Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. DEFINISI
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai
dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. (Linda D.U, 2006).
Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah
(sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg)
disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara
adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
Syok sepsis adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah
keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan
(Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002). Syok septic adalah infasi aliran
darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan
reaksi pejamu umum toksin. Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan
perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
B. ETIOLOGI
1. Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan
penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan
komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab
sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan
humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik,
namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung
jawab terhadap sepsis.
2. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis
dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan
komponen dinding sel dari semua kuman, dapat menyebabkan agregasi
trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara
langsung (Hermawan, 2007).
C. PATOFISIOLOGI
Sebelum terjadinya syok septic biasanya didahului oleh adanya suatu infeksi
sepsis. Infeksi sepsis bisa bisebabkan oleh bakteri gram positif dan gram
negatif. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida
(LPS).
Suatu
protein
di
dalam
plasma,
dikenal
dengan
LBP
Gram Endotoksin
Masuk aliran
darah
Perubahan
biokimia
Kompensasi
tubuh
Panas,
Takikardi
Autoregulasi
Reabsopsi
ginjal
Kekurangan
Ketidakefektifan
Output
urin
Ginjal
meningkat
Oliguria
terganggu
volume
menurun
polacairan
nafas
Gram +
Eksotalm
Proses
inflamasi
mediator
Sitotoksin
Inflamasi
Terganggunya
Hipertermi
Instabilitas
pusat
Penurunan
Neurologis
Resiko
cidera
termoregulasi
termoregulasi
kesadaran
disfungsi
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kultur (sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2. WBC : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDP) terjadi sebalumnya,
diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan
pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur
dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok.
6. Glukosa Serum : hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/
perubahan seluler dalam metabolism
7. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan
hati.
Kloksasilin (cloxacillin orbenin) 4 x1 gram/hari, IV selama 710 hari (sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal
ini
masing-masing
obat
diturunkan
dosisnya
menjadi
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian primer selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
a. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel
atau
nasopharyngeal)
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
1) Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
2) Kaji saturasi oksigen
3) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
4) Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5) Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6) Periksa foto thorak
c. Circulation
1) Kaji denyut jantung,
2) Monitoring tekanan darah,
3) Periksa waktu pengisian kapiler
4) Pasang infus dengan menggunakan canul yang besar
d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
b. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
1) Tujuan & Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 jam
diharapkan pasien dapat:
a) TTV dalam rentang normal
b) Menunjukkan jalan napas yang paten
c) Mendemostrasikan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dypsneu.
2) NOC
a) Airway management
b) Terapi Batuk Efektif
3) NIC
Airway Management :
a) Buka jalan nafas
b)
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
( fowler/semifowler)
c) Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan
d) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
e) Monitor respirasi dan status O2
f) Monitor TTV.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
1) Tujuan & Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam .
pasien akan :
a) Suhu tubuh dalam rentang normal
b) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
c) Nadi dan respirasi dalam rentang normal
2) NOC
a) Thermoregulasi treatment
b) Fever Treatment
3) ( NOC)
Fever Treatment :
a) Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
SYOK NEUROGENIK
A. DEFINISI
Syok neurogenik adalah suatu keadaan dimana oksigenasi jaringan dan perfusi
jaringan tidak adekuat yang disebabkan karena adanya gangguan pada pada
pembuluh darah mengalami penyempitan atau pelebaran yang tidak wajar,
dengan akibat yang sama dengan syok lainnya.(Pusbankes 118-Baker PGDM
2004).
Syok neurogenik, merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat
gangguan dari fungsi tonus simpatik . Kekurangan hantaran toinus
simpatik menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan inisiasi dari respon
syok umum (Linda D. Urden, 2008)
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera
spinal, atau anestesi umum yang dalam (Linda D. Urden, 2008)
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal cord.Alur
system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah T6. Kondisi
pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah rendah , keadaan
kulit hangat, normal, lembab Kerusakan alur simpatik dapat menyebabkan
perubahan fungsi autonom normal (elaine cole, 2009).
B. TAHAPAN SYOK
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh
tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).
1. Kompensasi
Adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normal.
Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit
pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan
pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit
untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat
normal.
2. Dekompensasi
Suatu kondisi dimanatubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsifungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ
vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut
dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala
yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat,
peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat,
serta kesadaran yang mulai terganggu.
3. Ireversibel
Dimanakerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera
mungkin.. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah
ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal
menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun
ginjal.Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ
yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
C. ETIOLOGI
Syok neurogenik disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu Saraf
simpatis. Syok neurogenik
Trauma pada syaraf spinal atau medulla dan kondisi yang mengganggu suplai
oksigen atau gulokosa ke medulla menyebabkan syok neurogenik akibat
gangguan aktivitas simpatik.
Penyebab lainnya juga bisa disebabkan :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
lumbal.
3. Trauma kepala
Terdapat gangguan pada pusat otonom.
4. Hiperekstensi (Kathen S. Oman 2005)
5. Hiperfleksi kepala terdorong ke depan vertebra didaerah servikal
mengalami hiperfleksi
6. Hiperotasi rotasi lateral yang ekstrim pada kepala dan leher.
D. PATOFISIOLOGI
Etiologi
Cidera Spinal
Kerusakan saraf
simpatik
Sirkulasi
Hipotensi
Hipotermi
: ekskremitas
lemah, N turun
Denyut jantung
Cardiac
Pernafasan
SuplaiMenurun
Output
darah
cepat
dan
menurun
dan
O2
menurun
dangkal
Ketidak efektifan
perfusi jaringan
otak
Kerja sel
meningkat
Hipertermi
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
b. CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
c. MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
d. Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
e. Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
f. Tomogram
g. Mielogram
h. Spinal Films (lateral and oblique),(ENA, 2000 ; 427)
F. PROGNOSIS
Prognosis menurut medical Emergency, 2004) Tergantung dari beberapa hal
a.
b.
c.
d.
e.
diantaranya
Lamanya syok berlangsung
Beratnya syok
Kecepatan penanganan yang benar
Kondisi sebelumnya
Penyakit penyerta
Akibat akhir dari syok yang berlanjut adalah kematian yang disebabkan
gaglnya fungsi organ-organ vital yang bersifat ireversibel. Makin lama
berlangsung dan makin berat derajat syok, maka kemungkinan terjadinya
kerusakan organ akan semakin besar. Oleh karena itu makin cepat pertolongan
diberikan makin besar kemungkinan keberhasilannya. Disamping itu, keadaan
penderita secara umum seperti usia, gizi dan adanya penyakit lain dapat pula
mempengaruhi hasil penanganan syok. Penderita usia lanjut, gizi buruk dan
penyakit sistemik seperti diabetes dan sirosis hepatis akan memperburuk
prognosis.
jantung
(palpitasi).
Pemberian
obat
ini
dihentikan
bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini
pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien.
b. Riwayat penyakit: penyakit keturunan.
c. Catat tanda-tanda vital pasien.
d. Kaji hipotermi (misalnya perubahan warna kulit, menggigil, kelelahan,
kelemahan dan apatis).
e. Pemeriksaan fisik:
1) Kulit
Suhu traba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia) .
2) Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal) Basah pada fase lanjut
syok (sering kering pada syok septik).
3) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistolik < 80 mmHg
(lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi,
normal atau meninggi pada awal syok septik).
4) Keadaan jantung: Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
5) Respirasi: Respirasi meningkat, dan dangkal (pada
fase
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
Resiko
Setelah dilakukan
ketidakefektifan
tindakan
NIC
RASIONAL
1. Tentukan
1. Menentukan
faktor - faktor
pilihan
yangberhubun
intervensi.
gan
Penurunan
selama x
24 jam terjadi
perbaikan
perfusi jaringan
ditandai
oleh: tanda vital
dalam
batas normal atau
stabil,
tidak ada tandatanda
Peningkatan
Tekanan Intra
Kranial (TIK).
dengan
keadaantertent
tandadan
gejalaneurolo
atau
yangmenyebab
gis
kankoma/penu
ataukegagala
runan
perfusijaringan
dalampemuli
otak
hannya
dan
potensial
setelah
peningkatan
seranganawal
TIK.
mungkinmen
unjukan
bahwa pasien
itu
perlu
dipindahkan
ke
perawatanint
ensif
untukmemant
2. Pantau/catat
tekanan
TIK
status
ataupembeda
neurologis
secarateratur
danbandingkan
dengan
au
nilai
han.
2. Mengkaji
adanyakecen
standar(misaln
drungan pada
ya skalakoma
tingkatkesada
glascow).
ran
danpotensial
peningkatan
TIKdan
bermanfaatda
lam
3. Evaluasi
kemampuan
menentukanl
okasi,
perluasandan
ANAFILAKTIK SYOK
A. DEFINISI
Syok anafilaksis adalah suatu reaksi alergi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa
menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami
sensitisasi akibat pemaparan terhadap suatu alergen.
(Brunner dan Suddarth2001).
Syok anafilaksis adalah reaksi sistemik yang mengancam jiwa dan mendadak terjadi
pada
pemajanan
substansi
tertentu.
Anafilaksis
diakibatkan
oleh
reaksi
hipersensitivitas tipe I , dimana terjadi pelepasan mediator kimia dari sel mast yang
mengakibatkanvasodilatasi massif, peningkatan permeabilitas kapiler, dan penurunan
peristaltic. Anafilaksis adalah suatu respons klinis hipersensitivitas yang akut,berat
dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi hipersensitivitas ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas tipecepat (reaksi hipersensitivitas tipe I), yaitu reaksi antara
antigenspesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan
basofil akan mengeluarkan mediator yang mempunyaiefek farmakologik terhadap
berbagai macam organ tersebut. (Suzanne C. Smeltze, 2001)
Syok anafilaktik adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan oleh reaksi
alergi. (Prof.Dr. H. Tabrani Rab, Agenda Gawat Darurat (Critical Care), Hal.1033 ).
Syok anafilaksis adalah suatu keadaan yang dipicu oleh respon hipersensivitas
generalisata yang diperantai oleh IgE menyebabkan vasodilatasi sistemik dan
peningkatan permeabilitas vascular.(Robbins & Cotrain (Dasar Patologi Penyakit
Edisi 7, hal 144).
B. ETIOLOGI
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE maupun
melalui non-IgE . Tentu saja selain obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain
seperti makanan, kegiatan jasmani, serangan tawon, faktor fisis seperti udara yang
panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan sebagian anafilaksis
penyebabnya tidak diketahui.
Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksis
a. Anafilaksis (melalui IgE)
1) Antibiotik ( penisilin, sefalosporin)
2) Ekstra alergen (bisa tawon, polen)
3) Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin)
4) Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)
b. Anafilaktoid (tidak melalui IgE)
Zat pelepas histamin secara langsung :
1) Obat (opiat, vankomisin, kurare)
2) Cairan hipertonik (media radiokontrks, manitol)
3) Obat lain (dekstran, flouresens)
4) Protein manusia (imunoglobulin, dan produk darah lainnya)
5) Bahan dialisis
6) Asam asetilsalisilat
7) Antiinflamasi nonsteroid
C. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran kilinis anafilaksis sangat bervariasi, baik cepatdan lamanya reaksi maupun
luas dan beratnya reaksi.Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru menjadi
berat.Keluhanyang sering dijumpai pada fase permulaan adalah rasa takut, perihdalam
mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan padatungkai, sesak, mual, pusing,
lemas dan sakit perut.
Adapun Gejala-gejala yang secara umum, bisa pula ditemuipada suatu anafilaksis
adalah:
Kesulitan dalam bernafas, nafas pendek dan mengi
Gatal di seluruh tubuh
Hidung tersumbat
Batuk
Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kukuf)
Pusing, berbicara tidak jelas
denyut nadi yang berubah-ubah
jantung berdebar-debar (palpitasi)
mual, muntah dan kulit kemerahan
D. PATOFISIOLOGI
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I
(Immediate type reaction).Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi
dan aktivasi.Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama sampai timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap
oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit
T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik
untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam
tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin,
bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan
istilah preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel
yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ
organ
tertentu.Histamin
memberikan
efek
bronkokonstriksi,
meningkatkan
meningkatkan
kontraksi
otot
permeabilitas
vaskuler
dan
Bradikinin
berefek
Antigen (Alergen)
Antibodi
IgE
Histamin, serotonin,
bradikinin
Permeabilitas
kapiler
Ekstravasasi cairan
intravaskuler
Edema
Vasodilatasi
perifer
Dispnea
Hipovolemi
relative
Ketidakefektifa
n pola nafas
Cardiac
output
TD
Perfusi jaringan
Mual
muntah
Resiko
kekurangan
volume cairan
Ketidakefektifan
jaringan perifer
Metabolisme tubuh
menjadi anaerob
Menghasilkan 2
ATP+asam
Asam laktat
merangsang
Kematian seluler
Kegagalan
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mengetahui babarapa penyebab terjadinya syok anafilatik, maka dilakukan
beberapa tes untuk mengidentifikasi alergennya :
1. Skin tes
Skin tes merupakan cara yang banyak digunakan, untuk mengevaluasi sensitivitas
alerginya. Keterbatasan skin tes adalah adanya hasil positif palsu dan adanya
reexposure dengan agen yang akan mengakibatkan efek samping serius yang akan
datang, oleh karena itu pemberiannya diencerkan 1 : 1.000 sampai 1 : 1.000.000
dari dosis initial.
2. Kadar komplemen dan antibody
Meskipun kadar komplemen tidak berubah dan Ig E menurun setelah reaksi
anafilaktik, keadaan ini tidak berkaitan dengan reaksi imunologi. Pada tes ini
penderita diberikan obat yang dicurigai secara intra vena, kemudian diamati kadar
Ig E nya, akan tetapi cara ini dapat mengancam kehidupan.
3. Pelepasan histamin oleh lekosit in vitro
Histamin dilepaskan bila lekosit yang diselimuti Ig E terpapar oleh antigen
imunospesifik. Pelepasan histamin tergantung dari derajat spesifitas sel yang
disensitisasi oleh antibodi Ig E akan tetapi ada beberapa agent yang dapat
menimbulkan reaksi langsung ( non imunologik ) pada pelepasan histamin.
4. Radio allergo sorbent test ( RAST )
Antigen spesifik antibodi Ig E dapat diukur dengan menggunakan RAST. Pada
RAST, suatu kompleks pada sebuah antigen berikatan dengan matriks yang tidak
larut diinkubasi dengan serum penderita. Jumlah imunospesifik antibodi Ig E
ditentukan dengan inkubasi pada kompleks dan serum dengan ikatan radioaktif
125-labelled anti-Ig E. ikatan radioaktif ini mencerminkan antigen-spesifik
antibodi.
5. Hitung eosinofil darah tepi, menunjukan adanya alergi dengan peningkatan jumlah
.
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnose dan
pengelolaannya.
a. Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik. Hal ini disebabkan 3
faktor yaitu :
selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus
bila dianggap perlu.
c. Antihistamin dan kortikosteroid.
Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang
manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu
menetralkan chemical mediators yang lepas dan tidak menghentikan
produksinya. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna
mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect.
Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5 20 mg IV
dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 10 mg
IV atau hidrocortison 100 250 mg IV.
2. Terapi supportif
Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan
sebaiknya dilakukan secara bersamaan
a. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksia, pemberian O2 3 5
ltr / menit harus dilakukan.Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan
trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
b. Posisi Trendelenburg
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal
dengan kursi ) akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan
darah ikut meningkat.
c. Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap
rendah maka pemasangan infus sebaiknya dilakukan.Cairan plasma expander
(Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler
secepatnya.Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis
dapat dipakai sebagai cairan pengganti.Pemberian cairan infus sebaiknya
dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
d. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan
seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok
anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter
tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga
perangkat
resusitasi(Resucitation
kit
untuk
memudahkan
tindakan
secepatnya
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
b. Keluhan utama
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada klien dengan reaksi anafilaksis ditemukan gejala awal dengan rasa
gatal dan panas.biasanya selalu disertai dengan gejala sistemik misal
dispnea,mual,kulit
sianosis,kejang.anamnesa
yang
tepat
dapat
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan
Ketidakefektifan
kriteria hasil
NOC:
Respiratory
keperawatan
NIC:
Airway
status : airway
management
pola
nafas
spasme
bronkeolus
bd
otot
dan Tindakan
Rasional
patency
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x 24 jam
pasien mampu
1. Pastikan tidak
1. Menurunkan
resiko aspirasi
terdapat
benda atau zat
tertentu
atau
gigi
palsu
pada
mulut
atau masuknya
suatu
benda
asing
ke
faring.
pasien
2. Meningkatkan
2. Letakkan
pasien
pada
posisi miring,
permukaan
datar
dan
aliran
sekret,
mencegah
lidah jatuh dan
menyumbat
miringkan
jalan nafas.
kepala pasien
3. Lakukan
3. Menurunkan
penghisapan
resiko aspirasi
sesuai
atau asfiksia
indikasi
4. Berikan
4. Untuk
tambahan
menurunkan
oksigen atau
hipoksia
ventilasi
cerebral.
manual sesuai
kebutuhan
Ketidakefektifan
perfusi
jaringan
periferbd
penurunan
jantung
curah
NOC:
Circulation
NIC:
Peripheral
status
Setelah
Sensation
Management
dilakukan
1. Perfusi
tindakan
serebral
1. Selidiki
keperawatan
secara
selama x 24 jam
perubahan
langsung
pasien mampu
Kriteria hasil:
-Tekanan sistol
tiba
berhubungan
dan
dalam
diastol
rentang
yang diharapkan
-tidak
ada
atau
dengan curah
gangguan
jantung.
mental
kontinu
contoh
ortostatik
cemas,
hipertensi
-tidak ada tanda
bingung
tanda peningktan
pingsan.
TIK
tiba
letargi,
kulit 2. Penurunan
- 2. Lihat
curah jantung
apakah pucat,
sianosis,
dibuktikan
belang, kulit
oleh
dingin
penurunan
atau
lembab, catat
perfusi
kulit
kekuatan nadi
dan
perifer.
penurunan
nadi.
3. Pantau
3. Penurunan
pernapasan,
catat
kerja
pernapasan.
curah jantung
dapat
mencetuskan
stres
pernapasan.
EVALUASI
Syok adalah sindroma akibat menurunnya perfusi jaringan, yang diikuti dengan berbagai
disfungsi/kerusakan dari organ vital lainnya seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal yang jika
tidak ditangani dengan cepat maka organ-organ vital tersebut tidak dapat dipulihkan kembali
(syok ireversibel). Tanda awal syok adalah berkurangnya volume sirkulasi, kegagalan daya
pompa jantung, dan perubahan resistensi pembuluh darah perifer, penurunan tonus vasomotor
atau peninggian resistensi.
Syok neurogenik adalah suatu keadaan dimana oksigenasi jaringan dan perfusi jaringan tidak
adekuat yang disebabkan karena adanya gangguan pada pembuluh darah mengalami
penyempitan atau pelebaran yang tidak wajar, dengan akibat yang sama dengan syok lainnya.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah tanda-tanda vital, ritme jantung, penurunan produksi
urin dan memerlukan monitoring yang terus-menerus. Oleh karena itu, syok merupakan
keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang
kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda, Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NICNOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
John A. Boswick, (2000), Perawatan gawat darurat (Emergency care), Jakarta : EGC
Brunner & suddarth, 2002, patologi kesehatan, EGC Jakarta
Agus, Budi Sampurna. 2002 . Kedaruratan Medik. Binarupa Aksara : Jakarta.