Anda di halaman 1dari 9

Kebanyakan dari maloklusi yang memerlukan perawatan ortodonsia disebabkan

oleh karena dua kemungkinan :


1. Perbedaan antara ukuran gigi-gigi dan ukuran rahang yang menampung gigi
tersebut.
2. Pola tulang muka yang tidak selaras.

Untuk mempermudah mengetahui etiologi dari maloklusi dibuat klasifikasi dari


penyebab kelainan maloklusi tersebut. Terdapat dua pembagian pokok klasifikasi
maloklusi
1. Faktor Ekstrinsik atau disebut faktor sistemik atau faktor umum
2. Faktor Intrinsik atau faktor lokal

Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
a. Keturunan (herediter)
b. Kelainan bawaan (kongenital)
misal : sumbing, tortikollis, kleidokranial diostosis, cerebral plasi, sifilis dan
sebagainya.
c. Pengaruh lingkungan
• Prenatal, misalnya : trauma, diet maternal, metabolisme maternal dan
sebagainya.
• Postnatal, misalnya : luka kelahiran, cerebal palsi, luka TMJ dan sebagainya.
d. Predisposisi ganguan metabolisme dan penyakit
• Gangguan keseimbangan endokrin
• Gangguan metabolisme
• Penyakit infeksi
e. Kekurangan nutrisi atau gisi
f. Kebiasaan jelek (bad habit) dan kelainan atau penyimpangan fungsi.
• Cara menetek yang salah
• Mengigit jari atau ibu jari
• Menekan atau mengigit lidah
• Mengigit bibir atau kuku
• Cara penelanan yang salah
• Kelainan bicara
• Gangguan pernapasan (bernafas melalui mulut dan sebagainya)
• Pembesaran tonsil dan adenoid
• Psikkogeniktik dan bruksisem
g. Posture tubuh
h. Trauma dan kecelakaan
2. Faktor Intrinsik :
a. Kelainan jumlah gigi
b. Kelainan ukuran gigi
c. Kelainan bentuk
d. Kelainan frenulum labii
e. Prematur los
f. Prolong retensi
g. Kelambatan tumbuh gigi tetap
h. Kelainan jalannya erupsi gigi
i. Ankilosis
j. Karies gigi
k. Restorasi gigi yang tidak baik
FAKTOR EKSTRINSIK
a. Faktor keturunan atau genetik
Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan dari orang
tuanya atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah ciri-ciri khusus suatu ras
atau bangsa misalnya bentuk kepala atau profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau
suku induk dari individu tersebut yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa
yang merupakan percampuran dari bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai
banyak maloklusi.
b. Kelainan bawaan
Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan faktor keturunan
misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare lip, celah langit-langit (cleft
palate).
• Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga tidak dapat tegak
mengkibatkan asimetri muka.
• Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula baik sebagian atau
seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini diikuti dengan terlambatnya
penutupan sutura kepala, rahang atas retrusi dan rahang bawah protrusi.
• Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi otot yang
disebabkan karena luka didalam kepala yang pada umumnya sebagai akibat
kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya gangguan fungsi pada otot-otot
pengunyahan, penelanan, pernafasan dan bicara akan mengakibatkan oklusi gigi tidak
normal.
• Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan terjadinya
kelainan bentuk dan malposisi gigi dari bayi yang dilahirkan
c. Gangguan keseimbangan endokrin
Misal : gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan kritinisme
dan resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan erupsi lambat dari gigi tetap.
d. Kekurangan nutrisi dan penyakit
Misal : Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C), beri-
beri (kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat. Ciri-ciri faktor
oklusi yang diturunkan (herediter).
Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter)
1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan ukuran
lidah mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya penyesuaian
antara bentuk muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.
2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum.
Sifat mukosa : keras, lunak, kencang atau lembek mempengaruhi erupsi gigi.
Frenulum labii dapat mengakibatkan celah gigi dan mempengaruhi kedudukan
bibir. Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi gigi.
3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta penjang lengkung rahang dapat mengakibatkan
gigi berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia, mikrodomtia. Lebar dan
panjang lengkung rahang, penyesuaian antara rahang atas dan rahang bawah
mengakibatkan terjadinya mandibuler retrusi atau prognatism.

FAKTOR INTRINSIK ATAU LOKAL


a. Kelainan jumlah gigi
1. Supernumerary gigi (gigi kelebihan)
Lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline (garis mediana)
sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens. Bentuknya biasanya konus
kadang-kadang bersatu (fused) dengan gigi pertama kanan atau kiri, jumlahnya pada
umumnya sebuah tapi kadang-kadang sepasang. Gigi supernumery kadang-kadang
tidak tumbuh (terpendam atau impected) sehingga menghalangi tumbuhnya gigi tetap
didekatnya atau terjadi kesalahan letak (malposisi). Oleh karena itu pada penderita
yang mengalami kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri rahang atas perlu
dilakukan Ro photo.
2. Agenese dapat terjadi bilateral atau unilateral atau kadang-kadang unilateral
dengan partial agenese pada sisi yang lain. Lebih banyak terjadi dari pada gigi
supernumerary. Dapat terjadi pada rahang atas maupun rahang bawah tetapi lebih
sering pada rahang bawah. Urutan kemungkinan terjadi kekurangan gigi adalah
sebagai berikut :
- Gigi seri II rahang atas ( I2 )

- Gigi geraham kecil II rahang bawah ( P2)

- Gigi geraham III rahang atas dan rahang bawah


- Gigi geraham kecil II ( P2) rahang bawah

- Pada kelainan jumlah gigi kadang diikuti dengan adanya kelainan bentuk atau
ukuran gigi. Misalnya bentuk pasak dari gigi seri II (peg shaps tooth).
b. Kelainan ukuran gigi
Salah satu penyebab utama terjadinya malposisi adalah gigi sendiri yaitu
ukuran gigi tidak sesuai dengan ukuran rahang, ukuran gigi lebih lebar atau sempit
dibandingkan dengan lebara lengkung rahang sehingga meyebabkan crowded atau
spasing.
c. Kelainan bentuk gigi
Kelainan bentuk gigi yang banyak dijumpai adalah adanya peg teeth ( bentuk
pasak) atau gigi bersatu (fused). Juga perubahan bentuk gigi akibat proses atrisi
(karena fungsi) besar pengaruhnya terhadap terjadinya maloklusi, terutama pada gigi
sulung (desidui).
d. Pengaruh jaringan lunak
Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap
letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil dari pada tekanan otot
pengunyah, tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian tekanan yang
berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa bibir, pipi, dan lidah yang menempel terus pada gigi hampr selama
24 jam dapat sangat memengaruhi letak gigi.
Tekanan dari lidah misalnya karena letak lidah pada posisi istirahat tidak
benar atau karena adanya makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah
dengan bibir dan pipi, sehingga insisif bergerak ke labial. Dengan demikian patut
dipertanyakan apakah tekanan lidah pada saat menelan dapat mempengaruhi letak
insisif karena meskipun tekanannya cukup besar yang dapate menggerakkan gigi
tetapi berlangsung dalam waktu yang singkat.
Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-langit kadang-
kadang mengandung jaringan parut yang banyak selain tekenannya yang besar oleh
karena bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberi tekanan yange
lebih besar dengan akibat insisif tertekan kearah palatal.
e. Premature los
Gigi sulung yang premature dapat berdampak pada susuai gigi pernanen.
Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal premature gigi sulung semakin
besar akibatnya pada gigi permanen. Insisifi sentral dan lateral sulung yang tanggal
premature tidak begitu berdampak tetapi caninus sulung akan menyebabkan adanya
pergeseran garis median. Perlu diusahakan agar caninus sulung tidak tanggal
premature. Sebagian peneliti mengatakan bahwa bila terjadi tanggal premature
caninus sulung karena resorpsiinsiisfi lateral atau karena karies disarankan dilakukan
balancing ekstraction, yaitu pencabutan caninus sulung kontralateral agar tidak terjadi
pergeseran garis median dan kemudian dipasang space maintainer. Molar pertama
sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan pergeseran garis median.
Perlu tidaknya dilakukan balancing ekstraction harus dilakukan observasi lebih
dahulu. Molar kedua sulung terutama rahang murupakan gigi sulung yang paling
sering tanggal premature karena karies, kemudia gigi molar permanen bergeser
kearah diastema sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar
kedua tumbuh sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal
premature juga dapat menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan serta
kemungkinan terjadi supra erupsi gigi antagonis.
Bila molar kedua sulung tanggal premature banyaknya pergeseran molar
pertama permanen ke mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjol gigi dan waktu tanggal
gigi.
f. Persistensi gigi
Persistensi gigi sulung atau fisebut juga over retained deciduous teeth berarti
gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetepai tidak tanggal. Perlu
diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang jelas
menunjukkan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah
erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi sulung
tetapi gigi sulungnya tidak ada rirongga mulut, perlu diketahua anamnesis pasien,
dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah dahulu pernah
terdapat gigi yang bertumpuk diregio tersebut.
g. Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen.
Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi
gangguan pembentukan enamel, seadangkan bila mahkota gigi permanen telah
terbentuk dapat terjadi dilaserasi yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk
(bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi
yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan
lain kecuali dicabut. Kalau ada dugaan terjadi trauma pada saat pembentukan gigi
permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah terjadi trauma disekitar mulut
untuk lebih memperkuat dugaan adanya trauma. Trauma pada salah satu sisi muka
pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri luka.
h. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delayed eruption)
Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar gigi sulung
atau karena jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras sehingga perlu dilakukan.
eksisi. Kadang-kadang hilang terlalu awal (premature los) gigi sulung akan
mempercepat erupsinya gigi tetap penggantinya, tetapi dapat pula menyebabkan
terjadinya penulangan yang berlebihan sehingga perlu pembukaan pada waktu gigi
permanen akan erupsi, sehingga gigi tetap penggantinya dapat dicegah.
i. Kelainan jalannya erupsi gigi
Merupakan akibat lebih lanjut dari gangguan lain. Misalnya adanya pola
herediter dari gigi berjejal yang parah akibat tidak seimbangnya lebar dan panjang
lengkung rahang dengan elemen gigi yaitu adanya : persistensi atau retensi,
Supernumerary, pengerasan tulang, tekanan-tekanan mekanis : pencabutan, habit atau
tekanan ortodonsi, faktor-faktor idiopatik (tidak diketahui)
j. Ankilosis
Ankilosis atau ankilosis sebagian sering terjadi pada umur 6 – 12 tahun.
Ankilosis terjadi oleh karena robeknya bagian dari membrana periodontal sehingga
lapisan tulang bersatu dengan laminadura dan cemen. Ankilosis dapat juga
disebabkan oleh karena gangguan endokrin atau penyakit-penyakit kongenital (misal :
kleidokranial disostosis yang mempunyai predisposisi terjadi ankilosis, kecelakaan
atau trauma).
k. Karies gigi
Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat mengakibatkan
terjadinya pemendekan lengkung gigi sedang karies beroklusal mempengaruhi
vertikal dimensi. Adanya keries gigi pada gigi sulung mengakibatkan berkurangnya
tekanan pengunyahan yang dilanjutkan ke tulang rahang, dapat mengakibatkan
rangsangan pertumbuhan rahang berkurang sehingga pertumbuhan rahang kurang
sempurna.
l. Kebiasaan buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi total sedikitnya 6 jam sehari berfrekuensi
cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan
menghisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat
menyebebabkan maloklusi. Dari ketiga faktot ini yang paling berpengaruh adalah
durasi atau lama kebiasaan berlangsung. Kebiasaan menghisap jari pada fase gigi
geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut
telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut
sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa
insisifi atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka lengkung atas sempit
serta retroklinasi insisif bawah. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang
dihisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu menghisap.
Kebiasaan menghisap bibir bawah dapat menyebabkan proglinasi insisif atas
disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisif bawah. Kebiasan
mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi lebih berupa adaptasi
terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena menghisap jari. Dorongan lidah
pada saat menelan tidak lebih besar dari pada yang tidak mendorongkan lidahnya,
sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa gigitan terbuka anterior terjadi
karena adanya dorongan lidah pada saat menelan. Kebiasaan menggigit kuku juga
dapat mengakibatkan maloklusi tetapi biasanya dampaknya hanya pada satu gigi.

FAKTOR IATROGENIK
Kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan profesional. Perawatan
ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik, misalnya pada
saat menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi karena kesalah
desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar sehingga yang terjadi
gerakan gigi ke distal dan palatal. Contoh lain adalah pemakaian kekuatan yang besar
untuk menggerakkan gigi dapat menyebabakan resorpsi akar gigi yang digerakkan,
resorpsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi. Kelainan
jaringan periodontal dapat juga disebabkan adanya perawatan orthodontik, misalnya
gerakan gigi ke arah labial atau bukal yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
desiscence dan fenestrasi.

Anda mungkin juga menyukai