Anda di halaman 1dari 24

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul MIOMA UTERI

Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan dalam mengikuti


kegiatan Kepanitriaan Klinik Senior dibagian Ilmu Obstetri dan Ginekology yang
dilaksanakan di RSU.DR.R.M.Djoelham Binjai.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada


Dr.Sugianto.Sp.OG selaku pembimbng dan dokter-dokter di SMF obgyn

1.Dr.Arusta Tarigan.Sp.OG

3. Dr. Eka handayani, Sp.OG

4.Dr.Herizal,Sp.OG

Yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan


agar laporan kasus ini lebih akurat dan bermanfaat

Tentunya penulis menyadari bahwa laporan kasus ini banyak kekurangan


untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca agar kedepannya penulis dapat memperbaiki dan menyempurnakan
kekurangan tersebut.

Besar harapan penulis agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca serta dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk
meningkatkan keilmuannya

Binjai, Nopember 2016

Penulis
2

BAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
Pendahuluan .....................................................................................................1
Defenis .................................................................................................................3
Epidemiologi ......................................................................................................3
Etiopatogenesis ...............................................................................................3
Klasifikasi ...........................................................................................................4
Gejala Klinis .......................................................................................................7
Diagnosis ............................................................................................................9
Penanganan .....................................................................................................10
Penatalaksanaan ...........................................................................................14
LAPORAN KASUS ............................................................................................15
KESIMPULAN ....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................22
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mioma uteri adalah tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai,
ditemukan satu dari empat wanita usia reproduksi aktif (Muzakir cit Robbins,
1997). Mioma uteri dikenal juga dengan istilah leiomioma uteri, fibromioma uteri
atau uterin fibroid, ditemukan sekurang-kurangnya pada 20%-25% wanita di atas
usia 30 tahun. (Muzakir cit Djuwantono, 2004).

Berdasarkan otopsi Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun


mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak lagi. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarki.
Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di
Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7 % dari semua penderita genekologi
yang dirawat .(Hanifa dkk, 2008)

Kejadian mioma uteri lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati
angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun,
menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri
dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause (Anonim,
2008).

Penelitian Ran Ok et-al di Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan


17% kasus mioma uteri dari 4784 kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti
(Muzakir cit Ran Ok et-al, 2007). Menurut penelitian yang di lakukan Karel
Tangkudung (1977) di Surabaya angka kejadian mioma uteri adalah sebesar
10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di Surabaya penelitian yang dilakukan oleh
Susilo Raharjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat (Muzakir cit Yuad H, 2005).
2

Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan
penderita tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya
20%-50% dari tumor ini yang menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan
menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat
penekanan massa tumor (Muzakir cit Djuwantono, 2004).

Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan


sosial pada wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif,
pengobatan yang dapat dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma uteri
merupakan indikasi yang paling sering untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3
dari seluruh angka histerektomi) (Lacey.C.G., 2007).

Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 55 tahun dengan diagnosa
mioma uteri dan anemia berat yang selanjutnya ditatalaksanai dengan laparotomi
histerektomi. Selanjutnya akan dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan
ini sudah tepat dan sesuai dengan literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
3

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari lapisan otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan juga dikenal
istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid.(Hanifa dkk, 2008)

Epidemiologi

Berdasarkan otopsi Novak menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun


mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak lagi. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarki.
Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di
Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7 % dari semua penderita genekologi
yang dirawat .(Hanifa dkk, 2008)

Etiopatogenesis

Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan


tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma
uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter. Pada ilmuwan telah
mengidentifikasi kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan
berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli mengatakan bahwa fibroid
uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya membesar pada saat
kehamilan dan mengecil setelah menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi
juga oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain itu,
sangat jarang ditemukan sebelum menarke, dapat tumbuh dengan cepat selama
kehamilan dan kadang mengecil setelah menopause (Hakim, 2009).

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast.
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari pada
miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari
selaput otot yang matur (Hanifa, 2008).
4

Klasifikasi Mioma Uteri

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah
pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:

1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter

Gambar 1. Gambar Jenis-jenis mioma uterus


Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%) (Anonim, 2008).
1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin
belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa,
walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
5

Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,


dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan
dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga
rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang
dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses
di atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk
simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai
banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol
dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan
uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung
kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.

3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol
ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk
bulan sabit.
6

Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot
polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like
pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan.
Perubahan Sekunder (Hanifa, 2008)
a) Atrofi: sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil.
b) Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita
berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya, seolah-
olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
c) Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana
sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan
dari kistoma ovarium atau suatu kehamilan.
d) Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.
Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto Rontgen.
e) Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi
pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat
sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh
pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas
apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
f) Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
7

Gejala Klinis

Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (servik, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Keluhan yang dirasakan penderita Mioma Uteri sebagai
keluhan utama pada umumnya adalah :

Perdarahan abnormal

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,


menoraghi dan dapat juga terjadi metroragia . Hal ini sering menyebabkan
penderita juga mengalami anemia dari perdarahan yang terus-menerus
(Lacey.C.G., 2007).

Mekanisme terjadinya perdarahan abnormal ini sampai saat ini masih


menjadi perdebatan. Beberapa pendapat menjelaskan bahwa terjadinya perdarahan
abnormal ini disebabkan oleh abnormalitas dari endometrium (Lacey.C.G., 2007).
Tetapi saat ini pendapat yang dianut adalah bahwa perdarahan abnormal ini
disebabkan karena pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium
sampai adenokarsinoma, permukaan endometrium yang lebih luas, atrofi
endometrium di atas mioma submukosum, dan miometrium tidak dapat
berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium .
Pada Mioma Uteri submukosum diduga terjadinya perdarahan karena kongesti,
nekrosis, dan ulserasi pada permukaan endometrium (Muzakir, 2008)

Nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma. Pada pengeluaran mioma submukosum yang
akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis
dapat menyebabkan juga dismenore. Selain hal diatas, penyebab timbulnya nyeri
8

pada kasus mioma uteri adalah karena proses degenerasi. Selain itu penekanan
pada visera oleh ukuran mioma uteri yang membesar juga bisa menimbulkan
keluhan nyeri. Dengan bertambahnya ukuran dan proses inflamasi juga
menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada regio pelvis.(Muzakir, 2008)

Efek penekanan

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
oleh mioma uteri pada vesiko urinaria menimbulkan keluhan-keluhan pada traktus
urinarius, seperti perubahan frekuensi miksi sampai dengan keluhan retensio urin
hingga dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis (Lacey.C.G., 2007)..

Konstipasi dan tenesmia juga merupakan keluhan pada penderita mioma


uteri yang menekan rektum. Dengan ukuran yang besar berakibat penekanan pada
vena-vena di regio pelvis yang bisa menimbulkan edema tungkai (Muzakir, 2008)

Gejala akibat Komplikasi

Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%


dari seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran
tumor yang semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada penderita yang
sudah menopause (Lacey.C.G., 2007).

Anemia

Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami


perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma
uteri akan mengakibatkan anemia defisiensi besi (Marjono, 2008)
9

Torsi

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan


sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian timbul sindroma
abdomen akut, mual, muntah dan syok

Infertilitas

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis
infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain
harus disingkirkan (Lacey.C.G., 2007).

Diagnosis

1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang
tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi.
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah darah lengkap
(DL) terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain
disesuaikan dengan keluhan pasien.

b. Imaging
10

1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen


pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa
pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri
yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian
bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma
submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri;
mioma intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis,
khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri.
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan
dugaan klinis.

Diagnosis banding (Marjono, 2008)

1. Adenomiosis
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan

Penanganan

Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor

Tidak semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari
semua kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun, apalagi
jika ukuran mioma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan.
11

Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
dan terbagi atas :

A. Penanganan konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut :

- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.


- Monitor keadaan Hb
- Pemberian zat besi
- Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan
regulasi gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior.
Akibatnya, fungsi ovarium menghilang dan diciptakan keadaan
menopause yang reversibel. Sebanyak 70% mioma mengalami
reduksi dari ukuran uterus telah dilaporkan terjadi dengan cara ini,
menyatakan kemungkinan manfaatnya pada pasien perimenopausal
dengan menahan atau mengembalikan pertumbuhan mioma sampai
menopause yang sesungguhnya mengambil alih. Tidak terdapat resiko
penggunaan agonis GnRH jangka panjang dan kemungkinan rekurensi
12

mioma setelah terapi dihentikan tetapi, hal ini akan segera didapatkan
dari pemeriksaan klinis yang dilakukan (Muzakir cit Alexander, 2004).
B. Penanganan operatif
Indikasi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah :

- Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat


- Ukuran tumor yang besar
- Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika
pertambahan ukuran tumor setelah menopause
- Retensio urin
- Tumor yang menghalangi proses persalinan
- Adanya torsi (Muzakir cit Moore, 2001).

Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :

- Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus (Muzakir cit Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di
lakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu studi
mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih
ingin be reproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini
tetapi penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang
belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan
(Muzakir cit Chelmow, 2005).

- Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk
mengangkat rahim, baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri
ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Muzakir cit
Prawirohardjo, 2001).

. Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan


pendekatan perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada
beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma
uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada
13

pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan


keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus
urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu
(Hadibroto, 2005).
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal
histerektomi (STAH). Masing-masing prosedur histerektomi ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk
menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang
banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan
menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa
terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang
menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual.
Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat menjadi
sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH
(Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan
vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen.
Histerektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih
kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya.
Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan
prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka
sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska
operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang
menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang
menjalani histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).
14

Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists


(ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :

- Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari


luar dan dikeluhkan oleh pasien.
- Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak
dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8
hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
- Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri
hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian
bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria
mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Muzakir cit Chelmow,
2005).

Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil

Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring,


analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih
disukai apabila janin imatur. Namun, pada torsi akut atau perdarahan intra
abdomen memerlukan interfensi pembedahan. Seksio sesarea merupakan indikasi
untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia
uteri atau obstruksi mekanik (Muzakir cit Taber, 2004).

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
15

Nama : Ny. Deasy trisna


Usia : 40 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Sm.raja I no 02 Lk II

Nama Suami : Tn. A

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pasien : BPJS

MRS : 01/11/16 pukul 12.24 WIB

No. RM :14-76-22

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : perut bagian bawah terasa ada benjolan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien merupakan pasien kiriman dari RS Ibu dan anak sylvani dengan hasil
USG mioma uteri mayor . Pasien mengeluhkan terasa ada benjolan diperut
bagian bawah yang berpindah-pindah + 1 tahun. nyeri perut (-), haid lancar,
perdarahan pervaginam (+). Hasil dari USG terdapat mioma uteri + 12,5 cm.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Adanya riwayat penyakit hipertensi

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien. hipertensi

Riwayat Alergi :
16

Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan


makanan.

Riwayat Kontrasepsi :

Suntik KB

Riwayat Perkawinan : suami ke I, menikah 1x selama 22 tahun

Riwayat Obstetri :
Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 12 tahun.
Pasien memiliki siklus haid yang teratur.

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 170/110 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit
- Frekuensi napas : 22 x/menit
- Suhu : 36,8oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis +/+, ikterus -/-
- H/T/M : DBN
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

IV. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen :
Inspeksi : Tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : Teraba massa padat, kenyal, permukaan licin, mobile pada
perut bagian bawah, nyeri tekan (-).

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (01/11/16):


17


Leukosit : 8,03 x 103 UL


Eritrosit ; 4,34 x 106 UL
Hb : 12,3 g%
PLT : 208 103 UL
HCT : 39,3 %

Pemeriksaan Laboratorium (02/11/16):

Ureum ; 10,2 mg/dl


Kreatinin : 0,83 mg/dl
Uric Acid : 3,8 mg/dl
Kgd ad Random : 109 mg/dl

Ultrasonografi (USG) Abdomen :


Kesan Mioma uteri

VI. DIAGNOSIS PRE OPERASI


Mioma uteri dengan hipertensi

VII. RENCANA TINDAKAN


Observasi keadaan umum dan vital sign pasien
Cek DL
USG Mioma uteri rawat ruang utk persiapan operasi
miomektomi
KIE pasien dan keluarganya

VIII. Prosedur Miomektomi


1. Pasien di baringkan
2. Dilakukan apseptik dan antiseptik dengan Povidon Iodin
3. Lapangan operasi ditutupi dengan kain steril
4. Insisi pfanential lapis demi lapis
5. Tampak massa miom sebesar kepala bayi + 12 cm
6. Dilakukan identifikasi oral mioma berasal dari mioma subserora pd
fundus uteri
7. Dilakukan miometomi dgn kontrol pendarahan baik.
8. Dilakukan pemarangan drain (selang) sebagai kontrol pendarahan
18

9. Abdomen ditutup lapis demi lapis


10. Intruksi awasi vital sign dan pendarahan pada drainase

Tindakan Operasi : miomektomi

Instruksi Post Operasi :


Pemeriksaan laboratorium post-operatif
IVFD RL 20 gtt/i
Injeksi Cefotaxime 1 gr/8 jam
Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam
Injeksi Gentamisin 80 mg/8 jam
Injeksi Alinamin F 1 amp/8 jam
Observasi tanda vital dan keluhan pasien
Jaringan di Pa kan

KESIMPULAN

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 40
tahun dengan diagnosa mioma uteri. Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesa dan pemeriksaan fisik-ginekologik, serta pemeriksaan penunjang
berupa USG dan pemeriksaan laboratorium.

Dari hasil anamnesis didapatkan adanya keluhan benjolan pada perut


bagian bawah kanan pasien. Ada beberapa kemungkinan diagnosis untuk pasien
dengan benjolan pada perut bagian bawah antara lain yaitu mioma uteri dan
endometriosis.

Miomektomi dilakukan berdarakan gejala klinis. Adapun indikasi


miomektomi secara umum, diantaranya :

1. Usia reproduksi aktif


2. Ingin mempertahankan genitalia interna
3. Masih mungkin fertil, dibuktikan dengan pemeriksaaan suami dan
istri.
4. Penghalang fertilitas hanya mioma uteri.
19
20
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2008, Biomolekuler mioma uteri. Available from:


http://digilib.unsri.ac.idf. Di akses:27 Oktober 2016.

2. Darmasetiawan SM dkk, Penggunaan Padanan Hormon Pelepas


Gonadotropin Agonis (GNRH-A). Pada Kasus Fibroma Uterus dalam
Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 45, No. 8, IDI, Jakarta.

3. Hadibroto BR, 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38


No. 3 September 2005. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUD H. Adam Malik Medan.
Availablefrom :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15576/1/mkn-sep2005-
%20(9).pdf (Accessed 27 Oktober 2016)

4. Hanifa, dkk, 2008, Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo d/a Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI. Jakarta.

5. Lacey, C.G., Benign Disorders of the Uterine Corpus, Current Obstetric


and Gynecologic Diagnosa and Treatment, 6th ed, Aplleten & Lange,
Norwalk Connectient, California, Los Atlas, 2007, p : 657-62.
22

6. Marjono B. A. et all., 2008. Tumor Ginekologi. Available from :


http://www.geocities.com. (Accessed :27 Oktober 2016).

7. Manuaba IBG, Tumor Jinak pada Alat-alat Genital, Ilmu Kebidanan,


Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan,
EGC, Jakarta, p : 409-12.

8. Moeloek, F.A., Hudono, S.Tj., Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan,


Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004, p :
401-27.

9. Muzakir. 2008. Profil Penderita Mioma Uteri di RSUD Arifin Achmad


Provinsi Riau Periode 1 Januari-31 Desember 2006.

10. Santon, R., Duenhoelter, J.H., Massa pelvis, Gynecology, EGC, Jakarta, p:
146-7.

Anda mungkin juga menyukai