Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia
harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat
kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada
tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama
kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Hasil survey
penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah
sakit propinsi di Indonesia (JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti
asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) danlainnya (2%)
(Depkes RI, 2004).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru
kronis yang disertai gangguan aliran napas. Gangguan ini biasanya
disebabkan bronchitis kronis atau emfisema paru. Hambatan pada saluran
napas dapat bersifat progresif sehingga gejala menjadi lebih berat
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.
Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat
menimbulkan gangguan aktifitas . Emfisema terdapat pada 65% laki-laki
dan 15 % wanita. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena
asma, bronkitis kronisdan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia. Penyakit bronchitis kronik dan
emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
1

orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri. Emfisema


merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkusterminal,
yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah penyebab utama
timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25
tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif.
Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia, dan perubahan
spirometri. Pada umur55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat
menyebabkan kegagalan napasdan meninggal dunia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Emfisema adalah pembesaran permanen yang abnormal dari ruang

udara pada posisi distal terhadap bronkiol terminal disertai kerusakan


dindingnya, tetapi tanpa fibrosis yang jelas. Emfisema paru-paru
merupakan penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)
saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara
berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Sesuai dengan definisi
tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara
(alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini
sebenarnya

tidak

termasuk

emfisema,

melainkan

hanya

sebagai

overinflation. Pada emfisema di mana paru lebih banyak berisi udara,


sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posteriormaupun ukuran
paru secara vertical ke arah diagfragma.
2.2

Epidemiologi
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.

Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat


menimbulkan gangguan aktifitas. Data epidemiologis di Indonesia sangat
kurang. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS
Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26%,
kedua terbanyak setelah tuberkulosis paru (65%). Emfisema jauh lebih
sering ditemukan pada laki-laki(65%)
2.3

Etiologi

1.Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia
pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia,
fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada

bronkus dan bronkiolus, sertainfeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus


dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding
bronkiolus melemah dan alveoli pecah. Disampingitu, merokok akan
merangsang

leukosit

polimorfonuklear

melepaskan

enzimprotease

(proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin),sehingga


terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.
2.Polusi
Polutan industry dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema.Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di
daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap
tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar.
3.Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat.
Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma
bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4.Faktor genetik
Defisiensi Alfa-1 antitripsin.Cara yang tepat bagaimana defisiensi
adiologic dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5. Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus,
sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus
pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi.
Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor
intrabronkial di mediastinum,congenital. Pada jenis yang terakhir,
obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus
6. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
antielastase

supaya

tidak

terjadi

kerusakan

jaringan.

Perubahan

keseimbangan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastisitas paru.


Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
2.4

Klasifikasi

a. emfisema asiner proksimal (emfisema sentraasiner)


emfisema sentraasiner proses dimulai di proksimal asinus. Terbentuk parut
(scar) dan dilatasi fokal bronkioli dan struktur sekitar (duktus dan
sakusalveoli) menghasilkan pelebaran saluran napas di pusat asinus. Ada
dua bentuk yaitu :
1. emfisema fokal : emfisema yang dijumpai pada individu yang terpapar
debu inert seperti debu batu bara.
2.

Emfisema

sentrilobuler

emfisema

sentriasiner

yang

sering

dihubungkan dengan perokok


b. emfisema panasiner
Pelebaran seluruh asinus. Bisa fokal dan difus
c. emfisema asiner distal
terjadi dibagian distal asinus yaitu duktus dan sakus alveolaris. Kelainan
ini mengenai lobus bagian perifer dan berbatasan dengan pleura
(subpleura), septainterlobular dan bundle bronkovaskuler.
Berdasarkan radiologi:
a. Emfisema obstruktif:
1. Akut
2. Kronik
3. Bullous
b. Emfisema non-obstruktif:
1. Kompensasi
2. Senilis (postural)

2.5

Patofisiologi

Gambar 2. Perubahan alveoli pada emfisema

Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai


perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat
menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi
sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana
pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada
pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus. Pada Emfisema obstruksi
kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiri
atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru
paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus
bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri
yang berlebihan. Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta
penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang.
Mekanisme katup penghentian: pengisian udara berlebihan dengan
obstruksiterjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu
bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus
menjadi lebih penimbunan udara di alveolus menjadi bertambah sukar dari
pemasukannya

disebelah

distal

dari

paru.

Pada

emfisema

paru

penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang


berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan
yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural

dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke
dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-).
Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu
menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak
paru. Parenkim paru yang rusak olehoksidan terjadi karena rusaknya
dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada
saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang
melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas

silia.

Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada


sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar
mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia.Bila
oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi
epital serta pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasia
squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan
stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga
terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding
alveoli.
2. 6

Tanda dan gejala

a. Dispnea
b. Takipnea
c. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernafasan
d. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e. Auskultasi : ronchi, perpanjangan ekspirasi
f. Hipoksemia
g. Hiperkapnia
h. Anoreksia
i. Penurunan BB
j. Kelemahan
2.7

Diagnosis
7

Diagnosis emfisema adalah berdasarkan pada gejala atau keluhan


yang didapat dari anamnesis, tanda-tanda yang didapat dari pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Keluhan Pada emfisema paru keluhan
utama adalah sesak nafas, batuk berdahak tidak begitu mencolok, kadangkadang disertai sedikit sputum mukoid.
a. Anamnesa :
a.a) Riwayat menghirup rokok.
a.b) Riwayat terpajan zat kimia.
a.c) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
a.d) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR, infeksi
saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.
a.e) Sesak nafas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan
memburuk dalam beberapa tahun
a.f) Pada bayi terdapat kesulitan pernapasan berat tetapi kadang-kadang
tidak terdiagnosis hingga usia sekolah atau bahkan sesudahnya.
b. Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi :
1.a) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup).
1.b) Dada berbentuk barrel-chest.
1.c) Sela iga melebar.
1.d) Sternum menonjol.
1.e) Retraksi intercostal saat inspirasi.
1.f) Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Palpasi : vokal fremitus melemah.
3. Perkusi : hipersonor, hepar terdorong ke bawah, batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah.
4. Auskultasi :
4.a) Suara nafas vesikuler normal atau melemah.
4.b) Terdapat ronki samar-samar.
4.c) Wheezing terdengar pada waktu inspirasi maupun ekspirasi.

4.d) Ekspirasi memanjang.


4.e) Bunyi jantung terdengar jauh.
a. Pemeriksan Penunjang :
1.Faal Paru
a.a) Spinometri (VEP, KVP).
1) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 < 80 % KV menurun,
KRF dan VR meningkat.
2) VEP, merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya dan perjalanan penyakit.
a.b) Uji bronkodilator
a.b.1) Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1.
c. Darah Rutin : Hb, Ht, Leukosit
d. Pemeriksaan Radiologis
e. Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Terdapat hipoksemia dan hipokalemia akibat kerusakan kapiler alveoli (6).
f. Pemeriksaan EKG
Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai hipertensi
pulmonal dan hipertrofiventrikel kanan.
g. Pemeriksaan Enzimatik : Kadar alfa-1-antitripsin rendah.
2.8

Gambaran Radiologis emfisema

2.8.1

Gambaran radiologis emfisema secara umum


Akibat

penambahan

ukuran

paru

anterior

posterior

akan

menyebabkan bentuktoraks kifosis, sedang penambahan ukuran paru


vertical menyebabkan diafragma letak rendah dengan bentuk diafragma
yang datar dan peranjakan diafragma berkurang pada pengamatan dengan
fluoroskopi. Dengan aerasi paru yang bertambah pada seluruh paru atau
lobaris ataupun segmental, akan menghasilkan bayangan lebih radiolusen,
sehingga corakan jaringan paru tampak lebih jelas selain gambaran
fibrosisnya dan vascular paru yang relatif jarang.

Gambar 4. Gamabaran radiologis Emfisema

Gambar 5.Emfisema. Thoraks berbentuk slindrik, diafragma


letak rendah dan mendatar, jantung ramping, sela iga melebar.
2. 8.2 Emfisema lobaris
Biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan kelainan tulang
rawan,bronkus, mukosa bronchial yang tebal, sumbatan mucus (mucous
plug), penekanan bronkus dari luar oleh anomaly pembuluh darah.
Gambaran radiologiknya berupa bayangan radiolusen pada bagian paru
yang bersangkutan dengan pendorongan mediastinum ke arah kontra
lateral.

10

Gambar 6.Emfisema lobaris. Bayangan radiolusen di hemitoraks


kanan atas yang mendorong mediastinum kea rah kiri dan sisa
jaringan paru lobus bawah-kanan terdesak ke bawah.

Gambar 7. Emfisema lobar congential pada anak.a.pada umur 1hari


radiolografi dada normal.b.tiga hari kemudian terdapat peningkatan
masalah pernafasan, radiografi menunjukkan emfisema lobus kiri atas
mengompresi lobus bawah dan paru-parukanan

Emfisema lobar congenital (CLE) paling sering sering melibatkan


lobus kiriatas atau kanan tengah. Radiografi dada merupakan pemeriksaan
primer terutama dua bidang.Biasanya ada perkembangan secara bertahap

11

dari klinisdan gambaran radiologi, diman rhontgen dada biasaanya normal


saat lahir dengan meningkatnya gambaran emfisema dalam beberapa hari
selanjutnya.
2.8.3 Emfisema bulla
Bulla merupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran
antara 1-2 cm ataulebih besar, yang kadang-kadang sukar dibedakan
dengan pneumotoraks. Penyebabnya sering tidak diketahui, tapi dianggap
sebagai akibat suatu penyakit paru yang menyebabkan penyumbatan
seperti bronkiolitis atau peradangan akut lainnya dan perangsangan/iritasi
gas yang terhisap. Sering factor penyebabnya sudah tidak tampak lagi,
tetapi akibatnya adalah emfisema bulla yang tetap atau bertambah besar.
Gambaran radiologic berupa suatu kantong radiolusen di perifer lapangan
paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal paru dimana jaringan
paru normal sekitarnya akan terkompresi sehingga menimbulkan keluhan
sesak nafas.

Gambar 7.Emfisema bula. Perbercakan kedua paru dari proses spesifik


dengan bayangan bula di kedua paru atas

12

Gambar 8.Foto rontgen paru pria berumur 41 tahun yang menunjukkan


bullae semacam bentuk gelembung-gelembung radioluscent pada apek
paru.

Gambar 9. Panah menunjukan gambaran bullae pada paru penderita


emfisema

13

Gambar 10. Gambaran emfisema pada lobus superior kedua pulmo dengan
perselubungan radioopaque (bullae) pada lobus superior pulmosinistra
2.8.4 Emfisema kompensasi
Keadaan ini merupakan usaha tubuh secara fisiologik menggantikan
jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi toraks bagian
paru yang terangkat pada pneumoektomi.
2.8.5 Emfisema senilis
Emfisema senilis merupakan akibat proses degenerative orang tua
padakolumnar vertebra yang mengalami kifosis dimana ukuran anterior
posterior toraks bertambah sedangkan tinggi toraks secara vertical tidak
berubah, begitupula bentuk diafragma dan peranjakan diafragma tetap
tidak berubah. Keadaan ini akan menimbulkan atrofi septa alveolar dan
jaringan paru berkurang danakan diisi oleh udara sehingga secara
radiologic tampak toraks yang lebihradiolusen, corakan bronkovaskular
yang jarang dan diafragma yang normal.

14

Gambar 11. Emfisema senilis, bentuk thoraks yang slindrik dengan kedua
diafragma letak rendah dan mendatar
2.9.Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
1) Pendidikan terhadap keluarga dan penderita Mereka harus mengetahui
faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa
memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha
pencegahan.
2) Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan
penyakit. Penderita harus berhenti merokok.Di samping itu zat-zat inhalasi
yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan
ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
3) Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat
menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.
b. Pemberian obat-obatan.
a.a.1) Bronkodilator
a.a) Derivat Xantin

15

Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru.
Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja
sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex
:teofilin, aminofilin.
a.b) b2. Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat
dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik
AMP yang menyebabkan bronkodilatasi. Pemberian dalam bentuk aerosol
lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah :terbutalin,
metaproterenol dan albuterol.
a.c) Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga
menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga
bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan
dalam bentuk inhalasi .
a.d) Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada
emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin
memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat
yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan
prednisolon.
a.a.2) Ekspectoran dan Mucolitik
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yangutama
dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik
yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan
pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga
mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari
kerusakan yang disebabkan oleh oksidans .
a.a.3) Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama
pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan

16

penyakitakan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan


tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik
dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang
bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol
biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan
perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.
c.Terapi oksigen
Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 < 55 mmHg. Pemberian
oksigen konsentrasi rendah 1- 3 liter/menit secara terus menerus
memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja
d. Latihan fisik
Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan
pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan
tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok
untuk

sebagian

kecil

pasien.

Latihan

pernapasan

sendiri

tidak

menunjukkan manfaat.
Latihan fisik yang biasa dilakukan :
a.i.1) Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
a.i.2) Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke
depan lalu ke belakang
a.i.3) Memutar bahu ke depan dan ke belakang
a.i.4) Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk
a.i.5) Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan
a.i.6) Latihan dilakukan 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu
a.i.7) Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga
a.i.8)Walking joging ringan

e. Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan
mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi

17

pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan


yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik
duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi
teratur.
f.Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah :
a.i.1) Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
a.i.2) Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
a.i.3) Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
a.i.4) Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
a.i.5) Mengurangi spasme otot leher .
2.10

Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada

umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari
50 tahun dengan :
a.i.a. Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
a.i.b. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih
berat dan meninggal.

18

BAB 3
KESIMPULAN
Emfisema adalah suatu keadaan di mana paru lebih banyak berisi
udara, sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun
ukuran paru secara verticalke arah diagfragma. Penyebab tersering adalah
merokok dan polusi udara.
Gejala yang sering ditimbulkan oleh seseorang yang menderita
emfisema diantaranya dispnea, takipnea, hipoksemia, hiperkapnia,
anoreksia, penurunan BB, dan kelemahan.
Dari gambaran radiologi pada pasien emfisema ditemukan
diafragma letak rendahdan datar, ruang retrosternal melebar, gambaran
vaskuler berkurang, jantung tampak sempit memanjang, dan pembuluh
darah perifer mengecil.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Patologi Jilid 2 Edisi 7: Paru dan Saluran Napas Atas.Jakarta:
EGC
2.Davey.

2006.

At

Glance

Medicine:

Penyakit

Paru

ObstruktifKronis.Jakarta: Erlangga.
3.Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9
Insufesiensi Pernapasan. Jakarta: EGC Kumar dkk. 2006.
4.http://akhtyo.blogspot.com/2009/03/asma-bronkhitis-emfisema.html
5.http://medinfo.ufl.edu/~bms5191/pulmon/em1.html
6.http://medlinux.blogspot.com/2007/09/emfisema.html
7.http://www.radrounds.com/photo/barrel-chest?context=latest

20

Anda mungkin juga menyukai