PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia
harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat
kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada
tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama
kematian di dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Hasil survey
penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah
sakit propinsi di Indonesia (JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti
asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) danlainnya (2%)
(Depkes RI, 2004).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru
kronis yang disertai gangguan aliran napas. Gangguan ini biasanya
disebabkan bronchitis kronis atau emfisema paru. Hambatan pada saluran
napas dapat bersifat progresif sehingga gejala menjadi lebih berat
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.
Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat
menimbulkan gangguan aktifitas . Emfisema terdapat pada 65% laki-laki
dan 15 % wanita. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena
asma, bronkitis kronisdan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia. Penyakit bronchitis kronik dan
emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Emfisema adalah pembesaran permanen yang abnormal dari ruang
tidak
termasuk
emfisema,
melainkan
hanya
sebagai
Epidemiologi
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.
Etiologi
1.Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia
pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia,
fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada
leukosit
polimorfonuklear
melepaskan
enzimprotease
supaya
tidak
terjadi
kerusakan
jaringan.
Perubahan
Klasifikasi
Emfisema
sentrilobuler
emfisema
sentriasiner
yang
sering
2.5
Patofisiologi
disebelah
distal
dari
paru.
Pada
emfisema
paru
dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke
dalam yaitu elastisitas paru.
Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-).
Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu
menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak
paru. Parenkim paru yang rusak olehoksidan terjadi karena rusaknya
dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada
saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang
melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas
silia.
a. Dispnea
b. Takipnea
c. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernafasan
d. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e. Auskultasi : ronchi, perpanjangan ekspirasi
f. Hipoksemia
g. Hiperkapnia
h. Anoreksia
i. Penurunan BB
j. Kelemahan
2.7
Diagnosis
7
2.8.1
penambahan
ukuran
paru
anterior
posterior
akan
10
11
12
13
Gambar 10. Gambaran emfisema pada lobus superior kedua pulmo dengan
perselubungan radioopaque (bullae) pada lobus superior pulmosinistra
2.8.4 Emfisema kompensasi
Keadaan ini merupakan usaha tubuh secara fisiologik menggantikan
jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi toraks bagian
paru yang terangkat pada pneumoektomi.
2.8.5 Emfisema senilis
Emfisema senilis merupakan akibat proses degenerative orang tua
padakolumnar vertebra yang mengalami kifosis dimana ukuran anterior
posterior toraks bertambah sedangkan tinggi toraks secara vertical tidak
berubah, begitupula bentuk diafragma dan peranjakan diafragma tetap
tidak berubah. Keadaan ini akan menimbulkan atrofi septa alveolar dan
jaringan paru berkurang danakan diisi oleh udara sehingga secara
radiologic tampak toraks yang lebihradiolusen, corakan bronkovaskular
yang jarang dan diafragma yang normal.
14
Gambar 11. Emfisema senilis, bentuk thoraks yang slindrik dengan kedua
diafragma letak rendah dan mendatar
2.9.Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
1) Pendidikan terhadap keluarga dan penderita Mereka harus mengetahui
faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa
memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha
pencegahan.
2) Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan
penyakit. Penderita harus berhenti merokok.Di samping itu zat-zat inhalasi
yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan
ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
3) Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat
menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.
b. Pemberian obat-obatan.
a.a.1) Bronkodilator
a.a) Derivat Xantin
15
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru.
Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja
sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex
:teofilin, aminofilin.
a.b) b2. Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat
dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik
AMP yang menyebabkan bronkodilatasi. Pemberian dalam bentuk aerosol
lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah :terbutalin,
metaproterenol dan albuterol.
a.c) Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga
menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga
bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan
dalam bentuk inhalasi .
a.d) Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada
emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin
memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat
yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan
prednisolon.
a.a.2) Ekspectoran dan Mucolitik
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yangutama
dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik
yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan
pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga
mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari
kerusakan yang disebabkan oleh oksidans .
a.a.3) Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama
pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan
16
sebagian
kecil
pasien.
Latihan
pernapasan
sendiri
tidak
menunjukkan manfaat.
Latihan fisik yang biasa dilakukan :
a.i.1) Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
a.i.2) Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke
depan lalu ke belakang
a.i.3) Memutar bahu ke depan dan ke belakang
a.i.4) Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk
a.i.5) Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan
a.i.6) Latihan dilakukan 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu
a.i.7) Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga
a.i.8)Walking joging ringan
e. Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan
mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi
17
Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada
umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari
50 tahun dengan :
a.i.a. Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
a.i.b. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih
berat dan meninggal.
18
BAB 3
KESIMPULAN
Emfisema adalah suatu keadaan di mana paru lebih banyak berisi
udara, sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun
ukuran paru secara verticalke arah diagfragma. Penyebab tersering adalah
merokok dan polusi udara.
Gejala yang sering ditimbulkan oleh seseorang yang menderita
emfisema diantaranya dispnea, takipnea, hipoksemia, hiperkapnia,
anoreksia, penurunan BB, dan kelemahan.
Dari gambaran radiologi pada pasien emfisema ditemukan
diafragma letak rendahdan datar, ruang retrosternal melebar, gambaran
vaskuler berkurang, jantung tampak sempit memanjang, dan pembuluh
darah perifer mengecil.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Patologi Jilid 2 Edisi 7: Paru dan Saluran Napas Atas.Jakarta:
EGC
2.Davey.
2006.
At
Glance
Medicine:
Penyakit
Paru
ObstruktifKronis.Jakarta: Erlangga.
3.Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9
Insufesiensi Pernapasan. Jakarta: EGC Kumar dkk. 2006.
4.http://akhtyo.blogspot.com/2009/03/asma-bronkhitis-emfisema.html
5.http://medinfo.ufl.edu/~bms5191/pulmon/em1.html
6.http://medlinux.blogspot.com/2007/09/emfisema.html
7.http://www.radrounds.com/photo/barrel-chest?context=latest
20