1.
2.
3.
4.
terminal saat ini dapat ditemui pada hampir setiap lokasi jalan dimana kendaraan
dapat berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.
Tempat henti dibutuhkan keberadaannya di sepanjang rute angkutan umum
agar gangguan terhadap lalulintas dapat diminimalisir. Oleh sebab itu tempat
perhentian angkutan umum harus diatur penempatannya sesuai kebutuhan. Secara
fisik perhentian dapat dilengkapi dengan prasaran berupa shelter atau hanya
dengan rambu.
Tujuan diadakannya tempat perhentian sesuai dengan peraturan Dirjen
Perhubungan darat adalah untuk:
Menjamin kelancaran dan ketertiban lalu lintas;
Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum;
Kepastian keselamatan untuk menaikkan danlatau menurunkan penumpang; dan
Kemudahan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum
atau bus.
Secara umum perhantian angkutan umum dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu:
1.
2.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
moda angkutan, jarak dengan simpul moda lain, dapat mengakomodasi jaringan
trayek AKDP, angkutan kota atau amgkutan pedesaan.
5. Kelestarian lingkungan
Kriteria Iingkungan termasuk didalamnya adalah tidak mengganggu lingkungan
hidup sekitar, tidak rawan polusi, tidak rawan kebisingan dan tidak rawan banjir.
5. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan menurut fungsinya sesuai dengan UU no.31 tentang jaringan
jalan adalah sebagai berikut:
1. Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh;
2. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul, dengan circiri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi; dan
3. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Selain itu klasifikasi bisa dibedakan lagi dalam sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder:
1. Sistem jaringan jalan primer diturunkan dari keterkaitan antar kota dalam suatu
wilayah tertentu, dalam hal ini perlu dilihat kedudukan kota terhadap wilayah yang
lebih luas, dan sistem jaringan jalan yang rnenghubungkan antar kota; dan
2. Sistem jaringan jalan sekunder dilihat dari kegiatan kota secara internal. Dalam hal
ini perlu dilihat bagaimana sistern aktifltas kota, skala pelayanan kegiatan serta
pusat-pusat kegiatan yang ada.
http://studyandlearningnow.blogspot.com
26 Votes
TERMINAL
Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki
posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan
dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang
terpadu. Untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara
lancar dan tertib maka ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan
diselenggarakan terminal.
DEFINISI TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi merupakan:
1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai
pelayanan umum.
FUNGSI TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995. Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau
dari 3 unsur:
1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau
kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir
kendaraan pribadi.
2. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan
manajemen lalu lintas untuk menata lalulintas dan angkutan serta
menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai
pengendali kendaraan umum.
3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi
bus, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai
fasilitas pangkalan.
JENIS TERMINAL
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal dibedakan berdasarkan jenis
angkutan, menjadi:
1. Terminal Penumpang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar
moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum.
2. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar
moda transportasi.
rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum
jaringan transportasi jalan.
kelestarian lingkungan.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal,
sekurang-kurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter di pulau
lainnya.
Jarak antara dua terminal penumpang Tipe B atau dengan terminal tipe A
sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau lainnya.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal,
sekurang-kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau
lainnya.
Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi IIIA.
Tersedia lahan yang sesuai dengan permintaan angkutan.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sesuai
kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.
Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antar kota antar propinsi,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.
Manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal.
Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, dan dapat bergerak dengan
mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang kendaraan umum harus
terpisah dengan keluar masuk kendaraan.
Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang
tidak perlu. Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan
berdasarkan:
Frekuensi perjalanan
kamar kecil/toilet
musholla
kios/kantin
ruang pengobatan
Taman.
Membujur, dengan platform yang membujur bus memasuki teluk pada ujung
yang satu dan berangkat pada ujung yang lain. Ada tiga jenis yang dapat
digunakan dalam pengaturan membujur yaitu satu jalur, dua jalur,
dan shallow saw tooth.
Tegak lurus, teluk tegak lurus bus-bus diparkir dengan muka menghadap
ke platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ada beberapa jenis
teluk tegak lurus ini yaitu tegak lurus terhadap platform dan membentuk
sudut dengan platform.
Untuk terminal tipe A di pulau Jawa dan Sumatra seluas 5 Ha, dan di pulau
lainnya seluas 3 Ha.
Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa dan Sumatra seluas 3 Ha,
dan dipulau lainnya seluas 2 Ha.
AKSES
Akses jalan masuk dari jalan umum ke terminal, berjarak minimal:
PENENTUAN LOKASI
Penentuan lokasi dan letak terminal penumpang dilaksanakan oleh:
Pemeliharaan Terminal
Terminal penumpang harus senantiasa dipelihara sebaik-baiknya untuk
menjamin agar terminal tetap bersih, teratur, tertib, rapi serta berfungsi
sebagaimana mestinya. Pemeliharaan terminal meliputi:
Ketentuan
TIPE A
TIPE B
TIPE C
Fungsi Terminal
(KM 31 TH
1995) pasal 2
Melayani kendaraan
umum untuk angkutan
antar kota antar propinsi
dan atau angkutan lintas
batas negara, angkutan
antar kota dalam propinsi,
angkutan kota dan
angkutan pedesaan
Melayani
kendaraan umum
untuk angkutan
antar kota dalam
propinsi, angkutan
kota dan angkutan
pedesaan
Melayani
angkutan
pedesaan
Fasilitas
Terminal (KM
31 TH 1995)
pasal 3
(a)
jalur
pemberangkatan dan
kedatangan
(a)
jalur
pemberangkatan
dan kedatangan
(a)
jalur
pemberangkatan
dan kedatangan
(b)
tempat parkir
(b)
tempat
parkir
(b)
kantor
terminal
(c)
kantor terminal
(d)
tempat tunggu
(c)
kantor
terminal
(c)
tempat
tunggu
(e)
menara
pengawas
(d)
tempat
tunggu
(f)
karcis
(d)
ramburambu dan
papan informasi
(e)
menara
pengawas
loket penjualan
(g)
rambu-rambu
dan papan informasi
(f)
loket
penjualan karcis
(h)
pelataran parkir
pengantar atau taksi
(g)
ramburambu dan papan
informasi
(h)
pelataran
parkir pengantar
atau taksi
Lokasi Terminal
(KM 31 TH
1995) pasal 11,
1)
terletak dalam
jaringan trayek antar kota
antar propinsi dan/atau
1)
terletak
dalam jaringan
trayek antar kota
1)
terletak di
dalam wilayah
kabupaten Dati II
12, dan 13
2)
terletak di jalan
arteri dengan kelas
jalan sekurangkurangnya kelas IIIA
3)
jarak antar dua
terminal penumpang
tipe Aekurangkurangnya 20 KM di
Pulau Jawa
4)
Luas lahan yang
tersedia sekurangkurangnya 5 ha
5)
Mempunyai akses
jalan masuk atau jalan
keluar ke dan dari
terminal dengan jarak
sekurang-kurangnya
100 m
dalam propinsi.
2)
terletak di
jalan arteri
dengan kelas
jalan sekurangkurangnya kelas
IIIB
3)
jarak antar
dua terminal
penumpang tipe
A
4)
Luas lahan
yang tersedia
sekurangkurangnya 3 ha
5)
Mempunyai akses
jalan masuk atau
jalan keluar ke
dan dari terminal
dengan jarak
sekurangkurangnya 50 m
2)
terletak di
jalan arteri
dengan kelas
jalan sekurangkurangnya kelas
III C
3)
luas lahan
yang tersedia
sesuai dengan
permintaan
angkutan
4)
mempunyai
akses jalan
masuk atau
jalan keluar ke
dan dari
terminal sesuai
dengan
kebutuhan
Instansi
Penetap Lokasi
Terminal (KM
31 TH 1995)
pasal 14
Dirjend HubDar
mendengar pendapat
Gubernur dan Kepala
Kanwil DepHub setempat
Gubernur setelah
mendengar
pendapat dan
Kepala Kanwil
DepHub dan
mendapat
persetujuan dari
Dirjend
Bupati setelah
mendengar
pendapat dan
Kepala Kanwil
DepHub dan
mendapat
persetujuan dari
Gubernur
Ketentuan
TIPE A
TIPE B
TIPE C
Penyelenggara
Direktorat Jenderal
Gubernur
Bupati
Terminal (KM
31 TH 1995)
Pasal 17
2)
Jenis
Trayek
Pelayanan
Utama
Cepat
Lambat
Jenis Angkutan
Hari/Kendaraan
Bus besar (lantai
ganda)
- Cepat
- Lambat
Ranting
- Lambat
1.500 1.800
1.000 1.200
Cabang
500 600
Bus sedang
Bus besar
Bus sedang
Bus kecil
Bus sedang
1.000 1.200
500 600
300 400
500 600
Langsung
- Cepat
Bus kecil
300 400
MPU*)
250 300
Bus besar
Bus sedang
Bus kecil
1.000 1.200
500 600
300 400
Penentuan jenis angkutan berdasarkan ukuran kota dan trayek secara umum
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel : Jenis Angkutan Menurut Ukuran Kota
Ukuran Kota
Klasifikasi
Trayek
Kota Raya
Kota Besar
>1.000.000
500.0001.000.000
Penduduk
Kota Sedan
g
Kota Kecil
<100.000
100.000500.000
Penduduk
Penduduk
Penduduk
Utama
KA
- Bus besar
- Bus
besar/sedang
- Bus sedang
- Bus sedang
- Bus
sedang/kecil
- Bus kecil
- Bus kecil
- MPU*)
- MPU*)
Bus besar
(SD/DD)
Cabang
Bus besar
Sedang
Ranting
Bus
Sedang/kecil
Langsung
Bus besar
- Bus besar
- Bus sedang
- Bus sedang
Trayek Cabang
Trayek
Ranting
Trayek
Langsung
2)
Mempunyai
jadwal tetap
Melayani angkutan antar
kawasan utama, antara
kawasan utama dan
kawasan pendukung
dengan ciri-ciri
melakukan perjalanan
ulang-alik secara tetap
dengan pengangkutan
yang bersifat
Melayani
angkutan antar
kawasan
pendukung,
antara kawasan
pendukung dan
kawasan
pemukiman 1)
Melayani
angkutan dalam
kawasan
permukiman
Melayani angkutan
antar kawasan
secara tetap yang
bersifat massal dan
langsung
Dilayani dengan
mobil bus
umum dan/atau
mobil
penumpang
umum
Pelayanan
lambat
Pelayanan cepat
Jarak pendek
Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang3)
1)
c. Trayek Kota
Yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah Kotamadya Daerah
Tingkat II atau trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
d. Trayek lintas batas negara
Yaitu trayek yang melalui batas negara
Jaringan taryek lintas batas antar negara ditetapkan dengan Keputusan
Menteri berdasarkan perjanjian antar negara.
Tabel : Jaringan Trayek
Trayek antar kota antar
propinsi dan trayek
lintas batas negara
Mempunyai jadwal tetap
Pelayanan cepat
Pelayanan lambat3)
4)
Tersedianya terminal
penumpang tipe A pada
awal pemberangkatan,
persinggahan, dan terminal
tujuan
Trayek pedesaan
1)
2)
Tersedianya terminal
penumpang sekurangkurangnya tipe B pada
awal pemberangkatan,
persinggahan, dan terminal
tujuan
Tersedianya terminal
penumpang sekurangkurangnya tipe C pada
awal pemberangkatan dan
terminal tujuan
1)
Masalah perijinan angkutan diatur menurut LLAJ RI No. 14 tahun 1992, pasal
41 mengenai Ijin Usaha Angkutan dan PP RI No. 41 tahun 1993, Pasal 18
sampai dengan pasal 25. Sedangkan mengenai perijinan pengeluaran trayek
diatur oleh PP No. 41 tahun 1993, Pasal 26 sampai dengan 34. Ijin Operasi
Angkutan diatur oleh PP No. 41 tahun 1993, Pasal 35 sampai dengan Pasal
42. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran.
TIPOLOGI TRAYEK
Tipologi trayek ini adalah sari dari penjelasan kebijaksanaan-kebijaksanaan
mengenai trayek, beserta karakteristik trayeknya (fungsi, pelayanan,
klasifikasi, jenis) dan jenis moda yang digunakannya. Adapun bentuk sarinya
ini dapat diperlihatkan dalam tabelaris sebagai berikut.
Tabel . Tipologi Trayek
Jaringa
n
Trayek
Klasifikas
i Trayek
Jenis Kawasan
yang Dilayani
Jenis
Pelayana
n
Moda yang
Digunakan
AKAP
Langsun
g
Melayani
angkutan
antar
kawasan
secara tetap
yang bersifat
massal dan
langsung
Cepat,
terjadwal
Bus Besar
untuk Kota
Raya dan
Kota Besar
dan Bus
Sedang
untuk kota
sedang dan
kecil
Tersedianya terminal
penumpang tipe A
pada awal
pemberangkatan,
persinggahan, dan
terminal tujuan
AKDP
Langsun
g
Melayani
angkutan
antar
kawasan
secara tetap
yang bersifat
massal dan
langsung
Cepat,
terjadwal
Bus besar
untuk Kota
Raya dan
Kota Besar
dan Bus
Sedang
untuk kota
sedang dan
kecil
Tersedianya terminal
penumpang
sekurang-kurangnya
tipe B pada awal
pemberangkatan,
persinggahan, dan
terminal tujuan
KOTA
Utama,
cabang,
ranting
Melayani
angkutan
antar
Cepat,
lambat,
berjadwa
Bus besar
sampai
Mobil
Tersedianya terminal
penumpang
sekurang-kurangnya
kawasan
utama, antara
kawasan
utama dan
kawasan
pendukung
dengan ciriciri
melakukan
perjalanan
ulang-alik
secara tetap
dengan
pengangkutan
yang bersifat
massal
Pedesa
an
Cabang,
ranting
penumpan
g Umum
Lambat,
tidak
berjadwa
l
Bus sedang
sampai
Mobil
Penumpang
Umum
Tersedianya terminal
penumpang
sekurang-kurangnya
tipe C pada awal
pemberangkatan,
dan terminal tujuan