A.
PENDAHULUAN
B.
Kata statistik berasal dari bahasa latin, yaitu status yang artinya negara atau untuk
menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan ketatanegaraan. Istilah Statistik
dikemukakan oleh Gottfried Achenwall (1719-1772). Pengertian statistik ini kemudian
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, seperti berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Statistik : kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun dalam tabel
atau diagram yang melukiskan atau menggambarkan suatu persoalan, Sudjana
(1996:) contoh : statistik penduduk, statistik kelahiran, statistik pendidikan, dll.
Statistika : Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data,
pengolahan atau penganalisaannya dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan
data dan penganalisisan yang dilakukan, Sudjana (1996: )
Statistik adalah sekumpulan angka untuk menerangkan sesuatu, baik angka yang
masih acak maupun angka yang sudah tersusun dalam suatu tabel.
Statistik adalah sekumpulan cara dan aturan tentang pengumpulan pengolahan,
analisis, serta penafsiran data yang terdiri dari angka-angka.
Statistik adalah sekumpulan angka yang menjelaskan sifat-sifat dari data atau hasil
pengamatan/penelitian.
Statistik adalah suatu studi/ilmu yang mempelajari bagaimana mengumpulkan data,
mengolah data, kemudian menganalisa data tersebut, dapat diperoleh suatu
kesimpulan/keputusan yang berkaitan dengan data tersebut.
Statistik adalah kumpulan data, disajikan dalam bentuk tabel / daftar, gambar, diagram
atau ukuran ukuran. misalnya : statistik penduduk , statistik kelahiran, statistik
pertumbuhan ekonomi.
Statistika matematik / statistika teoritik : adalah statistika yang membahas bagaimana
sifat-sifat, dalildalil, dan rumus rumus statistika diturunkan, bagaimana menciptakan
model model teoritis dan matematis.
Metode statistika / statistika terapan : adalah statistika yang membahas cara-cara
penggunaan statistik, antara lain untuk penelitian.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi (iptek) saat ini, bahw ailmu
statistika telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Hamir semua
kebiakan publik dan keputusan-keputusan yang diambil oleh pakar ilmu pengetahuan atau
para eksekutif didasarkan dengan metode statistika serta hasil analisis dan interpretasi data,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selanjutnya statistika dapat digunakan sbb:
a.
Bank Data.
Statistik sebagai bank data adalah menyediakan data untuk diolah dan
diinterpretasikan agar dapat dipakai untuk menerangkan keadaan yang perlu diketahui
atau diungkap.
b.
Alat Quality Control
g.
Statistik sebagai alat quality control adalah sebagai alat pembantu standardisasi dan
sekaligus sebagai alat pengawasan.
Komunikasi ialah sebagai penguhung beberapa pihak yang menghasilkan data
statistik atau berupa analisis statistik sehingga beberapa pihak terseut akan dapat
mengambil keputusan melalui informasi tersebut.
Deskripsi yaitu penyajian data dan mengilustrasikan data, misalnya megukur hasil
belajar, laporan hasil liputan berita, indeks harga, laporan keuangan, tingkat inflasi,
jumlah siswa, dan sebagainya.
Regresi yaitu meramalkan pengaruh data yang satu dengan data lainnya dan untuk
mengantisipasi gejala-gejala yang akan datang.
Korelasi yaitu untuk mencari kuatnya atau besarnya hubungan data dalam suatu
penelitian.
Komparasi yaitu membandingkan data dua kelompok atau lebih.
D.
PEMBAGIAN STATISTIK
1.
a.
Statistik Deskriptif
c.
d.
e.
f.
Statistik deskriptif atau statistik deduktif adalah bagian dari statistik yang mempelajari
cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya
berhubungan dengan menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai
suatu data keadaan atau fenomena. Dengan kata lain, statistik deskriptif hanya berfungsi
menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan.
Berikut ini contoh-contoh pernyataan yang termasuk dalam cakupan statistik
deskriptif.
1)
Sekurang-kurangnya 10% dari semua siswa SMP Negeri 46 Kota Bengkulu yang tidak
senang belajar fisika di laboratorium.
2)
Sebanyak 50% di antara semua siswa yang menerima beasiswa, ternyata kemudian
membelanjakan uang beasiswanya tersebut untuk keperluan konsumtif.
Penarikan kesimpulan pada statistik deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada
kumpulan data yang ada.
b.
Statistik Inferensi
Statistik inferensi atau statistik induktif adalah bagian statistik yang mempelajari
penafsiran dan penarikan kesimpulan yang berlaku secara umum dari data yang tersedia.
Statistik inferensi berhubungan dengan pendugaan populasi dan pengujian hipotesis dari
suatu data keadaan atau fenomena. Dengan kata lain, statistik inferensi berfungsi
meramalkan dan mengontrol keadaan atau kejadian. Berikut ini contoh-contoh pernyataan
yang termasuk dalam cakupan statistik inferensi.
1)
Akibat pembunuhan produksi minyak oleh negara-negara penghasil minyak dunia,
diramalkan harga minyak akan menjadi dua kali lipat pada tahun-tahun yang akan
datang.
2)
Dengan mengasumsikan bahwa kerusakan tanaman kopi jenis arabica kurang dari
30% akibat musim dingin yang lalu maka harga ( kopi jenis tersebut di akhir tahun
nanti tidak akan lebih dari 50 sen per satu kilogramnya.
Dengan demikian, statistik inferensi sebenarnya merupakan kelanjutan dari statistik
deskriptif.
2.
a.
b.
2
DATA
A.
PENGERTIAN DATA
JENIS-JENIS DATA
Data perlu dikelompokkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses analisis.
Pengelompokan data disesuaikan dengan karakteristik yang menyertainya.
Pengelompokan Data Menurut Sumber Pengambilannya
Berdasarkan sumber pengambilannya, data dibedakan atas dua yaitu data primer dan
data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh
orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data
primer ini disebut juga data asli atau data baru.
Contoh:
Data kuesioner (data yang diperoleh melalui kuesioner). data survey, data observasi, dan
sebagainya.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh
dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti terdahulu.
Contoh:
Data yang sudah tersedia di tempat-tempat tertentu, seperti perpustakaan BPS, kantorkantor, dan sebagainya.
1.
nilai dari 65 - 79
adalah B,
nilai dari 55 - 64
adalah C,
nilai dari 45 - 54
adalah D, dan
nilai dari 0 - 44
adalah E.
c. Data Interval
Data interval adalah data yang berasal dari objek atau kategori yang diurutkan
berdasarkan suatu atribut tertentu, di mana jarak antara tiap objek atau kategori adalah
sama. Pada data ini tidak terdapat angka not mutlak.
Data ini memberikan informasi tentang interval antara tiap objek/kategori sama.
Besarnya interval dapat ditambah atau dikurangi.
Data ini memiliki ciri sama dengan ciri pada data ordinal ditambah satu ciri lagi, yaitu
urutan kategori data mempunyai jarak yang sama. Contoh:
ABC D E
12345
Interval A sampai C adalah 3 - 1 = 2. Interval C sampai 0 adalah 4 - 3 = Kedua interval
ini dapat dijumlahkan menjadi 2+ 1 = 3 atau interval antara A sampai D adalah 4 - 1 = 3.
Pada data ini yang dijumlahkan bukanlah kuantitas atau besaran melainkan interval dan
tidak terdapat titik nol absolut.
d. Data Rasio
Data rasio adalah data yang menghimpun semua ciri dari data nominal, data ordinal,
dan data interval dan dilengkapi titik nol absolut dengan makna empiris. Angka pada
data ini menunjukkan ukuran yang sebenarnya dari objek/kategori yang diukur.
Contoh:
A dan B adalah dua orang mahasiswa Universitas "X" yang nilai mata kuliah Metode
Penelitiannya masing-masing 60 dan 90. Ukuran rasionya dapat dinyatakan bahwa nilai
B adalah nilai 1,5 kali nilai A.
Contoh lain dari data nominal, ordinal, interval, dan rasio diperlihatkan pada tabel berikut
Table 1.1
Hasil Lomba Fisika Siswa pada Hari Pendidikan Nasional di SMA Mutiara
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama
Andi
Irna
Ina
Dendi
Eri
Unan
Antie
Linda
Ade
Anas
Kelas
X
X
X
X
XI
XI
XII
XII
X
X
Juri 1
85
74
75
75
75
70
63
59
55
60
Nilai
Juri 2
Juri 3
76
78
75
85
73
80
70
69
60
77
70
66
60
77
60
77
50
77
50
66
Total
239
234
228
214
212
206
200
196
182
176
Juara
ke1
2
3
4
Hadiah
Rp 500,000.00
Rp 350,000.00
Rp 250,000.00
Rp 175,000.00
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
4. Analisis Data
(Dibahas tersendiri pada bagian berikut, Bab 3)
3
POPULASI DAN SAMPEL
A.
POPULASI
Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun
pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota
kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, Sudjana (1996: ).
Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian.
Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu
yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu
penelitian.
Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian Anggota populasi
disebut dengan elemen populasi.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian,
maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau disebut studi populasi, atau juga
studi sensus.
A population is a set ( or collection) of all elements possessing one or more attributes
of interest. ( dalam Encyclopedia of Educational Evaluation)
Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua atribut yang terdapat
di dalam populasi. Oleh karena semua subjeknya meliputi semua yang terdapat dalam
populasi, maka juga disebut sensus.
DISIMPULKAN
DIANALISIS
POPULASI
DATA
Objek pada populasi diteliti, kemudian data yang diperoleh dan hasilnya dianalisis,
disimpulkan, dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi.
Dilihat dari jumlahnya, maka populasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1.
Jumlah terhingga,
Artinya jumlah anggota (elemen) populasi dapat dihitung atau jumlahnya tertentu.
Misal, ingin mengetahui prestasi mahasiswa UMB yang aktif pada tahun 2003. Dalam hal ini
jumlah mahasiswanya dapat diketahui dari catatan biro akademik.
2.
B.
SAMPEL
Jika hanya ingin meneliti sebagian dari populasi, maka penelitianya disebut penelitian
sample. Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Berdasarkan hasil sample peneliti kemudian menggeneralisir hasil
penelitian. Yang dimaksud menggeneralisir adalah mengangkat kesimpulan dalam sample
sebagai kesimpulan penelitian yang berlaku bagi populasi.
Populasi
Kesimpulan berlaku
Disimpulkan
untuk populasi
Sebagian
dari
populasi
Sampel
Data dianalisis
Diteliti
1.
2.
diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil
secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode
penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest
(sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper
& Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932
majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon
presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan
dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan
jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D.
Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata
Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan
dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil
adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian
besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal
Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian
tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu
sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar
sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai
selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
b. Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi
estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan
karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50
orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50
potong produk X. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa
menghasilkan produk X per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan
harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan
dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara
rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi
sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya.
Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahankesalahan, yang dikenal dengan nama sampling error Presisi diukur oleh
simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku
yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin
tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa
meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin
bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan
contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan
sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50
menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat
kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger
besar
kesalahan
kecil
kecil
besarnya sampel
besar
3.
C.
TEKNIK SAMPLING
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau
random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom
samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara
pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap
elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel
adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih
menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau
nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama
untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat
dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya
kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika
peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau
istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil
secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil
penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga
diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi
lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah
konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa
jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran
pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel
dikatakan representatif?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika
tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang
demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada
pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling,
namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika
ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa
mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the
botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik
lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random
sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan
area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah
convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling
Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah
memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama sampling
frame. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap
elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data
tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika
populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi A, maka peneliti harus bisa
memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi A tersebut selengkap
mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi
penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya
(N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus
mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah
Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap.
Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka
atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan
penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi
sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau
undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen
populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu
konsep acak atau random itu sendiri.
1.
2.
stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil
semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II)
ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
3.
4.
5.
Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu.
Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik
untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang
bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi,
judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena
mereka mempunyai information rich.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan
sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan
sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu
berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun
tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika
seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi
maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan
pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi
tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.
3.
lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompokkelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)
D. UKURAN SAMPEL
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah
sampel sebagai berikut :
1.
Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2.
Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb),
jumlah minimum subsampel harus 30
3.
Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel
harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4.
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat,
ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa
dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)
Populasi (N)
Sampel (n)
Populasi (N)
Sampel (n)
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
10
14
19
24
28
32
36
40
44
48
52
56
59
63
66
70
73
76
80
86
92
97
103
108
113
118
123
127
132
136
220
230
240
250
260
270
280
290
300
320
340
360
380
400
420
440
460
480
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1100
140
144
148
152
155
159
162
165
169
175
181
186
191
196
201
205
210
214
217
226
234
242
248
254
260
265
269
274
278
285
Populasi (N)
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
1900
2000
2200
2400
2600
2800
3000
3500
4000
4500
5000
6000
7000
8000
9000
10000
15000
20000
30000
40000
50000
75000
1000000
Sampel (n)
291
297
302
306
310
313
317
320
322
327
331
335
338
341
346
351
354
357
361
364
367
368
370
375
377
379
380
381
382
384
Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji
statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji
statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d
60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan
untuk menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku
Basic Statistics for Social Research, Second Edition)
BAB 2
PENGUKURAN DAN JENIS-JENIS INSTRUMEN
A.
Pengertian Pengukuan
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai pengertian pengukuran, terlebih dahulu perlu
dipahami bahwa dalam praktek sering kali terjadi kerancuan atau tumpang tindih
(overlap) penggunaan istilah "evaluasi","penilaian", dan "pengukuran". Kejadian ini
dapat difahami karena antara ketiga istilah tersebut ada saling keterkaitan. Uraian
berikut ini dapat membantu dalam memperjelas perbedaan serta hubungan antara
pengukuran, evaluasi, penilaian dan pengukuran.
Evaluasi yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan istilah Evaluation adalah suatu
proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh
mana tujuan atau program tercapai (Gronlund, 1985).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wrightstione, dkk (1956) yang
mengemukakan bahwa evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan
dan kemajuan siswa ke arah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam
kurikulum.
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau
tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan
atas obyek yang dievaluasi. Sebagai contoh evaluasi proyek, kriterianya adalah tujuan
dari pembangunan proyek tersebut, apakah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan
rencana atau tidak, jika tidak mengapa terjadi demikian, dan langkah-langkah apa
yang perlu ditempuh selanjutnya. Hasil dari kegiatan evaluasi adalah bersifat kualitatif.
Anas Sudijono (1996) mengemukakan bahwa evaluasi pada dasarnya merupakan
penafsiran atau interpretasi yang bersumber pada data kuantitatif,sedang data
kuantitatif merupakan hasil dari pengukuran. Berbeda dengan evaluasi, penilaian yang
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Assessment berarti menilai sesuatu.
Menilai itu sendiri berarti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu
pada ukuran tertentu, seperti menilai baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau
bodoh, tinggi atau rendah, dan sebagainya.
Dari pengertian ini maka antara penilaian dengan evaluasi hampir sama, bedanya
dalam evaluasi berakhir dengan pengambilan keputusan sedangkan penilaian hanya
sebatas memberikan nilai saja. Penilaian merupakan suatu tindakan atau proses
menentukan nilai sesuatu obyek. Penilaian adalah suatu keputusan tentang nilai.
Penilaian dapat dilakukan berdasarkan hasil pengukuran atau dapat pula dipengaruhi
oleh hasil pengukuran.
Pengukuran yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan istilah measurement adalah
suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberiangkan terhadap
sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur. Mengukur pada hakekatnya
adalah pemasangan atau korespondensi 1 -1 antara angka yang diberikan dengan
fakta yang diberi angka atau diukur.
Secara konseptual angka-angka hasil pengukuran pada dasarnya adalah kontinum
yang bergerak dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan, misalnya dari rendah
ke tinggi yang diberi angka dari 0 sampai 100, dari negatif ke positif yang juga diberi
angka dari 0 sampai 100, dari otoriter ke demokratik yang juga diberi angka dari 0
sampai 100, dari dependen ke independen yang juga diberi angka dari 0 sampai 100,
dan sebagainya. Rentangan angka yang diberikan tidak selalu harus dari 0 sampai
100 tetapi dapat pula menggunakan rentangan lain misalnya dari 10 sampai 50, dari
20 sampai 100, atau dari 30 sampai 150, dan sebagainya, yang penting ukuran dari
fakta-fakta yang hendak diukur, dari suatu obyek ukur harus merupakan rentangan
kontinum yang bergerak dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan.
Kalau evaluasi dan penilaian bersifat kualitatif, maka Pengukuran selalu bersifat
kuantitatif. Alat yang dipergunakan dalam pengukuran dapat berupa alat yang baku
secara internasional, seperti meteran, timbangan, stopwatch, termometer dan lain-lain,
dan dapat pula berupa alat yang dibuat dan dikembangkan sendiri dengan mengikuti
proses pengembangan atau pembakuan instrumen.
Menurut Cangelosi (1991) pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris. Pengertian yang lebih luas mengenai pengukuran dikemukakan
oleh Wiersma dan Jurs (1990) bahwa pengukuran adalah penilaian numerik terhadap
fakta-fakta dari obyek yang hendak diukur menurut kriteria atau satuan-satuan
tertentu.
Pengukuran dapat diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta sesuatu obyek
dengan satuan-satuan ukuran tertentu, sedangkan penilaian adalah suatu proses
membandingkan sesuatu obyek atau gejala dengan mempergunakan patokan-patokan
tertentu seperti baik tidak baik, memadai tidak memadai, memenuhi syarat tidak
memenuhi syarat, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pengertian evaluasi, penilaian dan pengukuran yang
dikemukakan di atas jelas bahwa evaluasi, penilaian, dan pengukuran merupakan tiga
konsep yang berbeda. Namun demikian dalam praktek, terutama dalam
duniapendidikan, ke tiga konsep tersebut sering dipraktekan dalam satu rangkaian
kegiatan. Sebagai contoh pelaksanaan evaluasi di sekolah di dalamnya terintegrasi
kegiatan pengukuran dan penilaian. Tabel berikut dapat lebih memperjelas perbedaan
pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
Tabel 1. Hasil Ujian Mata Kuliah Tes dan Pengukuran
Peserta
Skor
Nilai
Keputusan
Pata Bundu
85
B
Lulus amat baik
Sunandar
87
A
Lulus paling baik
Arifin Ahmad
75
B
Lulus baik
Pudji Muljono
90
A
Lulus sangat baik
Ramly
80
B
Lulus baik
Sidin Ali
86
B
Lulus baik
Rusgianto
75
B
Lulus baik
Tukas Imaroh
80
B
Lulus baik
Emi Sola
87
A
Lulus paling baik
Keterangan:
1. Skor merupakan hasil kegiatan pengukuran
2. Kategori A, A-, B+, dan B adalah hasil kegiatan penilaian, dan
3. Klasifikasi lulus Lulus baik,, Lulus amat baik,dan Lulus sangat baik adalah
merupakan hasil evaluasi.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
C.
baku adalah tes towel, Stanford Achievement tes, Metropolitan Achievemen tes, Iowa
tes of Basic Skills, California Achievement tes dan lain-lain.
Selain tes baku ada pula tes non-baku yang biasa disebut tes buatan guru, yaitu tes
yang dibuat oleh seseorang atau kelompok untuk digunakan sesaat dan hanya berlaku
intern serta hanya untuk mengukur satu jenis kemampuan. Tes non-baku atau tes
buatan guru biasanya tidak dilakukan pengujian di lapangan tetapi langsung dipakai.
Contoh tes non-baku adalah tes buatan guru, dosen, instruktur pelatihan, dan lain-lain.
Sikap. Sikap ini diukur dengan menggunakan instrumen skala sikap seperti yang
dikembangkan oleh Likerts, Semantik diferensial, skala thourstone, dan lain-lain.
Motivasi. Motivasi diukur dengan instrumen berbentuk skala yang dikembangkan dari
teori-teori motivasi.
Intelgensi. Intelgensi diukur dengan menggunakan tes intelgensi seperti tes Stanford
Bined, tes Bined Simon, tes Wechsler, dan tes intelgensi multeple.
Bakat. Bakat diukur dengan menggunakan tes bakat seperti tes bakat seni, tes bakat
mekanik, tes bakat olahraga, tes bakat numeric, dan lain-lain.
Kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan
instrumen yang dikembangkan dari teori-teori emosional.
Minat. Minat diukur dengan menggunakan instrumen minat yang dikembangkan dari
teori-teori minat.
Kepribadian. Kepribadian diukur dengan menggunakan tes kepribadian seperti Q-sort,
sixteen personality factor pearson (16PF), Minnesota multiphasic personality inventori
(MMPI), California psychological inventory (CPI), Eysencs personality inventory-A, dan
lain-lain.
Dalam bidang pendidikan, pengukuran memegang peranan yang sangat penting. Data
hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki arti penting baik bagi sekolah atau
lembaga pendidikan, guru, maupun bagi siswa dan orang tua siswa atau masyarakat.
Bagi guru misalnya hasil pengukuran berfungsi untuk membandingkan tingkat
kemampuan siswa dengan siswa-siswa lain dalam kelompok yang diajarnya.
Disekolah pengukuran dilakukan guru untuk menaksir prestasi siswa. Alat Yang
digunakan untuk mengukur prestasi siswa pada umumnya adalah tes yang disebut tes
hasil belajar.
Sebagai contoh seorang guru mata pelajaran ekonomi akan melakukan pengukuran
mengenai tingkat penguasaan siswa terhadap materi mata pelajaran yang diajarkan.
Untuk melakukan pengukuran tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang
diajarkan, guru tidak dapat menggunakan alat ukur standar yang disebutkan di atas
karena obyek yang diukur berbeda dengan konstruk yang dapat diukur oleh tes baku
yang sudah ada. Proses pengukuran dalam bidang pendidikan
berkenaan dengan
bagaimana mengkonstruksi, mengadministrasi dan menskor tes.
Pengertian dan Jenis-jenis Instrumen
Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang karena
memenuhi persyaratan akademis maka dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Dalam
bidang penelitian instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data
mengenai variabel-variabel penelitian untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam
bidang pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa atau
faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil
belajar atau perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar
guru, atau keberhasilan pencapaian suatu program tertentu.
Pada dasarnya intrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan non-tes. Yang termasuk
kelompok tes adalah tes perestasi belajar, tes intelgensi, tes bakat, dan tes
kemampuan akademik; sedangkan yang teramasuk dalam kelompok non-tes ialah
skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara, angket,
pemeriksaan dokumen dan sebagainya. Instrumen yang berbentuk tes bersifat
performansi maksimum sedang instrumen non-tes bersifat performansi tipikal.
1.
a.
Tes.
Pengertian
Secara umum tes dapat diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur
pengetahuan atau penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat konten atau materi
tertentu. Menurut Anas Sudijono(1996) tes adalah alat atau prosedur yang
dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes dapat juga diartikan
sebagai alat pengukur yang mempunyai standar objektif sehingga dapat dipergunakan
Secara meluas, serta betul-betul dapat digunakan untuk mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah lake individu, (Anastasi dan Turabian,
1997). Menurut Cronbach (1984) tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk
mengamati atau mendeskripsikan satu atau lebih karateristik seseorang dengan
menggunakan standar numerik atau sistem kategori.
Menurut Bruce (1978) tes dapat mengukur banyaknya pengetahuan yang diperoleh
individu dari suatu bahan pelajaran yang terbatas pada tingkat tertentu. Oleh karena
itu maka tes merupakan alat ukur yang banyak dipergunakan dalam dunia pendidikan.
Hal ini karena, umumnya orang masih memandang bahwa indikator keberhasilan
orang mengikuti pendidikan adalah dilihat seberapa banyak orang menguasai meteri
yang telah dipelajarinya dalam suatu jenjang pendidikan tertentu.
Norman (1976) mengemukakan bahwa tes merupakan salah satu prosedur evaluasi
yang komprehensif, sistematik, dan obyektif yang hasilnya dapat dijadikan dasar
dalam pengambilan keputusan atas proses pengajaran yang dilakukan guru. Dari
beberapa pengertian tes di atas maka tes memiliki peranan yang sangat penting dalam
dunia pendidikan.
b.
Fungsi Tes
Secara umum ada beberapa macam fungsi yang dimiliki tes dalam dunia pendidikan.
Pertama, tes dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa tes dimaksudkan untuk mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai siswa setelah menempuh
proses belajar-mengajar dalam jangka waktu tertentu. Dalam kaitan ini tes sekaligus
berfungsi sebagai alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran. Sebagai
alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran tes berfungsi untuk
menunjukan sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dapat
dicapai, dan seberapa banyak yang belum tercapai serta menentukan langkah apa
yang perlu dilakukan untuk mencapainya.
Kedua, tes dapat berfungsi sebagai motivator dalam pembelajaran. Hampir semua ahli
teori belajar menekankan pentingnya umpan balik berupa nilai untuk meningkatkan
intensitas kegiatan belajar. Thordike (1991) mengemukakan bahwa siswa akan belajar
lebih giat dan berusaha lebih keras apabila mereka mengetahui bahwa diakhir
program yang sedang ditempuh akan ada tes untuk mengetahui nilai dan prestasi
mereka. Robert Ebel (1979) mengemukakan bahwa tes kadang-kadang dianggap
sebagai motivator ekstrinsik. Fungsi ini dapat optimal apabila nilai hasil tes yang
diperoleh siswa betul-betul obyektif dan sahih, baik secara internal maupun dan
terutama secara eksternal yang dirasakan langsung oleh siswa yang diberi nilai
melalui tes.
Ketiga, tes dapat berfungsi untuk upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Dalam
rangka perbaikan kualitas pembelajaran ada tiga jenis tes yang perlu dibahas, yaitu tes
penempatan, tes diagnostik, dan tes formatif. Tes yang dilaksanakan untuk keperluan
penempatan bertujuan agar setiap siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran di
kelas atau pada jenjang pendidikan tertentu dapat mengikuti kegiatan pembelajaran
secara efektif karena sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing.
Mengingat bahwa faktor penentu keberhasilan kegiatan pembelajaran dari aspek
subyek belajar (peserta didik) adalah pengetahuan prasyarat dan bakat siswa, maka
dalam evaluasi penempatan dapat digunakan alat evaluasi berupa tes bakat dan tes
Penggolongan Tes
Ditinjau dari fungsinya sebagai alat untuk mengukur hasil belajar siswa sebagai efek
atau pengaruh kegiatan pembelajaran, tes dibedakan menjadi dua golongan. Pertama,
tes awal yang dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui sudah sejauh mana materi pelajaran yang akan diajarkan telah
diketahui oleh siswa atau peserta didik. Tes awal ini dilaksanakan sebelum bahan
pelajaran diajarkan. Materi tes awal atau pre-test adalah materi-materi penting atau
pokok bahasan yang akan diajarkan pada kegiatan belajar-mengajar yang akan
berlangsung.
Kedua, tes akhir yang dikenal dengan istilah post-test. Tes jenis ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang penting telah
dikuasi dengan baik oleh siswa atau peserta didik. Materi tes akhir ini adalah bahanbahan pelajaran yang tergolong penting yang telah diajarkan kepada siswa. Pada
dasarnya materi pretest sama dengan materi post-test.
Ditinjau dari aspek psikis yang akan diungkap, tes dibedakan menjadi lima golongan.
Pertama, tes, inteligensi yang dikenal dengan istilah intellegency test ialah tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau memprediksi tingkat kecerdasan
seseorang. Kedua, tes kemampuan yang dikenal dengan istilah aptitude test ialah tes
yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat
khusus yang dimiliki oleh peserta tes.
Ketiga, tes sikap yang dikenal dengan istilah attitude test ialah tes yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk
melakukan sesuatu respon terhadap obyek yang disikapi.
Keempat, tes kepribadian yang dikenal dengan istilah personality test ialah tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang
sedikit banyaknya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara,
hobi, bentuk tubuh, cara bergaul, cara mengatasi masalah dan lain sebagainya.
Kelima, tes hasil belajar yang dikenal dengan istilah achievement test ialah tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap tingkat pecapaian terhadap tujuan
pembelajaran atau prestasi belajar.
Ditinjau dari jumlah peserta yang mengikuti tes, tes dibedakan menjadi dua golongan.
Pertama, tes individual yang dikenal dengan istilah individual test, yaitu tes dimana
pelaksana tes hanya berhadapan dengan satu orang peserta. Kedua, tes kelompok
yang dikenal dengan istilah group test, yaitu tes dimana pelaksana tes berhadapan
dengan lebih dari satu orang peserta.
Ditinjau dari waktu yang disediakan bagi peserta tes untuk menjawab butir-butir tes,
tes dibedakan menjadi dua golongan. Pertama, power test yaitu tes dimana waktu
yang disediakan bagi peserta untuk menyelesaikan tes tidak dibatasi. Kedua speed
test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan bagi peserta untuk menyelesaikan tes
dibatasi, dan pada umumnya sangat singkat sedemikian sehingga hanya peserta tes
yang amat pandai saja yang dapat menyelesaikan tes pada waktu yang tersedia.
Ditinjau dari bentuk respons, tes dibedakan menjadi dua golongan. Pertama, tes verbal
yaitu tes yang menghendaki jawaban yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata
atau kalimat. Kedua, tes nonverbal yaitu tes yang menghendaki jawaban peserta tes
bukan dalam bentuk kata-kata atau kalimat melainkan berupa tingkah laku.
Ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, tes dibedakan menjadi tiga golongan.
Pertama, tes tertulis yang dikenal dengan istilah pencil and paper test, yaitu tes
dimana pelaksana tes dalam mengajuhkan butir-butir pertanyaannya dilakukan secara
tertulis dan peserta tes memberi jawaban secara tertulis pula.
Kedua, tes tidak tertulis yang dikenal dengan istilah non-pencil and paper test, yaitu
tes dimana pelaksana tes dalam mengajuhkan butir-butir pertanyaannya dilakukan
secara tidak tertulis (lisan) dan peserta tes memberi jawaban juga secara lisan.
Ketiga tes perbuatan yang diberikan dalam bentuk tugas atau instruksi kemudian
peserta tes melakukan tugas sesuai instruksi tersebut dan hasilnya dinilai oleh
pemberi tes. Penilaian terhadap tes perbuatan dapat dilakukan terhadap hasil tugas
yang dikerjakan oleh peserta tes dan dapat pula penilaian tersebut ditujukan terhadap
proses pelaksanaan atau penyelesaian tugas.
d.
1)
2)
Analisis kurikulum
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan yang
akan dijadikan sebagai dasar dalam menentukan jumlah item atau butir soal untuk
setiap pokok bahasan untuk soal objektif atau bobot soal untuk bentuk uraian, dalam
membuat kisi-kisi tes. Menentukan bobot untuk untuk setiap pokok bahasan tersebut
dilakukan berdasarkan jumlah jam pertemuan yang tercantum dalam kurikulum atau
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), dengan asumsi bahwa pelaksanaan
pembelajaran di kelas sesuai benar dengan apa yang tercantum dalam GBPP.
3)
4)
Membuat Kisi-kisi
Manfaat kisi-kisi ialah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam arti mencakup
semua pokok bahasan secara proporsional. Agar item-item atau butir-butir tes
mencakup keseluruhan materi (pokok bahasan atau sub pokok bahasan) secara
proporsional maka sebelum menulis butir-butir tes terlebih dahulu kita harus membuat
kisi-kisi sebagai pedoman. Sebuah kisi-kisi memuat jumlah butir yang harus dibuat
untuk setiap bentuk soal, untuk setiap pokok hahasan dan untuk setiap aspek
kemampuan yang hendak diukur.
5)
6)
Penulisan Soal
Setelah kisi-kisi dalam bentuk tabel spesifikasi telah tersedia, maka kita akan membuat
butir-butir soal atau item-item tes. Banyaknya butir yang harus dibuat untuk setiap
bentuk soal, untuk setiap pokok bahasan, dan untuk setiap aspek kemampuan yang
hendak diukur harus disesuaikan dengan yang tercantum dalam kisi-kisi. Ada
beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam membuat butir-butir soal atau itemitem tes (khususnya tes matematika sebagai contoh), yaitu :
(1)
Soal yang dibuat harus valid (validitas konstruk) dalam arti mampu mengukur tercapai
tidaknya tujuan yang telah dirumuskan.
Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan
spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Oleh karena itu
maka soal matematika yang dibuat harus menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir atau tafsiran ganda.
Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan dengan langkahlangkah lengkap sebelum digunakan pada tes yang sesungguhnya. Untuk soal bentuk
uraian, dari penyelesian dengan langkah-langkah lengkap tersebut dapat
dikembangkan pedoman penilaian untuk setiap soal.
Dalam membuat soal matematika, hindari sejauh mungkin kesalahan-kesalahan ketik
betapapun kecilnya, karena hal itu akan mempengaruhi validitas soal.
Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk setiap soal
matematika yang dibuat.
Berikan petunjuk mengelakan soal secara lengkap dan jelas untuk setiap bentuk soal
matematika dalam suatu tes.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
7)
8)
Uji-Coba Tes
Tes yang sudah dibuat dan sudah direproduksi atau diperbanyak itu akan diujicobakan
pada sejumlah sampel yang telah ditentukan. Sampel ujicoba harus mempunyai
karakteristik yang kurang lebih sama dengan karakteristik peserta tes yang
sesungguhnya, untuk itu cara penentuan sampel harus dilakukan dengan
menggunakan metode yang tepat dan disesuaikan dengan tujuan uji-coba.
9)
10)
Revisi soal
Soal-soal yang valid berdasarkan kriteria validitas empirik dikonfirmasikan dengan kisikisi. Apabila soal-soal tersebut sudah memenuhi syarat dan telah mewakili semua
materi yang akan diujikan, soal-soal tersebut selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes,
tetapi apabila soal-soal yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil
konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan terhadapbeberapa soal yang
diperlukan atau dapat disebut sebagai revisi soal.
11)
Soal-soal yang valid dan telah mencerminkan semua pokok bahasan serta aspek
kemampuan yang hendak diukur dapat dirakit menjadi sebuah tes yang valid. Urutan
soal dalam suatu tes pada umumnya dilakukan menurut tingkat kesukaran soal, yaitu
dari soal yang mudah sampai soal yang sulit.
2.
a.
Non Tes
Pedoman Observasi
Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomenafenomena. yang dijadikan obyek pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu
atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati. Observasi yang dapat
menilai atau mengukur hasil belajar ialah tingkah laku para siswa pada waktu guru
mengajar. Observasi dapat dilakukan baik secara partisipatif (participan observation)
maupun non-partisipasi (nonparticipan observation).
Observasi dapat pula berbentuk observasi eksperimental (experimental observation)
yaitu observasi yang dilakukan dalam situasi yang dibuat dan observasi
noneksperimental (nonexperimental observation) yaitu observasi yang dilakukan
dalam situasi yang wajar.
Pada observasi partisipasi observer melibatkan diri ditengah-tengah kegiatan
observasi, sedangkan observasi nonpartisipasi obsever berada di War kegiatan,
seolah-olah sebagai penonton. Pada observasi eksperimental tingkah laku diharapkan
muncul karena peserta didik dikenai perlakuan maka observer perlu persiapan yang
benar-benar matang, sedangkan pada observasi yang non-eksperimental
pelaksanaannya lebih sederhana dan dapat dilakukan secara sepintas lalu.
Jika observasi digunakan sebagai alat evaluasi maka perlu diingat bahwa pencatatan
hasil observasi lebih sukar daripada mencatat jawaban yang diberikan oleh peserta tes
terhadap pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes karena respon observasi adalah
tingkah laku dimana proses kejadiaanya berlangsung cepat. Observasi yang dilakukan
dengan perencanaan yang matang disebut observasi sistematis. Berikut ini disajikan
dua buah contoh instrumen evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai
keterampilan peserta didik dalam suatu observasi sistematis.
B.
Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan dalam pengukuran
yang dibagi empat macam yaitu:
1.
Skala Nominal
Skala nominal adalah pengelompokkan atau pengkategorisasian kejadian atau
fenomena ke dalam kelas-kelas atau kategori sehingga yang masuk dalam satu kelas
atau kategori adalah sama dalam hal atribut atau sifatnya. Kelas atau kategori tersebut
hanya merupakan nama untuk membedakan suatu kejadian atau pristiwa dengan
kejadian atau pristiwa lainnya. Perbedaan kelas atau kategori sama sekali tidak
menunjukkan adanya tingkatan dimana yang lebih rendah dari yang lain atau
sebaliknya.
Skala nominal merupakan skala yang paling mudah dilakukan karena hanya
memberikan atau menempatkan obyek pengukuran dengan cara memberikan nomor
urut, atau label lain. Walaupun ada pemberian nomor tetapi dalam skala nominal tidak
ada penjumlahan melainkan hanya sebagai kategori tertentu. Oleh karena itu, dalam
skala nominal tidak dapat dioperasikan dengan operasi hitungan.
Sebagai contoh skala nominal adalah pemberian label 1 dan 2 untuk variable jenis
kelamin dimana laki-laki diberi label1 dan perempuan diberi label2. Disini kita tidak
dapat mengatakan 1 lebih baik dari 2 atau 2 lebih besar dari 1.
Pengukuran dengan skala nominal sebenarnya bukan kegiatan pengukuran,
melainkan lebih pada pengkategorisasian, pemberian nama, dan menghitung fakta-
fakta darim obyek yang sedang diukur. Skala nominal akan menghasilkan data yang
disebut data nominal atau data diskrit. Kesimpulannya skala nominal hanya
membedakan satu jenis data lainnya, tidak menunjukkan tingkatan besar kecil atau
tinggih rendah, dan sebagainya.
2.
Skala Ordinal
Pengukuran dengan skala ordinal berasumsi bahwa nilai suatu variable dapat diurut
berdasarkan tingkatan atribut atau sifat yang dimiliki oleh variable yang ada pada unit
observasi. Pengukuran dengan skala ordinal dapat dilakukan bila perbedaan tingkat
atau jumlah atribut dapat dideteksi. Skala ordinal merupakan hasil pengelompokan
data dalam bentuk urutan ranking. Angka yang diberikan terhadap variable yang
diselidiki adalah symbol dari kelompok-kelompok yang terpisah dan berurutan. Salah
satu contoh dari pengukuran ordinal adalah ranking individu dalam kelas berdasarkan
hasil tes mereka. Skor siswa dapat diurut mulai dari yang pertama, kedua, ketiga,
keempat dan seterusnya sampai pada skala atau tingkatan yang paling rendah. Skala
ini mempunyai arti yang lebih baik daripada pengukuran nominal, tetapi tetap memiliki
keterbatasan.
Unit pengukuran ordinal nampaknya tidak sama. Contohnya jumlah titik yang
memisahkan data yang pertama dengan data yang kedua tidak sama dengan jumlah
titik yang memisahkan antara data yang kelima dengan data yang keenam. Dengan
kata lain jarak antara data yang satu dengan data yang lain tidak sama.
Data yang diperoleh dengan pengukuran skala ordinal disebut data ordinal, yaitu data
berjenjang dimana jarak antara satu jenis data dengan jenisdata yang lain berdasarkan
besar kecilnya, tinggi rendahnya, baik buruknya, dan lain sebagainya.
Contoh: 1) bak air = 1, kolam = 2, laut = 3;
3) tinggi lemari = 1, tinggi rumah = 2, dan tinggi gunung = 3
3.
Skala Interval
Skala interval menunjukkan tingkatan karakter individu dalam satu variable. Skala
interval ini mendeskripsikan perbedaan jarak antara antara titik-titik angka tertentu
dengan nilai interval yang sama untuk setiap angka karena menggunakan unit
pengukuran yang konsisten. Pengukuran interval meliputi penetapan angka yang
sama sekali memwakili perbedaan yang sama pula dalam tingkatan atribut yang
diukur.
Dengan demikian maka skala interval adalah skala yang mepunyai jarak yang sama
dengan data yang lain. Data pengukuran yang diperoleh melalui skala interval adalah
data interval yaitu data yang diidentikan dengan bilangan real. Oleh karena itu maka
angka dalam data interval dapat dioperasikan dengan operasi hitungan, namun
demikian dalam data interval tidak memiliki angka nol mutlak.
Selain membedakan, hasil pengukuran skala interval juga menunjukkan tinggi-rendah,
besar-kecil, dan sejenisnya. Berikut merupakan contoh data interval yaitu seorang
anak yang mendapatkan nilai nol dalam tes berhitung belum tentu anak tersebut tidak
dapat berhitung sama sekali. Contoh lain seorang yang mendapat nilai 3 bekerja sama
dengan anak lainnya yang mendapat nilai 4 belum tentu mempunyai kemampuan yang
sama dengan anak ketiga yang mendapat nilai 7.
4.
Skala Rasio
Skala rasio merupakan jenis pengukuran yang paling halus karena memiliki cirri-ciri
yang dimiliki oleh skala-skala lain, selain cirri-ciri khusus dari skala rasio.
Sebagaimana skala ordinal, skala rasio juga menunjukkan adanya tingkatan atribut
variable, yakni dengan membandingkan nilainya. Skala rasio memiliki interval yang
sama antara satu angka dengan angka lainnya. Skala rasio digunakan untuk
mengukur variable tertentu. Data rasio adalah data dimana antara interval yang satu
dengan interval yang lain mempunyai jarak yang sama dan mempunyai nilai nol yang
absolute.
Contoh data skala rasio misalnya pengukuran terhadap besarnya gaji pegawai atau
karyawan, pengukuran panjang benda, pengukuran berat benda, pengukuran
inteligensi, dan lain-lain. Gaji nol rupiah bagi pegawai atau karyawan berarti mereka
tidak menerima uang sedikitpun, panjang nol meter berarti tidak panjang, demikian
pula berat nol kg, berarti tidak memiliki berat. Dari empat macam skala yang
dibicarakan ternyata skala interval banyak digunakan untuk mengukur fenomena atau
gejala sosial, sedangkan pengukuran fenomena psikologi lebih banyak menggunakan
skala rasio, dan skala ordinal.
Dilihat dari bentuk instrument dan pernyataan yang dikembangkan dalam instrument
maka kita mengenal berbagai bentuk skala yang dapat dipergunakan dalam
pengukuran bidang pendidikan yaitu: skala likert, skala guttman, semantic differensial,
rating scale, dan skala thurstone.
1.
Skala likert
Skala likert ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena
pendidikan. Ada dua bentuk pernyataan positif untuk mengukur sikap positif, dan
pernyataan negative untuk mengukur sikap negative.
Pernyataan positif diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1; sedangkan bentuk pernyataan negative
diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2, -1, 0, 1, 2. Bentuk jawaban skala likert ialah sangat
setuju, setuju, ragu-ragu, tidak stuju, dan sangat tidak setuju.
2.
Skala Guttman
Skala Guttman yaitu skala yang menginginkan tipe jawaban tegas, seperti jawaban
benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk,
dan seterusnya. Pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju dan tidak
setuju.
Pengukuran mmenggunakan skala Guttman bila orang yang melakukan pengukuran
menginginkan jawaban tegas atas pertanyaan yang diajukan. Selain dapat dibuat
dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman dapat juga dibuat dalam
bentuk daftar checklist. Untuk jawaban positif seperti setuju, benar, ya, perna, dan
semacamnya diberi skor 1; sedangkan untuk jawaban negative seperti tidak setuju,
slah, tidak, tidak pernah, dan semacamnya diberi skor 0.
3.
Semantik Differensial
Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan
ganda atau checklist tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang
sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negative
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran
dengan skala semantic differensial adalah data interval. Biasanya skala ini digunakan
untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Sebagai
contoh penggunaan skala semantic differensial ialah menilai kepemimpinan kepala
sekolah.
Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Demokrasi 7
6
5
4
3
2
1
Otoriter
Bertanggung 7
6
5
4
3
2
1
tidak bertanggung
Jawab
jawab
Memberi
7
6
5
4
3
2
1
mendominasi
Kepercayaan
Menghargai 7
6
5
4
3
2
1
tidak menghargai
Bawahan
bawahan
Keputusan 7
6
5
4
3
2
1
keputusan diambil
Diambil
sendiri
Bersama
Rating Scale
Data skala diperoleh melalui tiga macam skala yang dikemukakan di atas adalah data
kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data yang
diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian
kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan memilih
salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
Rating scale lebih flelksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga
digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan,
seperti skala untuk mengukur status social ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan
lain-lain. Yang paling penting dalam rating scale adalah kemampuan menterjemahkan
alternative jawaban yang dipilih responden. Misalnya responden memilih jawaban
angka 3, tetapi angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama dengan angka 3 bagi
orang lain yang juga memilih jawaban angka 3.
5.
Skala Thurstone
Skala Thurstone ialah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbenutk skala
interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai
yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40 50)
pernyataan yang relevan dengan variable yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli
(20 40) orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk variable
yang hendak diukur.
Contoh skala penilaian model Thurstone adalah sebagai berikut:
Skala 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skala 1
10
11
10
12
11
13
Nilai 1 pada skala di atas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11
menyatakan sangat relevan.
BUKU SUMBER
1. Prof Dr. H. Djaali, Dr.Ir. Pudji Muljono, Msi, Drs. Ramly, MPd, Pengukuran Dalam
Bidang Pendidikan, Diterbitkan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri
Jakarta: Nopember 2000
2. Sudjana, Metoda Statistika, 1996
3. Sugiyono, Statistik untuk Penelitian, 2007
4. Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan,
5. Paul Sutopo, S.J., Pengantar Statistika; 2011
BAB 3
DISTRIBUSI FREKUENSI
-
A.
1.
2.
3.
PENYAJIAN DATA
Dengan tabel atau daftar :
a) daftar tunggal
b) daftar kontingensi,
c) daftar distribusi frekuensi
Dengan gambar atau diagram
a) diagram lingkaran
b) diagram lambang (pictogram),
c) diagram peta (kartogram)
Dengan diagram atau grafik :
a. diagram batang :
1) satu komponen, dua komponen, tiga komponen,
2) satu arah dua arah.
b. diagram garis
c. diagram pencar
d. histogram dan polygon
B.
Nilai
Tanda Kelas
31 40
41 50
51 60
61 70
71 80
81 90
91 100
2
3
5
14
24
20
12
Jumlah
80
35,5
45,5
55,5
65,5
75,5
85,5
95,5
Nilai
fa
Fr (%)
31 -40
41 -50
51 60
61 70
71 80
81 90
91 100
2
3
5
14
24
20
12
2,50
3,75
6,25
17,50
30,00
25,00
15,00
Jumlah
80
.
Fr = f / n x 100%
G.DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI KOMULATIF
Nilai
f. kum
f. Kum (%)
31 atau lebih
41 atau lebih
51 atau lebih
61 atau lebih
71 atau lebih
81 atau lebih
91 atau lebih
101 atau lebih
80
78
75
70
56
32
12
0
100,00
97,50
93,75
87,50
70,00
40,00
15,00
0.00
Nilai
f. kum
f. Kum (%)
31 atau lebih
41 atau lebih
51 atau lebih
61 atau lebih
71 atau lebih
81 atau lebih
91 atau lebih
101 atau lebih
80
78
75
70
56
32
12
0
100,00
97,50
93,75
87,50
70,00
40,00
15,00
0.00
.
H.HISTOGRAM, POLIGON FREKUENSI DAN OZAIV(0GIVE)
Data hasil pengamatan atau pengukuran dari suatu obyek dapat disajikan dalam bentuk
distribusi tuggal ataupun dalam distribusi berkelompok.
Contoh tabel distribusi tunggal sebagai berikut:
Tabel 2.8 Distribusi Skor Hasil Tes Ragam Tes baku
Nilai (x)
Frekuensi ( f )
Nilai ( x )
Frekuensi ( f )
67
1
85
2
69
1
87
2
70
1
88
1
76
1
89
1
78
1
90
2
79
2
91
1
80
4
92
1
81
1
93
1
82
1
94
1
83
2
95
1
84
1
96
1
Jumlah
16
14
Jika data hasil pengukuran jumlahnya kecil maka penyajian dengan tabel distribusi
tunggal tidak menjadi masalah, tetapi jika jumlah data hasil pengukuran besar misalnya
ratusan atau ribuan, bahkan puluhan ribu, maka penyajian data dengan distribusi
tunggal sudah menjadi masalah.
Oleh karena itu, maka data untuk hasil pengukuran yang jumlahnya besar harus
disajikan dengan bentuk disitribusi berkelompok. Dalam tabel distribusi frekuensi data
dikelompokkan berdasarkan kesamaan yang dimiliki oleh setiap data dari hasil
pengukuran. Ada tiga tabel distribusi frekuensi yaitu (1) tabel distribusi frekuensi
absolute, (2)tabel distribusi frekuensi relative, dan (3) tabel distribusi frekuensi
kumulatif.
Sebelum data hasil pengukuran disajikan dalam tabel distribusi frekuensi secara
berkelompok, maka perlu ditempuh langkah-langkah berikut:
1. Tentukan range dengan cara data terbesar dikurangi data terkecil
2. Tentukan banyaknya kelas. Banyaknya kelas paling sedikit 5, dan paling banyak 15
(sudjana, 1992), yang dipilih menurut keperluan. Jika data hasil pengukuran
banyaknya 200 ke atas maka dalam penentuan banyaknya kelas dapat menggunakan
aturan sturges yaitu : banyaknya kelas (k) = 1 + log n, dimana n adalah banyaknya
data. Hasil akhirnya dijadikan bilangan bulat.
3. Tentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus P = range/banyaknya kelas (p =
r/k)
4. Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ujung bawah kelas interval pertama
ini dapat mengambil data terkecil atau nilai data yang lebih kecil tetapi selisihnya
harus lebih kecil dari panjang kelas yang telah ditentukan.
Untuk memudahkan penyusunan daftar distribusi frekuensi maka sebaiknya disusun
daftar penolong yang berisikan kolom tabulasi.
Contoh distribusi skor hasil tes mata kuliah ragam tes baku yang diikuti oelh 30 peserta
dengan skor: : 85, 67, 78, 89, 95, 79, 83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80,
dan 96. Data ini kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Rentang = data terbesar (96) dikurang data terkecil (67) = 96 67 = 29
2. Banyaknya kelas (k) = 1 + (3,3) log 30 = 5,87 = 6. Jadi banyaknya kelas = 6
3. Panjang kelas (p) adalah rentang bagi banyaknya kelas = 29 : 6 = 4,83 = 5
4. Dengan p = 5 dan k = 6 maka kelas interval pertama terbentuk pada data 67 71,
kelas interval kedua terbentuk pada data 72 76, kelas interval ketiga terbentuk
pada data 77 81, dan seterusnya.
Setelah mengetahui kelas-kelas interval maka selanjutnya kelas-kelas interval disajikan
ke dalam tabel penolong sebagai berikut:
Skor Tes
67 71
72 76
77 81
82 86
87 91
92 96
Jumlah
Tabulasi
Frekuensi
3
1
8
6
7
5
30
Berdasarkan tabel tabulasi di atas maka dengan mudah kita dapat menyusun tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut:
1) Tabel Distribusi Frekuensi Absolut
Tabel 2.10 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes
Nilai tengah
Absolut
67 71
3
69
72 76
1
74
77 81
8
79
82 86
6
84
87 91
7
89
92 96
5
94
Jumlah
30
2) Tabel Distribusi Frekuensi Relatif
Tabel 2.11 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Frekuensi
Skor Tes
Absolut
Relatif
67 71
3
10%
72 76
1
3,33%
77 81
8
26,67%
82 86
6
20%
87 91
7
23,33%
92 96
5
16,67%
Jumlah
30
100%
Grafik
Selain disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, data dapat pula disajikan dalam
bentuk grafik. Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebenarnya telah
memberikkan gambaran yang cukup jelas kepada para pembaca, namun apabila
disajikan dalam bentuk grafik, data tersebut akan lebih cepat, lebih menarik, dan lebih
mudah dipahami oleh para pembaca.
Selain itu tidak semua orang senang membaca dan memahami dengan jelas data yang
disajikan dalam distribusi frekuensi. Untuk itu maka perlu ada teknik lain dalam
penyajian data guna memudahkan orang melihat dan membaca data hasil pengukuran.
Teknik penyajian data yang paling banyak digunakan orang selain table distribusi
frekuensi ialah teknik grafik.
Meskipun grafik ada beberapa macam, tetapi ada beberapa hal yang sama. Pada
diagram batang (histogram) dan diagram garis (polygon) misalnya, selalu dimulai
dengan garis sumbu absis dan ordinat. Sumbu absis yaitu sumbu yang mendatar yang
sering disebut dengan sumbu X (dengan huruf X besar). Sumbu ordinat adalah sumbu
tegak yang sering disebut dengan sumbu Y (dengan huruf Y besar). Sumbu X untuk
mencantumkan nilai, sedangkan sumbu Y untuk mencantumkan frekuensi.
Perlu diperhatikan bahwa setiap membuat grafik harus diberi keterangan nama sumbusumbunya, dan nama grafiknya. Nama grafik dapat diberikan di atas atau di bawah
grafik, namun umumnya orang mencantumkan nama grafik di bagian bawah.
1) Histogram
Grafik histogram disebut diagram batang atau bar diagram. Membuat histogram dengan
mempergunakan program excel sangat mudah dilakukan, karena hanya dengan cara
memblok nilai-nilai dalam kolom frekuensi absolute kemudian mengklik insert chart,
histogram akan berbentuk.
Jika histogram dibuat dengan secara manual maka langkah-langkah yang peprlu
diperhatikan ialah:
1.
membuat absis dan ordinat, dengan perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan,
misalnya 9 : 7
absis diberi nama nilai dan ordinat diberi nama frekuensi (F)
membuat skala pada absis dan ordinat. Skala pada absis dan ordinat boleh tidak
sama, disesuaikan dengan kebutuhan, dan perlu diperhatikan adalah semua nilai
dan frekuensi harus masuk dalam skala
membuat segi empat pada setiap titik tengah nilai variabel atau batas nyata yang
tingginya sesuai dengan besarnya frekuensi setiap variabel.
2.
3.
4.
Frekue
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
66,
71,
76,
Kel
as
81,
86,
91,
96,
5
2) Poligon
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang penting antara cara membuat histogram
dengan cara pembuatan poligon. Perbedaan yang perlu diperhatikan adalah (1) grafik
histogram biasanya dibuat dengan batas nyata, sedangkan poligon dibuat dengan
mempergunakan titik tengah; dan (2) grafik histogram berbentuk segi empat
panjang, sedangkan poligon adalah berupa garis yang dibuat kurva. Poligon dibuat
dengan menghubungkan titik tengah secara berurutan. Sebagai contoh berikut ini
ditampilkan poligon yang dibuat berdasarkan nilai tengah dari tabel
BAB 4
UKURAN PEMUSATAN (TENDENSI SENTRAL)
A. Deskripsi
Penyajian data hasil pengukuran dapat dideskripsikan dalam bentuk tedensi
sentral, tedensi penyebaran, tabel atau daftar, daftar distribusi frekuensi, diagram,
dan gambar.
Menurut Borg dan Gall (1979) yang dimaksud dengan ukuran tedensi adalah
nilai angka tunggal yang digunakan untuk mendeskripsikan rata-rata atau untuk
mewakili skor dari seluruh sampel. Ukuran ini menunjukkan posisi sebahagian besar
skor dalam suatu distribusi, walaupun tidak banyak memberikan informasi lain
tentang distribusi.
Ukuran tedensi sentral mempermudah seseorang untuk memahami diskripsi
skor yang diperoleh dari pengukuran, yang sulit bila dilakukan penyajian skor untuk
masing-masing individu dalam kelompok sampel tertentu.
Ada tiga macam ukuran tedensi sentral yang banyak dipergunakan dalam bidang
pengukuran pendidikan yaitu mean (rata-rata hitung), median (nilai tengah), dan
modus (nilai yang frekuensinya lebih besar).
B. PENGERTIAN RATA-RATA
Nilai rata-rata dari sekumpulan data yang berupa angka pada umumnya
mempunyai kecendrungan untuk berada di sekitar titik pusat penyebaran data angka
tersebut. Karena itu nilai rata-rata atau ukuran rata-rata dikenal pula dengan nama
ukuran tendensi pusat (measure of central tendency). Niai rata-rata juga dikenal
dengan istilah ukuran nilai pertengahan (measure of central value) sebab nilai ratarata itu pada umumnya merupakan nilai pertengahan dari nilai-nilai yang ada. Selain
itu, karena nilai rata-rata itu biasanya berposisi pada sekitar sentral penyebaran nilai
yang ada, maka nilai rata-rata itu pun sering dikenal dengan nama ukuran posisi
pertengahan (measure of central position).
Dari uraian diatas dapat dapatlah dikemukakan bahwa apa yang dimaksud
dengan rata-rata itu adalah tiap bilangan yang dapat dipakai sebagai wakil dari
rentetan nilai. Rata-rata itu wujudnya hanyalah satu bilangan saja; namun dengan
satu bilangan itu akan dapat tercermin gambaran secara umum mengenai kumpulan
atau deretan bahan keterangan yang berupa angka atau bilangan itu.
C. UKURAN RATA-RATA DAN MACAMNYA
Dalam statistik, rata-rata itu mempunyai beberapa bentuk atau macam, masingmasing dengan arti yang berbeda. Adapun macam-macam rata-rata atau ukuran
rata-rata yang dimiliki oleh statistik sebagai ilmu pengetahuan ialah :
1. Rata-rata hitung atau nilai rata-rata hitung (arithmetic mean), yang seringkali
disingkat mean saja) yang umumnya dilambangkan dengan huruf M atau X.
2. Rata-rata pertengahaan atau nilai rata pertengahan atau nilai rata-rata letak
(median atau medium), yang umumnya dilambangkan dengan : Mdn atau Me
atau Mn.
3. Modus atau mode, yang biasa dilambangkan dengan Mo.
4. Rata-rata ukur atau nilai rata-rata ukur (Geometric Mean), yang biasa
dilambangkan dengan : GM.
5. Rata-rata Harmonik atau nilai rata-rata harmonic (Harmonic Mean), yang biasa
dilambangkan dengan : HM
Dari kelima ukuran rata-rata diatas, yang mempunyai relevansi dan karena itu
sering digunakan di dunia pendidikan adalah : mean, median, dan modus. Adapun
Geometrik mean dan harmonik mean dalam dunia statistik pendidikan dipandang
kurang memiiki relevansi dan karena itu hampir tidak pernah digunakan.
Selain median, dalam dunia statistik disamping dikenal dengan ukuran rata-rata
pertengahan juga dikenal sebagai ukuran rata-rata letak. Terdapat pula ukuran ratarata letak yang lain yang dimasukkan ke dalam ukuran ini yaitu : Quartile, Decile, dan
Percentile.
I.
A. Pengertian Mean
Secara singkat pengertian tentang mean dapat dikemukakan sebagai berikut :
Mean dari sekelompok (sederetan) angka (bilangan) adalah jumlah dari
keseluruhan angka (bilangan) yang ada, dibagi dengan bnyaknya angka
(bilangan) tersebut.
B. Cara mencari Mean
Mencari mean dapat dilakukan dengan berbagai macam cara; tergantung dari
data yang akan dicari mean-nya, apakah data tunggal atau data kelompok.
1) Cara mencari mean untuk data tunggal
Ada dua macam cara yang dapat digunakan untuk mencari mean untuk data
tunggal (data yang tidak berkelompok), yaitu : (1) cara mencari mean dari data
tunggal yang seluruh skor frekuensinya satu, dan (2) cara mencari mean dari
data tunggal di mana sebagian atau seluruh skornya berfrekuensi lebih dari satu.
a. Cara mencari mean data tunggal yang seluruh frekuensi satu:
Rumus yang digunakan
Rumus yang dipergunakan untuk mencari mean data tunggal yang seluruh
skornya berfrekuensi satu adalah :
Penyelesaian :
Dari tabel diatas telah kita peroleh : X = 39, sedangkan N = 6 dengan
demikian:
M=
b. Cara mencari mean data tunggal yang sebagiaan atau seluruh skornya
berfrekuensi lebih dari satu
Rumus yang digunakan
Karena data tunggal yang akan kita cari meannya baik sebagian atau seluruh
skornya berfrekuensi lebih dari satu, maka rumus yang akan digunakan
berbeda dengan rumus sebelumnya yaitu dengan cara memasukkan atau
mengikutsertakan frekuensi skor yang ada ke dalam rumus. Dengan demikian
rumus yang digunakan menjadi :
Frekuensi (f)
1
2
4
20
35
22
11
4
1
100 = N
Untuk mencari mean dari data di atas kita pergunakan tabel bantu seperti
berikut ini :
Nilai (X)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Frekuensi (f)
1
2
4
20
35
22
11
4
1
fX
10
18
32
140
210
110
44
12
4
Total
100 = N
574 = f X
Dengan menggunakan tabel bantu maka diperoleh hasil fX yaitu 574 sehingga
dengan mudah dapat kita cari meannya :
f
8
16
32
160
240
176
88
40
32
8
800 = N
Penyelesaian :
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencari mean menggunakan
metode panjang yaitu :
Menetapkan (menghitung) nilai tengah (midpoint) masing-masing interval
masukkan ke dalam table bantu dan beri symbol X
Interval Nilai
75-79
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
total
F
8
16
32
160
240
176
88
40
32
8
800 = N
X
77
72
67
62
57
52
47
42
37
32
-
fX
616
1152
2144
9920
13680
9152
4136
1680
1184
256
43920=fX
f
8
16
32
160
240
176
88
40
32
30-34
Total
8
800 = N
x
+4
+3
+2
+1
0
-1
-2
-3
-4
-5
-
fx
+ 32
+ 48
+ 64
+ 160
0
- 176
- 176
- 120
- 128
- 40
-336 = fx
Perhatikan hasil dari metode panjang maupun metode singkat, kedua hasilnya
sama yaitu 54,90
C. Penggunaan Mean
Sebagai salah satu ukuran rata-rata, mean dipergunakan untuk :
1. Bahwa data statistic yang kita hadapi merupakan data yang distribusi
frekuensinya bersifat normal atau simetris, setidak-tidaknya mendekati norma.
Jadi apabila data statistic yang kita hadapi bersifat a-symetris, maka untuk
mencari nilai rata-rata data yang demikian hendaknya jangan dipergunakan
mean, sebab nilai rata-rata yang diperoleh nantinya akan terlalu jauh
menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya.
2. Bahwa dalam kegiatan anaisis data, kita menghendaki kadar kemantapan
atau kadar kepercayaan yang setinggi mungkin. Mean yang kita peroleh
adalah hasi dari semua angka tanpa kecuali, karena itu, sebagai ukuran ratarata, mean cukup dapat diandalkan atau memiliki reabilitas yang tinggi.
3. Bahwa dalam penganalisaan data selanjutnya, tehadap data yang sedang kita
hadapi atau kita teliti itu, akan kita kenai ukuran-ukuran statistic selain mean,
misalnya : deviasi rata-rata, deviasi standar, korelasi dan sebagianya.
D. Kelebihan dan kelemahan Mean
Dalam dunia statistic mean dikenal sebagai ukuran rata-rata yang menduduki
tempat paling penting jika dibandingkan dengan ukuran rata-rata lainnya. Tetapi
mean juga memiliki kelemahan-kelemahan seperti berikut ini :
Karena mean diperoleh atau berasal dari hasil perhitungan terhadap seluruh
angka yang ada, maka jika dibandingkan dengan ukuran rata-rata lainnya
perhitungannya relative lebih sukar.
Dalam menghitung mean, sangat diperlukan ketelitian dan kesabaran, terlebih
jika kita dihadapkan pada bilangan yang cukup besar, sedangkan kita tidak
memiliki alat bantu perhitungan.
Sebagai salah satu ukuran rata-rata, mean kadang-kadang sangat dipengaruhi
oleh angka atau nilai ekstrimnya, sehingga hasil yang diperoleh kadang terlalu
jauh dari kenyataan.
II. NILAI RATA-RATA PERTENGAHAN (MEDIAN)
Ukuran rata-rata kedua yang akan kita pelajari adalah Median, yang seperti
telah dikemukakan dalam pembicaraan terdahulu sering dikenal dengan istilah:
Nilai Rata-rata Pertengahan atau Nilai Rata-rata Letak, atau Nilai Posisi Tengah,
yang biasa diberi lambang: Mdn, Me, atau Mn. Dalam pembicaraan selanjutnya akan
dipergunakan lambang: Mdn.
A. Pengertian Nilai Rata-rata Pertengahan (Median)
Yang dimaksud dengan Nilai Rata-rata Pertengahan atau Median ialah suatu
nilai atau suatu angka yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian
yang sama besar. Dengan kata lain, Nilai Rata-rata Pertengahan atau Median adalah
nilai atau angka yang diatas nilai atau angka tersebut terdapat N dan di bawahnya
juga terdapat N. Itulah sebabnya Nilai Rata-rata ini dikenal sebagai Nilai
Pertengahan atau Nilai Posisi Tengah, yaitu nilai yang menunjukkan pertengahan
dari suatu distribusi data.
B. Cara mencari Nilai Rata-rata Pertengahan
Ada beberapa cara untuk mencari Nilai Rata-rata Pertengahan, seperti dapat
diikuti pada uraian berikut ini.
1) Cara Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal
Dalam mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal ini ada dua
kemungkinan yang kita hadapi. Kemungkinan pertama ialah data tunggal itu
seluruh skornya berfrekuensi 1; sedangkan kemungkinan kedua, bahwa data
tunggal yang akan kita cari Nilai Rata-rata Pertengahannya itu sebagian atau
seluruhnya skornya berfrekuensi lebih dari 1.
a) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang seluruh skornya
berfrekuensi 1.
Disini pun kita berhadapan dengan dua kemungkinan, yaitu: (1) Data Tunggal
yang seluruh skornya berfrekuensi 1 itu, Number of Cases-nya merupakan
bilangan ganjil (ganjil), dan (2) Data Tunggal yang seluruh skornya berfrekuensi
1 itu, Number of Cases-nya merupakan bilangan genap (bukan bilangan ganjil).
2) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang seluruh skornya
berfrekuensi 1, dan Number of Casesnya berupa bilangan ganjil.
Untuk Data Tunggal yang seluruh skornya berfrekuensi 1 dan Number of
Casesnya berupa bilangan ganjil (yaitu N = 2n +1), maka Median data yang
demikian itu terletak pada bilangan yang ke (n + 1).
Contoh :
Sejumlahh 9 orang mahasiswa menempuh ujian lisan mata kuliah Teknik
Evaluasi Pendidikan. Nilai mereka adalah sebagai berikut : 65, 75, 60, 70, 55,
50, 80, 40, 30. Hitunglah nilai median dari data tersebut!
Penyelesaian :
Untuk menhitung median dari kumpulan data diatas, maka pertama-tama kita
atur mulai dari nilai terendah sampai nilai tertinggi
30 40 50 55 60 65 70 75 80
Karena N = 9 seang rumus bilangan ganjil yang digunakan adalah
N = 2n + 1 maka
9=2n+1
8 = 2n n = 4
Dengan demikian niali yang merupakan niai median yaitunilai yang ke (4 + 1)
atau biangan ke 5 yaitu nilai 60.
3) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang seluruh skornya
berfrekuensi 1, dan Number of Casesnya berupa bilangan genap.
Untuk Data Tunggal yang seluruh skornya berfrekuensi 1 dan Number of
Casesnya merupakan bilangan genap (yaitu: N = 2n), maka Median atau Nilai
Rata-rata Pertengahan data yang demikian itu terletak antara bilangan yang ke-n
dan ke (n + 1).
Contoh :
Tinggi badan 10 orang calon yang mengikuti tes seleksi penerimaan calon
penerbang, menunjukkan angka sebagai berikut :
168, 162, 169, 170, 164, 167, 161, 166, 163, dan 165
Carilah median dari data diatas :
Penyelesaian :
Pertama kita urutkan data diatas dari nilai terendah ke nilai tertinggi
161 162 163 164 165 166 167 168 169 170
Karena N = 10 (merupakan bilangan genap) sedangkan rumus untuk bilangan
genap adalah N = 2n maka 10 = 2n n = 5
Jadi median dari tinggi 10 orang peserta tes seleksi calon penerbang itu terletak
antara bilangan ke 5 dan ke (5 + 1) atau antara bilangan ke 5 dan ke 6. Jadi Mdn
=
b) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang sebagian atau
seluruh skornya berfrekuensi lebih dari satu
Apabila Data Tunggal yang akan kita cari Nilai Rata-rata Pertengahan atau
Mediannya, sebagian atau seluruh skornya berfrekuensi lebih dari satu, maka
kita sebaiknya tidak menggunakan cara seperti yang telah dikemukakan di atas,
melainkan kita pergunakan rumus sebagai berikut :
Mdn = 1 +
atau: Mdn = u
Mdn
= Median
l = lower milit (Batas Bawah Nyata dari skor yang mengandung Median)
fkb = frekuensi kumulatif yang terletak di bawah skor yang mengandung Median
fi = frekuensi asli (frekuensi dari skor yang mengandung Median)
N = Number of Cases
U = upper limit (Batas Atas Nyata dari skor yang mengandung Median)
Fka= frekuensi kumulatif yang terletak di atas skor yang mengandung Median
Contoh :
Skor berikut menunjukkan hasil belajar fisika sejumlah 50 orang siswa SMP di
Kabupaten Rafflesia.
26
29
31
23
24
28
27
24
29
29
27
26
27
27
31
24
30
29
26
27
31
25
27
28
26
27
23
30
25
28
25
31
28
27
27
28
28
26
28
26
26 30
26 27
29 25
30 25
27 27
Untuk mencari median dari data semacam ini, kita buat terlebih dahulu table
distribusi frekuensinya, terdiri dari 5 kolom. Koom 1 untuk memuat skor nilai,
kolom 2 untuk tanda atau jari, kolom 3 untuk frekuensi, kolom 4 untuk frekuensi
kumulatif yang dihitung dari bawah, dan kolom 5 untuk frekuensi kumulatif yang
dihitung dari atas.
Table distribusi untuk mencari median dari nilai 50 orang siswa.
Usia (X)
Tanda / jari-jari
F
fkb
fka
31
llll
4
50 = N
4
30
llll
4
46
8
29
llll
5
42
13
28
llll ll
7
37
20
27
llll llll ll
12
30
32
26
llll lll
8
18
40
25
llll
5
10
45
24
lll
3
5
48
23
ll
2
2
50 = N
Total
50 = N
Setelah table distribusi dibuat maka langkah selanjutnya yaitu:
a. Pertama-tama kita bagi data menjadi dua bagian yang sama besar, yaitu
masing-masing sebesar N, pada pertengahan distribusi itulah terletak data
median yang akan kita cari.
Karena N = 50 maka N = 50 = 25 (25 orang siswa). Dari table distribusi,
perhatikan titik pertengahan data sebesar 25 itu terletak pada frekuensi
kumuatif 30. Jadi skor yang mengandung median terletak pada nilai 27.
b. Karena skor yang mengandung median adalah skor 27 maka kita tentukan :
Lower limitnya (l) yaitu : 27 0,50 = 26,50
Frekuensi aslinya (fi) = 12
Frekuensi kumulatif yang terletak dibawah skor yang mengandung median
fkb = 18
c. Masukkan nilai-nilai yang telah diketahui kedalam rumus median yaitu:
Mdn = l +
= 26,50 +
Mdn = u
27,50
Mdn = 1 +
X i atau: Mdn = u
Xi
fka
6
30
55
70
80
86
91
95
98
100 = N
-
X i = 54,50 +
X5
= 55,50
b. Untuk mencari median dengan rumus kedua
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Mencari nilai pertengahan yaitu N = 100 = 50
Pada table letak pertengahan data adalah pada frekuensi kumulatif sebesar
55, maka interval nilai yang mengandung median adalah interval 55-59
maka kita dapat mengetahui u= 59,50; fi = 25, fka = 30 dan i = 5. Kita
substitusikan kedalam rumus kedua yaitu :
Mdn = u
X i = 59,50
X5
= 55, 50
Hasilnya sama untuk kedua rumus median yaitu 55,50
4) Penggunaan Nilai Rata-rata Pertengahan (Median)
Nilai Rata-rata Pertengahan atau Median kita cari atau kita hitung, apabila kita
berhadapan dengan kenyataan seperti disebutkan berikut ini :
a) Kita tidak memiliki waktu yang cukup luas atau longgar untuk menghitung
Nilai Rata-rata Hitung (Mean)-nya.
b) Kita tidak ingin memperoleh nilai rata-rata dengan tingkat ketelitian yang
tinggi, melainkan hanya sekedar ingin mengetahui, skor atau nilai yang
merupakan nilai pertengahan dari data yang sedang kita teliti.
c) Distribusi frekuensi data yang sedang kita hadapi itu bersifat a-simetris (tidak
normal).
d) Data yang sedang kita teliti itu tidak akan dianalisa secara lebih dalam lagi
dengan mempergunakan ukuran statistik lainnya.
5) Kelebihan dan kelemahan Median
Kelebihan yang dimiliki oleh median sebagai ukuran rata-rata ialah mediannya
dapat diperoleh dalam waktu yang singkat, karena proses perhitungannya
sederhana dan mudah.
Sedangkan kelemahannya ialah median sebagai ukuran rata-rata sifatnya
kurang teliti.
III.
MODUS (MODE)
A. Pengertian Modus
Modus tidak lain adalah suatu skor atau nilai yang mempunyai frekuensi paling
banyak, dengan kata lain skor atau nilai yang mempunyai frekuensi maksimal
dalam suatu distribusi data. Modus dilambangkan dengan Mo.
B. Cara mencari modus
1) Cara mencari modus untuk data Tunggal
Mencari modus untuk data tunggal dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
sekali, yaitu dengan memeriksa (mencari) mana diantara skor yang ada yang
memiliki frekuensi paling banyak. Skor atau nilai yang memiliki frekuensi paling
banyak inilah yang disebut modus.
Contoh :
Misalkan data tentang usia sejumlah 50 orang guru yaitu :
Usia (X)
31
30
29
28
Mo (27)
26
25
24
23
Total
F
4
4
5
7
12 = f maksimal
8
5
3
2
50 = N
Modus dari data diatas yaitu 27 karena dari sejumlah 50 orang guru yang paling
banyak berusia 27 tahun memiliki frekuensi maksimum yaitu 12.
2) Cara mencari modus untuk data kelompok
Untuk mencari modus dari data kelompok dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
Mo = u +
Atau
Mo = u +
Mo = Modus
l = ower limit (batas bawah nyata dari interval yang mengandung modus)
fa = frekuensi yang terletak di atas interval yang mengandung modus
fb= frekuensi yang terletak di bawah interval yang mengandung modus
u = upper limit (batas atas nyata dari interval yang mengandung modus)
i = interval class (kelas interval)
Contoh :
Nilai mata kuliah Matematika Dasar yang dicapai oleh sejumlah 40 orang
mahasiswa adalah sebagai berikut :
Interval nilai
85-89
F
2
80-84
75-79
70-74
65-69
(60-64)
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
Total
2
3
4
5
(10)
5
4
3
2
1
40 = N
Dari table diketahui bahwa interval yang mengandung modus yaitu 60-64,
karena interval ini memiliki frekuensi yang paling besar, maka dapat diketahui
pula :
Lower limit(l) = 59,50
Upper limit (u) = 64,50
Fa = 5
fb = 5 dan
i=5
kemudian substitusikan kedalam rumus modus,
Rumus pertama
Mo = l +
= 62
Rumus kedua
Mo = u +
= 62
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa baik menggunakan rumus pertama
ataupun kedua, hasil yang diperoleh sama yaitu 62.
C. Penggunaan modus
Mencari modus dapat kita lakukan apabila kita berhadapan dengan kenyataan
sebagai berikut
a. Kita ingin memperoleh nilai yang menunjukkan ukuran rata-rata dalam waktu
yang paing singkat
b. Dalam mencari nilai yang menunjukkan ukuran rata-rata itu kita meniadakan
factor ketelitian; artinya ukuran rata-rata itu kita kehendaki hanya bersifat
kasar saja.
c. Dari data yang kita teliti (kita cari modusnya) kita hanya ingin mengetahui cirri
khasnya saja.
D. Kelebihan dan kelemahan modus
Seperti yang kita pahami dari uraian diatas kelemahan modus ialah dapat
menolong kita dalam waktu yang singkat untuk memperoleh ukuran rata-rata
yang merupakan cirri khas dari data yang kita hadapi.
Sedangkan keemahannya yaitu kurang teliti, karena modus terlalu mudah atau
terlalu gampang diperoleh. Selain itu jika frekuensi maksimal yang terdapat
dalam distribusi frekuensi data yang kita teliti itu lebih dari satu buah maka akan
kita peroleh modus yang banyaknya lebih dari satu buah. Kemungkinan lainnya,
bias terjadi bahwa dalam suatu distribusi frekuensi tidak dapat kita cari atau
tentukan modusnya karena semua skor yang ada mempunyai frekuensi yang
sama. Akhirnya sebagai salah satu ukuran rata-rata, modus sifatnya labil (tidak
stabil)
IV. HUBUNGAN ANTARA MEAN, MEDIAN DAN MODUS
Dalam keadaan khusus yaitu dalam keadaan distribusi frekuensi yang kita
selidiki bersifat normal (symetris) maka akan ditemui keadaan sebagai berikut :
a. Mean = median = modus
b. Modus = 3 median 2 mean
Contoh :
Interval
nilai
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
total
Fx
Fk(b)
Fk(a)
2
4
9
10
14
10
9
4
2
64 = N
72
67
62
57
(52) M
47
42
37
32
-
+4
+3
+2
+1
0
-1
-2
-3
-4
-
+8
+12
+18
+10
0
-10
-18
-12
-8
0 = fx
64= N
62
58
49
39
25
15
6
2
-
2
6
15
25
39
49
58
62
64 = N
-
Mdn = l +
Mdn = u Mo = l +
Mo = u Mo = 3 Mdn 2 M = (3 X 52) (2 X 52) = 52
Sumber :
1. Sudjana, Metoda Statistik, ed. 6; 1996
2. Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan; 2008
3. Sugijono, Statistik Untuk Penelitian; 2010
4. Sutopo, Paul, Pengantar Statistik, (Untuk Pendidikan dan Psikologi); 2011
5. Murwani, Santoso, dan Kosasih, Nana; 1998
Tedensi Penyebaran
Selain tendensi pengukuran, masih ada ukuran lain yaitu ukuran simpangan atau ukuran
dispersi. Ukuran ini juga sering disebut ukuran variasi. Beberapa ukuran disperse yang
sering digunakan menurut sudjana (1992) ialah rentangan, rentang antar kuartil,
simpangan kuartil, rata-rata simpangan, simpangan baku(standar deviasi), varians, dan
koefisien variansi.
1)
Rentang
Ukuran variasi yang paling mudah ditentukan ialah rentang karena hanya dengan cara
memperkurangkan data terbesar dengan data terkecil atau :
Rentang = data terbesar data terkecil
Sebagai contoh kita akan mencari rentang dari distribusi skor hasil pengukuran mata
kuliah ragam tes baku yang diikuti oleh 20 peserta dengan skor: 85, 67, 78, 89, 95, 79,
83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80, dan 96. Maka rentangannya adalah 29.
2)
Keterangan:
K3 = kuartil ketiga
b = batas bawah dimana kuartil dihitung
kf = kumulatif frekuensi di bawah kelas dimana kuartil dihitung
f = frekuensi kumulatif kelas dimana kuartil dihitung
i = interval
Tabel 2.4 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kaalitas Tes Buatan Guru
Nilai
40 44
Frekuensi ( f )
1
Frekuensi Kumulatif
30
35 39
30 34
25 29
20 24
15 19
10 14
59
04
Jumlah
2
3
5
3
10
1
1
4
30
29
27
24
19
16
6
5
4
Simpangan Kuartil
Simpangan kuartil atau deviasi kuartil yang biasa disingkat dengan Sk adalah harga
(nilai) setengah dari rentang antar kuartil. Untuk menhitungnya digunakan rumus:
SK = (K3 K1)
Sebagai contoh untuk mengetahui simpangan kuartil dari data yang disajikan dalam
tabel di atas maka dapat dihitung sebagai berikut:
(30,33 15,25) = (15,08) = 7,54
4)
Rata-rata Simpangan
Misalkan data hasil pengukuran berbentuk X1, X2, X3, , Xn dengan rata-rata
selanjutnya kita menemukan jarak antara tiap data dengan rata-rata
symbol ditulis
Jika jarak
,
,
, ,
, dijumlahkan kemudian dibagi n,
maka diperoleh satuan yang disebut rata-rata simpangan. Rumusnya adalah:
Contoh:
Tabel 2.5 Distribusi Skor Hasil Pengukuran Ragam Tes Baku
85
67
78
89
95
79
83
81
80
94
0,35
-17,65
-6,65
4,35
10,35
-5,65
-1,65
-3,65
-4,65
9,35
0,35
17,65
6,65
4,35
10,35
5,65
1,65
3,65
4,65
9,35
92
91
90
80
76
82
87
88
80
96
5)
7,35
6,35
5,35
-4,65
-8,65
-2,65
2,35
3,35
-4,65
11,35
7,35
6,35
5,35
4,65
8,65
2,65
2,35
3,35
4,65
11,35
Dari data yang disajikan dalam tabel di atas maka rata-rata simpangan adalah 121 : 20 =
6,05.
Simpangan Baku dan Varians
Ukuran simpangan yang paling banyak digunakan adalah simpangan baku atau standar
deviasi. Pangkat dua dari standar deiviasi dinamakan varians. Untuk simpangan baku
sampel diberikan symbol s, sedangkan untuk simpangan baku populasi diberikan
symbol sehingga varians dari sampel adalah s2 dan varians populasi adalah 2. s dan s2
merupakan statistic sedangkan dan 2 adalah parameter.
Standar deviasi dapat dihitung dengan cara pertama mencari nilai deviasi atau selisih
masing-masing skor individu dari nilai rata-rata, dan kedua adalah memngkuadratkan
masing-masing nilai deviasi tersebut kemudian menjumlahkannya yang hasilnya
disebut sum 0f squares atau jumlah kuadrat.
Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data hasil observasi x1, x2, x3, , xn
dan rata-rata , maka statistic s untuk data tunggal dihitung dengan rumus berikut:
Contoh:
Tabel 2.5 Distribusi Skor Hasil Pengukuran Ragam Tes Baku
2
85
67
78
89
95
79
83
81
80
94
92
0,35
-17,65
-6,65
4,35
10,35
-5,65
-1,65
-3,65
-4,65
9,35
7,35
0,1225
311,5225
44,2225
18,9225
107,1225
31,9225
2,7225
13,3225
21,6225
87,4225
54,0225
91
90
80
76
82
87
88
80
96
6,35
5,35
-4,65
-8,65
-2,65
2,35
3,35
-4,65
11,35
40,3225
28,6225
21,6225
74,8225
7,0225
5,5225
11,2225
21,6225
128,8225
1032,55
Berdasarkan tabel di atas maka standar deviasi untuk data di atas dapat dihitung sebagai
berikut:
. Jadi standar deviasi data di atas adalah 7,19.
Untuk data kelompok, standar deviasinya dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel 2.7 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kualitas Tes Buatan Guru
2
2
F
Nilai
F
X
Fx
40 44
1
42
42
21,67
469,59
469,59
35 39
2
37
74
16,67
277,89
555,78
30 34
3
32
96
11,67
136,19
408,57
25 29
5
27
135
6,67
44,49
222,45
20 24
3
22
66
1,67
2,79
8,37
15 19
10
17
170
-3,33
11,09
110,90
10 14
1
12
12
-8,33
69,39
69,39
59
1
7
7
-13.33
177,69
177,69
04
4
2
8
-18,33
335,99
1343,96
Jumlah
30
198
610
1525,11
3366,70
Ada berbagai cara penyajian data hasil pengukuran, salah satunya adalah dengan tabel
distribusi frekuensi. Tabel distribusi frekuensi ialah tabel yang menyajikan data hasil
pengamatan atau hasil pengukuran dari suatu peristiwa atau obyek pengukuran dimana
data disajikan dalam kolom tertentu berdasarkan urutannya baik dari urutan dari besar
ke kecil atau sebaliknya.
Data hasil pengamatan atau pengukuran dari suatu obyek dapat disajikan dalam bentuk
distribusi tuggal ataupun dalam distribusi berkelompok.
Contoh tabel distribusi tunggal sebagai berikut:
Tabel 2.8 Distribusi Skor Hasil Tes Ragam Tes baku
Nilai (x)
Frekuensi ( f )
Nilai ( x )
Frekuensi ( f )
67
1
85
2
69
1
87
2
70
1
88
1
76
1
89
1
78
1
90
2
79
2
91
1
80
4
92
1
81
1
93
1
82
1
94
1
83
2
95
1
84
1
96
1
Jumlah
16
14
Jika data hasil pengukuran jumlahnya kecil maka penyajian dengan tabel distribusi
tunggal tidak menjadi masalah, tetapi jika jumlah data hasil pengukuran besar misalnya
ratusan atau ribuan, bahkan puluhan ribu, maka penyajian data dengan distribusi
tunggal sudah menjadi masalah.
Oleh karena itu, maka data untuk hasil pengukuran yang jumlahnya besar harus
disajikan dengan bentuk disitribusi berkelompok. Dalam tabel distribusi frekuensi data
dikelompokkan berdasarkan kesamaan yang dimiliki oleh setiap data dari hasil
pengukuran. Ada tiga tabel distribusi frekuensi yaitu (1) tabel distribusi frekuensi
absolute, (2)tabel distribusi frekuensi relative, dan (3) tabel distribusi frekuensi
kumulatif.
Sebelum data hasil pengukuran disajikan dalam tabel distribusi frekuensi secara
berkelompok, maka perlu ditempuh langkah-langkah berikut:
5. Tentukan range dengan cara data terbesar dikurangi data terkecil
6. Tentukan banyaknya kelas. Banyaknya kelas paling sedikit 5, dan paling banyak 15
(sudjana, 1992), yang dipilih menurut keperluan. Jika data hasil pengukuran
banyaknya 200 ke atas maka dalam penentuan banyaknya kelas dapat menggunakan
aturan sturges yaitu : banyaknya kelas (k) = 1 + log n, dimana n adalah banyaknya
data. Hasil akhirnya dijadikan bilangan bulat.
7. Tentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus P = range/banyaknya kelas (p =
r/k)
8. Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ujung bawah kelas interval pertama
ini dapat mengambil data terkecil atau nilai data yang lebih kecil tetapi selisihnya
harus lebih kecil dari panjang kelas yang telah ditentukan.
Tabulasi
Frekuensi
3
1
8
6
7
5
30
Berdasarkan tabel tabulasi di atas maka dengan mudah kita dapat menyusun tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut:
1) Tabel Distribusi Frekuensi Absolut
Tabel 2.10 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes
Nilai tengah
Absolut
67 71
3
69
72 76
1
74
77 81
8
79
82 86
6
84
87 91
7
89
92 96
5
94
Jumlah
30
2) Tabel Distribusi Frekuensi Relatif
Tabel 2.11 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Frekuensi
Skor Tes
Absolut
Relatif
67 71
3
10%
72 76
1
3,33%
77 81
8
26,67%
82 86
6
20%
87 91
92 96
Jumlah
7
5
30
23,33%
16,67%
100%
Grafik
Selain disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, data dapat pula disajikan dalam
bentuk grafik. Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebenarnya telah
memberikkan gambaran yang cukup jelas kepada para pembaca, namun apabila
disajikan dalam bentuk grafik, data tersebut akan lebih cepat, lebih menarik, dan lebih
mudah dipahami oleh para pembaca.
Selain itu tidak semua orang senang membaca dan memahami dengan jelas data yang
disajikan dalam distribusi frekuensi. Untuk itu maka perlu ada teknik lain dalam
penyajian data guna memudahkan orang melihat dan membaca data hasil pengukuran.
Teknik penyajian data yang paling banyak digunakan orang selain table distribusi
frekuensi ialah teknik grafik.
Meskipun grafik ada beberapa macam, tetapi ada beberapa hal yang sama. Pada
diagram batang (histogram) dan diagram garis (polygon) misalnya, selalu dimulai
dengan garis sumbu absis dan ordinat. Sumbu absis yaitu sumbu yang mendatar yang
sering disebut dengan sumbu X (dengan huruf X besar). Sumbu ordinat adalah sumbu
tegak yang sering disebut dengan sumbu Y (dengan huruf Y besar). Sumbu X untuk
mencantumkan nilai, sedangkan sumbu Y untuk mencantumkan frekuensi.
Perlu diperhatikan bahwa setiap membuat grafik harus diberi keterangan nama sumbusumbunya, dan nama grafiknya. Nama grafik dapat diberikan di atas atau di bawah
grafik, namun umumnya orang mencantumkan nama grafik di bagian bawah.
1) Histogram
Grafik histogram disebut diagram batang atau bar diagram. Membuat histogram dengan
mempergunakan program excel sangat mudah dilakukan, karena hanya dengan cara
memblok nilai-nilai dalam kolom frekuensi absolute kemudian mengklik insert chart,
histogram akan berbentuk.
Jika histogram dibuat dengan secara manual maka langkah-langkah yang peprlu
diperhatikan ialah:
5. membuat absis dan ordinat, dengan perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan,
misalnya 9 : 7
6. absis diberi nama nilai dan ordinat diberi nama frekuensi (F)
7. membuat skala pada absis dan ordinat. Skala pada absis dan ordinat boleh tidak
sama, disesuaikan dengan kebutuhan, dan perlu diperhatikan adalah semua nilai
dan frekuensi harus masuk dalam skala
8. membuat segi empat pada setiap titik tengah nilai variabel atau batas nyata yang
tingginya sesuai dengan besarnya frekuensi setiap variabel.
Frekue
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
66,
71,
76,
Kel
as
81,
86,
91,
96,
5
2) Poligon
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang penting antara cara membuat histogram
dengan cara pembuatan poligon. Perbedaan yang perlu diperhatikan adalah (1) grafik
histogram biasanya dibuat dengan batas nyata, sedangkan poligon dibuat dengan
mempergunakan titik tengah; dan (2) grafik histogram berbentuk segi empat
panjang, sedangkan poligon adalah berupa garis yang dibuat kurva. Poligon dibuat
dengan menghubungkan titik tengah secara berurutan. Sebagai contoh berikut ini
ditampilkan poligon yang dibuat berdasarkan nilai tengah dari tabel
BAB 5
Ukuran Penyebaran Data
Rentang,
- varians,
- standar deviasi,
angka baku (skor z)
-
=4
Keterangan:
SR = simpangan rata-rata
n = ukuran data
xi = data ke-i dari data x1, x2, x3, , xn
x = rataan hitung
Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal
Diketahui data: 7, 6, 8, 7, 6, 10, 5. Tentukan simpangan rata-ratanya.
Penyelesaian
X=
SR =
{| 0 | + | 1| + | 1 | + | 0 | + | 1 | + | 3 | + | 2 |}
(0 + 1 + 1 + 0 + 1 + 3 + 2)
=
2) Simpangan rata-rata data bergolong
Simpangan rata-rata data bergolong dirumuskan:
Penyelesaian
= 5,15
C. Simpangan Baku (Deviasi Standar)
Sebelum membahas simpangan baku atau deviasi standar, perhatikan contoh
berikut. Kamu tentu tahu bahwa setiap orang memakai sepatu yang berbeda
ukurannya. Ada yang berukuran 30, 32, 33, ... , 39, 40, dan 41. Perbedaan ini
dimanfaatkan oleh ahli-ahli statistika untuk melihat penyebaran data dalam suatu
populasi. Perbedaan ukuran sepatu biasanya berhubungan dengan tinggi badan
manusia.
Standar deviasi atau simpangan baku adalah satuan ukuran penyebaran
frekuensi dari tendensi sentralnya. Setiap frekuensi mempunyai deviasi dari
tendensi sentralnya, dan juga merupakan ukuran penyebaran bagi variabel
kontinum, bukan variabel deskrit.
Kegunaannya adalah memberikan ukuran variabelitas dan homogenitas dari
serangkain data. Semakin besar nilai simpangan suatu data semakin tinggi
pula variabelitas dan semakin kurang homogenitas dari data tersebut. Sebaliknya,
bila simpangan baku kecil, maka data tersebut semakin dekat kepada sifat
homogenitasnya
Seorang ahli matematika Jerman, Karl Ganss mempelajari penyebaran dari
berbagai macam data. Ia menemukan istilah deviasi standar untuk menjelaskan
penyebaran yang terjadi. Saat ini, ilmuwan menggunakan deviasi standar atau
simpangan baku untuk mengestimasi akurasi pengukuran. Deviasi standar adalah
akar dari jumlah kuadrat deviasi dibagi banyaknya data.
1) Simpangan baku data tunggal
Simpangan baku/deviasi standar data tunggal dirumuskan sebagai berikut.
Catatan:
=
=
= 2,24
Jadi ragam = 5 dan simpangan baku = 2,24.
2) Simpangan baku data bergolong
Simpangan baku data bergolong dirumuskan berikut ini.
=
= 16,33
=
=
= 5,28
Atau dapat digunakan rumus ke-2 sebagai berikut:
=
=
= 5,28
D. Ragam atau Variansi
Salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas
kelompok adalah dengan varians. Varians merupakan jumlah kuadrat semua deviasi
nilai-nilai individual terhadap rata-rata kelompok. Akar varians tersebut disebut
sebagai standard deviasi atau simpangan baku. Varians populasi diberi simbol s 2
dan standard deviasi adalah s . Sedangkan varians untuk sampel diberi simbol s 2
dan standard deviasi untuk sampel diberi simbol s.
Variansi sampel dari sekumpulan n data : X 1, X 2 , , X n .adalah
S2
(X
i 1
X )2
n 1
Dimana : S= simpangan baku sampel ; n = jumlah sampel
Xi = hasil pengamatan ; X = nilai rata-rata kelompok
Bentuk lain varians sampel (data tunggal) ialah :
2
n X i ( X i ) 2
S2
n(n 1)
Jika data dari sampel telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, maka
untuk mentukan varian S2 di pakai rumus :
S2
f (X
i
X )2
n 1
Cara singat atau cara sandi, dapat digunakan untuk mengitung varians
sehingga perhitungan lebih sederhana. Rumusnya adalah :
X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10
n
60 70 65 80 70 65 75 80 70 75
X
10
710
X
71
10
X
N
1
2
3
4
5
6
Xi
60
70
65
80
70
65
Xi - X
-11
-1
-6
9
-1
-6
(Xi - X )2
121
1
36
81
1
36
7
8
9
10
n = 10
75
80
70
75
S2
(X
i 1
4
9
-1
4
710
X )2
n 1
390
S2
43,3
9
Jadi varians untuk data ini adalah 43,3
16
81
1
16
(X
X ) 390
BAB 6
Peluang dan Distribusi Peluang :
-
- Distribusi Normal
Pengujian Normalitas Data
- Distribsi Chi-Kuadrat
- Penyusunan Distribusi
PELUANG
A.
Peluang adalah perbandingan antara banyaknya kejadian yang muncul
(observed) dengan banyaknya kejadian (semua) yang nungkin muncul
(expected).
Contoh: peluang munculnya hati (n = 13) pada pengambilan sebuah kartu dari satu
set kartu bridge (N =
52) adalah =
B.
NiIa peluang untuk sebuah kejadian o p 1 untuk kemustahilan dan 1 untuk
kepastian.
Contoh: peluarg munculnya mata dadu 1 adalah suatu di antara 6, yaitu
C. Notasi peluang untuk sebuah kejadian terambilnya sebuah as dan satu set kartu bridge
maka P(A)=
D. Peluang terjadinya dua buah kejadian A dan B yang:
1. Eksklusif: P (A atau B) = P(A) + P(B)
Contoh:
A kejadian munculnya gambar dan B kejadian munculnya
angka pada mata uang yang
ditos.
P (A atau B) = P(A) + P(B) = + = 1
2. Bebas: P(A dan B) = P(A). P(B).
Contoh:
A kejadian munculnya gambar pada mata uang pertama dan B
ke munculnya angka
pada mata uang kedua yang ditos
P(A dan B) = P(A). P(B) = 1/2. 1/2 =
3.Inklusif: P(A dan atau B) = P(A) + P(B) - P(A). P(B).
Contoh:
A kejadian terambilnya hati dan B kejadian terambilnya as
dari satu set kartu bridge.
P(A dan atau B) = P(A) + P(B) - P(A) . P(B)
= 13/52 + 4/52 - 13/52 . 4/52 = 16/52 = 4/13.
E. Harapan atau ekspektasi adalah hasil kali peluang dengan banyaknya percobean
yang dilakukan. Notasi: E(X) = P(X).n atau E= pn
Contoh: 1) Harapan munculnya gambar pada sebuah mata uang yang ditos 10 kali =
1/2.10 = 5 kali.
2) Harapan munculnya mata dadu 6 pada sebuah dadu yang dilempar
12 kali = 1/6.12 = 2.
DISTRIBUSI PELUANG
A.
C.
D.
I.
DISTRIBUSI NORMAL
A.
Distribusi peluang yang paling penting dan banyak digunakan adalah distribusi
normal (distribusi Gauss), yang mempunyai variabel acak kontinum.
B.
Sifat-sifat penting distribusi normal:
1. Nilai mean = median = modus.
2. Grafiknya selalu di atas sumbu datar.
3. Bentuk grafik simetri terhadap mean X (genta).
4. Unimodal sebesar 1/s
= 0,3989/s pada absis X
Leptokurtik, platikurtik, mesokurtik tergantung s.
5. Grafik mendekati sumbu datar pada X-3s di kin dan X+3s di kanan.
6. Luas daerah sama dengan satu.
C.
Untuk mudahnya perhitungan, dipakai distribusi norma baku, yakni
distribusi dengan = 0. dan S = 1.
D.
Pengubahan skor X menjadi skor baku Z melalui rumus:
E.
1. Luas daerah antara -s dan +s sekitar 68,27%.
2, Luas daerah antara -2s dan +2s sekitar 95,45%.
3. Las daerah antara -3s dan +3s sekitar 99,73%.
4. Luas seluruh daerah adalah 100% = 1.
F. Grafik distribusi normal umum dan distribusi normal baku:
G.
X .X
4.500 3.750
2,31
s
325
3.500 3.750
0,77
325
4.429,5 3.750
1,54
325
BAB 7
Uji Normalitas :
-
Kertas Peluang
Uji Chi-Kuadrat
- Uji Lillifors
UJI NORMALITAS
1. Dengan Kertas Peluang Normal
a.
Buatlah daftar distribusi Frekuensi kumulatif relatif kurang dari
berdasarkan sampel yang ada dan gambarkan ogivenya.
b.
Pindahkan ogive itu ke dalam kertas peluang normal.
c.
Apabila gambarnya membentuk garis lurus atau hampir lurus, maka
sampel tersebut berasal dan populasi yang berdistribusi normal.
2. Dengan UJi Chi-Kuadrat
a.
Data sampel dikelompokkan da daftar distribusi frekuensi absolute
dan tentukan batas intervalnya.
b.
Tentukan nilai z dan masing-masing batas interval itu.
c.
Hitung besar peluang untuk tiap-tiap nilai z itu (berupa luas)
berdasarkan tabel.
d.
Hitung besar peluang untuk masing-masing kelas interval sebagai
selisih luas dari c.
e.
Tentukan fe untuk tiap kelas interval sebagai hasil kali peluang tiap
kelas (d) dengan n (ukuran sampel).
Gunakan rumus Chi-kuadrat.
g.
apabila X2h < X2t maka sample berasal dari populasi yang
berdistribusi normal
3. Dengan Uji Lilliefors
a.
Urutkan data sampel dari kecil ke besar dan tentukan frekuensi tiap-tiap data.
b.
Tentukan nilai z dan tiap-tiap data itu.
c. Tentukan besar peluang untuk masing masing nilai Z berdasarkan
Table Z, dan sebutkan dengan F(z)
d.
hitung frekuensi kumulatif relatif dari masinng msing nilai Z dan
sebut dengan S(z)
e. tentukan nilai L0 = IF(z) S(z) dan bandingkan dengan nilai Lt dari
table Liliefors
f.
apabila Lo< Lt maka sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal
g.
contoh :
H0 : sample distribusi normal
H1 : sample distribusi tidak normal
UJI LILLIEFORS
F(z)
S(z)
IF(z)-S(z)!
0,0278
0,0599
0,0984
0,00 0,5
0,15
0,1014
0,0401
0,0222
0,65
20
.
fX 100
5
f
20
s=
fX 2 fx 2
542 100 2
n n 1
n 1
19 20,19
= 1,48678 -1,49
X = 75,875 ~75,88
S = 14,81 ~ 14,81
N = 80
H0 : f0 = fe
H1 : fo fe
F(Z)
fe
30,5
40,5
50,5
60,5
70,5
80,5
90,5
100,5
-3,20
-2,50
-1,79
-1,08
-0,38
0,33
1,03
1,74
0,0007
0,0062
0,0367
0,1401
0,3520
0,6293
0,8485
0,9591
0,0055
0,0305
0,1034
0,2119
0,2773
0,2192
0,1106
0,44
2,44
8,27
16,95
22,18
17,54
8,85
2
3
5
14
24
20
12
F(Z)
fe
fo
30,5
40,5
50,5
60,5
70,5
80,5
90,5
100,5
-3,20
-2,50
-1,79
-1,08
-0,38
0,33
1,03
1,74
0,0007
0,0062
0,0367
0,1401
0,3520
0,6293
0,8485
0,9591
0,0055
0,0305
0,1034
0,2119
0,2773
0,2192
0,1106
0,44
2,44
8,27
16,95
22,18
17,54
8,85
2
3
5
14
24
20
12
BAB 8
Uji homogenitas :
-
Uji Barlett
BAB 9
Korelasi dan Regresi
-
1. Model Regresi
Y a bx
dengan,
xy
x
n xy X Y
b
n X X
b
a Y bX
X Y X XY
n X X
2
2. Jumlah Kuadrat
2
a. Jumlah kuadrat total: JK (T ) Y
b. Jumlah kuadrat regresi a: JK (a )
b: JK (b) JK (reg ) b xy
JK ( S ) JK (T ) JK (a ) JK ( reg )
JK ( R ) JK (reg )
y 2 b xy
y
xy
2
k
nk
JK ( reg )
JK ( S )
( n 2)
5. Koefisien Korelasi
rxy
xy
x y
2
Y
n
6. Signifikansi Korelasi
r ( n 2)
th
(1 r 2 )
A. Deskripsi Data
Siswa
A
B
C
D
E
X
20
20
12
12
6
70
14
Y
16
12
10
8
4
50
10
x
6
6
-2
-2
-8
0
x2
36
36
4
4
64
144
y2
36
4
0
4
36
80
y
6
2
0
-2
-6
0
xy
36
12
0
4
48
100
Y2
256
144
100
64
16
580
B. Model Regresi
Y a bx
dengan,
a Y bX
xy
b
x
a 10 (0,69)14
a 10 9,66 0,34
Y a bx
Y 0,34 0,68 x
100
0,69
144
C. Jumlah Kuadrat
2
a. Jumlah kuadrat total: JK (T ) Y 580
50 2
2500 500
n
5
5
c. Jumlah kuadrat tereduksi: JK ( R) JK (T ) JK ( a) 580 500 80
d. Jumlah kuadrat regresi b: JK (b) JK (reg ) b xy 0,69(100) 69
e. Jumlah kuadrat sisa:
JK ( S ) JK (T ) JK (a ) JK ( reg )
JK ( R ) JK ( reg )
80 69
11
2
k
2
k
Y
nk
g. Jumlah kuadrat tuna cocok: JK (TC ) JK ( S ) JK (G ) 11 10 1
dB
n=5
1
1
3
1
2
JK
580
500
69
11
1
10
RJK
500
69
3,7
1
5
Fh
Ft
18,6
10,13
0,2
18,51
H0 : = 0
H1 : > 0
Karena Fh = 18,6 > 10,13 = Ft maka regresi signifikan
2. Apakah regresi linear?
Hal ini dilihat dari Fh dan Ft
H0 : Y = + X
H1 : Y + X
Karena Fh = 0,2 < 18,51 = Ft maka regresi linear
F. Koefisien Korelasi
rxy
xy
( x )( y
2
100
(144)(80)
0,93
r ( n 2)
(1 r )
2
0,93 3
0,1351
4,38
H. Uji Kebermaknaan
R rxy x100%
R (0,93) 2 x100%
R 0,8949 x100%
R 89,49%
BAB 10 Tes t
BAB 11 Tes Kai-Kuadarat
BAB 12 Statistika non Parametrik
-
Uji Tanda
Uji Wilcoxon
Program Exel
Program SPSS