Anda di halaman 1dari 16

Kebijakan kesehatan tentang ibu hamil, bersalin dan nifas

BAB I

1.1.

Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia telah berhasil diturunkan dari 307 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007
(SDKI, 2007). Namun demikian masih diperlukan upaya keras untuk mencapai target
RPJMN 20102014 yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu melahirkan per 100.000
kelahiran hidup dengan target AKI 118 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014 serta
mencapai target tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goals) yaitu
AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penyebab kematian ibu. Pada hasil
sensus penduduk tahun 2010 penyebab kematian ibu antara lain perdarahan postpartum
(20%), hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklampsia/eklampsia (32%), partus lama
(1%), abortus (4%), peradarahan antepartum (3%), komplikasi puerpuerium (31%), kelainan
amnion (2%), lain-lain (7%). Faktor berpengaruh lainnya adalah ibu hamil yang menderita
penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, tuberkulosis, sifilis, penyakit tidak menular
seperti hipertensi, diabetes mellitus, kekurangan iodium maupun yang mengalami
kekurangan gizi.
Oleh karena itu perlu diadakannya kebijakan-kebijakan terkait ibu hamil, bersalin dan
nifas agar ibu hamil dalat terlindungi hak-haknya dan dapat lebih menekan angka kematian
ibu dan anak.
Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah penyebab kematian ibu hamil, bersalin dan nifas?
1.2.2. Bagaimana kebijakan antenatal care dan keselamatan persalinan ibu dan bayinya?
1.2.3. Bagaimana program nasional tentang kunjungan asuhan nifas ?

1.2.

1.3.

Tujuan
1.3.1. Untuk memberikan penjelasan mengenai penyebab kematian ibu hamil, bersalin dan
nifas
1.3.2. Untuk menginformasikan mengenai antenatal care dan kebijakan keselamatan
persalinan ibu dan bayinya
1.3.3. Untuk memberokan penjelasan mengenai program nasional tentang kunjungan
asuhan nifas

BAB II

2.1 Penyebab Kematian Ibu Hamil, Beralin dan Nifas

1. Kasus Yang Berhubungan Langsung Dengan Kebidanan


a. Perdarahan Kasus perdarahan dapat menjadi penyebab kematian ibu pada saat
kehamilan, persalinan maupun nifas.
b. Hipertensi

dalam

kehamilan

(Preeklampsia/Eklampsia)

Kasus

preeklampsia/eklampsia dapat menjadi penyebab kematian ibu pada saat kehamilan,


persalinan maupun postpartum. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk:
1) membantu diagnosis diperlukan pemeriksaan protein urin sebagai kriteria
diagnostik untuk preeklampsia/eklampsia.
2) mengidentifikasi kelainan yang timbul akibat preeklampsia/eklampsia.
3) untuk membantu menentukan penanganan selanjutnya :
a) hemokonsentrasi (hemoglobin dan hematokrit), hemolisis (apusan darah tepi
untuk morfologi eritrosit) dan terjadinya kerusakan organ (fungsi ginjal,
fungsi hati).
b) pemeriksaan jumlah trombosit, LDH dan AST untuk menentukan terjadinya
sindroma HELLP.
c. Partus Macet (Distosia) Kasus distosia hanya menjadi penyebab kematian ibu pada
saat persalinan. Distosia dapat menyebabkan demam, dehidrasi, gangguan elektrolit,
infeksi bahkan dapat terjadi ruptura uteri. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
hemoglobin, leukosit, elektrolit darah dan hemostasis darah.
d. Infeksi Kasus infeksi menjadi penyebab kematian ibu pada kehamilan, persalinan
dan nifas. Manifestasi klinis mulai dari keluar cairan pervaginam yang berbau,
demam, sampai sepsis dan syok septikemia. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
laboratorium untuk diagnosis dan identifikasi kelainan yang ditimbulkan oleh
infeksi, seperti pemeriksaan C-Reaktif Protein, leukosit, trombosit, -13- hemostasis,
pewarnaan gram, kultur dan resistensi kuman, elektrolit darah dan Analisa Gas
Darah (AGD).
e. Abortus yang tidak aman Kasus abortus menjadi penyebab kematian ibu pada
kehamilan dini. Kematian disebabkan karena perdarahan (abortus inkompletus) dan
infeksi (unsafe abortion). Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan sama seperti
kasus perdarahan dan infeksi.
2.

Kasus Yang Tidak Berhubungan Langsung Dengan Kebidanan

Ada beberapa penyakit yang diderita oleh ibu selama kehamilan, persalinan dan nifas
yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu tetapi tidak berhubungan dengan
kebidanan antara lain:
a. Anemia
b. Malaria
c. Tuberkulosis
d. HIV/AIDS
e. Hepatitis
f. Penyakit jantung
g. Diabetes mellitus
h. Hipertensi kronis
i. Sifilis, GO, trikomoniasis, candidiasis, bakterial vaginosis
j. APS (Antiphospholipid Sindrome)
k. Hipertiroid
l. Kurang Kalori Protein (KKP)
2.2 . Kebijakan Antenatal Care dan kesehatan untuk keselamatan persalinan ibu dan bayinya
2.2.1. Antetantal Care
Walaupun pelayanan antenatal care selengkapnya mencakup banyak hal yang
meliputi anamnese, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada), namun dalam
penerapan operasional dikenakan standar minimal 14/7 T. Cakupan pelayanan antenatal
care sesuai kebijakan program pelayanan asuhan antenatal harus sesuai standar yaitu 14
T, meliputi :
1. Timbang Berat Badan (T1)
2. Ukur Tekanan Darah (T2)
3. Ukur Tinggi Fundus Uteri (T3)
4. Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4)
5. Pemberian imunisasi TT (T5)
6. Pemeriksaan Hb (T6)
7. Pemeriksaan VDRL (T7)

8. Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara (T8)


9. Pemeliharaan tingkat kebugaran / senam ibu hamil (T9)
10. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (T10)
11. Pemeriksaan protein urine atas indikasi (T11)
12. Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi (T12)
13. Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok (T13)
14. Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria (T14)
Apabila suatu daerah tidak bisa melaksanakan 14T sesuai kebijakan dapat dilakukan
standar minimal pelayanan ANC yaitu 7 T, , yang terdiri dari :
1. Timbang BB dan ukur tinggi badan
Timbang berat badan setiap kali kunjungan.Kenaikan berat badan normal pada
waktu hamil ialah sebesar pada Trimester I 0,5 Kg perbulan dan Trimester IIIII 0,5 Kg perminggu.Dengan kenaikan berat badan rata-rata sebesar 6-12 kg
selama kehamilan, Maksimal mengalami kenaikan berat badan sebesar 12 Kg
dan minimal sebesar 6-7 Kg. Perhatikan besar kenaikan berat badan ibu,
jangan sampai ibu mengalami penurunan berat badan atau jangan sampai ibu
mengalami obesitas.
2. Ukur tekanan darah
Tekanan darah yang normal 110/80 140/90 mmHg, bila melebihi dari 140/90
mmHg perlu diwaspadai adanya preeklamsi maupun eklamsi.
3. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) lengkap

Imunisasi TT diberikan 2x yaitu pada kunjungan pertama dengan interval 4


minggu, tanpa pandang usia kehamilan. Bila pernah menerima TT 2x pada
kehamilan terdahulu, maka hanya diberi TT 1x. Imunisasi TT bertujuan
melindungi bayi dan ibu terhadap penyakit tetanus (Syahlan, 1996). Vaksin
TT diberikan sedini mungkin dengan dosis pemberian 0,5 cc I.M (intra
muskulair) di lengan atas/paha/bokong. Khusus untuk calon pengantin
Antigen

TT1

Interval

(Selama

Lama

Perlindungan

waktu minimal)

Perlindungan

(%)

Pada

kunjungan

antenatal pertama
TT2

4 minggu setelah TT1

3 tahun

80

TT3

6 minggu setelah TT2

5 tahun

95

TT4

1 tahun setelah TT3

10 tahun

99

TT5

1 tahun setelah TT4

25

tahun

99

seumur hidup
diberikan imunisasi TT 2x dengan interval 4 minggu. Usahakan TT1 dan TT2
diberikan sebelum menikah (Depkes, 1992).
Perlindungan dari imunisasi tt dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa apabila dalam waktu 3 tahun
WUS tersebut melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari
TN (Tetanus Neonatorum).
4. Pemberian tablet zat besi minimum 90 tablet selama kehamilan

Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada


ibu hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan
meningkat. Dimulai dengan pemberian satu tablet sehari dengan segera
mungkin, setelah rasa mual hilang, tiap tablet mengandung Fe So4 320 mg
(zat besi 60 mg) dan asam folat 500 mg, minimal masing-masing 90 tablet
sebaiknya tidak diminum bersamasama teh/kopi karena akan mengganggu
penyerapan.Selain itu juga perlu Pemberian Tablet multivitamin yang
mengandung mineral, tujuan pemberian tablet multivitamin yang
mengandung mineral adalah untuk memenuhi kebutuhan akan berbagai
vitamin dan mineral bagi ibu hamil dan janin/bayi selama hamil dan nifas.
Cara pemberian 1 tablet/hari, selama masa kehamilan dan nifas. (Mochtar
R., 1998:73)
WHO menganjurkan pemberian ferro sulfat 320 mg (setara dengan 60
mg zat besi) 2 kali sehari bagi semua ibu hamil. Jika Hb 9 gr% atau
kurang dari pada salah satu kunjungan, tingkatkan tablet zat besi menjadi
3 kali 1 tablet/hari sampai akhir masa kehamilannya. Kebijakan program
KIA di Indonesia saat ini menetapkan bahwa pemberian tablet Fe (320 mg
Fe sulfat dan 0,5 mg asam folat) untuk semua ibu hamil sebanyak 1 kali 1
tablet selama 90 hari. Jumlah tersebut mencukupi kebutuhan tambahan zat
besi selama kehamilan, yaitu 100 mg.
Bila ditemukan anemia pada ibu hamil, diberikan tablet zat besi 2-3 kali
1 tablet/hari selama 2-3 bulan; dan dilakukan pemantauan Hb (bila masih
anemia), pemeriksa sampel tinja untuk melihat kemungkinan adanya
cacing tambang dan parasit lainnya . Periksa darah tepi terhadap parasit
malaria di daerah endemic. (Depkes RI, 1999).
Pada setiap kali kunjungan mintalah ibu untuk meminum tablet Fe yang
cukup, hindari meminum teh/kopi 1 jam sebelum/sesudah makan karena
dapat mengganggu penyerapan zat besi. Tablet Fe lebih dapat diserap jika
disertai dengan mengkonsumsi vitamin C yang cukup. Jika vitamin C

dikonsumsi ibu dalam makanannya tidak tercukupi berikan tablet vitamin


C 250 mg per hari (Depkes RI, 1999).

5. Ukur tinggi fundus uteri


Perhatikan ukuran TFU ibu apakah sesuai dengan Umur Kehamilan dimana :

Usia
Kehamila
n
12
16

Tinggi Fundus Uteri


(TFU)
3 jari di atas simfisis
Pertengahan
pusat-

20
24
28

simfisis
3 jari di bawah pusat
Setinggi pusat
3 jari di atas pusat
Pertengahan
pusat-

32

prosesus
(Px)
3 jari

36

prosesus

xiphoideus
di

xiphoideus

(Px)
Pertengahan
40

prosesus

bawah

pusat-

xiphoideus

(Px)
6. Tes terhadap penyakit menular seksual
7. Tes wicara dalam rangka mempersiapkan rujukan
Pada saat kunjungan antenatal, petugas kesehatan harus menjelaskan pada
klien dan suami tentang kondisi ibu dan janinnya, dan jika penyulit terjadi
beritahu ibu suami dan keluarga serta ajak ibu, suami dan keluarga untuk

membahas rujukan dan rencana rujukan. Rujukan tepat waktu merupakan


unggulan asuhan sayang ibu dalam mendukung keselamatan ibu.
Persiapan-persiapan dan informasi yang dapat dimasukkan dalam rencana rujukan
adalah :
1. Siapa yang akan menemani ibu atau bayi baru lahir.
2. Tempat rujukan mana yang lebih disukai ibu dan keluarga (jika ada lebih dari
satu kemungkinan tempat rujukan, pilih tempat rujukan yang paling sesuai
berdasarkan jenis asuhan yang diperlukan).
3. Sarana transportasi yang akan digunakan dan siapa yang akan mendampingi
mengendarainya. Transportasi harus tersedia segera, baik siang maupun
malam.
4. Siapa orang yang ditunjuk menjadi donor darah, jika tranfusi darah
diperlukan.
5. Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan
bahan-bahan.
6. Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak yang lain pada saat ibu
tidak di rumah
2.2.2. Kebijakan Kesehatan untuk Keselamatan persalinan ibu dan bayi
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI dan AKB) masih
menjadi permasalahan tersendiri di Kota Surabaya. Oleh karena itu, proses
preventif dan promotif perlu digalakkan kembali. Hal ini menjadi menjadi acuan
dari Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Daerah Jawa Timur
bersama Dinas Kesehatan Kota Surabaya untuk melahirkan 10 kebijakan yang
telah disepakati untuk membantu keselamatan persalinan ibu dan bayi.

Dr. Agus Sulistyono,SPOG (K) penanggung jawab kamar bersalin RS Dr.


Soetomo saat memberikan saat menjelaskan penyebab kematian ibu bersalin
dalam pertemuan penanngung jawab kamar bersalin dan klinik bersalin seSurabaya.(Ian)
Sepuluh kebijakan ini merupakan rangkaian acara dari program Komitmen
Bersama Penurunan AKI dan AKB pada anggota PERSI. Seperti yang dijelaskan
oleh dr. Agus Sulistyono, SpOG (K), dari RSU Dr. Soetomo Surabaya, sejauh ini
penyebab kematian ibu bersalin dari data hasil audit neonatal dan paternal hingga
setiapmorning report paling banyak mengalami pre eklamsia dan perdarahan
pasca persalinan (Haemorrhage Post Partum/HPP)
Rata-rata yang datang ke Rumah Sakit sudah mengalami hal yang
demikian (pre eklamsia dan HPP, Red), jadi pihak Rumah Sakit tidak bisa berbuat
banyak. Melihat persoalan ini, kita (PERSI) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
Kota Surabaya karena merupakan tanggung jawab bersama. Jadi, siapapun
penolongnya, bagaimanapun alatnya, kita tidak bisa menolong dengan baik jika
dating ke Rumah sakit sudah dalam keadaan yang tidak baik, ujar dokter
spesialis Obgyn ini dihadapan anggota PERSI di ruang Uterus RSUD Dr.
Soetomo, hari kamis (01/11).
Dari hasil komitmen tersebut, ia berharap Rumah Sakit mengeluarkan
kebijakan dari direktur masing-masing untuk memberlakukan 10 langkah
kebijakan direktur yang disepakati untuk membantu menurunkan kematian ibu
saat persalinan karena pre eklamsia maupun HPP.
Sepuluh kebijakan tersebut yakni :
1. Rumah Sakit menyediakan poli klinik pre eklamsia dan HPP;
2. Melakukan skrinning untuk pre eklamsia (klinis atau lab);
3. Selalu menerima pasien pre/eklamsia dan HPP yang dirujuk dari
poliklinik maupun kamar bersalin dan tidak mengembalikannya ke yang
merujuk;

4. Rumah Sakit Bersalin (RSB) melakukan tindakan Rapid Initial


Assesment, stabilisasi (SM dan kondom kateter) dan dirujuk bila
diperlukan;
5. Berpartisipasi dalam Jakaberrusasu (Jaringan Kamar Bersalin Rumah
Sakit se-Surabaya);
6. Tidak menarik biaya untuk kasus ini;
7. Pihak Rumah Sakit dapat melaporkan setiap kasus ini kepada satgas yang
telah dibentuk;
8. Ikut berpartisipasi dalam evaluasi;
9. Ikut berpartisipasi dalam audit morbiditas dan mortalitas;
10. Ikut berpartisipasi dalam menyusun protap kasus ini.
Selain 10 kebijakan direktur tersebut, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
Jawa Timur juga mengusulkan kepada para direktur Rumah Sakit mengenai
beberapa kebijakan yang disampaikan oleh dr. Agus Hariyanto, SpAK untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatus yang disebabkan oleh
prematuritas, asfiksia dan infeksi. Kebijakan dari IDAI tersebut yakni:
1. Membuat buku panduan perawatan pasien neonatus dengan masalah
prematuritas, asfiksia dan infeksi;
2. membuat fish bone analysis di setiap Rumah Sakit;
3. Menerima rujukan pasien nenoatus dengan masalah prematuritas, asfiksia
dan infeksi yang dirujuk Puskesmas atau Bidan atau Rumah Sakit lain;
4. Menstabilisasi pasien neonatus dengan masalah prematuritas, asfiksia dan
infeksi;
5. Merawat pasien neonatus dengam masalah prematuritas, asfiksia dan
infeksi sedini mungkin;

6. Meningkatkan kualitas rujukan dengan menyediakan tenaga, sarana


transportasi surat rujukan yang lengkap, jelas dan benar;
7. Meningkatkan sistem komunikasi timbal balik antara Rumah Sakit dengan
pelayanan kesehatan lainnya;
8. Menyediakan poliklinik khusus neonatus dengan masalah prematuritas,
asfiksia, dan infeksi;
9. Melakukan audit maternal perinatal dengan mengundang pihak terkait.
2.3. Kebijakan Nasioal tentang Kunjungan Asuhan Nifas
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan
kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1.
2.

Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.


Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan

3.
4.

kesehatan ibu nifas dan bayinya.


Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan

adanya

gangguan

ibu nifas maupun bayinya.


Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan masa nifas:
Kunjungan
I

Waktu
6-8 jam post
partum

Asuhan
perdarahan masa nifas oleh

Mencegah
atonia uteri.
Mendeteksi

dan

perdarahan

serta

perawatan
melakukan

karena

penyebab

lain

rujukan

bila

perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga
tentang

cara

mencegah

perdarahan

yang

disebabkan atonia uteri.


Pemberian ASI awal.
Mengajarkan cara mempererat hubungan antara
ibu dan bayi baru lahir.
Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan

hipotermi.
Setelah bidan melakukan

pertolongan persalinan,

makabidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2


jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan
ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.
Memastikan involusi uterus barjalan dengan
normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi
fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan
II

hari

post

partum

perdarahan.
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi
dan cukup cairan.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar
serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
Memberikan konseling tentang perawatan bayi

III

IV

2 minggu post
partum
6 minggu post
partum

baru lahir.
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan
asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post
partum.
Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu
selama masa nifas.
Memberikan konseling KB secara dini.

BAB III
3.1 Simpulan
Angka kematian ibu akibat persalinan merupakan suatu hal yang menakutkan, perlu
ditegakkannya batasan-batasan serta kebijakan-kebijakan agar angka kematian ibu dan bayi
dpaat ditekan seminimal mungkin, kebijakan itu perlu diterakan mulai dari fase antenatal ,
bersalin hingga nifas untuk menjaga keselamatan ibu dan bayinya
3.2 Saran
Disarankan agar setiap unit maupun bagian dari masyarakat menyadari betul pentingnya
keselamatan ibu dan bayi saat melahirkan, oleh karena itu semua pihak hendaknya wajib
mengetahui batasan-batasan serta kebijakan-kebijakan yang ada.

Daftar Pustaka
file:///C:/Users//Downloads/PMK_No._59_ttg_Laboratorium_Ibu_Hamil_Be-1.pdf ( diakses
pada 25 januari 2016 )
http://dinkes.surabaya.go.id/portal/index.php/berita/10-kebijakan-untuk-keselamatanpersalinan-ibu-dan-bayinya/( diakses pada 25 januari 2016 )

http://jurnalbidandiah.blogspot.co.id/2012/04/kunjungan-dan-asuhan-pada-masanifas.html( diakses pada 25 januari 2016 )

Anda mungkin juga menyukai