PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di negara berkembang insidensi penyakit degeneratif terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup seperti penyakit jantung koroner,
diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dislipidemia, dan termasuk osteoporosis.
Saat ini osteoporosis menjadi permasalahan di seluruh negara dan menjadi isu
global di bidang kesehatan (1).
Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia
lanjut. Pada tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia, jumlah ini akan
bertambah hingga 33 juta pada tahun 2020 dengan usia harapan hidup mencapai
70 tahun. Menurut data statistik Itali tahun 2004 lebih dari 44 juta orang Amerika
mengalami osteopenia dan osteoporosis. Pada wanita usia 50 tahun terdapat
30% osteoporosis, 37-54% osteopenia dan 54% berisiko terhadap fraktur
osteoporosis (2).
Untuk menanggulangi permasalahan ini, pemerintah khususnya dinas
kesehatan membuat suatu program yang dinamakan program penyakit tidak
menular (PTM) yang merupakan salah satu program dalam puskesmas. Di
puskesmas teluk dalam sendiri tercatat pada laporan bulanan dalam program
penyakit tidak menular selama tiga bulan terakhir jumlah kasus osteoporosis terus
meningkat. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan survey
epidemiologi mengenai kasus osteoporosis di poli umum dan poli lansia
puskesmas Teluk Dalam Banjarmasin.
B.
Rumusan Masalah
Tujuan
Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran osteoporosis
berdasarkan program PTM di puskesmas teluk dalam berdasarkan usia dan jenis
kelamin.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1.
2.
3.
D.
Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan penurunan massa
dan densitas tulang serta gangguan arsitektur tulang normal. Berkurangnya
kekuatan tulang, maka risiko terjadinya fraktur akan meningkat . World Health
Organization (WHO) memasukkan osteoporosis dalam daftar 10 penyakit
degeneratif utama di dunia (3). Tercatat bahwa terdapat kurang lebih 200 juta
pasien di seluruh dunia yang menderita osteoporosis (4).
World Health Organization (WHO) secara operasional mendefinisikan
osteoporosis berdasarkan Bone Mineral Density (BMD), yaitu jika BMD
mengalami penurunan lebih dari -2,5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang
dewasa muda sehat (Bone Mineral Density T-score < -2,5 SD). Osteopenia adalah
nilai BMD -1 sampai -2,5 SD dari orang dewasa muda sehat (5,6).
B.
Epidemiologi Osteoporosis
Prevalensi Osteoporosis di Indonesia sudah mencapai 19,7%. Berdasarkan
hasil analisis data resiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama
dengan Fonterra Brand Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006 menyatakan 2
dari 5 orang Osteoporosis. Hal ini juga didukung oleh Indonesian White Paper
yang dikeluarkan oleh Perhimpunan osteoporosis Indonesia (Perosi) pada tahun
2007 yaitu Osteoporosis pada wanita yang berusia di atas 50 tahun mencapai
32,3% dan pada pria di usia diatas 50 tahun mencapai 28,85. Secara keseluruhan
percepatan proses penyakit Osteoporosis pada wanita sebesar 80% dan pria 20%
(7).
C.
Klasifikasi Osteoporosis
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya.
Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer menjadi 2 tipe,
yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga
osteoporosis pasca menopause. Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi
estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis,
disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis (8).
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya,
yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari, defisiensi atau
konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis (9,10).
1. Penyebab genetik (kongenital)
2. Keadaan hipogonad
3. Gangguan endokrin
4. Gangguan yang diinduksi obat
D. Faktor resiko osteoporosis
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang
berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak
dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko
osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan (11):
1.
Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar
dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang
mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2.
Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara
Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis.
Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih
tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki
massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga
mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar.
Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.
4.
risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit putih
yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.
5.
Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai
massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena
osteoporosis.
6.
Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis.
Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena
osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.
7.
Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh
Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak
terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya
kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur
minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk
Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka
tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian
tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai
dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D
kalsium tidak mungkin diserap usus (Suryati, 2006).
3.
Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan
perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih
rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita
bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada
tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan
tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4.
Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein).
Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang,
sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk
Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang
diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan
meningkatkan
pelepasan
kalsium
kedalam
peredaran
darah
dan
akan
Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan
(sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah
industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah,
dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh
menurun dan membuat pengeroposan tulang.
E.
Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda
maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,
yaitu:
1.
dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D
setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang
sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap
hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari,
sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari
makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu,
keju dan kacang-kacangan.
2.
Deteksi dini
Penanganan Osteoporosis
Bagi penderita osteoporosis tindakan pengobatan yang dapat dilakukan
berupa obat anti sakit, alat bantu (berupa kursi roda, tongkat penyangga dan
peralatan fisioterapi dan produksi tulang), istirahat dan kesabaran dokter maupun
penderita karena penyembuhannya sangat lambat dan membutuhkan waktu.
Tujuan pengobatan adalah mempertahankan atau meningkatkan massa
tulang, mengontrol nyeri dan atau memperlambat penyakit yang mendasarinya.
Obat yang digunakan antara lain kalsium, vitamin d, hormone estrogen pengganti,
kalsitonin, kalsitriol, golongan bifosfonat dan lainnya. Untuk mengontrol rasa
nyeri selain obat penghilang nyeri, dapat pula diberikan terapi fisik seperti terapi
dingin, terapi pemanasan, TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) dan
lain-lain (10).
10
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam survey epidemiologi ini yaitu
deskriptip analitik. Data diperoleh dari data sekunder yang terdapat pada laporan
tiga bulan terakhir (LB 1) berdasarkan program Penyakit Tidak Menular (PTM) di
puskesmas teluk dalam Banjarmasin.
B.
Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini meliputi usia dan jenis kelamin yang
C.
Definisi Operasional
1.
2.
3.
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Osteoporosis merupakan penyakit katastropik. Oleh sebab itu, pasien
osteoporosis di puskesmas teluk dalam adalah pasien rujukan dari rumah sakit
yang kontrol maupun memerlukan obat lagi khususnya pasien dengan kondisi
ekonomi menengah kebawah. Pasien baru di puskesmas dengan keluhan serupa
tidak dapat dilakukan penegakan diagnosa di puskesmas karena memerlukan
pemeriksaaan penunjang yang alatnya tidak dimiliki oleh puskesmas teluk dalam,
yaitu berupa pemeriksaan radiografi. Oleh sebab itu, didalam laporan bulanan,
pasien baru hanya merupakan diagnosa sementara yang selanjutnya akan di rujuk
ke rumah sakit maupun laboratorium yang dapat melakukan pemeriksaan tersebut.
Dari hasil survei epidemiologi pasien yang menderita osteoporosis 3 bulan
terakhir mengikuti program PTM pada laporan bulanan didapatkan hasil:
a.
Bulan Agustus
Tabel 4.1. Data jumlah kasus baru dan lama pasien osteoporosis bulan Agustus
Osteoporosis
Laki-laki
Perempuan
Usia
35-
45-
55-
65-
44
54
64
74
Kasus Lama
Kasus Baru
>75
Jumlah
35-
45-
55-
65-
44
54
64
74
13
Total
20
12
>75
Jumlah
14
5
19
b. Bulan September
Tabel 4.2. Data jumlah kasus baru dan lama pasien osteoporosis bulan September
Osteoporosis
Laki-laki
Perempuan
Usia
35-
45-
55-
65-
>75
Jumlah
35-
45-
55-
65-
>75
Jumlah
Kasus Lama
44
0
54
0
64
1
74
2
44
2
54
3
64
4
74
1
14
Kasus Baru
16
Total
30
c. Bulan oktober
Tabel 4.3. Data jumlah kasus baru dan lama pasien osteoporosis bulan Oktober
Osteoporosis
Laki-laki
Perempuan
Usia
35-
45-
55-
65-
>75
Jumlah
35-
45-
55-
65-
>75
Jumlah
Kasus Lama
44
2
54
4
64
2
74
0
10
44
1
54
2
64
5
74
2
11
Kasus Baru
19
Total
B.
13
Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa penderita penyakit
30
BAB VI
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, maka didapatkan simpulan:
a.
b.
B. Saran
a.
b.
DAFTAR PUSTAKA
15
1.
2.
3.
4.
5.
2007:7784.
Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL. Osteoporosis. In: Fauci AS Be, Kasper DL, Hauser SL, Longo
DL, Jameson JL, et al., editor. Harrisons principle of internal medicine 17
6.
7.
8.
9.
10.
.Nov-Des 2003;9(6):544-64.
Kelman A. The management of secondary osteoporosis.2005; 19(6):1021-37
20. Ethel S. Clinicians Guide to Prevention and Treatment of Osteoporosis:
National Osteoporosis Foundation; 2008. P. 4-5.
16
11.
17