Anda di halaman 1dari 32

SYOK SEPSIS

A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai
dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. (Linda D.U, 2006).
Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah
(sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg)
disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara
adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
Syok sepsis adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah
keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan
(Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002). Syok septic adalah infasi aliran
darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan
reaksi pejamu umum toksin. Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan
perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan
komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab
sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan
humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik,
namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung
jawab terhadap sepsis.
2. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis
dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan
komponen dinding sel dari semua kuman, dapat menyebabkan agregasi
trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara
langsung (Hermawan, 2007).
C. PATOFISIOLOGI

Sebelum terjadinya syok septic biasanya didahului oleh adanya suatu infeksi
sepsis. Infeksi sepsis bisa bisebabkan oleh bakteri gram positif dan gram
negatif. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida
(LPS).

Suatu

protein

di

dalam

plasma,

dikenal

dengan

LBP

(Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui


berperan penting dalam metabolisme LPS. Sedangkan pada bakteri gram
positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan
peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif
menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen
dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai
dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga
terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel,
aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi
ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multiple. Penyebaran
infeksi bakteri gram negative yang berat potensial memberikan sindrom
klinik yang dinamakan syok septic.
Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit
hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang
turun-naik. Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari
jantung meningkat.
Kegagalan organ multiple yang diakibatkan karena syok sepsis antara lain :
Ginjal :
Karena infeksi berat yang diakibatkan oleh bakteri gram negative, sehingga
mengakibatkan fungsi ginjal menjadi abnormal yang mengakibatkan
autoregulasi ginjal menjadi terganggu dan reabsorbsi yang terjadi dalam
ginjal menjadi meningkat. Reabsorbsi pada ginjal yang meningkat
menyebabkan zat yang seharusnya di ekskresi menurun sehingga output urine
menurun.
Kardiovaskuler :
Akibat dari infeksi sistemik mengakibatkan curah darah dari jantung memang
meningkat, tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah menurun

sehingga menyebabkan seseorang yang terkena syok sepsis mengalami


hipotensi
Pernafasan :
Pada system pernafasan terjadi perubahan pada pola nafas dimana pernafasan
menjadi lebih cepat sehingga mengakibatkan terjadi perubahan pada
membrane kapiler alviola. Akibat terjadinya perubahan pola nafas sehingga
paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang berlebih sehingga kadar dalam
darah menurun yang membuat penderita mengalami takipnea.
Neurologis :
Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan
kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan
darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Hal
ini dapat meningkatkan resiko terjadinya cidera pada penderita syok sepsis.
Syok sepsis juga mengakibatkan terjadinya disfungsi neurologis sehingga
akan mengakibatkan terganggunya pusat termoregulasi sehingga membuat
penderita demam tinggi ataupun suhu tubuh dibawah normal.

Gram Endotoksin
Masuk aliran
darah
Perubahan
biokimia
Kompensasi
tubuh
Panas,
Takikardi
Autoregulasi
Reabsopsi
ginjal
Kekurangan
Ketidakefektifan
Output
urin
Ginjal
meningkat
Oliguria
terganggu
volume
menurun
polacairan
nafas

Fokus infeksi ( bakteri, virus,


fungi, parasit )
Kehilangan cairan
melalui keringat
Resiko defisit
volume cairan

Gram +
Eksotalm
Proses
inflamasi
mediator
Sitotoksin

Infeksi sistemik melalui


aliran darah
Hiperventilasi
Saluran nafas :
Syok
Sepsis
Perubahan
Dypsnea,
Ketidakefektivan
Ketidakefektifan
membran
Perubahan
takipneapola
perfusi
jaringan
O2Vasodilatasi
dalam
darah /
Kardiovaskuler
pola
nafas
kapiler
alviola
nafas
Hipotensi
perifer
jaringan
pem.
menurun
darah

Inflamasi

Terganggunya

Hipertermi
Instabilitas
pusat
Penurunan
Neurologis
Resiko
cidera
termoregulasi
termoregulasi
kesadaran
disfungsi

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur (sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2. WBC : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDP) terjadi sebalumnya,
diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan
pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur
dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok.
6. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/
perubahan seluler dalam metabolism
7. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan
hati.

8. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya.


Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi
9. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6
jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan
mencakup ABC (airway, breathing, circulation), oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan terbaru syok septic mencangkup mengidentifikasi dan
meneliminasi penyebab infeksi.
a. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum, drainase luka dilakukan
dengan teknik aseptic.
b. Pemberian antibiotic spectrum luas, diberikan sebelum menerima
laporan sensitivitas dan kultur untuk meningkatkan ketahanan hidup
pasien.

Preparat sefalosporin ditambah aminoglikosida mungkin

diresepkan pada awalnya. Kombinasi obat tersebut akan memberikan


cakupan antibiotic sebagian mikroorganisme gram negative dan
beberapa gram positif. Saat laporan sensitivitas kultur tiba, antibiotic
diganti dengan antibiotic yang secara lebih spesifik dan ditargetkan
pada organism penginfeksi.
c. Setiap rute infeksi harus disingkirkan termasuk jalur intravena, kateter
urin. Setiap abses harus dialirkan dan area nekrotik dilakukan
debridement.
d. Penggantian cairan harus diberikan untuk memperbaiki hipovolemia
yang diakibatkan inkompeten vascular.
e. Suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein dianjurkan dan harus
dilakukan dalam 4 hari dari awitan syok. Pemberian makan enteral
lebih dipilih daripada jalur parenteral karena dapat meningkatkan
resikoinfeksi yang diakibatkan oleh pemasangan kateter intravena.

Namun menjadi tidak mungkin bila penurunan perfusi ke saluran


gastrointestinal pada syok tahap lanjut membatasi peristaltic dan
absorbs.
f. Riset terbaru : penatalaksanaan berfokus pada penghancuran organism
infeksius, penekanan diberikan pada pengubahan respon imun pasien
terhadap mikroorganisme.
Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis :
a. Stabilisasi pasien langsung
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital
pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang
memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi
ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensi dengan
obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.
b. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme
Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika
diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan
angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan
regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah
ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan
agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).
Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotic :
1) Sebelum ada hasil kultur darah, berikan kombinasi antibiotic yang
kuat, missal : anatar golongan penisilin/penicillinase-resistant
penicillin dengan gentamisin.
Golongan penisilin :
- Prokain penisilin 50.000 U/kgBB/hari, IM, dibagi 2 dosis
- Ampisilin 4-6 x 1 gram/hari, IV selama 7-10 hari
Golongan penicillinase-resistant penicillin :
-

Kloksasilin (cloxacillin orbenin) 4 x1 gram/hari, IV selama 710 hari (sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal
ini

masing-masing

obat

diturunkan

dosisnya

menjadi

setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang


-

telah ada (Ampoclox 4x1 gram/hari, IV)


Metisilin 4x6 1 gram/hari, IV selama 7-14 hari

Gentamisin (Geranycin) 5 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, IM,


selama 7 hari, perhatian terhadap efek nefrotoksiknya.
2) Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan
disesuaikan.
c. Fokus infeksi awal harus diobati
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk
infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau
potong jaringan yang gangren (Hermawan, 2007).
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi
maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu
akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan
penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat
perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.
Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi
akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan
oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. Oksigenasi bertujuan
mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di
darah, meningkatkan transpor oksigen ke jaringan.
b. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara
klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari
peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan
isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan
membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan
cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan
penurunan saturasi oksigen.
c. Nutrisi

Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,


cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin,
diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan
beru diberikan secara parenteral.
d. Semua prosedur infasif harus dilakukan dengan teknik aseptic yang
tepat. Selain itu jalur intravena, insisi bedah, luka trauma, kateter urin
dan luka dikubitus dipantau terhadap tanda-tanda infeksi.
e. Pemantauan terhadap pasien dengan ketat terhadap reaksi menggigil
f.

yang lebih lanjut


Kolaborasi pemberian obat-obatan yang diresepkan termasuk
antibiotic

F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
a. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel

atau

nasopharyngeal)
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
1) Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
2) Kaji saturasi oksigen
3) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
4) Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5) Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6) Periksa foto thorak
c. Circulation
1) Kaji denyut jantung,
2) Monitoring tekanan darah,
3) Periksa waktu pengisian kapiler
4) Pasang infus dengan menggunakan canul yang besar
d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran.

e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
b. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
1) Tujuan & Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 jam
diharapkan pasien dapat:
a) TTV dalam rentang normal
b) Menunjukkan jalan napas yang paten
c) Mendemostrasikan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dypsneu.
2) NOC
a) Airway management
b) Terapi Batuk Efektif
3) NIC
Airway Management :
a) Buka jalan nafas
b)
Posisikan pasien untuk

memaksimalkan

ventilasi

( fowler/semifowler)
c) Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan
d) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
e) Monitor respirasi dan status O2
f) Monitor TTV.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
1) Tujuan & Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam .
pasien akan :
a) Suhu tubuh dalam rentang normal
b) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
c) Nadi dan respirasi dalam rentang normal
2) NOC
a) Thermoregulasi treatment
b) Fever Treatment
3) ( NOC)
Fever Treatment :
a) Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.

b) Beri kompres hangat pada bagian lipatan tubuh ( Paha dan


aksila ).
c) Monitor intake dan output
d) Monitor warna dan suhu kulit
e) Berikan obat anti piretik

SYOK NEUROGENIK
A. DEFINISI
Syok neurogenik adalah suatu keadaan dimana oksigenasi jaringan dan perfusi
jaringan tidak adekuat yang disebabkan karena adanya gangguan pada pada
pembuluh darah mengalami penyempitan atau pelebaran yang tidak wajar,
dengan akibat yang sama dengan syok lainnya.(Pusbankes 118-Baker PGDM
2004).
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat
gangguan dari fungsi tonus simpatik . Kekurangan hantaran toinus
simpatik menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan inisiasi dari respon
syok umum (Linda D. Urden, 2008)
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera
spinal, atau anestesi umum yang dalam (Linda D. Urden, 2008)
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord.Alur
system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi
pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah , keadaan
kulit hangat, normal, lembab Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan
perubahan fungsi autonom normal (elaine cole, 2009).
B. TAHAPAN SYOK

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh
tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
1. Kompensasi
Adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normal.
Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit
pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan
pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit
untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat
normal.
2. Dekompensasi
Suatu kondisi dimanatubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsifungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ
vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut
dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala
yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat,
peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat,
serta kesadaran yang mulai terganggu.
3. Ireversibel
Dimanakerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera
mungkin.. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah
ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal
menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun
ginjal.Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ
yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
C. ETIOLOGI
Syok neurogenik disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu Saraf
simpatis. Syok neurogenik

disebut juga dengan syok spinal. kondisi

berikutnya mengacu pada hilangnya aktivitas neurologis dibawah tingkat


cedera tulang belakang, tetapi tidak melibatkan perfusi jaringan (Linda D.
Urden, 2008).

Trauma pada syaraf spinal atau medulla dan kondisi yang mengganggu suplai
oksigen atau gulokosa ke medulla menyebabkan syok neurogenik akibat
gangguan aktivitas simpatik.
Penyebab lainnya juga bisa disebabkan :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
lumbal.
3. Trauma kepala
Terdapat gangguan pada pusat otonom.
4. Hiperekstensi (Kathen S. Oman 2005)
5. Hiperfleksi kepala terdorong ke depan vertebra didaerah servikal
mengalami hiperfleksi
6. Hiperotasi rotasi lateral yang ekstrim pada kepala dan leher.

D. PATOFISIOLOGI
Etiologi

Cidera Spinal

Kerusakan saraf
simpatik

Sirkulasi
Hipotensi
Hipotermi
: ekskremitas
lemah, N turun

Denyut jantung
Cardiac
Pernafasan
SuplaiMenurun
Output
darah
cepat
dan
menurun
dan
O2
menurun
dangkal

Ketidak efektifan
perfusi jaringan
otak

Kerja sel
meningkat
Hipertermi

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
b. CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
c. MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
d. Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
e. Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
f. Tomogram
g. Mielogram
h. Spinal Films (lateral and oblique),(ENA, 2000 ; 427)
F. PROGNOSIS
Prognosis menurut medical Emergency, 2004) Tergantung dari beberapa hal
a.
b.
c.
d.
e.

diantaranya
Lamanya syok berlangsung
Beratnya syok
Kecepatan penanganan yang benar
Kondisi sebelumnya
Penyakit penyerta
Akibat akhir dari syok yang berlanjut adalah kematian yang disebabkan
gaglnya fungsi organ-organ vital yang bersifat ireversibel. Makin lama
berlangsung dan makin berat derajat syok, maka kemungkinan terjadinya
kerusakan organ akan semakin besar. Oleh karena itu makin cepat pertolongan
diberikan makin besar kemungkinan keberhasilannya. Disamping itu, keadaan
penderita secara umum seperti usia, gizi dan adanya penyakit lain dapat pula

mempengaruhi hasil penanganan syok. Penderita usia lanjut, gizi buruk dan
penyakit sistemik seperti diabetes dan sirosis hepatis akan memperburuk
prognosis.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


1. Penatalaksanaan medis
a. Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian
vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah
vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan
untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
b. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus
dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor
kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
c. Dopamin; Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi.
d. Norepinefrin; Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang
rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara
adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh
terhadap

jantung

(palpitasi).

Pemberian

obat

ini

dihentikan

bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini
pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien.
b. Riwayat penyakit: penyakit keturunan.
c. Catat tanda-tanda vital pasien.
d. Kaji hipotermi (misalnya perubahan warna kulit, menggigil, kelelahan,
kelemahan dan apatis).
e. Pemeriksaan fisik:
1) Kulit
Suhu traba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia) .
2) Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal) Basah pada fase lanjut
syok (sering kering pada syok septik).
3) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistolik < 80 mmHg
(lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi,
normal atau meninggi pada awal syok septik).
4) Keadaan jantung: Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
5) Respirasi: Respirasi meningkat, dan dangkal (pada

fase

kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi


meningkat jika kondisi memburuk).
6) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan.
Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
7) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis).
8) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan
(pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya
tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.
9) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,
meninggi pada syok kardiogenik.
10) Keseimbangan Asam Basa: Pada awal syok pO 2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2karena adanya
aliran pintas di paru).
f. Aktivitas istirahat:
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan
kesadaran dan kehilangan tonus otot.
g. Sirkulasi:

Gejala: perubahan tekanan darah (hipotensi), perubahan frekuaensi


jantung (bradikardia, takikardia dan distrimia).
h. Integritas ego:
Gejala: perubahan tingkalaku (tenang atau dramatis).
Tanda: cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsive.
i. Neurosensori:
Gejala: kehilangan kesadaran sementara dan perubahan kesadaran bisa
sampai koma.
j. Pernapasan:
Tanda: napas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi dan apnea.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi jaringan: cerebral tidak efektif dengan factor resiko
hipovolemik
b. Penurunan cardiac output berhubungan dengan hambatan simpatik
c. Hipotermi berhubungan dengan terekspose pada lingkungan dingin,
trauma, gangguan hipotalamus
d. Resiko infeksi
e. Kecemasan berhubungan dengan ancaman biologi, psikologi atau
integritas sosial

3. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA

NOC

KEPERAWATAN
Resiko

Setelah dilakukan

ketidakefektifan

tindakan

NIC

RASIONAL

1. Tentukan

1. Menentukan

faktor - faktor

pilihan

perfusi jaringan otak keperawatan

yangberhubun

intervensi.

b.d trauma kepala.

gan

Penurunan

selama x
24 jam terjadi
perbaikan
perfusi jaringan
ditandai
oleh: tanda vital
dalam
batas normal atau
stabil,
tidak ada tandatanda
Peningkatan
Tekanan Intra
Kranial (TIK).

dengan

keadaantertent

tandadan

gejalaneurolo

atau

yangmenyebab

gis

kankoma/penu

ataukegagala

runan

perfusijaringan

dalampemuli

otak

hannya

dan

potensial

setelah

peningkatan

seranganawal

TIK.

mungkinmen
unjukan
bahwa pasien
itu

perlu

dipindahkan
ke
perawatanint
ensif
untukmemant
2. Pantau/catat

tekanan

TIK

status

ataupembeda

neurologis
secarateratur
danbandingkan
dengan

au

nilai

han.
2. Mengkaji

adanyakecen

standar(misaln

drungan pada

ya skalakoma

tingkatkesada

glascow).

ran
danpotensial
peningkatan
TIKdan
bermanfaatda
lam

3. Evaluasi

kemampuan

menentukanl
okasi,
perluasandan

ANAFILAKTIK SYOK

A. DEFINISI
Syok anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa
menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami
sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen.
(Brunner dan Suddarth2001).
Syok anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak terjadi
pada

pemajanan

substansi

tertentu.

Anafilaksis

diakibatkan

oleh

reaksi

hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang
mengakibatkanvasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan
peristaltic. Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut,berat
dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas tipecepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigenspesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan
basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyaiefek farmakologik terhadap
berbagai macam organ tersebut. (Suzanne C. Smeltze, 2001)
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh reaksi
alergi. (Prof.Dr. H. Tabrani Rab, Agenda Gawat Darurat (Critical Care), Hal.1033 ).
Syok anafilaksis adalah suatu keadaan yang dipicu oleh respon hipersensivitas
generalisata yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi sistemik dan
peningkatan permeabilitas vascular.(Robbins & Cotrain (Dasar Patologi Penyakit
Edisi 7, hal 144).
B. ETIOLOGI
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE maupun
melalui non-IgE . Tentu saja selain obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain

seperti makanan, kegiatan jasmani, serangan tawon, faktor fisis seperti udara yang
panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan sebagian anafilaksis
penyebabnya tidak diketahui.
Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksis
a. Anafilaksis (melalui IgE)
1) Antibiotik ( penisilin, sefalosporin)
2) Ekstra alergen (bisa tawon, polen)
3) Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin)
4) Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)
b. Anafilaktoid (tidak melalui IgE)
Zat pelepas histamin secara langsung :
1) Obat (opiat, vankomisin, kurare)
2) Cairan hipertonik (media radiokontrks, manitol)
3) Obat lain (dekstran, flouresens)
4) Protein manusia (imunoglobulin, dan produk darah lainnya)
5) Bahan dialisis
6) Asam asetilsalisilat
7) Antiinflamasi nonsteroid
C. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepatdan lamanya reaksi maupun
luas dan beratnya reaksi.Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru menjadi
berat.Keluhanyang sering dijumpai pada fase permulaan adalah rasa takut, perihdalam
mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan padatungkai, sesak, mual, pusing,
lemas dan sakit perut.
Adapun Gejala-gejala yang secara umum, bisa pula ditemuipada suatu anafilaksis
adalah:
Kesulitan dalam bernafas, nafas pendek dan mengi
Gatal di seluruh tubuh
Hidung tersumbat
Batuk
Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kukuf)
Pusing, berbicara tidak jelas
denyut nadi yang berubah-ubah
jantung berdebar-debar (palpitasi)
mual, muntah dan kulit kemerahan
D. PATOFISIOLOGI
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I
(Immediate type reaction).Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi
dan aktivasi.Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.

Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama sampai timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap
oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit
T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik
untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam
tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin,
bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan
istilah preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ
organ

tertentu.Histamin

memberikan

efek

bronkokonstriksi,

meningkatkan

permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan


vasodilatasi.Serotonin
menyebabkan

meningkatkan

kontraksi

otot

permeabilitas

vaskuler

dan

polos.Platelet activating factor (PAF)

Bradikinin
berefek

bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi


trombosit.Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.Prostaglandin
leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah.Hal ini menyebabkan penurunan
aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan
tekanan darah.Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada
hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang
membahayakan penderita.

Antigen (Alergen)
Antibodi
IgE
Histamin, serotonin,
bradikinin

Permeabilitas
kapiler

Ekstravasasi cairan
intravaskuler

Edema

Konstriksi otot polos


(spasme bronkus, laring,
kram sal. cerna)

Vasodilatasi
perifer

Tahanan pembuluh darah


perifer me

Dispnea

Hipovolemi
relative

Ketidakefektifa
n pola nafas

Cardiac
output

TD

Perfusi jaringan

Mual
muntah

Resiko
kekurangan
volume cairan

Ketidakefektifan
jaringan perifer

Metabolisme tubuh
menjadi anaerob

Menghasilkan 2
ATP+asam

Asam laktat
merangsang

Kematian seluler

Kegagalan

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mengetahui babarapa penyebab terjadinya syok anafilatik, maka dilakukan
beberapa tes untuk mengidentifikasi alergennya :
1. Skin tes
Skin tes merupakan cara yang banyak digunakan, untuk mengevaluasi sensitivitas
alerginya. Keterbatasan skin tes adalah adanya hasil positif palsu dan adanya
reexposure dengan agen yang akan mengakibatkan efek samping serius yang akan
datang, oleh karena itu pemberiannya diencerkan 1 : 1.000 sampai 1 : 1.000.000
dari dosis initial.
2. Kadar komplemen dan antibody
Meskipun kadar komplemen tidak berubah dan Ig E menurun setelah reaksi
anafilaktik, keadaan ini tidak berkaitan dengan reaksi imunologi. Pada tes ini
penderita diberikan obat yang dicurigai secara intra vena, kemudian diamati kadar
Ig E nya, akan tetapi cara ini dapat mengancam kehidupan.
3. Pelepasan histamin oleh lekosit in vitro
Histamin dilepaskan bila lekosit yang diselimuti Ig E terpapar oleh antigen
imunospesifik. Pelepasan histamin tergantung dari derajat spesifitas sel yang
disensitisasi oleh antibodi Ig E akan tetapi ada beberapa agent yang dapat
menimbulkan reaksi langsung ( non imunologik ) pada pelepasan histamin.
4. Radio allergo sorbent test ( RAST )
Antigen spesifik antibodi Ig E dapat diukur dengan menggunakan RAST. Pada
RAST, suatu kompleks pada sebuah antigen berikatan dengan matriks yang tidak
larut diinkubasi dengan serum penderita. Jumlah imunospesifik antibodi Ig E

ditentukan dengan inkubasi pada kompleks dan serum dengan ikatan radioaktif
125-labelled anti-Ig E. ikatan radioaktif ini mencerminkan antigen-spesifik
antibodi.
5. Hitung eosinofil darah tepi, menunjukan adanya alergi dengan peningkatan jumlah
.
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnose dan
pengelolaannya.
a. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini disebabkan 3
faktor yaitu :

Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat , sehingga penderita dengan


cepat terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh utama.

Adrenalin merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan inotropik yang


kuat sehingga tekanan darah dengan cepat naik kembali.

Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi cyclic


AMP sehingga produksi dan pelepasan chemical mediator dapat berkurang
atau berhenti.

Dosis dan cara pemberiannya.


0,3 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler
yang dapat diulangi 5 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan,
mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara
intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 0,2
ml adrenalin dilarutkan dalam spoit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan
perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok
anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat
vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
b. Aminofilin
Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin.250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan

selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus
bila dianggap perlu.
c. Antihistamin dan kortikosteroid.
Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang
manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu
menetralkan chemical mediators yang lepas dan tidak menghentikan
produksinya. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna
mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect.
Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5 20 mg IV
dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 10 mg
IV atau hidrocortison 100 250 mg IV.

2. Terapi supportif
Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan
sebaiknya dilakukan secara bersamaan
a. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksia, pemberian O2 3 5
ltr / menit harus dilakukan.Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan
trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
b. Posisi Trendelenburg
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi ) akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan
darah ikut meningkat.
c. Pemasangan infus.

Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap
rendah maka pemasangan infus sebaiknya dilakukan.Cairan plasma expander
(Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler
secepatnya.Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis
dapat dipakai sebagai cairan pengganti.Pemberian cairan infus sebaiknya
dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
d. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan
seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok
anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter
tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga
perangkat

resusitasi(Resucitation

kit

untuk

memudahkan

tindakan

secepatnya

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
b. Keluhan utama
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada klien dengan reaksi anafilaksis ditemukan gejala awal dengan rasa
gatal dan panas.biasanya selalu disertai dengan gejala sistemik misal
dispnea,mual,kulit

sianosis,kejang.anamnesa

yang

tepat

dapat

memperkecil gejala sistemik sebelum berlanjut pada fase yang lebih


parah/gejala sistemik berat.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap sesuatu.pernahkah klien
mengalami hal yang sama saat setelah kontak dengan alergen
misal,debu,obat-abatan,makanan,atau kontak dengan hewan tertentu.
e. Basic Promoting physiology of Health
Kenyamanan dan nyeri
P : Provokatif
: Bertanya tentang penyebab
Q : Kualitas
: Kualitas penyakit berat atau ringan
R : Area : Dimana saja area yang sakit
S : Severiti: Menghitung skala
T : Time : Kapan muncul Penyakit
f. Pemeriksaan Fisik
Jalan napas atas
Inspeksi : Bersin, pilek, dispneu.

Palpasi : edema laring,edema lidah dan faring


Auskultasi : ronchi
Jalan napas bawah
Inspeksi : Dispnea, emfisema akut, asma, bronkospasme.
g. GIT
Peningkatan peristaltik, muntah, disfagia, mual, kejang perut, diare.
h. Susunan saraf pusat
Gelisah, kejang
2. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan spasme otot bronkeolus.
Ketidakefektifan perfusi jaringan periferberhubungan dengan penurunan curah
Jantung

3. Rencana Keperawatan

Diagnosa

Tujuan

Ketidakefektifan

kriteria hasil
NOC:
Respiratory

keperawatan
NIC:
Airway

status : airway

management

pola

nafas

spasme
bronkeolus

bd
otot

dan Tindakan

Rasional

patency
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x 24 jam
pasien mampu

1. Pastikan tidak

1. Menurunkan
resiko aspirasi

terdapat
benda atau zat
tertentu

atau

gigi

palsu

pada

mulut

atau masuknya
suatu

benda

asing

ke

faring.

pasien
2. Meningkatkan

2. Letakkan
pasien

pada

posisi miring,
permukaan
datar

dan

aliran

sekret,

mencegah
lidah jatuh dan
menyumbat

miringkan

jalan nafas.

kepala pasien
3. Lakukan

3. Menurunkan

penghisapan

resiko aspirasi

sesuai

atau asfiksia

indikasi
4. Berikan

4. Untuk

tambahan

menurunkan

oksigen atau

hipoksia

ventilasi

cerebral.

manual sesuai
kebutuhan
Ketidakefektifan
perfusi

jaringan

periferbd
penurunan
jantung

curah

NOC:
Circulation

NIC:
Peripheral

status
Setelah

Sensation
Management

dilakukan

1. Perfusi

tindakan

serebral
1. Selidiki

keperawatan

secara

selama x 24 jam

perubahan

langsung

pasien mampu
Kriteria hasil:
-Tekanan sistol

tiba

berhubungan

dan
dalam

diastol
rentang

yang diharapkan
-tidak
ada

atau

dengan curah

gangguan

jantung.

mental
kontinu
contoh

ortostatik

cemas,

hipertensi
-tidak ada tanda

bingung

tanda peningktan

pingsan.

TIK

tiba

letargi,

kulit 2. Penurunan
- 2. Lihat
curah jantung
apakah pucat,

sianosis,

dibuktikan

belang, kulit

oleh

dingin

penurunan

atau

lembab, catat

perfusi

kulit

kekuatan nadi

dan

perifer.

penurunan
nadi.

3. Pantau

3. Penurunan

pernapasan,
catat

kerja

pernapasan.

curah jantung
dapat
mencetuskan
stres
pernapasan.

EVALUASI
Syok adalah sindroma akibat menurunnya perfusi jaringan, yang diikuti dengan berbagai
disfungsi/kerusakan dari organ vital lainnya seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal yang jika
tidak ditangani dengan cepat maka organ-organ vital tersebut tidak dapat dipulihkan kembali
(syok ireversibel). Tanda awal syok adalah berkurangnya volume sirkulasi, kegagalan daya
pompa jantung, dan perubahan resistensi pembuluh darah perifer, penurunan tonus vasomotor
atau peninggian resistensi.
Syok neurogenik adalah suatu keadaan dimana oksigenasi jaringan dan perfusi jaringan tidak
adekuat yang disebabkan karena adanya gangguan pada pembuluh darah mengalami
penyempitan atau pelebaran yang tidak wajar, dengan akibat yang sama dengan syok lainnya.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah tanda-tanda vital, ritme jantung, penurunan produksi
urin dan memerlukan monitoring yang terus-menerus. Oleh karena itu, syok merupakan
keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang
kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

DAFTAR PUSTAKA
Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda, Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NICNOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
John A. Boswick, (2000), Perawatan gawat darurat (Emergency care), Jakarta : EGC
Brunner & suddarth, 2002, patologi kesehatan, EGC Jakarta
Agus, Budi Sampurna. 2002 . Kedaruratan Medik. Binarupa Aksara : Jakarta.

Chintya. M. Taylor, Sheila. S. Ralph.2003.DIAGNOSIS KEPERAWATAN dengan Rencana


Asuhan.Jakarta:EGC
Nettina, Sandra M.2002. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta:EGC
Brunner dan Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.EGC : Jakarta
Pearce C, Evelyn.2009.Anatomi dan fisiologi.Gramedia : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai