning adalah sesuatu proses dimana seseorang memiliki inisiatif
dengan atau tanpa bantuan orang lain untuk menganalisis kebutuhan belajar
(Oshea,2003).
Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yag didorong oleh niat atau motif untuk
menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan
bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai
tujuan belajar, dan cara pencapaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat belajar,
irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar dilakukan leh siswa
sendiri (Mudjiman, 2008).
Adapun cirri-ciri dari self directed learning ini adalah:
1. Tanggung jawab, dalam mengendalikan dan mengarahkan belajarnya sendiri
berada ditangan pebelajar.
2. Membebaskan pebelajar untuk tidak harus berada pada satu tempat dalam satu
waktu tertentu.
3. Disediakannya berbagai bahan termasu panduan belajar dan silabus yang rinci
serta akses ke semua anggota fakultas (penyelenggara pendidikan) yang
memberikan layanan bimbingan.
4. Komunikasi anatar pebelajar dengan insrukur atau tutor dicapai melalui satu
atau kombinasi dari beberapa teknologi komunikasi.
5. Ada niat, motif, atau kemauan untuk melakukan usaha mencapai kompetensi.
6. Berlangsung dengan atau tanpa bantuan orang lain.

Dalam pelaksaan self directed learning (SDL) ini menggunakan beberapa metode agar
pemebelajaran SDL tercapai secara maksimal. Dalam berpkir kita dituntut berpikir
dalam (deep learning), kritis (critical learning), dan dapat mengatur waktu dengan
efektif dan efisien. Berikut ini penjelasannya masing-masing.
Deep learning
Deep learning adalah pengujan fakta-fakta baru dan ide kritis, dan menyambungkan
keduanya kedalam struktur kognitif serta membuat banyak cabang dari ide-ide tersebut
(Biggs, 1999).
Karakteristik (Beswick, 2006)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Orang independent dan self directing


Memiliki pengalaman yang sangat luas
Lebi termotivasi untuk belajar lewat diri sendiri
Belajarnya sampai akar-akarnya
Menghubung-hubungkan dengan berbagai informasi yang didapat
Memakai pengetahuan dalam kehidupan nyata
Mengintegrasikan sesuatu dengan pengetahuan yang sudah didapat.

Critical Thinking
Kemampuan untuk membuat suatu penilaian yang rasional atau beralasan. Tatakrama
berpikir yang digunakan seseorang untuk mengukur atau menilai validitas/kebenaran
sesuatu seperti perntaraan, kisah, argument, penelitian (Chaerumam, 2009).
Critical thnking adalah mengarahkan dirinya unuk berusaha berpikir untuk
mendapatkan alas an pada tingkat tertinggi dari cara berpikir anda. Orang yang berpikir
kritis secara konsisten, akan hidup rasional, beralasan, dan empati (Elder,2007).
Manfaat dalam pembelajaran: mendapatkan kepuasan tersendiri karena segala masukan
yang diberikan kepada kita, kita cari bukti kebenarannya serta memperluas
pengetahuan kita dan meningkatkan retensi belajar.
Manajemen Waktu yang Baik
Untuk mencapai tujuan pembelajaran pada belajr mandiri, kita perlu mengatur waktu
kita. Setiap orang memiliki strategi pengaturan waktunya masing masing.

Manfaat Self Directed Learning


1. Dapat melatih pengembangan self learning skills yang diperlukan untuk
melaksanakan life long learning selepas masa pendidikan formal (Mudjiman,
2008).
2. Dapat menggugah motivasi belajar
3. Menghilangkan stress dalam belajar
Tujuan Self Directed Learning
Untuk membekali pebelajar dengan keteramplan yang dibutuhkan agar termotivasi
untuk belajar hari ini dan seterusnya disepanjang hidupnya (long life learners).
(Bernadette,2005)
Kelebihan dan Kekurangan SDL
1. Kelebihan
Fleksibel
Mendorong disiplin dan keterampilan
Mahasiswa dapat menyelesaikan kuliah sesuai dengan kecepatan
belajarnya masing-masing
2. Kekurangan
Menuntut disiplin tinggi dan kemandirian belajar yang tinggi
Memerlukan bimbingan dan tutorial yang intensif
Membuat mahasiswa terlena.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.H.,2001. ERIC digest.no.169


Bernadette

M.

Black.

Integrate

Self-Directed

Learning

Int

Curse

Design.

http://www.google.com. (24 Maret 2015)


Beswick, David. 2006. Management Implications of The Interactions Between Intrinsic
Motivation and Extrensic Reward. Melbourne: University of Melbourne
Biggs, J., (1999). Teaching for Quality Learning at University. SHRE and Open
University Press
Chaerumam, Uwes A. Critical Thinking Skills. http://www.fakultasluarkampus.net. (24
Maret 2015)
Elder,

Linda.

Another

Brief

Conceptualization

of

Critical

Thinking.

http://www.criticalthinking.org (24 Maret 2015)


Huang,H-M. (2002). Toward Constructivism for adult Learners in Online Learning
Environments. British Journal of Educational technology. Vol. 33 No. 1 2002 p21-37.
Blackwell Publisher Ltd.
Kolb, A.D. (1984). Experiential Learning, Experience as The Source of Learning and
Development. New Jersey: Prentice all,Inc.,Engleood Cliffs.
Kolb, A.D. & Boyatzis, R.E. (1999). Experiential Learning Theory, Previous Research
and

New

Direction.

Case

Western

Reserve

University.

Online

pada

(http://www.d.umn.edu/`kgilbert/educ5165-731/reading/experiential-learningtheory.pdf)
Mudjiman, H.,2008. Belajar Mandiri (Self Directed Learning). Sukarta: LPP dan UNS
Press
Oshea,E.,2003. Self-Directed Learning in Nurse education: a review of literature.
Journal of Advance Nursing. 43:62-70

Anda mungkin juga menyukai