Anda di halaman 1dari 81

Ebook:

Majalah Asy Syariah


Edisi 85/ VIII / 1433 / 2012

POLIGAMI
Problem atau Solusi?

Kata Pengantar
Assalamualaikum warohmatulloh wa barokaatuh.
Puji syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam.
Alhamdulillah, Maktabah IMU kembali dapat menghadirkan Ebook
Majalah Asy Syariah. Pembahasan dalam majalah asy Syariah Edisi 85 adalah
seputar POLIGAMI.
Selain itu tentunya ada pembahasan-pembahasan lain yang juga sangat
bermanfaat, InsyaAllah.
Akhirnya, Saya ucapkan selamat membaca dan
dapatkan Ilmu yang bermanfaat sehingga bisa kita aplikasikan dengan amalan
sholih.
Semoga Allah menjaga para ustadz yang telah menulis artikel dalam
Majalah ini. Dan semoga Allah taala senantiasa merahmati kita semua.
Wassalamualaikum warahmatullah wa barokaatuh.
Surakarta, 25 Maret 2013
Admin Maktabah IMU

Kompilasi oleh:
MAKTABAH IMU
Sumber Tulisan:
Situs Asy Syariah
www.asysyariah.com

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Abdurahman Baharudin Wahid


Email: baharudinwahida@gmail.com
Website: http://islamicandmedicalupdates.blogspot.com
Untuk terus memasyarakatkan dan mengembangkan dakwah Ahlus Sunnah,
kepada pembaca DIPERBOLEHKAN untuk mengutip sebagian isi Majalah
Asy Syariah, dengan syarat:
1. Bukan untuk tujuan komersial
2. Artikel dikutip utuh tanpa ada penambahan atau pengurangan,
ataupun digabungkan dengan tulisan lain yang bukan berasal dari
Majalah Asy Syariah
3. Setiap Naskah kutipan harus menyebutkan nama sumber (nomor
edisi, tahun dan halaman [yakni edisi cetak])

Page 1

Permata Salaf Mengingat Empat Kengerian


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Hatim al-Asham rahimahullah mengatakan, Siapa yang kalbunya
tidak pernah mengingat empat kengerian ini, berarti dia adalah
orang yang teperdaya dan tidak aman dari kecelakaan.
(1) Saat yaumul mitsaq (hari saat diambilnya perjanjian terhadap
ruh manusia) ketika Allah Subhanahu wataala berfirman, Mereka
di surga dan Aku tidak peduli, sedangkan mereka (yang lain) di
neraka dan Aku tidak peduli; dia tidak tahu, dirinya termasuk
golongan yang mana.
(2) Saat dia diciptakan dalam tiga kegelapan (di dalam rahim),
ketika malaikat diseru (untuk mencatat) kebahagiaan atau
kesengsaraan (seseorang); dia tidak tahu apakah dirinya termasuk
orang yang sengsara atau bahagia.
(3) Hari ditampakkannya amalan (saat sakaratul maut); dia tidak
tahu, apakah dia diberi kabar gembira dengan keridhaan Allah
Subhanahu wataala atau kemurkaan- Nya.
(4) Hari ketika manusia dibangkitkan dalam keadaan yang berbedabeda; dia tidak tahu jalan mana yang akan ia tempuh di antara dua
jalan yang ada.
(Jami al-Ulum wal Hikam hlm. 81)

Pengantar Redaksi Poligami Indah Sesuai


Sunnah
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Banyak wanita mempertanyakan buruknya praktik taaddud
(poligami) dalam Islam. Mereka kemudian menolak keras poligami
dengan alasan menyakiti wanita. Penolakan ini bahkan merembet
hingga menggugat syariat, menganggap syariat tak lagi
memberikan keadilan. Dengan gelap mata, penafsiran ajaran
agama selama ini divonis hanya memihak kaum laki-laki, serta
dituduh dipahami secara tekstual dan parsial.
Alhasil, wanita boleh meradang ketika suaminya menikah lagi.
Lantas, kenapa banyak wanita yang dibiarkan jadi selingkuhan pria
beristri? Mengapa pula banyak wanita yang dengan sukacita jadi
istri simpanan demi seonggok materi? Dan mengapa tak sedikit
istri yang lebih senang suaminya jajan atau selingkuh ketimbang
kawin lagi, (lagi-lagi) dengan alasan materitakut harta suami
direbut madunya, warisan suami akan terbagi, dsb? Alasan
menyakiti wanita pun kian abu-abu. Tanpa pernikahan resmi, biaya
sosial yang muncul jelas sangat besar. Jika seks bebas dan
perselingkuhan dibiarkan, siapa yang paling merasakan akibatnya?
Siapa yang menanggung jika terjadi penyebaran Penyakit Menular
Seksual (PMS) akibat gonta-ganti pasangan di luar nikah? Ujungujungnya, yang jadi korban atau setidaknya objek seks adalah
perempuan. Lantas, mengapa poligami yang merupakan wujud
tanggung jawab seorang pria untuk menikahi wanita secara
terhormat justru dikesankan demikian seram?
Memang, dalam praktiknya banyak orang yang mau cari enaknya
ketika berpoligami, mencari daun muda lantas menelantarkan istri
pertama. Alhasil, kebanyakan kita cenderung memandang dari
realitas yang ada bahwa mengamalkan poligami hanya akan
menciptakan kekerasan terhadap perempuan, dsb. Jika ditelisik,

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 2

Kekerasan Dalam
poligaminya.

Rumah

Tangga

(KDRT)

bukanlah

soal

Di rumah tangga monogami sekarang, juga marak KDRT. Apakah


dengan itu kita lantas menyalahkan monogami, kemudian dengan
alasan kontekstual menganjurkan hidup membujang? Kalau begitu,
mengapa poligami yang dituding merusak hubungan rumah
tangga? Bukankah perselingkuhan dan perzinaan itu yang
menyebabkan rusaknya rumah tangga? Intinya memang bukan
monogami atau poligaminya, tetapi lebih ke pelaku. Analoginya,
ada orang shalat namun masih bermaksiat, orang berjilbab tetapi
tidak beradab, dst. Apakah (lagi-lagi) dengan alasan kontekstual
kita lantas menggugat shalat, jilbab, dsb?

janda miskin beranak banyak.


Akhirnya, kebesaran jiwa seorang istri juga dibutuhkan di sini.
Wanita tidak perlu takut kebahagiaannya akan berkurang kala
suaminya menikah lagi. Bahkan, semestinya seorang wanita
salehah akan bertambah bahagia kala ia ..[???]

Maka dari itu, kita semestinya lebih mendalami ajaran agama agar
tidak salah memahami, bisa bersikap positif terhadap syariat Allah
Subhanahu wataala dan kepada mereka yang telah
mengamalkannya. Apalagi kesuksesan atau kegagalan berumah
tangga adalah hal lumrah. Monogami sekalipun, jika persiapannya
asalasalan, hasilnya juga tidak akan baik. Oleh karena itu, jika pada
kehidupan poligami terjadi kegagalan, kita bisa bersikap bijak
dengan tidak mudah menyalahkan poligaminya. Yang harus kita
pupuk adalah kesiapan ilmu dalam membina rumah tangga.
Ketika seorang pria hendak berpoligami, dia harus memahami
syariat taaddud (poligami) secara benar agar bisa mempraktikkan
secara benar pula. Dalam kehidupan poligami, laki-laki tentu akan
lebih dipusingkan. Ia dituntut menjadi nakhoda yang baik bagi
beberapa bahtera. Bagi lelaki yang bertanggung jawab dan bagus
dalam praktik poligami, waktu lebih yang ia luangkan, materi lebih
yang ia keluarkan, serta tenaga dan pikiran lebih yang ia curahkan,
sejatinya tak sebanding dengan kenikmatan yang ia dapatkan.
Lebih-lebih, jika ia benar-benar menikahi wanita-wanita yang
secara logika tidak menguntungkan untuk dijadikan istri, seperti
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 3

Tema tentang Riba

Surat Pembaca
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085

Bismillah. Asy Syariah sudah pernah bahas tuntas tentang riba


belum ya? Kalau sudah pada edisi keberapa?

Angkat Prinsip Al-Wala wal Bara


Kami harapkan majalah Asy-Syariah membahas prinsip al-wala
wal bara dalam menegakkan kebenaran di atas manhaj salaf. Juga
tafsir awal surat Abasa, sebab kelompok sesat melunturkan makna
surat ini ketika mereka diboikot.
085788xxxxxx
Jazakumullahu
pertimbangkan.

khairan

atas

masukannya,

akan

kami

Info Ringan
Saya mau usul, bagaimana kalau Asy-Syariah memuat info-info
praktis masalah thibbun nabawi, resep sehat, tips-tips kesehatan,
dan lain-lain setiap edisi. Biar kita tidak terlalu mengerutkan dahi
ketika membaca. Tetapi ada selingan artikel yang menarik dan
bermanfaat.
Rico-Klaten 085737xxxxxx
Sebagaimana pernah kami sampaikan, kami masih terkendala
dengan padatnya artikel yang masuk. Jadi, rubrik yang tidak
bersifat selingan saja masih sering naik turun karena tidak
mendapat ruang. Sementara itu, untuk penambahan halaman, juga
butuh pertimbangan mendalam. Rubrik yang Anda maksud
sebenarnya juga tidak hilang sama sekali, karena sesekali tetap
muncul, hanya saja sifatnya memang tidak rutin. Jazakumullahu
khairan atas masukannya.

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Jazakumullahu khairan.
085229xxxxxx
Pembahasan tentang riba pernah kami angkat pada edisi 28 dan
29. Pembaca bisa melihat kembali di website kami,
www.asysyariah.com.
Ulangi Pembahasan
Bismillah. Saya baru saja mengenal manhaj salaf ini, alhamdulillah
saya menemukan majalah ini. Banyak faedah dari majalah ini. Akan
tetapi, banyak permasalahan yang diusulkan pembaca untuk
diangkat, tetapi redaksi sering mengatakan, Sudah kami angkat
pada edisi sekian. Padahal tidak semua orang mempunyai edisi
majalah ini lengkap dari edisi pertama sampai sekarang. Insya
Allah tidak mengapa jika pembahasanpembahasan yang lalu
diangkat atau disinggung lagi. Jazakumullah khairan.
Semoga Majalah Asy Syariah tetap istiqamah.
085643xxxxxx
Kami ucapkan jazakumullah khairan atas apresiasi dan doa Anda
untuk kami. Memang, menjadi sebuah dilema tersendiri bagi kami
ketika ada pembaca yang menanyakan sebuah pembahasan yang
ternyata pernah kami angkat. Semoga suatu saat kami bisa
mengangkatnya kembali dengan sisi pandang yang berbeda.

Page 4

Alhamdulillah, sekarang semua artikel yang pernah terbit hingga


edisi 80 telah diunggah ke dunia maya. Pembaca bisa merujuk ke
www.asysyariah.com untuk mendapatkan artikel-artikel edisi yang
telah lalu.

Manhaji Poligami
Kemasyarakatan

dalam

Ranah

Sosial

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085


Al-Ustadz Ruwaifi bin Sulaimi
Fakta Unik Poligami
Poligami adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang
pria mempunyai istri lebih dari satu orang dalam waktu yang
bersamaan. Dalam bahasa Arab, poligami disebut taaddud azzaujat. Bagi kaum pria, pembahasan tentang poligami acap kali
menjadi bunga hati.
Cobalah amati saat mereka bergumul membicarakan masalah yang
satu ini. Bukankah mayoritas mereka mengikutinya dengan
antusias? Seakan jiwa mereka terfitnah (baca: terfitrah) dengan
poligami. Meskipun pada praktiknya, tidak semua pria siap
menjalaninya.
Berbeda halnya dengan kaum wanita, khususnya para istri. Kata
poligami tergolong sensitif bagi mereka. Bahkan untuk
mendengarnya saja berat, apalagi dipoligami. Mungkin karena
persepsi mereka bahwa poligami adalah monopoli kaum pria atau
diskriminasi terhadap hak-hak kaum wanita.
Tak heran, bila poligami sering dijadikan bahan curhat (curahan
hati) di antara kaum hawa. Semakin runyam, manakala gerakan
Para ulama Islam terkemuka menyatakan bahwa di antara
keindahan Islam dan perhatiannya yang besar terhadap kehidupan
sosial kemasyarakatan serta penanganannya terhadap berbagai
problematika umat adalah adanya syariat poligami. (Majmu Fatawa
Ibn Baz 21/248)
emansipasi wanita dan hak asasi manusia mulai merebak di tengah

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 5

umat. Akibatnya, berbagai syubhat (kerancuan berpikir)


antipoligami pun menjadi konsumsi harian para istri. Karena itu, tak
sedikit para istri yang dipoligami merasa jengkel dan tersulut emosi.
Ibarat api dalam sekam. Baranya terus menjalar, perlahan namun
pasti.
Luapan kemarahan akhirnya menjadi solusi. Para suami dihujat
dan digugat. Tak sedikit dari mereka yang tercemar nama baiknya
bahkan terempas dari kedudukannya. Seakan telah melakukan
dosa besar yang tak bisa diampuni lagi. Lain masalah ketika para
suami itu berbuat serong, punya wanita idaman lain (WIL) yang tak
halal baginya alias selingkuh. Reaksi sebagian istri justru tak
sehebat ketika dipoligami.
Bahkan, tak sedikit dari mereka yang diam seribu bahasa. Yang
penting tidak dimadu! Itulah sekira letupan hati mereka. Tak heran,
bila di antara para suami bermasalah itu lebih memilih berbuat
selingkuh daripada poligami. Bisa jadi karena pengalaman mereka
bahwa selingkuh itu lebih aman daripada poligami. Sampaisampai ada sebuah pelesetan, selingkuh itu selingan indah
keluarga utuh.
Padahal selingkuh itu menjijikkan. Selingkuh adalah zina. Selingkuh
diharamkan dalam agama dan tak selaras dengan fitrah suci
manusia. Demikianlah di antara ragam fakta unik yang terjadi
dalam ranah sosial kemasyarakatan kita. Memang aneh, tapi nyata.
Sejarah Poligami
Menilik sejarahnya, poligami bukan sesuatu yang baru dalam
kehidupan umat manusia. Sejak dahulu kala umat manusia telah
menjalani kehidupan rumah tangga dengan berpoligami. Bahkan, di
antara mereka adalah para nabi dan rasul yang mulia.

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Cobalah ingat kembali sosok Nabi Ibrahim Alaihissalam, bukankah


beliau berpoligami?! Dari Sarah istri beliau yang pertama, lahir Nabi
Ishak Alaihissalam yang menurunkan para nabi dan rasul di
kalangan bani Israil. Adapun dari Hajar istri beliau yang kedua, lahir
pula Nabi Ismail Alaihissalam yang menurunkan Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam. Sepenggal kisah dari kehidupan
mereka yang mulia telah diabadikan dalam beberapa surat dari alQuran.
Demikian pula Nabi Dawud Alaihissalam dan Nabi Sulaiman
Alaihissalam serta sejumlah nabi yang lain, mereka menjalani
kehidupan rumah tangga dengan berpoligami. Ketika orang-orang
mulia dari kalangan nabi dan rasul telah menjalaninya, berarti
poligami itu tidaklah tercela. Kalaulah poligami itu tercela dan
berefek negatif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, pasti
Allah Subhanahu wataala melarangnya.
Para pembaca yang mulia, dari sejarah poligami di atas dapat
diambil pelajaran berharga bahwa Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam bukanlah rasul pertama yang menjalani kehidupan
rumah tangga dengan berpoligami. Demikian pula agama Islam
yang beliau bawa, bukan yang mengawali syariat poligami dalam
ranah sosial kemasyarakatan.
Bedanya, syariat poligami yang terdapat dalam agama Islam
tertata, adil, dan jauh dari perbuatan zalim. Pada zaman dahulu,
jumlah istri dalam praktik poligami tidak dibatasi. Siapa saja boleh
memperbanyak istri tanpa ada batasan tertentu. Setelah
kedatangan Islam, jumlah itu dibatasi, maksimal empat orang istri
saja.
Pada zaman dahulu, orang bebas berpoligami sekehendak hatinya.
Dengan hanya modal semangat pun bisa. Setelah kedatangan
Islam, orang yang berpoligami tidak cukup hanya dengan modal
Page 6

semangat, tapi juga harus dengan pertimbangan yang matang. Bila


khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap (hakhak) para istri yang
dipoligami, maka Islam menuntunkan agar mencukupkandiri
dengan satu istri saja.
Pada zaman dahulu, amalan poligami dijalani berdasarkan
kebijakan suami. Setelah kedatangan Islam, amalan poligami
harus dijalani berdasarkan aturan syariat. Yaitu, dengan
menegakkan prinsip keadilan dan kehati-hatian terkait dengan hak
para istri dalam hal; nafkah, tempat tinggal, waktu menginap (giliran
bermalam), dan kewajiban lainnya.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
Sesungguhnya Nabi n telah berpoligami dengan sembilan orang
istri. Allah Subhanahu wataala menjadikan mereka bermanfaat
bagi umat. Melalui merekalah sejumlah ilmu yang bermanfaat,
akhlak yang mulia, dan budi pekerti luhur Nabi Shallallahu alaihi
wasallam (terutama saat berada di tengah-tengah keluarganya,
pen.) dapat tersampaikan kepada umat. Nabi Dawud Alaihissalam
dan Nabi Sulaiman Alaihissalam juga telah berpoligami dengan
para istri yang banyak jumlahnya dengan seizin Allah Shallallahu
alaihi wasallam. Demikian pula tidak sedikit dari para sahabat Nabi
Shallallahu alaihi wasallam dan generasi setelah mereka yang
berpoligami.
Sungguh, amalan poligami ini telah dijalani oleh umat terdahulu
yang telah mencapai kemajuannya, sebagaimana pula telah dijalani
oleh bangsa Arab jahiliah sebelum Islam. Datanglah Islam dengan
memberikan berbagai batasan padanya dan menentukan jumlah
maksimal untuk umat Islam dengan empat orang istri, sedangkan
untuk Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dibolehkan lebih dari
empat orang istri sebagai kekhususan bagi beliau Shallallahu alaihi
wasallam karena hikmah, rahasia, dan maslahat di balik itu semua.
(Majmu Fatawa Ibn Baz 21/239)
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Ada Apa dengan Poligami?


Poligami tergolong topik yang kontroversial di tengah umat. Tarik
ulur bahkan perdebatan sengit sering terjadi seputarnya. Setiap
pihak berbicara sesuai dengan strata/tingkatannya. Mulai kelas
bawah yang kampungan, seperti Satu istri saja nggak habis,
apalagi banyak. Yang lain menimpali, Satu istri saja enak, apalagi
banyak. Hingga kelas atas yang pembicaraannya bernuansa
ilmiah, seperti poligami itu syariat ilahi yang telah ditetapkan dalam
al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Allah
Subhanahu wataala berfirman,
TcX eUf g
\|
Tw
Tz{ Qk l S T`knX o
Sn epX
Tr TS ]sp tT\ QS TUV X Z\ `_]
a b TcX eU f g

]X]~b TcX Qt
X ep tT p zS TS }
] \]X} ~ b
Dan jika kalian takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
wanita yatim (bila kalian menikahinya), maka nikahilah wanitawanita (lain) yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian
jika kalian takut tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang
saja, atau budak-budak wanita yang kalian miliki. Yang demikian itu
lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya. (an-Nisa: 3)
Rasulullah n selaku teladan terbaik umat manusia, menjalani
kehidupan rumah tangganya dengan berpoligami, sebagaimana
yang dikisahkan dalam sirahnya. Demikian pula para sahabat
beliau n yang mulia, tidak sedikit dari mereka yang menjalani
kehidupan rumah tangga dengan berpoligami, sebagaimana dalam
kitab-kitab tarikh. Ini semua sebagai bukti bahwa poligami
merupakan bagian dari syariat Islam yang mulia.
Yang lain menimpali, Memang benar poligami itu syariat ilahi, tapi
ngono yo ngono ning ojo ngono (gitu ya gitu tapi jangan gitu).
Artinya, walaupun poligami itu termasuk dari syariat Islam yang
mulia, tetapi perasaan kaum wanita juga harus diperhatikan. Lebih
Page 7

dari itu, banyak rumah tangga yang berantakan karena poligami!


Perceraian tak dapat dihindari, anak-anak pun hidup takmenentu.
Wallahul mustaan.
Para pembaca sekalian, semoga hidayah dan taufik Allah
Subhanahu wataala selalu mengiringi kita, tak dimungkiri bahwa
pandangan dan pembicaraan tentang poligami sangat beragam di
tengah umat ini. Namun, ada kaidah penting yang harus
diperhatikan oleh setiap insan yang beriman dalam menyikapi
berbagai permasalahan hidup, termasuk poligami. Yaitu, menerima
segala syariat dan ketetapan yang datang dari Allah Subhanahu
wataala dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam dengan lapang
dada dan berbaik sangka kepada syariat- Nya, tanpa ada ganjalan
sedikit pun di dalam hati.
Atas dasar itu, setiap mukmin dan mukminah yang menjunjung
tinggi nilainilai keimanan tidak boleh menolak syariat dan ketetapan
yang telah disyariatkan oleh Allah Subhanahu wataalal dan RasulNya. Tidak boleh pula mendahulukan perasaan, logika, ataupun
hawa nafsu atas segal ketetapan Allah Subhanahu wataala dan
Rasul-Nya.
Itulah di antara konsekuensi keimanan yang harus selalu dipegang
erat-erat oleh setiap insan yang beriman. Allah Subhanahu wataala
berfirman,
oS e S oS V
X e X
]p S X] zcX Q k S S TX o
S X
T TS
TkVS TXTz

c
}a \ X] zcX
~
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah
dan rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan
Majalah Asy Syariah Edisi 85

yang nyata. (al-Ahzab: 36)


Dengan menerima segala ketetapan Allah Subhanahu wataala dan
Rasul-Nya n akan terwujud kehidupan yang berbahagia.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wataala,
X o
V w
]s zcX
c ] z
ep VVs
TX e T
]c zX czX ]VU
] kS o
Xc T T


s
b V X tc z
Hai orang-orang yang beriman, sambutlah seruan Allah dan
seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang
memberi
kehidupan
kepada
kalian.
Ketahuilah
bahwa
sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan
sesungguhnya kepada- Nyalah kalian akan dikumpulkan. (alAnfal: 24)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz t dalam ceramah agama yang
bertajuk asy-Syariah al-Islamiyyah wa Mahasinuha wa Dharuratul
Basyar Ilaiha mengatakan, Maka Allah Subhanahu wataala
menjadikan sikap menyambut seruan Allah Subhanahu wataala
dan Rasul-Nya sebagai kehidupan, dan sikap enggan menyambut
seruan tersebut sebagai kematian. Sehingga jelaslah bahwa syariat
Islam merupakan kehidupan bagi umat dan pangkal kebahagiaan
mereka. Sungguh tidak ada kehidupan dan kebahagiaan bagi
mereka tanpa itu semua.
Sungguh berbeda kondisi orangorang yang Allah Subhanahu
wataala lapangkan dadanya untuk menerima agama Islam dengan
segala syariat dan ketetapannya, dengan orang-orang yang telah
membatu hatinya dan berkesumat benci terhadapnya. Allah
Subhanahu wataala berfirman,
Z\
X zcX onS ew]z V
Taz Xn ] \ wnc onS ] t Qz
] \ Tz
| z X }
zcX

o\
o
VS
Tz

Page 8

kehidupan rumah tangganya dengan berpoligami.


Maka apakah orang-orang yang Allah lapangkan dadanya untuk
(menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya
(sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan
yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk
mengingat Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (azZumar: 22)

Dari sini terkandung pelajaran berharga bahwa poligami tidak lain


adalah syariat ilahi yang ditetapkan dalam kitab suci al-Quran dan
as- Sunnah. Setiap muslim dan muslimah harus membenarkan
syariat tersebut dan menerimanya dengan lapang dada tanpa ada
ganjalan sedikit pun di dalam hati. Terlepas apakah ada
kemampuan untuk menjalaninya ataukah tidak. Mengingat,
poligami itu sendiri hukum asalnya adalah sunnah atau mubah,
bukan wajib.

Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sadi berkata, Apakah sama orang


yang Allah Subhanahu wataala lapangkan dadanya untuk
menyambut agama Islam, siap menerima dan menjalankan segala
hukum syariat yang dikandungnya dengan penuh kelapangan,
bertebar sahaja, dan di atas kejelasan ilmu (inilah makna firman
Allah Subhanahu wataala, ia mendapat cahaya dari Rabbnya),
sama dengan selainnya?!

Bahkan, bila khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)


para istri yang dipoligami, maka Islam menuntunkan agar
mencukupkan diri dengan satu istri saja, sebagaimana yang
dibimbingkan dalam surat an-Nisa ayat 3 di atas.

Yaitu orang-orang yang membatu hatinya terhadap Kitabullah,


enggan mengingat ayat-ayat Allah Subhanahu wataala, dan berat
hatinya untuk mengingat Allah Subhanahu wataala. Bahkan,
kondisinya selalu berpaling dari ibadah kepada Rabbnya dan
mempersembahkan ibadah tersebut kepada selain Allah
Subhanahu wataala. Merekalah orang-orang yang ditimpa
kecelakaan dan kejelekan yang besar. (Taisir al-Karimirrahman,
hlm. 668)

Adapun kasus-kasus kelabu seputar poligami; keluarga


berantakan, perceraian, dan anak-anak hidup merana, maka itu
bukan karena syariat poligaminya. Penyebab utamanya adalah
oknum yang menjalani poligami tersebut. Sama halnya dengan
kasus-kasus kelabu seputar pernikahan yang tidak poligami atau
perselingkuhan suami/istri; keluarga berantakan, perceraian, dan
anak-anak hidup merana. Penyebab utamanya adalah oknum yang
bersangkutan, bukan syariat pernikahannya.

Para pembaca yang mulia, bila kita perhatikan dengan saksama,


sungguh ketetapan tentang poligami yang sedang dipermasalahkan
itu telah dijelaskan dalam al-Quran dan as-Sunnah. Ketetapan
tentang poligami dijelaskan dalam al- Quran surat an-Nisa ayat 3.
Demikian pula dalam as-Sunnah, ketetapan tentang

Maka dari itu, pernikahan baik dengan poligami maupun tidak


poligami tetaplah sebagai syariat ilahi yang mulia. Yang
mencemarkannya adalah para oknum yang menjalaninya. Wallahul
mustaan.

poligami dijelaskan dengan praktik poligami yang dilakukan oleh


Rasulullah n dalam kehidupan rumah tangga beliau dan sejumlah
hadits yang berisi aturan penting bagi siapa saja yang menjalani

Di Balik Syariat Poligami

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Para pembaca yang mulia, sesungguhnya di balik syariat poligami


Page 9

sosial

demikian, dia terhalang untuk sementara waktu dari maslahat


memperbanyak keturunan. Berbeda halnya jika mempunyai istri
lebih dari satu. Maslahat itu akan tetap didapat dari istrinya yang
lain.

Dengan jumlah yang besar, umat Islam akan disegani oleh


musuhmusuhnya. Lebih-lebih jika mereka berpegang teguh dengan
al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam serta
bimbingan para sahabat yang mulia. Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam senang dan bangga bila umat Islam banyak jumlahnya,
sebagaimana dalam sabda beliau,

3. Di antara para istri ada yang tak dikaruniai anak karena mandul
atau yang lainnya, padahal kehidupan rumah tangganya tergolong
harmonis.

terdapat hikmah yang sangat besar dalam ranah


kemasyarakatan. Di antara hikmah tersebut adalah,
1. Poligami adalah sebab terbesar populasi umat Islam.

e S X e p w { TpS Zt | \ ] X] X ] X] c b
Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak keturunan (subur),
karena aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian terhadap
umat selain kalian. (HR. Abu Dawud no. 2050 dan an- Nasai no.
3227. Asy-Syaikh al-Albani menilainya hasan sahih. Lihat Shahih
Sunan Abi Dawud no. 1789, Shahih Sunan an-Nasai no. 3227, dan
al- Irwa no. 1784)
2. Seorang istri dalam kehidupan rumah tangga pasti mengalami
sakit.
Setiap bulannya secara normal mengalami haid, bahkan terkadang
mengalami nifas di hari-hari melahirkan. Masih tersisa berbagai
kondisi yang menjadi penghalang baginya untuk melayani
kebutuhan biologis suaminya. Padahal lelaki (suami) selalu
berhasrat dan siap untuk memperbanyak keturunan sebagaimana
yang dihasung oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam
hadits di atas.
Jika istrinya hanya satu orang, maka mau tidak mau harus
menyesuaikan sang istri dalam segala kondisinya. Dengan
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Ketika sang suami berkeinginan untuk mempunyai anak lalu


menikah dengan wanita yang lain, maka termasuk sikap bijak
mempertahankan istri pertama dengan dipoligami dan tidak
menceraikannya.
4. Di antara para istri ada yang menderita sakit berat yang
menahun, seperti stroke dan sejenisnya, sehingga tidak mampu
memenuhi mayoritas hak suami.
Termasuk sikap bijak dari sang suami, bersabar dengan kondisi
istrinya yang sakit tersebut dan tidak menceraikannya. Sebagai
solusinya adalah poligami. Dengan poligami, kebutuhan vital rumah
tangganya dapat terpenuhi, dalam hal ini dengan adanya istri yang
kedua. Di sisi lain, istri yang pertama tetap mendapatkan perhatian
dan tidak terabaikan begitu saja.
5. Di antara ketetapan Allah (sunnatullah) di muka bumi ini bahwa
jumlah kaum lelaki lebih sedikit dibandingkan jumlah kaum wanita.
Lebih dari itu, jenis akivitas kaum lelaki secara umum lebih berisiko
daripada aktivitas kaum wanita. Dengan itu, jumlah mereka bisa
semakin berkurang. Jika seorang lelaki dibatasi hanya satu orang
istri, akan didapati banyak wanita yang hidup tanpa suami. Hal ini
pun akan menjadi problem tersendiri bila mereka tak kuasa
menjaga kesucian dirinya. Hubungan gelap, selingkuh, dan praktik
Page 10

asusila lainnya pun sebagai jalan pintasnya. Kehormatannya dijual


dengan kenistaan, bahkan diberikan begitu saja kepada orang yang
tak berhak mendapatkannya. Wallahul mustaan.
6. Secara umum, kaum wanita lebih siap menikah dibandingkan
kaum lelaki.
Bisa jadi, karena beban seorang istri tak seberat beban suami,
terkhusus dalam hal tanggung jawab pembinaan dan nafkah
keluarga. Karena itu, tak sedikit dari kaum lelaki yang takut
menikah. Sebabnya pun beragam, termasuk faktor finansial. Dari
sini dapat diketahui bahwa jumlah kaum lelaki yang siap menikah
jauh lebih sedikit dibandingkan kaum wanita.
Oleh karena itu, jika seorang lelaki yang siap menikah dibatasi
hanya satu orang istri saja, akan tersia-siakan nasib kaum wanita
yang sudah siap menikah itu. Akibatnya, mereka akan hidup tanpa
suami dan rawan menjadi sebab kotornya lingkungan.
7. Bersih lingkungan dari praktik asusila (zina) adalah harapan
bersama dalam ranah sosial kemasyarakatan.
Di antara solusi terbaik untuk menjaga kebersihan lingkungan
tersebut adalah syariat poligami. Dengan poligami, akan
tersalurkan kebutuhan masing-masing pihak secara halal dan
terhormat. Dengan poligami pula, akan terjalin hubungan rumah
tangga yang sah dan menjadi sebab terjaganya nasab keturunan.
8. Umat Islam membutuhkan kader yang sangat banyak untuk
mengemban misi dakwah Islam yang mulia.
Di antara sistem pengkadera yang alami dan efektif adalah dengan
berpoligami. Terkhusus bagi orang-orang saleh, ulama, dan para
tokoh muslim. Anak cucu mereka yang sekaligus sebagai para
Majalah Asy Syariah Edisi 85

kader itu biidznillah akan banyak berperan dalam menopang


perjuangan Islam. Semakin banyak jumlah mereka, tentu semakin
diharapkan oleh umat. Jika orang-orang saleh, ulama, dan para
tokoh muslim itu dibatasi menikah dengan satu orang istri saja,
berjalannya kaderisasi di tengah umat ini kurang efektif. Berapa
banyak kader mulia yang muncul dari keluarga yang berpoligami?!
Masih ingatkah Nabi Ishak q dan Nabi Ismail q serta para nabi
keturunan mereka? Bukankah mereka muncul dari keluarga yang
berpoligami?
9. Syariat poligami dapat menjadi sebab terjalinnya hubungan
kekerabatan dengan banyak pihak.
Dengan itu, akan diraih kemaslahatan yang besar. Adapun
anggapan bahwa poligami adalah penyebab permusuhan dan
kekacauan di tengah keluarga, maka tidak bisa dibenarkan secara
mutlak. Sebab, permusuhan dan kekacauan di tengah keluarga itu
bisa terjadi kapan saja; antara orang tua dan anaknya, menantu
dan mertuanya, kakak dan adiknya, bahkan antara suami dan
istrinya yang hanya satu orang saja.
Jadi, jika dalam kehidupan berpoligami muncul permusuhan dan
kekacauan di tengah keluarga, hal itu tergolong lumrah dan
efeknya lebih kecil dibandingkan hikmah yang besar di balik syariat
poligami yang menjaga kehormatan kaum wanita, memudahkan
proses pernikahan untuk mereka semua, dan memperbanyak
populasi umat Islam yang dapat menggentarkan musuh-musuh
Islam. (Disarikan dari Adhwaul Bayan karya asy-Syaikh
Muhammad al-Amin asy-Syinqithi 3/2223 dan Fatawa al-Lajnah
ad-Daimah lil Ifta seri 1, 19/175178 fatwa no. 3166, dengan
beberapa tambahan)
Para pembaca yang mulia, dari pembahasan di atas dapat diambil
beberapa kesimpulan penting, di antaranya:
Page 11

Amalan poligami adalah syariat ilahi, sehingga setiap muslim dan


muslimah harus menerimanya dengan lapang dada tanpa ada
ganjalan sedikit pun di hati.
Nabi Muhammad n bukanlah rasul pertama yang menjalani
kehidupan rumah tangga dengan poligami. Demikian pula agama
Islam yang beliau bawa, bukan yang mengawali syariat poligami
dalam ranah sosial kemasyarakatan.
Syariat poligami dalam agama Islam tertata, adil, dan jauh dari
perbuatan zalim. Oleh karena itu, apabila seseorang khawatir tidak
dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) para istri yang dipoligami,
maka Islam menuntunkan agar mencukupkan diri dengan satu
orang istri saja, sebagaimana yang dibimbingkan dalam surat anNisa ayat 3.
Di balik syariat poligami terdapat hikmah yang sangat besar
dalam ranah sosial kemasyarakatan. Dengan poligami, berbagai
permasalahan umat terkhusus problem rumah tangga dapat
dipecahkan. Akhir kata, demikianlah selayang pandang tentang
poligami dalam ranah sosial kemasyarakatan. Semoga bermanfaat
bagi kita semua. Amin, ya Rabbal Alamin

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 12

Kajian Utama Syariat Poligami Kasih Sayang


Allah Subhanahu wataala
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq al-Atsari
_
w

Tg p S
Saudaramu ini terpaksa, bukan karena berani.
Hanya Allah Subhanahu wataala sajalah tempat meminta tolong,
dan Dia sajalah sandaran bertawakal. Kalimat di atas, terus terang
ingin kami ucapkan ketika kami ditunjuk dan diberi amanat untuk
menyusun materi kajian utama di majalah ini dengan tema
poligami. Bukan karena apa-apa, melainkan masih banyak ustadz
dan dai Ahlus Sunnahyang memiliki ilmu dan amal yang melebihi
penyusunyang lebih pantas dan lebih utama menulisnya. Selain
itu, kalau hanya berteori, semua orang bisa.
Tetapi, giliran pengamalan, inilah yang sulit. Penyusun sendiri
khawatir terjatuh pada perkara menggurui dalam agama Allah
Subhanahu wataala tanpa ilmu dan amal. Lebih-lebih, dalam
masalah yang mungkin masih dianggap peka dan banyak yang
menolaknya karena keawaman (kejahilan) atau hawa nafsu.
Ditambah lagi, masih banyak praktik yang salah dari para
pelakunya, jauh dari ilmu yang benar dan bimbingan para ulama
rabbani.
Akibatnya, syariat poligami yang mulia ini dipandang buruk oleh
manusia. Secara panjang lebar kita bisa memaparkan tentang
poligami karena kitab-kitab ulama telah menerangkannya. Akan
tetapi, yang menjadi masalah mungkin pengamalan kita sendiri
atau pasangan kita, istri-istri kita. Sudahkah kita dan mereka benarbenar menerima, tunduk, dan mengamalkannya dengan benar dan
Majalah Asy Syariah Edisi 85

sesuai dengan tuntunan? Wallahul mustaan.


Namun, amanat tetaplah amanat. Ia harus ditunaikan sesuai
dengan kemampuan, terlepas dari pengamalan keseharian kami
sebagai hamba yang lemah, banyak kelalaian dan kealpaan.
Wallahul mustaan wa waffaqaniyallahu ilash shawab wal amal
bihi.
Apa yang kami paparkan di sini bukanlah hasil dan kesimpulan dari
pikiran dan pengamalan kami pribadi, atau hasil pengalaman
seorang praktisi/ pakar ahli yang sudah berpengalaman dalam
masalah ini, nastaghfiruka ya Rabbi wa natubu ilaika. Kami sematamata menukilkan dari Kitabullah dan hadits Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam, serta menyusun kembali dari ilmu para ulama
yang merupakan pewaris ilmu beliau Shallallahu alaihi wasallam.
Dari sini, kami mengajak diri kami, keluarga kami, dan segenap
kaum muslimin untuk becermin dari penjelasan ilmu yang syari,
guna mengamalkannya dan memperbaiki amalan. Kita
tengadahkan tangan, memohon taufik dari Allah Subhanahu
wataala. La haula wa la quwwata illa billah.
Penyusun menyadari, apa yang tertuang dan terangkum di sini
masih terlalu banyak kekurangannya, bisa jadi terlalu jauh dari apa
yang diharapkan, dan belum memenuhi apa yang dibutuhkan para
pembaca. Karena itu, kami meminta uzur dan maaf kepada
semuanya. Hanya Allah Subhanahu wataala-lah yang memiliki
kesempurnaan.
Poligami yang Ditentang
Serasa disambar petir di siang bolong, ketika seorang istriyang
tidak bisa menerima syariat poligami, seakan-akan tak sudi untuk
diduakanmendengar suaminya sudah punya istri lagi selainnya,
Page 13

atau bahkan baru sekadar berencana menikah lagi.


Poligami memang masih menjadi hal yang mengganjal bagi para
istri dan kaum hawa secara umum, selain yang dirahmati oleh Allah
Subhanahu wataala. Oleh karena itu, tak heran apabila syariat ini
mengundang protes dan kritikan di mana-mana. Padahal, syariat
poligami bukan buatan kaum lelaki untuk menzalimi perempuan,
melainkan Allah Subhanahu wataalaDzat Yang Maha
Mengetahui kemaslahatan para hambayang menetapkannya.
Bisa jadi, lubuk hati kita akan bertanya, Sekejam itukah aturan
syariat yang diturunkan dari tujuh lapis langit ini oleh Allah
Subhanahu wataala, sehingga mengundang protes dari para
hamba-Nya? Jelas, jawabannya, Tidak. Sebab, Allah Subhanahu
wataala sendiri amat penyayang kepada para hamba-Nya dan
tidak akan menzalimi mereka sedikit pun. Kebencian kepada
poligami ini diperparah dengan propaganda dan slogan-slogan
merendahkan perempuan, buku-buku, lagu-lagu, dan film-film
yang menggambarkan kelamnya poligami, ditambah praktik yang
salah dari pelakunya, dan sebagainya.
Kalau dirunut, sebenarnya ada otak yang bermain di balik semua
kebencian ini. Ya, ini sebenarnya ulah orangorang kafir dan kaki
tangannya yang memang ingin menjelekkan Islam dan tidak akan
pernah meridhainya. Salah satu yang mereka anggap sebagai
celah mencacati Islam adalah syariat poligaminya. Dikaranglah
sekian igauan untuk memperburuk perkara yang halal ini. Yang
menyedihkan, kaum muslimin juga mau mendengarkan igauan
mereka tersebut, wallahul mustaan.
Bahkan,
penyusunafahullahu
min
kulli
khathain
wa
zallatin/semoga Allah menjaganya
dari
kesalahan dan
ketergelinciranpernah melihat sebuah pelat kendaraan bermotor
di negeri yang katanya mayoritas kaum muslimin ini, bertuliskan:
Majalah Asy Syariah Edisi 85

antipoligami. Islam dianggap kelam dengan syariat poligaminya.


Lantas bagaimana dengan orang-orang kafir di negeri Barat, yang
laki-laki dan perempuannya hidup bebas, tidak peduli istri orang,
perselingkuhan, perzinaan, kemudian dijiplak oleh sebagian artis
atau selebritas yang mengaku muslim di negeri kita; tidakkah itu
dianggap kelam, bahkan pekat dan sangat kotor? Mengapa orang
mau memaklumi sesuatu yang haram, menerima, dan
memaafkannya, sedangkan untuk sesuatu yang halal seolah-olah
tidak ada maaf? Kenyataan yang terjadi, ketika seorang istri
mengetahui suaminya selingkuh, punya kekasih gelap, ia masih
bisa memaafkan suaminya, memaklumi, dan mau berbaikan
kembali. Tetapi, tidak ada maaf ketika suaminya menikahi
perempuan lain secara sah, Pilih dia ceraikan aku, atau pilih aku
ceraikan dia! Wallahul mustaan.
Kasih Sayang-Nya yang Mahaluas
Suara protes jelas banyak datang dari perempuan sebagai pihak
yang merasa dirugikan dengan aturan ini. Cemburu, merasa
dizalimi, direndahkan, diduakan, takut kehilangan cinta, dan
sebagainya, menjadi alasan. Kalau bisa protes kepada Allah
Subhanahu wataala dan Rasul- Nya, mereka akan protes (dan
sudah mereka lakukan!). Padahal seperti yang telah dinyatakan
sebelum ini, Allah Subhanahu wataala sebagai Pencipta, Pemberi
segalanya, dan Pengatur alam semesta ini, tentu lebih tahu
kebutuhan para hamba dan yang menyebabkan kebaikan bagi
mereka. Allah Subhanahu wataala menyatakan,
TX eU t e z~ zcX ep Xc
] TV
]s
b Q`

ep Xc V g
] TV
]p b Q`

]z~ b
Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik bagi
kalian. Dan bisa jadi kalian mencintai sesuatu padahal sesuatu itu
tidak baik bagi kalian. Allahlah yang mengetahui sedangkan kalian
Page 14

tidak mengetahui. (al-Baqarah: 216)


Dari nama-Nya yang agung, Ar- Rahman dan Ar-Rahim, kita juga
tahu bahwa Allah Subhanahu wataala amat penyayang kepada
para hamba-Nya. Sama sekali Dia tidak pernah menzalimi mereka.
c
Tal S e z
TX zcX
c
Sesungguhnya Allah tidak pernah menzalimi walaupun sebesar
zarrah2. (an-Nisa: 40)

banyak perempuan yang tidak memperoleh pasangan yang akan


memimpin hidupnya apabila seorang lelaki hanya boleh Sebesar
debu atau sesuatu yang paling kecil yang bertebaran di udara.
menikahi seorang perempuan. Seandainya tidak ada syariat
poligami, niscaya akan banyak perempuan menjadi perawan tua.
Tentu kasihan sekali hidup para perempuan yang tidak mendapat
pasangan tersebut. Tidak terbayang kejelekan yang mungkin bisa
menimpa mereka, karena harus diakui bahwa perempuan butuh
hidup berdampingan dengan lelaki yang dicintai dan mencintainya,
seperti halnya lelaki membutuhkan perempuan.

Bahkan, Dia adalah Dzat Yang Mahaadil, yang keadilan-Nya ada


pada puncak kesempurnaan. Dengan demikian, ketika menetapkan
syariat poligami, Dia Mahatahu bahwa hal itu memberikan
kemaslahatan kepada para hamba. Bisa kita katakan, Dia
menetapkan syariat poligami sebagai kasih sayang-Nya kepada
para hamba- Nya, baik lelaki maupun perempuan.

Maka dari itu, alangkah egoisnya para perempuan yang memprotes


poligami! Di manakah kasih sayangnya kepada sesama, padahal
Dzat yang memberinya kehidupan amat sayang kepada para
hamba?

Banyaknya Jumlah Perempuan

Sebagai seorang istri, perempuan memiliki keterbatasan. Tidak


semua keinginan suaminya bisa dia penuhi. Ada kalanya dia
sakit, haid, nifas, repot mengurus anak, letih dengan pekerjaan
rumah tangga, dan sebagainya. Ketika suami meminta
khidmat/pelayanannya, istri salehah yang ingin menyenangkan
suami tidak pantas menolaknya.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu, sahabat yang mulia, pernah


menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,

T XTcza
X

l p Tt X l p

X lp e z ~ X \
Tc`X

oS
c
}
]X e Vn a X S TkV `

X
]p QcU
T`knX l p
Termasuk tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, banyaknya
kebodohan, banyaknya perzinaan, dan banyaknya diminum khamr
(minuman memabukkan). Di samping itu, jumlah para lelaki sedikit
sedangkan jumlah perempuan banyak, sampai-sampai untuk lima
puluh orang perempuan hanya dipimpin oleh seorang lelaki. (HR.
al-Bukhari no. 81 dan Muslim no. 2671)

Seorang Istri Tidak Bisa Memenuhi Semua Keinginan Suami

Lantas bagaimana kiranya jika ia memiliki penghalang atau uzur


untuk menjalankan khidmat tersebut? Kalau itu berupa pekerjaan,
bisa jadi istri masih bisa menyerahkannya kepada orang yang
membantunya di rumah. Namun, apabila terkait hubungan
khususnya dengan suami, tentu tidak bisa diserahkan kepada
siapa-siapa saat ia haid atau nifas, misalnya. Andai tidak ada
syariat poligami, niscaya kebutuhan lelaki akan tersia-siakan dan
naudzubillah, bisa jadi semakin banyak lelaki jatuh pada perzinaan.

Karena jumlah perempuan lebih banyak dibanding lelaki, tentu


Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 15

Menutup Pintu Perzinaan


Apabila mau jujur, bisa dikatakan bahwa lelaki tidak merasa cukup
dengan satu wanita. Namun, apabila ia hanya memiliki satu istri di
rumahnya, ke mana gerangan ia palingkan kebutuhannya yang
tidak terpenuhi dari seorang istri saja?
Apabila si lelaki tidak memiliki rasa takut kepada Allah l, ia akan
salurkan hasrat yang kurang itu kepada yang tidak halal. Bisa jadi
dengan memandang wanita yang bukan mahram, mencari kekasih
gelap, selingkuh, zina, . Naudzubillah, kita mohon keselamatan
kepada Allah Subhanahu wataala!
Tiga alasan di atas, cukuplah mewakili pernyataan kita bahwa
syariat poligami adalah tanda rahmat dan kasih sayang Allah
Subhanahu wataala kepada para hamba. Al-Allamah Muhammad
al-Amin asy-Syinqithi rahimahullah, seorang ulama besar dan ahli
ilmu tafsir di zamannya, menyatakan dalam tafsirnya, anggapan
sebagian musuh-musuh Islam bahwa poligami akan selalu
menimbulkan pertikaian dan kegaduhan yang mengantarkan
kepada keruhnya kehidupan adalah salah besar. Menurut mereka,
setiap kali suami membuat senang salah satu istrinya, niscaya
akan membuat marah istri yang lain (madunya), sehingga suami
selalu berada di antara dua kemarahan.
Ucapan ini amat jelas batilnya bagi setiap orang yang berakal.
Sebab, pertikaian di antara individu dalam keluarga, mau tidak
mau, memang selalu ada. Pertikaian bisa terjadi antara seseorang
dan ibunya, ayahnya, anak-anaknya, bahkan dengan istri satusatunya. Sebab, pertikaian dan perselisihan itu sebenarnya perkara
biasa dalam kehidupan insan. Pertikaian yang dikhawatirkan akan
muncul karena poligami tidak ada apa apanya jika dibandingkan
dengan kebaikan besar yang diperoleh dari poligami,

Majalah Asy Syariah Edisi 85

yaitu penjagaan terhadap perempuan, memudahkan seluruh


perempuan untuk menikah/mendapat pasangan hidup, dan
memperbanyak jumlah umat yang akan terlahir dari pernikahan
tersebut,
sehingga memberi kekuatan besar untuk menghadapi musuhmusuh Islam. Kebaikan yang besar ini tentu lebih dikedepankan
daripada menolak mafsadat atau dampak negatif yang kecil.
Kalaupun kita anggap kericuhan yang terjadi karena poligami
sebagai mafsadat, atau dianggap menyakiti hati istri pertama
dengan memberinya madu, niscaya sisi positif yang diperoleh
dengan poligami lebih dikedepankan karena lebih kuat apabila
dibanding dengan mafsadat yang mungkin terjadi. Kaidah dan
prinsip seperti ini sudah dikenaldalam ilmu ushul.
Al-Quran membolehkan poligami demi kemaslahatan perempuan
agar mereka tidak terhalang dari menikah dan untuk kemaslahatan
lelaki agar tidak tersia-siakan kemanfaatan mereka saat istrinya
yang satu sedang beruzur. Selain itu, tentu ada kemaslahatan bagi
umat dengan bertambah banyaknya jumlah mereka sehingga
mereka bisa menghadapi musuh-musuh agama.
Poligami adalah syariat dari Dzat Yang Maha Memiliki hikmah,
Maha Mengetahui lagi Memberitakan, sungguh tidak ada yang
mencela aturan-Nya ini selain orang yang dibutakan oleh Allah
Subhanahu wataala dengan gelapnya kekafiran. Pembatasan
jumlah istri dengan bilangan empat adalah ketentuan dari Dzat
Yang Maha Memiliki hikmah, bersifat pertengahan antara jumlah
yang sedikit yang menyebabkan tersia-siakannya kemanfaatan
lelaki dan jumlah banyak yang menyebabkan seorang suami tidak
mampu menunaikan semua kebutuhan dan keperluan kehidupan
berumah tangga4. (Adhwaul Bayan, 3/416 417, dengan sedikit
perubahan) Wallahu taala alam bish-shawab.

Page 16

Kajian Utama Syariat Poligami


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, terbitan
Balai Pustaka, istilah poligami tidak khusus untuk pihak lelaki,
karena definisi poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu
pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu
yang bersamaan. Justru ada istilah lain yang khusus bagi lelaki,
namun jarang kita pakai, yaitu poligini, yang bermakna sistem
perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa
wanita sebagai istrinya di waktu yang bersamaan. (hlm. 885886)
Namun, karena ada istilah poliandri untuk wanita yang bersuami
lebih dari satu, jadilah poligami dipakai untuk lelaki. Apa pun
istilahnya, tidak menjadi masalah. Yang penting, makna yang kita
maksud adalah lelaki menikahi lebih dari satu wanita; dua, tiga,
atau paling banyak empat istri, yang dalam bahasa Arab disebut
taaddud az-zaujat, atau dalam bahasa keseharian kita biasa
disingkat dengan taaddud.
Pensyariatan Poligami
Pensyariatan poligami ditunjukkan oleh al-Quran, as-Sunnah, dan
ijma. Dalil dari al-Quran, Allah Subhanahu wataala berfirman,
TcX eUf g
\|
Tw
Tz{ Qk l S T`kn X o
Sn epX
Tr TS ]sp tT\ QS TUV X Z\ `_]
a b TcX eU f g

]X]~b TcX Qt
X ep tT p zS TS }
] \]X} ~ b
Jika kalian khawatir tidak bisa berbuat adil terhadap perempuan
yatim (bila kalian menikahinya), nikahilah wanita-wanita lain yang
halal bagi kalian untuk dinikahi; (apakah) dua, tiga, atau empat.
Namun, apabila kalian khawatir tidak bisa berlaku adil (di antara
para istri bila sampai kalian memiliki lebih dari satu istri), nikahilah
Majalah Asy Syariah Edisi 85

satu istri saja atau mencukupkan dengan budak perempuan yang


kalian miliki. Hal itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (anNisa: 3)
Sisi pendalilan dari ayat di atas, Allah Subhanahu wataala
menyatakan,
T`kn X o
Sn epX
Tr TS ]sp tT\
Maksudnya, nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang halal bagi
kalian untuk dinikahi sejumlah yang disebutkan. (Fathul Qadir, asySyaukani, 1/561562)
Hal ini memberikan faedah bolehnya beristri sampai empat orang.
Allah Subhanahu wataala sama sekali tidak membatasi istri itu
harus satu, terkecuali bagi mereka yang tidak dapat atau khawatir
tidak bisa berbuat adil di antara para istri. Adapun lafadz,
]sp tT\
yang berupa fiil amr (kata kerja perintah) tidaklah menunjukkan
wajibnya berbilang istri, tetapi menunjukkan pembolehan. Jadi,
perintah pada ayat di atas bukanlah lil wujub (untuk mewajibkan),
melainkan lil ibahah (untuk membolehkan). Demikian pendapat
mayoritas fuqaha, sebagaimana disebutkan dalam Tafsir athThabari (3/580), Badaiu ash-Shanai fi Tartib asy-Syarai (alKasani, 1/597), al-Majmu Syarhul Muhadzdzab (an-Nawawi,
17/202), dan selainnya. Adapun dalil dari as-Sunnah adalah
sebagai berikut.
1. Hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, disebutkan bahwa
Ghailan ibnu Salamah ats-Tsaqafi radhiyallahu anhu masuk Islam
dalam keadaan ia memiliki sepuluh istri yang dinikahinya di masa
jahiliah. Para istrinya juga masuk Islam bersamanya. Nabi
Page 17

Shallallahu alaihi wasallam pun memerintah Ghailan memilih


empat dari mereka (dan menceraikan yang lain). (Sunan at-Tirmidzi
no. 1128, dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Setelah membawakan hadits di atas, al-Imam at-Tirmidzi
rahimahullah berkata, Yang diamalkan adalah hadits Ghailan ibnu
Salamah ini, menurut ulama hadits teman-teman kami, di antaranya
asy- Syafii, Ahmad, dan Ishaq. (Sunan at-Tirmidzi, kitab an-Nikah,
bab Ma Jaa fir Rajul Yuslim wa Indahu Asyru Niswah)
2. Ibnu Majah rahimahullah meriwayatkan dalam Sunan-nya dari
Qais ibnul Harits radhiyallahu anhu, ia berkata, Aku masuk Islam,
sementara aku beristri delapan. Aku pun mendatangi Nabi
Shallallahu alaihi wasallam dan mengatakan kepada beliau tentang
hal itu. Beliau pun bersabda,
T~w o
c k S U g

Pilih empat dari mereka. (no. 1952, dinyatakan hasan dalam


Shahih Ibnu Majah dan Irwaul Ghalil no. 1885)
Sisi pendalilan dari hadits di atas, Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam sebagai orang yang tidak pernah berucap dari hawa
nafsunya tetapi dari wahyu, memerintah para sahabatnya yang
berislam dalam keadaan memiliki istri lebih dari empat untuk
memilih empat dari para istrinya dan mencerai yang lainnya.
Sementara itu, asal perintah adalah wajib tentang larangan beristri
lebih dari empat dan bolehnya poligami sampai empat, berdasar
firman Allah Subhanahu wataala,

Tw
Tz{ Qk l S

Sunnah Taqririyah Penetapan dan diamnya Rasulullah Shallallahu


alaihi wasallam terhadap poligami yang dilakukan oleh sebagian
sahabat beliau, di antaranya sahabat yang paling dekat dan paling
dicintai oleh beliau, Abu Bakr ash- Shiddiq radhiyallahu anhu, yang
beristri lebih dari satu. Sementara itu, taqrir Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam juga termasuk tasyri (berlaku sebagai syariat).
Adapun dalil dari ijma ahlul ilmi dari kalangan sahabat, tabiin, dan
mazhab yang empat; al-Ahnaf (Hanafi), Maliki, Syafii, Hanbali, dan
Ibnu Hazm dari kalangan Zhahiri, sepakat membolehkan poligami
sampai empat istri, selama memenuhi syarat-syarat pernikahan
poligami yang akan disebutkan nanti, insya Allah.
Dari dalil-dalil pensyariatan poligami di atas, para ulama ada yang
menganggap hukum asalnya mubah dan ada pula yang
memandang sebagai suatu amalan sunnah/mustahab. Yang
menganggapnya mustahab berdalil dengan beberapa hadits dan
atsar yang menunjukkan sunnahnya, seperti:
1. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
e S X e p w { TpS Zt |\ ]X] X ] X ]
c b
Nikahilah oleh kalian wanita yang Poligami, Problem atau Solusi?
penyayang (cinta kepada suaminya) lagi subur rahimnya, karena
sungguh aku berbangga-bangga di hadapan umat-umat yang lain
dengan banyaknya jumlah kalian. (HR. Abu Dawud no. 2050 dari
sahabat Maqil bin Yasar z, dinyatakan hasan sahih dalam Shahih
Abi Dawud)
Salah satu cara memperbanyak keturunan adalah dengan menikahi
banyak wanita sampai batasan empat.

(Apakah) dua, tiga, atau empat.


2. Hadits yang berbunyi,
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 18

}
e }

w Z\
Pada kemaluan salah seorang kalian ada sedekah1. (HR. Muslim
no. 2326 dari Abu Dzar al-Ghifari z)
3. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
z~
V _
X T`kn X e TVt oS Z
c X
n

c X Z\ ZkV
c
Dicintakan kepadaku dari dunia kalian adalah (cinta) kepada para
wanita/ istri dan minyak wangi, serta dijadikan penyejuk mataku
dalam shalat. (HR. Ahmad dalam Musnadnya, 3/285, an-Nasai
dalam Isyratun Nisa, dari
Anas bin Malik z, dinyatakan sahih dalam Shahihul Jami no. 3124
dan al-Misykat no. 5261)
4. Said bin Jubair rahimahullah pernah ditanya oleh Ibnu Abbas
radhiyallahu anhu, Apakah engkau sudah menikah? Belum,
jawabnya. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu lalu berkata,
T`t T l Sc X V g

c | \ c U \
Menikahlah, karena sebaik-baik umat ini adalah orang yang paling
banyak istrinya.2 ( HR. al-Bukhari no. 5069)
Semua dalil di atas dan beberapa dalil lain yang tidak kita sebutkan
di sini, dijadikan sandaran oleh mereka yang berpendapat
disunnahkannya memperbanyak istri, dengan syarat si suami
mampu berlaku adil di antara istriistrinya, karena Allah Subhanahu
wataala menyatakan,

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Namun, bila kalian khawatir tidak bisa berlaku adil (di antara para
istri bila sampai kalian memiliki lebih dari satu istri).
Pada poligami, dengan melihat pelakunya, bisa diberlakukan juga
hukum yang lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram,
sebagaimana hukum nikah yang pertama. Untuk keterangan
tentang hukum yang lima ini, silakan melihat kembali pembahasan
kajian utama di majalah Asy-Syariah Vol. IV/ no. 39/1429 H/2008,
dengan judul Menikah dengan Aturan Islam, subjudul Hukum Nikah
(hlm. 1213), wallahu alam.
Poligami yang mubah dan sunnah telah disebutkan di atas.
Poligami menjadi wajib jika tidak berpoligami justru menyebabkan
seseorang terjatuh pada perkara yang haram atau membuatnya
terhalang dari melaksanakan kewajiban. Misalnya, ia memiliki
seorang istri, namun tidak mencukupinya (dari menginginkan
wanita lain) sehingga dikhawatirkan ia terjatuh pada perbuatan
zina. Sementara itu, ia mampu memenuhi syarat pernikahan
poligami. Dalam keadaan ini, dikatakan kepadanya, Menikahlah
lagi dengan wanita yang kedua!
Poligami menjadi haram bagi seseorang apabila berpoligami akan
mengantarkannya pada perbuatan yang haram. Misalnya, ia
menikah lagi padahal telah memiliki empat orang istri (sehingga
menjadi lima), atau mengumpulkan dua wanita yang bersaudara
kandung dalam keadaan salah satunya belum dicerai/ belum
meninggal.
Poligami menjadi makruh apabila menyebabkan pelakunya terjatuh
kepada perbuatan yang makruh, seperti menceraikan istrinya
karena pernikahan yang berikutnya, tanpa alasan yang benar; atau
seorang yang dikenal kasar dalam hubungan suami istri,
emosional, tidak memiliki rahmat dan sifat lapang dada terhadap
istrinya. Orang yang seperti ini makruh hukumnya berpoligami
Page 19

karena kehidupan pernikahan membutuhkan dan menuntut


kelemahlembutan dan sikap berlapang dada terhadap para istri.
(Sualat fi Taaddudiz Zaujat, hlm. 43)

!$# tx.su tzF$# tu9$#u !$# (#_t t%x. yj9 u|ym u& !$# u 3s9 t%x. s)9
#ZVx.

Hukum Asal Pernikahan adalah Poligami


Samahatusy Syaikh al-Imam Abdul Aziz ibnu Baz rahimahullah
pernah ditanya, Apakah hukum asal dalam hal pernikahan itu,
taaddud/poligami atau hanya beristri satu? Beliau t menjawab,
Hukum asal dalam pernikahan adalah disyariatkannya poligami
bagi yang mampu dan tidak khawatir berlaku zalim.
Sebab, poligami mengandung maslahat/kebaikan yang besar untuk
menjaga kemaluan si lelaki dan iffah (kehormatan diri) para wanita
yang dinikahi. Selain itu, poligami juga mengandung perbuatan baik
kepada para wanita serta memperbanyak keturunan sehingga
jumlah umat ini semakin besar dan memperbanyak orang yang
beribadah kepada Allah Subhanahu wataala saja. Dalilnya adalah
firman Allah Subhanahu wataala,
TcX eUf g
\|
Tw
Tz{ Qk l S T`kn X o
Sn epX
Tr TS ]sp tT\ QS TUV X Z\ `_]
a b TcX eU f g

]X]~b TXc Qt
X ep tT p zS TS }
] \]X} ~ b
Jika kalian khawatir tidak bisa berbuat adil terhadap perempuan
yatim (bila kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain
yang halal bagi kalian untuk dinikahi; (apakah) dua, tiga, atau
empat. Namun, bila kalian khawatir tidak bisa berlaku adil (di antara
para istri bila sampai kalian memiliki lebih dari satu istri) maka
nikahilah satu istri saja atau mencukupkan dengan budak
perempuan yang kalian miliki. Hal itu lebih dekat agar kalian tidak
berbuat aniaya. (an-Nisa: 3)
Di samping itu, Nabi Shallallahu alaihi wasallam menikahi lebih dari
satu wanita, padahal Allah Subhanahu wataala berfirman,
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan
yang baik (uswah hasanah) yaitu bagi orang yang mengharap Allah
dan hari akhir lagi banyak menyebut Allah. (al- Ahzab: 21)
Sebagian sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berkata,
Aku tidak akan makan daging, yang satunya lagi berkata, Aku
akan shalat malam terus dan tidak akan pernah tidur, yang lainnya
mengatakan, Aku akan terus puasa, tidak pernah berbuka (di
siang hari), dan ada pula yang mengatakan, Aku tidak akan
menikahi para wanita. Ketika berita mereka sampai kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, beliau berkhutbah di
hadapan manusia, memuji, dan menyanjung Allah Subhanahu
wataala, kemudian bersabda,


o \ T`knX
c b es
zcX
Tt Znz
_
\ ]
Znkp X Zk zw tc
ZnkS
V z\ ZUkc
o

Sampai kepadaku berita ini dan itu Padahal aku sendiri


berpuasa dan juga berbuka, aku shalat malam dan aku juga tidur,
aku makan daging, dan menikahi para wanita. Siapa yang
membenci sunnahku, dia bukanlah bagian (golongan)ku.
Ini adalah lafadz yang agung dari Nabi Shallallahu alaihi wasallam,
mencakup seorang istri dan lebih satu istri. Wallahu waliyyut taufiq.
(al-Fatawa al-Ijtimaiyah, hlm. 94)
Wallahu taala alam bish-shawab.

Page 20

Kajian Utama Rukun dan Syarat Berpoligami


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq
Berilmu Sebelum Beramal Rukun dan syarat pernikahan
berpoligami secara umum sama dengan rukun dan syarat
pernikahan pertama yang disyariatkan dalam Islam. Namun, ada
beberapa syarat yang ditambahkan yang wajib dipenuhi ketika ingin
menunaikan poligami.
Sebelum kita membicarakan syarat tersebut lebih jauh, kami
menasihati diri kami pribadi secara khusus dan para pembaca
secara umum bahwa agama Islam mewajibkan kita semua untuk
berilmu dahulu sebelum mengerjakan suatu amalan. Agama ini pun
tegak dan berdiri di atas prinsip yang agung tersebut: al-ilmu qablal
qauli wal amal.
Inilah yang dinyatakan oleh al-Imam al-Bukhari t dalam satu bab
dari Kitab al-Ilmi pada kitab Shahih beliau. Artinya, ilmu dahulu
sebelum ucapan dan amalan. Karena itu, seseorang tidak dianggap
menunaikan amalan dengan benar dan di atas petunjuk/syariat
yang benar apabila dia mengamalkan sebuah amalan tanpa
mengetahui ilmunya terlebih dahulu.
Yang pertama kali dituntut dari orang yang hendak menikah adalah
berilmu sebelum dia melangsungkan pernikahannya tersebut,
sehingga dia dan istrinya bisa menjalaninya dengan lurus. Sebab,
pernikahan pertama saja memiliki banyak masalah yang
membutuhkan bimbingan ilmu, lebih- lebih bila hendak berpoligami.
Dalam poligami akan dijumpai lebih banyak masalah dibandingkan
dengan pernikahan dengan satu istri.
Maka dari itu, di dalam lubuk hati seorang muslim yang bijak
semestinya tertanam prinsip yang sangat mendasar dan pokok ini,
Majalah Asy Syariah Edisi 85

yang merupakan inti dan ushul dari manhaj yang haq, manhaj
Ahlus Sunnah wal Jamaah, yakni tidak mengerjakan sebuah
amalan sebelum dia mengetahui ilmunya.
Pihak yang akan berpoligami hendaknya benar-benar membekali
diri dengan ilmu, baik sebelum maupun selama menjalaninya.
Dengan demikian, jalannya akan lurus dan terbimbing, tidak
serampangan dan tidak menjadi fitnah. Kenyataan yang kita
saksikan, banyak suami yang berpoligami hanya bermodal
semangat tanpa berdasar ilmu yang benar.
Akibatnya, rumah tangga yang lama hancur atau rumah tangga
yang baru bubar. Istri tua dan istri muda adu mulut di depan orang
banyak, pertengkaran antara dia dan istrinya tak terelakkan
sehingga ribut-ributnya terdengar oleh tetangga. Ujung-ujungnya,
orang menyalahkan poligami. Itu semua akibat kawin lagi, kata
mereka. Orang yang antipoligami bertambah antipati, dan orang
yang tadinya tidak tahu menjadi tidak suka dengan poligami. Ya,
urusannya menjadi fitnah. Aturan Allah l dibenci karenanya,
wallahul mustaan.
Sekali lagi, walaupun poligami adalah hak lelaki, namun tidak
sepantasnya seorang suami melangkah serampangan tanpa
bimbingan ilmu. Jangan karena salah melangkah dan tanpa
bersikap hikmah, dia hancurkan semuanya: agama, rumah tangga,
dan masa depan anak anaknya. Wallahul mustaan.
Rukun dan Syarat Poligami
Sebagaimana telah disampaikan di atas, rukun dan syarat
pernikahan yang disyariatkan dan ditetapkan dalam Islam pada
pernikahan pertama juga menjadi rukun dan syarat yang
disyariatkan dalam pernikahan poligami. Sebab, keduanya samasama pernikahan yang disyariatkan dalam Islam. Jadi, ketika
Page 21

seseorang berpoligami, dia wajib memenuhi rukun dan syarat


tersebut, ditambah beberapa syarat yang disebutkan oleh para
ulama yang akan kami sebutkan, insya Allah.
Para ulama menyebutkan dua syarat yang Allah Subhanahu
wataala sebut dalam al-Quran ketika seorang lelaki hendak
berpoligami, dan syarat lainnya yang disebutkan dalam hadits
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
1. Jumlah istri yang paling banyak dikumpulkan adalah empat, tidak
boleh lebih.
2. Dia bisa berbuat dan berlaku adil di antara para istri.
3. Adanya kemampuan jasmani dan nafkah dalam bentuk harta.
Syarat yang pertama: Allah Subhanahu wataala membolehkan
seorang lelaki yang hendak berpoligami untuk menikahi
sampai empat perempuan. Dalilnya bisa kita lihat berikut ini.
1. Dalil dari al-Quranul Karim

Tw
Tz{ Qk l S T`kn X o
Sn epX
Tr TS ]sp tT\ QS TUV X Z\ `_]
a b TcX eU f g

Jika kalian khawatir tidak bisa berbuat adil terhadap perempuan
yatim (bila kalian menikahinya), maka nikahilah perempuanperempuan lain yang halal bagi kalian untuk dinikahi; (apakah) dua,
tiga, atau empat. (an-Nisa: 3)
Ibnu al-Anbari rahimahullah berkata, Huruf wawu ( ] X ) di sini2
maknanya tafarruq/ pemisahan, bukan pengumpulan. Dengan
demikian, maknanya adalah nikahilah oleh kalian (para lelaki)
wanita-wanita yang kalian senangi sebanyak dua orang, dan nikahi
tiga wanita selain keadaan yang pertama, dan nikahi empat orang
Majalah Asy Syariah Edisi 85

wanita selain dua keadaan yang telah disebutkan. (Zadul Masir fi


Ilmit Tafsir, Ibnul Jauzi, 2/8)
Al-Hafizh Ibnu Katsir radhiyallahu anhu menyatakan, ayat ini
tidaklah membolehkan pengumpulan bilangan tersebut (yaitu
jumlah 2, 3, dan 4). Kalau boleh, niscaya akan disebutkan. Sebab,
ayat ini berisi pemberitaan tentang anugerah yang diberikan oleh
Allah Subhanahu wataala dan kebolehan dari-Nya untuk menikahi
lebih dari seorang wanita. (Tafsir al-Quranil Azhim, 2/149)
Dengan demikian, yang dimaukan oleh ayat adalah disuruh memilih
di antara bilangan yang disebutkan, bukan mengumpulkan jumlah
tersebut. (al- Majmu, 17/212)
Mengapa hal ini perlu ditekankan? Karena ada yang berpendapat,
wawu tersebut menunjukkan pengumpulan, seperti anggapan alQasim bin Ibrahim dan kelompoknya, al-Qasimiyah. Mereka
menguatkan pendapat mereka dengan perbuatan Nabi n
mengumpulkan sembilan istri. Bahkan, ada satu sekte dari
kelompok Syiah Rafidhah yang membolehkan lelaki menikahi
berapa pun wanita yang diinginkannya. (al- Majmu, 17/212)
Selain itu, sebagian pengikut mazhab Zhahiri berpendapat boleh
menikahi delapan belas perempuan dengan beralasan
mengumpulkan bilangan 2, 3, 4 yang berulang sehingga menjadi 4
ditambah 6 ditambah 8. (lihat Tafsir al-Qurthubi, 5/13)
Al-Imam al-Qurthubi t menjawab pendapat ini dengan menyatakan,
semua itu adalah kebodohan terhadap bahasa Arab dan asSunnah, serta menyelisihi kesepakatan umat. (Tafsir al-Qurthubi
5/13)
Demikian pula bantahan Ibnul Arabi rahimahullah dalam Ahkamul
Quran (1/312313). Adapun pembolehan bagi Nabi Shallallahu
Page 22

alaihi wasallam mengumpulkan sembilan istri, hal itu adalah


kekhususan bagi beliau, tidak berlaku bagi umatnya.

yang menjadi haknya dan mengambil darinya apa yang menjadi


kewajibannya. (al-Mujamul Wasith, 2/588)

2. Dalil dari as-Sunnah

Adapun adil di antara para istri dalam bahasa syariat adalah


menyamakanpara istri dalam hal mabit (bermalam/ menginap),
makan, minum, tempat tinggal, dan pakaian. (Raddul Mukhtar,
Ibnul Abidin, 3/378)

Hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhu yang menyebutkan bahwa


Ghailan ibnu Salamah ats-Tsaqafi radhiyallahu anhu masuk Islam
dalam keadaan memiliki sepuluh istri yang dinikahinya di masa
jahiliah, dan para istrinya ini masuk Islam bersamanya. Nabi
Shallallahu alaihi wasallam pun memerintahkan agar Ghailan
memilih empat dari mereka (dan menceraikan yang lain). (HR. atTirmidzi no. 1128, dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan atTirmidzi)

Hukum berlaku adil dalam urusan yang disebutkan di atas adalah


fardhu atau wajib (Ahkamul Quran, 1/313). Jadi, meninggalkannya
adalah dosa dan pelanggaran. Dalil tentang syarat yang kedua ini
jelas sekali dari firman Allah Subhanahu wataala,
ep t T p zS TS }
] \]X} ~ b TcX eU f g
\ |

Sisi pendalilan hadits di atas adalah Nabi Shallallahu alaihi


wasallam memerintahkan Ghailan untuk memilih hanya empat dari
sepuluh istrinya. Artinya, tidak boleh mengumpulkan lebih dari
empat istri berdasar perintah Nabi Shallallahu alaihi wasallam,
padahal asal perintah dari Penetap syariat memberi faedah
wajibnya perkara yang diperintahkan, selama tidak ada perkara
atau dalil lain yang memalingkannya.Untuk masalah ini, tidak ada
dalil yang memalingkannya dari hukum wajib kepada hukum yang
lain.
3. Dalil dari ijma
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menukilkan dari al-Imam asySyafii rahimahullah adanya ijma atau kesepakatan ahlul ilmi
tentang tidak bolehnya selain Rasulullah n mengumpulkan lebih
dari empat wanita/istri. (Tafsir al-Quranil Karim, 2/149)
Syarat yang kedua: bisa berbuat dan berlaku adil.
Secara bahasa, adil adalah inshaf, yaitu memberi seseorang apa
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Namun, bila kalian khawatir tidak bisa berlaku adil (di antara para
istri bila sampai kalian memiliki lebih dari satu istri) maka nikahilah
satu istri saja atau mencukupkan dengan budak perempuan yang
kalian miliki. (an-Nisa: 3)
Ada dua pendapat tentang firman Allah Subhanahu wataala,
eU f g
\ |
Pendapat pertama mengartikannya eU z
, yakni kalian yakin (tidak
bisa berbuat adil). Adapun pendapat kedua memaknainya eU Vg
,
yakni kalian khawatir (tidak bisa berbuat adil). (Zadul Masir fit
Tafsir, Ibnul Jauzi, 2/9)
Dengan demikian, apabila seorang lelaki yakin atau khawatir tidak
bisa berlaku adil, cukup baginya beristri satu. Sebab, kebolehan
memperistri lebih dari seorang wanita berporos pada keadilan.
Dengan demikian, ketika kalian bisa adil, lakukanlah! Jika tidak,
cukuplah satu atau budak perempuan yang kalian miliki. (Tafsir athPage 23

Thabari, 3/579580)
Firman Allah Subhanahu wataala,
Berkaitan dengan ayat 129 dalam surat an-Nisa,
]sz
b
a zc~ XT T U \
V X
c ] zVb Tz\ eU

]X T`kn X o
V w ]X} ~ b ~] V_U `
b oX
Kalian tidak akan mampu berbuat adil di antara para istri,
walaupun kalian sangat ingin berbuat adil. Maka janganlah kalian
condong dengan sebenar-benarnya kepada istri yang lebih kalian
cintai sehingga kalian membiarkan istri yang lain terkatung-katung.
(an-Nisa: 129)

Dan bila kalian mengadakan perbaikan,


yakni dengan berlaku adil dalam hal pembagian giliran.
]aUcb
dan bertakwa,

Yang Allah Subhanahu wataala maksudkan adalah adil yang tidak


dimampui dan tidak disanggupi dilakukan oleh seorang hamba
karena bukan hamba yang mengusahakannya, namun sematamata pemberian Allah Subhanahu wataala, yaitu adil dalam
masalah cinta dan kecondongan hati. Karena itu, ahli tafsir
mengatakan bahwa makna ayat di atas adalah kalian tidak akan
sanggup menyamakan rasa cinta kalian di antara para istri, karena
hal itu bukan hasil usaha kalian walaupun kalian sangat ingin
berbuat adil dalam hal itu. (Fathul Qadir, 1/695)
Karena ketidakmungkinan berbuat adil dalam perasaan cinta, Allah
Subhanahu wataala melarang seorang suami mengistimewakan
istri yang lebih dicintainya dalam hal nafkah dan pembagian giliran
sehingga istri yang lainnya terkatung-katung: tidak menjanda, tidak
pula seperti perempuan yang memiliki suami. Allah Subhanahu
wataala menutup ayat di atas dengan firman-Nya,
TVc ]f

T zcX
c | \ ]aUc b ] sz
b
Dan bila kalian mengadakan perbaikan dan bertakwa maka
sungguh Allah itu adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (an-Nisa: 129)
Majalah Asy Syariah Edisi 85

maksudnya menjaga diri dari berbuat zalim.


T Vc ]f

T zcX
c | \
Maka sungguh Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang, terhadap kecondongan hati tersebut apabila
memang ada. (Zadul Masir fit Tafsir, Ibnul Jauzi, 2/220; Tafsir alQuranil Azhim, 2/317)
Al Imamath Thabari t menyatakan dalam tafsirnya terhadap
ayat di atas, kaum lelaki atau para suami tidak akan mampu untuk
menyamakan istri-istri mereka dalam hal cinta di kalbu mereka,
sehingga para suami tidak bisa berlaku adil dalam hal ini. Pasti ada
istri yang lebih mereka cintai daripada yang lain karena memang
hal ini di luar kuasa mereka, walaupun mereka berusaha sungguhsungguh untuk menyamakan cinta di antara istri mereka. Meski
demikian, para suami tidak boleh mengikuti hawa nafsunya dengan
menampakkan kecenderungan kepada istri yang lebih mereka
cintai lantas meninggalkan yang lainnya, sehingga si suami jatuh
pada perbuatan zalim terhadap istri yang tidak/kurang dicintai,
dengan tidak menunaikan hak mereka berupa beroleh giliran,
Page 24

nafkah, dan pergaulan yang baik. Sebab, kecondongan yang


berlebihan kepada istri yang dicintai menyebabkan istri yang lain
layaknya perempuan yang tidak bersuami, namun tidak pula
menjanda (terkatung-katung). (Jamiul Bayan fi Tawilil Quran,
4/312)

bagian giliran. Namun, jika ia mencintai salah satunya melebihi


yang lain dan menggaulinya lebih banyak dari yang lain, tidak ada
dosa bagi si suami. (Majmu Fatawa, 32/269)

Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah juga menyebutkan bahwa


keadilan yang tidak dimampui adalah dalam hal kecondongan
secara tabiat, yaitu rasa cinta, jima, dan tempat dalam kalbu. (alJami li Ahkamil Quran, 5/261)

Walaupun menyamakan jima tidak wajib, namun disenangi apabila


mampu untuk menyamakannya/berlaku adil pula dalam hal ini. Hal
ini dinukilkan oleh sejumlah ulama, seperti al-Imam Ibnu Qudamah
t. Beliau menyatakan, apabila si suami bisa menyamakan urusan
jima di antara istrinya, itu lebih bagus dan lebih utama karena lebih
nyata dalam berbuat adil.

Al-Allamah asy-Syinqithi rahimahullah juga menyebutkan demikian


karena kecondongan secara tabiat tersebut di luar kuasa manusia.
Berbeda halnya dengan berlaku adil dalam hak-hak syari, hal itu
mampu dilakukan oleh para hamba. (Adhwaul Bayan, 1/425)
Haruskah Adil dalam Urusan Jima (Berhubungan Badan)? Al-Imam
Ibnu Qudamah t berkata, Kami tidak mengetahui perbedaan
pendapat di kalangan ahlul ilmi tentang tidak wajibnya
menyamakan di antara para istri dalam hal jima. Ini adalah mazhab
Malik dan asy-Syafii.
Sebab, jima itu jalannya adalah syahwat dan kecondongan, serta
tidak ada jalan untuk menyamakan di antara para istri dalam hal ini
karena kalbu seseorang terkadang lebih condong kepada salah
seorang istrinya dan rasa itu tidak ada terhadap yang lainnya. (alMughni, Kitab Isyratun Nisa, masalah Walau wathia Zaujatahu
wa lam yatha al-Ukhra, fa laisa biashin)
Demikian pula yang dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi t dalam
al-Majmu (18/119).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, suami
tidak boleh melebihkan salah seorang dari dua istrinya dalam hal
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Lebih Baik Menyamakan

Demikian juga yang dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi


rahimahullah, karena lebih sempurna dalam hal keadilan. (alMajmu 18/119)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam Berbuat Adil
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sangat adil terhadap istriistrinya dalam urusan yang memang dituntut untuk adil. Adapun
dalam urusan yang tidak dimampui oleh manusia, beliau pun tidak
bisa menyamakannya, seperti rasa cinta beliau terhadap Aisyah x
yang lebih besar daripada istri-istri beliau yang lain.
Namun, seperti yang telah disinggung di atas, dalam urusan yang
dimampui hamba, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah
teladan dalam keadilan tersebut. Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam membagi dengan adil tanpa melebihkan satu dari yang
lain dalam hal giliran bermalam di antara istri-istri beliau, terkecuali
Saudah bintu Zamah radhiyallahu anha yang telah
menghadiahkan gilirannya untuk Aisyah x, demi mencari keridhaan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang semula hendak
menceraikannya, namun urung dengan ishlah yang dilakukan oleh
Page 25

Saudah berupa menggugurkan sebagian haknya asal tetap menjadi


istri Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam hendak safar, beliau
mengundi di antara para istrinya. Siapa yang namanya keluar,
dialah yang menemani beliau safar. Seandainya beliau mau,
niscaya beliau akan selalu membawa Aisyah radhiyallahu anha
dalam safar beliau, karena Aisyah sangat beliau cintai melebihi
yang lain. Kenyataannya, beliau tidak melakukannya. Aisyah
radhiyallahu anha mempersaksikan hal ini dalam haditsnya yang
dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya.
Saking inginnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam selalu
berbuat adil, sampai-sampai saat sakit menjelang ajalnya, beliau
tetap menggilir istri-istrinya semalam-semalam. Beliau datang dan
menginap di rumah istri yang sedang mendapat giliran. Sampai di
saat sakit beliau bertambah parah sehingga beliau tidak sanggup
lagi berjalan, beliau meminta izin kepada istri-istrinya untuk
beristirahat di rumah Aisyah radhiyallahu anha dan dirawat di sana.
Para istri beliau yang salehah lagi penuh kelapangan hati pun
mengizinkan. Ketika beliau yakin mereka ridha, beliau pun tinggal
di rumah Aisyah radhiyallahu anha, tidak di tempat istri yang lain,
sampai ajal menjemput beliau. Aisyah radhiyallahu anha
menyampaikan,

T } } ]
Tt o
}
Tt o
: V \
TS ,Xc
S Z\
`

T

]

c
T }k

TS QcU

T
V w Z\
T p\ T
V

]p
X
\ .
Di saat sakit yang mengantarkan kepada wafatnya Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam, beliau biasa bertanya, Di mana aku
besok, di mana aku besok? Beliau menginginkan tiba hari giliran
Aisyah. Istri-istri beliau pun mengizinkan beliau untuk berdiam di
mana saja yang beliau inginkan. Lantas beliau tinggal di rumah
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Aisyah sampai meninggal di sisi Aisyah. (HR. al-Bukhari no. 5217)


Tidak Disalahkan Apabila Suami Lebih Mencintai Salah Satu
Istrinya
Kita telah mengetahui adil yang dituntut dari seorang hamba dan
adil yang tidak dimampui olehnya. Telah diterangkan juga, adil
yang tidak dimampui adalah dalam hal cinta atau kecondongan/
kecenderungan hati. Sehingga tidaklah berdosa bila ada seorang
suami yang memiliki sekian istri, namun kadar cintanya kepada
istri-istrinya tidak sama, ada yang disenangi dan dicintaimelebihi
yang lain.
Kita pun tahu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang
mulia lebih mencintai Aisyah radhiyallahu anha daripada istri-istri
beliau yang lain. Salah satu hadits yang menunjukkan hal ini adalah
hadits Amr ibnul Ash yang dikeluarkan dalam ash-Shahihain. Amr
mengabarkan, Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengutusnya
untuk memimpin pasukan Dzatu as-Salasil. Amr mengatakan
bahwa dirinya mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
dan bertanya, Siapakah orang yang paling Anda cintai?
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjawab, Aisyah.
Kataku, Dari kalangan laki-laki? Ayahnya, jawab beliau.
Namun, jangan sampai rasa cinta yang lebih tersebut mendorong
seorang suami untuk berlaku tidak adildalam hal yang
dimampuidi antara istri-istrinya. Jika jatuh dalam perbuatan
tersebut, ia terkena ancaman hadits yang akan disebutkan di
bawah ini.
Ancaman bagi Suami yang Tidak Berbuat Adil
Abu Hurairah radhiyallahu anhuma menyampaikan dari Nabi
Shallallahu alaihi wasallam,
Page 26

Mushannaf, 4/387)
TS a
S TVa X ] T T}
QX
T\
Tb S X t T oS .
Siapa yang memiliki dua istri lantas condong kepada salah
seorang dari keduanya (berlaku tidak adil) maka ia akan datang
pada hari kiamat dalam keadaan sebelah tubuhnya miring. (HR.
Abu Dawud no. 2133, an-Nasai no. 3942, dinyatakan sahih dalam
Shahih Abi Dawud, Shahih an-Nasai, dan Irwaul Ghalil no. 2017 )
Dalam Aunul Mabud (Kitab an Nikah, bab Fi al-Qasmi Baina anNisa)
dinyatakan hadits ini adalah dalil wajibnya suami menyamakan di
antara istri-istrinya dan haram ia condong/ melebihkan salah
satunya. Diterangkan pula dalam penjelasan hadits di atas bahwa
yang tampak, hukum yang berlaku tidak hanya dibatasi pada dua
istri, tetapi juga untuk orang yang memiliki tiga atau empat istri. Ia
condong kepada salah satunya dalam perbuatan yang zahir
(tampak), bukan dalam bentuk kecondongan hati, sehingga
melebihkan istri yang dicondonginya tersebut dalam hal pemberian
makan (nafkah), tempat tinggal, atau pergaulan yang baik (husnul
usyrah).
Orang yang seperti ini akan datang pada hari kiamat dalam
keadaan tidak sama dua sisi tubuhnya sebagai balasan dari
perbuatannya yang tidak adil dengan melebihkan satu istrinya
daripada yang lain. (Hasyiyah al-Imam as-Sindi ala Sunan anNasai, 7/63)

Ibrahim an-Nakhai rahimahullah berkata tentang seorang lelaki


yang mengumpulkan istri-istri (madu dengan madu), Para salaf
menyamakan perlakuan di antara istri-istrinya, sampai-sampai
apabila tersisa sawiq (sejenis gandum) dan makanan yang bisa
ditakar, mereka tetap membagi-bagikan di antara istriistri mereka;
setelapak tangan demi setelapak tangan, jika memang sisa
makanan tersebut tidak mungkin lagi ditakar (karena sedikitnya).
(Mushannaf Ibni Abi Syaibah, 4/387)
Syarat yang ketiga: Adanya kemampuan fisik dan materi atau
nafkah, berupa makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan
perabotan rumah yang memang harus ada. Syariat mengisyaratkan
kemampuan ini kepada seseorang yang ingin menikah. Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
c U V z \ TX e p k S
T_U
o
S T
c X
~ S T
Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang memiliki
baah maka hendaknya ia menikah. (HR. al- Bukhari no. 5065
dan Muslim no.3384, dari Ibnu Masud radhiyallahu anhu)
Ada dua pendapat ulama tentang makna baah dalam hadits di
atas, kata an-Nawawi rahimahullah, namun keduanya sebenarnya
kembali pada satu makna,
1. Berhubungan badan/jima.

Gambaran Keadilan Salaf


Ibnu Abi Syaibah rahimahullah meriwayatkan dari Muhammad ibnu
Sirin , bahwa ia berkata tentang seorang lelaki yang memiliki dua
istri, Dibenci ia berwudhu di rumah salah seorang istrinya,
sementara itu di rumah istri yang lain tidak dilakukannya. (alMajalah Asy Syariah Edisi 85

Dengan demikian, makna hadits adalah siapa di antara kalian yang


mampu melakukan jima karena punya kesanggupan memenuhi
keperluan nikah, hendaknya ia menikah.
2. Kebutuhan pernikahan.
Page 27

Jadi, makna hadits adalah siapa di antara kalian yang punya


kemampuan memenuhi kebutuhan pernikahan, hendaknya ia
menikah. (al-Minhaj, 9/177)
Kebutuhan materi yang diperlukan dalam pernikahan atau hidup
berkeluarga mencakup makanan, minuman, dan tempat tinggal.
Semua ini adalah nafkah yang wajib ditunaikan oleh seorang suami
terhadap istrinya sesuai dengan dalil dari al-Quran, as-Sunnah,
dan kesepakatan ulama. (al-Mughni, Kitab an-Nafaqat)
Demikian pula halnya apabila diterapkan dalam pernikahan
poligami. Suami dituntut bertanggung jawab memberikan
kebutuhan hidup para istrinya. Karena itu, apabila seorang lelaki
tidak mampu menafkahi lebih dari satu istri, tidak halal baginya
secara syariat untuk menikah lagi (berpoligami). Kewajiban
menafkahi ini bertambah jelas dengan khutbah yang disampaikan
oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam haji wada.
Beliau mengatakan kepada kaum muslimin,

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ditanya


tentang hak istri kepada suaminya. Beliau Shallallahu alaihi
wasallam menjawab,

V X Z\
c
b na b

] X

b

V `
U T` ]
p b
~ r
T ~ _
b
Kamu beri dia (istrimu) makan jika kamu makan dan memberinya
pakaian bila kamu berpakaian. Jangan memukul wajah, jangan
menjelekkan, dan jangan memboikotnya selain di dalam rumah.
)HR. Abu Dawud no. 2142, dinyatakan sahih dalam al-Jami ashShahih, 86/3)
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha tentang
wajibnya suami menunaikan kebutuhan primer seorang atau
beberapa istrinya, yaitu makanan yang sesuai, pakaian, dan tempat
tinggal yang layak, serta kebutuhan-kebutuhan lain yang
menyertainya. Wallahu taala alam bish-shawab.

c o
c V z
ep X zp w o
c
\ eU z zs
U
TSw o
c ] b g
ep tc | \ T`kn X Z\
] a bcT\
o
c ep V z
o
c X S V
Tw
o
c ] w
T\
X o
z ~ \ \|t ] p b }
ep
\ o
r
]

~X Tw o
c b] `

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan para istri, karena
kalian mengambil mereka dengan amanat Allah
dan kalian
menjadikan halal kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak
kalian atas mereka adalah mereka tidak memperkenankan
seseorang yang kalian benci menginjak hamparan kalian. Kalau
mereka lakukan apa yang kalian benci, pukullah mereka dengan
pukulan yang tidak keras dan mencederai. Hak mereka atas kalian
adalah (memperoleh) rezeki dan pakaian dengan cara yang
maruf. (HR. Muslim no. 1216)

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 28

Kajian Utama Warna -Warni di Balik Poligami


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq
Poligami disyariatkan dalam Islam bukan untuk menghancurkan
rumah tangga yang sudah dibina sebelumnya atau untuk
menggagalkan rumah tangga kedua yang baru dibangun. Jadi,
sangatlah tidak diharapkan ketika seorang suami menikah lagi
ternyata berisiko perceraian dengan istri yang pertama atau
berpisah dengan istri yang baru.
Memang dibutuhkan kesiapan, keteguhan, kesungguhan, dan
kebesaran jiwa seorang lelaki untuk menjalankannya. Sebagai
lelaki, ia dituntut menjadi pemimpin dan pengatur bagi perempuan,
karena Allah l yang menetapkan demikian,
e X]S oS ]af t Tw
~ w Qz
e
~ w zcX

c \ Tw T`knX Qz
]Sc]
Tn X
Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (lelaki) di atas sebagian yang
lain (perempuan) dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. (an-Nisa: 34)

demikian, tidak ada hak sama sekali bagi istri untuk mencegah
suaminya menikah lagi, walaupun si istri beralasan bahwa dirinya
telah mencukupi semua yang diinginkan oleh suaminya dan tidak
ada yang kurang dari dirinya sehingga suami tidak butuh mencari
istri yang lain.
Mengapa? Bisa jadi, suaminya ingin menikah lagi karena ingin
memperbanyak keturunan, ingin menjaga kemuliaan si perempuan
dengan menikahinya, atau ia merasa tidak cukup dengan seorang
istri, dan hal ini sangat manusiawi. Allah Subhanahu wataala telah
membolehkan pria untuk memperistri sampai empat wanita.
Tentu tidak pantas bagi seorang istri untuk marah, protes, dan tidak
terima terhadap hukum Allah Subhanahu wataala yang diridhaiNya atas para hamba-Nya. Bahkan, ia seharusnya bersabar dan
mengharapkan pahala ketika menjalani semuanya. Sebab, bila ia
berketetapan hati untuk sabar, niscaya urusannya akan mudah
baginya. Demikian di antara nasihat yang disampaikan oleh alImam asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam fatwa beliau di
kitab ad-Dawah (1/106) dan FatawaNurun alad Darb (2/165
166).

Tidak Ada Hak bagi Istri dalam Urusan Ini

Beliau rahimahullah juga menekankan, apabila seorang lelaki


mampu secara materi dan sanggup berbuat adil, lebih afdal/utama
baginya untuk menikah lagi baik yang kedua, ketiga, maupun
keempat. Sebab, semakin banyak istri akan memperbanyak
lahirnya generasi baru Islam dan lebih banyak memberikan
penjagaan terhadap kemaluan para perempuan, yang kalau tidak
ada lelaki yang menikahinya, mereka akan hidup membujang di
rumah tanpa pasangan hidup dan dikhawatirkan akan jatuh pada
kejelekan.

Poligami adalah hak suami yang dianugerahkan oleh Dzat Yang


Maha Penyayang dengan hikmah-Nya yang agung. Dengan

Dimaklumi, dalam urusan ini memang biasanya istri pertama akan


menentang dan marah. Namun, lelaki yang cerdas /bijak akan bisa

Bukan sebaliknya, ia diatur oleh istrinya sehingga terkadang tidak


berdaya dan tidak berkutik di hadapan istrinya. Kita bisa
membayangkan, apa yang terjadi pada rumah tangga yang
dikepalai oleh suami yang nurut pada istri saat ia menjalani
kehidupan berpoligami dalam keadaan istrinya tidak suka.

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 29

menerangkan kepada si istri bahwa hal itu dibolehkan baginya dan


ia berusaha menyenangkan hati si istri dengan segala yang
mungkin dilakukannya. Demikian pula apabila ada penentangan
dari pihak keluarga, misalnya dari ibu, si lelaki hendaknya berusaha
menerangkan dengan cara yang baik tentang keputusannya
berpoligami dan sisi pandangannya. (Fatawa Nurunalad Darb,
2/163)
Lebih Utama Bermusyawarah dengan Istri
Seorang suami yang ingin menikah lagi tidak diharuskan mengajak
bicara istrinya dan meminta izin tentang niatannya tersebut.
Namun, apabila ia mengajak bicara, bermusyawarah, dan meminta
izin, hal itu tentu lebih baik dan terpandang dalam urf (adat
kebiasaan), khususnya di negeri kita. Agama pun memandang
berlakunya urf apabila tidak bertentangan dengan syariat.
Al-Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa
seandainya suami meminta izin kepada istrinya, biasanya istri akan
menolak. Dalam hal ini, suami tetap melangkah, sama saja apakah
ia telah minta izin atau belum kepada istri pertamanya, sama saja
apakah setelah minta izin ternyata si istri menolak memberi izin
(ataukah menerima).
Namun, menurut beliau, seharusnya suami mengajak bicara
istrinya, memberikan penjelasan sampai si istri merasa cukup
dengan penjelasannya dan merasa tenang. Ia terangkan kepada
istrinya hikmah poligami dan ia sampaikan alasan keinginan
menikah lagi. Apabila hal ini dilakukan suami, kemudian ia
mendatangkan istri barunya kepada istripertamanya, niscaya istri
pertama akan bisa menerima dengan lebih tenang, tanpa curiga
istri yang baru ini akan merebut suaminya karena ia telah
mendapatkan penjelasan. Ia mengetahui pernikahan suaminya
dengan si madu dan telah rela (walau mungkin kerelaannya harus
Majalah Asy Syariah Edisi 85

dipaksakan).
Dengan cara seperti ini, diharapkan kedua istri (istri pertama dan
madunya) dapat hidup secara damai, tenteram, tidak saling
menjauh, dan saling membenci. Karena memerhatikan
kemaslahatan ini, sepantasnya suami meminta izin kepada istri
pertamanya dan memberitahukannya, walaupun tidak wajib.
Andaipun si suami menikah diam-diam dan merahasiakannya dari
istrinya, tidak ada dosa bagi si suami. (Fatawa Nurun alad Darb,
1/334 335)

Tidak Dibenarkan Meminta Cerai Ketika Suami Menikah Lagi


Apabila suami menikah lagi sedangkan istri pertamanya belum siap
dimadu atau tidak bisa menerima kenyataan dimadu, apakah tidak
berdosa ia meminta cerai dari suaminya? Sebagaimana si istri tidak
boleh menuntut suaminya untuk menceraikan madunya, tidak halal
pula baginya menuntut cerai dari suaminya.
Sang suami tidak harus meluluskan permintaan cerai istrinya. Ada
ancaman Nabi Shallallahu alaihi wasallam terhadap istri yang
bermudahmudah menuntut cerai dari suaminya, padahal suaminya
telah berbaik-baik kepadanya. (Fatawa Nurun alad Darb, 2/165,
166) Kata Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
kc
X s
TV z
s\
w V
oS T
r
T
X
S T
Istri mana saja yang menuntut cerai dari suaminya padahal tidak
ada kesulitan yang mendesak1, maka haram baginya mencium
wangi surga. (HR. at-Tirmidzi no. 1187, Ibnu Majah no. 2055, dll,
dinyatakan sahih dalam Shahih at-Tirmidzi)

Page 30

Tidak Ada Istilah Habis Manis Sepah Dibuang


Pepatah di atas mungkin terpikir di benak istri saat suaminya
menikah lagi. Padahal bila suaminya adalah suami yang baik,
saleh, dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wataala, serta
melangkah menuju poligami dengan memerhatikan syaratsyaratnya, si istri tidak perlu mengkhawatirkan dirinya menjadi
sepah yang dicampakkan. Sebab, istri tetaplah istri, walau istri tua
atau istri lama, toh istri baru dengan berjalannya waktu akan
menjadi istrilama pula.
Berbeda halnya apabila suaminya seorang yang tidak takut kepada
Allah Subhanahu wataala, maka bisa saja ia menelantarkan istri
pertamanya karena telah mendapatkan istri muda. Apalagi ketika
istri mudanya turut memprovokasi dan terlalu banyak menuntut.
Oleh karena itu, kita ingatkan suami yang sampai berlaku demikian,
hendaklah bertakwa kepada Allah Subhanahu wataala dan takut
akan siksa-Nya. Telah datang ancaman Rasul yang mulia
Shallallahu alaihi wasallam kepada suami yang berlaku curang
atau tidak adil di antara istri-istrinya; orang itu akan datang pada
hari kiamat dalamkeadaan sebelah tubuhnya miring.
Kepada istri muda pun kita ingatkan, hendaklah bertakwa kepada
Allah l dan takutlah akan siksa-Nya. Janganlah merusak apa yang
sudah dibina. Jika engkau memiliki perasaan sebagai perempuan,
istri tua pun punya perasaan yang sama. Jika engkau cemburu, dia
pun begitu. Jika engkau ingin disayang, dia pun demikian.
Terkadang istri pertama khawatir, cinta suami akan beralih kepada
istri yang baru. Padahal, sebenarnya cinta adalah urusan Allah
Subhanahu wataala. Hamba tidak mampu menguasainya. Cinta
suami bisa saja luntur kepada istrinya walaupun si suami tidak
memiliki istri yang lain. Bisa jadi sebaliknya, cinta suami
bertambahtambah kepada istrinya padahal si suami telah memiliki
Majalah Asy Syariah Edisi 85

istri selainnya. Jadi, urusan cinta adalah urusan hati, Allah


Subhanahu wataala lah yang mengaturnya. Seorang istri sebatas
berusaha mereguk cinta suami.
Sebenarnya, kerelaan seorang istri, ketulusannya, pengertian, dan
tidak banyak tuntutannya, justru menjadi salah satu pendorong
terbesar berseminya kasih sayang di hati suaminya. Suami yang
baik tentu pandai memberikan apresiasi. Suami menikah lagi pun
bukan tanda suami tidak cinta lagi. Lihatlah Ummul Mukminin,
ibunda orang-orang yang beriman, Aisyah radhiyallahu anha.
Betapa suaminya, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
mencintainya lebih dari yang lain. Namun, cinta itu tidaklah
menghalangi beliau n untuk menikahi sekian wanita setelah Aisyah
radhiyallahu anha. Sebab, menikah lagi memang tidak berarti
melupakan cinta yang lama. Tentu kita masih ingat pula berita
dalam sirah Alasan sangat mendesak yang memaksanya untuk
minta berpisah. (Tuhfatul Ahwadzi, Kitab ath-Thalaq, bab Ma Jaa
fi al-Mukhtaliat)
hidup Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, betapa sering beliau
menyebut-nyebut Khadijah radhiyallahu anhaistri pertama beliau
yang telah lama wafat, memuji, menyanjung, dan mengenang
kebaikannya sampai membuat Aisyah radhiyallahu anha cemburu.
Inilah kesetiaan kepada cinta yang lama, yang tidak luntur dengan
datangnya cinta yang baru.
Terkadang juga para istri keberatan suami menikah lagi karena
merasa dihinakan serta dijatuhkan harkat dan martabatnya.
Dengan kata lain, gengsinya terusik.
Sebenarnya kekhawatiran seperti ini pun mudah terjawab.
Mengapa harus gengsi jika suami mempunyai istri yang lainyang
jauh berlipat-lipat kali lebih mulia daripada ia memiliki kekasih gelap
Page 31

atau selingkuh dengan wanita yang tidak halal, atau naudzubillah,


jatuh dalam zinasementara wanita salehah ahlul jannah setingkat
Aisyah2 yang kata Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
Keutamaan
Aisyah dibanding wanita-wanita lain seperti kelebihan tsarid
(makanan yang istimewa dari campuran gandum dengan daging)
dibandingkan dengan makanan yang lain,
juga ditinggal menikah oleh suaminya dan tidak merasa dihinakan
atau dijatuhkan harkat martabatnya. Padahal yang dinikahi oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bukan wanita sembarangan,
melainkan para wanita berparas jelita, berbudi mulia, dari
keturunan yang mulia, seperti Zainab bintu Jahsy, Juwairiyah bintu
al-Harits, Shafiyah bintu Huyai, dan yang lainnya.
Menolak Tinggal Berdekatan dengan Madu
Apabila seorang suami menginginkan istri-istrinya tinggal
berdekatan di satu kompleks misalnya, yang setiap istri memiliki
rumah tersendiri, tidak ada hak bagi istri untuk menolak keinginan
suami tersebut. Misalnya, ia menuntut agar jangan didekatkan
dengan madunya, ia ingin tinggal berjauhan, dan sebagainya.
Walaupun cemburunya mencapai puncak, itu bukanlah alasan
penolakan terhadap keinginan suami. Justru yang wajib baginya
adalah mendahulukan syariat dan menaati suaminya daripada rasa
cemburunya. Tidak pantas seorang istri yang mukminah
memperturutkan rasa cemburunya dan membiarkan perasaan itu
menguasainya. (Fatawa ManarulIslam, al-Imam Ibnu Utsaimin,
3/116)

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Yang Terjadi di Antara Madu


Cemburu memang perasaan yang pasti terselip di antara para
madu. Ini adalah perasaan yang wajar selama tidak melampaui
batas sampai pada tingkat melakukan kedustaan atau menuduh
serampangan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan, Asal
dari sifat cemburu bukanlah hasil usaha wanita, sebab wanita
memang diciptakan dengan sifat tersebut. Namun, apabila cemburu
itu melampaui batas dari kadar yang semestinya, jadilah tercela.
Ketika seorang wanita cemburu terhadap suaminya karena sang
suami melakukan perbuatan yang diharamkan, seperti berzina,
mengurangi haknya, atau berbuat zalim dengan mengutamakan
madunya, cemburu semacam ini disyariatkan (dibolehkan).
Dengan syarat, hal itu pasti dan ada bukti (tidak sekadar tuduhan
dan kecurigaan). Jika cemburu itu hanya didasari sangkaan tanpa
bukti, tidak diperkenankan. Adapun bila suami adalah orang yang
adil dan telah menunaikan hak setiap istrinya, tetapi masih tersulut
juga kecemburuan, ada uzur bagi para istri tersebut (yakni
dibolehkan) apabila cemburunya sebatas tabiat perempuan yang
tidak ada seorang pun dari mereka dapat selamat darinya. Tentu
dengan catatan, ia tidak melampaui batas dengan melakukan halhal yang diharamkan baik ucapan maupun perbuatan. (FathulBari,
9/404)
Ada di antara wanita yang sifat cemburunya melampaui batas
sehingga berangan-angan poligami tidak dibolehkan dalam syariat
ini. Bahkan, ada yang membenci syariat karena menetapkan
adanya poligami. Sebagian yang lain mengharapkan kematian
suaminya apabila sampai menikah lagi. Yang lain tidak berangan
demikian, tetapi lisannya digunakan untuk mencaci maki madunya,
meng-ghibah, dan menjatuhkan kehormatannya. (Nashihati lin
Page 32

Nisa, Ummu Abdillah al-Wadiiyah, hlm. 158159)


Karena sifat cemburu ini pula, mayoritas perempuan merasa
mendapatkan musibah yang sangat besar ketika suaminya
menikah lagi. Semestinya, apa pun kenyataan yang dihadapi,
seorang mukminah semestinya sadar bahwa semua itu adalah
ketentuan takdir Allah Subhanahu wataala. Segala musibah dan
kepahitan yang didapatkan di dunia itu sangat kecil dibanding
keselamatanagama yang diperolehnya.
Gejolak cemburu ini juga muncul dalam rumah tangga yang paling
mulia dari manusia termulia Shallallahu alaihi wasallam. Istri-istri
beliau saling cemburu dan berusaha mengundang cinta beliau.
Nabi Shallallahu alaihi wasallam sendiri sebagai seorang suami
memaklumi rasa cemburu mereka, tidak menghukum mereka
selama cemburu itu dalam batas kewajaran. Sebagian kisah-kisah
cemburu dalam rumah tangga manusia terbaik tersebut di
antaranya sebagai berikut. Aisyah radhiyallahu anha bertutur
tentang cemburunya,
TV z
Tk { TTc

]
l p X
} g
Qz


T
]
X S Qz


TS
Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam seperti cemburuku kepada
Khadijah, karena beliau Shallallahu alaihi wasallam banyak
menyebut dan menyanjungnya. (HR. al-Bukhari no. 5229 dan
Muslim no. 2435)
Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata kepada Nabi Shallallahu
alaihi wasallam mengungkapkan rasa cemburunya kepada
Khadijah radhiyallahu anha,
}X Tk S ZX
T t T t T Ttc :
]a V \
} g

c S TVt } X Z\ op eX tc

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah. Nabi


Shallallahu alaihi wasallam menjawab, Khadijah itu begini dan
begitu3, dan aku mendapatkan anak darinya. (HR. al-Bukhari no.
3818)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, Sebab cemburu Aisyah adalah
karena Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam banyak menyebut
Khadijah meskipun telah tiada. Aisyah sebenarnya aman dari
tersaingi oleh Khadijah. Namun, karena Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam sering menyebutnya, Aisyah memahami betapa
berartinya Khadijah bagi beliau. Karena itulah, meletuplah emosi
Aisyah
dan
mengobarkan
rasa
cemburunya
hingga
mengantarkannya berkata kepada suaminya, Allah telah
menggantikan untukmu wanita yang lebih baik darinya.
Namun, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berkata, Allah tidak
pernah menggantikan untukku wanita yang lebih baik darinya.
Bersamaan dengan itu, kita tidak mendapatkan adanya berita yang
menunjukkan kemarahan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
kepada Aisyah, karena Aisyah mengucapkan hal tersebut didorong
rasa cemburunya yang merupakan tabia wanita. (Fathul Bari,
9/405)
Ketika Nabi Shallallahu alaihi wasallam berada di rumah seorang
istrinya, salah seorang ummahatul mukminin (istri beliau yang lain)
mengirimkan sepiring makanan untuk beliau. Melihat hal itu, istri
yang Nabi n sedang berdiam di rumahnya memukul tangan pelayan
yang membawa makanan tersebut, hingga jatuhlah piring itu dan
terbelah. Nabi Shallallahu alaihi wasallam pun mengumpulkan
belahan piring tersebut, kemudian mengumpulkan makanan yang
berserakan, lalu beliau letakkan di atas piring yang terbelah seraya
berkata, Ibu kalian sedang cemburu. Beliau lalu menahan pelayan
tersebut hingga diberikan kepadanya ganti berupa piring yang
masih utuh milik istri yang memecahkannya, sementara piring yang
Page 33

pecah disimpan di tempatnya. (HR. al-Bukhari no. 5225)


Hadits ini menunjukkan, perempuan yang sedang cemburu tidaklah
diberi hukuman atas perbuatan yang dia lakukan tatkala api
cemburu berkobar. Sebab, dalam keadaan demikian, akalnya
tertutup disebabkan kemarahan yang sangat. (Fathul Bari, 9/403)
Namun, apabila cemburu itu mengantarkan kepada perbuatan yang
diharamkan seperti ghibah, Rasulullah n tidak membiarkannya.
Suatu saat Aisyah radhiyallahu anha berkata kepada beliau,
Wahai Rasulullah, cukuplah bagimu Shafiyah,dia itu begini dan
begitu.
Salah seorang rawi hadits ini mengatakan bahwa yang dimaksud
Aisyah adalah Shafiyah itu pendek. Mendengar hal tersebut,
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Aisyah,
U
X s
X Tw
S ]X z
z }a X
Sungguh, engkau telah mengucapkan satu kata yang seandainya
dicampur dengan air lautan niscaya akan dapat mencampurinya.
(HR. Abu Dawud no. 4875, dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan
Abi Dawud)
Ada lagi kisah lainnya. Ketika sampai berita kepada Shafiyah bintu
Huyai radhiyallahu anha bahwa Hafshah bintu Umar radhiyallahu
anhuma mencelanya dengan mengatakan bahwa dirinya putri
Yahudi, ia menangis. Bersamaan dengan itu, Nabi Shallallahu
alaihi wasallam masuk menemuinya dan mendapatinya sedang
menangis. Beliau pun bertanya,
Apa yang membuatmu menangis? Shafiyah menjawab, Hafshah
mencelaku dengan mengatakan aku putri Yahudi. Nabi Shallallahu
alaihi wasallam berkata menghiburnya, Sesungguhnya engkau
adalah putri seorang nabi, pamanmu adalah seorang nabi, dan
Majalah Asy Syariah Edisi 85

engkau adalah istri seorang nabi. Bagaimana bisa dia


membanggakan dirinya di hadapanmu? Kemudian beliau
menasihati Hafshah, Bertakwalah kepada Allah Subhanahu
wataala, wahai Hafshah! (HR. at-Tirmidzi no. 3894, dinyatakan
sahih dalam Shahih Sunan Tirmidzi dan al-Misykat no. 3894)
Suatu ketika, di malam giliran Aisyah, Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam meletakkan selendangnya, melepas kedua sandalnya,
dan meletakkannya di sisi kedua kakinya. Beliau lalu
membentangkan ujung sarungnya di atas tempat tidurnya. Setelah
itu, beliau pun berbaring. Tidak berapa lama, beliau bangkit dan
mengambil selendangnya dengan perlahan, lalu mengenakan
sandalnya dengan perlahan agar tidak mengusik tidur Aisyah.
Beliau Shallallahu alaihi wasallam kemudian membuka pintu dan
keluar dari kamar Aisyah. Setelah itu, pintu ditutup kembali dengan
perlahan. Aisyah yang ketika itu disangka telah lelap dalam
tidurnya, ternyata melihat apa yang diperbuat oleh suaminya. Ia
pun bangki mengenakan pakaian dan kerudungnya.
Untuk selanjutnya, kita dengar penuturan Aisyah, Kemudian aku
mengikuti beliau hingga beliau sampai di permakaman Baqi. Beliau
berdiri lama, lalu mengangkat kedua tangannya sebanyak tiga kali.
Kemudian beliau berbalik, aku pun berbalik. Beliau bersegera, aku
pun bersegera. Beliau berlari kecil, aku pun berlari kecil. Beliau
berlari lebih cepat, aku pun melakukan yang sama, hingga aku
dapat mendahului beliau lalu segera masuk ke dalam rumah.
Belum lama aku membaringkan tubuhku, beliau masuk. Melihat
keadaanku beliau pun berkata, Ada apa dengan dirimu
wahaiAisyah, kulihat napasmu memburu? Aku menjawab, Tidak
ada apa-apa. Beliau berkata, Beri tahu aku, atau Allah
Subhanahu wataalayang akan mengabarkan kepadaku. Aku pun
menceritakan apa yang baru berlangsung. Mendengar ceritaku,
beliau berkata, Berarti engkau adalah sosok yang akulihat di
Page 34

hadapanku tadi? Aku menjawab, Iya. Beliau mendorong dadaku


dengan kuat hingga membuatku kesakitan. Kemudian beliau
bersabda, Apakah engkau menyangka Allah Subhanahu wataala
dan Rasul- Nya akan berbuat tidak adil terhadapmu4?
Aisyah berkata, Bagaimana pun manusia menyembunyikannya,
niscaya Allah mengetahuinya. Memang, semula aku menyangka
demikian. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjelaskan,
Jibril datang menemuiku saat itu. Dia memanggilku, aku pun
menyembunyikannya darimu. Aku penuhi panggilannya. Jibril tidak
mungkin masuk ke kamar ini, sedangkan engkau telah membuka
pakaianmu. Tadi aku menyangka engkau sudah tidur sehingga aku
tidak ingin membangunkan tidurmu, karena khawatir engkau akan
merasa sendirian (dalam sepi) dalam kegelapan malam.
Jibril berkata kepadaku saat itu, Sesungguhnya Rabbmu
memerintahkanmu untuk mendatangi permakaman Baqi guna
memintakan ampun bagi penghuninya. (HR. Muslim no. 974)
Pernah juga suatu malam, Aisyah x merasa kehilangan Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam. Ia pun kemudian meraba-raba mencari
beliau. Ia menyangka beliau pergi ke rumah istri yang lain. Ternyata
Aisyah mendapatkan beliau sedang ruku atau sujud seraya
berdoa,

t
c X

} s
w
t Ts

Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu, tidak ada sesembahan


yang benar selain-Mu.
Aisyah pun berkata, Sungguh, aku berada dalam satu keadaan,
sementara engkau berada dalam keadaan yang lain. (HR. Muslim
no. 485)

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Kebiasaan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam apabila hendak


bepergian (safar) adalah mengundi di antara istri-istrinya, siapa
yang diajak dalam safar tersebut. Suatu ketika, jatuhlah undian
kepada Aisyah dan Hafshah radhiyallahu anha. Keduanya pun
dibawa oleh Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Dalam safar
tersebut, apabila malam telah menjelang, Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam berjalan bersisian dengan unta yang ditunggangi
Aisyah x (yang berada di dalam sekedup/semacam tandu yang
diletakkan di atas unta, sehingga tidak terlihat orang-orang di
sekitarnya) dan beliau berbincang bersamanya. Suatu ketika,
Hafshah radhiyallahu anha berkata kepada Aisyah radhiyallahu
anha, Tidakkah engkau mau menaiki untaku malam ini dan aku
menaiki untamu, hingga engkau bisa melihat dan aku bisa
melihat? Aisyah radhiyallahu anha menjawab, Iya. Lalu ia pun
menaiki unta Hafshah dan Hafshah menaiki untanya.
Datanglah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menuju unta
yang biasa dinaiki oleh Aisyah radhiyallahu anha tanpa
mengetahui bahwa yang ada di dalam sekedupnya adalah
Hafshah, bukan Aisyah radhiyallahu anhs. Beliau Shallallahu
alaihi wasallam mengucapkan salam, kemudian berjalan bersisian
dengan unta tersebut hingga mereka singgah di suatu tempat.
Aisyah merasa kehilangan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
pada malam itu. Ia pun cemburu, hingga ketika mereka berhenti
dan singgah di suatu tempat, Aisyah memasukkan kakinya ke
dalam rumputrumputan seraya berkata, Ya Rabbku, biarkanlah
seekor kalajengking atau ular menyengatku. Aku tidak sanggup
berkata apa-apa kepada Rasul-Mu. (HR. al- Bukhari no. 5211 dan
Muslim no. 2445)

Page 35

Cemburu Tidak Membuat Ibunda Kita Buta


Kisah-kisah cemburu di atas kitabawakan bukan untuk mencela
istri-istri Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Mereka adalah
perempuanperempuan yang paling mulia. Cukuplah bagi mereka
kemuliaan dengan Allah Subhanahu wataala memilih mereka
menjadi pendamping hidup Rasul-Nya yang mulia.
Jangan pula kisah mereka dijadikan dalil oleh para perempuan
sekarang untuk membenarkan tindakan salah mereka dengan dalih
cemburu, atau untuk menolak ucapan baik dari suami mereka
yang menasihati mereka dalammasalah cemburu dengan
mengatakan, Istri-istri Rasulullah juga cemburu dan berbuat ini dan
itu karena dorongan cemburunya. Memang benar mereka (istri-istri
Rasul Shallallahu alaihi wasallam) cemburu dan engkau pun
cemburu, namun kebaikan yang ada pada diri mereka tidak
didapatkan pada dirimu.
Ketahuilah, bagaimanapun cemburu yang ada di tengah mereka,
tidaklah membuat mereka menutup mata dari kebaikan yang ada
pada madu mereka dan tidak mengantarkan mereka untuk
membuat kedustaan guna menjatuhkan madu mereka.
Satu contoh, ketika peristiwa Ifk, Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam meminta pendapat Zainab bintu Jahsy radhiyallahu anha
salah seorang istri beliau, tentang diri Aisyah radhiyallahu anha.
Beliau Shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Zainab
radhiyallahu anha, Apa yang engkau ketahui tentang Aisyah dan
apa pendapatmu? Zainab radhiyallahu anha menjawab, Wahai
Rasulullah,aku menjaga pendengaranku danpenglihatanku. Demi
Allah, aku tidakmengetahui darinya selain kebaikan. (HR. alBukhari no. 4141)
Lihatlah kejujuran Zainab! Cemburunya kepada Aisyah tidak
Majalah Asy Syariah Edisi 85

membuatnya lupa akan kebaikan dan keutamaan Aisyah.


Demikian pula sebaliknya pada diri Aisyah, ia pernah memuji
Zainab, Aku belum pernah melihat seorang perempuan pun yang
paling baik agamanya daripada Zainab. Dia seorang yang bertakwa
kepada Allah Subhanahu wataala, paling jujur dalam ucapan,
paling menyambung hubungan silaturahmi, paling banyak
bersedekah, paling banyak mencurahkan kemampuannya untuk
bekerja lalu hasilnya ia sedekahkan dan digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wataala.
Padahal, Zainab inilah yang menyamai kedudukannya di sisi
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Dengarkan pula pujian
Aisyah terhadap Juwairiyah, salah seorang ummahatul mukminin,
Kami tidak pernah mengetahui ada seorang perempuan yang lebih
besar berkahnya terhadap kaumnya daripada Juwairiyah. (alIstiab, 4/1805)
Pujian ini dilontarkan oleh Aisyah ketika bani Mushthaliq, kaum
Juwairiyah, dibebaskan oleh kaum muslimin dari penawanan
karena pernikahan Rasulullah n dengan Juwairiyah. Pujian ini
dengan jujur diucapkan Aisyah. Padahal sebelumnya, Aisyah
cemburu pada Juwairiyah. Aisyah mengatakan, Juwairiyah adalah
perempuan yang berparas elok dan manis. Setiap orang yang
memandangnya pasti akan terpikat. Aku melihatnya dari balik pintu
saat menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam untuk
meminta tolong dalam hal pembebasan dirinya dari status tawanan
perang. Ketika itu aku tidak menyukainya, karena aku tahu
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam akan melihat keelokannya
sebagaimana yang aku lihat. (al-Istiab, 4/1804)
Demikian sedikit contoh dari kehidupan rumah tangga para istri
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa
kecemburuan tidaklah membutakan mereka dari kebenaran dan
melihat kenyataan. Semoga shalawat, salam, dan berkah Allah
Subhanahu wataala tercurahkan selalu bagi panutan umat dan
Page 36

kekasih-Nya, Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, dan semoga


Allah Subhanahu wataala meridhai istri-istri beliau yang mulia yang
menjadi teladan terbaik bagi para wanita umat ini.
Sekarang, coba kita lihat apa yang ada pada diri para perempuan
yang cemburu pada hari iniselain yang dirahmati dan
diselamatkan oleh Allah Subhanahu wataala! Sungguh, cemburu
telah membuat mereka buta. Mereka menjatuhkan kehormatan
perempuan yang mereka cemburui di hadapan suami mereka dan
orang lain. Bahkan, mereka menempuh cara-cara yang dilarang
oleh agama guna menyingkirkan perempuan yang membuat
panas hatinya karena cemburu. Wallahul mustaan.

Kajian Utama Aturan Dalam Poligami


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al Ustadz Muslim Abu Ishaq al Atsari
Ada beberapa aturan atau hukum yang diatur oleh syariat dalam
hal poligami, di antaranya:
1. Tidak boleh mengumpulkan dua perempuan bersaudara dalam
ikatan pernikahan.
Artinya, seorang lelaki tidak boleh menikahi seorang perempuan
kemudian menikahi lagi saudara perempuan istri, yakni iparnya.
Sama saja, apakah itu adik atau kakak ipar, sekandung, seayah,
atau seibu dengan istri, lalu keduanya dikumpulkan dalam
pernikahan (dijadikan madu satu dengan yang lainnya).
Ketika Allah Subhanahu wataala menyebutkan tentang
perempuan-perempuan yang haram dinikahi, termasuk yang haram
dilakukan adalah,

z
} TS TcX o
V U g
X o
V w ~]
b
Dan kalian mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara,
terkecuali apa yang telah lalu. (an-Nisa: 23)
Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu anha, seorang
ummul mukminin, pernah berkata kepada suaminya, Wahai
Rasulullah, nikahilah saudara perempuanku, putri Abu Sufyan.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjawab, Apakah kamu
menyenangi hal itu1? Iya. Toh, saya tidak sendirian sebagai
istrimu, saya dapati saya punya madu (istri-istrimu yang lain),
jawab Ummu Habibah. Aku suka saudara perempuanku ikut
menyertaiku dalam kebaikan.

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 37

perempuan, kakak perempuan, atau bibi istrinya.


Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, Sungguh hal itu
tidak halal bagiku. Ummu Habibah berkata lagi, Kami
membicarakan bahwa Anda ingin menikahi putri Abu Salamah.
Putri Ummu Salamah? tanya Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam meyakinkan. Iya, jawab Ummu Habibah. Rasulullah n
menjelaskan, Andainya pun ia bukan rabibahku (putri istriku) yang
dalam asuhanku, ia tetap tidak halal bagiku, karena ia adalah putri
dari saudara laki-lakiku sesusuan. Aku dan Abu Salamah pernah
disusui oleh Tsuwaibah (budak Abu Lahab). Janganlah kalian (para
istriku) menawarkan kepadaku (untuk kunikahi) putri-putri kalian
dan jangan pula saudara-saudara perempuan kalian. (HR. alBukhari no. 5101 dan Muslim no. 3571)
2. Tidak boleh mengumpulkan istri dengan bibinya, dari pihak ayah
ataupun ibu (ammah dan khalah) dalam pernikahan.
Berarti, tidak boleh setelah menikahi si istri lalu menikahi bibinya,
atau sebaliknya, menikah dulu dengan si bibi lalu menikahi
keponakannya. Demikian pendapat yang rajih, dan ini adalah
pendapat jumhur ulama (Fathul Bari, 9/202).

3. Boleh memberikan mahar yang berbeda antara satu istri dan istri
yang lain, baik dalam hal jumlah atau macamnya.
Dalilnya apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
dalam hal pemberian mahar pernikahannya dengan istri-istri beliau.
Beliau tidaklah menyamakan satu istri dengan istri yang lain. Ketika
menikahi Ummu Habibah radhiyallahu anha, Raja Najasyi
menyerahkan mahar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
sebesar empat ribu dirham5. (HR. Abu Dawud no. 2107,
dinyatakan sahih dalam Shahih Abi Dawud)
Anas bin Malik radhiyallahu anhu memberitakan bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam memerdekakan Shafiyah bintu Huyai
radhiyallahu
anha
dari
perbudakan
dan
menjadikan
kemerdekaannya sebagai maharnya. (HR. al-Bukhari no. 5086 dan
Muslim no. 3482)
4. Boleh menyelenggarakan walimah pernikahan dengan seorang
istri lebih meriah daripada walimah pernikahan dengan istri yang
lain.

Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata,


TU XTg Qz
X TU c
Qz
X
p k b Z
kc X Qt
Nabi Shallallahu alaihi wasallam melarang seorang perempuan
dinikahi setelah ammahnya dan seorang perempuan dinikahi
setelah memperistri khalahnya. (HR. al- Bukhari no. 5110 dan
Muslim no. 3429)
Yang haram hanyalah apabila mereka disatukan dalam pernikahan,
yakni dijadikan madu. Adapun apabila istrinya sudah meninggal
atau bercerai darinya, tidak apa-apa si suami menikahi adik
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Tsabit al-Bunani, seorang tabiin yang mulia dan murid Anas bin
Malik radhiyallahu anhu, mengatakan, Disebut-sebut tentang
pernikahan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan Zainab
bintu Jahsyin radhiyallahu anha di sisi Anas radhiyallahu anhu,
maka ia berkata, Aku tidak pernah melihat Nabi n
menyelenggarakan walimah pernikahan beliau dengan salah satu
dari istri-istri beliau melebihi walimah yang diadakannya saat
menikahi Zainab. (HR. al-Bukhari no. 5171 dan Muslim no. 3489)
Al-Kirmani mengatakan, bisa jadi, sebab Zainab radhiyallahu anha
dilebihkan dalam walimah daripada istri-istri beliau Shallallahu
Page 38

alaihi wasallam yang lain adalah sebagai tanda kesyukuran


kepada Allah Subhanahu wataala atas nikmat yang dilimpahkan
kepada beliau, yaitu AllahSubhanahu wataala menikahkan Zainab
dengan beliau lewat wahyu. (Fathul Bari, 9/296)
5. Setiap istri ditempatkan di rumah tersendiri karena demikianlah
yang dilakukan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Allah Subhanahu wataala menyatakan dalam al- Quran,
o
c p b ]Vw Z\

Tetaplah kalian (istri-istri Nabi) tinggal di rumah-rumah kalian. (alAhzab: 33)
Demikian pula ayat,
p s
X zcX
T oS o
c p b ]Vw Z\ QzU TS

Dan ingatlah apa yang dibacakan dalam rumah-rumah kalian dari
ayatayat Allah dan hikmah. (al-Ahzab: 34)

Saat sakit yang mengantarkan kepada kematian Rasulullah n,


beliau biasa bertanya, Di mana aku besok, di mana aku besok?
Beliau menginginkan tiba hari giliran Aisyah. Istri-istri beliau pun
mengizinkan beliau untuk berdiam di mana saja yang beliau
inginkan. Beliau pun tinggal di rumah Aisyah sampai meninggal di
sisi Aisyah. ( HR. al- Bukhari no. 5217)
Anas bin Malik radhiyallahu anhu menyampaikan, ketika Nabi
Shallallahu alaihi wasallam berada di rumah salah seorang istrinya,
istri beliau yang lain mengirimkan sepiring makanan untuk beliau.
Melihat hal itu, istri yang Nabi sedang berdiam di rumahnya
memukul tangan pelayan yang membawa makanan tersebut
hingga jatuhlah piring itu dan terbelah. Nabi Shallallahu alaihi
wasallam pun mengumpulkan belahan piring tersebut kemudian
mengumpulkan makanan yang berserakan, lalu beliau letakkan di
atas piring yang terbelah seraya berkata, Ibu kalian sedang
cemburu. Beliau lalu menahan pelayan tersebut hingga diberikan
kepadanya ganti berupa piring yang masih utuh milik istri yang
memecahkannya, sementara piring yang pecah disimpan di
tempatnya. (HR. al-Bukhari no. 5225)]

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wataala menyebutkan lafadz


buyut (bentuk jamak dari kata bait) yang bermakna rumah rumah,
yang berarti rumah Nabi n tidak hanya satu, tetapi berbilang.

Para istri sebaiknya ditempatkan di rumah tersendiri karena


berkumpulnya mereka rawan memunculkan kecemburuan dan
pertikaian. Dikhawatirkan saat suami menggauli salah satu istrinya,
istri yang lain akan melihatnya. Demikian kata al- Hasan al-Bashri
rahimahullah. (al-Mushannaf, Ibnu Abi Syaibah, 4/388)

Hadits hadits juga banyak menunjukkan bahwa Rasulullah


Shallallahu alaihi wasallam menempatkan istri-istri beliau dalam
rumah yang terpisah. Di antaranya hadits Aisyah berikut ini
radhiyallahu anha,

6. Boleh menempatkan istri-istri dalam satu rumah apabila mereka


ridha.

T } } ]
Tt o
}
Tt o
: V \
TS Xc
S Z\
`

T,

]

c
T }k

TS QcU
T
V w Z\
T p\ T
V

]p
X
\ .

Al-Imam Ibnu Qudamah t menerangkan, Tidak boleh seorang


suami mengumpulkan dua istri dalam satu tempat tinggal tanpa
keridhaan keduanya, baik istri muda maupun istri tua, karena
mudarat yang bisa muncul di antara keduanya, yaitu permusuhan

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 39

dan kecemburuan. Apabila keduanya


dikumpulkan akan mengobarkan pertikaian dan permusuhan. Yang
satu akan mendengar atau melihat ketika suaminya mendatangi
istri yang lain. Namun, jika kedua istri ridha, hal itu dibolehkan.
Sebab, hal itu menjadi hak keduanya dan mereka bisa
menggugurkannya. Demikian pula, apabila keduanya ridha suami
tidur di antara keduanya dalam satu selimut. Namun, apabila
keduanya ridha suami mencampuri salah satunya dan yang lainnya
menyaksikan, hal ini tidaklah diperbolehkan. Sebab, hal ini adalah
perbuatan yang rendah, tidak pantas, dan menjatuhkan
kehormatan. Karena itu, walaupun keduanya ridha, tetap tidak
diperkenankan. (al-Mughni, Kitab Isyratun Nisa, Fashl an
Yajmaa Baina Imraataihi fi Maskan Wahid)

yang ada. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sendiri membagi


giliran istri-istrinya sehari semalam, sebagaimana hadits Aisyah
radhiyallahu anha,

T~X TU zV X TS ] ~ S
k w ]

c V
TU zV X TS ] o
c k S S
n p X e `
a
T


]

T
X w ZU b ,Z
kc X
Beliau membagi giliran setiap istrinya sehari semalam, kecuali
Saudah bintu Zamah, ia telah menghadiahkan hari dan malamnya
untuk Aisyah guna mencari keridhaan Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam. (HR. al-Bukhari no. 2688)
Apabila seorang istri ditambah hari gilirannya, istri yang lain pun
ditambah, berdasar hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
yang menyatakan kepada Ummu Salamah radhiyallahu anha saat
pengantin barunya,

Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah juga menyatakan bolehnya


mengumpulkan istri dalam satu rumah apabila mereka ridha. (alJami li Ahkamil Quran, 14/140)

ZT`k X
~ c

X
~ c

X
~ c


7 . Seorang istri boleh mengirimkan hadiah kepada suaminya saat


si suami sedang berada di rumah istri yang lain.

Apabila engkau mau, aku akan mencukupkan tujuh hari


bersamamu. Namun, kalau aku memberikan waktu tujuh hari
denganmu, berarti aku juga memberikan tujuh hari untuk istri-istriku
yang lain. (HR. Muslim no. 3606)

Dalil kita adalah hadits Anas radhiyallahu anhu yang menyebutkan


tentang seorang ummul mukminin yang mengirimkan hadiah
sepiring makanan kepada Rasulullah n saat beliau berada di rumah
istri beliau yang lain, dan beliau tidak mengingkari perbuatan
tersebut.

Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata ketika menjelaskan


ucapan al-Khiraqi, Masalah: Sandaran pembagian giliran adalah
malam hari,

8. Suami harus berlaku adil dalam hal nafkah, pakaian, dan tempat
tinggal. Demikian pula dalam urusan mabit (bermalam), dijatahnya
istri-istrinya, malam dan siangnya dengan adil.
Suami bisa menggilir semalamsemalam, atau sesuai kesepakatan
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Tidak ada perselisihan dalam hal ini, karena waktu malam itu untuk
istirahat/menenangkan diri dan berdiam. Seseorang berdiam di
rumahnya pada waktu malam, menenangkan diri
dengan
keluarganya, dan biasanya tidur di tempat tidurnya bersama
istrinya. Adapun siang hari adalah waktu untuk mengurusi
penghidupan, keluar rumah, mencari rezeki, dan menyibukkan diri.
Page 40

Allah Subhanahu wataala berfirman,


Tkp

V zcX
~

Dan Dia menjadikan malam sebagai waktu ketenangan. (alAnam: 96)
TT~S Tkc X Tkz~
)( TTX
V zcX Tkz ~

Kami menjadikan malam sebagai pakaian dan siang untuk
mengurusi penghidupan. (an-Naba: 1011)

p
b ep zc~ X z
\ oS ]U U X V\ ]kp `
U X Tkc X
V zcX e p X
~
U
c oS
Termasuk rahmat-Nya, Dia menjadikan bagi kalian malam dan
siang agar kalian mendapatkan ketenangan di dalamnya (di waktu
malam) dan agar kalian bisa mencari sebagian keutamaan- Nya
(pada siang hari). (al-Qashash: 73)
Berdasarkan hal ini, seorang lelaki membagi giliran di antara
istrinya semalam demi semalam, sedangkan siang harinya ia
mengurusi pekerjaan, memenuhi hakhak manusia, dan melakukan
urusan mubah yang dia inginkan. Berbeda halnya apabila ia
termasuk orang yang bekerja di waktu malam, seperti penjaga
keamanan (satpam) dan yang semisalnya, ia menunaikan giliran
istri-istrinya di siang hari, sedangkan malam hari baginya seperti
siang bagi orang lain. (al- Mughni, Kitab Isyratun Nisa, Fashl atTaswiyah baina an-Nisa fin Nafaqah wal Kiswah)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, malam menjadi
sandaran giliran di saat seseorang bermukim. Adapun saat safar,
patokan giliran adalah saat singgah di suatu tempat. (Fathul Bari,
9/386)

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Namun, riwayat Aisyah radhiyallahu anha yang menyebutkan


Saudah menghadiahkan malam dan siangnya untuk Aisyah,
menunjukkan siang juga masuk dalam pembagian mengikuti
malam. Yang dimaksud dengan siang hari adalah hari yang
mengikuti malam yang sudah lewat. (al-Mughni, Kitab Isyratun
Nisa, fashl an-Nahar Yadkhulu fil Qism Tabaan Lil lail)
9. Istri yang sedang haid, nifas, atau sakit juga tetap mendapat
pembagian giliran.
Demikian yang dinyatakan oleh ats-Tsauri, asy-Syafii, dan ashabur
rayi, sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Qudamah ( al-Mughni,
Kitab Isyratun Nisa, fashl Yuqsamu lil Maridhah).
Al-Qurthubi rahimahullah juga menyatakan demikian. (al-Jami li
Ahkamil Quran, 14/139)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tetap bermalam di rumah
istri beliau yang haid dan tidur bersamanya. Kata Aisyah
radhiyallahu anha, Apabila salah seorang dari kami haid dan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ingin bercampur (selain
jima) dengannya, beliau perintahkan si istri untuk bersarung
(menutupi tubuh bagian bawah), lalu beliau pun mencampurinya.
Kata Aisyah, Siapa di antara kalian yang mampu menahan
nafsunya sebagaimana Nabi Shallallahu alaihi wasallam mampu
menguasainya? (HR. al-Bukhari no. 302 dan Muslim no. 677)
Maimunah radhiyallahu anha pun memberitakan sebagaimana
yang dikabarkan oleh Aisyah x. (HR. al-Bukhari no. 303 dan Muslim
no. 678)
Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, Wajib bagi suami
berlaku adil di antara istri-istrinya. Setiap istri berhak mendapatkan
giliran sehari semalam. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Page 41

Sebagian ulama berpendapat, giliran hanya wajib pada malam hari,


tidak pada siang hari. Hak istri tidak gugur pada saat sakit dan haid.
Suami harus berada di samping istrinya pada hari gilirannya dan
malamnya. Wajib bagi suami berlaku adil di antara para istri di saat
sakit (suami) sebagaimana yang ia lakukan di saat sehatnya. Lain
halnya jika ia tidak kuasa untuk bergerak, maka ia tinggal di rumah
istrinya tempat ia jatuh sakit (yang membuatnya tidak bisa
bergerak/ sakit parah) di situ. Apabila telah sehat, ia memulai lagi
giliran yang baru. (al- Jami li Ahkamil Quran, 14/139)
10. Bermalam di samping seorang istri tidak berarti harus jima
dengannya.
Yang penting, si suami bermalam di rumah istri tersebut, maka hal
tersebut sudah mencukupi. Namun, tentu disenangi apabila suami
tidak menyia-nyiakan istrinya. (al-Minhaj, 9/288)
1 1 . Suami tidak wajib menyamakan istri-istrinya dalam hal cinta,
kecondongan hati, dan jima. Namun, apabila suami bisa
menyamakan, hal itu baik dalam tinjauan keadilan. Kalaupun tidak,
tidak ada dosa bagi suami.
12. Tidak boleh mendahulukan satu istri selain dalam hal awal
mendapatkan giliran sehingga dilakukan undian, kecuali apabila
para istri ridha mengikuti kehendak suami, siapa istri yang digilirnya
terlebih dahulu.
Disebutkan dalam al-Majmu, (18/110), Apabila suami hendak
membagi giliran (di antara para istrinya) ia tidak boleh memulai dari
salah seorang istri tanpa keridhaan istri-istri yang lain, kecuali
dengan undian. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
bersabda,

Siapa yang memiliki dua istri lalu condong kepada salah seorang
dari keduanya (berlaku tidak adil), maka ia akan datang pada hari
kiamat dalam keadaan sebelah tubuhnya miring. (HR. Abu Dawud
no. 2133, an-Nasai no. 3942, dinyatakan sahih dalam Shahih Abi
Dawud, Shahih an-Nasai, dan Irwaul Ghalil no. 2017)
Selain itu, memulai dari salah seorang istri tanpa melakukan undian
akan mengundang perasaan tidak suka/iri. Apabila ia
mengutamakan satu istrinya dalam hal giliran baik dengan undian
maupun tidak, ia wajib mengqadha (menggantinya) untuk istri-istri
yang lain. Sebab, kalau ia tidak qadha berarti ia telah
condong/melebihkan salah seorang istrinya dari yang lain sehingga
ia masuk dalam ancaman yang disebutkan dalam hadits.
13. Saat giliran seorang istri, maka pada malam hari suami tidak
boleh pergi ke rumah istrinya yang lain kecuali karena suatu
keperluan yang darurat. Apabila sampai suami melakukannya, hal
itu adalah pelanggaran terhadap sikap adil.
Dalilnya adalah kisah malam giliran Aisyah radhiyallahu anha,
ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meninggalkan Aisyah
untuk memenuhi ajakan Jibril ziarah ke Baqi, namun disangka
oleh Aisyah hendak ke tempat istri yang lain. Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam ketika itu menyatakan, Apakah engkau
menyangka Allah Subhanahu wataala dan Rasul-Nya akan berbuat
tidak adil terhadapmu7? (HR. Muslim no. 974)
Darurat yang dimaksud contohnya sakit, atau si madu
dikhawatirkan meninggal, atau ia dipaksa oleh penguasa untuk ke
tempat madu istrinya. Apabila demikian, ia boleh keluar dan wajib
baginya mengqadha waktu yang terpotong dari istri yang punya hak
giliran. (al- Majmu, 18/119)

TS a
S TVa X ] T T}
QX
T\
Tb S X t T oS
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 42

14. Boleh para istri berkumpul di malam hari di rumah istri yang
sedang mendapatkan giliran untuk bercerita atau berbincangbincang sampai datang waktu tidur, kemudian masing-masing
pulang ke rumah mereka. (Zadul Maad, 4/20)
Hal ini dilakukan oleh istri-istri Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu anha,
TV b ZUXc
V w Z\ zV X
c o
~ U
o
c p \

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dahulu tidak mengutamakan


sebagian kami dari yang lain dalam hal berdiamnya beliau di sisi
kami saat pembagian giliran. Hampir setiap hari beliau berkeliling
ke tempat kami seluruhnya, lalu beliau mendekati setiap istrinya
tanpa melakukan jima. Tatkala beliau sampai ke rumah istri yang
mendapat giliran hari itu, beliau pun bermalam di rumahnya. (HR.
Abu Dawud no. 2135, hadits ini hasan sahih sebagaimana dalam
Shahih Abi Dawud)

Mereka (para istri Nabi) berkumpul setiap malam di rumah istri


yang didatangi oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. (HR.
Muslim no. 3613)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, boleh bagi suami


untuk masuk menemui istri-istrinya seluruhnya pada hari giliran
salah seorang dari mereka, tetapi ia tidak boleh menggauli istri
yang bukan hari gilirannya. (Zadul Maad, 4/20)

15. Hukum asalnya dan yang lebih utama, suami menggilir


istriistrinya dengan mendatangi mereka di rumah masing-masing,
sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam.

Al-Imam ash-Shanani rahimahullah juga menyatakan demikian.


Jadi, suami dibolehkan bermesraan, menyentuh/ meraba, dan
mencium istri yang bukan gilirannya (asal bukan jima). (Subulus
Salam, 6/145)

Hal ini lebih bagus dari sisi pergaulan suami istri, lebih menjaga
istri, dan lebih menutupinya. Namun, apabila suami memiliki tempat
atau kamar khusus, kemudian memanggil istri yang sedang
memperoleh giliran ke tempatnya, hal itu dibolehkan. Sebab,
memindahkan istri ke mana saja yang ia inginkan adalah hak
suami, dan sudah menjadi kewajiban bagi istri untuk mengikuti
suaminya. (al-Mughni, Kitab Isyratun Nisa, fashl Al-Aula an
Yakuna li Kulli Wahidah min hunna Maskan, dan al- Minhaj,
10/289)

17. Seorang istri boleh


madunya.

16. Tidak boleh menggauli istri yang bukan gilirannya kecuali


dengan keridhaan istri yang sedang memperoleh giliran.
Aisyah radhiyallahu anha menyampaikan kepadakeponakannya,
Urwah bin az-Zubair, Wahai anak saudara perempuanku!
Majalah Asy Syariah Edisi 85

menghadiahkan gilirannya kepada

Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Saudah bintu Zamah


radhiyallahu anha yang memberikan hari dan malamnya untuk
Aisyah radhiyallahu anha. (HR. al-Bukhari no. 2688 dari Aisyah
radhiyallahu anha)
18. Mengundi para istri apabila ada yang hendak dibawa safar.
Walaupun dalam masalah ini adaperbedaan pendapat, antara
yang mengatakan wajib diundi, seperti al-Imam asy-Syafii
rahimahullah, dan yang berpendapat tidak wajib (Subulus Salam
6/146)9, namun Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
melakukannya. Apabila ingin safar, beliau n mengundi di antara istri
Page 43

istrinya. Siapa di antara mereka yang keluar undiannya, beliau


membawanya dalam safar. (HR. al- Bukhari no. 2688 dari Aisyah
radhiyallahu anha)
Ibnu Hazm rahimahullah berkata, Suami tidak boleh
mengkhususkan salah seorang istrinya untuk safar bersamanya
kecuali dengan undian. (al-Muhalla, 10/63)
Setelah pulang dari safar yang sebelumnya dilakukan undian untuk
menentukan istri mana yang akan diajak, si suami tidak
mengqadha giliran untuk istri yang tidak diajak safar.
Demikian pendapat kebanyakan ulama. Mereka berdalil bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tidak melakukannya. AlImam Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan alasan seperti itu
dalam Zadul Maad.
Adapun kalau safarnya tanpa undian, dibawa siapa saja dari istri
yang diinginkan oleh suami, Ibnul Qayyim rahimahullah
membawakan tiga pendapat, apakah suami harus mengqadha
untuk istri yang tidak diajak safar ataukah tidak.




Tidak mengqadha, sama saja dilakukan undian atau tanpa


undian. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan al-Imam Malik.
Diqadha untuk istri-istri yang ditinggal dan tidak diajak safar,
sama saja apakah dilakukan undian atau tidak. Ini adalah
mazhab Zhahiri.
Kalau dilakukan undian, suami tidak mengqadha; apabila
tanpa undian, suami harus mengqadha. Ini adalah pendapat
al-Imam Ahmad dan asy- Syafii. Wallahu alam. (Zadul
Maad, 4/20)

19. Seorang perempuan dibenci memanas-manasi madunya


dengan apa yang tidak ada padanya.
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Ketika ada seorang perempuan berkata, Wahai Rasulullah, saya


memiliki madu. Apakah saya berdosa apabila saya mengatakan
kepadanya bahwa saya diberikan harta ini-itu dari suamiku,
padahal sebenarnya suamiku tidak memberikannya? Rasulullah
rahimahullah menjawab,
Zw ]{
w

~ eX Tw n
U X
Orang yang berhias-hias (mengakungaku) dengan apa yang tidak
diberikan kepadanya seperti orang yang memakai dua pakaian
kedustaan. (HR. al- Bukhari no. 5219 dan Muslim no. 5549 dari
Asma radhiyallahu anha)
Biasanya, perempuan melakukannya karena ingin membuat marah
atau memanas-manasi madunya (Fathul Bari, 9/394 ).
Perbuatan seperti ini jelas tercela Ibnu Qudamah rahimahullah
mengatakan, Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat
di antara ulama tentang tidak wajibnya membagi sama rata di
antara para istri dalam urusan jima (berhubungan badan).
Mampu Bersikap Adil Adalah Nikmat Menikah lebih dari satu istri
bagi yang mampu adalah sebuah kelebihan. Namun, hal itu
haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu disertai kewajiban
menghindari sikap-sikap yang tercela. Ia harus mengedepankan
sikap adil dan menjauhi bentuk-bentuk kezaliman.
Al Imam Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, Nikmat Allah
Subhanahu wataala terbesar kepada seorang hamba adalah
dimudahkan untuk memiliki sikap adil dan cinta kepada keadilan,
serta dimudahkan untuk berada di atas kebenaran dan cinta
kepada kebenaran. (Mudawatun Nufus hlm. 90) Semoga Allah l
memudahkan setiap hamba yang berusaha menegakkan sunnah
Nabi-Nya. Wallahul muwaffiq.
Page 44

Kajian Utama Saat Suami Menikah Lagi


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al Ustadz Muslim Abu Ishaq al Atsari
Para wanita calon penghuni surga, wanita yang paling mulia dan
utama, istri dari manusia yang paling mulia dan utama. Merekalah
ummahatul mukminin, teladan setiap wanita pecinta akhirat.
Gambaran akhlak mereka kala suami tercinta menjadi pengantin
baru bisa kita lihat dari hadits berikut ini. Anas radhiyallahu anhu
menceritakan,

QX
g
ec { Ts
X g

TckX
\
s


k w
k w Qkw o
V


]
e X

]
} V z
o
z`
o
c X ]
} o
c V z
e z`
V \ Tkw s
V
k
t T T o
V k S X
TSc
X.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengadakan walimah saat
pernikahannya dengan Zainab bintu Jahsy radhiyallahu anha.
Beliau mengenyangkan orang-orang yang hadir dengan roti dan
daging. Kemudian beliau keluar menuju bilik-bilik ummahatul
mukminin sebagaimana kebiasaan beliau di pagi hari dari malam
pengantin beliau. Beliau mengucapkan salam kepada mereka dan
mendoakan mereka. Para istri beliau pun membalas salam beliau
dan mendoakan kebaikan untuk beliau. (HR. al-Bukhari no.
4794)
Dalam sebuah riwayat al-Bukhari (no. 4793) disebutkan,

V z
:XTa\ .


V X
ep V z

`
c X :
Ta\
T

QX
z_
t T\ Z
kc X

\
T o
c X
]a o
c zn T`t

ca U \ .
X

Tw z
}

V

`
c X

T XT T X o
z a
T~X
]a .
Nabi Shallallahu alaihi wasallam keluar dari tempat
pengantinannya dengan Zainab radhiyallahu anha menuju bilik
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Aisyah radhiyallahu anha seraya berkata, Assalamu alaikum wa


rahmatullah, wahai istriku! Aisyah menjawab, Wa alaikas salam
wa rahmatullah. Bagaimana istri Anda? Semoga Allah memberkahi
Anda. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendatangi satu
persatu seluruh bilik istrinya, mengucapkan seperti yang beliau
ucapan kepada Aisyah dan semua mereka berucap sebagaimana
ucapan Aisyah.
Betapa indah akhlak Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan istri-istri
beliau Shallallahu alaihi wasallam. Saat beroleh istri yang baru dan
menikmati bulan madunya, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
tidak melupakan istriistri yang lain. Di pagi hari dari malam
pengantinnya, beliau menyempatkan menjenguk istri-istrinya,
mengucapkan salam keberkahan, dan melantunkan doa kebaikan
untuk mereka, sehingga mereka merasakan bahwa suami mereka
tetap memberikan perhatian dan tidak melupakan mereka meski
baru saja beroleh istri yang baru.
Kebagusan akhlak sang suami dibalas dengan keindahan pula oleh
para istri beliau. Tidak ada kemarahan yang dimuntahkan dan
kebencian yang ditumpahkan, yang ada hanya senyuman manis
dan kata-kata indah nan memikat, Bagaimana istri barumu?
Semoga Allah Subhanahu wataala memberikan keberkahan
kepadamu, wahai suamiku. Benar-benar menyejukkan hati.
Lama Suami Berdiam Bersama Istri Barunya Syariat Islam telah
menetapkan jangka waktu suami menemani istri barunya untuk
tujuan pendekatan, mengenal lebih jauh, menghilangkan kekakuan,
merekatkan cinta, dan lain sebagainya, sehingga mendapatkan istri
baru tidak berarti si suami terus bersamanya.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata,
T{
{ T }k
T
Vn lc X
c b T~
T }k
T p X c b kc `
X
Page 45

Yang (diajarkan dalam) sunnah, apabila seorang lelaki menikahi


gadis sedangkan ia sudah memiliki istri, ia tinggal bersamanya
selama tujuh hari/ malam. Apabila ia menikahi janda sedangkan ia
punya istri yang lain, ia tinggal di sisi istri barunya yang janda
tersebut selama tiga hari. (HR. al- Bukhari no. 5213 dan Muslim
no. 3611)
Setelah itu, dia membagi giliran (di antara istri-istrinya). (HR. alBukhari no. 5214)
Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menikah dengan
Ummu Salamah radhiyallahu anha, beliau tinggal di sisinya selama
tiga hari. Ketika beliau hendak meninggalkannya menuju istri beliau
yang lain, Ummu Salamah memegang pakaian beliau, maka
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memberikan pilihan,

atau ia tinggal selama tiga hari bersama si istri dan waktu tiga hari
itu tidak dihitung (setelah tiga hari, baru perhitungan giliran dengan
istri-istri yang lain dimulai). Ini adalah pendapatkebanyakan para
ulama.
AlImam anNawawi rahimahullah menyatakan, hadits ini
menunjukkan bahwa istri yang baru dinikahi diutamakan daripada
yang lainnya (istri lama). Apabila ia gadis, haknya adalah tujuh hari
tujuh malam tanpa qadha. Apabila janda, ia diberi pilihan. Apabila
ia menginginkan tujuh hari, berarti tujuh hari ini akan diqadha untuk
istri-istri yang lain.

ZT`k X
~ c

X
~ c
X
~ c


Namun, apabila ia mau, tiga hari tidak akan ada qadha. Ini adalah
mazhab al-Imam asy- Syafii dan pendapat al-Imam Malik, Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur, Ibnu Jarir, dan jumhur ulama. Abu Hanifah, alHakam, dan Hammad mengatakan, Wajib qadha untuk seluruhnya
pada janda dan gadis, berdalil dengan zahir nash yang menyuruh
berlaku adil di antara para istri.

Apabila engkau mau, aku akan menggenapkan tujuh hari


bersamamu. Namun, kalau aku memberikan waktu tujuh hari
denganmu, berarti aku juga harus memberikan tujuh hari untuk istriistriku yang lain.(HR. Muslim no. 3606)

Adapun argumen al-Imam asy- Syafii (dan yang lainnya dari


kalangan jumhur, -pent.), hadits-hadits tersebut mengkhususkan
zahir nash yang umum yang memerintahkan berlaku adil. (alMinhaj, 9/286)

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zadul Maad (4/19) mengatakan,


Ketetapan ini mengandung beberapa hal, di antaranya adalah
wajib membagi giliran dari awalnya, yaitu ketika seorang lelaki
menikahi seorang gadis sementara dia sudah memiliki istri yang
lain, ia tinggal di sisi istri barunya selama tujuh hari; setelah itu ia
menyamakan giliran di antara kedua istrinya.

Waktu tiga atau tujuh hari tersebut harus berturut-turut, tidak boleh
terpotong. Seandainya terpotong maka waktu yang terpotong itu
tidak terhitung2. (Fathul Bari, 9/392)

Apabila yang dinikahinya adalah seorang janda, ia memberikan


pilihan kepada si istri: waktu tujuh hari berdiam bersamanya
kemudian ia mengqadha waktu tersebut untuk istri-istri yang lain,
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Tidak Boleh Mempersyaratkan Dicerainya Istri yang Lain


Ada wanita yang bersedia dinikahi oleh seorang lelaki yang telah
beristri dengan syarat si lelaki menceraikan istrinya yang lama.
Persyaratan seperti ini dilarang dalam syariat karena Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Page 46

TX } TS T X Tct| \ p k U X TU f s


f U `
U X TU g

r

`
b S TX
s

Tidak boleh seorang wanita meminta seorang lelaki agar


menceraikan saudarinya4 agar ia bisa memenuhi piringnya sendiri
dan mengosongkan yang lain.5 Hendaknya ia menikah saja karena
ia hanya beroleh apa yang telah ditetapkan/ditakdirkan untuknya.
(HR. al-Bukhari no. 5152 dan Muslim)
Ini adalah persyaratan yang tidak halal dalam pernikahan. Ibnu
Masud radhiyallahu anhu berkata, Tidak boleh seorang wanita
mempersyaratkan (ketika ia hendak dinikahi oleh seorang lelaki
yang telah beristri) agar saudarinya tersebut dicerai. (Diriwayatkan
al-Bukhari secara muallaq, Kitab an-Nikah, bab asy-Syuruth alLati La Tahillu fin Nikah)
Hadits ini berisi larangan bagi wanita ajnabiyah untuk meminta
seorang lelaki menceraikan istrinya, baru kemudian menikahinya
sehingga beralihlah nafkah suami, pergaulannya, dan hal-hal
lainnya hanya kepadanya. (Fathul Bari, 9/274)
Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah menyatakan, saudarinya
yang disebut dalam hadits adalah madunya. Jadi, tidak pantas
seorang istri meminta suaminya menceraikan madunya sehingga
tinggallah dia sendiri (tanpa pesaing). (Fathul Bari 9/275, Tuhfatul
Ahwadzi, Kitab ath-Thalaq wal Lian, bab Ma Jaa La Tasalu alMarah Thalaqa Ukhtiha) Wallahu taala alam bish-shawab.

Hadist Bersikaplah Adil, Wahai Suami!


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al-Ustadz Mukhtar bin Rifai
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam, bersabda,
TS a
S TVa X ] T T}
QX
T\
Tb S X
T oS
Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung
kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang
dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.
Takhrij Hadits Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2133),
an-Nasai (2/157), Tirmidzi (1/213), ad-Darimi (2/143), Ibnu Majah
(1969), Ibnu Abi Syaibah (2/66/7), Ibnul Jarud (no. 722), Ibnu
Hibban (no. 1307), al-Hakim (2/186), al-Baihaqi (7/297), athThayalisi (no. 2454), dan Ahmad (2/347, 471) melalui jalur
Hammam bin Yahya, dari Qatadah, dari an-Nadhr bin Anas, dari
Basyir bin Nuhaik, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhuma.
Di dalam Sunan at-Tirmidzi, hadits di atas diriwayatkan dengan
lafadz,

T a
S TVa X ] T T k Vw ~ }ez\
Tb S

c X } k

T
Apabila seorang laki-laki memiliki dua istri namun tidak berlaku adil
di antara keduanya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam
keadaan sebagian tubuhnya miring.
Asy-Syaikh al-Albani mengatakan, Al-Hakim menghukumi hadits
ini sahih berdasarkan syarat asy-Syaikhain (al-Bukhari & Muslim).
Adz-Dzahabi dan Ibnu Daqiqil Ied sepakat dengan al-Hakim,

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 47

sebagaimana dinukilkan oleh al-Hafizh dalam at-Talkhis (3/201)


dan beliau pun menyepakatinya.
Al-Hafizh t menambahkan bahwa al-Imam at-Tirmidzi menghukumi
hadits ini gharib padahal beliau sendiri menyatakannya sahih.
Abdul Haq mengatakan, Hadits ini tsabit, namun ada cacatnya,
yaitu Hammam sendirian meriwayatkannya.
Asy-Syaikh al-Albani mengatakan, Cacat semacam ini tidak
membuat hadits menjadi lemah. Oleh karena itu, para ulama
secara berturut-turut menyatakannya sahih. (Silsilah ashShahihah no. 2017, al-Albani)
Islam Menjunjung Nilai-Nilai Keadilan
Islam sangat menjunjung nilai-nilai keadilan. Bahkan, keadilan
menjadi salah satu pilar penting bagi seorang hamba untuk
mewujudkan bangunan Islam. Sikap adil, menurut asy-Syaikh
Abdurrahman as-Sadi rahimahullah, adalah menunaikan hak-hak
yang wajib dan memenuhi hak bagi yang memilikinya.
Ada juga yang memaknai adil sebagai sikap menentukan hukum
sesuai dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam,, bukan semata-mata berdasarkan akal pikiran. Dalam
memutuskan perkara, keadilan mesti menjadi landasan berpijak.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu menceritakan bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam, bersabda,
]X}
T\ eU p

Apabila kalian memutuskan hukum maka bersikaplah adil!
(Dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah [no. 469])
Bahkan, bagi orang tua, sikap adil haruslah mendasari setiap
Majalah Asy Syariah Edisi 85

perhatian kepada anaknya. Numan bin Basyir radhiyallahu anhu


pernah bercerita, Aku pernah diberi sesuatu oleh ayahku. Amrah
bintu Rawahah (ibunya) lantas berkata (kepada ayahku), Aku tidak
rela (dengan pemberian ini) sampai engkau meminta persaksian
dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,. Lantas ayahku
menemui
Rasulullah
Shallallahu
alaihi
wasallam,
dan
menyampaikan, Sesungguhnya aku memberi sesuatu kepada
salah seorang anakku, anak dari Amrah bintu Rawahah.
Amrah menuntutku untuk meminta Anda sebagai saksi, wahai
Rasulullah. Rasulullah bertanya, Apakah engkau memberi seluruh
anakmu seperti yang engkau berikan kepada anak itu? Ayahku
menjawab, Tidak. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
bersabda,
e TX o
V w ]X}

] abcT\
Bertakwalah kalian kepada Allah dan bersikaplah adil di antara
anakanak kalian! Akhirnya ayahku pulang dan mengambil kembali
pemberian itu. (HR. Bukhari 5/2587)
Mengenai bentuk-bentuk keadilan, asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih al- Utsaimin rahimahullah pernah menjelaskannya
berkenaan dengan ayat Allah Subhanahu wataala di dalam surat
an-Nahl, yaitu firman-Nya,
ep
~ Z
X p kX Ts
f X o

Q k Qw a X TU
T`
| X
}~ X Tw S zcX
c

c b ep zc~ X
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat
kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(anNahl: 90)
Page 48

Beliau rahimahullah menerangkan , Kewajiban hamba adalah


bersikap adil terhadap diri sendiri, keluarga, dan orangorang yang
berada di bawah tanggung jawabnya. Bersikap adil terhadap diri
sendiri artinya tidak memaksakan diri untuk melakukan hal-hal yang
tidak diperintahkan oleh Allah Subhanahu wataala.
Bahkan, ia pun harus memerhatikan diri sendiri saat melakukan
kebaikan, dengan cara tidak melakukannya melebihi batas
kemampuan. Oleh sebab itu, saat Abdullah bin Amr bin al-Ash
radhiyallahu anhuma menyatakan, Aku akan berpuasa terus dan
tidak akan berbuka. Aku akan shalat malam terus dan tidak akan
tidur, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, memanggilnya dan
melarang hal itu. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Sesungguhnya dirimu sendiri memiliki hak, Rabbmu juga memiliki
hak, dan keluargamu pun memiliki hak. Maka dari itu, berikanlah
hak masing-masing.
Demikian juga seorang suami, ia harus bersikap adil di tengahtengah keluarga. Siapa saja yang memiliki lebih dari satu istri, ia
harus bersikap adil di antara para istrinya. Sebab, seorang suami
yang lebih cenderung kepada salah satu istri, ia akan datang pada
hari kiamat dalam keadaan miring sebelah tubuhnya.
Sikap adil juga wajib diwujudkan di antara anak-anak. Jika Anda
memberi satu real kepada salah seorang di antara mereka, berikan
juga senilai itu kepada yang lain. Jika engkau memberi dua real
kepada anak laki-laki, berikanlah satu real kepada anak
perempuan. Jika engkau memberikan satu real kepada anak lakilaki, berikanlah setengah real kepada anak perempuan.
Bahkan, ulama salaf memerhatikan sikap adil di antara anak-anak
dalam hal ciuman. Jika ia mencium anaknya yang masih kecil
Majalah Asy Syariah Edisi 85

sementara kakaknya ada di situ, ia pun menciumnya juga. Jadi, ia


tidak membeda-bedakan di antara mereka dalam hal ciuman.
Demikian juga dalam hal berbicara, Jangan sampai Anda berbicara
dengan seorang anak dengan nada yang kasar, sedangkan kepada
anak yang lain dengan nada yang lembut. Sikap adil harus juga
dijunjung kepada orang-orang yang berhubungan dengan kita.
Jangan Anda berpihak kepada seseorang hanya karena ia adalah
kerabat, orang kaya, orang fakir, atau seorang teman. Jangan
berpihak kepada seseorang, semua orang sama kedudukannya.
Sesungguhnya para ulama rahimahumullah mengatakan, Harus
bersikap adil kepada dua orang yang sedang berseteru, jika
mereka berhukum kepada seorang hakim, dalam hal tutur kata,
perhatian, pembicaraan, tempat duduk, dan cara masuknya.
Jangan engkau memandang kepada salah satunya dengan
pandangan marah, namun kepada yang lain dengan pandangan
senang.
Jangan engkau berbicara dengan nada lembut kepada salah
seorang di antara mereka, namun kepada yang lain sebaliknya.
Jangan sampai Anda bertanya kepada salah seorang di antara
mereka, Apa kabarmu? Apa kabar keluargamu? Bagaimana kabar
anak-anakmu?, namun orang kedua engkau biarkan tanpa
pertanyaan. Bersikaplah adil di antara keduanya. Sampai serinci
ini. Demikian juga dalam hal tempat duduk. Jangan Anda
mempersilakan salah seorang darinya duduk dekat di sebelah
kananmu sementara yang lain berada jauh darimu.
Namun, posisikan mereka berdua di hadapanmu dalam garis yang
sama. Bahkan, jika ada seorang muslim bertengkar dengan orang
kafir di hadapan seorang hakim, ia harus bersikap adil di antara
keduanya dalam pembicaraan, cara memandang, dan posisi
duduk. Jangan sampai ia mengatakan kepada si muslim,
Page 49

Kemarilah! sementara si kafir diposisikan jauh. Namun, ia harus


memberikan tempat yang sama. Kesimpulannya, sikap adil harus
dijunjung dalam segala hal. (Syarah Riyadhus Shalihin, alUtsaimin)
Bersikap Adil kepada Istri
Asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menerangkan makna hadits di
atas, Dengan bersikap adil kepada para istri dalam hal giliran
bermalam, nafkah, dan pergaulan. Adapun perasaan yang ada di
dalam hati, hal ini di luar kemampuan manusia dan dikembalikan
kepada Allah Subhanahu wataala. Meski demikian, seorang suami
tidak boleh bersikap lebih cenderung kepada istri yang paling ia
sayangi dan cintai. Ia harus bersikap adil dalam hal giliran
bermalam, nafkah, dan segala sesuatu yang ia mampu.
Adapun perasaan di hati, tidak ada yang mampu menentukannya
selain Allah k. Akan tetapi, tidak sepantasnya seorang suami lebih
condong kepada salah seorang istrinya. Yang seharusnya ia
lakukan adalah memenuhi hak masingmasing tanpa menyakiti istri
yang lain.
Membagi di antara istri dilakukan sebatas kemampuan yang ia
miliki. Jika ada kecenderungan kepada salah seorang istri,
hendaknya ia tetap bertakwa kepada Allah Subhanahu wataala
agar sikap tersebut tidak mendorongnya untuk menghilangkan atau
mengurangi hak istri lainnya, atau hanya memberikan sedikit saja
dari hak mereka padahal ia mampu. Kewajiban suami adalah
bersikap adil dan seimbang di antara para istri.
Asy Syaikh Abdu l Muhsin melanjutkan, Abu Dawud
membawakan hadits Abu Hurairah z di atas untuk menunjukkan
bahwa balasan yang diperoleh seorang hamba sesuai dengan jenis
amalan yang ia perbuat. Pada hari kiamat kelak, ia datang dengan
Majalah Asy Syariah Edisi 85

sebelah tubuh yang miring karena saat di dunia ia lebih condong


kepada salah seorang istri. Hal ini berlaku pada hal-hal yang
sebenarnya ia mampu untuk bersikap adil, namun ia justru bersikap
tidak sepantasnya. Orang semacam ini akan datang pada hari
kiamat kelak dengan sebelah tubuh yang miring. (Syarah Abu
Dawud, al-Abbad)
Oleh sebab itu, seorang muslim yang memiliki lebih dari seorang
istri harus benar-benar berjuang untuk bersikap adil. Alangkah
beratnya hukuman dari Allah Subhanahu wataala yang harus
dijalani pada hari kiamat nanti apabila sikap adil tersebut tidak
diupayakan dengan maksimal. Dalam hal-hal yang dapat
diberlakukan sikap adil, seorang suami harus mampu
memberikannya.
Apabila kepada salah seorang istri ia dapat bersikap romantis
dengan kata-kata dan wajah berseri, kepada istri yang lain pun
harus bersikap demikian. Memberikan waktu senggang untuk
berbincangbincang harus dapat terwujud kepada semua istri.
Hadiah tidak hanya diberikan kepada salah seorang istri, namun
kepada seluruh istri. Demikian pula halnya perhatian kepada anakanaknya, haruslah sama antara anak dari istri yang satu dengan
istri lainnya.
Perhatikanlah teladan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,!
Betapa pun dirasa berat, beliau tetap berjuang untuk bersikap adil.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, tetap memerhatikan waktu
menggilir meskipun beliau sedang sakit. Padahal keadaan beliau
benar-benar payah.
Al Imam al Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Aisyah x
bahwa pada saat sakit yang berujung wafatnya, Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam selalu menanyakan,

Page 50

}
Tt o
}
Tt o

Di manakah aku besok? Di manakah aku besok?
Beliau berharap di rumah Aisyah radhiyallahu anha. Istri-istri beliau
yang lain pun mengizinkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
berada di rumah Aisyah radhiyallahu anha sampai meninggalnya.
Aisyah radhiyallahu anha berkata kepada Urwah bin az-Zubair
rahimahullah, Dahulu, Rasulullah tidak melebihkan salah seorang
di antara kami (para istri) dalam jadwal giliran bermalam.
Dahulu, kebiasaan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, jarang
sekali hari berlalu kecuali beliau pasti berkeliling di antara kami
semua. Beliau Shallallahu alaihi wasallam mendekati tiap istri
tanpa berhubungan sampai pada istri yang memiliki giliran lalu
menginap (bermalam) di sana. Ibnu Qudamah rahimahullah
mengatakan, Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat
di antara ulama tentang wajibnya menggilir dan kesamaan waktu
untuk menggilir di antara para istri.
Adapun dalam hal besar kecilnya rasa cinta dan ketertarikan untuk
berhubungan badan, hal ini di luar kemampuan hamba.
sebagaimana tercelanya orang yangmmemakai dua potong
pakaian kedustaan.m(al-Minhaj, 14/336)
Rasulullah
Shallallahu
alaihi
wasallam
memberikan
permisalanmseperti dalam hadits di atas agar paramperempuan
menjauhi
perbuatan
tersebut,mkarena
akibat
yang
ditimbulkannyamtidaklah remeh. Perbuatan itu bisammerusak
hubungan suami dengan simmadu yang dipanas-panasi dan
bisanmembuat kebencian di antara keduanya,nsehingga perbuatan
tersebut seperti sihir yang bisa memisahkan antara suami dan
istrinya. (Fathul Bari 9/394395) Wallahu taala alam bishshawab.
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Akhlak
Bahaya
yang
Keharmonisan Rumah Tangga

Mengancam

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085


Al-Ustadz Abdul Muthi, Lc.
Sesungguhnya di antara doa seorang mukmin yang diabadikan
Allah Subhanahu wataala dalam al-Quran adalah,
TSTS o
VaUc zX Tkz ~
o
V
c Tkb Tcn Tk
oS TkX Tkwc
]X]a o
Xc
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai penyejuk mata (kami), dan jadikanlah kami
imam bagi orang-orang yang bertakwa. (al-Furqan: 74)
Menurut penafsiran salaf, maksud penyejuk mata di sini bukanlah
bagusnya fisik, melainkan tumbuhnya mereka dalam ketaatan
kepada Allah Subhanahu wataala yang menyebabkan mata sejuk
memandangnya di dunia dan di akhirat. Al-Hasan al- Bashri
rahimahullah berkata tentang ayat ini, Maknanya, Allah
Subhanahu wataala memperlihatkan kepada hamba-Nya yang
muslim ketaatan istri, saudara, dan temannya kepada Allah
Subhanahu wataala. Sungguh, demi Allah, tiada sesuatu yang
menyejukkan mata seorang muslim yang melebihi melihat anak,
cucu, saudara, atau temannya taat kepada Allah Subhanahu
wataala. (Tafsir Ibnu Katsir 3/342)
Kehidupan rumah tangga termasuk salah satu sisi kehidupan
terpenting yang dilalui oleh pria dan wanita karena telah mengambil
bagian yang terbesar dalam kehidupan mereka. Karena itu, apabila
rumah tangga ini dibangun di atas ketaatan kepada Allah
Subhanahu wataala dan cinta yang sejati, kecocokan yang
sempurna dan saling adanya pengertian, niscaya kehidupan
mereka akan bahagia.
Page 51

keharmonisan rumah tangga yang didambakan.


Ketenteraman dan cinta kasih akan senantiasa menaungi
kehidupan mereka. Ini artinya bahwa suami istri sedang
membangun sebuah generasi yang tahu tentang arti kehidupan.
Anak-anak mereka akan tumbuh di tengah-tengah lingkungan yang
kondusif dan dipenuhi cinta kasih.
Rumah Tangga Bahagia
Pernikahan bukan sekadar bersenangsenang menyalurkan
kebutuhan biologis. Lebih dari itu, pernikahan adalah sebuah
bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wataala. Dengan
pernikahan, jenis manusia terus berlanjut keberadaannya untuk
memakmurkan bumi ini sampai batas waktu yang Dia tentukan.
Dengan pernikahan pula, seseorang akan mendapatkan
ketenteraman batin dan terhindar dari penyimpangan seksual,
dengan seizin Allah Subhanahu wataala. Allah Subhanahu
wataala berfirman,

Suami, sebagai kepala keluarga berkewajiban memberikan


bimbingan agama kepada istrinya serta mencukupi nafkah lahir dan
batin. Adapun istri, sebagai orang yang ditugasi mengurusi rumah,
diharuskan menjaga harta suami, menaatinya dalam perkara
kebaikan, serta mengurusi anak dan mendidiknya. Apabila suami
istri tulus menjalankan tugasnya, pahala dari Allah Subhanahu
wataala telah menunggunya. Nabi Shallallahu alaihi wasallam,
bersabda,

b S Z\ Z\
~
b TS QcU
TV z

TcX

Tw ZU b a f t f k b oX
tc
Sesungguhnya, tidaklah engkau memberikan suatu nafkah yang
dengannya engkau mengharap wajah Allah Subhanahu wataala
kecuali engkau diberi pahala atasnya, sampaipun makanan dan
minuman yang engkau suapkan untuk mulut istrimu. (Muttafaqun
alaihi dari hadits Sad bin Abi Waqqash radhiyallahu anhu)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, juga bersabda,

X Z\
c
c ] Sc epk V w
~
TV X] kp `
U Xn T ep `
f t oSn epX
zg
b T oS

pc f U ] a Xn
TX
Di antara tanda-tanda kekuasaan- Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (arRum: 21)
Pernikahan sebagai tali ikatan cinta yang suci antara pria dan
wanita menuntut masing-masing pihak untuk menunaikan
kewajibannya terhadap yang lain. Setiap pihak menjalankan
tugasnya dan mampu memainkan perannya demi terwujudnya
Majalah Asy Syariah Edisi 85

T
S T T`
g
X
zc

TX
V T

Tr T
\ k c


kc
X
]w
n oS kc
X Zzg

Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa di bulan
(Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya,
dikatakan kepadanya, Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu
mana saja yang engkau inginkan. (HR. Ibnu Hibban dari sahabat
Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dan asy-Syaikh al-Albani
menyatakannya sahih dalam Shahih al-Jami)
Di antara suami istri hendaknya ada saling pengertian dan tidak
bersikap egois. Ketika melihat ada kekurangan dari pihak lain,
Page 52

janganlah hal ini dijadikan sebagai sebab untuk menanam


kebencian kepadanya yang nantinya akan mengganggu
keharmonisan. Ia hendaknya melihat banyak sisi kebaikannya dan
kelebihan yang disandangnya. Namun, tentu tak ada masalah
apabila dia berusaha memperbaiki kekurangannya dengan cara
yang bijak. Nabi Shallallahu alaihi wasallam, bersabda,

kemungkinannya akan bisa hidup harmonis bersama istrinya.


(Bahjah Qulubil Abrar hlm. 101)
Demikian pula sikap seorang istri ketika melihat kekurangan yang
ada pada suaminya. Adapun menuntut penampilan yang selalu
prima dan pelayanan yang selalu sempurna tentu sulit, bahkan
hampir-hampir mustahil.

g
Tk S Z

Tazg
Tk S k S S oS S
f TX
Badai Rumah Tangga
Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah.
Apabila ia tidak menyukai suatu perangai pada dirinya, ia akan
suka darinya perangai yang lain. (HR. Muslim)
Asy-Syaikh as-Sadi berkata, Bimbingan dari Nabi n bagi suami
dalam hal bergaul dengan istrinya ini adalah faktor terbesar untuk
(mewujudkan) hubungan rumah tangga yang harmonis. Di sini,
Nabi Shallallahu alaihi wasallam, melarang seorang mukmin
(suami) dari pergaulan yang jelek terhadap istrinya.
Tentunya, larangan terhadap sesuatu (mengandung) perintah untuk
melakukan yang sebaliknya. Beliau memerintah suami untuk
memerhatikan apa yang dimiliki oleh istrinya, berupa perangai yang
indah dan hal yang sesuai dengan dirinya, lalu ia jadikan hal ini
sebagai pembanding terhadap perangai istrinya yang tidak dia
sukai.
Seorang yang adil akan menutup mata dari kekurangan (istrinya)
karena telah lebur dalam kebaikannya yang banyak. Dengan
demikian, hubungan akan tetap langgeng. Akan tertunaikan pula
hakhaknya yang wajib dan yang sunnah. Boleh jadi, (dengan sikap
seperti ini) seorang istri akan berusaha memperbaiki apa yang tidak
disukai oleh suaminya. Adapun orang yang menutup mata dari
kebaikan istrinya dan (hanya) melihat kejelekannya walaupun kecil,
hal ini tentu bukan sikap yang adil. Orang seperti ini kecil
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Kadang ketenteraman rumah tangga terusik dengan adanya


problem yang berasal dari pribadi suami atau istri. Hal ini
membutuhkan perhatian serius dan penanganan yang tepat agar
bahtera rumah tangga tetap terkendali. Apabila kita telusuri, banyak
sekali faktor yang memicu munculnya problem.
Dari pihak suami, misalnya, terkadang ia tidak perhatian terhadap
istrinya dari sisi pemberian nafkah, pembagian giliran bermalam
yang tidak adil bagi yang beristri lebih dari satu, hubungan ranjang
yang tidak memuaskan (egois), kasar dan kakunya perangai
terhadap istri, anak, atau mertuanya, serta kurang memedulikan
kebutuhan istri dan anakanaknya berupa perasaan aman dan
nyaman.
Adapun dari pihak istri, terkadang seorang suami merasa tidak
mendapatkan pelayanan yang memuaskan dari istrinya. Terkadang
seorang istri sibuk dengan aktivitas di luar rumah sehingga
kebutuhan suaminya kurang terpenuhi. Demikian pula pendidikan
terhadap anak kurang maksimal. Bisa juga karena perangai istri
yang buruk dan tidak tahu persis apa yang harus dia lakukan
terhadap suaminya.
Intinya, apa pun faktor pemicu ketidakharmonisan tersebut sangat
membutuhkan solusi yang cepat dan tepat. Mereka yang sedang
Page 53

dilanda masalah keluarga harusnya menyadari butuhnya


mempelajari kembali kewajibankewajiban yang harus ditunaikan
terhadap yang lainnya. Mereka membutuhkan bimbingan agama
dan nasihat orang yang berilmu. Seorang suami hendaknya ingat
firman Allah Subhanahu wataala,

mendesak
yang
menyebabkan
suaminya
terhalangi
mengungkapkan gejolak cinta yang terpendam dalam hatinya atau
setidaknya mengurangi kenikmatannya. Istri salehah teringat sabda
Nabi Shallallahu alaihi wasallam,,
t |w TcX U V w Z\
b TX t |w TcX } T T
]
b S TX
s
TX

~X Tw o
c
T
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. (an-Nisa: 19)
Demikian pula sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam,,

]a oS Vn
T{ XTw Qf
Cukup seseorang dikatakan berdosa manakala ia menyia-nyiakan
orang yang menjadi tanggungannya. (HR. Abu Dawud dan lainnya
dari hadits Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma. An-Nawawi
rahimahullah menyatakannya sahih dalam Riyadhush Shalihin)
Seorang suami yang baik akan menyadari kekurangannya dan
berusaha memperbaikinya. Dia akan membuang sikap egois dan
siap menjadi suami yang perhatian terhadap istrinya, sekaligus
bapak yang sayang terhadap anakanaknya dan tahu kebutuhan
mereka. Seorang istri yang salehah akan selalu ingat besarnya hak
suami atasnya sebagaimana sabda Nabi n yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah radhiyallahu anhu,
T
X }
`
X
S X }
X }
`
}
S
k ] X
Seandainya aku boleh memerintah seorang untuk sujud kepada
seseorang, niscaya aku perintahkan wanita untuk sujud kepada
suaminya. (Sahih, HR. at-Tirmidzi dan selainnya)
Dia juga tidak melakukan suatu aktivitas yang sifatnya tidak
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa padahal suaminya


hadir (ada di sisinya) kecuali dengan seizinnya dan tidak boleh ia
memberi izin (seorang memasuki) rumahnya kecuali dengan seizin
suami. ( HR. al-Bukhari dari jalan sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu anhu)
Istri yang salehah juga siap mengoreksi diri demi tergapainya
kebahagiaan rumah tangga. Sudah saatnya bagi suami istri untuk
mempelajari agama ini secara umum dan hal-hal yang berkaitan
dengan kewajiban-kewajiban dalam berumah tangga secara
khusus, lalu mempraktikkannya dalam kehidupan rumah tangga
mereka. Suami istri juga perlu selalu membangun komunikasi yang
baik. Dengan demikian, ketegangan dalam rumah tangga akan
hilang, setidaknya bisa diminimalisir mudaratnya.
Mewaspadai Bahaya dari Luar
Keharmonisan hidup berumah tangga adalah nikmat yang besar.
Dan, setiap merasakan nikmat duniawi pasti akan selalu ada orang
yang tidak menyenanginya. Inilah Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam,. Kehidupan rumah tangga beliau yang harmonis sempat
diguncang oleh dahsyatnya isu yang ditiupkan oleh orang-orang
munafik.
Alkisah, Rasulullah n dan para sahabat dalam perjalanan pulang ke
Madinah. Beliau waktu itu juga membawa istrinya. Di tengah
perjalanan, istri beliau, Aisyah, ingin buang hajat. Rombongan pun
Page 54

berhenti menunggu Aisyah. Setelah selesai hajatnya, Aisyah


kembali ke tengah rombongan dan naik di atas sekedupnya.
Tetapi, ia ingat bahwa kalungnya tertinggal. Dia pun turun kembali
dan mencarinya. Setelah kembali lagi, ia dapatkan rombongan
telah pergi jauh tak terkejar. Aisyah memutuskan untuk tetap di situ.
Secara kebetulan, lewatlah sahabat Shafwan bin Muaththal
radhiyallahu anhuma yang tertinggal di belakang rombongan
karena suatu keperluan. Ia pun melihat seorang wanita yang
tertinggal dari rombongan.
Setelah mendekat ia pun tahu bahwa ia adalah Aisyah radhiyallahu
anha. Shafwan mendudukkan kendaraannya lalu Aisyah
menaikinya. Shafwan lantas menuntun kendaraannya hingga
masuk kota Madinah tanpa ada pembicaraan antara keduanya.
Orang-orang munafik memanfaatkan kejadian ini untuk
menebarkan isu miring bahwa Aisyah berbuat yang tidak baik
dengan Shafwan. Keharmonisan rumah tangga Nabi n pun
terguncang dalam beberapa hari dan para sahabat pun ikut
bersedih karenanya. Lalu Allah Subhanahu wataala menurunkan
ayat yang menegaskan kesucian Aisyah radhiyallahu anha dari
apa yang dituduhkan kepadanya. (Lihat Tahdzib Sirah Ibni Hisyam
hlm. 109195)
Dari kisah tersebut kita bisa mengambil faedah, di antaranya
bahwa keharmonisan rumah tangga bisa terancam karena adanya
faktor dari luar. Berikut di antara faktor tersebut:

Setan telah berputus asa untuk disembah oleh orang yang shalat
di Jazirah Arab, tetapi ia (berusaha) untuk mengadu domba di
antara mereka. (HR. Muslim)
Juga disebutkan dalam hadits riwayat Jabir radhiyallahu anhu
bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, bersabda (yang
artinya),
Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu ia
mengutus pasukannya. Yang paling dekat kedudukannya dari iblis
adalah yang paling besar upaya menggodanya. Salah satu
pasukannya datang (kepada iblis) lalu berkata, Aku telah
melakukan ini dan itu. Iblis berkata, Kamu belum berbuat apaapa. Datang (lagi) salah satu dari mereka lalu berkata, Aku tidak
tinggalkan ia (manusia) hingga aku memisahkan antara ia dan
istrinya. Iblis mendekatkannya dan berkata, Kamu bagus. ( HR.
Ahmad 3/314 dan Muslim)
Tujuan Iblis terbesar adalah memutuskan keturunan manusia
sehingga lenyap keberadaannya dan menjatuhkan manusia ke
dalam perzinaan yang merupakan dosa besar yang paling jahat.
(Faidhul Qadir 2/517)
Oleh karena itu, hendaknya seseorang senantiasa meminta
perlindungan kepada Allah Subhanahu wataala dari godaan setan.

1. Setan

2. Orang yang iri dan tidak suka melihat keharmonisan rumah


tangga orang lain

Kedengkian setan terhadap manusia yang sudah tertanam


semenjak Allah Subhanahu wataala memuliakan Adam di hadapan
para malaikat terus muncul dari waktu ke waktu. Di antara bukti
nyatanya sebagaimana tersebut dalam hadits (yang artinya),

Rasa iri orang semacam ini terkadang semata-mata ingin agar


suami istri itu ribut dan bercerai. Ada pula orang yang sifat irinya
diikuti keinginan untuk terjadinya perceraian lalu ia akan menikah
dengan salah satunya. Orang yang iri terkadang tega melakukan

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 55

cara-cara yang bengis dan keji, seperti pembunuhan atau


menyampaikan berita dusta kepada salah satu dari suami istri,
sehingga timbul percekcokan yang berujung perceraian padahal
berita itu belum ditelusuri kebenarannya. Nabi Shallallahu alaihi
wasallam, bersabda,
TckS
V z\ ] z S U

S Qz

c g
oS
Barang siapa merusak istri seseorang atau budaknya, ia bukan
termasuk golongan kami. (HR. Ahmad, asy-Syaikh al-Albani
menyatakan sahih dalam ash-Shahihah no. 325)
Semoga Allah Subhanahu wataala melindungi kita dari kejahatan
orang yang hasad/iri dengki.
3. Bermudah-mudah dengan ipar
Tidak sedikit suami bermudah-mudah dengan saudara perempuan
istrinya, demikian pula seorang istri dengan saudara laki-laki
suaminya. Terkadang mereka masuk kepada yang lain berduaan
saja padahal bukan mahramnya. Dalam benak sebagian orang, hal
itu dianggap perkara lumrah dan tidak akan terjadi apa-apa, toh itu
hanya ipar. Kenyataannya, tidak sedikit keharmonisan keluarga
menjadi hancur berantakan karena sikap bermudah-mudah yang
seperti ini.
Bahkan, dalam kondisi tertentu sampai terjadi pertumpahan darah
karenanya dan terputusnya tali silaturahmi. Ini semua akibat
melanggar tuntunan agama. Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu
anhuma mendengar Nabi Shallallahu alaihi wasallam, bersabda,
s
S T~ S TcX S Tw

c ] z
TX
Janganlah seorang lelaki besepisepian dengan seorang wanita
Majalah Asy Syariah Edisi 85

kecuali bersama wanita itu ada mahramnya. (Muttafaqun alaihi)


Nabi Shallallahu alaihi wasallam, juga bersabda (yang artinya),
Hati-hatilah kalian dari masuk kepada para wanita! Ada seorang
lelaki dari Anshar bertanya, Apa pendapat Anda tentang al-hamwu
(ipar dan kerabat suami)? Nabi bersabda, Al-hamwu itu maut.
(Muttafaqun alaihi)
Maksudnya, masuknya ipar atau kerabat suami kepada wanita itu
seperti maut, yaitu membinasakan.
Al Munawi rahimahullah berkata ,Diserupakan dengan maut dari
sisi sama kejelekannya dan merusaknya sehingga hal ini sangat
diharamkan. Masuknya ipar kepada wanita akan mengantarkan
kepada kematian agama atau kematian (berakhirnya) wanita itu
karena diceraikan saat suaminya cemburu atau dirajamnya ia
apabila berzina dengan ipar. (Faidhul Qadir 3/160)
4. Mertua
Terkadang seorang mertua mendengar problem anaknya dengan
suami/istrinya. Tidak jarang, seorang mertua memberikan
pembelaan terhadap anaknya tanpa melihat yang benar. Karena
campur tangan mertua yang tidak mencarikan solusi yang terbaik,
permasalahan semakin melebar dan perselisihan semakin tajam.
Padahal yang seharusnya dilakukan oleh mertua adalah mencari
jalan agar suasana menjadi sejuk.
Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu pada suatu hari
marah kepada istrinya, Fathimah, putri Nabi Shallallahu alaihi
wasallam,. Ali keluar menuju masjid dan berbaring dengan
bersandar ke tembok masjid. Nabi n datang menemui Ali yang saat
itu punggungnya penuh dengan debu. Rasulullah n mengusap
Page 56

debu dari punggung Ali dan memintanya untuk duduk. (lihat Shahih
al-Bukhari no. 6204)
Seperti inilah seorang mertua yang bijak, berusaha untuk
memadamkan api kemarahan dan mendinginkan suasana.
5. Pergaulan yang tidak selektif
Tidak semua orang pantas untuk dijadikan teman bergaul karena
ada jenis manusia yang memiliki perangai jahat. Sementara itu,
agama seseorang sangat dipengaruhi oleh teman sepergaulannya.
Nabi Shallallahu alaihi wasallam, bersabda,

Waspadalah dari bahaya yang mengancam, seperti bergabung


dengan situs jejaring sosial yang kadang dimanfaatkan untuk
kejahatan. Akhirnya, semoga Allah Subhanahu wataala memberi
taufik kepada seluruh muslimin baik rakyat maupun penguasanya
untuk kembali kepada jalan-Nya yang lurus demi tercapainya
kebahagiaan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar dan Mengabulkan Doa.
Wallahu alam.

XT oS e }

k V z\ zV zg
o Qz

c X
Seseorang mengikuti agama (perangai) teman sepergaulannya,
maka hendaknya seorang dari kalian melihat orang yang ia jadikan
teman. ( HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Asy- Syaikh al-Albani
menyatakan hasan dalam Shahih al-Jami)
Parahnya, seorang lelaki terkadang menjalin pertemanan dengan
perempuan yang bukan mahram, demikian pula sebaliknya.
Terkadang juga mereka bercerita/curhat tentang problem rumah
tangga masing-masing. Akibatnya, seorang wanita berani bersikap
kasar terhadap suaminya dan seorang suami sudah tidak peduli
lagi dengan istrinya. Bahkan, ada yang sampai terjadi perzinaan
dengan teman curhatnya. Wal iyadzu billah.
Sungguh, ketika keimanan telah menipis dan nyaris hilang serta
sifat malu menjadi suatu yang langka, sudah semestinya seseorang
berhati-hati demi keselamatan agamanya dan keharmonisan rumah
tangganya. Jangan menjadi orang yang latah dan hanya ikutikutan.

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 57

Jejak Penaklukan Irak


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al Ustadz Abu Muhammad Harist
Upaya Pembunuhan Terhadap Panglima Khalid
Setelah selesai berunding dengan sisa-sisa pengikut Musailamah
al-Kadzdzab dan mereka pun kembali kepada Islam yang haq,
selesailah peperangan di Yamamah. Korban yang berjatuhan di
kedua belah pihak cukup besar. Pengikut Musailamah al-Kadzdzab
yang tewas tidak kurang dari 14.000 orang, sedangkan pasukan
muslimin yang gugur sekitar enam ratus orang.
Situasi perang masih menyelimuti Yamamah. Suatu hari setelah
sisa-sisa bani Hanifah sepakat untuk berbaiat, salah seorang
pemuka mereka, Salamah bin Umair meminta izin kepada Majjaah
agar dapat menemui Panglima Khalid radhiyallahu anhuma.
Majjaah mengizinkan. Tanpa setahu mereka, Salamah
menyelipkan pedang di balik bajunya lalu berangkat menemui
Khalid. Siapa yang datang ini? tanya Khalid, naluri prajuritnya
menggetarkan adanya bahaya. Ia ingin berbicara dengan Anda,
kata Majjaah, Dan sudah saya izinkan. Keluarkanlah dia dari
sini! perintah Panglima, seakan-akan tahu maksud kedatangan
Salamah.
Dengan segera orang-orang yang menemaninya membawa
Salamah bin Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Umair keluar sambil
menggeledah tubuhnya, ternyata di balik bajunya terdapat sebilah
pedang. Mereka mencacinya bahkan mengutuknya, Kau mau
membantai kaummu sendiri? Kalau Panglima Khalid tahu kau
membawa senjata, pasti sisa-sisa bani Hanifah ini akan dibantai,
anak-anak dan kaum wanita akan dijadikan tawanan? Kau senang
dengan tindakanmu ini? Akhirnya, mereka mengikatnya dan
Majalah Asy Syariah Edisi 85

memenjarakannya di dalam benteng.


Salamah berjanji tidak akan melakukan yang membahayakan lagi,
dan meminta agar mereka melepaskannya. Tetapi, mereka belum
mau percaya dengan katakatanya. Mereka masih mengkhawatirkan
kebodohannya akan mendorongnya melakukan tindakan nekat.
Ternyata benar. Malam harinya, Salamah melarikan diri dan
menerobos pasukan penjaga Panglima. Para pengawal pun ribut,
dan tentu saja orang-orang bani Hanifah menjadi geger. Mereka
segera mengejar dan menangkap Salamah. Begitu tertangkap,
mereka segera membunuh Salamah dengan pedang mereka
sendiri.
Khalid Menikahi Putri Majjaah
Telah diceritakan sebelumnya bahwa Khalid menikahi Ummu
Tamim, istri Malik bin Nuwairah, setelah membunuh Malik. Khalid
kemudian dipanggil oleh Khalifah Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam, dan mendapat teguran yang sangat keras. Sekarang,
setelah kemenangan kaum muslimin di Yamamah, Khalid melamar
putri Majjaah yang baru berusia belasan tahun, Nikahkan saya
dengan putrimu. Mulanya, Majjaah menolak. Panglima Khalid
kembali mengulangi permintaannya, Nikahkan saya dengan
putrimu.
Akhirnya, Majjaah menikahkan putrinya dengan Panglima Khalid.
Berita ini gaungnya sampai juga ke telinga Khalifah ash-Shiddiq.
Beberapa utusan yang dikirim oleh Panglima Khalid, dipimpin oleh
Abu Khaitsamah, termasuk sebagian bekas pengikut Musailamah
yang telah kembali kepada Islam, menceritakan keadaan di
Yamamah. Begitu mengetahui tindakan Panglima yang menikah
dengan putri Majjaah dan perdamaian yang dilakukannya, Khalifah
Abu Bakr segera menulis surat teguran untuk Khalid: Demi Allah,
hai putra ibu Khalid, kamu betul-betul telah berbuat siasia. Kamu
Page 58

menikahi seorang perawan sementara di pelataran rumahmu masih


tergenang darah 1.200 kaum muslimin? Kemudian kamu berhasil
dikelabui oleh Majjaah sehingga ia berdamai denganmu padahal
Allah Subhanahu wataala telah mengalahkan mereka?
Segera saja Khalid mengirim surat balasan di antaranya sebagai
penjelasan terhadap tindakan yang dilakukannya. Surat itu
dititipkannya bersama Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu anhuma.
Amma badu; Demi Allah, saya tidak menikahi seorang wanita
kecuali betul-betul dalam keadaan senang dan aman. Saya tidak
menikah kecuali dengan putri seseorang yang seandainya saya
melamar di Madinah, saya tidak dipedulikan. Biarkanlah saya
melamarnya sendiri. Kalau Anda tidak menyukai hal ini karena
urusan agama atau dunia, saya memaafkan Anda. Adapun
kesedihan saya terhadap kaum muslimin yang gugur, maka demi
Allah, seandainya kesedihan saya dapat membuat yang hidup itu
tetap hidup atau dapat mengembalikan yang sudah mati, pasti
kesedihan itu sudah membuat yang hidup tetap hidup dan yang
mati bangkit kembali. Saya sudah berusaha mencari syahadah,
hingga putus asa untuk tetap hidup.
Kemudian, tindakan Majjaah mengecoh pendapat saya, sebetulnya
tidak. Saya merasa yakin pendapat saya tidak keliru. Saya juga
tidak mengetahui perkara gaib. Di sisi lain, Allah Subhanahu
wataala telah memberi kebaikan bagi kaum muslimin. Dia
mewariskan tanah Yamamah kepada kaum muslimin, dan
kesudahan itu adalah untuk orang-orang yang bertakwa.
Setelah membaca surat itu, hati Khalifah ash-Shiddiq menjadi
lembut, beliau pun menerima alasan Si Pedang Allah itu .
Mengetahui hal itu, beberapa tokoh Quraisy lain tergerak
memberikan alasan membela Khalid, termasuk Abu Barzah alAslami, kata beliau, Wahai Khalifah Rasulillah, Khalid itu bukanlah
Majalah Asy Syariah Edisi 85

seorang pengecut dan pengkhianat. Dia sudah mati-matian


berusaha untuk mati sebagai syahid, tetapi gagal. Dia tetap
bertahan sampai akhirnya diberi kemenangan oleh Allah
Subhanahu wataala. Khalid tidak berdamai dengan mereka kecuali
dengan sukarela dan pendapatnya tidak salah ketika berdamai,
karena dia mengira kaum wanita yang dilihatnya di atas benteng
adalah pasukan musuh. Kau benar, kata ash-Shiddiq, Alasanmu
ini lebih bagus daripada yang ditulis Khalid.
Dari sini, jelaslah bahwa pembelaan Khalid terhadap dirinya bukan
tanpa alasan. Dapat pula ditambahkan beberapa hal yang
menunjukkan keutamaan Khalid, sebagai berikut.
1. Pernikahan Khalid ini terjadi setelah keadaan benar-benar aman
dan tenang.
2. Dia menikah dengan putri seorang pemuka masyarakat.
3. Pernikahan itu tanpa ada upaya yang menyusahkan dirinya dan
yang lain.
4. Pernikahan itu terjadi tanpa ada sesuatu yang menyelisihi agama
ataupun dunia.
5. Jihad yang dilakukannya bukan karena urusan dunia, tetapi
mencari syahadah karena Allah l.
6. Khalid mengikat hubungan keluarga dengan Majjaah karena
kagum melihat pembelaan Majjaah terhadap kaumnya.
Keberanian Khalid tidak pernah disangsikan. Dalam setiap
pertempuran, dia selalu di barisan terdepan, walaupun sebagai
panglima. Pernah, dalam sebuah pertempuran, Khalid menerjang
musuh bersama kudanya. Beberapa prajurit muslim berteriak
mengingatkan, (Ingatlah) Allah, (ingatlah) Allah. Anda adalah
pemimpin kaum muslimin. Tidak pantas Anda maju seperti ini!
Akan tetapi, Khalid adalah Khalid, Demi Allah, saya tahu apa yang
kalian katakan, tetapi saya tidak dapat menahan diri, khawatir kaum
muslimin kalah.
Page 59

Bahkan seperti telah diceritakan, dalam Perang Yamamah ini,


Khalid sendiri maju menantang duel satu lawan satu dengan pihak
musuh. Begitu pula ketika terjadi pertempuran di kebun maut,
Khalid sempat bertarung dengan salah seorang pengikut
Musailamah al- Kadzdzab. Ternyata lawannya adalah seorang ahli
berkuda juga. Setelah bertarung beberapa saat, keduanya terjatuh
dari kuda masingmasing. Lawan Khalid segera menerkam.
Keduanya bergumul di atas pasir. Khalid segera mengeluarkan
belatinya menikam lawannya. Tetapi orang itu cukup tangkas, dia
berhasil pula menusuk Khalid hingga luka tujuh tusukan.
Akhirnya, Khalid tergeletak karena luka-lukanya sambil berusaha
bangkit, sedangkan lawannya itu sudah mati lebih dahulu.
Persiapan
Setelah Islam semakin kuat di Yamamah, keadaan pun aman dan
tenang. Kabilah-kabilah Arab semakin yakin dengan kekuatan
kaum muslimin. Untuk sementara, Khalifah merasa tenang, karena
sudah tidak ada lagi kemungkinan serangan dari orang-orang Arab
yang ingin memberontak.
Khalifah mulai mengarahkan pandangannya jauh ke depan.
Terkenang dengan sabda Rasul Shallallahu alaihi wasallam, yang
tidak berbicara dengan hawa nafsunya. Dahulu, ketika bersamasama memecah batu, menggali parit Khandaq, Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam, pernah mengatakan bahwa beliau
melihat Kerajaan Persia, dan kekayaan negeri itu akan jatuh ke
tangan kaum muslimin lalu digunakan untuk jalan Allah Subhanahu
wataalal. Khalifah ingin mewujudkannya, dan agaknya saatnya
telah tiba.
Khalifah segera mengirim surat kepada Panglima Khalid memberi
Majalah Asy Syariah Edisi 85

perintah agar membawa pasukan muslimin menuju Irak, dimulai


dari Ubullah yang terletak di tepi sungai Tigris (Dijlah). Khalifah
mengingatkan agar tetap mengajak manusia kembali kepada Allah
Subhanahu wataala, atau membayar jizyah, atau perang. Khalifah
juga mengingatkan agar tidak memaksa kaum muslimin untuk ikut
dan tidak meminta bantuan kepada mereka yang pernah murtad
dari Islam walaupun sudah kembali.
Sebagian ahli sejarah ada yang mengatakan bahwa Khalid
berangkat setelah pulang ke Madinah. Tetapi yang masyhur adalah
bahwa beliau berangkat langsung dari Yamamah. Wallahu alam.
Khalifah juga mengirim surat kepada Iyadh bin Ghunm yang telah
berhasil menaklukkan Daumatil Jandal agar bergerak menuju Irak.
Kepada Khalid dan Iyadh, Khalifah ash-Shiddiq menegaskan
bahwa siapa saja di antara mereka yang lebih dahulu sampai di
Irak, dialah yang memimpin seluruh pasukan. Dengan kekuasaan
Allah Subhanahu wataala, Khalid dan pasukannya lebih dahulu
tiba di Irak. Sementara itu, al-Mutsanna bin Haritsah yang
memperoleh kemenangan dalam peperangan di Bahrain meminta
izin kepada Khalifah agar ikut memerangi Irak.
Khalifah pun mengizinkan, maka berangkatlah al-Mutsanna dengan
kekuatan 8.000 orang menyusul pasukan Khalid bin al-Walid.
Setelah bertemu dengan seluruh pasukan, segera Panglima
memecah pasukannya menjadi tiga kelompok, masing-masing
menempuh jalan yang berbeda. Kelompok pertama, dipimpin oleh
al-Mutsanna dengan Zhufar sebagai penunjuk jalan, berangkat dua
hari sebelum Khalid bertolak. Kelompok kedua, Adi bin Hatim dan
Isham bin Amr, dengan penunjuk jalan masingmasing Malik bin
Abbad dan Salim bin Nashr, salah satu dari kedua kelompok ini
mendahului yang lain satu hari sebelumnya. Setelah itu, Khalid dan
pasukannya mulai bergerak dengan penunjuk jalan Rafi. Khalid
menjanjikan akan bertemu mereka di al-Hafir.
Page 60

Memasuki Wilayah Persia

bertolak menuju Kazhimah.

Farjul Hindi adalah tapal batas Persia yang sangat kuat. Pemimpin
mereka, Hurmuz selalu menyerang bangsa Arab di daratan dan
menyerang Hindia di lautan. Sesampainya di wilayah Persia itu,
Panglima memulai gerakan militernya dengan mengirim surat
kepada seluruh pembesar Kerajaan Persia, termasuk para
gubernur di wilayah Irak.

Masing-masing sayap pasukan itu dipimpin oleh Qabbadz dan


Anusyjan, dari keluarga kerajaan. Hurmuz sendiri adalah seorang
pembesar yang paling bengis dan cerdik, serta paling kafir.
Kedudukannya cukup tinggi, dan ini diketahui dari mahkota yang
dikenakannya. Semakin mahal perhiasan mahkota tersebut,
semakin tinggi pula kedudukan pemiliknya. Mahkota Hurmuz
ditaksir seharga seratus ribu (dinar). (insya Allah bersambung)

Isi surat itu tidak hanya seruan dakwah kepada Islam, melainkan
juga menampilkan sikap kepahlawanan barisan muslimin, bahwa
yang mereka cari hanya dua, kemenangan atau mati syahid.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari Khalid Ibnu Walid kepada para pembesar Persia. Keselamatan
bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk.
Amma badu; Segala puji kepunyaan Allah Subhanahu wataala
yang telah memorakporandakan kaki tangan kalian, merenggut
kerajaan kalian, serta melemahkan tipu daya kalian. Siapa yang
shalat seperti shalat kami dan menghadap kiblat kami, jadilah ia
seorang muslim. Ia akan mendapatkan hak seperti yang kami
dapatkan, dan ia mempunyai kewajiban seperti kewajiban kami.
Bila telah sampai kepada kalian surat ini, maka hendaklah kalian
kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah perlindungan dariku.
Kalau tidak, maka demi Allah Subhanahu wataala yang tiada
sesembahan yang haq selain Dia, akan kukirimkan kepada kalian
satu kaum yang mencintai kematian, seperti kalian yang masih
sangat mencintai hidup!
Para pembesar yang menerima surat tersebut terheran-heran
melihat keberanian dan seruan Khalid. Tetapi, kesombongan telah
menutupi mata dan__ hati mereka. Hurmuz yang menerima surat
itu segera mengirimkannya kepada Syira bin Kisra dan Azdasyir bin
Syira. Hurmuz segera mengumpulkan kekuatan dan segera
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 61

Ibrah Nabi Musa Alaihissalam Menerima


Taurat

mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan. (al-Araf:


142)

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085


Al-Ustadz Abu Muhammad Harits

Sempurnalah waktu yang dijanjikan itu empat puluh hari, dan


selama waktu tersebut Nabi Musa Alaihissalam berpuasa siang
dan malam. Kemudian, beliau bergegas mendahului kaumnya
menuju Bukit Thur dan meninggalkan Nabi Harun Alaihissalam
memimpin bani Israil, sementara di situ juga ada Samiri. Oleh
sebab itulah, Allah Subhanahu wataala berfirman,

Menuju Bukit Thursina


Setelah Allah Subhanahu wataala menyempurnakan nikmat-Nya
kepada bani Israil dengan menyelamatkan mereka dari musuh
mereka dan memberi kekuasaan kepada mereka, Allah Subhanahu
wataala hendak melengkapi kenikmatan tersebut dengan
menurunkan sebuah kitab yang berisi hukum-hukum syariat dan
keyakinan yang diridhai.
Allah Subhanahu wataala pun menjanjikan kepada Nabi Musa
Alaihissalam tiga puluh malam dan menggenapinya menjadi empat
puluh malam. Semua itu agar Nabi Musa Alaihissalam menyiapkan
diri untuk menerima janji Allah Subhanahu wataala dan supaya
turunnya kitab itu menimbulkan kesan dan kerinduan yang luar
biasa dalam hati mereka.
Sebelum berangkat, Nabi Musa Alaihissalam berpesan kepada
Nabi Harun Alaihissalam agar menggantikannya membimbing bani
Israil. Allah Subhanahu wataala berfirman,

T VgX Q
]S
T zV X o
V~w wn
TaVS ec U \
~ w TTk b zV X o
V{Tz{ Q
]S Tt}

o
}`
f X
V
Uc b TX z
ZS] Z\ Zkf zg

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat)


sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan
jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), lalu sempurnalah
waktu yang telah ditentukan Rabbnya empat puluh malam. Dan
berkata Musa kepada saudaranya, yaitu Harun, Gantikanlah aku
dalam (memimpin) kaumku, perbaikilah, dan janganlah kamu
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Q
]S T
S ] o
z

TS
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa?
(Thaha: 83)
Mengapa kamu tidak datang bersama kaummu? Nabi Musa
berkata (sebagaimana firman Allah Subhanahu wataala),
Q
U X
n
V X
z

{ Qz
TX e
T
Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepadaMu. Wahai Rabbku, agar Engkau ridha (kepadaku). (Thaha: 84)
Sepeninggal Nabi Musa Alaihissalam, bani Israil masih sabar
menunggu selama beberapa hari. Sudah hampir sebulan, Nabi
Musa Alaihissalam belum juga kembali membawa Taurat yang
dijanjikan. Mereka mulai gelisah, kembali mereka menghitung hari.
Nabi Harun Alaihissalam yang menggantikan saudaranya
memimpin bani Israil berkata kepada bani Israil, Hai bani Israil,
kalian tidak halal memakan rampasan perang (ghanimah),
sedangkan perhiasan bangsa Mesir yang kalian bawa adalah
ghanimah. Kumpulkanlah dan timbunlah dalam tanah. Kalau Musa
datang dan menghalalkannya, ambillah, tetapi kalau tidak, itu
adalah sesuatu yang tidak boleh kalian makan.
Page 62

waktu yang telah Kami tentukan. (al-Araf: 143)


Mereka mengumpulkan dan menimbunnya dalam tanah. Datanglah
Samiri membawa bekas jejak kaki kuda Jibril lalu melemparkannya
ke tumpukan perhiasan tersebut. Dengan izin Allah Subhanahu
wataala, tumpukan itu menjadi seekor anak lembu yang bersuara.
Beberapa hari kemudian, keluarlah anak lembu itu. Begitu
melihatnya, Samiri berkata kepada mereka, Inilah ilah Musa dan
kalian, tetapi dia lupa. Akhirnya, mereka tirakat di sekitar anak
lembu itu dan mulai beribadah kepadanya.
Nabi Harun Alaihissalam dengan penuh kasih sayang terus
mengingatkan mereka, Hai kaumku, kalian sedang diuji dengan
anak lembu itu. Ingatlah, Rabb kalian adalah Ar-Rahman. Ikutilah
aku! Dengan gigih, tanpa henti, Nabi Harun Alaihissalam bersama
mereka yang masih terjaga fitrahnya berusaha menyadarkan kaum
mereka. Tetapi, bukannya sadar, mereka bahkan hampir
membunuh Nabi Harun Alaihissalam. Mereka menegaskan kepada
Nabi Harun (sebagaimana dalam ayat),
Q
]S TkV X
QUc
o
Vf T V z

tc oX ]XT
Mereka menjawab, Kami akan tetap menyembah patung anak
lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami. (Thaha: 91)
Akhirnya bani Israil terpecah. Sebagian dari mereka mengingkari
perbuatan tersebut, yaitu Nabi Harun dan 12.000 orang bani Israil,
selebihnya mengikuti Samiri, menari-nari di sekeliling anak lembu
tersebut. Sementara itu, Nabi Musa Alaihissalam sudah tiba di
tempat yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wataala. Allah
Subhanahu wataala berfirman,
Tkb TaVX Q
]S T TcX

untuk menurunkan kitab kepadanya,


w zc
dan Rabbnya mengajaknya berbicara (langsung),
memberikan wahyu, perintah dan larangan. Dalam ayat ini sangat
jelas bahwa Nabi Musa Alaihissalam diajak bicara oleh Allah
Subhanahu wataala, sesampainya beliau di Thursina. Nabi Musa
Alaihissalam mendengarnya dari Allah Subhanahu wataala,
bahkan dalam ayat lain (an-Nisa ayat 164), Allah Subhanahu
wataala mempertegasnya dengan mashdar muakkidah; . TVzp b Ayat
ini membantah keyakinan muaththilah yang menolak adanya sifatsifat Allah Subhanahu wataala. Sebagian mereka dengan berani
mengubah harakat irab dalam firman Allah Subhanahu wataala
(an-Nisa ayat 164) sehingga mengubah maknanya, yang mengajak
bicara adalah Nabi Musa Alaihissalam. Bahkan, ada pula di antara
mereka yang menemui Abu Amr Ibnul Ala salah seorang ahli
qiraah sabah (tujuh bacaan al-Quran)agar membacanya dengan
memfathahkan lafzhul jalalah sehingga menjadi wa kallamallaha
Musa takliima (maknanya, Musa mengajak bicara Allah).
Abu Amr menjawab, Baiklah, anggaplah saya baca seperti yang
kau inginkan, lalu bagaimana kau berbuat dengan firman Allah
Subhanahu wataala,
w zc Tkb TaVX Q
]S T TcX
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada
waktu yang telah Kami tentukan, dan Rabbnya mengajaknya
berbicara (langsung), (al-Araf: 143)

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada


Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 63

Seketika, terdiamlah orang Mutazilah itu. Sama seperti itu juga,


bagaimana pula dia memahami firman Allah Subhanahu wataala,
]r

}c a X ] X Tw w Tt
Tatkala Rabbnya memanggilnya di lembah suci, Lembah Thuwa.
(an- Naziat: 16)
Apakah dia akan menashabkan kata Rabb (memberi harakat
fathah) pada kedua ayat yang mulia ini? Ayat-ayat ini menegaskan
bahwa Nabi Musa Alaihissalam mendengar Kalam Allah
Subhanahu wataala langsung dari Allah Subhanahu wataala,
bukan dari pohon, batu, atau yang lainnya. Seandainya Nabi Musa
Alaihissalam mendengar dari selain Allah Subhanahu wataala;
dari pohon atau batu, atau yang lainnya, niscaya tidak ada
kelebihan dan keutamaan beliau dari nabi yang lain, bahkan dari
bani Israil. Mengapa? Karena bani Israil mendengar Kalam Allah
Subhanahu wataala langsung dari Nabi Musa Alaihissalam;
seutama-utama manusia yang mendengar dari Allah Subhanahu
wataala pada masa itu. Akan tetapimenurut kaum Mutazilah
Nabi Musa Alaihissalam mendengarnya bukan dari Allah
Subhanahu wataala, melainkan dari pohon!?
Ayat ini menunjukkan pula bahwa Kalam Allah Subhanahu wataala
itu adalah suara dan huruf, yang sesuai dengan kemuliaan dan
kesempurnaan-Nya, bukan makna atau pikiran yang ada di dalam
diri Allah Subhanahu wataala. Sebab, kalau Kalam Allah
Subhanahu wataala adalah buah pikiran atau sesuatu yang ada di
dalam diri Allah Subhanahu wataala, niscaya Nabi Musa
Alaihissalam tidak dapat mendengarnya, dan tidak akan digelari
Kalimur Rahman.
Ibnu Hajar asy-Syafii rahimahullah dalam Syarah Shahih alBukhari menegaskan bahwa siapa yang menafikan suara dia harus
Majalah Asy Syariah Edisi 85

menerima bahwa itu berarti Allah Subhanahu wataala tidak


memperdengarkan Kalam- Nya kepada siapa saja, baik malaikatNya maupun para rasul-Nya, tetapi mengilhamkan kepada mereka
Kalam tersebut.
Dalam bagian lain di kitab itu juga, beliau menegaskan bahwa
suara adalah sifat Dzat-Nya, tidak serupa dengan suara makhlukNya. Wallahu alam.
Kita kembali kepada kisah ini. Setelah mendengar Kalam Allah
Subhanahu wataala, menerima penghargaan yang demikian tinggi,
dipilih oleh Allah Subhanahu wataala, Nabiyullah Musa
Alaihissalam semakin rindu kepada Allah Subhanahu wataala.
Akhirnya, beliau berkata (sebagaimana firman Allah Subhanahu
wataala),

V X
t Zt
n
Wahai Rabbku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat
melihat-Mu.
Sebuah permintaan yang wajar dan bukan terlarang. Akan tetapi,
tentu saja tidak di dunia. Oleh sebab itulah, Allah Subhanahu
wataala berfirman,
Ztb
]`
\ t TpS c a U

|\

X QX
t o
p X Zt b oX
T
Allah berfirman, Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi
lihatlah ke bukit itu. Jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala),
niscaya kamu dapat melihat-Ku.
Dengan penuh ketundukan dan harap, Nabi Musa Alaihissalam
memandang gunung besar yang ada di dekatnya, apa yang terjadi?
Ternyata gunung itu hancur luluh dan Nabi Musa Alaihissalam
Page 64

pingsan. Itulah firman Allah Subhanahu wataala,


Ta~
Q
]S c g
T z~


zX w Qzc
b Tcz\
Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.

beliau adalah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam,.


Dalam riwayat yang sahih disebutkan bahwa salah satu
keistimewaan Taurat adalah dia ditulis sendiri oleh Allah
Subhanahu wataala dengan kedua Tangan-Nya yang mulia.
Wallahu alam.

Allah Subhanahu wataala berfirman,


(Insya Allah bersambung)
o
VkS X
c Tt
V X
b
t Ts

T
T\ Tcz\
Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, Mahasuci Engkau,
aku bertaubat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertamatama beriman. (al-Araf: 143)
Setelah itu Allah Subhanahu wataala berfirman,
() o
TcX o
Sn o
U V b TS
\ ZSTzp w ZbTXT w
TckX Qz

U V f _

Znt Q
]S T
T
g

S ] S ] c a w T
\ Z

n p Xn TzVf b

]Sc Z

n oS
]X X Z\ X Tk U
o
Va
TfX ep
Tk `

w
Allah berfirman, Hai Musa, sesungguhnya aku memilih
(melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku,
sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang aku berikan
kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh
(Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi
segala sesuatu. (al-Araf: 144145)
Allah Subhanahu wataala memilih dan mengutamakan beliau dari
sekalian manusia pada masa itu, tidak mencakup masa sebelum
atau sesudahnya. Hal itu karena sebelum beliau, yang paling
utama adalah Nabi Ibrahim Alaihissalam, sedangkan sesudah
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 65

Seputar Hukum Islam Duduk di antara Dua


Sujud & Gerakan Setelahnya
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq al-Atsari
1. Duduk dengan thumaninah
Ketika duduk di antara dua sujud, Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam mengajarkan untuk thumaninah, duduk dengan tenang
dan batasannya adalah gerakan sebelumnya tidak tampak lagi
(Fathul Bari, 2/357).
Beliau melakukan duduk ini dengan lama hingga mendekati lama
sujudnya sebagaimana ditunjukkan dalam hadits al-Barra ibnu Azib
radhiyallahu anhu, ia berkata,
o
S T o
V b }
`
c X o
V w TS ]


] X o
S
\

]

]
T
`]
c X
Adalah ruku Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam , mengangkat
kepalanya (bangkit) dari ruku, sujud, dan duduk di antara dua
sujudnya, hampir sama lamanya. (HR . al-Bukhari no. 792, 820
dan Muslim no. 1057)
Terkadang Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam duduk sangat
lama, sebagaimana dicontohkan Anas bin Malik radhiyallahu anhu
yang dikabarkan oleh Tsabit al-Bunani, murid Anas radhiyallahu
anhu. Disebutkan bahwa Anas berkata, Aku akan shalat di
hadapan kalian sebagaimana tata cara yang pernah aku lihat dari
Rasulullah n saat shalat di hadapan kami.
Kata Tsabit, Dalam shalat tersebut (yang dicontohkan/diajarkan
kepada kami) Anas melakukan sesuatu yang aku tidak pernah
Majalah Asy Syariah Edisi 85

melihat kalian melakukannya. Bila ia bangkit dari ruku, ia berdiri


lurus (lama) hingga ada orang yang berkata, Sungguh ia lupa. Bila
ia duduk di antara dua sujud (dalam riwayat Muslim: dan bila ia
mengangkat kepalanya dari sujud), ia diam lama, hingga ada yang
berkata, Sungguh ia lupa. (HR . al-Bukhari no. 821 dan Muslim
no. 1060)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mmengatakan, sunnah ini telah
ditinggalkan banyak orang setelah berlalunya masa sahabat,
karena itulah Tsabit pernah berkata, Anas melakukan sesuatu
yang aku tidak pernah melihat kalian melakukannya. Ia duduk lama
saat duduk di antara dua sujud hingga kami berkata, Anas lupa.
(Zadul Maad, 1/6061)
Di saat duduk di antara dua sujud ini, disenangi meletakkan kedua
tangan di atas kedua paha dekat dengan kedua lutut, siku berada
di atas paha, sedangkan ujung jari di atas lutut dalam keadaan jarijemari ini agak direnggangkan dan dihadapkan ke arah kiblat. (alMajmu, 3/415, Zadul Maad, 1/60)
Amalan duduk di antara dua sujud dan thumaninah dalam
pelaksanaannya hukumnya wajib menurut pendapat yang rajih
(kuat) dan ini merupakan pendapat kebanyakan/jumhur ulama,
menyelisihi pendapat Abu Hanifah yang mengatakan tidak wajib.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
kepada orang yang salah shalatnya,
Kemudian angkat kepalamu (dari sujud) hingga engkau duduk
tenang. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, sedangkan Abu Dawud dan at-Tirmidzi
meriwayatkannya dari Rifaah ibnu Rafi radhiyallahu anhu. (alMajmu, 3/418)
2. Zikir-zikir
Page 66

Di saat duduk di antara dua sujud ini, Rasulullah Shallallahu alaihi


wasallam, pernah membaca zikir dan doa di bawah ini.
1. Bacaan:
Zk
ZX f
(
n :
f X Z\ ) ec zcX
(Zk\ T ) Zt} (Zk~ \ )(Zt
)
Zk
Ya Allah (dalam satu lafadz: Wahai Rabbku), ampunilah aku,
rahmatilah aku, [perbaikilah aku]2, [angkatlah derajatku]3, berilah
petunjuk kepadaku, [hapuskanlah dosaku]4, dan berilah rezeki
kepadaku.
Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma yang dikeluarkan Abu
Dawud no. 850, at- Tirmidzi no. 284, Ibnu Majah no. 898, al-Hakim
1/262, 271, al-Baihaq 2/122, Ahmad 1/315, 371, dll. Hadits ini sahih
sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam Albani t dalam Shahih
Kutubus Sunan.
Menurut al-Imam an-Nawawi rahimahullah dalam al-Majmu
(3/415), yang lebih hati-hati seluruh lafadznya diucapkan, yaitu ada
tujuh kalimat sebagaimana disebutkan di atas.
2. Bacaan:
ZX f

n ZX f

n
Wahai Rabbku, ampunilah aku. Wahai Rabbku, ampunilah aku.
Hadits Hudzaifah radhiyallahu anhu ini dikeluarkan oleh Ibnu
Majah no. 897, dan dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan Ibni
Majah serta Irwaul Ghalil no. 335.
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Sujud yang Kedua


Setelah bertakbir, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, kembali
bersujud (sujud kedua dalam shalat) dengan tata cara, ketentuan,
dan bacaan yang telah disebutkan dalam pembahasan sujud (sujud
yang pertama). Ulama sepakat tentang wajibnya sujud yang kedua
ini, berdalil haditshadits yang sahih lagi masyhur dan
ijma/kesepakatan kaum muslimin. (al- Majmu, 3/418)
Bangkit dari Sujud
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, mengangkat kepala dari
sujudnya dan bertakbir untuk melanjutkan ke rakaat kedua. Apa
saja yang dilakukan pada rakaat pertama juga diulang lagi pada
rakaat kedua. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, bersabda
kepada orang yang salah shalatnya,
,T V
k S

a U t
b

c b }a \ ,
X
z ~ \ \ |. }

~
n Z\
X k
ec {

oS

a U t
Kemudian lakukanlah hal tersebut pada setiap ruku dan sujud.
Apabila kamu lakukan hal itu, sungguh telah sempurna shalatmu.
Jika ada sesuatu yang kamu kurangi, berarti kamu mengurangi
shalatmu. (HR . at-Tirmidzi no. 302, 303, dinyatakan sahih dalam
Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Duduk Istirahat dan Bangkit Berdiri
Sebelum bangkit berdiri untuk melanjutkan ke rakaat berikutnya,
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, duduk tegak sejenak di
atas kaki kiri beliau, hingga setiap tulang kembali pada posisinya.
Hal ini ditunjukkan dalam hadits Malik ibnul Huwairits radhiyallahu
anhu, ia berkata,
Page 67

V t TclX }
`
c X o
S
\ \ | .


V
Z\ Qcz
\
]


o
ep { }

X Qz
} U
T\ T ec { }
T ]U
~
c Z\

Memang ada silang pendapat dalam masalah duduk istirahat dan


bangkit berdiri dengan bertumpu di atas kedua tangan ini.

Maukah aku gambarkan kepada kalian cara shalat Rasulullah


Shallallahu alaihi wasallam? Lalu Malik shalat di luar waktu
shalat6. Tatkala ia mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua
pada rakaat yang awal, ia duduk tegak. Kemudian baru bangkit
dengan bertumpu di atas tanah. (HR . asy-Syafii dalam al-Umm no.
198, an-Nasai no. 1153, dan al-Baihaqi 2/124,125. Sanadnya sahih
di atas syarat Syaikhani sebagaimana disebutkan dalam al-Irwa
2/82)

Pertama: Sunnah secara mutlak. Ini adalah pendapat al-Imam asySyafii, Abu Dawud, dan Ahmad rahimahumullah. (al-Muhalla, 3/40)

Dalam riwayat al-Bukhari (no. 824) disebutkan Malik ibnul


Huwairits radhiyallahu anhu mencontohkan shalat Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam kepada orang-orang. Ketika Ayyub,
salah seorang perawi hadits ini, bertanya kepada Abu Qilabah,
syaikhnya yang menyampaikan hadits ini dari Malik radhiyallahu
anhu, tentang bagaimana cara shalat yang dicontohkan Malik,
maka kata Abu Qilabah seperti shalat yang dilakukan syaikh kita
Amr ibnu Salamah, dia menyempurnakan takbir, dan bila
mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua, ia duduk dan
bertumpu di atas bumi/tanah, kemudian baru bangkit berdiri.
Dalam hadits yang sebelumnya (no. 823) disebutkan Abu Qilabah
bahwa Malik ibnul Huwairits radhiyallahu anhu memberitakan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tidak bangkit ke rakaat
kedua hingga beliau duduk tegak (HR . Bukhari no. 823)
Diriwayatkan pula duduk istirahat ini dari Abu Humaid as-Saidi
radhiyallahu anhu. Adapun penyebutan duduk ini sebagai duduk
istirahat, asalnya dari para fuqaha. (al-Irwa, 2/82)
Perbedaan Pendapat dalam Masalah Ini
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Al-Imam Syafii rahimahullah menyatakan, orang yang bangkit dari


sujud atau duduk dalam shalat untuk bertumpu dengan kedua
tangannya secara bersama-sama dalam rangka mengikuti sunnah,
karena hal ini lebih mendekati sikap tawadhu dan lebih membantu
orang yang shalat. (al-Umm, kitab ash-Shalah, bab al- Qiyam
minal Julus)
Ibnu Hani dalam Masailnya dari al- Imam Ahmad t mengatakan
(1/57), Aku melihat Abu Abdillah (yakni al- Imam Ahmad) kerap
kali bertumpu di atas kedua tangannya ketika bangkit ke rakaat
berikutnya. Kerap kali beliau duduk tegak, kemudian bangkit.Ibnu
Hazm rahimahullah menganggap duduk istirahat ini mustahab
dilakukan sebelum bangkit ke rakaat kedua dan keempat. (alMuhalla, 3/39)
Al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah setelah membawakan hadits
dalam bab Kaifa an-Nuhudh minas Sujud (artinya: bagaimana tata
cara bangkit/berdiri dari sujud) pada kitab Sunannya mengatakan,
Hal ini diamalkan oleh sebagian ahlul ilmi. Teman-teman kami,
para ulama hadits, juga berpendapat seperti ini. Setelah
membawakan hadits riwayat al-Bukhari dalam bab Man Istawa
Qaidan fi Witrin min Shalatihi Tsumma Nahadha (no. 823 yang
telah dibawakan di atas), al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani
rahimahullah dalam penjelasannya menyatakan bahwa duduk
istirahat ini disyariatkan, bukan karena hajat/ada kebutuhan. Tidak
ada zikir khusus yang dibaca saat duduk ini, karena duduknya
hanya sebentar sehingga ucapan takbir yang disyariatkan saat
Page 68

berdiri sudah cukup. (Fathul Bari 2/391)


Kedua: Tidak sunnah secara mutlak. Mereka berdalil dengan
beberapa hadits, di antaranya:
Hadits Wail ibnu Hujr radhiyallahu anhu, ia menyampaikan saat
bangkit ke rakaat berikutnya, Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam, bangkit di atas kedua lutut beliau dan bersandar di atas
paha beliau. (HR . Abu Dawud no. 839, namun riwayat ini
dhaif/lemah. Dinyatakan dhaif oleh al-Imam an- Nawawi t dalam alMajmu 3/422. Demikian pula dalam al-Irwa no. 363)
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, Adalah Nabi
Shallallahu alaihi wasallam bangkit dalam shalat (bertumpu) di atas
bagian dalam kedua telapak kaki beliau. (HR . at- Tirmidzi no. 288,
namun haditsnya dhaif sebagaimana disebutkan dalam al-Irwa no.
362)
Ketiga: Pendapat yang merinci. Jika duduk ini dibutuhkan karena
fisik yang lemah, usia senja, sakit, dan yang semisalnya, dia duduk
dahulu lalu bangkit. Namun, apabila tidak dibutuhkan, ia tidak
duduk. Alasannya, dalam duduk ini tidak ada doa/zikir yang dibaca
dan tidak ada takbir perpindahan, yang ada hanya satu takbir, yaitu
takbir dari sujud ke berdiri. Karena sebelum dan sesudahnya tidak
ada takbir, dan tidak ada pula zikir yang diucapkan, hal ini
menunjukkan duduk ini tidaklah dimaksudkan sebagai bentuk
amalan/gerakan yang disyariatkan dalam shalat sebagaimana
gerakan lainnya. Tentang hadits Malik ibnul Huwairits radhiyallahu
anhu yang menyebutkan Nabi n bersandar di atas kedua tangan
beliau saat bangkit berdiri, mereka menyatakan bersandar pada
kedua tangan umumnya karena ada kebutuhan dan karena tubuh
yang berat sehingga tidak bisa bangkit terkecuali harus ada
tumpuan.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Qudamah
radhiyallahu anhu sebagai wujud pengumpulan dalil yang
Majalah Asy Syariah Edisi 85

menetapkan dan dalil yang meniadakan duduk ini. Pendapat yang


merinci seperti ini memiliki kekuatan argumen daripada pendapat
yang kedua, wallahu alam.
Menurut pendapat yang ketiga ini, apabila orang yang shalat butuh
duduk sebelum bangkit ke posisi berdiri, ia duduk dan apabila ia
butuh tumpuan ia bisa bertumpu dengan kedua tangannya,
bagaimana pun caranya, apakah bertumpunya di atas punggung
jarijemari, seluruh jari-jemari, atau yang lain, tanpa ada tata cara
tertentu. Yang penting, dilakukan apabila dibutuhkan. Apabila tidak
dibutuhkan, tidak dilakukan.
(Majmu Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh al-Imam Muhammad
ibn Shalih al-Utsaimin, 13/182)
Asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin rahimahullah
menyatakan, dalam masalah ini didapatkan tiga tingkatan kekuatan
argumen (yang awal lebih kuat dari yang setelahnya. pen.):
1. Apabila ada kebutuhan, disyariatkan melakukan duduk seperti
ini. Tentang hal ini, tidak ada permasalahan.
2. Disyariatkan duduk seperti ini secara mutlak, ada kebutuhan
ataupun tidak. Pendapat ini memiliki kekuatan argumen atau bisa
dianggap kuat.
3. Tidak disyariatkan secara mutlak, maka ini pendapat yang
lemah, karena hadits yang menyebutkan duduk ini tsabit/kokoh,
akan tetapi yang jadi permasalahan apakah tsabitnya karena ada
kebutuhan ataukah secara mutlak? Inilah yang menjadi
pembahasan. (Majmu Fatawa wa Rasail, 13/383385)
Dari tiga pendapat di atas, sebagaimana telah kami isyaratkan
sebelumnya dalam subjudul Duduk Istirahat dan Bangkit Berdiri,
Page 69

pendapat yang lebih kuat adalah yang pertama karena tidak ada
berita yang tsabit/kuat yang menentang sunnah ini, meskipun orang
yang tidak mengerjakannya dalam shalatnya juga tidak diingkari.
Adapun menjawab pendapat bahwa Nabi Shallallahu alaihi
wasallam melakukannya karena ada kebutuhan, dijawab bahwa
anggapan seperti ini tidak boleh dipakai untuk menolak sunnah
yang sahih. Apalagi duduk istirahat ini telah diriwayatkan oleh
sejumlah sahabat yang mencapai lebih dari sepuluh orang. Kalau
memang Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam melakukannya
karena ada kebutuhan, bukan karena sunnah, bagaimana bisa hal
tersebut tersembunyi bagi para sahabat yang mulia tersebut. Lebihlebih lagi, di antara mereka ada Malik ibnul Huwairits radhiyallahu
anhu yang menyampaikan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam,,
Znz
Zt]U T] z

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.


Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, Adapun hadits Wail
ibnu Hujr radhiyallahu anhu (yang telah dibawakan di atas),
kalaupun sahih, wajib dipahami (kepada makna yang) menyepakati
hadits lain yang menetapkan duduk istirahat. Sebab, dalam hadits
Wail tidak disebutkan secara nyata bahwa Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam meninggalkan duduk istirahat. Kalau pun ada
secara nyata, niscaya hadits Malik ibnul Huwairits, Abu Humaid,
dan para sahabat
lebih didahulukan daripada hadits Wail
radhiyallahu anhu, dari dua sisi:
a. Sanad-sanadnya sahih.
b. Banyak perawinya. Bisa jadi, Wail radhiyallahu anhu melihat
Nabi Shallallahu alaihi wasallam shalat dalam satu waktu atau
beberapa
Majalah Asy Syariah Edisi 85

waktu untuk menerangkan bolehnya hal tersebut. Namun, yang


sering beliau lakukan adalah apa yang diriwayatkan oleh orangorang yang lebih banyak. Yang lebih memperkuat adalah sabda
Nabi Shallallahu alaihi wasallam, kepada Malik ibnul Huwairits
radhiyallahu anhu setelah ia shalat bersama beliau dan menghafal
ilmu dari beliau selama dua puluh hari lantas ingin pulang kepada
keluarganya,
Znz
Zt]U T] z
e ] zn
e S ep V z QX ]
Pulanglah kalian kepada keluarga kalian, perintahlah dan ajarilah
mereka. Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat!
Semua ini ada dalam Shahih al-Bukhari dari beberapa jalan. Nabi
Shallallahu alaihi wasallam mengatakan demikian kepada Malik
sedangkan Malik telah menyaksikan Nabi n duduk istirahat.
Seandainya duduk istirahat ini tidak termasuk amalan yang
disunnahkan bagi setiap orang, niscaya Nabi Shallallahu alaihi
wasallam tidak memutlakkan ucapan beliau, Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat aku shalat. (al-Majmu, 3/422)
Beliau menyatakan, Perlu diketahui, sepantasnya bagi setiap
orang untuk terus melakukan duduk ini (dalam shalatnya) karena
sahihnya hadits-hadits tentang duduk ini dan tidak ada riwayat
sahih yang menentangnya. Janganlah tertipu dengan banyaknya
orang yang bermudah-mudah meninggalkannya (mutasahilin).
Allah Subhanahu wataala sungguh berfirman,
ep w ]t ep X f zcX e p s
Zt]~ bc T\ zcX
]s
b eUk
Katakanlah, jika memang kalian mencintai Allah maka ikutilah aku
niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa
kalian. (Ali Imran: 31)
Page 70

Firman-Nya,

\
]c X e Tb TS
Apa saja yang dibawa Rasul kepada kalian, maka ambillah. ( alHasyr: 7). (al-Majmu, 3/420421)

atau karena sebab lain. Maka dari itu, ada kelompok ketiga yang
berpendapat bahwa duduk ini disyariatkan saat ada kebutuhan, dan
tidak disyariatkan apabila tidak tidak dibutuhkan. Namun, yang
tampak adalah duduk ini disunnahkan secara mutlak. Adapun
alasan bahwa duduk ini tidak disebutkan dalam hadits-hadits yang
lain tidaklah menunjukkan duduk ini tidak ada. Yang memperkuat
pendapat ini adalah:

Fatwa al-Lajnah ad-Daimah


Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah yang saat itu diketuai
oleh Samahatusy Syaikh Ibnu Baz rahimahullah ketika ditanya
tentang masalah duduk istirahat. Mereka berfatwa sebagai berikut.
Ulama sepakat bahwa duduk setelah mengangkat kepala dan
tubuh dari sujud yang kedua pada rakaat pertama dan ketiga serta
sebelum bangkit ke rakaat kedua dan keempat, bukanlah amalan
yang termasuk kewajiban shalat, bukan pula sunnah yang
ditekankan (muakkadah) dalam shalat. Ulama berbeda pendapat
setelah itu, apakah duduk ini sunnah saja, atau bukan termasuk
gerakan shalat sama sekali, atau boleh dilakukan oleh orang yang
membutuhkannya karena tubuh yang lemah karena usia, sakit,
atau kegemukan?

1. Hukum asal dari perbuatan Nabi Shallallahu alaihi wasallam,


adalah beliau melakukannya untuk ditiru oleh umatnya.
2. Duduk ini disebutkan oleh hadits Abu Humaid as-Saidi
radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dan Abu
Dawud dengan sanad yang jayyid (bagus). Abu Humaid
radhiyallahu anhumenjelaskan tata cara shalat Nabi n di tengahtengah sepuluh orang sahabat, dan mereka membenarkannya.
(Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 6/447448, Ketua: asy- Syaikh Ibnu
Baz, Wakil: Abdurrazzaq Afifi, dan Anggota: Abdullah bin
Ghudayyan) Wallahu taala alam bish-shawab.

Al-Imam asy-Syafii rahimahullah dan sekelompok ahlul hadits


berpandangan sunnah. Ini juga merupakan salah satu riwayat dari
dua riwayat al-Imam Ahmad rahimahullah. Dasar mereka adalah
hadits Malik ibnul Huwairits radhiyallahu anhu. Namun, banyak
ulama, di antaranya Abu Hanifah rahimahullah dan Malik
rahimahullah, tidak memandang adanya duduk ini, demikian pula
satu riwayat al-Imam Ahmad rahimahullah.Alasannya, hadits-hadits
lain tidak ada yang menyebutkan duduk ini.
Bisa jadi, duduk yang disebutkan oleh Malik ibnul Huwairits
radhiyallahu anhu tersebut dilakukan oleh Nabi Shallallahu alaihi
wasallam, di akhir umur beliau tatkala tubuh beliau sudah berat
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 71

dalam doanya di saat datang kesusahan, Ibnu Abbas radhiyallahu


anhuma meriwayatkan,

Khazanah Al-Azhim
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al Ustadz Qomar Suadi
Al-Azhim adalah salah satu asma Allah l yang agung. Al-Azhim,
Yang Mahaagung, berulang kali Allah Subhanahu wataala
menyebutkan nama ini dalambeberapa ayat, di antaranya,
oS
X Z\ TS
T`
c X Z\ TS Xc ]t TX k
g
b TX ] Va X Z
s
X ] TcX X TX zcX
T Tw TcX z
oSn Z
w
]_Vs TX e f z g
TS e } o
V w TS e z~ t |w TcX } k f
Xc
e V~ X Z
z~ X ] T
f
] TX
X
T`
c X V


Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Dia Yang
Mahahidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk- Nya), tidak
mengantuk, dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan
di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit
dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan
Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (al-Baqarah: 255)
e V~ X
wn e
Tw n`
\
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang
Mahabesar. (al-Waqiah: 96)
e V~ X zcXTw o
S TX
T tc
Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang
Mahabesar. (al-Haqqah: 33)
Demikian pula Nabi Shallallahu alaihi wasallam menyebut nama itu
Majalah Asy Syariah Edisi 85


c X
e V~ X
~ X

c X
e Vzs
X e V~ X

c X
:
p X } k

]a
T


` ]
c X

~ X

e p X
Dahulu Nabi Shallallahu alaihi wasallam berdoa saat ditimpa
kesusahan, (artinya), Tiada sesembahan yang benar selain Allah
Yang Mahaagung,Yang Maha Penyabar, tiada sesembahan yang
benar selain Allah Rabb Arsy yang agung, tiada sesembahan yang
benar selain Allah, Rabb langit-langit dan Rabb bumi, dan Rabb
Arsy yang mulia. (Sahih, HR . al-Bukhari dan Muslim)
Al-Azhim, Allah Mahaagung. Dia memiliki tiap sifat yang
mengharuskan untuk diagungkan. Tidak ada satupun makhluk yang
mampu menyanjung- Nya sebagaimana mestinya. Bahkan, Allah
Subhanahu wataala adalah seperti yang Ia sifati diri-Nya
dengannya dan di atas segala pujian hamba-Nya.
Perlu diketahui bahwa makna Al-Ustadz Qomar Suaidi keagungan
AllahSubhanahu wataala yang hanya merupakan hak-Nya adalah
dua macam.
1. Allah l disifati dengan segala sifat kesempurnaan, dan
kesempurnaan yang Allah Subhanahu wataala miliki adalah
kesempurnaan yang paling puncak, paling agung, dan paling luas.
Milik-Nyalah ilmu yang meliputi segala sesuatu, kemampuan yang
tidak bisa dihalangi, kesombongan dan keagungan.
Di antara keagungan Allah Subhanahu wataala adalah bahwa
langit-langit dan bumi di tangan Allah Subhanahu wataala lebih
kecil daripada biji sawi, sebagaimana diucapkan Ibnu Abbas
Page 72

radhiyallahu anhuma dan yang lainnya. Allah Subhanahu wataala


berfirman,
t Ts
k VV w Tc] _
S
T`
c X S TVa X ] U
T~V

X }
c
zcX } TS

]
Tc
QXT~b
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan
yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya
pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.
Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
(az-Zumar: 67)

T tc ~ } w onS }
oS T p `
S TUX oX TXb
X
T`
c X
`
czX
c
]f
TVz

Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya tidak


lenyap, dan sungguh jika keduanya akan lenyap, tidak ada seorang
pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Fathir: 41)
Dia Mahatinggi lagi Mahaagung,

satunya, maka Aku akan meyiksanya.


2. Allah Subhanahu wataalal lah yang berhak terhadap segala
macam pengagungan yang dengannya seorang hamba
mengagungkan dan tidak seorang pun dari mahluk berhak untuk
diagungkan sebagaimana Allah Subhanahu wataalal diagungkan.
Allah Subhanahu wataala berhak atas hamba-Nya untuk mereka
agungkan, dengan kalbu, lisan, dan anggota badan mereka. Hal itu
diwujudkan dengan cara mengerahkan segala kemampuan untuk
mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan menghinakan diri di hadapanNya.
Inkisar (luluh, remuk redam) di hadapan-Nya, tunduk di hadapan
kesombongan-Nya, takut kepada-Nya, menggunakan lisan untuk
memuji-Nya, menggunakan anggota badan untuk mensyukuri-Nya
dan melaksanakan peribadatan kepada-Nya. Di antara bentuk
pengagungan kepada-Nya adalah dengan bertakwa kepada-Nya,
sehingga Dia ditaati tidak dimaksiati, diingat tidak dilupakan,
disyukuri tidak dikufuri. Di antara bentuk pengagungan kepada-Nya
adalah mengagungkan apa yang disyariatkan-Nya dan apa yang
diharamkan-Nya baik berupa waktu, tempat, maupun perbuatan.
Allah Subhanahu wataala berfirman,

e V~ X Z
z~ X ]
X Z\ TS
T`
c X Z\ TS X

]za X ] a b oS Ttc| \ zcX T~


e
n ~ oS
X
Kepunyaan-Nya lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. (asy-Syura: 4)
Dalam kitab Shahih disebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi
wasallam bersabda,

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan


syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan
hati. (al-Hajj: 32)
wn } k Xc V g
] \ zcX
TS
e
n ~ oS
X

U w c
T k S }Zk
Tt o \
~ X Z T p X :
]a

c
Allah berfirman, Kesombongan adalah selendang-Ku dan
keagungan adalah sarung-Ku. Orang yang merebut dari-Ku salah
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan


apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik
baginya di sisi Rabbnya. (al-Hajj: 30)
Page 73

Di antara bentuk pengagungan kepada-Nya adalah tidak


menentang apa yang disyariatkan-Nya dan apa yang diciptakanNya. (Penjelasan as-Sadi dan Muhammad Khalil Harras, Tafsir
Asmaillah dan Syarah Nuniyyah)
Buah Mengimani Nama Allah Subhanahu wataala al-Azhim
Buahnya, kita lebih mengenal keagungan dan kebesaran-Nya,
serta menyadari segala kekurangan kita. Kita hanyalah hamba
Allah Subhanahu wataala yang kecil, yang hina, yang lemah, dan
yang serbaterbatas dari segala sisinya. Ini menuntut kita untuk
lebih banyak mengagungkan-Nya dengan berbagai ucapan,
amalan, dan keyakinan.
Menuntut kita untuk menjauhi sifat sombong, takabur, bangga diri,
serta lupa akan pertolongan Allah Subhanahu wataala dan
keagungan-Nya. Sebanyak apa pun yang kita miliki berupa harta,
kedudukan, kehormatan, pangkat, atau kekuasaan, itu tidak berarti
apa-apa di hadapan keagungan-Nya.
Di samping itu, mengimaninya juga membuahkan pengetahuan
lebih dalam tentang batilnya segala sesembahan selain Allah
Subhanahu wataala. Ternyata, apa pun sesembahan itu, tidak
berarti apa-apa di hadapan keagungan-Nya. Lantas atas dasar apa
tuhan-tuhan palsu itu disembah?
Manfaat apa yang diperoleh darinya? Apa yang dijanjikan oleh
tuhan-tuhan palsu tersebut? Bahkan, semua itu hanya kepalsuan
dan penipuan setan. Karena itu, setan menertawakan para
penyembah selain Allah Subhanahu wataala tersebut. Kelak, setan
pun akan cuci tangan dari perbuatan mereka itu.

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Oase Buah Keimanan Bag. 6


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Al Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar
Sesungguhnya keimanan akan menghilangkan keragu-raguan yang
menghinggapi kebanyakan manusia sehingga merusak agama
mereka. Allah Subhanahu wataala telah berfirman,
]wTb eX ec { X] zcXTw ]kS o
Xc
]kS X Ttc
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah
mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian
mereka tidak ragu-ragu. (al-Hujurat: 15)
Maknanya, keimanan yang benar akan menolak keragu-raguan
yang ada pada mereka, menghilangkan seluruhnya, mengobati
keragu-raguan yang dibisikbisikkan setan-setan dari kalangan
manusia dan jin, serta menolak jiwa yang mengajak kepada
kejelekan. Karena itu, tidak ada obat bagi penyakit yang
membinasakan ini selain keimanan yang benar.
Oleh karena itu, telah datang dalam ash-Shahihain sebuah hadits
dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu. bahwasanya Nabi
Shallallahu alaihi wasallam telah bersabda (yang artinya),
Manusia akan terus-menerus saling bertanya sampai-sampai akan
dikatakan, Allah Subhanahu wataala telah menciptakan makhlukNya, lantas siapa yang menciptakan Allah Subhanahu wataala?
Barang siapa yang mendapatkan demikian itu, hendaklah
mengucapkan, Aku beriman kepada Allah Shallallahu alaihi
wasallam kemudian berhenti dan berlindung kepada Allah dari
godaan setan.

Page 74

Nabi Shallallahu alaihi wasallam menyebutkan penyakit yang


berbahaya ini beserta obat yang bermanfaat untuknya berupa tiga
perkara,
a. berhenti/meninggalkan waswas setan ini
b. berlindung (kepada Allah Subhanahu wataala) dari (setan) yang
membisikkannya dan yang membuat kerancuan padanya untuk
menyurutkan hamba-hamba Allah Subhanahu wataala,
c. berpegang teguh dengan keimanan yang benar, karena barang
siapa yang berpegang teguh dengannya, maka ia termasuk orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya. Sebab, kebatilan akan
tampak jelas dengan banyak perkara. Di antaranya yang paling
besar adalah dengan ilmu, sedangkan semua perkara yang
bertentangan dengan kebenaran (al- Haq) adalah kebatilan.

Tz
c X TcX
ns
X ~ } w T\
Tidak ada setelah kebenaran itu selain kesesatan. (Yunus: 32)
(Diambil dari at-Taudhih wal Bayan lisy Syajaratil Iman hlm. 5657
karya asy-Syaikh Abdurrahman Ibnu Nashir as-Sadi)

Problem Anda Hukum Arisan


Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085
Apa hukum arisan?
Dijawab oleh al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad as-Sarbini
Arisan dikenal oleh sebagian orang Arab dengan istilah jamiyyah
(kumpulan peserta arisan). Ini termasuk masalah kontemporer yang
tengah marak ditekuni oleh banyak kaum muslimin mengingat
manfaat yang mereka rasakan darinya. Masalah ini diperselisihkan
oleh ulama ahli fatwa masa kini.
1. Ada yang berpendapat haram. Al-Allamah Shalih al-Fauzan
hafizhahullah berfatwa, Ini dinamakan pengutangan di antara
sekumpulan orang (arisan) dan perkara ini kehalalannya diragukan.
Sebab, arisan adalah piutang dengan syarat adanya timbal balik
dengan diutangi pula dan termasuk piutang yang menarik manfaat.
Karena dua alasan tersebut, arisan haram.
Di antara ulama ada yang berfatwa boleh dengan alasan manfaat
yang ditarik karena pengutangan itu tidak khusus pada salah satu
pihak (pemiutang) melainkan pada kedua belah pihak. Menurut
saya, yang rajih (terkuat) adalah pendapat pertama (yang
mengharamkan). Dalilnya adalah sabda Nabi Shallallahu alaihi
wasallam,
Tw ~ \ ] f k S c



Setiap piutang yang menarik suatu manfaat, hal itu adalah riba.1
(Lihat kitab Asna al-Mathalib hlm. 240, al- Ghammaz ala alLammaz hlm. 173, dan Tamyiz al-Khabits min ath-Thayyib hlm.
124)

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 75

Seluruh ulama telah sepakat atas makna yang terkandung pada


hadits ini, sementara itu arisan termasuk dalam makna ini. Selain
itu, arisan termasuk pengutangan yang mengandung syarat
diutangi pula sebagai timbal baliknya, padahal Nabi n melarang
adanya dua akad dalam satu akad. Wallahu alam.2

Jawabannya, tidak. Hal itu bukan piutang yang menarik manfaat/


riba, karena tidak ada peserta yang mendapatkan uang lebih dari
jumlah yang telah diberikannya. Ada yang berkata, Bukankah
disyaratkan piutang itu dibayar sepenuhnya kepadanya, yang
berarti syarat pada piutang (yang menarik manfaat/riba)?

2. Ada yang berpendapat boleh. Ini adalah fatwa Ibnu Baz


bersama Haiat Kibar al-Ulama (Dewan Ulama Besar Kerajaan
Arab Saudi) yang dipimpinnyadan Ibnu Utsaimin. Berikut kutipan
fatwa mereka.

Kami jawab bahwa hal itu bukan syarat adanya akad lain, tetapi
sematamata syarat agar utang itu dilunasi. Artinya, peserta
memberikannya kepada peserta lainnya dengan syarat ia
mengembalikannya kepadanya senilai itu juga, tidak lebih dari itu.

Al-Imam Ibnu Baz rahimahumullah ditanya mengenai hukum


arisan. Gambarannya, sekelompok pengajar mengumpulkan
sejumlah uang di akhir bulan dari gaji mereka, lalu mereka
memberikannya kepada salah seorang dari mereka, lalu diberikan
kepada orang berikutnya di akhir bulan berikutnya, demikian
seterusnya sampai seluruh peserta mengambil uang yang telah
dikumpulkannya selama ini. Beliau t menjawab, Hal itu tidak
mengapa. Arisan adalah piutang yang tidak mengandung syarat
memberi tambahan manfaat kepada siapa pun. Majelis Haiat Kibar
al-Ulama telah mempelajari masalah ini dan mayoritas mereka
membolehkannya mengingat adanya maslahat untuk seluruh
peserta arisan tanpa mengandung mudarat. Hanya Allah l yang
memberi taufik.

Berdasarkan keterangan ini, pendapat bahwa arisan termasuk


piutang yang menarik manfaat/riba adalah anggapan yang keliru.
Sebab, arisan adalah piutang yang tidak mengandung penarikan
manfaat/riba sama sekali. Seandainya peserta memiutangi uang
senilai seribu dengan syarat dikembalikan dua ribu, tentu saja hal
itu tidak boleh, karena tergolong piutang yang menarik
manfaat/riba.

Al-Imam Ibnu Utsaimin berfatwa dalam syarah Bulughul Maram,


Terjadi masalah di kalangan para pegawai yang gajinya dipotong
setiap bulan (untuk dikumpulkan) senilai tertentu menurut
kesepakatan mereka. Uang itu lantas diberikan kepada salah
seorang dari mereka di bulan pertama, lalu kepada orang kedua di
bulan kedua, dan seterusnya hingga uang itu bergilir kepada
seluruh peserta (arisan). Apakah masalah ini tergolong piutang
yang menarik manfaat/riba?

Alhasil, yang benar menurut kami adalah pendapat yang


membolehkan. Adapun kedua alasan yang dikemukakan oleh alAllamah al-Fauzan sebagai dasar untuk menghukumi haramnya
arisan telah terbantah pada kedua fatwa ini. Arisan bukan piutang
yang menarik manfaat/riba, karena setiap peserta arisan tidak
mengambil uang lebih dari uangnya sendiri yang dikumpulkannya
selama berjalannya arisan.
Arisan bukan pengutangan yang mengandung syarat diutangi pula
sebagai timbal baliknya. Sebab, setiap peserta yang mendapat
undian (giliran) untuk mendapatkan sejumlah uang arisan yang
terkumpul berarti dia diutangi oleh peserta arisan berikutnya (yang
belum dapat giliran).
Adapun peserta yang telah dapat giliran, setorannya untuk

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 76

membayar utangnya kepada pesertapeserta yang belum dapat


giliran. Demikianlah seterusnya hingga berakhir.

Khutbah Jumat Zina, Bahaya Dan SebabSebabnya

Jadi, tidak ada sama sekali persyaratan akad lain yang


membonceng padanya untuk memetik riba.

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 085


Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.

Wallahu alam.

Khutbah Pertama

Namun, pada perkembangannya ada model-model arisan yang


diboncengi dengan lelang motor atau semacamnya yang perlu
diwaspadai. Sebab, boleh jadi itu tergolong pengutangan yang
menarik manfaat/riba sehingga haram. Hal itu apabila peserta
arisan yang mendapat giliran di putaran-putaran berikutnya atau
putaran terakhir diuntungkan oleh peserta-peserta sebelumnya
dengan mendapat kelebihan dari nilai uang yang dikumpulkannya
selama arisan berlangsung. Wallahul mustaan.

TV X z
] X
T

Tt Tw oS c
o
_
w TS TkS
TS

]f X c
Xc
} s
X
f _
X Qz p
t T`
Qz
}
e TVt e k Z\ e
T
e X t TV
T~ w
}
b Tf
T
U Vc ] X U Vc w ]w Z\ X


}


c X
}
t TkU S
Qz V z

Qcz
k S T c

c

V z
cS

c
c V g

X]
}
}cs
S
c


]f X e
oS
c ] z
QXT~b
] a bc TckX T :}~ w TcS TV z`
b e zc
w Ts
X
T t X

T\
TS c
ZU Xc
Maasyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahuwataala, yang telah
mengharamkan perbuatan zina dan hal-hal yang menyeret
kepadanya. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak
untuk diibadahi dengan benar kecuali Allah Subhanahuwataala
semata, serta saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi kita
Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh kaum
muslimin yang senantiasamengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahuwataala
dan ketahuilah bahwa di antara perbuatan keji yang paling besar
yang telah Allah l haramkan di dalam kitab-Nya dan melalui lisan
Rasul-Nya adalah perbuatan zina. Allah l berfirman,

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 77

TzV
T

T\
T tc Ttn X] w a b TX
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (alIsra: 32)
Allah Subhanahuwataala memberitakan dalam ayat ini tentang
jeleknya zina dan akibat yang ditimbulkan oleh kejelekannya. Zina
adalah perbuatan keji dan menimbulkan kerusakan yang paling
besar di muka bumi ini. Perbuatan zina akan merusak nasab dan
kehormatan serta akan memunculkan kebencian dan permusuhan
di antara manusia. Allah Subhanahuwataala menyatakan bahwa
zina adalah jalan yang buruk karena kejelekan yang diakibatkannya
sangat besar, serta mendatangkan kehinaan dan bencana di dunia
dan akhirat.
Di antara hal yang menunjukkan keji dan jeleknya perbuatan ini
adalah hukuman yang telah Allah Subhanahuwataala tetapkan
atas pelakunya, sebagaimana dalam firman-Nya,
eUk zcX o
Z\ \ T w eg
b TX } z
TS T k Sn }

c } z
T\ Ztc X V t cX
o
VkS X o
Sn f Tr T w
}
V X g
X] V X zcXTw
]kS b
Perempuan yang berzina dan lakilaki yang berzina, maka
cambuklah tiaptiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan
dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kalian beriman kepada Allah
dan hari akhir.Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (an- Nur:
2)
Demikian hukuman bagi pelaku zina, yaitu dicambuk dengan
seratus cambukan, dan sebagaimana ditunjukkan dalam dalil yang
lainnya, juga ditambah dengan diasingkan dari daerahnya selama
Majalah Asy Syariah Edisi 85

satu tahun penuh. Ini hukuman bagi pelaku zina yang belum
menikah.
Adapun hukuman bagi pelaku zina yang sudah menikah, meskipun
baru sekali menghubungi istrinya adalah dirajam dengan dilempari
batu hingga mati.
Hadirin rahimakumullah,
Hukuman bagi pelaku zina yang telah ditetapkan oleh Allah
Subhanahuwataala di dunia ini tentu menunjukkan betapa
besarnya dosa dari perbuatan ini. Di samping itu, besarnya dosa
dan kejelekan perbuatan zina ini juga ditunjukkan dalam sisi lainnya
di dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Yaitu bahwa kejelekan zina disebutkan di dalam al-Quran dan asSunnah beriringan dengan syirik dan kejahatan pembunuhan. Allah
l berfirman,
~ f oS
]t TX
ns
XTw TcX zcX c
ZUXc
f kc X
]zUa TX g
TX zcX S
]} TX o
Xc
TST{
z
X
Dan orang-orang yang tidak beribadah kepada sesembahan yang
lain bersama dengan peribadahannya kepada Allah dan tidak
membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan (alasan) yang
benar dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). (alFurqan: 68)
Diiringkannya perbuatan zina ini dengan kejelekan syirik dan
membunuh jiwa yang Allah Subhanahuwataala haramkan
menunjukkan betapa besarnya dosa dari perbuatan ini sehingga
balasannya pun berupa azab yang berlipat-lipat dan menghinakan,
selama pelakunya tidak bertaubat dan kembali kepada Allah
Page 78

Subhanahuwataala serta memperbanyak beramal saleh.


Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa Allah Subhanahuwataala telah menjadikan dan
mengaitkan keberuntungan seseorang dengan penjagaan
kehormatan dirinya dari terjatuh pada zina, sebagaimana dalam
firman-Nya,

]~
Tg e b Tz
Z\ e o
Xc )(
]kS X
z\ }

Jadi, orang yang tidak menjaga kehormatan dirinya sehingga


terjatuh pada zina atau hubungan sesama jenis dan yang
semisalnya, dia tidak mendapatkan keberuntunan, bahkan dia
adalah orang yang tercela dan melampaui batas. Akhirnya, mudahmudahan apa yang kami sampaikan bisa menjadi peringatan bagi
kita semuanya.
Khutbah Kedua
}cs
S
c }
o
} X X o
V
z
S X


}

c X }
o
V XT~X
n } s
X
} ~ w TcS
T`
| w e ~ b oS w Ts X Qz
V z

Qcz
oV Vn kcX e b Tg

Sesungguhnya beruntunglah orangorang yang beriman, (yaitu)


orang-orang yang khusyuk dalam shalat mereka. (al-Muminun:
12)

Maasyiral muslimin rahimakumullah, :

Hingga firman-Nya,

Marilah kita senantiasa takut dari azab Allah Subhanahuwataala


dengan senantiasa menjaga keimanan dan tidak melanggar
batasbatas syariat-Nya.

o
\ () o
VS]zS V
e tc |\ e tT p zS TS e
Qz
TcX )(
]\ T e
f X e o
Xc

T~X e
X \
X Q U w
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barang siapa
mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas. (al-Muminun: 57)
Di dalam ayat ini kita bisa mendapatkan penjelasan tiga perkara
yang besar. Yang pertama, barang siapa yang tidak menjaga
kemaluannya bukanlah orang yang beruntung. Yang kedua,
barang siapa yang tidak menjaga kemaluannya maka dia dia
adalah orang yang tercela. Adapun yang ketiga, barang siapa yang
tidak menjaga kemaluannya dia adalah orang yang melampaui
batas.

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Hadirin rahimakumullah,
Telah kita ketahui betapa kejinya perbuatan zina dan bagaimana
hukuman Allah Subhanahuwataala yang sangat keras bagi orang
yang melakukannya di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, segala
puji bagi Allah Subhanahuwataala yang karena kasih sayang-Nya
yang
besar
terhadap
hamba-hamba-Nya,
Allah
Subhanahuwataalal telah meletakkan banyak rambu untuk
mencegah terjatuhnya seseorang pada perbuatan yang keji ini. Di
antaranya adalah:
1. Ditetapkannya hukuman bagi pelakunya dengan perincian
sebagaimana telah disebutkan yang pelaksanaannya dipersaksikan
di depan umum. Hal ini tentunya akan menjadi pelajaran bagi si
pelaku ataupun yang menyaksikannya dan akan menjadi
peringatan yang mencegah terjatuhnya seseorang pada perbuatan
Page 79

zina yang menghinakan tersebut.


2. Perintah Allah Subhanahuwataala untuk menjaga pandangan,
sebagaimana dalam firman- Nya,

]~k
Tw Vg
zcX
c e X Q
X e
] \f s
e Tw oS ] o
VkS z Xn
o
c
\o

f s
o
c Tw oS o



TkS zXn )(
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah
mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.
Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah
kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan
pandangan dan kemaluannya (an- Nur: 3031)
Perintah menahan pandangan ini tentunya sangat besar
peranannya dalam menghalangi seseorang terjatuh pada
perbuatan zina. Sebab, tidak dimungkiri bahwa yang menjadi sebab
pertama yang menyeret seseorang pada perbuatan zina adalah
dimulai dari pandangan matanya, diteruskan dengan berkenalan,
dan seterusnya.
Maka dari itu, seseorang yang mengumbar pandangannya kepada
setiap yang diinginkannya akan menjatuhkan dia pada perbuatan
keji
yang
akan
mendatangkan
kemurkaan
Allah
Subhanahuwataala. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
g
X
X `
V X QzX
X
c |\
kcX
kc X U b
Zz
T
Wahai Ali, jangan kamu ikutkan pandangan dengan pandangan
(berikutnya) karena sesungguhnya bagimu pandangan yang
pertama dan bukanlah bagimu pandangan yang terakhir. (HR.
Ahmad dan Abu Dawud, serta yang lainnya; dinyatakan sahih oleh
al-Albani)
Majalah Asy Syariah Edisi 85

Dari hadits ini, kita memahami bahwa seseorang kalau tanpa


disengaja memandang wanita yang bukan mahramnya, maka hal
itu tidak berdosa. Namun tidak boleh baginya untuk terus
memandangnya karena memandang secara disengaja tidak
dibolehkan dalam syariat. Maka sudah semestinya bagi kita untuk
menjaga pandangan dari melihat yang diharamkan karena
demikian yang diperintahkan oleh Allah l dan demikian pula yang
akan membuat hati tenang dan akan merasakan nikmatnya
beribadah kepada Allah Subhanahuwataala.
3. Termasuk perkara yang akan menjadi penghalang dari terjatuh
pada zina adalah perintah Allah l terhadap para wanita untuk
berhijab. Seperti perintah Allah Subhanahuwataala dalam firmanNya,
o
\ ~ Qt
X o
c VwTz
oS o
c V z
o
Vt} o
VkS X T`t
b Tkw

Xn Z
kc X T T
TVc ]f
zcX
T o
Tz\
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (alAhzab: 59)
Dengan menjalankan perintah menutup aurat dan hal-hal yang bisa
menarik perhatian laki-laki ini, maka akan menjadi sarana untuk
mencegah terjadinya perbuatan zina. Sebaliknya, jika para wanita
mengikuti ajakan para penyeru kebebasan atau kesetaraan yang
mendorong untuk tampil tanpa hijab yang menutup auratnya
bahkan dengan berbusana tapi telanjang, yaitu dengan berpakaian
yang ketat atau tipis dan menampakkan bagian atau lekuk
tubuhnya yang merupakan aurat, maka tentu saja hal ini akan
Page 80

menyeret pada perbuatan zina.


Tidak diragukan bahwa hal ini melanggar batas-batas syariat dan
merupakan bentuk meniru orang-orang kafir. Dengan tidak
menutup aurat sebagaimana diatur oleh syariat ini maka dia telah
berbuat kejelekan pada dirinya sendiri dan orang lain.
Hadirin rahimakumullah,
Masih banyak lagi perkara-perkara yang telah ditetapkan oleh Allah
Subhanahuwataala yang di antara hikmahnya adalah untuk
menghalangi jatuhnya seseorang kepada zina. Seperti dilarangnya
seorang lakilaki dan wanita yang bukan mahramnya untuk
berduaan, dilarangnya wanita untuk bepergian dalam jarak safar
tanpa mahram. Begitu pula dilarangnya wanita untuk besolek dan
memakai wewangian ketika keluar dari rumah serta dilarangnya
mendengarkan nyanyian dan musik karena bisa membuat laki-laki
dan wanita tergoda serta menyeret pada pergaulan bebas yang
kemudian akan menjatuhkan pada perbuatan zina.
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah
Subhanahuwataala dari terjatuh pada perbuatan zina dengan
menjauhi hal-hal yang akan menyeret pada perbuatan yang keji
tersebut.
ASY SYARIAH ONLINE www.asysyariah.com
MAKTABAH IMU http://islamicandmedicalupdates.blogspot.com

Majalah Asy Syariah Edisi 85

Page 81

Anda mungkin juga menyukai