Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans . Penyakit ini pertama kali
dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan
penyakit lain yang juga ditandai oleh ikterus. 1
Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai
dengan gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat
menampilkan gejala seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk
parah (disebut sebagai Weils syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan
gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis hemoragika. 2
Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini
tidak spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam
dekade belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti
Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini
termasuk dalam the emerging infectious diseases. 2

BAB II
LEPTOSPIROSIS

I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai
zoonosis. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever,
swamp fever, autumnal fever, infektious jaundice, field fever, cane cutter fever,
canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever dan lain-lain. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia,
disemua benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis.
Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman
leptospira. Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti
anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan sebagainya. Binatang pengerat
terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus merupakan vektor utama
dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus
kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di
dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat
berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak
insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah
faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan
didaerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara
dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.

Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa


Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera
Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di
Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian.
Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan /luapan air (banjir)
yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi.
III. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua
spesies yaitu L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non
patogen atau saprofit). Spesies L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan
serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23.
Beberapa serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah
L. Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lainlain. Serovar yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae
dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan
reservoir sapi dan babi. 2,3

Menurut West Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup
leptospira yang sering menyebabkan leptospirosis adalah:

Tabel 1. Serogrup leptospira26


Kuman leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow-growing
anaerobes, bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak
cepat dengan kait di ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke
jaringan. Panjangnya 6-20 m dan lebar 0,1 m ( lihat gambar 1). Kuman ini sangat
halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap dan pewarnaan perak. 3,4

Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi
dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman

leptospira hidup dan berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti.
Paling banyak tikus dan hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan
piaraan, dan hewan liar pun dapat terjangkit. 2

Gambar 1. Leptospira
IV. PENULARAN3,5
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan
langsung dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung
kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan
penyakit akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan
tidak langsung terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan
saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi leptospira.
Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir.
Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga
dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup
berbulan-bulan , maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.
Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerjapekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara,

pembersih selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka


yang selalu kontak dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan,
penjagal hewan atau para pekerja laboratorium.
V. PATOGENESIS2,3,4
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira
masuk kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit,
konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus,
alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang
terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui
kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam
lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen
gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah
setelah satu atau dua hari infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah
dan jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal
pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan penyakit.
Kuman leptospira

merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga

menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman


leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas
selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas
endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan aktifitas lainnya
yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi
agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen
tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan

hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah


satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin
darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik
sampai berkurangya sekresi bilirubin.

Gambar 2. Penularan dan manifestasi leptosirosis21


Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
memasuki akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon immunologi baik secara selular maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun
demikian beberapa organism ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara
immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism akan mencapai
convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira dapat
dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan
sampai berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun kemudian.

Leptospira

dapat

dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat
lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikro organism hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.
Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,
Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :


ekstravasasi Sel dan perdarahan

Perubahan patologi di organ/jaringan


- Ginjal

: nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.

- Hati

: gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai


hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.

- Paru

: inflamasi interstitial sampai perdarahan paru

- Otot lurik

: nekrosis fokal

- Jantung

: petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik

- Mata
VI. PATOLOGI1,7,9

: dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis, iridosiklitis.

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang


bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis
terdapat perbadaan antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara
histologik. Pada leptospirosis lesi histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan

hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini
menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari struktur organ. Lesi inflamasi
menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus
yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi
hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan
pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam
fase spiremia. Hal ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi
terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering
dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah.
Kelainan spesifik pada organ:
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal
terjadi akibat nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi
immunologis, iskemia, gagal ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism
juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal
dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel
mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya
vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau

petechie pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah
kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS)
dan dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya
respon antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan
sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah
meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe
kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab Weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan
oleh serotype copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan
renal, hepatic atau disfungsi vascular.
VII. MANIFESTASI KLINIS3,4
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari
dan rata-rata 10 hari.
Gambaran klinik pada leptospirosis :
Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia,
conjungtivitis, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit,
fotofobia.
Yang jarang:

pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,

splenomegali, artralgia, gagal ginjal, periferal neuritis, pankreatitis, parotitis,


epididimytis, hematemesis, asites, miokarditis.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik )
leptospiremia/septikemia dan fase imun.

yaitu fase

Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)


Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah
dan css, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha,
betis dan pingang disertai nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di
ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga
didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada
sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan
sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di
jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai
rash yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang
dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini
berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan membaik, suhu
akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit
yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam
selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut
fase kedua atau fase imun.

Fase Imun (minggu ke-2)


Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat
terdeteksi dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin,
namun tidak dapat ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase
ini muncul sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi
dan berakhir dalam waktu 30 hari atau lebih.

Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada


fase pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama
beberapa hari, namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala
penyakit bertahan sampai beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase
yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77%
pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat
dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali merupakan
tanda awal dari meningitis.
Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik
paling utama yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan
meningeal ditemukan pada sekitar 50 % pasien. Namun, cairan
cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan pada sebagian besar pasien.
Gejala meningeal umumnya menghilang dalam beberapa hari atau dapat
pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak
dialami oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa
Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi
dari darah selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang
ditemukan adalah nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan
pada 30 % kasus ), hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia.
Uveitis ditemukan pada 2-10 % kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau
fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis, iridosiklitis dan khorioretinitis
( komplikasi lambat yang dapat menetap selama beberapa tahun ) dapat
muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul beberapa bulan
setelah awal penyakit.
Komplikasi mata yang paling sering ditemukan adalah hemoragia
subconjunctival, bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous.

Keluhan dan gejala gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria,


proteinuria dan oliguria ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru
ditemukan pada 20-70 % kasus. Selain itu, limfadenopati, bercak
kemerahan dan nyeri otot juga dapat ditemukan.

Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4)


Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsurangsur hilang.

1. Leptospirosis anikterik 1,10


-

90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.

Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya


bifasik karena mempunyai 2 fase, yaitu : 3
a. Fase leptospiremia/fase septikemia
- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan
serebrospinal dan
sebagian besar jaringan tubuh.
- Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala
nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.
- Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan,
lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut.
- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah,
ruam, sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan
gejala lain dari meningitis.
b. Fase imun atau leptospirurik
- sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine
dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan
serebrospinalis.

- Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap


infeksi dan terjadi pada 0-30 hari atau lebih.
- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh
yang timbul seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau
ginjal.3
-

Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik : meningitis


aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.

Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya


ringan, gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3
minggu.

Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa


negara Asia seperti Thailand dan Malaysia.

Adanya conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis,


limfadenopati, splenomegali, hepatomegali dan ruam makulopapular
dapat ditemukan meskipun jarang.

Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada


pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik.

2. Leptospirosis ikterik 1,10


-

Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak
tumpang tindih dengan fase septikemia.

Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah


kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien
dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.

Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat,


kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati
kembali normal setelah pasien sembuh.

Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan


manifestasi perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit
Weil.

Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua


tetapi dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.

Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai


meskipun pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan.

Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar


pattern yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar
sampai efusi pleura. Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada
lobus perifer paru bagian bawah.

Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi


beberapa organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress
Syndromes (ARDS) merupakan penyebab utama kematian yang hampir
semuanya terjadi pada pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik.

Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok


septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik.

Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada


pasien leptospirosis hdala oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia,
hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit >
12.900/mm3),

kelainan

Elektrokardiografi

(EKG)

menunjukkan

repolarisasi, infiltrat pada foto pencitraan paru.


-

Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada


umumnya ringan berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat
juga terjadi Adult Respiratory Distress Sndromes (ARDS) dan fatal.

Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat


berupa miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung.

Tabel perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik :


Sindroma, Fase
Leptospirosis anikterik *

Gambaran klinik

Spesimen laboratorium

Fase leptospiremia (3-7 Demam tinggi, nyeri kepala, Darah,


hari)

cairan

mialgia, nyeri perut, mual, serebrospinal


muntah,

conjunctival

suffusion.
Fase imn (3-30 hari)

Demam ringan, nyeri kepala, urin


muntah, meningitis aseptik

Leptospirosis ikterik
Fase

leptospiremia

dan Demam,

nyeri

kepala, Darah,

cairan

fase imn (sering menjadi mialgia, ikterik, gagal ginjal, serebrospinal (minggu I)
satu atau tumpang tindih)

hipotensi,
perdarahan,

manifestasi Urin (minggu II)


pneumonitis

hemoragik, leukositosis.
Tabel 2. perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik
* antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)
-

Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, mungkin karena tidak


terdiagnosis atau karena manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.

Pada kasus yang berat dijumpai miokarditis, ruam deskuamasi yang menyerupai
penyakit Kawasaki, dengan perdarahan paru.

VIII.

Manifestasi klinis pada kasus ringan hdala demam dan gastroenteritis.


DIAGNOSIS
I. ANAMNESIS1,8,9

Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data


epidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan
pasien. Identitas pasien ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
jenis pekerjaan, dan jangan lupa menanyakan hewan peliharaan maupun hewan
liar di lingkungannya, karena berhubungan dengan leptospirosis.
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih
banyak aktif di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah
tempat tinggal termasuk wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar,
lingkungan yang sering tergenang air maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebihlebih dengan adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu :
demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu
makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot
hebat terutama daerah betis dan paha.
II. PEMERIKSAAN FISIK1,8,9
-

Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta


conjungtival suffusion.

Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion


dan mialgia.

Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari


ke-3 selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan
konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan
injeksi faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak.

Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan


nyeri hebat dan hiperestesi kulit.

Kelainan fisik lain : hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk,


rangsang meningeal, hipotensi, ronkhi paru dan adanya diatesis
hemoragik.

Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi


dapat terlihat sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan
ruam kulit.

Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun


urtikaria generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau
tempat lain.

Gambar 3. Conjungtiva suffision dan ikterik pada sklera23


III.PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1. Pemeriksaan laboratorium umum
a. Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun.
- Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil.
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan
yang biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan fungsi hati
- Jika tidak ada gejala ikterik fungsi hati normal.
- Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat.

- Kerusakan jaringan otot kreatinin fosfokinase meningkat


peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata
mencapai 5 kali nilai normal.
2. Pemeriksaan laboratorium khusus9,10,11
Pemeriksaan Laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosa
leptospirosis, terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan
kuman leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan,
immunostaining, reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung
melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira (MAT, ELISA, tes
penyaring).
Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis.
Pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan
medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika
dalam waktu 2-4 minggu terdapat leptospira dalam kultur.
Gold

standard

pemeriksaan

serologi

adalah

MAT

(Mikroskopik

Aglutination Test), suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk


mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan dapat mengidentifikasi jenis serovar.
Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke 6-12). Dugaan diagnosis
leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala klinis yang
mendukung.

Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini,


tes akan positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes
ini sangat sensitif dan efektif (93%).

Tes penyaring yang sering dilakukan di

Indonesia adalah Lepto Dipstik asay, Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral
Flow.
IX. DIAGNOSIS BANDING2
Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam
berdarah dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan
makanan/bahan kimia, demam tifoid, demam enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum
berat, hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers
with renal failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.
X.

KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
I.

Gagal Ginjal Akut14,15,16


Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi

ginjal ringan sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada
leptospirosis disebut sindroma pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan
albuminuria, piuria, hematuria, disusul dengan adanya azotemia, bilirubinuria,
urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe yaitu
gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe katabolic,
dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal oliguri
bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam.
Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik disbanding gagal ginjal nonologuri.

Gambar 4. Ginjal yang terinfeksi leptospira24


Terjadinya gagal ginjal akut pada leptospirosis melalui 3 mekanisme:
1. Invasi atau nefrotoksik langsung dari leptospira
Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek
langsung dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen ke kapiler peritubuler
menuju jaringan interstitium tubulus dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak
jelas apakah hanya efek migrasi atau efek endotoksin leptospira.
2. Reaksi immunologi
Reaksi immunologi berlangsung cepat, adanya kompleks immune dalam sirkulasi dan
endapan komplemen dan adanya electron dance bodies pada glomerulus
membuktikan adanya proses immune cmplexs glomerulonephritis, dan terjadi tubule
interstitial nefritis (TIN).

3. Reaksi non spesifik terhadap infeksi seperti infeksi yang lain


Iskemia ginjal

Hipovolemia dan hipotensi akibat adanya:


- Intake cairan yang kurang
- Meningkatnya evaporasi oleh karena demam
- Pelepasan kinin, histamine, serotonin, prostaglandin semua ini akan
menyebabkan

peningkatan

permeabilitas

kapiler

kebocoran albumin dan cairan ekstravaskuler.


Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel

permeabilitas sel dan vaskuler meningkat.


Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan

menyebabkan vasokonstriksi.
Hiperfibrinogenemia akibat

kerusakan

sehingga

yang

menyebabkan

merangsang
endotel

terjadi

RAA dan

kapiler

(DIC)

menyebabkan viskositas darah meningkat.


Iskemia ginjal, glomerulonefritis dan TIN, invasi kuman menyebabkan
terjadinya nekrosis (GGA) sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi (TNF-, IL1, PAF, PDGF-, TXA2, LTC4, TGF-) dan terekspresinya leucocyte adhesion
molecules yang akan meregulasi fungsi leukosit sebagai respon adanya renal injury.
Bentuk gagal ginjal akut pada leptospirosis:
a. Gagal ginjal akut oliguria
Temasuk disini adalah produksi urine <600ml/24jam dan penderita sudah dalam
keadaan hidrasi yang baik, kadar kreatinin darah >2gr%. Terjadi kira-kira pada 54%
penderita leptospirosis, dan mempunyai mortalitas yang tinggi serta prognosis yang
kurang baik. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis kurang baik adalah:
-

Adanya oliguri atau anurinyang berlangsung lama


BUN selalu meningkat >60mg%/24jam
Ratio ureum urine : ureum darah, tidak meingkat

b. Gagal ginjal akut non-ologuri

Terdapat 50% darin leptospirosis, produksi urine >600ml/24jam, mortalitas lebih


rendah dibandingkan GGA oliguri. GGA oliguri mempunyai prognosis yang kurang
baik, dengan mortalitas 50-90%.
Histopatologi dengan pemeriksaan mikroskop electron:
1. pada GGA oliguri, Nampak adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis
tubulus dan endapan komplemen pada membrane basalis glomerulus, dan
infiltrasi sel radang pada jaringan interstitialis.
2. Pada GGA non-oliguri, Nampak edema pada tubulus dan jaringan interstitium
tanpa adanya nekrosis. Duktus kolektiferus pars medularis resisten terhadap
vasopressin, sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria.
Perubahan abnormal elektrolit dan hormone pada GGA leptospirosis:
1. Hipokalemia, terjadi oleh karena peningkatan fractional urinary excretion
(Fe) kalium yang diikuti FeNa. Hal ini oleh karena sekresi K + meningkat dan
adanya gangguan reabsorbsi Natrium oleh tubulus proximal. Fe K+ dan FeNa
berkorelasi dengan beratnya GGA.
2. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat dan akan meningkatkan eksresi
kalium lewat urine. Sehingga makin menambah hipokalemia, sehingga perlu
penambahan kalium.
3. CD3, CD4 menurun, Limfosit B meningkat, bersifat reversible.

XI. TATALAKSANA
A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur
intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan
dan intervensi pada penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati
oleh desinfektans seperti lisol. Maka upaya Lisolisasi upaya "lisolisasi" seluruh

permukaan lantai , dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor
banjir yang mungkin sudah berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah
mencegah "mewabah"-nya leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya
dilakukan dengan menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan
tercemar kuman dari hewan piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau
hewan liar. Hindari berkontak dengan kencing hewan piaraan.
Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak
dengan air kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot,
terutama jika kulit ada luka, borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis
menangani hewan, ternak, atau membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat
kotor.
Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih
sehat diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang
memiliki risiko tinggi terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Di AS
sejak Desember 2000 lalu, ada anjuran bagi orang yang berisiko tinggi terjangkit
leptospirosis diberikan terapi profilaksis dengan doksisiklin 200 mg 1 x seminggu.
Tikus rumah perlu dibasmi sampai ke sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada
hewan pengerat lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas hariannya di peternakan, atau
yang bergiat di ranch. Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit leptospirosis, selain tupai, dan
hewan liar lainnya yang mungkin singgah ke peternakan dan pemukiman, atau ketika
kita sedang berburu, berkemah, dan berolahraga di danau atau sungai. Selain itu
penyediaan air minum juga harus terjaga baik dan diklorinasi.
Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang
dapat mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama,
bisa sampai setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut
sebagai Swine herds disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar
mengandangkan ternaknya dan jauh dari sumber air. Saluran buangan ternak
hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak mencemari lingkungan.

B. KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin
G, dosis dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7
hari.

Tujuan Pemberian Obat


1. Treatment
a. Leptospirosis ringan

2.

Regimen
Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral

b.Leptospirosis sedang/ berat

Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m atau


Ampicillin 1 g/6jam i.v atau
Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau
Eritromycin 4 x 500 mg i.v

Kemoprofilaksis

Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

Terapi untuk leptospirosis ringan


Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa.
Pada golongan ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang
menyebabkan penderita mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum
tampak nyata. Sehingga penatalaksanaan cukup secara konservatif.15
Penatalaksanaan konservatif

Pemberian antipiretik, terutama apabila demamnya melebihi 38C

Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat.


Kalori diberikan dengan mempertimbangkan keseimbangan nitrogen,
dianjurkan sekitar 2000-3000 kalori tergantung berat badan penderita.

Karbohidrat dalam jumlah cukup untuk mencegah terjadinya ketosis.


Protein diberikan 0,2 0,5 gram/kgBB/hari yang cukup mengandung asam
amino essensial.

Pemberian antibiotik-antikuman leptospira.


paling tepat diberikan pada fase leptospiremia yaitu diperkirakan pada
minggu pertama setelah infeksi. Pemberian penicilin setelah hari ke tujuh
atau setelah terjadi ikterus tidak efektif. Penicillin diberikan dalam dosis 28 juta unit, bahkan pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat
diberikan sampai 12 juta unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian
penisilin bervariasi, bahkan ada yang memberikan selama 10 hari.

Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan
terhadap fungsi ginjal sangat perlu.

Terapi untuk leptospirosis berat16

Antipiretik

Nutrisi dan cairan.

Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya menurun
maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang dengan
kebutuhan kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang. Diberikan
protein essensial dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi
hiperkalemia maka masukan kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na
tidak boleh terlalu tinggi. Pada fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase
ologurik pemberian cairan harus dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu
banyak atau cairan yang justru membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer
laktat misalnya, justru akan membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian
cairan yang berlebihan akan menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan cairan
dalam jumlah yang cukup atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan
monitoring / balance cairan secara cermat.

Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan
secara parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan
nutrisinya.

Pemberian antibiotik
Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta
unit (sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi,
bahkan ada yang memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol.
fluoroquinolone dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik
dibanding antibiotik konvensional tersebut di atas, meskipun masih perlu
dibuktikan keunggulannya secara in vivo.

Penanganan kegagalan ginjal.


Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari
leptospirosis. Kelainan ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN).
Terjadinya ATN dapat diketahui dengan melihat ratio osmolaritas urine dan
plasma (normal bila ratio <1). Juga dengan melihat perbandingankreatinin
urine dan plasma, renal failire index dll.

Pengobatan terhadap infeksi sekunder.


Penderita leptospirosis sangat rentan terhadap terjadinya beberapa infeksi
sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara
lain: bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi
dialisis peritoneal), dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis
terdapat pada 20-70% kasus (Kevins O Neal, 1991). Pengelolaan sangat
tergantung dari jenis komplikasi yang terjadi. Pada penderita leptospirosis,
sepsis / syok septik mempunyai angka kematian yang tinggi.

Penanganan khusus
1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa
insulin (10-20 U regular insulin dalam infus dextrose 40%)

Merupakan

keadaan

yang

harus

segera

ditangani

karena

menyebabkan cardiac arrest.


2. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis
(0,3 x KgBB x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)
3. Hipertensi diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung pembatasan cairan, digitalis dan diuretik
5. Kejang
Dapat

terjadi

karena

hiponatremia,

hipokalsemia,

hipertensi

ensefalopati dan uremia. Penting untuk menangani kausa ptimernya,


mempertahankan oksigenasi / sirkulasi darah ke otak, dan pemberian
obat anti konvulsi.
6. Perdarahan transfusi
Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering
mnakutkan. Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat.
Perdarahan kadang0-kadang terjadi pada waktu mengerjakan dialisis
peritoneal. Untuk menyampingkan enyebab lain perlu dilakukan
pemeriksaan faal koagulasi secara lengkap. Perdarahan terjadi akibat
timbunan bahan-bahan toksik dan akibat trpmbositopati.
7. Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik,
dialisis.17
XII.

PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5 % pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %
Faktor-faktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu :
Leptospirosis yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang
tinggi.17

DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
2.

III, edisi 4. FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.


Speelman, Peter. (2005). Leptospirosis, Harrisons Principles of Internal

Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.


3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman
Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah
Sakit. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer
Obor : Jakarta. 2002.

5. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan


Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
6. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis Kumpulan
Makalah Simposium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
7. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human
Leptospirosis guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva :
WHO.2003.109
8. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional
Bahaya Dan Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
9. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah Kesehatan
No. 15 Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.
10. Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis di
RSUPNCM, 2002.
11. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in patients
with severe leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku Abstrak
Konas VIII PETRI, Malang, Juli 2002.
12. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be
misdiagnosed as dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang,
2002
13. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in
northeastern Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J Trop
Med Public Health 2002; 33: 155-60
14. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus
infection in an urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13.
2002. 264-8
15. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with
leptospirosis and acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo.
2000.42(6):327-32

16. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure;
(Brenners & Rectors) ed WB Saunders. 2001: 465-83
17. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars
of Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals
of Semarang. Konas PETRI, 2002.

Anda mungkin juga menyukai