Anda di halaman 1dari 29

ASPEK PERENCANAAN TERMINAL

1. Kriteria Penentuan Kebutuhan Terminal dan Tempat henti


Salah satu komponen dalam sistem transportasi adalah terminal. Fungsi
utama dan terminal adalah untuk penyediaan fasilitas masuk dan keluar dan obyekobyek yang akan diangkut, penumpang atau barang, menuju dan dan sistem.
Terminal biasanya mudah terlihat dan merupakan prasarana yang umumnya
memerlukan biaya yang besar dan titik dimana kemacetan mungkin terjadi.
Pelabuhan udara, pelabuhan laut dan stasiun KA merupakan contoh terminal. Tetapi
fungsi yang sama juga pada pemberhentian bus lokal pada persimpangan jalan
yang merupakan tempat para penumpang berdiri waktu menunggu bus. Fungsi

1.
2.
3.
4.

terminal saat ini dapat ditemui pada hampir setiap lokasi jalan dimana kendaraan
dapat berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.
Tempat henti dibutuhkan keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum
agar gangguan terhadap lalulintas dapat diminimalisir. Oleh sebab itu tempat
perhentian angkutan umum harus diatur penempatannya sesuai kebutuhan. Secara
fisik perhentian dapat dilengkapi dengan prasaran berupa shelter atau hanya
dengan rambu.
Tujuan diadakannya tempat perhentian sesuai dengan peraturan Dirjen
Perhubungan darat adalah untuk:
Menjamin kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum;
Kepastian keselamatan untuk menaikkan danlatau menurunkan penumpang; dan
Kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum
atau bus.
Secara umum perhantian angkutan umum dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu:

1. Perhentian di ujung rute (terminal)


Terminal adalah tempat dimana angkutan umum harus memulal atau memutar
untuk mengakhiri perjalannya. Pada lokasi perhentianinipenumpang harus
mengakhiri perjalanannya atau sebal iknya penumpang memulai perjalanannya.
2. Perhentian terletak di sepanjang rute
Perhentian ml harus disediakan dengan jarak dan jumlah yang memadai, agar
penumpang diberi kemudahan untuk akses dan juga agar kecepatan angkutan
umum dapat dijaga pada batas yang wajar.

3. Perhentian pada titik dimana dua atau lebih lintasan bertemu


Pada perhentian ini, penumpang dapat bertukar angkutan dengan lintasan rute
lainnya. Pergantian angkutan umum pada titik tersebut dapat disebut transfer.
Adapun persyaratan umum yang harus dimiliki oleh tempat perhentian
adalah sebagai berikut:
a. Berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
b. Terletak padajalur pejalan kaki dan dekat pada fasilitas pejalan kaki;
c. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman;
d. Dilengkapi dengan rambu petunjuk; dan
e. Tidak mengganggu kelancaran arus lalulintas.

2. Kriteria Penentuan Lokasi Terminal


Terminal merupakan salah satu komponen penting dalarn suatu sistem
transportasi dimana terminal adalah merupakan titik simpul dan suatu kegiatan.
Oleh karena itu dalam penentuan lokasi suatu terminal diperlukan suatu kajian yang
mendalam baik dan sisi lingkungan sekitar maupun dan sisi kota secara
keseluruhan, efektifitas dan efisiensi sistem transportasi dalam suatu lintasan
sangat dipengaruhi oleh kinerja dan terminal. Selain itu keberadaan terminal
diharapkan dapat membantu memacu agar kawasan disekitarnya lebih cepat
mengalami perubahan (berkembang), sehingga banyak terminal-terminal yang ada
di dalam kota dialihkan ke daerah pinggiran dengan harapan dapat memacu
perkembangan kawasan tersebut disamping untuk mengurangi kemacetan di dalam
kota.
Lokasi terminal sangat ditentukan oleh konsep pelayanan angkutan umum di
suatu kota. Berdasarkan studi DirJen Perhubungan Darat tahun 1994 terdapat dua
model yang menjadi pertimbangan lokasi terminal:
1. Model Nearside Terminating
Model ini mengembangkan sejumlah terminal di tepi kota. Angkutan antar kota
berakhir di terminal-terminal tepi kota, sedangkan pergerakan di dalam kota
dilayani dengan angkutan kota yang berasal dan berakhir di terminal- terminal yang
ada.
2. Model Central Terminating
Model ini menguasai satu terminal terpadu di tengah kota yang melayani semua
jenis angkutan di kota tersebut.
Mengacu kepada konsep terminal itu sendiri, maka model kedua lebih
menguntungkan karena tingkat aksesibilitasnya yang lebih baik, yaitu:
Dekat dengan tempat aktifltas;
Mengurangi transfer; dan

1.
2.

1.
2.
3.
4.

1.

2.

3.

4.

Kemudahan pencapaian oleh penumpang.


Model kedua ini disarankan untuk dikembangkan di kota baru
(sub
urban). Di kota-kota yang sudah lama yang umumnya pada saat tercapainya titik
dibarengi dengan konsep pengembangan angkutan umum yang baik, pada
umumnya memilih model pertama karena adanya keterbatasan lahan.
Berdasarkan sudut pandang letak lokasi, terminal dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut:
Letak terminal bersinggungan dengan ruas jalan untuk lalu lintas umum (tidak
hanya diperuntukkan untuk bagi yang berkepentingan menuju terminal); dan
Letak terminal agak berjauhan denagn ruas jalan untuk lalu lintas umum, sehingga
memerlukan ruas jalan akses.
Pada prinsipnya lokasi terminal ditentukan oleh 4 (empat) hal pokok ( Dirjen
Perhubungan Darat, 1994), yaitu:
Lokasi terminal sesuai dengan tata ruang, dalam halinirencana tata ruang kota;
Kegiatan terminal tidak mengganggu lingkungan hidup sekitarnya;
Kegiatan terminal dapat berlangsung secara efektifdan efisien; dan
Kegiatan terminal tidak mengakibatkan gangguan pada kelancaran dan
keselamatan arus lal ul intas sekitarnya.
Dalam pembangunan terminal yang direncanakan maka untuk menentukan
lokasi terminal dapat mempertimbangkan seperti yang dijabarkan dalam PP No. 43
Tahun 1993 pasal 42, antara lain:
Rencana Umum Tata Ruang
Kesesuaian arahan penggunaan lahan pada lokasi alternatif pembangunan terminal
sangatlah penting, untuk menghindari terjadinya penyimpangan rencana kota.
Selain itu ketersediaan fasilitas dan utilitas penunjang juga sangat penting dalam
pemilihan lokasi terminal. Dalam halinikriteria tapak sangat penting, kriteria tapak
meliputi harga tanah, penggusuran tanah, topografi dan lahan yang tersedia.
Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan dalam haliniperlu dianalisis, karena volume lalulintas pada jalan
yang berhubungan langsung derigan lokasi terminal akan mempengaruhi
kelancaran pergerakan arus masuk dan keluar terminal.
Kepadatan lalulintas
Seperti halnya kapasitas jalan, kepadatan lalulintas pada jalan yang berhubungan
langsung dengan lokasi terminal akan mempengaruhi kelancaran pergerakan arus
masuk dan keluar terminal.
Keterpaduan dengan transportasi lain
Dalam penentuan lokasi terminal perlu adanya pertimbangan keterpaduan antara
moda angkutan dalam kota dengan moda transportasi lainnya, titik kritis pergantian

moda angkutan, jarak dengan simpul moda lain, dapat mengakomodasi jaringan
trayek AKDP, angkutan kota atau amgkutan pedesaan.
5. Kelestarian lingkungan
Kriteria Iingkungan termasuk didalamnya adalah tidak mengganggu lingkungan
hidup sekitar, tidak rawan polusi, tidak rawan kebisingan dan tidak rawan banjir.

3. Perencanaan Fasilitas Terminal


1) Satuan Dirnensi Pelaku
a. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi, tiap jalan lebar 3 m, panjang bus 11 m,
lebar 2,5 m dan tinggi 3 m. Jarak antar bus I m, radius putar 12 m,tinggi lantai 60
cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan ruang 45m;
b. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi , tiap jalan lebar 2,7 m, panjang bus 7,5 m,
lebar 2,2 m dan tinggi 2,4 m. Jarak antar bus minimal I m, radius putar 8 m, tinggi
lantai 60 cm, pada kecepatan 20 km/jam dibutuhkan ruang 40,5 m2;
c. Angkutan umum, tiap jalan lebar 2,5 m, panjang kendaraan 4 m, lebar 1,55 m dan
tinggi 1,6 m. Jarak antar kendaraan minimal I m, radius putar 6 m, tinggi Iantai 60
cm; dan
d. Manusia berjalan pada 4 km/jam, butuh lebar koridor 60 cm, tiap orang
membutuhkan ruang 1,25 m2.Untuk keadaan diam ukuran menyusut hingga
separuhnya.
Inti dari pendekatan ini adalah menganggap terminal sebagai suatu wadah barang
diam, karena walaupun merupakan fasilitas transportasi terminal merupakan titik
henti.
2) Jenis fasilitas yang ada di terminal
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31 tahun 1995 tentang terminal
transportasi jalan (bagian kedua pasal 3,4,5), tercantum jenis-jenis fasilitas umum
yang ada di terminal. Fasilitas terminal penumpang terdiri dan fasilitas utama dan
fasilitas penunjang.
Yang termasuk dalam jenis fasilitas utama adalah sebagai berikut:
a. Jalur pemberangkatan kendaraan umum;
b. Jalur kedatangan kendaraan umum;
c. Tempat parkir kendaraan umum selama rnenunggu keberangkatan, termasuk di
dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum;
d. Bangunan kantor terminal;
e. Tempat tunggu penumpang dan/ atau pengantar;
f. Menara pengawas;
g. Loket penjualan karcis;

h. Rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk


jurusan, tarif dan jadwal perjalanan; dan
i. Pelataran parkir kendaraan pengantar dan atau taksi.
Sedangkan fasilitas penunjang yang terdapat di terminal terdiri dan:
a. Kamar kecil/toilet;
b. Musholla;
c. Kios/kantin;
d. Ruang pengobatan;
e. Ruang informasi dan pengaduan;
f. Telepon umum;
g. Tempat penitipan barang; dan
h. Taman.

4. Kebutuhan Lahan Parkir


Kebutuhan lahan parkir dapat dilihat pada data supply dan demandpada
lokasi terminal. Survey terhadap supply dan demand daerah parkir yang tersedia
dirangkum
dalam
bentuk
tabel,
sedangkan
penggunaan
ruang
parkir(demand) tergantung
dan
karakteristiknya
sendiri.
Karakteristik
utamademand adalah volume kendaraan yang masuk dalam periode tertentu
adalah demand tertinggi.
Demand juga terpengaruh oleh durasi, yaitu waktu rata-rata tinggal di ruang
parkir. Oleh karena itu, kapasitas parkir angkutan umum dalam interval waktu
tertentu (per jam) harus lebih besar daripada kebutuhan ruang parkir volume
angkutan masuk terbesar pada interval waktu tertentu pada kondisi jam sibuk.
Dalam menghitung kebutuhan areal parkir dapat digunakan formula
sebagai berikut:
P=NxA
=
n/jam
x
W
tx
Lx
b
Dimana:
P = Kebutuhan area! parkir (m2)
N = Jumlah kendaraan parkir
N/jam = Volume angkutan umum masuk perjam
Wt = Waktu tunggu angkutan umum
A = Luas Kendaraan
L = Panjang kendaraan (m)
B = Lebar kendaraan (m)
Kapasitas areal parkir dapat dikatakan memadai apabila kebutuhan areal
parkir tidak melebihi kapasitas yang ada.

5. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan menurut fungsinya sesuai dengan UU no.31 tentang jaringan
jalan adalah sebagai berikut:
1. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh;
2. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul, dengan circiri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi; dan
3. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Selain itu klasifikasi bisa dibedakan lagi dalam sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder:
1. Sistem jaringan jalan primer diturunkan dari keterkaitan antar kota dalam suatu
wilayah tertentu, dalam hal ini perlu dilihat kedudukan kota terhadap wilayah yang
lebih luas, dan sistem jaringan jalan yang rnenghubungkan antar kota; dan
2. Sistem jaringan jalan sekunder dilihat dari kegiatan kota secara internal. Dalam hal
ini perlu dilihat bagaimana sistern aktifltas kota, skala pelayanan kegiatan serta
pusat-pusat kegiatan yang ada.
http://studyandlearningnow.blogspot.com

TERMINAL PENUMPANG DAN SISTEM JARINGAN


ANGKUTAN UMUM..
APRIL 26, 2010 BY KARDA

26 Votes

TERMINAL
Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki
posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan
dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang
terpadu. Untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara
lancar dan tertib maka ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan
diselenggarakan terminal.
DEFINISI TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan:
1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai
pelayanan umum.

2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu


lintas.
3. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk
melancarkan arus penumpang dan barang.
4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan
kota.

FUNGSI TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995. Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau
dari 3 unsur:
1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau
kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir
kendaraan pribadi.
2. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan
manajemen lalu lintas untuk menata lalulintas dan angkutan serta
menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai
pengendali kendaraan umum.
3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi
bus, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai
fasilitas pangkalan.

JENIS TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal dibedakan berdasarkan jenis
angkutan, menjadi:
1. Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar
moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum.
2. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar
moda transportasi.

KETENTUAN MENGENAI TERMINAL ANGKUTAN PENUMPANG


Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 31/1995, Terminal
penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi:
1. Terminal Penumpang Tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
2. Terminal Penumpang Tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan
pedesaan.
3. Terminal Penumpang Tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan pedesaan.

Persyaratan Lokasi terminal


Penentuan lokasi terminal penumpang harus memperhatikan:

rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum
jaringan transportasi jalan.

rencana umum tata ruang

kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal

keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda.

kondisi topografi, lokasi terminal.

kelestarian lingkungan.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe A

Terletak di Ibukota Propinsi, Kotamadya atau Kabupaten dalam jaringan


trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara.

Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA.

Jarak antara dua terminal penumpang Tipe A sekurang-kurangnya 20 km di


Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya. Luas lahan
yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan
Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal,
sekurang-kurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter di pulau
lainnya.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B

Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan dalam jaringan trayek angkutan


kota dalam propinsi.

Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya


kelas IIIB.

Jarak antara dua terminal penumpang Tipe B atau dengan terminal tipe A
sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau lainnya.

Tersedia luas lahan sekuarng-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa


dan Sumatera, dan 2 ha di pulau lainnya.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal,
sekurang-kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau
lainnya.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C

Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam jaringan


trayek angkutan pedesaan..

Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi IIIA.
Tersedia lahan yang sesuai dengan permintaan angkutan.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sesuai
kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.

Kriteria Pembangunan Terminal


Pembangunan terminal dilengkapi dengan:

Rancang bangun terminal

Analisis dampak lalu lintas

Analisis mengenai dampak lingkungan

Dalam rancang bangun terminal penumpang harus memperhatikan:

Fasilitas penumpang yang disyaratkan.

Pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan lokasi


peruntukkan lainnya, misalnya pertokoan, perkantoran, sekolah dan
sebagainya.

Pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam


terminal.

Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antar kota antar propinsi,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
Manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal.

Kriteria Perencanaan Terminal


1. Sirkulasi lalu lintas

Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, dan dapat bergerak dengan
mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang kendaraan umum harus
terpisah dengan keluar masuk kendaraan.
Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang
tidak perlu. Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan
berdasarkan:

Jumlah arah perjalanan

Frekuensi perjalanan

Waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang

Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur


bus/kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antar kota.
Fasilitas utama terminal yang terdiri dari:

jalur pemberangkatan kendaraan umum

jalur kedatangan kendaraan umum

tempat tunggu kendaraan umum

tempat istirahat sementara kendaraan umum

bangunan kantor terminal

tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket


penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, yang memuat petunjuk
jurusan, tarif, dan jadwal perjalanan, pelataran parkir kendaraan pengantar
dan taksi.

kamar kecil/toilet

musholla

kios/kantin

ruang pengobatan

ruang infromasi dan pengaduan telepon umum

tempat penitipan barang

Taman.

Kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi barang dan


pengelola terminal.

Macam tujuan dan jumlah trayek, motivasi perjalanan, kebiasaan penumpang


dan fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian


terminal antara lain:
1. Turun naik penumpang dan parkir bus harus tidak mengganggu kelancaran
sirkulasi bus dan dengan memperhatikan keamanan penumpang.
2. Luas bangunan ditentukan menurut kebutuhan pada jam puncak berdasarkan
kegiatan adalah:
3. Tata ruang dalam dan luar bangunan terminal harus memberikan kesan yang
nyaman dan akrab.

Luas pelataran parkir terminal tersebut di atas ditentukan berdasarkan


kebutuhan pada jam puncak berdasarkan:

Frekuensi keluar masuk kendaraan

Kecepatan waktu naik/turun penumpang

Kecepatan waktu bongkar/muat barang

Banyaknya jurusan yang perlu di tampung dalam sistem jalur

Sistem parkir kendaraan di dalam terminal harus ditata sedemikian rupa


sehingga rasa aman, mudah dicapai, lancar dan tertib. Ada beberapa jenis
sistem tipe dasar pengaturan platform, teluk dan parkir adalah:

Membujur, dengan platform yang membujur bus memasuki teluk pada ujung
yang satu dan berangkat pada ujung yang lain. Ada tiga jenis yang dapat
digunakan dalam pengaturan membujur yaitu satu jalur, dua jalur,
dan shallow saw tooth.

Tegak lurus, teluk tegak lurus bus-bus diparkir dengan muka menghadap
ke platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ada beberapa jenis
teluk tegak lurus ini yaitu tegak lurus terhadap platform dan membentuk
sudut dengan platform.

Alternatif standar terminal


Terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yang dinyatakan
dengan jumlah arus minimum kendaraan per satu satuan waktu mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:

Terminal tipe A 50 -100 kendaraan/jam

Terminal tipe B 25 50 kendaraan /jam

Terminal tipe C 25 kendaraan/jam

Persyaratan teknis, luas, akses dan pejabat penentu lokasi


pembangunan terminal

LUAS TERMINAL PENUMPANG


Untuk masing-masing tipe terminal memiliki luas berbeda, tergantung
wilayah dan tipenya, dengan ketentuan ukuran minimal:

Untuk terminal tipe A di pulau Jawa dan Sumatra seluas 5 Ha, dan di pulau
lainnya seluas 3 Ha.

Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa dan Sumatra seluas 3 Ha,
dan dipulau lainnya seluas 2 Ha.

Untuk terminal tipe C tergantung kebutuhan.

AKSES
Akses jalan masuk dari jalan umum ke terminal, berjarak minimal:

Untuk terminal tipe A di pulau Jawa 100 m dan di pulau lainnya 50 m,

Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa 50 m dan di pulau lainnya 30


m,

Untuk terminal penumpang tipe C sesuai dengan kebutuhan.

PENENTUAN LOKASI
Penentuan lokasi dan letak terminal penumpang dilaksanakan oleh:

Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala Daerah


Tingkat I, untuk Terminal penumpang Tipe A,

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Direktur


Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B,

Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya daerah Tingkat II setelah mendapat


persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terminal penumpang tipe
C.

Daerah kewenangan/pengelolaan terminal


Daerah kewenangan/pengelolaan terminal terdiri dari:

Daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukkan


untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal,

Daerah pengawasan terminal, adalah daerah di luar daerah lingkungan kerja


terminal yang diawasi oleh petugas terminal untuk menjamin kelancaran
arus lalu lintas di sekitar terminal.

Penyelenggaraan terminal penumpang


Penyelenggaraan terminal penumpang meliputi kegiatan pengelolaan,
pemeliharaan, dan penertiban terminal. Kewenangan pengelolaan terminal
berada pada Pemerintah Daerah Tingkat II dengan Dinas LLAJ sebagai

penyelenggaraannya, sedang Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagai


pembinanya.
Pengelolaan terminal
Pengelolaan terminal penumpang yang harus dilakukan adalah meliputi
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pengoperasian
terminal.
Perencanaan
Kegiatan perencanaan terminal meliputi:

penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan,

penataan fasilitas penumpang,

penataan fasilitas penunjang terminal,

penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal,

penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan,

penyusunan jadwal perjalanan berdasarkn kartu pengawasan,

pengaturan jadwal petugas di terminal,

evaluasi sistem pengoperasian terminal.

Pelaksanaan Pengoperasian Terminal


Kegiatan pelaksanaan pengoperasian terminal penumpang meliputi:

pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal,

pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal


yang telah ditetapkan,

pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang,

pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum


kepada penumpang,

pengaturan arus lalu lintas did aerah pengawasan terminal.

Pengawasan Pengoperasian Terminal


Kegiatan pengawasan pengoperasian, terminal penumpang meliputi:

pemantauan pelaksanaan tarif,

pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan,

pemeriksaan kendaraan yang secara jelas tidak memenuhi kelaikan jalan,

pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan,

pemeriksaan pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan,

pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi,

pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku,

pemantauan pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan


peruntukkannya,

pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat.

Pemeliharaan Terminal
Terminal penumpang harus senantiasa dipelihara sebaik-baiknya untuk
menjamin agar terminal tetap bersih, teratur, tertib, rapi serta berfungsi
sebagaimana mestinya. Pemeliharaan terminal meliputi:

menjaga kebersihan bangunan beserta perbaikannya,

menjaga kebersihan pelataran terminal, perawatan tanda-tanda dan


perkerasan pelataran,

merawat saluran-saluran air yang ada,

merawat instalasi listrik dan lampu-lampu penerangan,

menjaga dan merawat alat komunikasi,

menyediakan dan merawat sistem hidrant atau alat pemadam kebakaran


lainnya yang siap pakai.

Untuk keperluan pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud diatas,


harus dialokasikan anggaran pemeliharaan terminal.
TIPOLOGI TERMINAL
Secara tabelaris tipologi terminal dapat disarikan menjadi sebagai berikut:
Tabel tipologi terminal

Ketentuan

TIPE A

TIPE B

TIPE C

Fungsi Terminal
(KM 31 TH
1995) pasal 2

Melayani kendaraan
umum untuk angkutan
antar kota antar propinsi
dan atau angkutan lintas
batas negara, angkutan
antar kota dalam propinsi,
angkutan kota dan
angkutan pedesaan

Melayani
kendaraan umum
untuk angkutan
antar kota dalam
propinsi, angkutan
kota dan angkutan
pedesaan

Melayani
angkutan
pedesaan

Fasilitas
Terminal (KM
31 TH 1995)
pasal 3

(a)
jalur
pemberangkatan dan
kedatangan

(a)
jalur
pemberangkatan
dan kedatangan

(a)
jalur
pemberangkatan
dan kedatangan

(b)

tempat parkir

(b)
tempat
parkir

(b)
kantor
terminal

(c)

kantor terminal

(d)

tempat tunggu

(c)
kantor
terminal

(c)
tempat
tunggu

(e)
menara
pengawas

(d)
tempat
tunggu

(f)
karcis

(d)
ramburambu dan
papan informasi

(e)
menara
pengawas

loket penjualan

(g)
rambu-rambu
dan papan informasi

(f)
loket
penjualan karcis

(h)
pelataran parkir
pengantar atau taksi

(g)
ramburambu dan papan
informasi
(h)
pelataran
parkir pengantar
atau taksi

Lokasi Terminal
(KM 31 TH
1995) pasal 11,

1)
terletak dalam
jaringan trayek antar kota
antar propinsi dan/atau

1)
terletak
dalam jaringan
trayek antar kota

1)
terletak di
dalam wilayah
kabupaten Dati II

12, dan 13

angkutan lintas batas


negara

2)
terletak di jalan
arteri dengan kelas
jalan sekurangkurangnya kelas IIIA
3)
jarak antar dua
terminal penumpang
tipe Aekurangkurangnya 20 KM di
Pulau Jawa
4)
Luas lahan yang
tersedia sekurangkurangnya 5 ha
5)
Mempunyai akses
jalan masuk atau jalan
keluar ke dan dari
terminal dengan jarak
sekurang-kurangnya
100 m

dalam propinsi.

2)
terletak di
jalan arteri
dengan kelas
jalan sekurangkurangnya kelas
IIIB
3)
jarak antar
dua terminal
penumpang tipe
A
4)
Luas lahan
yang tersedia
sekurangkurangnya 3 ha
5)
Mempunyai akses
jalan masuk atau
jalan keluar ke
dan dari terminal
dengan jarak
sekurangkurangnya 50 m

dan dalam trayek


pedesaan.

2)
terletak di
jalan arteri
dengan kelas
jalan sekurangkurangnya kelas
III C
3)
luas lahan
yang tersedia
sesuai dengan
permintaan
angkutan
4)
mempunyai
akses jalan
masuk atau
jalan keluar ke
dan dari
terminal sesuai
dengan
kebutuhan

Instansi
Penetap Lokasi
Terminal (KM
31 TH 1995)
pasal 14

Dirjend HubDar
mendengar pendapat
Gubernur dan Kepala
Kanwil DepHub setempat

Gubernur setelah
mendengar
pendapat dan
Kepala Kanwil
DepHub dan
mendapat
persetujuan dari
Dirjend

Bupati setelah
mendengar
pendapat dan
Kepala Kanwil
DepHub dan
mendapat
persetujuan dari
Gubernur

Ketentuan

TIPE A

TIPE B

TIPE C

Penyelenggara

Direktorat Jenderal

Gubernur

Bupati

Terminal (KM
31 TH 1995)
Pasal 17

SISTEM JARINGAN ANGKUTAN UMUM


Untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kebutuhan angkutan
dibutuhkan fasilitas jaringan angkutan yang saling menghubungkan antara
wilayah kota, pemukiman, daerah komersil dan rekreasi. Sasaran umum
kebijaksanaan pemerintahan di dalam lalu lintas dan angkutan umum adalah
untuk menciptakan suatu sistem transportasi sehingga mobilitas orang dan
barang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan dapat memenuhi
kebutuhan sosial, perniagaan dan rekreasi.
Jika kita tinjau sistem angkutan umum dari suatu daerah perkotaan secara
keseluruhan, kita akan dapatkan bahwa dalam sistem yang kita amati akan
terdapat sekumpulan rute-rute individual yang satu dengan lainnya
membentuk suatu jaringan rute. Selain itu, dalam sistem yang kita amati
tersebut, akan terdapat juga titik-titik perhentian, terminal dan prasarana
tambahan lainnya. Jadi di sini, yang dimaksud dengan jaringan rute angkutan
umum adalah sekumpulan lintasan rute individual, sekumpulan titik-titik
perhentian dan beberapa terminal yang membentuk sistem prasarana
angkutan umum secara keseluruhan.
Ditinjau dari sistem pengoperasian angkutan umum, suatu jaringan rute
adalah sekumpulan lintasan rute, titik-titik perhentian dan terminal yang
memungkinkan terjadinya pergerakan penumpang secara aman, efisien dan
efektif. Kondisi ideal seperti inilah biasanya yang menjadi acuan dalam
menciptakan ataupun merencanakan suatu jaringan rute.
Sistem jaringan rute yang ada dalam suatu perkotaan biasanya dapat dibagi
menjadi (2) dua kelompok, yaitu:
1)

jaringan rute yang terbentuk secara evolutif yang pembentukannya

dimulai oleh pihak-pihak pengelola individu secara sendiri-sendiri,

2)

jaringan rute yang terbentuk simultan secara menyeluruh, yakni

pembentukannya dilakukan oleh pengelola angkutan uumum yang besar


(swasta ataupun milik pemerintah) ataupun oleh sekelompok pengelola
individual secara simultan dan bersama-sama.
Pada kelompok yang pertama, pembentukkan jaringan rute benar-benar
tidak terkoordinasi, karena sistem tumbuh secara parsial. Masing-masing
lintasan rute terbentuk karena keinginan pengguna jasa (penumpang)
ataupun karena keinginan pihak pengelola. Akibatnya keterkaitan antar rute
menjadi lemah. Lintasan rute hanya terkonsentrasi pada jalan-jalan arteri
yang secara geometrik mempunyai kapasitas lalu lintas yang besar dan juga
mempunyai potensi demand yang tinggi.
Pada daerah-daerah lain jarang dijumpai rute angkutan umum. Akibatnya
tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap angkutan umum sangatlah tidak
merata. Ada beberapa daerah tertentu yang dijumpai kemudahan yang
tinggi untuk menggunakan angkutan umum dan di daerah-daerah lain yang
mempunyai tingkat kemudahan yang rendah terhadap penggunaan
angkutan umum. Secara keseluruhan sistem rute menjadi tidak efektif dan
efisien.
Pada kelompok yang kedua, di lain pihak, karena pembentukannya secara
simultan dan dilakukan oleh pengelola skala besar ataupun sekelompok
pengelola individual, maka jaringan rute yang terbentuk biasanya
merupakan jaringan rute yang komprehensif dan integral. Hal ini
dimungkinkan karena pembentukan yang secara simultan ini biasanya
didahului dengan perencanaan yang matang dan komprehensif. Dalam
jaringan rute seperti ini, keterkaitan antar individual rute sangatlah kentara,
sehingga penumpang dengan mudah dapat menggunakan sistem jaringan
rute yang ada untuk kepentingan mobilitas mereka. Selain itu, pembentukan
jaringan rute secara keseluruhan biasanya didasarkan pada kondisi tata guna
tanah secara keseluruhan biasanya didasarkan pada kondisi tata guna tanah
secara keseluruhan pula. Semua potensi pergerakan betul-betul diantisipasi
sedemikian rupa sehingga tingkat aksesibilitas setiap daerah perkotaan
cukup merata. Orang dengan mudah menggunakan angkutan umum

dimanapun dia berada untuk tujuan kemanapun yang diinginkan. Dengan


demikian, secara keseluruhan, sistem jaringan rute angkutan umum menjadi
efektif dan efisien.
TRAYEK ANGKUTAN UMUM
DEFINISI TRAYEK
Untuk mengisi kebutuhan terhadap permintaan angkutan dengan pelayanan
angkutan umum maka dibentuk disusun trayek sebagaimana dapat dilihat
pada gambar berikut, yang merupakan trayek yang sudah ada,
perpanjangan, modifikasi rute serta rute-rute baru.
JARINGAN TRAYEK
Berdasarkan, Pedoman Teknis Ditjen HubDar, 1996, Jaringan trayek adalah
kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang.
Faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan
jaringan trayek adalah sebagai berikut:
1. Pola tata guna lahan, pelayanan angkutan umum diusahakan mampu
menyediakan aksesibilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan
trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan
potensi permintaan yang tinggi.
2. Pola pergerakan penumpang angkutan umum, rute angkutan yang baik
adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang.
3. Kepadatan penduduk, salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan
angkutan umum adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang
pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan
yang tinggi.
4. Daerah pelayanan, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial
pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada.
5. Karakteristik jaringan jalan, kondisi jaringan jalan, kondisi jaringan jalan
akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum.

Berdasarkan ciri pelayanannya dan kawasan yang dihubungkan trayek


terbagi atas:
1. Trayek utama melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan
utama dan kawasan pendukung dengan ciri-ciri melakukan perjalanan ulangalik secara tetap dengan pengangkutan yang bersifat massal
2. Trayek cabang melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara
kawasan pendukung dan kawasan pemukiman
3. Trayek Ranting melayani angkutan dalam kawasan pemukiman
4. Trayek Langsung melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang
bersifat massal dan langsung

Hubungan antara klasifikasi trayek dan jenis pelayanan/jenis angkutan dapat


dilihat pada tabel berikut (berdasarkan, Pedoman Teknis Ditjen Hubdar,
1996).
Tabel : Klasifikasi Trayek Menurut Jenis Pelayanan dan Jenis Angkutan
Klasifikasi

Jenis

Trayek

Pelayanan

Utama

Cepat

Lambat

Jenis Angkutan

Hari/Kendaraan
Bus besar (lantai
ganda)

Bus sedang (lantai


tunggal)

- Cepat

- Lambat

Ranting

- Lambat

1.500 1.800

1.000 1.200

Cabang

Kapasitas Penumpang Per

500 600

Bus sedang
Bus besar

Bus sedang
Bus kecil
Bus sedang

1.000 1.200

500 600
300 400
500 600

Langsung

- Cepat

Bus kecil

300 400

MPU*)

250 300

Bus besar

Bus sedang
Bus kecil

1.000 1.200

500 600
300 400

) mobil penumpang umum

Penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek secara umum
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel : Jenis Angkutan Menurut Ukuran Kota
Ukuran Kota

Klasifikasi
Trayek

Kota Raya

Kota Besar

>1.000.000

500.0001.000.000

Penduduk

Kota Sedan
g

Kota Kecil
<100.000

100.000500.000

Penduduk

Penduduk
Penduduk
Utama

KA

- Bus besar

- Bus
besar/sedang

- Bus sedang

- Bus sedang

- Bus
sedang/kecil

- Bus kecil

- Bus kecil

- MPU*)

- MPU*)

Bus besar
(SD/DD)
Cabang

Bus besar

Sedang
Ranting

Bus

Sedang/kecil
Langsung

Bus besar

- Bus besar

- Bus sedang

- Bus sedang

*) mobil penumpang umum


Tabel . Klasifikasi Trayek Berdasarkan Penjadwalan
Trayek Utama

Trayek Cabang

Trayek
Ranting

Mempunyai jadwal tetap

Trayek
Langsung

2)

Mempunyai

jadwal tetap
Melayani angkutan antar
kawasan utama, antara
kawasan utama dan
kawasan pendukung
dengan ciri-ciri
melakukan perjalanan
ulang-alik secara tetap
dengan pengangkutan
yang bersifat

Melayani
angkutan antar
kawasan
pendukung,
antara kawasan
pendukung dan
kawasan
pemukiman 1)

Melayani
angkutan dalam
kawasan
permukiman

Melayani angkutan
antar kawasan
secara tetap yang
bersifat massal dan
langsung

Dilayani oleh bus umum

Dilayani dengan
mobil bus
umum dan/atau
mobil
penumpang
umum

Dilayani oleh mobil


bus umum

Pelayanan cepat dan/atau lambat

Pelayanan
lambat

Pelayanan cepat

Jarak pendek
Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan

menurunkan penumpang3)

1)

kawasan pemukiman ialah suatu kawasan perumahan tempat penduduk

bermukim yang memerlukan jasa angkutan.


2)

Trayek langsung yaitu trayek yang menghubungkan langsung antar dua

kawasan yang permintaan angkutan antara kedua kawasan tersebut tinggi,


dengan syarat bahwa kondisi prasarana jalan memungkinkan untuk
dilaksanakan trayek tersebut. Dengan demikian akan terjadi pengurangan
perpindahan angkutan.
3)

Tempat-tempat sebagaimana dimaksud dengan ketentuan ini dapat berupa

halte, stop bus, atau terminal.


Terminal tersebut merupakan terminal untuk perpindahan penumpang
angkutan umum antar kota ke angkutan kota atau sebaliknya.
JENIS JARINGAN TRAYEK
Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum dalam Trayek Tetap dan
Teratur
Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek
tetap dan teratur dilakukan dalam jaringan trayek.
Jaringan trayek terdiri dari:
a. Trayek antar kota antar propinsi
yaitu trayek yang melalui lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
b. Trayek antar kota dalam propinsi
Yaitu trayek yang melalui antar Daerah Tingkat II dalam satu wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I.

c. Trayek Kota
Yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah Kotamadya Daerah
Tingkat II atau trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
d. Trayek lintas batas negara
Yaitu trayek yang melalui batas negara
Jaringan taryek lintas batas antar negara ditetapkan dengan Keputusan
Menteri berdasarkan perjanjian antar negara.
Tabel : Jaringan Trayek
Trayek antar kota antar
propinsi dan trayek
lintas batas negara
Mempunyai jadwal tetap

Pelayanan cepat

Pelayanan cepat dan/atau


lambat

Pelayanan lambat3)

Dilayani oleh bus umum


dan/atau mobil penumpang
umum

4)

Tersedianya terminal
penumpang tipe A pada
awal pemberangkatan,
persinggahan, dan terminal
tujuan

Trayek pedesaan

Mempunyai jadwal tetap


dan/atau tidak berjadwal5)

1)

2)

Dilayani oleh bus umum

Trayek antar kota dalam


propinsi

Tersedianya terminal
penumpang sekurangkurangnya tipe B pada
awal pemberangkatan,
persinggahan, dan terminal
tujuan

Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan

Tersedianya terminal
penumpang sekurangkurangnya tipe C pada
awal pemberangkatan dan
terminal tujuan

1)

Yang dimaksud memiliki jadwal tetap adalah pengaturan jam perjalanan

setiap mobil bus umum, meliputi jam keberangkatan, persinggahan, dan


kedatangan pada terminal-terminal yang wajib disinggahi.
2)

Pelayanan cepat yaitu pelayanan angkutan dengan pembatasan jumlah

terminal yang wajib disinggahi selama perjalanannya.


3)

Pelayanan lambat yaitu pelayanan angkutan dengan kewajiban memasuki

terminal sesuai dengan izin trayek.


4)

Pelayanan oleh mobil bus umum dimaksudkan agar tercapai efisiensi

penggunaan sarana angkutan dan ruang jalan.


5)

Yang dimaksud dengan tidak terjadwal yaitu pelayanan angkutan dengan

jam keberangkatan dan kedatangan tidak tetap pada terminal-terminal yang


wajib disinggahi.
KETENTUAN MENGENAI TRAYEK DAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN
Ketentuan mengenai trayek ditentukan berdasarkan PP No. 41 tahun 1993
Pasal 4 dan Pasal 5.
Jaringan trayek ditetapkan oleh:
1. Direktur Jenderal Perhubungan darat, untuk jaringan trayek yang melalui dari
satu Propinsi Dati I.
2. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang melalui antar Dati I, untuk
jaringan trayek yang melalui antar Dati II dalam satu wilayah Propinsi Dati I.
3. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam
kabupaten Dati II, atas usul Bupati/Kepala Dati II.
4. Gubernur/Kepala Dati I, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam
wilayah kotamadya Dati II, atas usul Walikotamadya Kepala Dati II.

Masalah perijinan angkutan diatur menurut LLAJ RI No. 14 tahun 1992, pasal
41 mengenai Ijin Usaha Angkutan dan PP RI No. 41 tahun 1993, Pasal 18
sampai dengan pasal 25. Sedangkan mengenai perijinan pengeluaran trayek

diatur oleh PP No. 41 tahun 1993, Pasal 26 sampai dengan 34. Ijin Operasi
Angkutan diatur oleh PP No. 41 tahun 1993, Pasal 35 sampai dengan Pasal
42. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran.
TIPOLOGI TRAYEK
Tipologi trayek ini adalah sari dari penjelasan kebijaksanaan-kebijaksanaan
mengenai trayek, beserta karakteristik trayeknya (fungsi, pelayanan,
klasifikasi, jenis) dan jenis moda yang digunakannya. Adapun bentuk sarinya
ini dapat diperlihatkan dalam tabelaris sebagai berikut.
Tabel . Tipologi Trayek
Jaringa
n
Trayek

Klasifikas
i Trayek

Jenis Kawasan
yang Dilayani

Jenis
Pelayana
n

Moda yang
Digunakan

Tipe Terminal yang


Disinggahi

AKAP

Langsun
g

Melayani
angkutan
antar
kawasan
secara tetap
yang bersifat
massal dan
langsung

Cepat,
terjadwal

Bus Besar
untuk Kota
Raya dan
Kota Besar
dan Bus
Sedang
untuk kota
sedang dan
kecil

Tersedianya terminal
penumpang tipe A
pada awal
pemberangkatan,
persinggahan, dan
terminal tujuan

AKDP

Langsun
g

Melayani
angkutan
antar
kawasan
secara tetap
yang bersifat
massal dan
langsung

Cepat,
terjadwal

Bus besar
untuk Kota
Raya dan
Kota Besar
dan Bus
Sedang
untuk kota
sedang dan
kecil

Tersedianya terminal
penumpang
sekurang-kurangnya
tipe B pada awal
pemberangkatan,
persinggahan, dan
terminal tujuan

KOTA

Utama,
cabang,
ranting

Melayani
angkutan
antar

Cepat,
lambat,
berjadwa

Bus besar
sampai
Mobil

Tersedianya terminal
penumpang
sekurang-kurangnya

kawasan
utama, antara
kawasan
utama dan
kawasan
pendukung
dengan ciriciri
melakukan
perjalanan
ulang-alik
secara tetap
dengan
pengangkutan
yang bersifat
massal
Pedesa
an

Cabang,
ranting

penumpan
g Umum

tipe B pada awal


pemberangkatan,
persinggahan, dan
terminal tujuan

Lambat,
tidak
berjadwa
l

Bus sedang
sampai
Mobil
Penumpang
Umum

Tersedianya terminal
penumpang
sekurang-kurangnya
tipe C pada awal
pemberangkatan,
dan terminal tujuan

Anda mungkin juga menyukai