Anda di halaman 1dari 85

BAB 1

PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR DALAM STATISTIK


- Statistika dan statistik,
data dan jenis-jenis data ,
- populasi dan sampel,
- variabel dan jenisnya,
- teknik sampling,
statistika deskriptif dan inferensial
-

A.

PENDAHULUAN

Di bawah ini diungkapkan beberapa persoalan pendidikan yang perlu dipecahkan


dengan bantuan statistik. Dengan melihat contoh berikut mahasiswa dapat semakin
mengerti kegunaan ilmu statistik dalam pendidikan, Paul Sutopo, (2011;11-12).
a.
Bapak Arianto, seorang guru fisika, ingin mengetahui bagaimana tingkat pemahaman
siswa dalam bidang Mekanika. Pemahaman awal ini diperlukan agar dia dapat
mengajar sesuai dengan tingkat pemahaman awal siswa. Untuk itu bapak Arianto
membuat tes awal kepada semua siswa kelas 1 SMA. Dia mengumpulkan semua skor
yang didapat siswa dalam test itu. Langkah selanjutnya, ia mencoba membuat tabel
yang mengungkapkan kemampuan awal siswa berdasarkan skor yang didaptkan.
b.
Seorang guru BK ingin memberikan laporan kepada Kepala Sekolah tentang tingkah
laku seluruh siswa. Untuk itulah ia membuat angket yang mengukur tingkah laku
siswa. Setelah semua data dikumpulkan,ia merangkum data tersebut dan
melaporkannya kepada Kepala Sekolah. Ternyata ia menggunakan statistik deskriptif.
c.
Anik, seorang guru fisika, ingin meneliti apakah pengetahuan matematika siswa
menentukan keberhasilan siswa dalam ujian akhir fisika. Apa ada hubungan antara
kemampuan matematika dengan fisika? Ibu Anik mengumpulkan nilai Matematika dan
nilai fisika yang didapat siswa. Kemudian, ia mengukur apakah ada korelasi antara
nilai matematika dan nilai fisika siswa. Anik menggunakan statistik korelatif.
d.
Ibu Rina ingin membantu daya tangkap siswa yang kekurangan gizi untuk membantu
siswa tersebut berkembang maju. Maka ia membuat percobaan apakah ada pengaruh
pemberian susu setiap pagi kepada siswa dengan daya tangkap siswa dalam belajar.
Ia mengukur korelasi antara jumlah susu yang diminum dengan daya tangkap siswa
tersebut.
e.
Pak Tomy, seorang guru fisika SMA, ingin mengadakan percobaan apakah metode
eksperimen yang ia gunakan dalam mengajar fisika modern sungguh dapat lebih
memajukan pemahaman siswa dibandingkan dengan cara mengajar klasik yaitu
ceramah. Ia melakukan pretest dan posttest untuk kelas yang diajar dengan
eksperimen dan yang diajar dengan ceramah. Kemudian dengan bantun statistik (uji-t),
ia mencoba menarik kesimpulan.
f.
Seorang guru fisika ingin meneliti metode mengajar mana yang paling membantu
siswa belajar fisika. Ia membandingkan metode ceramah, simulasi komputer, inkuiri,
eksperimen, dan problem solving. Bagaimana ia dapat membandingkan beberapa
metode yang berbeda itu? Ternyata ia menggunakan ANAVA untuk mengambil
kesimpulan.
Dari 6 contoh diatas, kita dapat mengerti bahwa ilmu statistik digunakan dalam
mengambil kesimpulan. Dalam semua proses di atas, mereka melakukan pengukuran,
menentukan skor, mengumpulkan skor dan dengan bantuan statistik mereka menarik
kesimpulan.

B.

PENGERTIAN STATISTIK DAN STATISTIKA

Kata statistik berasal dari bahasa latin, yaitu status yang artinya negara atau untuk
menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan ketatanegaraan. Istilah Statistik
dikemukakan oleh Gottfried Achenwall (1719-1772). Pengertian statistik ini kemudian
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, seperti berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Statistik : kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun dalam tabel
atau diagram yang melukiskan atau menggambarkan suatu persoalan, Sudjana
(1996:) contoh : statistik penduduk, statistik kelahiran, statistik pendidikan, dll.
Statistika : Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data,
pengolahan atau penganalisaannya dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan
data dan penganalisisan yang dilakukan, Sudjana (1996: )
Statistik adalah sekumpulan angka untuk menerangkan sesuatu, baik angka yang
masih acak maupun angka yang sudah tersusun dalam suatu tabel.
Statistik adalah sekumpulan cara dan aturan tentang pengumpulan pengolahan,
analisis, serta penafsiran data yang terdiri dari angka-angka.
Statistik adalah sekumpulan angka yang menjelaskan sifat-sifat dari data atau hasil
pengamatan/penelitian.
Statistik adalah suatu studi/ilmu yang mempelajari bagaimana mengumpulkan data,
mengolah data, kemudian menganalisa data tersebut, dapat diperoleh suatu
kesimpulan/keputusan yang berkaitan dengan data tersebut.
Statistik adalah kumpulan data, disajikan dalam bentuk tabel / daftar, gambar, diagram
atau ukuran ukuran. misalnya : statistik penduduk , statistik kelahiran, statistik
pertumbuhan ekonomi.
Statistika matematik / statistika teoritik : adalah statistika yang membahas bagaimana
sifat-sifat, dalildalil, dan rumus rumus statistika diturunkan, bagaimana menciptakan
model model teoritis dan matematis.
Metode statistika / statistika terapan : adalah statistika yang membahas cara-cara
penggunaan statistik, antara lain untuk penelitian.

Pengertian statistik yang lebih jelas dan melingkupi pengertian-pengertian di atas


adalah sebagai berikut:
Statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data yaitu tentang
pengumpulan, pengolahan, penafsiran. dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk
angka-angka.
Dari pengertian statistik di atas, ada tiga hal pokok yang terkandung di dalam statistik,
yaitu:
1.
Data;
2.
Perlakuan dari data, berupa: pengumpulan, pengolahan/analisis. penafsiran. dan
penarikan kesimpulan;
3.
Angka-angka.
C.

MANFAAT DAN KEGUNAAN STATISTIKA

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi (iptek) saat ini, bahw ailmu
statistika telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Hamir semua
kebiakan publik dan keputusan-keputusan yang diambil oleh pakar ilmu pengetahuan atau
para eksekutif didasarkan dengan metode statistika serta hasil analisis dan interpretasi data,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selanjutnya statistika dapat digunakan sbb:
a.
Bank Data.
Statistik sebagai bank data adalah menyediakan data untuk diolah dan
diinterpretasikan agar dapat dipakai untuk menerangkan keadaan yang perlu diketahui
atau diungkap.
b.
Alat Quality Control

g.

Statistik sebagai alat quality control adalah sebagai alat pembantu standardisasi dan
sekaligus sebagai alat pengawasan.
Komunikasi ialah sebagai penguhung beberapa pihak yang menghasilkan data
statistik atau berupa analisis statistik sehingga beberapa pihak terseut akan dapat
mengambil keputusan melalui informasi tersebut.
Deskripsi yaitu penyajian data dan mengilustrasikan data, misalnya megukur hasil
belajar, laporan hasil liputan berita, indeks harga, laporan keuangan, tingkat inflasi,
jumlah siswa, dan sebagainya.
Regresi yaitu meramalkan pengaruh data yang satu dengan data lainnya dan untuk
mengantisipasi gejala-gejala yang akan datang.
Korelasi yaitu untuk mencari kuatnya atau besarnya hubungan data dalam suatu
penelitian.
Komparasi yaitu membandingkan data dua kelompok atau lebih.

D.

PEMBAGIAN STATISTIK

1.

Pembagian Statistik Berdasarkan Cara Pengolahan Datanya. Berdasarkan atas


pengolahan datanya, statistik dapat dibagi dua yaitu statistik deskriprif dan statistik
inferensi.

a.

Statistik Deskriptif

c.
d.
e.
f.

Statistik deskriptif atau statistik deduktif adalah bagian dari statistik yang mempelajari
cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya
berhubungan dengan menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai
suatu data keadaan atau fenomena. Dengan kata lain, statistik deskriptif hanya berfungsi
menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan.
Berikut ini contoh-contoh pernyataan yang termasuk dalam cakupan statistik
deskriptif.
1)
Sekurang-kurangnya 10% dari semua siswa SMP Negeri 46 Kota Bengkulu yang tidak
senang belajar fisika di laboratorium.
2)
Sebanyak 50% di antara semua siswa yang menerima beasiswa, ternyata kemudian
membelanjakan uang beasiswanya tersebut untuk keperluan konsumtif.
Penarikan kesimpulan pada statistik deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada
kumpulan data yang ada.
b.

Statistik Inferensi

Statistik inferensi atau statistik induktif adalah bagian statistik yang mempelajari
penafsiran dan penarikan kesimpulan yang berlaku secara umum dari data yang tersedia.
Statistik inferensi berhubungan dengan pendugaan populasi dan pengujian hipotesis dari
suatu data keadaan atau fenomena. Dengan kata lain, statistik inferensi berfungsi
meramalkan dan mengontrol keadaan atau kejadian. Berikut ini contoh-contoh pernyataan
yang termasuk dalam cakupan statistik inferensi.
1)
Akibat pembunuhan produksi minyak oleh negara-negara penghasil minyak dunia,
diramalkan harga minyak akan menjadi dua kali lipat pada tahun-tahun yang akan
datang.
2)
Dengan mengasumsikan bahwa kerusakan tanaman kopi jenis arabica kurang dari
30% akibat musim dingin yang lalu maka harga ( kopi jenis tersebut di akhir tahun
nanti tidak akan lebih dari 50 sen per satu kilogramnya.
Dengan demikian, statistik inferensi sebenarnya merupakan kelanjutan dari statistik
deskriptif.
2.

Pembagian Statistik Berdasarkan Bentuk Parameternya. Berdasarkan atas bentuk


parameternya (data sebenarnya), statistik dapat dibagi atas dua, yaitu statistik

a.

b.

parametrik dan statistik nonparametrik.


Statistik Parametrik
Statistik parametrik adalah bagian statistik yang parameter dari populasinya mengikuti
suatu distribusi tertentu seperti distribusi normal dan memiliki varian yang homogen.
Statistik Nonparametrik
Statistik nonparametrik adalah bagian statistik yang parameter dari populasinya tidak
mengikuti suatu distribusi tertentu atau memiliki distribusi yang bebas persyaratan dan
variannya tidak perlu homogen.

2
DATA
A.

PENGERTIAN DATA

Data adalah bentuk jamak dari datum. Data merupukan keterangan-keterangan


tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan.
Atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka simbol, kode, dan lain-lain.
B.

JENIS-JENIS DATA
Data perlu dikelompokkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses analisis.
Pengelompokan data disesuaikan dengan karakteristik yang menyertainya.
Pengelompokan Data Menurut Sumber Pengambilannya
Berdasarkan sumber pengambilannya, data dibedakan atas dua yaitu data primer dan
data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh
orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data
primer ini disebut juga data asli atau data baru.
Contoh:
Data kuesioner (data yang diperoleh melalui kuesioner). data survey, data observasi, dan
sebagainya.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh
dari perpustakaan atau dari laporan-laporan peneliti terdahulu.
Contoh:
Data yang sudah tersedia di tempat-tempat tertentu, seperti perpustakaan BPS, kantorkantor, dan sebagainya.
1.

Pengelompokan Data Menurut Waktu Pengumpulannya


Berdasarkan waktu pengumpulannya, data dibedakan atas dua, yaitu data berkala dan
data kerat lintang (Cross Section).
a. Data Berkala (Time Series)
Data berkala adalah data yang terkumpul dari waktu ke waktu untuk memberikan
gambaran perkembangan suatu kegiatan atau keadaan.
Contoh:
Data perkembangan harga sembilan macam bahan pokok selama 10 bulan
terakhir yang dikumpulkan setiap bulan.
b. Data Kerat Lintang (Cross Section)
Data kerat lintang (Cross Section) adalah data yang terkumpul pada suatu waktu tertentu
untuk memberikan gambaran perkembangan suatu kegiatan atau keadaan pada waktu
itu.
Contoh:
Data sensus penduduk 1990.
2.

3. Pengelompokan Data Menurut Sifatnya


Berdasarkan sifatnya, data dibedakan atas dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
a. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk bilangan.
Contoh:
Jenis kelamin, agama, atau warna.
b. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan.


Contoh:
Tinggi, panjang, atau umur.
4. Pengelompokan Data Menurut Tingkat Pengukurannya
Berdasarkan tingkat pengukurannya (skalanya), data dibedakan atas empat, yaitu data
nominal, data ordinal, data interval, dan data rasio.
a. Data Nominal
Data nominal adalah data yang berasal dari pengelompokan peristiwa berdasarkan
kategori tertentu yang perbedaannya hanyalah menunjukkan perbedaan kualitatif.
Data ini tidak menggambarkan kedudukan objek atau kategori tersebut terhadap
objekatau kategori lainnya tetapi hanya sekadar label atau kode saja. Data ini hanya
mengelompokkan objek/kategori ke dalam kelompok tertentu. Data ini mempunyai dua
ciri, yaitu
kategori data bersifat saling lepas (satu objek hanya masuk pada satu kelompok
saja);
kategori data tidak disusun secara logis.
Contoh:
Jenis kelamin manusia: 1 untuk pria.
0 untuk wanita.
b. Data Ordinal
Data ordinal adalah data yang berasal dari objek atau kategori yang disusun menurut
besarnya, dari tingkat terendah ke tingkat tertinggi atau sebaliknya, dengan jarak atau
rentang yang tidak harus sama.
Data ini memiliki ciri seperti pada data nominal ditambah satu ciri lagi. yaitu kategori data
dapat disusun berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan besarnya karakteristik yang
dimiliki.
Contoh:
Mengubah nilai ujian ke nilai prestasi, yaitu

nilai dari 80 - 100 adalah A,

nilai dari 65 - 79
adalah B,

nilai dari 55 - 64
adalah C,

nilai dari 45 - 54
adalah D, dan

nilai dari 0 - 44
adalah E.
c. Data Interval
Data interval adalah data yang berasal dari objek atau kategori yang diurutkan
berdasarkan suatu atribut tertentu, di mana jarak antara tiap objek atau kategori adalah
sama. Pada data ini tidak terdapat angka not mutlak.
Data ini memberikan informasi tentang interval antara tiap objek/kategori sama.
Besarnya interval dapat ditambah atau dikurangi.
Data ini memiliki ciri sama dengan ciri pada data ordinal ditambah satu ciri lagi, yaitu
urutan kategori data mempunyai jarak yang sama. Contoh:
ABC D E
12345
Interval A sampai C adalah 3 - 1 = 2. Interval C sampai 0 adalah 4 - 3 = Kedua interval
ini dapat dijumlahkan menjadi 2+ 1 = 3 atau interval antara A sampai D adalah 4 - 1 = 3.
Pada data ini yang dijumlahkan bukanlah kuantitas atau besaran melainkan interval dan
tidak terdapat titik nol absolut.
d. Data Rasio
Data rasio adalah data yang menghimpun semua ciri dari data nominal, data ordinal,
dan data interval dan dilengkapi titik nol absolut dengan makna empiris. Angka pada
data ini menunjukkan ukuran yang sebenarnya dari objek/kategori yang diukur.

Contoh:
A dan B adalah dua orang mahasiswa Universitas "X" yang nilai mata kuliah Metode
Penelitiannya masing-masing 60 dan 90. Ukuran rasionya dapat dinyatakan bahwa nilai
B adalah nilai 1,5 kali nilai A.
Contoh lain dari data nominal, ordinal, interval, dan rasio diperlihatkan pada tabel berikut
Table 1.1
Hasil Lomba Fisika Siswa pada Hari Pendidikan Nasional di SMA Mutiara
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama
Andi
Irna
Ina
Dendi
Eri
Unan
Antie
Linda
Ade
Anas

Kelas
X
X
X
X
XI
XI
XII
XII
X
X

Juri 1
85
74
75
75
75
70
63
59
55
60

Nilai
Juri 2
Juri 3
76
78
75
85
73
80
70
69
60
77
70
66
60
77
60
77
50
77
50
66

Total
239
234
228
214
212
206
200
196
182
176

Juara
ke1
2
3
4

Hadiah
Rp 500,000.00
Rp 350,000.00
Rp 250,000.00
Rp 175,000.00
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis
25 buku tulis

Angka-angka dalam Tabel 1.1 dapat dijelaskan sebagai berikut.


(1) Angka (1-10) di kolom "No." adalah jenis data nominal. Data-data sebenarnya hanyalah
nomor urut yang fungsinya sama dengan pengganti nama peserta. Angka 3 di kolom ini
tidak berarti lebih besar atau lebih tinggi dari angka 1 atau 2, dan tidak lebih rendah dari
angka 4 atau 9. Angka-angka ini tidak dapat dijumlahkan, dibagi, atau dikalikan.
(2) Angka-angka X, XI, dan XII di kolom "Kelas" adalah jenis data ordinal.
Data-data ini juga tidak dapat dijumlahkan, dibagi, atau dikalikan. Akan tetapi, angka
yang lebih tinggi mengandung arti siswa bersangkutan sudah lebih lama bersekolah.
Misalnya, angka XII di kolom ini mengandung arti bahwa siswa yang bersangkutan telah
berada di tahun ke-3 di sekolah tersebut (tidak termasuk siswa pindahan), yang berarti
pula sudah lebih lama 2 tahun dari mereka yang di kelas X atau lebih lama 1 tahun dari
mereka yang berada di kelas XI.
Perhatikan hal yang sama pada kolom "Juara Ke", angka-angka 1, 2 dan 4 di kolom ini
hanya mengandung perbedaan urutan saja karena angka-angka ini merupakan
pengganti bagi masing-masing nilai 239. 234, 228, dan 214 dari kolom "Nilai" dan "Total".
Padahal, angka-angka 239, 234, 228, dan 214 tidak mempunyai jarak selisih yang sama.
Yang dilihat atau digunakan hanyalah posisi urutan besarnya saja, sedangkan berapa
selisihnya pada masing-masing angka tidak diperhatikan.
(3) Angka-angka pada kolom "Nilai" adalah jenis data interval. Data-data ini dapat
dijumlahkan, dibagi, atau dikalikan. Selisih angka-angka ini dicari dengan kelipatan satu
angka yang sama (dalam hal ini angka satu yang bermakna berselisih satu yang sama
dan tetap).
(4) Angka-angka yang menunjukkan jumlah uang (hadiah) pada kolom "Hadiah" adalah jenis
data rasio. Data ini dapat dijumlahkan, dibagi, atau dikalikan dan hasilnya bisa saja
mencapai satuan yang lebih kecil dari ratusan rupiah, puluhan rupiah, atau satuan
rupiah, dan tetap dapat memberikan makna yang dapat dipahami pembaca, misalnya
Rp 8.888,88 (baca delapan ribu delapan ratus delapan puluh delapan rupiah delapan
puluh delapan sen).
C. PERLAKUAN DATA
Perlakuan data dimaksudkan sebagai cara memproses data penelitian untuk

memperoleh hasil yang diinginkan berdasarkan pola-pola dan aturan-aturan tertentu.


Perlakuan data penelitian meliputi hal-hal berikut ini.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dimaksudkan sebagai pencatatan peristiwa atau
karakteristik dari sebagian atau seluruh elemen populasi penelitian Pengumpulan data
penelitian dapat dilakukan berdasarkan cara-cara tertentu.
Berdasarkan cara pengumpulannya, dikenal beberapa cara pengumpulan data
penelitian, antara lain pengamatan (observasi), penelusuran literature, penggunaan angket
(kuesioner) dan wawancara.
a. Pengamatan (Observasi)
Pengamatan atau observasi adalah cara pengumpulan data dengan terji.: dan melihat
langsung ke lapangan (laboratorium) terhadap objekya diteliti (populasi atau sampel).
b. Penelusuran Literatur
Penelusuran literatur adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan sebagian
atau seluruh data yang telah ada atau laporan data dari peneliti sebelumnya.
Penelusuran literatur disebut juga pengamatan tidak langsung.
c. Penggunaan Kuesioner
Penggunaan kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar
pertanyaan (angket) atau daftar isian terhadap objek yang diteliti (populasi atau sampel).
d. Wawancara (Interviu)
Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung
kepada objek yang diteliti atau kepada perantara yang mengetahui persoalan dari objek
yang diteliti.
2. Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka
ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.
Pengolahan data meliputi kegiatan berikut.
a. Editing
Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan karena
kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data yang terkumpul tidak logis dan
meragukan.
Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada
pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi, Pada kesempatan ini, kekurangan data
atau kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki baik dengan pengumpulan data
ulang ataupun dengan interpolasi (penyisipan).
b. Coding
Coding adalah pemberian/pembuatan kode-kode padatiap-riap data yang termasuk
dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angkaangka/huruf-huruf yang memberikan petunjuk atau identitas padasuatu informasi atau
data yang akan dianalisis.
c. Tabulasi
Tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi kode sesuai
dengan anal is is yang dibutuhkan.
Untuk melakukan tabulasi ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi
kesalahan, khususnya dalam tabulasi silang.
Tabel tabulasi ini dapat berbentuk sebagai berikut.
1) Tabel pemindahan (transfer table)
Tabel pemindahan disebut juga lembaran pemindahan atau lembaran koce atau
lembaran ringkasan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-kode dari kuesioner
atau pencatatan pengamatan. Tabel pemindahan ini berfungsi sebagai dokumen
atau arsip.
Tabel ini terdiri alas kolom dan baris. Kolom pertama yang terletak paling kiri
digunakan untuk nomor urut atau kode responden. Kolom kedua dan selanjutnya

digunakan untuk variabel-variabel yang terdapat dalam kuesioner (pencatatan


pengamatan). Baris digunakan untuk setiap responden.
2) Tabel biasa (main table)
Tabel biasa adalah tabel yang disusun berdasarkan sifat responden tertentu dan
tujuan tertentu, Tabel biasa sifatnya kolektif dan memuat beberapa jenis informasi.
3) Tabel analisis (talk table)
Tabel analisis adalah tabel yang memuat suatu jenis informasi yang telah dianalisis.
Dari tabel analisis ini dapat ditarik suatu kesimpulan (generalisasi), tabel ini hanya
memuat satu jenis informasi.
Tabel analisis harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu
a. keterangan-keterangan yang bersifat kualitatif harus dikuantitatifkan,
Memungkinkan orang lain atau pembaca untuk membuat analisis yang lebih
luas;
b. mengefisienkan analisis atau mempersingkat keterangan. Tabel analisis dapat
berbentuk:
c. tabel satu arah atau tabel tunggal, yaitu tabel yang memuat hanya satu variabel
atau satu informasi saja, terutama uruuk diskrips i data;
d. tabel silang, yaitu tabel yang memuat dua variabel atau dua informasi.
Penyajian Data Penelitian
Data yang sudah diolah, agar mudah dibaca dan dimengerti oleh orang lain atau
pengambil keputusan, perlu ditampilkan ke dalam bentuk-bentuk tertentu. Penampilan data
yang sudah diolah disebut penyajian data.
Penyajian data ini memiliki kegunaan, aturan lain:
a. menunjukkan perkembangan suatu keadaan;
b. sebagai perbandingan pada suatu waktu.
Penyajian data penelitian dapat dilakukan melalui:
a. Tabel Data
Tabel data, disingkat tabel adalah penyajian data dalam bentuk kumpulan angka-angka
yang disusun menurut kategori-kutegori tertentu dalam suatu daftar. Dalam tabel, data
disusun dengan cara alfabetis, geografis, menurut besarnya angka, historis, atau
menurut kelas-kelas yang lazim. Sebuah tabel memuat bagian-bagian sebagai berikut.
1) Kepala tabel
Kepala tabel memuat nomor tabel dan judul tabel (mungkin termasuk tahun dan/atau
unit).
2) Leher tabel .
Leher tabel memuat keterangan atau judul kolom (mungkin termasuk unit), yang harus
ditulis dengan singkat dan jelas.
3) Badan tabel
Badan tabel memuat data (mungkin termasuk tahun).
4) Kaki tiabel
Kak i tabel memuat keterangan-keterangan tambahan dan sumber data, yaitu sumber
yang menjelaskan dari mana data itu dikutip.
Didasark an alas pengaturan datanya, tabel dapat dibedakan atas beberapa jenis.
1) Tabel frekuensi
Tabel frekuensi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat
banyaknya kejadian atau frekuensi dari suatu kejadian.
2) Tabel klasifikasi
Tabel klasitikasi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat pengelompokan data.
3) Tabel kontingensi
Tabel kontingensi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat data sesuai dengan
rinciannya. Apabila bagian baris tabel mempunyai m baris dan bagian kolom tabel
mempunyai n kolom maka didapatkan tabel kontingensi berukuran m x n.
4) Tabel korelasi
Tabel korelasi adalah tabel yang menunjukkan atau memuat adanya korelasi antara
3.

b.

1)
2)

3)

4)

5)
6)

data yang disajikan.


Grafik Data
Grafik data, disebut juga diagram data, adalah penyajian data dalam bentuk gambargambar. Grafik data biasanya berasal dari tabel, karena itu label dan grafik biasanya
dibuat bersamaan, yaitu tabel dilengkapi dengan grafik.
Grafik data sebenarnya merupakan penyajian data secara visual dari data
hersangkutan. Grafik data dapat dibedakan atas beberapa jenis.
Piktogram
Piktogram adalah grafik data yang menggunakan gambar untuk lambang dari data itu
sendiri dengan skala tertentu.
Grafik batang atau balok
Grafik batang atau balok adalah grafik data berbentuk persegi panjang yang lebarya
sama dan dilengkapi dengan skala tertentu atau ukuran yang sesuai dengan data yang
bersangkutan. Setiap batang (pesegi panjang) tidak boleh saling menempel atau
melekat antara satu dengan yang lainnya dan jarak antara setiap batang yang
berdekatan harus sama. Susunan batang-batang tersebut boleh tegak atau mendatar,
Grafik batang dapat berupa grafik batang tunggal, berganda atau komponen berganda.
Grafik garis
Grafik garis adalah grafik data berupa garis, diperoleh dari beberapa ruas garis yang
menghubungkan titik-titik pada batang bilangan (sistem salib sumbu). Pada grafik garis
digunakan dua baris saling berpotongan dan saling tegak lurus. Pada garis horizontal
(sumbu X) ditempatkan bilangan-bilangan yang sifatnya tetap seperti tahun dan ukuranukuran. Pada garis tegak (sumbu Y) ditempatkan bilangan-bilangan yang sifatnya
berubah-ubah, seperti harga, biaya, dan jumlah.
Grafik lingkaran
Grafik lingkaran adalah grafik data berupa lingkaran yang telah dibagi menjadi jaringjaring sesuai dengan data tersebut. Bagian-bagian dari keseluruhan data tersebut
dinyatakan dalam persen. Untuk membuat grafik lingkaran, biasanya dipakai dua cara
yaitu:
a) membagi keliling lingkaran menurut data-data yang ada.
b) membagi lingkaran menurut data yang ada dengan menggunakan busur derajat.
Kartegram
Kartogram atau peta statistik adalah grafik data berupa peta yang menunjukkan
kepadatan penduduk, curah hujan, hasil pertanian dan sebagainya.
Histogram dan poligon frekuensi
Histogram dan poligon frekuensi adalah dua grafik yang sering digunakan untuk
menggambarkan distribusi frekuensi. Histogram merupakan grafik barang dari distribusi
frekuensi dan polygon frekuensi merupakan grafik garisnya.
Pada histogram. batang-batangnya saling melekat atau berhimpitan sedang poligon
frekuensi dibuat dengan cara menarik garis dari titik tengah batang histogram ke titik
tengah batang histogram yang lain. Agar diperoleh poligon tertutup maka harus dibuat
dua kelas baru dengan panjang kelas sama dengan frekuensi nol pada kedua ujungnya.
Pembuatan dua kelas baru ini diperbolehkan, karena luas histogram dan poligon yang
tertutup sama. Pada pembuatan histogram digunakan sistem salib sumbu. Sumbu
mendatar (sumbu X) menyatakan interval kelas (tepi bawah dan tepi atas masing-masing kelas) dan sumbu tegak (sumbu Y) menyatakan frekuensi.

4. Analisis Data
(Dibahas tersendiri pada bagian berikut, Bab 3)

3
POPULASI DAN SAMPEL
A.

POPULASI

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun
pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota
kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, Sudjana (1996: ).
Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian.
Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu
yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu
penelitian.
Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian Anggota populasi
disebut dengan elemen populasi.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian,
maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau disebut studi populasi, atau juga
studi sensus.
A population is a set ( or collection) of all elements possessing one or more attributes
of interest. ( dalam Encyclopedia of Educational Evaluation)
Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin melihat semua atribut yang terdapat
di dalam populasi. Oleh karena semua subjeknya meliputi semua yang terdapat dalam
populasi, maka juga disebut sensus.

DISIMPULKAN
DIANALISIS

POPULASI

DATA
Objek pada populasi diteliti, kemudian data yang diperoleh dan hasilnya dianalisis,
disimpulkan, dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi.
Dilihat dari jumlahnya, maka populasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1.

Jumlah terhingga,
Artinya jumlah anggota (elemen) populasi dapat dihitung atau jumlahnya tertentu.
Misal, ingin mengetahui prestasi mahasiswa UMB yang aktif pada tahun 2003. Dalam hal ini
jumlah mahasiswanya dapat diketahui dari catatan biro akademik.
2.

Jumlah tak terhingga,


Artinya jumlah anggota populasi tidak dapat ditentukan banyaknya. Misal, penelitian
mengenai prestasi mahasiswa UMB. Dalam hal ini kita tidak tahu berapa jumlah mahasiswa
UMB, karena tidak semua mahasiswa aktif. Oleh karena itu dalam penelitian populasi
sebaiknya mengadakan pembatasan lebih dulu, sehingga kesimpulan yang dihasilkan dapat
menggambarkan kondisi populasi yang sebenarnya.
Berdasarkan sifatnya, populasi dapat digolongkan menjadi populasi yang homogen
dan heterogen.
a.
Populasi homogen adalah sumber data yang unsur-unsur atau elemennya memiliki
sifat yang mendekati sama sehingga tidak perlu ditetapkan jumlahnya secara
kuantitatif.
b.
Populasi heterogen adalah sumber data yang unsur-unsurnya memiliki sifat yang
berbeda (bervariasi) sehingga perlu penetapan batas-batasnya secara kuantitatif

B.

SAMPEL
Jika hanya ingin meneliti sebagian dari populasi, maka penelitianya disebut penelitian
sample. Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Berdasarkan hasil sample peneliti kemudian menggeneralisir hasil
penelitian. Yang dimaksud menggeneralisir adalah mengangkat kesimpulan dalam sample
sebagai kesimpulan penelitian yang berlaku bagi populasi.

Populasi

Kesimpulan berlaku

Disimpulkan

untuk populasi

Sebagian
dari
populasi

Sampel

Data dianalisis

Diteliti

1.

Alasan Pemilihan Sampel


Beberapa faktor yang menjadi alasan kenapa peneliti melakukan penelitian sampel
daripada sensus (populasi) adalah :
1) jika jumlah elemen populasinya terlalu banyak, peneliti tidak akan mungkin
mengumpulkan seluruhnya karena butuh tenaga dan biaya yang relatif mahal.
sehingga Penggunaan metode sampel dapat menghemat biaya, waktu, dan
tenga
2) Kualitas data yang dihasilkan oleh penelitian sampel seringkali lebih baik
dibandingkan dengan hasil sensus.
3) Proses penelitian sampel relatif lebih cepat.
4) Alasan lain, adalah jika dilakukan penelitian yang memerlukan pengujian yang
bersifat merusak.

2.

Syarat sampel yang baik


Penelitian sample baru boleh dilaksanakan apabila keadaan subjek dalam populasi
benar-benar heterogen. Apabila subjek populasi tidak homogen, maka kesimpulannya
tidak boleh diberlakukan
bagi seluruh populasi ( hasilnya tidak boleh
digeneralisasikan).
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin
karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu
bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah
masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja,
maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya
diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
a. Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan bias (kekeliruan)
dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam
sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias atau kekeliruan
adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa there is no systematic variance
yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan
karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor
cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin
mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel
adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang

diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil
secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode
penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest
(sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper
& Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932
majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon
presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan
dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan
jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D.
Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata
Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan
dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil
adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian
besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal
Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian
tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu
sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar
sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai
selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
b. Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi
estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan
karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50
orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50
potong produk X. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa
menghasilkan produk X per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan
harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan
dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara
rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi
sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya.
Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahankesalahan, yang dikenal dengan nama sampling error Presisi diukur oleh
simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku
yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin
tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa
meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin
bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan
contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan
sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50
menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat
kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger
besar
kesalahan
kecil
kecil

besarnya sampel

besar

3.

Prosedur Pemilihan sampel


Agar diperoleh sampel yang representatif peneliti perlu menggunakan prosedur
pemilihan sampel yang sistematis. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1) mengidentifikasi populasi target
2) memilih kerangka pemilihan sampel
3) menentukan metode pemilihan sampel
4) merencanakan prosedur penentuan unit sampel
5) menentukan ukuran sampel
6) menentukan unit sampel

C.

TEKNIK SAMPLING

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau
random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom
samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara
pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap
elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel
adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih
menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau
nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama
untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat
dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya
kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika
peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau
istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil
secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil
penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga
diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi
lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah
konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa
jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran
pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel
dikatakan representatif?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika
tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang
demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada
pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling,
namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika
ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa
mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the
botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik
lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random
sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan
area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah
convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling
Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah
memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama sampling
frame. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap
elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data
tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika
populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi A, maka peneliti harus bisa
memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi A tersebut selengkap

mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi
penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya
(N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus
mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah
Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap.
Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka
atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan
penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi
sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau
undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen
populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu
konsep acak atau random itu sendiri.
1.

2.

Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana


Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif
dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau
elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.
Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin,
ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama
perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta
perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat
mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi
harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut
mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat
mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap
manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat
atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat
menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para
manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara
random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan
tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari
setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
1. Siapkan sampling frame
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat
menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan
proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah
unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I)
terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat
bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah
sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil
(15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau
elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam

stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil
semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II)
ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
3.

Cluster Sampling atau Sampel Gugus


Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan
gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di
mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum
A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap
gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen
terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya,
beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya,
dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat
penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan
perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah
terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus Dalam kasus di atas, elemennya ada
100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample

4.

Systematic Sampling atau Sampel Sistematis


Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat
pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan.
Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis,
yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang keberapa. Misalnya,
setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal keberapa-nya
satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan
ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang
akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu,
kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame
2. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
3. Tentukan K (kelas interval)
4. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau
random biasanya melalui cara undian saja.
5. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
6. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

5.

Area Sampling atau Sampel Wilayah


Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya
tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV
ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata
tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat.
Prosedurnya :
1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat)
Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?,
Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya,
bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak


Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak
semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi
sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau
karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan
kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali
berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan
orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling tidak disengaja atau
juga captive sample
(man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika
dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian
lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian
yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
2.

Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu.
Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik
untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang
bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi,
judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena
mereka mempunyai information rich.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan
sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan
sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu
berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun
tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika
seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi
maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan
pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi
tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3.

Snowball Sampling Sampel Bola Salju


Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya.
Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan
sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel
pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya,
seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga
perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan
wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk
bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil
diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian

lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompokkelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)
D. UKURAN SAMPEL
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah
sampel sebagai berikut :
1.
Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2.
Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb),
jumlah minimum subsampel harus 30
3.
Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel
harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4.
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat,
ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa
dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)
Populasi (N)

Sampel (n)

Populasi (N)

Sampel (n)

10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210

10
14
19
24
28
32
36
40
44
48
52
56
59
63
66
70
73
76
80
86
92
97
103
108
113
118
123
127
132
136

220
230
240
250
260
270
280
290
300
320
340
360
380
400
420
440
460
480
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1100

140
144
148
152
155
159
162
165
169
175
181
186
191
196
201
205
210
214
217
226
234
242
248
254
260
265
269
274
278
285

Populasi (N)
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
1900
2000
2200
2400
2600
2800
3000
3500
4000
4500
5000
6000
7000
8000
9000
10000
15000
20000
30000
40000
50000
75000
1000000

Sampel (n)
291
297
302
306
310
313
317
320
322
327
331
335
338
341
346
351
354
357
361
364
367
368
370
375
377
379
380
381
382
384

Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji
statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji
statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d
60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan
untuk menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku
Basic Statistics for Social Research, Second Edition)

BAB 2
PENGUKURAN DAN JENIS-JENIS INSTRUMEN
A.

Pengertian Pengukuan
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai pengertian pengukuran, terlebih dahulu perlu
dipahami bahwa dalam praktek sering kali terjadi kerancuan atau tumpang tindih
(overlap) penggunaan istilah "evaluasi","penilaian", dan "pengukuran". Kejadian ini
dapat difahami karena antara ketiga istilah tersebut ada saling keterkaitan. Uraian
berikut ini dapat membantu dalam memperjelas perbedaan serta hubungan antara
pengukuran, evaluasi, penilaian dan pengukuran.
Evaluasi yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan istilah Evaluation adalah suatu
proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh
mana tujuan atau program tercapai (Gronlund, 1985).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wrightstione, dkk (1956) yang
mengemukakan bahwa evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan
dan kemajuan siswa ke arah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam
kurikulum.
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau
tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan
atas obyek yang dievaluasi. Sebagai contoh evaluasi proyek, kriterianya adalah tujuan
dari pembangunan proyek tersebut, apakah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan
rencana atau tidak, jika tidak mengapa terjadi demikian, dan langkah-langkah apa
yang perlu ditempuh selanjutnya. Hasil dari kegiatan evaluasi adalah bersifat kualitatif.
Anas Sudijono (1996) mengemukakan bahwa evaluasi pada dasarnya merupakan
penafsiran atau interpretasi yang bersumber pada data kuantitatif,sedang data
kuantitatif merupakan hasil dari pengukuran. Berbeda dengan evaluasi, penilaian yang
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Assessment berarti menilai sesuatu.
Menilai itu sendiri berarti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu
pada ukuran tertentu, seperti menilai baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau
bodoh, tinggi atau rendah, dan sebagainya.
Dari pengertian ini maka antara penilaian dengan evaluasi hampir sama, bedanya
dalam evaluasi berakhir dengan pengambilan keputusan sedangkan penilaian hanya
sebatas memberikan nilai saja. Penilaian merupakan suatu tindakan atau proses
menentukan nilai sesuatu obyek. Penilaian adalah suatu keputusan tentang nilai.
Penilaian dapat dilakukan berdasarkan hasil pengukuran atau dapat pula dipengaruhi
oleh hasil pengukuran.
Pengukuran yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan istilah measurement adalah
suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberiangkan terhadap
sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur. Mengukur pada hakekatnya
adalah pemasangan atau korespondensi 1 -1 antara angka yang diberikan dengan
fakta yang diberi angka atau diukur.
Secara konseptual angka-angka hasil pengukuran pada dasarnya adalah kontinum
yang bergerak dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan, misalnya dari rendah
ke tinggi yang diberi angka dari 0 sampai 100, dari negatif ke positif yang juga diberi
angka dari 0 sampai 100, dari otoriter ke demokratik yang juga diberi angka dari 0
sampai 100, dari dependen ke independen yang juga diberi angka dari 0 sampai 100,
dan sebagainya. Rentangan angka yang diberikan tidak selalu harus dari 0 sampai
100 tetapi dapat pula menggunakan rentangan lain misalnya dari 10 sampai 50, dari
20 sampai 100, atau dari 30 sampai 150, dan sebagainya, yang penting ukuran dari
fakta-fakta yang hendak diukur, dari suatu obyek ukur harus merupakan rentangan
kontinum yang bergerak dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan.
Kalau evaluasi dan penilaian bersifat kualitatif, maka Pengukuran selalu bersifat
kuantitatif. Alat yang dipergunakan dalam pengukuran dapat berupa alat yang baku
secara internasional, seperti meteran, timbangan, stopwatch, termometer dan lain-lain,

dan dapat pula berupa alat yang dibuat dan dikembangkan sendiri dengan mengikuti
proses pengembangan atau pembakuan instrumen.
Menurut Cangelosi (1991) pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris. Pengertian yang lebih luas mengenai pengukuran dikemukakan
oleh Wiersma dan Jurs (1990) bahwa pengukuran adalah penilaian numerik terhadap
fakta-fakta dari obyek yang hendak diukur menurut kriteria atau satuan-satuan
tertentu.
Pengukuran dapat diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta sesuatu obyek
dengan satuan-satuan ukuran tertentu, sedangkan penilaian adalah suatu proses
membandingkan sesuatu obyek atau gejala dengan mempergunakan patokan-patokan
tertentu seperti baik tidak baik, memadai tidak memadai, memenuhi syarat tidak
memenuhi syarat, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pengertian evaluasi, penilaian dan pengukuran yang
dikemukakan di atas jelas bahwa evaluasi, penilaian, dan pengukuran merupakan tiga
konsep yang berbeda. Namun demikian dalam praktek, terutama dalam
duniapendidikan, ke tiga konsep tersebut sering dipraktekan dalam satu rangkaian
kegiatan. Sebagai contoh pelaksanaan evaluasi di sekolah di dalamnya terintegrasi
kegiatan pengukuran dan penilaian. Tabel berikut dapat lebih memperjelas perbedaan
pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
Tabel 1. Hasil Ujian Mata Kuliah Tes dan Pengukuran
Peserta
Skor
Nilai
Keputusan
Pata Bundu
85
B
Lulus amat baik
Sunandar
87
A
Lulus paling baik
Arifin Ahmad
75
B
Lulus baik
Pudji Muljono
90
A
Lulus sangat baik
Ramly
80
B
Lulus baik
Sidin Ali
86
B
Lulus baik
Rusgianto
75
B
Lulus baik
Tukas Imaroh
80
B
Lulus baik
Emi Sola
87
A
Lulus paling baik
Keterangan:
1. Skor merupakan hasil kegiatan pengukuran
2. Kategori A, A-, B+, dan B adalah hasil kegiatan penilaian, dan
3. Klasifikasi lulus Lulus baik,, Lulus amat baik,dan Lulus sangat baik adalah
merupakan hasil evaluasi.
B.

1.

Pengukuran di Bidang Pendidikan


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat membawa
dampak pada perkembangan pengukuran dibidang pendidikan dan psikologi. Hal ini
karena semakin banyaknya aspek psikologis pada manusia yang berkaitan atau
berpengaruh terhadap usaha peningkatan pendidikan untuk memberdayakan
kemampuan manusia dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia lebih
berkualitas.
Obyek-obyek pengukuran dalam bidang pendidikan ialah :
Prestasi atau basil belajar siswa. Prestasi atau hasil belajar diukur dengan
menggunakan tes. Dilihat dari aspek standardisasi, ada dua macam tes yaitu tes baku
dan tes buatan guru. Tes baku adalah tes yang sudah diuji di lapangan dengan
maksud mendapatkan data tentang keterandalan (reliability) dan kesahihan (validity)
pengukuran serta standar normative yang dipakai untuk menaksir skor tes. Contoh tes

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

C.

baku adalah tes towel, Stanford Achievement tes, Metropolitan Achievemen tes, Iowa
tes of Basic Skills, California Achievement tes dan lain-lain.
Selain tes baku ada pula tes non-baku yang biasa disebut tes buatan guru, yaitu tes
yang dibuat oleh seseorang atau kelompok untuk digunakan sesaat dan hanya berlaku
intern serta hanya untuk mengukur satu jenis kemampuan. Tes non-baku atau tes
buatan guru biasanya tidak dilakukan pengujian di lapangan tetapi langsung dipakai.
Contoh tes non-baku adalah tes buatan guru, dosen, instruktur pelatihan, dan lain-lain.
Sikap. Sikap ini diukur dengan menggunakan instrumen skala sikap seperti yang
dikembangkan oleh Likerts, Semantik diferensial, skala thourstone, dan lain-lain.
Motivasi. Motivasi diukur dengan instrumen berbentuk skala yang dikembangkan dari
teori-teori motivasi.
Intelgensi. Intelgensi diukur dengan menggunakan tes intelgensi seperti tes Stanford
Bined, tes Bined Simon, tes Wechsler, dan tes intelgensi multeple.
Bakat. Bakat diukur dengan menggunakan tes bakat seperti tes bakat seni, tes bakat
mekanik, tes bakat olahraga, tes bakat numeric, dan lain-lain.
Kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan
instrumen yang dikembangkan dari teori-teori emosional.
Minat. Minat diukur dengan menggunakan instrumen minat yang dikembangkan dari
teori-teori minat.
Kepribadian. Kepribadian diukur dengan menggunakan tes kepribadian seperti Q-sort,
sixteen personality factor pearson (16PF), Minnesota multiphasic personality inventori
(MMPI), California psychological inventory (CPI), Eysencs personality inventory-A, dan
lain-lain.
Dalam bidang pendidikan, pengukuran memegang peranan yang sangat penting. Data
hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki arti penting baik bagi sekolah atau
lembaga pendidikan, guru, maupun bagi siswa dan orang tua siswa atau masyarakat.
Bagi guru misalnya hasil pengukuran berfungsi untuk membandingkan tingkat
kemampuan siswa dengan siswa-siswa lain dalam kelompok yang diajarnya.
Disekolah pengukuran dilakukan guru untuk menaksir prestasi siswa. Alat Yang
digunakan untuk mengukur prestasi siswa pada umumnya adalah tes yang disebut tes
hasil belajar.
Sebagai contoh seorang guru mata pelajaran ekonomi akan melakukan pengukuran
mengenai tingkat penguasaan siswa terhadap materi mata pelajaran yang diajarkan.
Untuk melakukan pengukuran tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang
diajarkan, guru tidak dapat menggunakan alat ukur standar yang disebutkan di atas
karena obyek yang diukur berbeda dengan konstruk yang dapat diukur oleh tes baku
yang sudah ada. Proses pengukuran dalam bidang pendidikan
berkenaan dengan
bagaimana mengkonstruksi, mengadministrasi dan menskor tes.
Pengertian dan Jenis-jenis Instrumen
Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang karena
memenuhi persyaratan akademis maka dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Dalam
bidang penelitian instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data
mengenai variabel-variabel penelitian untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam
bidang pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa atau
faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil
belajar atau perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar
guru, atau keberhasilan pencapaian suatu program tertentu.
Pada dasarnya intrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan non-tes. Yang termasuk
kelompok tes adalah tes perestasi belajar, tes intelgensi, tes bakat, dan tes
kemampuan akademik; sedangkan yang teramasuk dalam kelompok non-tes ialah
skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara, angket,
pemeriksaan dokumen dan sebagainya. Instrumen yang berbentuk tes bersifat
performansi maksimum sedang instrumen non-tes bersifat performansi tipikal.

1.
a.

Tes.
Pengertian
Secara umum tes dapat diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur
pengetahuan atau penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat konten atau materi
tertentu. Menurut Anas Sudijono(1996) tes adalah alat atau prosedur yang
dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes dapat juga diartikan
sebagai alat pengukur yang mempunyai standar objektif sehingga dapat dipergunakan
Secara meluas, serta betul-betul dapat digunakan untuk mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah lake individu, (Anastasi dan Turabian,
1997). Menurut Cronbach (1984) tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk
mengamati atau mendeskripsikan satu atau lebih karateristik seseorang dengan
menggunakan standar numerik atau sistem kategori.
Menurut Bruce (1978) tes dapat mengukur banyaknya pengetahuan yang diperoleh
individu dari suatu bahan pelajaran yang terbatas pada tingkat tertentu. Oleh karena
itu maka tes merupakan alat ukur yang banyak dipergunakan dalam dunia pendidikan.
Hal ini karena, umumnya orang masih memandang bahwa indikator keberhasilan
orang mengikuti pendidikan adalah dilihat seberapa banyak orang menguasai meteri
yang telah dipelajarinya dalam suatu jenjang pendidikan tertentu.
Norman (1976) mengemukakan bahwa tes merupakan salah satu prosedur evaluasi
yang komprehensif, sistematik, dan obyektif yang hasilnya dapat dijadikan dasar
dalam pengambilan keputusan atas proses pengajaran yang dilakukan guru. Dari
beberapa pengertian tes di atas maka tes memiliki peranan yang sangat penting dalam
dunia pendidikan.

b.

Fungsi Tes
Secara umum ada beberapa macam fungsi yang dimiliki tes dalam dunia pendidikan.
Pertama, tes dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa tes dimaksudkan untuk mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai siswa setelah menempuh
proses belajar-mengajar dalam jangka waktu tertentu. Dalam kaitan ini tes sekaligus
berfungsi sebagai alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran. Sebagai
alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran tes berfungsi untuk
menunjukan sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dapat
dicapai, dan seberapa banyak yang belum tercapai serta menentukan langkah apa
yang perlu dilakukan untuk mencapainya.
Kedua, tes dapat berfungsi sebagai motivator dalam pembelajaran. Hampir semua ahli
teori belajar menekankan pentingnya umpan balik berupa nilai untuk meningkatkan
intensitas kegiatan belajar. Thordike (1991) mengemukakan bahwa siswa akan belajar
lebih giat dan berusaha lebih keras apabila mereka mengetahui bahwa diakhir
program yang sedang ditempuh akan ada tes untuk mengetahui nilai dan prestasi
mereka. Robert Ebel (1979) mengemukakan bahwa tes kadang-kadang dianggap
sebagai motivator ekstrinsik. Fungsi ini dapat optimal apabila nilai hasil tes yang
diperoleh siswa betul-betul obyektif dan sahih, baik secara internal maupun dan
terutama secara eksternal yang dirasakan langsung oleh siswa yang diberi nilai
melalui tes.
Ketiga, tes dapat berfungsi untuk upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Dalam
rangka perbaikan kualitas pembelajaran ada tiga jenis tes yang perlu dibahas, yaitu tes
penempatan, tes diagnostik, dan tes formatif. Tes yang dilaksanakan untuk keperluan
penempatan bertujuan agar setiap siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran di
kelas atau pada jenjang pendidikan tertentu dapat mengikuti kegiatan pembelajaran
secara efektif karena sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing.
Mengingat bahwa faktor penentu keberhasilan kegiatan pembelajaran dari aspek
subyek belajar (peserta didik) adalah pengetahuan prasyarat dan bakat siswa, maka
dalam evaluasi penempatan dapat digunakan alat evaluasi berupa tes bakat dan tes

pengetahuan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi atau konsep,


prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari konsep atau materi pada suatu kegiatan
pembelajaran.
Tes bakat sangat penting dalam evaluasi penempatan karena keberhasilan kegiatan
pembelajaran dalam suatu bidang tertentu sangat dipengaruhi oleh bakat siswa
terhadap bidang yang dipelajari. Kenyataan menunjukkan bahwa seorang siswa yang
gagal dalam menempuh pendidikan pada suatu program studi tertentu kemudian dapat
berhasil dengan cemerlang setelah beralih menempuh pendidikan pada bidang atau
program studi yang lain.
Evaluasi diagnostik dilaksanakan untuk inengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami
siswa, menentukan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan berlajar, dan
menetapkan cara mengatasi kesulitan berlajar tersebut. Berhasil atau gagalnya suatu
kegiatan pembelajaran atau proses pendidikan pada suatu jenis dan/atau jenjang
pendidikan tertentu sangat dipengaruhi oleh apakah siswa mengalami kesulitan belajar
atau tidak. Makin serius kesulitan belajar yang dialami siswa maka makin besar
kemungkinan gagal dan makin sedikit kesulitan belajar yang dialami dalam suatu
kegiatan pembelajaran maka makin besar peluang bahwa dia akan berhasil.
Oleh karena itu keberhasilan dalam mengatasi atau paling tidak mengurangi kesulitan
belajar siswa akan meningkatkan keberhasilan kegiatan belajar. Kesulitan belajar
siswa dapat bersumber dari kurangnya penguasaan mereka terhadap materi atau
konsep prasyarat dari suatu konsep atau materi yang dipelajari dan dapat pula
bersumber dari ketidak sesuaian antara bidang ilmu yang dipelajari dengan bakat
siswa.
Selain kedua sebab tersebut, kesulitan belajar dapat pula disebabkan oleh kondisi
psikologis siswa yang tidak siap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan
demikian jelas bahwa ada kaitan yang erat antara evaluasi penempatan dengan
evaluasi diagnostik, bahkan dapat dikatakan bahwa evaluasi penempatan dan evaluasi
diagnostik dapat saling melengkapi dalam memberikan kontribusi terhadap
peningkatan efektivitas kegiatan pembelajaran di kelas maupun efektivitas kegiatan
pendidikan pada suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan tertentu.
Dengan kata lain pelaksanaan evaluasi penempatan dan evaluasi diagnostik secara
baik akan memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan efektivitas
pembelajaran di kelas maupun efektivitas pendidikan pada suatu jenis dan/atau
jenjang pendidikan tertentu.
Keempat, tes yang dimaksudkan untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa
sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Untuk
keperluan ini dikenal istilah tes sumatif. Tes sumatif yang dikenal dengan istilah
summative test adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan materi
pelajaran atau satuan program pengajaran selesai diberikan.
Di sekolah tes sumatif ini dikenal dengan tes ulangan umum. Tes sumatif ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan nilai yang menjadi lambang
keberhasilan siswa setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka
waktu tertentu. Hasil tes sumatif berguna untuk (a) menentukan kedudukan atau
rangking masing-masing siswa dikelompoknya; (b) menentukan dapat atau tidaknya
siswa melanjutkan program pembelajaran berikutnya, dan (c) menginformasikan
kemajuan siswa untuk disampaikan kepada pihak lain seperti orang tua, sekolah,
masyarakat, dan lapangan kerja. Jika tes sumatif dilaksanakan pada setiap akhir
semester atau cawu maka pada setiap akhir jenjang pendidikan dilaksanakan tes akhir
atau biasa disebut evaluasi belajar tahap akhir.
c.

Penggolongan Tes
Ditinjau dari fungsinya sebagai alat untuk mengukur hasil belajar siswa sebagai efek
atau pengaruh kegiatan pembelajaran, tes dibedakan menjadi dua golongan. Pertama,
tes awal yang dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui sudah sejauh mana materi pelajaran yang akan diajarkan telah

diketahui oleh siswa atau peserta didik. Tes awal ini dilaksanakan sebelum bahan
pelajaran diajarkan. Materi tes awal atau pre-test adalah materi-materi penting atau
pokok bahasan yang akan diajarkan pada kegiatan belajar-mengajar yang akan
berlangsung.
Kedua, tes akhir yang dikenal dengan istilah post-test. Tes jenis ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang penting telah
dikuasi dengan baik oleh siswa atau peserta didik. Materi tes akhir ini adalah bahanbahan pelajaran yang tergolong penting yang telah diajarkan kepada siswa. Pada
dasarnya materi pretest sama dengan materi post-test.
Ditinjau dari aspek psikis yang akan diungkap, tes dibedakan menjadi lima golongan.
Pertama, tes, inteligensi yang dikenal dengan istilah intellegency test ialah tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau memprediksi tingkat kecerdasan
seseorang. Kedua, tes kemampuan yang dikenal dengan istilah aptitude test ialah tes
yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat
khusus yang dimiliki oleh peserta tes.
Ketiga, tes sikap yang dikenal dengan istilah attitude test ialah tes yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk
melakukan sesuatu respon terhadap obyek yang disikapi.
Keempat, tes kepribadian yang dikenal dengan istilah personality test ialah tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang
sedikit banyaknya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara,
hobi, bentuk tubuh, cara bergaul, cara mengatasi masalah dan lain sebagainya.
Kelima, tes hasil belajar yang dikenal dengan istilah achievement test ialah tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap tingkat pecapaian terhadap tujuan
pembelajaran atau prestasi belajar.
Ditinjau dari jumlah peserta yang mengikuti tes, tes dibedakan menjadi dua golongan.
Pertama, tes individual yang dikenal dengan istilah individual test, yaitu tes dimana
pelaksana tes hanya berhadapan dengan satu orang peserta. Kedua, tes kelompok
yang dikenal dengan istilah group test, yaitu tes dimana pelaksana tes berhadapan
dengan lebih dari satu orang peserta.
Ditinjau dari waktu yang disediakan bagi peserta tes untuk menjawab butir-butir tes,
tes dibedakan menjadi dua golongan. Pertama, power test yaitu tes dimana waktu
yang disediakan bagi peserta untuk menyelesaikan tes tidak dibatasi. Kedua speed
test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan bagi peserta untuk menyelesaikan tes
dibatasi, dan pada umumnya sangat singkat sedemikian sehingga hanya peserta tes
yang amat pandai saja yang dapat menyelesaikan tes pada waktu yang tersedia.
Ditinjau dari bentuk respons, tes dibedakan menjadi dua golongan. Pertama, tes verbal
yaitu tes yang menghendaki jawaban yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata
atau kalimat. Kedua, tes nonverbal yaitu tes yang menghendaki jawaban peserta tes
bukan dalam bentuk kata-kata atau kalimat melainkan berupa tingkah laku.
Ditinjau dari cara mengajukan pertanyaan, tes dibedakan menjadi tiga golongan.
Pertama, tes tertulis yang dikenal dengan istilah pencil and paper test, yaitu tes
dimana pelaksana tes dalam mengajuhkan butir-butir pertanyaannya dilakukan secara
tertulis dan peserta tes memberi jawaban secara tertulis pula.
Kedua, tes tidak tertulis yang dikenal dengan istilah non-pencil and paper test, yaitu
tes dimana pelaksana tes dalam mengajuhkan butir-butir pertanyaannya dilakukan
secara tidak tertulis (lisan) dan peserta tes memberi jawaban juga secara lisan.
Ketiga tes perbuatan yang diberikan dalam bentuk tugas atau instruksi kemudian
peserta tes melakukan tugas sesuai instruksi tersebut dan hasilnya dinilai oleh
pemberi tes. Penilaian terhadap tes perbuatan dapat dilakukan terhadap hasil tugas
yang dikerjakan oleh peserta tes dan dapat pula penilaian tersebut ditujukan terhadap
proses pelaksanaan atau penyelesaian tugas.

d.

Pengembangan Tes sebagai Alat Evaluasi


Penyusunan dan pengembangan tes dimaksudkan untuk memperoleh tes yang valid
sehingga hasil ukurnya dapat mencerminkan secara tepat hasil belajar atau prestasi
belajar yang dicapai oleh masing-masing individu peserta tes setelah selesai mengikuti
kegiatan pembelajaran. Untuk itu maka langkah-langkah konstruksi tes yang ditempuh
adalah sebagai berikut:

1)

Menetapkan tujuan tes


Tes prestasi belajar dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan, seperti: pertama tes
yang bertujuan untuk mengadakan evaluasi belajar tahap Akhir (EBTA) atau ujian lain
yang sejenis dengan EBTA. Kedua tes yang bertujuan untuk mengadakan seleksi,
misalnya untuk ujian saringan masuk perguruan tinggi atau untuk menentukan
penerima beasiswa bagi murid yang berbakat. Ketiga tes yang bertujuan untuk
mendiagnosis kesulitan belajar murid, yang dikenal dengan sebutan tes diagnostik.

2)

Analisis kurikulum
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan yang
akan dijadikan sebagai dasar dalam menentukan jumlah item atau butir soal untuk
setiap pokok bahasan untuk soal objektif atau bobot soal untuk bentuk uraian, dalam
membuat kisi-kisi tes. Menentukan bobot untuk untuk setiap pokok bahasan tersebut
dilakukan berdasarkan jumlah jam pertemuan yang tercantum dalam kurikulum atau
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), dengan asumsi bahwa pelaksanaan
pembelajaran di kelas sesuai benar dengan apa yang tercantum dalam GBPP.

3)

Analisis buku pelajaran dan sumber d materi belajar lainnya


Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya mempunyai tujuan yang
sama dengan analisis kurikulum, yaitu menentukan bobot setiap pokok bahasan. Akan
tetapi dalam analisis buku pelajaran menentukan bobot setiap pokok bahasan
berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam buku pelajaran atau sumber
materi belajar lainnya. Tes yang akan disusun diharapkan dapat mencakup seluruh
construct atau content (populasi materi) yang diajarkan. Untuk itu kedua langkah yang
disebutkan sangat diperlukan dalam, memperkecil error dalam memilih sampel soal.
Hal ini penting karena apabila soal tidak disampel maka akan menghasilkan beratusratus soal pada tiap bidang studi untuk mewakili populasi materi yang pernah
diajarkan. Hal ini sangat sulit dilakukan mengingat waktu yang dibutuhkan peserta tes
untuk menyelesaikan tes dengan butir soal sebanyak itu terlalu lama. Untuk dapat
memilih sampel yang tepat diperlukan (a) analisis kurikulum, dan (b) analisis buku
pelajaran dan sumber materi belajar lainnya.

4)

Membuat Kisi-kisi
Manfaat kisi-kisi ialah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam arti mencakup
semua pokok bahasan secara proporsional. Agar item-item atau butir-butir tes
mencakup keseluruhan materi (pokok bahasan atau sub pokok bahasan) secara
proporsional maka sebelum menulis butir-butir tes terlebih dahulu kita harus membuat
kisi-kisi sebagai pedoman. Sebuah kisi-kisi memuat jumlah butir yang harus dibuat
untuk setiap bentuk soal, untuk setiap pokok hahasan dan untuk setiap aspek
kemampuan yang hendak diukur.

5)

Penulisan Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )


Penulisan TIK harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. TIK harus
mencerminkan tingkah laku siswa, oleh karena itu harus dirumuskan secara
operasional, dan secara teknis menggunakan kata-kata operasional.

6)

Penulisan Soal
Setelah kisi-kisi dalam bentuk tabel spesifikasi telah tersedia, maka kita akan membuat
butir-butir soal atau item-item tes. Banyaknya butir yang harus dibuat untuk setiap
bentuk soal, untuk setiap pokok bahasan, dan untuk setiap aspek kemampuan yang
hendak diukur harus disesuaikan dengan yang tercantum dalam kisi-kisi. Ada
beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam membuat butir-butir soal atau itemitem tes (khususnya tes matematika sebagai contoh), yaitu :

(1)

Soal yang dibuat harus valid (validitas konstruk) dalam arti mampu mengukur tercapai
tidaknya tujuan yang telah dirumuskan.
Soal yang dibuat harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan
spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Oleh karena itu
maka soal matematika yang dibuat harus menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir atau tafsiran ganda.
Soal yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan dengan langkahlangkah lengkap sebelum digunakan pada tes yang sesungguhnya. Untuk soal bentuk
uraian, dari penyelesian dengan langkah-langkah lengkap tersebut dapat
dikembangkan pedoman penilaian untuk setiap soal.
Dalam membuat soal matematika, hindari sejauh mungkin kesalahan-kesalahan ketik
betapapun kecilnya, karena hal itu akan mempengaruhi validitas soal.
Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk setiap soal
matematika yang dibuat.
Berikan petunjuk mengelakan soal secara lengkap dan jelas untuk setiap bentuk soal
matematika dalam suatu tes.

(2)

(3)

(4)
(5)
(6)
7)

Reproduksi Tes Terbatas


Tes yang sudah dibuat (sudah jadi) diperbanyak dalam jumlah yang cukup menurut
jumlah sampel uji-coba atau jumlah peserta yang akan mengerjakan akan tes tersebut
dalam suatu kegiatan uji-coba tes.

8)

Uji-Coba Tes
Tes yang sudah dibuat dan sudah direproduksi atau diperbanyak itu akan diujicobakan
pada sejumlah sampel yang telah ditentukan. Sampel ujicoba harus mempunyai
karakteristik yang kurang lebih sama dengan karakteristik peserta tes yang
sesungguhnya, untuk itu cara penentuan sampel harus dilakukan dengan
menggunakan metode yang tepat dan disesuaikan dengan tujuan uji-coba.

9)

Analisis hasil uji-coba


Berdasarkan data hasil uji coba dilakukan analisis, terutama analisis butir soal yang
meliputi faliditas butir, tingkat kesukaran, dan fungsi pengecoh. Berdasarkan validitas
butir soal tersebut diadakan seleksi soal dengan menggunakan kriteria (kriteria
validitas) tertentu. Soal-soal yang tidak valid akan didrop dan soal-soal yang valid akan
ditetapkan untuk dipakai atau dirakit menjadi suatu tes yang valid. Untuk memberikan
gambaran mengenai kualitas tes tersebut secara empirik dihitung reliabilitasnya.

10)

Revisi soal
Soal-soal yang valid berdasarkan kriteria validitas empirik dikonfirmasikan dengan kisikisi. Apabila soal-soal tersebut sudah memenuhi syarat dan telah mewakili semua
materi yang akan diujikan, soal-soal tersebut selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes,
tetapi apabila soal-soal yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil
konfirmasi dengan kisi-kisi, dapat dilakukan perbaikan terhadapbeberapa soal yang
diperlukan atau dapat disebut sebagai revisi soal.

11)

Merakit soal menjadi tes

Soal-soal yang valid dan telah mencerminkan semua pokok bahasan serta aspek
kemampuan yang hendak diukur dapat dirakit menjadi sebuah tes yang valid. Urutan
soal dalam suatu tes pada umumnya dilakukan menurut tingkat kesukaran soal, yaitu
dari soal yang mudah sampai soal yang sulit.
2.
a.

Non Tes
Pedoman Observasi
Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomenafenomena. yang dijadikan obyek pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu
atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati. Observasi yang dapat
menilai atau mengukur hasil belajar ialah tingkah laku para siswa pada waktu guru
mengajar. Observasi dapat dilakukan baik secara partisipatif (participan observation)
maupun non-partisipasi (nonparticipan observation).
Observasi dapat pula berbentuk observasi eksperimental (experimental observation)
yaitu observasi yang dilakukan dalam situasi yang dibuat dan observasi
noneksperimental (nonexperimental observation) yaitu observasi yang dilakukan
dalam situasi yang wajar.
Pada observasi partisipasi observer melibatkan diri ditengah-tengah kegiatan
observasi, sedangkan observasi nonpartisipasi obsever berada di War kegiatan,
seolah-olah sebagai penonton. Pada observasi eksperimental tingkah laku diharapkan
muncul karena peserta didik dikenai perlakuan maka observer perlu persiapan yang
benar-benar matang, sedangkan pada observasi yang non-eksperimental
pelaksanaannya lebih sederhana dan dapat dilakukan secara sepintas lalu.
Jika observasi digunakan sebagai alat evaluasi maka perlu diingat bahwa pencatatan
hasil observasi lebih sukar daripada mencatat jawaban yang diberikan oleh peserta tes
terhadap pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes karena respon observasi adalah
tingkah laku dimana proses kejadiaanya berlangsung cepat. Observasi yang dilakukan
dengan perencanaan yang matang disebut observasi sistematis. Berikut ini disajikan
dua buah contoh instrumen evaluasi berupa daftar isian dalam rangka menilai
keterampilan peserta didik dalam suatu observasi sistematis.

B.

Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan dalam pengukuran
yang dibagi empat macam yaitu:

1.

Skala Nominal
Skala nominal adalah pengelompokkan atau pengkategorisasian kejadian atau
fenomena ke dalam kelas-kelas atau kategori sehingga yang masuk dalam satu kelas
atau kategori adalah sama dalam hal atribut atau sifatnya. Kelas atau kategori tersebut
hanya merupakan nama untuk membedakan suatu kejadian atau pristiwa dengan
kejadian atau pristiwa lainnya. Perbedaan kelas atau kategori sama sekali tidak
menunjukkan adanya tingkatan dimana yang lebih rendah dari yang lain atau
sebaliknya.
Skala nominal merupakan skala yang paling mudah dilakukan karena hanya
memberikan atau menempatkan obyek pengukuran dengan cara memberikan nomor
urut, atau label lain. Walaupun ada pemberian nomor tetapi dalam skala nominal tidak
ada penjumlahan melainkan hanya sebagai kategori tertentu. Oleh karena itu, dalam
skala nominal tidak dapat dioperasikan dengan operasi hitungan.
Sebagai contoh skala nominal adalah pemberian label 1 dan 2 untuk variable jenis
kelamin dimana laki-laki diberi label1 dan perempuan diberi label2. Disini kita tidak
dapat mengatakan 1 lebih baik dari 2 atau 2 lebih besar dari 1.
Pengukuran dengan skala nominal sebenarnya bukan kegiatan pengukuran,
melainkan lebih pada pengkategorisasian, pemberian nama, dan menghitung fakta-

fakta darim obyek yang sedang diukur. Skala nominal akan menghasilkan data yang
disebut data nominal atau data diskrit. Kesimpulannya skala nominal hanya
membedakan satu jenis data lainnya, tidak menunjukkan tingkatan besar kecil atau
tinggih rendah, dan sebagainya.
2.

Skala Ordinal
Pengukuran dengan skala ordinal berasumsi bahwa nilai suatu variable dapat diurut
berdasarkan tingkatan atribut atau sifat yang dimiliki oleh variable yang ada pada unit
observasi. Pengukuran dengan skala ordinal dapat dilakukan bila perbedaan tingkat
atau jumlah atribut dapat dideteksi. Skala ordinal merupakan hasil pengelompokan
data dalam bentuk urutan ranking. Angka yang diberikan terhadap variable yang
diselidiki adalah symbol dari kelompok-kelompok yang terpisah dan berurutan. Salah
satu contoh dari pengukuran ordinal adalah ranking individu dalam kelas berdasarkan
hasil tes mereka. Skor siswa dapat diurut mulai dari yang pertama, kedua, ketiga,
keempat dan seterusnya sampai pada skala atau tingkatan yang paling rendah. Skala
ini mempunyai arti yang lebih baik daripada pengukuran nominal, tetapi tetap memiliki
keterbatasan.
Unit pengukuran ordinal nampaknya tidak sama. Contohnya jumlah titik yang
memisahkan data yang pertama dengan data yang kedua tidak sama dengan jumlah
titik yang memisahkan antara data yang kelima dengan data yang keenam. Dengan
kata lain jarak antara data yang satu dengan data yang lain tidak sama.
Data yang diperoleh dengan pengukuran skala ordinal disebut data ordinal, yaitu data
berjenjang dimana jarak antara satu jenis data dengan jenisdata yang lain berdasarkan
besar kecilnya, tinggi rendahnya, baik buruknya, dan lain sebagainya.
Contoh: 1) bak air = 1, kolam = 2, laut = 3;
3) tinggi lemari = 1, tinggi rumah = 2, dan tinggi gunung = 3

3.

Skala Interval
Skala interval menunjukkan tingkatan karakter individu dalam satu variable. Skala
interval ini mendeskripsikan perbedaan jarak antara antara titik-titik angka tertentu
dengan nilai interval yang sama untuk setiap angka karena menggunakan unit
pengukuran yang konsisten. Pengukuran interval meliputi penetapan angka yang
sama sekali memwakili perbedaan yang sama pula dalam tingkatan atribut yang
diukur.
Dengan demikian maka skala interval adalah skala yang mepunyai jarak yang sama
dengan data yang lain. Data pengukuran yang diperoleh melalui skala interval adalah
data interval yaitu data yang diidentikan dengan bilangan real. Oleh karena itu maka
angka dalam data interval dapat dioperasikan dengan operasi hitungan, namun
demikian dalam data interval tidak memiliki angka nol mutlak.
Selain membedakan, hasil pengukuran skala interval juga menunjukkan tinggi-rendah,
besar-kecil, dan sejenisnya. Berikut merupakan contoh data interval yaitu seorang
anak yang mendapatkan nilai nol dalam tes berhitung belum tentu anak tersebut tidak
dapat berhitung sama sekali. Contoh lain seorang yang mendapat nilai 3 bekerja sama
dengan anak lainnya yang mendapat nilai 4 belum tentu mempunyai kemampuan yang
sama dengan anak ketiga yang mendapat nilai 7.

4.

Skala Rasio
Skala rasio merupakan jenis pengukuran yang paling halus karena memiliki cirri-ciri
yang dimiliki oleh skala-skala lain, selain cirri-ciri khusus dari skala rasio.
Sebagaimana skala ordinal, skala rasio juga menunjukkan adanya tingkatan atribut
variable, yakni dengan membandingkan nilainya. Skala rasio memiliki interval yang
sama antara satu angka dengan angka lainnya. Skala rasio digunakan untuk
mengukur variable tertentu. Data rasio adalah data dimana antara interval yang satu
dengan interval yang lain mempunyai jarak yang sama dan mempunyai nilai nol yang
absolute.

Contoh data skala rasio misalnya pengukuran terhadap besarnya gaji pegawai atau
karyawan, pengukuran panjang benda, pengukuran berat benda, pengukuran
inteligensi, dan lain-lain. Gaji nol rupiah bagi pegawai atau karyawan berarti mereka
tidak menerima uang sedikitpun, panjang nol meter berarti tidak panjang, demikian
pula berat nol kg, berarti tidak memiliki berat. Dari empat macam skala yang
dibicarakan ternyata skala interval banyak digunakan untuk mengukur fenomena atau
gejala sosial, sedangkan pengukuran fenomena psikologi lebih banyak menggunakan
skala rasio, dan skala ordinal.
Dilihat dari bentuk instrument dan pernyataan yang dikembangkan dalam instrument
maka kita mengenal berbagai bentuk skala yang dapat dipergunakan dalam
pengukuran bidang pendidikan yaitu: skala likert, skala guttman, semantic differensial,
rating scale, dan skala thurstone.
1.

Skala likert
Skala likert ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena
pendidikan. Ada dua bentuk pernyataan positif untuk mengukur sikap positif, dan
pernyataan negative untuk mengukur sikap negative.
Pernyataan positif diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1; sedangkan bentuk pernyataan negative
diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2, -1, 0, 1, 2. Bentuk jawaban skala likert ialah sangat
setuju, setuju, ragu-ragu, tidak stuju, dan sangat tidak setuju.

2.

Skala Guttman
Skala Guttman yaitu skala yang menginginkan tipe jawaban tegas, seperti jawaban
benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk,
dan seterusnya. Pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju dan tidak
setuju.
Pengukuran mmenggunakan skala Guttman bila orang yang melakukan pengukuran
menginginkan jawaban tegas atas pertanyaan yang diajukan. Selain dapat dibuat
dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman dapat juga dibuat dalam
bentuk daftar checklist. Untuk jawaban positif seperti setuju, benar, ya, perna, dan
semacamnya diberi skor 1; sedangkan untuk jawaban negative seperti tidak setuju,
slah, tidak, tidak pernah, dan semacamnya diberi skor 0.

3.

Semantik Differensial
Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan
ganda atau checklist tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang
sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negative
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran
dengan skala semantic differensial adalah data interval. Biasanya skala ini digunakan
untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Sebagai
contoh penggunaan skala semantic differensial ialah menilai kepemimpinan kepala
sekolah.
Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Demokrasi 7
6
5
4
3
2
1
Otoriter
Bertanggung 7
6
5
4
3
2
1
tidak bertanggung
Jawab
jawab
Memberi
7
6
5
4
3
2
1
mendominasi
Kepercayaan
Menghargai 7
6
5
4
3
2
1
tidak menghargai
Bawahan
bawahan
Keputusan 7
6
5
4
3
2
1
keputusan diambil
Diambil
sendiri
Bersama

Responden yang memberikan penilaian angka 7, berarti persepsinya terhadap gaya


kepemimpinan kepala sekolah adalah sangat positif, sedangkan responden yang
memberikan penilaian angka 1 berarti persepsinya terhadap gaya kepemimpinan
kepala sekolah adalah sangat negative.
4.

Rating Scale
Data skala diperoleh melalui tiga macam skala yang dikemukakan di atas adalah data
kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data yang
diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian
kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan memilih
salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
Rating scale lebih flelksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga
digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan,
seperti skala untuk mengukur status social ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan
lain-lain. Yang paling penting dalam rating scale adalah kemampuan menterjemahkan
alternative jawaban yang dipilih responden. Misalnya responden memilih jawaban
angka 3, tetapi angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama dengan angka 3 bagi
orang lain yang juga memilih jawaban angka 3.

5.

Skala Thurstone
Skala Thurstone ialah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbenutk skala
interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai
yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40 50)
pernyataan yang relevan dengan variable yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli
(20 40) orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk variable
yang hendak diukur.
Contoh skala penilaian model Thurstone adalah sebagai berikut:
Skala 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skala 1

10

11

10
12

11
13

Nilai 1 pada skala di atas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11
menyatakan sangat relevan.
BUKU SUMBER
1. Prof Dr. H. Djaali, Dr.Ir. Pudji Muljono, Msi, Drs. Ramly, MPd, Pengukuran Dalam
Bidang Pendidikan, Diterbitkan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri
Jakarta: Nopember 2000
2. Sudjana, Metoda Statistika, 1996
3. Sugiyono, Statistik untuk Penelitian, 2007
4. Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan,
5. Paul Sutopo, S.J., Pengantar Statistika; 2011

BAB 3
DISTRIBUSI FREKUENSI
-

A.
1.

2.

3.

Penyajian data dan Distribusi Frekuensi


- Tabel, diagram,
tabel distribusi frekuensi, histogram, poligon frekuensi, ozaif

PENYAJIAN DATA
Dengan tabel atau daftar :
a) daftar tunggal
b) daftar kontingensi,
c) daftar distribusi frekuensi
Dengan gambar atau diagram
a) diagram lingkaran
b) diagram lambang (pictogram),
c) diagram peta (kartogram)
Dengan diagram atau grafik :
a. diagram batang :
1) satu komponen, dua komponen, tiga komponen,
2) satu arah dua arah.
b. diagram garis
c. diagram pencar
d. histogram dan polygon

B.

DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI


1. banyak data n = ?
2. rentangan r = data terbesar data terkecil
3. banyak kelas interval k = 1 + 3,3 log n (sturges)
4. panjang interval I = r/k
5. PILIH ujung bawah kelas interval I, didapat ujung atasnya :
6. tentukan ujung ujung kelas interval lainnya - batas atas dan batas bawah tiap
tiap kelas interval.
7. TENTUKAN tanda kelas
8. BUAT tabulasi, frekuensi ,daftar
contoh nilai ujian statistika 80 orang mahasiswa
79 49 48 74 81 98 87 81 80 84 90 70 91 53 82 78
70 71 92 38 56 81 74 73 68 72 85 51 65 93 83 86
90 32 83 73 74 43 86 68 92 93 76 71 91 72 67 75
80 91 61 72 97 91 88 81 71 74 99 95 80 59 71 77
63 60 83 82 61 67 89 63 76 63 88 70 66 88 79 75
F.DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI ABSOLUT DAN RELATIF

Nilai

Tanda Kelas

31 40
41 50
51 60
61 70
71 80
81 90
91 100

2
3
5
14
24
20
12

Jumlah

80

35,5
45,5
55,5
65,5
75,5
85,5
95,5

Nilai

fa

Fr (%)

31 -40
41 -50
51 60
61 70
71 80
81 90
91 100

2
3
5
14
24
20
12

2,50
3,75
6,25
17,50
30,00
25,00
15,00

Jumlah

80

.
Fr = f / n x 100%
G.DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI KOMULATIF

Nilai

f. kum

f. Kum (%)

31 atau lebih
41 atau lebih
51 atau lebih
61 atau lebih
71 atau lebih
81 atau lebih
91 atau lebih
101 atau lebih

80
78
75
70
56
32
12
0

100,00
97,50
93,75
87,50
70,00
40,00
15,00
0.00

Nilai

f. kum

f. Kum (%)

31 atau lebih
41 atau lebih
51 atau lebih
61 atau lebih
71 atau lebih
81 atau lebih
91 atau lebih
101 atau lebih

80
78
75
70
56
32
12
0

100,00
97,50
93,75
87,50
70,00
40,00
15,00
0.00

.
H.HISTOGRAM, POLIGON FREKUENSI DAN OZAIV(0GIVE)

3. Tabel Distribusi Frekuensi


Data hasil pengukuran tidak berarti apa-apa jika data tersebut tidak dipahami oleh orang
yang melihat atau membacanya. Agar data hasil pengukuran dapat dipahami oleh setiap
orang yang melihat atau membacanya maka data hasil pengukuran harus disajikan
dalam bentuk yang dapat dibaca dan dipahami serta dimengerti oleh setiap orang yang
membacanya.
Ada berbagai cara penyajian data hasil pengukuran, salah satunya adalah dengan tabel
distribusi frekuensi. Tabel distribusi frekuensi ialah tabel yang menyajikan data hasil
pengamatan atau hasil pengukuran dari suatu peristiwa atau obyek pengukuran dimana
data disajikan dalam kolom tertentu berdasarkan urutannya baik dari urutan dari besar
ke kecil atau sebaliknya.

Data hasil pengamatan atau pengukuran dari suatu obyek dapat disajikan dalam bentuk
distribusi tuggal ataupun dalam distribusi berkelompok.
Contoh tabel distribusi tunggal sebagai berikut:
Tabel 2.8 Distribusi Skor Hasil Tes Ragam Tes baku
Nilai (x)
Frekuensi ( f )
Nilai ( x )
Frekuensi ( f )
67
1
85
2
69
1
87
2
70
1
88
1
76
1
89
1
78
1
90
2
79
2
91
1
80
4
92
1
81
1
93
1
82
1
94
1
83
2
95
1
84
1
96
1
Jumlah
16
14
Jika data hasil pengukuran jumlahnya kecil maka penyajian dengan tabel distribusi
tunggal tidak menjadi masalah, tetapi jika jumlah data hasil pengukuran besar misalnya
ratusan atau ribuan, bahkan puluhan ribu, maka penyajian data dengan distribusi
tunggal sudah menjadi masalah.
Oleh karena itu, maka data untuk hasil pengukuran yang jumlahnya besar harus
disajikan dengan bentuk disitribusi berkelompok. Dalam tabel distribusi frekuensi data
dikelompokkan berdasarkan kesamaan yang dimiliki oleh setiap data dari hasil
pengukuran. Ada tiga tabel distribusi frekuensi yaitu (1) tabel distribusi frekuensi
absolute, (2)tabel distribusi frekuensi relative, dan (3) tabel distribusi frekuensi
kumulatif.
Sebelum data hasil pengukuran disajikan dalam tabel distribusi frekuensi secara
berkelompok, maka perlu ditempuh langkah-langkah berikut:
1. Tentukan range dengan cara data terbesar dikurangi data terkecil
2. Tentukan banyaknya kelas. Banyaknya kelas paling sedikit 5, dan paling banyak 15
(sudjana, 1992), yang dipilih menurut keperluan. Jika data hasil pengukuran
banyaknya 200 ke atas maka dalam penentuan banyaknya kelas dapat menggunakan
aturan sturges yaitu : banyaknya kelas (k) = 1 + log n, dimana n adalah banyaknya
data. Hasil akhirnya dijadikan bilangan bulat.
3. Tentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus P = range/banyaknya kelas (p =
r/k)
4. Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ujung bawah kelas interval pertama
ini dapat mengambil data terkecil atau nilai data yang lebih kecil tetapi selisihnya
harus lebih kecil dari panjang kelas yang telah ditentukan.
Untuk memudahkan penyusunan daftar distribusi frekuensi maka sebaiknya disusun
daftar penolong yang berisikan kolom tabulasi.
Contoh distribusi skor hasil tes mata kuliah ragam tes baku yang diikuti oelh 30 peserta
dengan skor: : 85, 67, 78, 89, 95, 79, 83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80,

dan 96. Data ini kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Rentang = data terbesar (96) dikurang data terkecil (67) = 96 67 = 29
2. Banyaknya kelas (k) = 1 + (3,3) log 30 = 5,87 = 6. Jadi banyaknya kelas = 6
3. Panjang kelas (p) adalah rentang bagi banyaknya kelas = 29 : 6 = 4,83 = 5
4. Dengan p = 5 dan k = 6 maka kelas interval pertama terbentuk pada data 67 71,
kelas interval kedua terbentuk pada data 72 76, kelas interval ketiga terbentuk
pada data 77 81, dan seterusnya.
Setelah mengetahui kelas-kelas interval maka selanjutnya kelas-kelas interval disajikan
ke dalam tabel penolong sebagai berikut:
Skor Tes
67 71
72 76
77 81
82 86
87 91
92 96
Jumlah

Tabulasi

Frekuensi
3
1
8
6
7
5
30

Berdasarkan tabel tabulasi di atas maka dengan mudah kita dapat menyusun tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut:
1) Tabel Distribusi Frekuensi Absolut
Tabel 2.10 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes
Nilai tengah
Absolut
67 71
3
69
72 76
1
74
77 81
8
79
82 86
6
84
87 91
7
89
92 96
5
94
Jumlah
30
2) Tabel Distribusi Frekuensi Relatif
Tabel 2.11 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Frekuensi
Skor Tes
Absolut
Relatif
67 71
3
10%
72 76
1
3,33%
77 81
8
26,67%
82 86
6
20%
87 91
7
23,33%
92 96
5
16,67%
Jumlah
30
100%

3) Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif


Tabel 2.8 Tabulasi Dta Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes
Fkum kurang dari
Fkum lebih dari
Absolut
67 71
3
0
30
72 76
1
3
27
77 81
8
4
26
82 86
6
12
18
87 91
7
18
12
92 96
5
25
5
97
30
0
Jumlah
30
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi relative di atas dengan mudah kita dapat melihat
bahwa 3 orang atau 10 % peserta mmendapatkan skor antara 67 sampai 71; 1 orang atau
3,33% peserta mendapatkkan skor antara 72 sampai 76; 8 orang atau 26,67% peserta
mendapatkan skor antara 77 sampai 81; 6 orang atau 20% peserta mendapatkan skor
antara 82 sampai 86; 7 orang atau 23,33% peserta mendapatkan skor antara 87 sampai
91; 5 orang atau 16,67% peserta mendapatkan skor antara 92 sampai 96. Sebagian
peserta mendapatkan skor antara 77 sampai 81.
4.

Grafik
Selain disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, data dapat pula disajikan dalam
bentuk grafik. Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebenarnya telah
memberikkan gambaran yang cukup jelas kepada para pembaca, namun apabila
disajikan dalam bentuk grafik, data tersebut akan lebih cepat, lebih menarik, dan lebih
mudah dipahami oleh para pembaca.
Selain itu tidak semua orang senang membaca dan memahami dengan jelas data yang
disajikan dalam distribusi frekuensi. Untuk itu maka perlu ada teknik lain dalam
penyajian data guna memudahkan orang melihat dan membaca data hasil pengukuran.
Teknik penyajian data yang paling banyak digunakan orang selain table distribusi
frekuensi ialah teknik grafik.
Meskipun grafik ada beberapa macam, tetapi ada beberapa hal yang sama. Pada
diagram batang (histogram) dan diagram garis (polygon) misalnya, selalu dimulai
dengan garis sumbu absis dan ordinat. Sumbu absis yaitu sumbu yang mendatar yang
sering disebut dengan sumbu X (dengan huruf X besar). Sumbu ordinat adalah sumbu
tegak yang sering disebut dengan sumbu Y (dengan huruf Y besar). Sumbu X untuk
mencantumkan nilai, sedangkan sumbu Y untuk mencantumkan frekuensi.
Perlu diperhatikan bahwa setiap membuat grafik harus diberi keterangan nama sumbusumbunya, dan nama grafiknya. Nama grafik dapat diberikan di atas atau di bawah
grafik, namun umumnya orang mencantumkan nama grafik di bagian bawah.
1) Histogram
Grafik histogram disebut diagram batang atau bar diagram. Membuat histogram dengan
mempergunakan program excel sangat mudah dilakukan, karena hanya dengan cara
memblok nilai-nilai dalam kolom frekuensi absolute kemudian mengklik insert chart,
histogram akan berbentuk.
Jika histogram dibuat dengan secara manual maka langkah-langkah yang peprlu
diperhatikan ialah:

1.

membuat absis dan ordinat, dengan perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan,
misalnya 9 : 7
absis diberi nama nilai dan ordinat diberi nama frekuensi (F)
membuat skala pada absis dan ordinat. Skala pada absis dan ordinat boleh tidak
sama, disesuaikan dengan kebutuhan, dan perlu diperhatikan adalah semua nilai
dan frekuensi harus masuk dalam skala
membuat segi empat pada setiap titik tengah nilai variabel atau batas nyata yang
tingginya sesuai dengan besarnya frekuensi setiap variabel.

2.
3.
4.

Frekue

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

66,

71,

76,
Kel
as

81,

86,

91,

96,
5

2) Poligon
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang penting antara cara membuat histogram
dengan cara pembuatan poligon. Perbedaan yang perlu diperhatikan adalah (1) grafik
histogram biasanya dibuat dengan batas nyata, sedangkan poligon dibuat dengan
mempergunakan titik tengah; dan (2) grafik histogram berbentuk segi empat
panjang, sedangkan poligon adalah berupa garis yang dibuat kurva. Poligon dibuat
dengan menghubungkan titik tengah secara berurutan. Sebagai contoh berikut ini
ditampilkan poligon yang dibuat berdasarkan nilai tengah dari tabel

BAB 4
UKURAN PEMUSATAN (TENDENSI SENTRAL)

A. Deskripsi
Penyajian data hasil pengukuran dapat dideskripsikan dalam bentuk tedensi
sentral, tedensi penyebaran, tabel atau daftar, daftar distribusi frekuensi, diagram,
dan gambar.
Menurut Borg dan Gall (1979) yang dimaksud dengan ukuran tedensi adalah
nilai angka tunggal yang digunakan untuk mendeskripsikan rata-rata atau untuk
mewakili skor dari seluruh sampel. Ukuran ini menunjukkan posisi sebahagian besar
skor dalam suatu distribusi, walaupun tidak banyak memberikan informasi lain
tentang distribusi.
Ukuran tedensi sentral mempermudah seseorang untuk memahami diskripsi
skor yang diperoleh dari pengukuran, yang sulit bila dilakukan penyajian skor untuk
masing-masing individu dalam kelompok sampel tertentu.
Ada tiga macam ukuran tedensi sentral yang banyak dipergunakan dalam bidang
pengukuran pendidikan yaitu mean (rata-rata hitung), median (nilai tengah), dan
modus (nilai yang frekuensinya lebih besar).
B. PENGERTIAN RATA-RATA
Nilai rata-rata dari sekumpulan data yang berupa angka pada umumnya
mempunyai kecendrungan untuk berada di sekitar titik pusat penyebaran data angka
tersebut. Karena itu nilai rata-rata atau ukuran rata-rata dikenal pula dengan nama
ukuran tendensi pusat (measure of central tendency). Niai rata-rata juga dikenal
dengan istilah ukuran nilai pertengahan (measure of central value) sebab nilai ratarata itu pada umumnya merupakan nilai pertengahan dari nilai-nilai yang ada. Selain
itu, karena nilai rata-rata itu biasanya berposisi pada sekitar sentral penyebaran nilai
yang ada, maka nilai rata-rata itu pun sering dikenal dengan nama ukuran posisi
pertengahan (measure of central position).
Dari uraian diatas dapat dapatlah dikemukakan bahwa apa yang dimaksud
dengan rata-rata itu adalah tiap bilangan yang dapat dipakai sebagai wakil dari
rentetan nilai. Rata-rata itu wujudnya hanyalah satu bilangan saja; namun dengan
satu bilangan itu akan dapat tercermin gambaran secara umum mengenai kumpulan
atau deretan bahan keterangan yang berupa angka atau bilangan itu.
C. UKURAN RATA-RATA DAN MACAMNYA
Dalam statistik, rata-rata itu mempunyai beberapa bentuk atau macam, masingmasing dengan arti yang berbeda. Adapun macam-macam rata-rata atau ukuran
rata-rata yang dimiliki oleh statistik sebagai ilmu pengetahuan ialah :
1. Rata-rata hitung atau nilai rata-rata hitung (arithmetic mean), yang seringkali
disingkat mean saja) yang umumnya dilambangkan dengan huruf M atau X.
2. Rata-rata pertengahaan atau nilai rata pertengahan atau nilai rata-rata letak
(median atau medium), yang umumnya dilambangkan dengan : Mdn atau Me
atau Mn.
3. Modus atau mode, yang biasa dilambangkan dengan Mo.
4. Rata-rata ukur atau nilai rata-rata ukur (Geometric Mean), yang biasa
dilambangkan dengan : GM.

5. Rata-rata Harmonik atau nilai rata-rata harmonic (Harmonic Mean), yang biasa
dilambangkan dengan : HM
Dari kelima ukuran rata-rata diatas, yang mempunyai relevansi dan karena itu
sering digunakan di dunia pendidikan adalah : mean, median, dan modus. Adapun
Geometrik mean dan harmonik mean dalam dunia statistik pendidikan dipandang
kurang memiiki relevansi dan karena itu hampir tidak pernah digunakan.
Selain median, dalam dunia statistik disamping dikenal dengan ukuran rata-rata
pertengahan juga dikenal sebagai ukuran rata-rata letak. Terdapat pula ukuran ratarata letak yang lain yang dimasukkan ke dalam ukuran ini yaitu : Quartile, Decile, dan
Percentile.
I.

MEAN (NILAI RATA-RATA HITUNG)

A. Pengertian Mean
Secara singkat pengertian tentang mean dapat dikemukakan sebagai berikut :
Mean dari sekelompok (sederetan) angka (bilangan) adalah jumlah dari
keseluruhan angka (bilangan) yang ada, dibagi dengan bnyaknya angka
(bilangan) tersebut.
B. Cara mencari Mean
Mencari mean dapat dilakukan dengan berbagai macam cara; tergantung dari
data yang akan dicari mean-nya, apakah data tunggal atau data kelompok.
1) Cara mencari mean untuk data tunggal
Ada dua macam cara yang dapat digunakan untuk mencari mean untuk data
tunggal (data yang tidak berkelompok), yaitu : (1) cara mencari mean dari data
tunggal yang seluruh skor frekuensinya satu, dan (2) cara mencari mean dari
data tunggal di mana sebagian atau seluruh skornya berfrekuensi lebih dari satu.
a. Cara mencari mean data tunggal yang seluruh frekuensi satu:
Rumus yang digunakan
Rumus yang dipergunakan untuk mencari mean data tunggal yang seluruh
skornya berfrekuensi satu adalah :

Mx = mean yang dicari


X = jumlah dari skor-skor yang ada
N = Number of Cases (banyaknya skor nilai itu sendiri)
Contoh
Hitunglah Mean nilai hasil ulangan harian dalam bidang studi matematika,
Biologi, bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kimia, dan fisika seorang siswa
SMA Negeri dari tabel berikut:
X
F
9
1
8
1
7
1
6
1
5
1
4
1
39 = X
6=N

Penyelesaian :
Dari tabel diatas telah kita peroleh : X = 39, sedangkan N = 6 dengan
demikian:
M=
b. Cara mencari mean data tunggal yang sebagiaan atau seluruh skornya
berfrekuensi lebih dari satu
Rumus yang digunakan
Karena data tunggal yang akan kita cari meannya baik sebagian atau seluruh
skornya berfrekuensi lebih dari satu, maka rumus yang akan digunakan
berbeda dengan rumus sebelumnya yaitu dengan cara memasukkan atau
mengikutsertakan frekuensi skor yang ada ke dalam rumus. Dengan demikian
rumus yang digunakan menjadi :

Mx = mean yang dicari


fX = jumah dari hasi perkalian antara masing-masing skor dengan
frekuensinya
N = number of cases
Contoh :
Nilai hasil EBTA bidang study Fisika dari sejumlah 100 orang siswa kelas XII
SMA Negeri yaitu :
Nilai (X)
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Total

Frekuensi (f)
1
2
4
20
35
22
11
4
1
100 = N

Untuk mencari mean dari data di atas kita pergunakan tabel bantu seperti
berikut ini :
Nilai (X)
10
9
8
7
6
5
4
3
2

Frekuensi (f)
1
2
4
20
35
22
11
4
1

fX
10
18
32
140
210
110
44
12
4

Total
100 = N
574 = f X
Dengan menggunakan tabel bantu maka diperoleh hasil fX yaitu 574 sehingga
dengan mudah dapat kita cari meannya :

2) Cara mencari mean untuk data kelompok


Untuk mencari mean dari data kelompok dapat digunakan dua metode yaitu
metode panjang dan metode singkat.
a. Mencari mean data kelompok dengan menggunakan metode panjang
Pada perhitungan mean yang mempergunakan metode panjang, semua
kelompokan data (interval) yang ada terlebih dahulu dicari nilai tengah atau
midpointnya. Setelah itu, tiap midpoint dikalikan dengan frekuensi yang dimiliki
masing-masing interval yang bersangkutan. Rumus yang dipergunakan :
Rumus yang dipergunakan untuk menghitung mean dengan metode panjang
adalah :

Mx = mean yang dicari


fX = jumah dari hasil perkalian antara midpoint dari masing-masing interval,
dengan frekuensinya
N = number of cases
Contoh : Dari table nilai hasil tes seleksi bidang studi bahasa Inggris dari
sejumlah 800 orang calon yang mengikuti tes seleksi penerimaan calon siswa
baru di sebuah SMA swasta berikut, carilah nilai meannya?
Interval Nilai
75-79
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
Total

f
8
16
32
160
240
176
88
40
32
8
800 = N

Penyelesaian :
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencari mean menggunakan
metode panjang yaitu :
Menetapkan (menghitung) nilai tengah (midpoint) masing-masing interval
masukkan ke dalam table bantu dan beri symbol X

Mengalikan frekuensi masing-masing interval dengan mid point nya atau f


dikali dengan X sehingga diperoleh fX
Menjumlahkan fX sehingga diperoleh nilai fX
Menghitung meannya dengan rumus :

Interval Nilai
75-79
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
total

F
8
16
32
160
240
176
88
40
32
8
800 = N

X
77
72
67
62
57
52
47
42
37
32
-

fX
616
1152
2144
9920
13680
9152
4136
1680
1184
256
43920=fX

Dari table bantu diatas kita peroleh :

b. Mencari mean data kelompok dangan menggunakan metode singkat: Rumus


yang dipergunakan:
Rumus yang dipergunakan yaitu :

Mx = mean yang dicari


M = mean tekanan atau mean taksiran
i = interval class (besar atau luasny pengelompokan data)
fX = jumah dari hasil perkalian antara midpoint (nilai tengah) buatan
dari masing-masing interval, dengan frekuensinya
N = number of cases
Contoh :
Dengan data yang sama dengan metode panjang yaitu :
Interval Nilai
75-79
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39

f
8
16
32
160
240
176
88
40
32

30-34
Total

8
800 = N

Carilah mean dengan menggunakan metode singkat !


Penyelesaian :
Langkah-langkah yang digunakan untuk mencari mean dengan metode singkat
yaitu :
Langkah 1 : mencari mean terkaan sendiri atau mean taksiran sendiri (yaitu M)
Memilih satu midpoint di antara midpoint yang ada dalam table distribusi
frekuensi, yaitu midpoint dari interval nilai yang memiliki frekuensi tertinggi.
Dari table diperoleh interval yang memiliki frekuensi terkaan tertinggi yaitu 5559 dengan frekuensi = 240, dengan demikian dapat dipilih mean terkaan
yaitu = 57
Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan memiih satu diantara midpoint
yang ada pada table distribusi yang terletak di tengah-tengah deretan interval
nilai dalam table distribusi frekuensi tersebut. Karena dari table soal diatas
ada sebanyak 12 kelas (baris) maka kita pilih sebagai mean terkaan adalah
midpoint nomor ke (12:2) atau nomor ke-6 baik nomor ke-6 dari atas ataupun
dari bawah. Jika kita pilih midpoint ke-6 dari bawah maka mean terkaannya
yaitu =57, sedangkan jika ke-6 dari atas maka mean terkaannya yaitu = 52
Dalam contoh kita tetapkan M = 57
Langkah II :menetapkan x (titik tengah buatan)
Dengan menggunakan tabe bantu, disebelah kanan M yang telah kita tetapkan,
kita cantumkan anka 0, selanjutnya secara berturut-turut diatas angka 0 kita
tuliskan : +1, +2, +3, +4 sedangkan dibawah 0 kita tulis -1, -2, -3, -4 dan -5.
Langkah III : mengalikan frekuensi dari masing-masing dari interval dengan x
sehingga diperoleh fx yaitu : -336
Perhatikan table bantu berikut ini :
Interval Nilai
F
X
75-79
8
77
70-74
16
72
65-69
32
67
60-64
160
62
55-59
240
(57)M
50-54
176
52
45-49
88
47
40-44
40
42
35-39
32
37
30-34
8
32
total
800 = N
-

x
+4
+3
+2
+1
0
-1
-2
-3
-4
-5
-

fx
+ 32
+ 48
+ 64
+ 160
0
- 176
- 176
- 120
- 128
- 40
-336 = fx

Masukkan nilai-nilai dari table bantu ke dalam rumus berikut :

Perhatikan hasil dari metode panjang maupun metode singkat, kedua hasilnya
sama yaitu 54,90
C. Penggunaan Mean
Sebagai salah satu ukuran rata-rata, mean dipergunakan untuk :
1. Bahwa data statistic yang kita hadapi merupakan data yang distribusi
frekuensinya bersifat normal atau simetris, setidak-tidaknya mendekati norma.
Jadi apabila data statistic yang kita hadapi bersifat a-symetris, maka untuk
mencari nilai rata-rata data yang demikian hendaknya jangan dipergunakan
mean, sebab nilai rata-rata yang diperoleh nantinya akan terlalu jauh
menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya.
2. Bahwa dalam kegiatan anaisis data, kita menghendaki kadar kemantapan
atau kadar kepercayaan yang setinggi mungkin. Mean yang kita peroleh
adalah hasi dari semua angka tanpa kecuali, karena itu, sebagai ukuran ratarata, mean cukup dapat diandalkan atau memiliki reabilitas yang tinggi.
3. Bahwa dalam penganalisaan data selanjutnya, tehadap data yang sedang kita
hadapi atau kita teliti itu, akan kita kenai ukuran-ukuran statistic selain mean,
misalnya : deviasi rata-rata, deviasi standar, korelasi dan sebagianya.
D. Kelebihan dan kelemahan Mean
Dalam dunia statistic mean dikenal sebagai ukuran rata-rata yang menduduki
tempat paling penting jika dibandingkan dengan ukuran rata-rata lainnya. Tetapi
mean juga memiliki kelemahan-kelemahan seperti berikut ini :
Karena mean diperoleh atau berasal dari hasil perhitungan terhadap seluruh
angka yang ada, maka jika dibandingkan dengan ukuran rata-rata lainnya
perhitungannya relative lebih sukar.
Dalam menghitung mean, sangat diperlukan ketelitian dan kesabaran, terlebih
jika kita dihadapkan pada bilangan yang cukup besar, sedangkan kita tidak
memiliki alat bantu perhitungan.
Sebagai salah satu ukuran rata-rata, mean kadang-kadang sangat dipengaruhi
oleh angka atau nilai ekstrimnya, sehingga hasil yang diperoleh kadang terlalu
jauh dari kenyataan.
II. NILAI RATA-RATA PERTENGAHAN (MEDIAN)
Ukuran rata-rata kedua yang akan kita pelajari adalah Median, yang seperti
telah dikemukakan dalam pembicaraan terdahulu sering dikenal dengan istilah:
Nilai Rata-rata Pertengahan atau Nilai Rata-rata Letak, atau Nilai Posisi Tengah,
yang biasa diberi lambang: Mdn, Me, atau Mn. Dalam pembicaraan selanjutnya akan
dipergunakan lambang: Mdn.
A. Pengertian Nilai Rata-rata Pertengahan (Median)
Yang dimaksud dengan Nilai Rata-rata Pertengahan atau Median ialah suatu
nilai atau suatu angka yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian
yang sama besar. Dengan kata lain, Nilai Rata-rata Pertengahan atau Median adalah

nilai atau angka yang diatas nilai atau angka tersebut terdapat N dan di bawahnya
juga terdapat N. Itulah sebabnya Nilai Rata-rata ini dikenal sebagai Nilai
Pertengahan atau Nilai Posisi Tengah, yaitu nilai yang menunjukkan pertengahan
dari suatu distribusi data.
B. Cara mencari Nilai Rata-rata Pertengahan
Ada beberapa cara untuk mencari Nilai Rata-rata Pertengahan, seperti dapat
diikuti pada uraian berikut ini.
1) Cara Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal
Dalam mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal ini ada dua
kemungkinan yang kita hadapi. Kemungkinan pertama ialah data tunggal itu
seluruh skornya berfrekuensi 1; sedangkan kemungkinan kedua, bahwa data
tunggal yang akan kita cari Nilai Rata-rata Pertengahannya itu sebagian atau
seluruhnya skornya berfrekuensi lebih dari 1.
a) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang seluruh skornya
berfrekuensi 1.
Disini pun kita berhadapan dengan dua kemungkinan, yaitu: (1) Data Tunggal
yang seluruh skornya berfrekuensi 1 itu, Number of Cases-nya merupakan
bilangan ganjil (ganjil), dan (2) Data Tunggal yang seluruh skornya berfrekuensi
1 itu, Number of Cases-nya merupakan bilangan genap (bukan bilangan ganjil).
2) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang seluruh skornya
berfrekuensi 1, dan Number of Casesnya berupa bilangan ganjil.
Untuk Data Tunggal yang seluruh skornya berfrekuensi 1 dan Number of
Casesnya berupa bilangan ganjil (yaitu N = 2n +1), maka Median data yang
demikian itu terletak pada bilangan yang ke (n + 1).
Contoh :
Sejumlahh 9 orang mahasiswa menempuh ujian lisan mata kuliah Teknik
Evaluasi Pendidikan. Nilai mereka adalah sebagai berikut : 65, 75, 60, 70, 55,
50, 80, 40, 30. Hitunglah nilai median dari data tersebut!
Penyelesaian :
Untuk menhitung median dari kumpulan data diatas, maka pertama-tama kita
atur mulai dari nilai terendah sampai nilai tertinggi
30 40 50 55 60 65 70 75 80
Karena N = 9 seang rumus bilangan ganjil yang digunakan adalah
N = 2n + 1 maka
9=2n+1
8 = 2n n = 4
Dengan demikian niali yang merupakan niai median yaitunilai yang ke (4 + 1)
atau biangan ke 5 yaitu nilai 60.
3) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang seluruh skornya
berfrekuensi 1, dan Number of Casesnya berupa bilangan genap.
Untuk Data Tunggal yang seluruh skornya berfrekuensi 1 dan Number of
Casesnya merupakan bilangan genap (yaitu: N = 2n), maka Median atau Nilai
Rata-rata Pertengahan data yang demikian itu terletak antara bilangan yang ke-n
dan ke (n + 1).

Contoh :
Tinggi badan 10 orang calon yang mengikuti tes seleksi penerimaan calon
penerbang, menunjukkan angka sebagai berikut :
168, 162, 169, 170, 164, 167, 161, 166, 163, dan 165
Carilah median dari data diatas :
Penyelesaian :
Pertama kita urutkan data diatas dari nilai terendah ke nilai tertinggi
161 162 163 164 165 166 167 168 169 170
Karena N = 10 (merupakan bilangan genap) sedangkan rumus untuk bilangan
genap adalah N = 2n maka 10 = 2n n = 5
Jadi median dari tinggi 10 orang peserta tes seleksi calon penerbang itu terletak
antara bilangan ke 5 dan ke (5 + 1) atau antara bilangan ke 5 dan ke 6. Jadi Mdn
=
b) Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Tunggal yang sebagian atau
seluruh skornya berfrekuensi lebih dari satu
Apabila Data Tunggal yang akan kita cari Nilai Rata-rata Pertengahan atau
Mediannya, sebagian atau seluruh skornya berfrekuensi lebih dari satu, maka
kita sebaiknya tidak menggunakan cara seperti yang telah dikemukakan di atas,
melainkan kita pergunakan rumus sebagai berikut :

Mdn = 1 +

atau: Mdn = u

Mdn
= Median
l = lower milit (Batas Bawah Nyata dari skor yang mengandung Median)
fkb = frekuensi kumulatif yang terletak di bawah skor yang mengandung Median
fi = frekuensi asli (frekuensi dari skor yang mengandung Median)
N = Number of Cases
U = upper limit (Batas Atas Nyata dari skor yang mengandung Median)
Fka= frekuensi kumulatif yang terletak di atas skor yang mengandung Median
Contoh :
Skor berikut menunjukkan hasil belajar fisika sejumlah 50 orang siswa SMP di
Kabupaten Rafflesia.
26
29
31
23
24

28
27
24
29
29

27
26
27
27
31

24
30
29
26
27

31
25
27
28
26

27
23
30
25
28

25
31
28
27
27

28
28
26
28
26

26 30
26 27
29 25
30 25
27 27

Untuk mencari median dari data semacam ini, kita buat terlebih dahulu table
distribusi frekuensinya, terdiri dari 5 kolom. Koom 1 untuk memuat skor nilai,
kolom 2 untuk tanda atau jari, kolom 3 untuk frekuensi, kolom 4 untuk frekuensi

kumulatif yang dihitung dari bawah, dan kolom 5 untuk frekuensi kumulatif yang
dihitung dari atas.
Table distribusi untuk mencari median dari nilai 50 orang siswa.
Usia (X)
Tanda / jari-jari
F
fkb
fka
31
llll
4
50 = N
4
30
llll
4
46
8
29
llll
5
42
13
28
llll ll
7
37
20
27
llll llll ll
12
30
32
26
llll lll
8
18
40
25
llll
5
10
45
24
lll
3
5
48
23
ll
2
2
50 = N
Total
50 = N
Setelah table distribusi dibuat maka langkah selanjutnya yaitu:
a. Pertama-tama kita bagi data menjadi dua bagian yang sama besar, yaitu
masing-masing sebesar N, pada pertengahan distribusi itulah terletak data
median yang akan kita cari.
Karena N = 50 maka N = 50 = 25 (25 orang siswa). Dari table distribusi,
perhatikan titik pertengahan data sebesar 25 itu terletak pada frekuensi
kumuatif 30. Jadi skor yang mengandung median terletak pada nilai 27.
b. Karena skor yang mengandung median adalah skor 27 maka kita tentukan :
Lower limitnya (l) yaitu : 27 0,50 = 26,50
Frekuensi aslinya (fi) = 12
Frekuensi kumulatif yang terletak dibawah skor yang mengandung median
fkb = 18
c. Masukkan nilai-nilai yang telah diketahui kedalam rumus median yaitu:
Mdn = l +

= 26,50 +

= 27,083 (dibulatkan menjadi 27)


Untuk penggunaan rumus yang kedua langkah-langkahnya yaitu :
a. Mencari titik pertengahan yang teretak dalam table distribusi, langkahnya
sama dengan mencari titik tengah dengan menggunakan rumus pertama.
b. Karena skor yang mengandung median adalah 27, maka dapat diketahui :
Batas atas nyata dari skor yang mengandung median yaitu : 27 + 0,50 =
27,50 (u)
Frekuensi kumulatif yang terletak ditas skor yang mengandung median fka
= 20
Frekuensi aslinya fi = 12
c. Nilai-nilai yang diketahui frekuensinya dimasukkan ke dalam rumus yang
kedua yaitu :

Mdn = u

27,50

= 27,083 (Dibulatkan menjadi 27)


2) Cara Mencari Nilai Rata-rata Pertengahan untuk Data Kelompok
Cara menghitung dan jalan pikiran yang ditempuh untuk menghitung atau
mencari Nilai Rata-rata Pertengahan dari Data Kelompok adalah sama saja
dengan apa yang telah dikemukakan di atas. Letak perbedaannya adalah jika
pada Data Tunggal kita tidak perlu memperhitungkan interval class (i),
sedangkan pada Data Kelompok kelas interval (i), itu harus ikut serta
diperhitungkan, sehingga rumus di atas tadi berubah menjadi :

Mdn = 1 +

X i atau: Mdn = u

Xi

Mdn = Median atau Nilai Rata-rata Pertengahan


l = lower milit (Batas Bawah Nyata dari interval yang mengandung Median)
fkb = frekuensi kumulatif yang terletak di bawah interval yang mengandung
Median
fi = frekuensi aslinya (frekuensi dari interval yang mengandung Median)
u = upper limit (Batas Atas Nyata dari interval yang mengandung Median)
fka = frekuensi kumulatif yang terletak di atas interval yang mengandung Median
N = Number of Cases
Contoh :
Misalkan sejumlah 100 orang siswa Madrasah Tsanawiyah menempuh EBTA
dalam bidang studi IPA-fisika, datanya sebagai berikut :
Interval Nilai
f
Fkb
65-69
6
100 = N
60-64
24
94
55-59
25
70
50-54
15
45
45-49
10
30
40-44
6
20
35-39
5
10
30-34
4
9
25-29
3
5
20-24
2
2
Total
100 = N
Penyelesaian :
a. Untuk perhitungan median dengan rumus pertama.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

fka
6
30
55
70
80
86
91
95
98
100 = N
-

Mencari letak pertengahan distribusi data, yaitu N, karena N = 100 maka


N = 50
Perhatikan table di atas, letak pertengahan data adalah pada frekuensi
kumulatif sebesar 70, dengan demikian interval nilai yang mengandung
median adalah interval nilai 55-59, karena interval nilai yang mengandung
median adalah 55-59 maka dengan cepat kita ketahui l = 54,50; fi = 25
sedangkan fkb = 45. Interval classnya adalah 5.
Karena niai-nilainya telah diketahui maka substitusikan ke dalam rumus
median yang pertama yaitu:
Mdn = 1 +

X i = 54,50 +

X5

= 55,50
b. Untuk mencari median dengan rumus kedua
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Mencari nilai pertengahan yaitu N = 100 = 50
Pada table letak pertengahan data adalah pada frekuensi kumulatif sebesar
55, maka interval nilai yang mengandung median adalah interval 55-59
maka kita dapat mengetahui u= 59,50; fi = 25, fka = 30 dan i = 5. Kita
substitusikan kedalam rumus kedua yaitu :
Mdn = u

X i = 59,50

X5

= 55, 50
Hasilnya sama untuk kedua rumus median yaitu 55,50
4) Penggunaan Nilai Rata-rata Pertengahan (Median)
Nilai Rata-rata Pertengahan atau Median kita cari atau kita hitung, apabila kita
berhadapan dengan kenyataan seperti disebutkan berikut ini :
a) Kita tidak memiliki waktu yang cukup luas atau longgar untuk menghitung
Nilai Rata-rata Hitung (Mean)-nya.
b) Kita tidak ingin memperoleh nilai rata-rata dengan tingkat ketelitian yang
tinggi, melainkan hanya sekedar ingin mengetahui, skor atau nilai yang
merupakan nilai pertengahan dari data yang sedang kita teliti.
c) Distribusi frekuensi data yang sedang kita hadapi itu bersifat a-simetris (tidak
normal).
d) Data yang sedang kita teliti itu tidak akan dianalisa secara lebih dalam lagi
dengan mempergunakan ukuran statistik lainnya.
5) Kelebihan dan kelemahan Median
Kelebihan yang dimiliki oleh median sebagai ukuran rata-rata ialah mediannya
dapat diperoleh dalam waktu yang singkat, karena proses perhitungannya
sederhana dan mudah.
Sedangkan kelemahannya ialah median sebagai ukuran rata-rata sifatnya
kurang teliti.
III.

MODUS (MODE)

A. Pengertian Modus

Modus tidak lain adalah suatu skor atau nilai yang mempunyai frekuensi paling
banyak, dengan kata lain skor atau nilai yang mempunyai frekuensi maksimal
dalam suatu distribusi data. Modus dilambangkan dengan Mo.
B. Cara mencari modus
1) Cara mencari modus untuk data Tunggal
Mencari modus untuk data tunggal dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
sekali, yaitu dengan memeriksa (mencari) mana diantara skor yang ada yang
memiliki frekuensi paling banyak. Skor atau nilai yang memiliki frekuensi paling
banyak inilah yang disebut modus.
Contoh :
Misalkan data tentang usia sejumlah 50 orang guru yaitu :
Usia (X)
31
30
29
28
Mo (27)
26
25
24
23
Total

F
4
4
5
7
12 = f maksimal
8
5
3
2
50 = N

Modus dari data diatas yaitu 27 karena dari sejumlah 50 orang guru yang paling
banyak berusia 27 tahun memiliki frekuensi maksimum yaitu 12.
2) Cara mencari modus untuk data kelompok
Untuk mencari modus dari data kelompok dapat digunakan rumus sebagai
berikut :
Mo = u +
Atau
Mo = u +
Mo = Modus
l = ower limit (batas bawah nyata dari interval yang mengandung modus)
fa = frekuensi yang terletak di atas interval yang mengandung modus
fb= frekuensi yang terletak di bawah interval yang mengandung modus
u = upper limit (batas atas nyata dari interval yang mengandung modus)
i = interval class (kelas interval)
Contoh :
Nilai mata kuliah Matematika Dasar yang dicapai oleh sejumlah 40 orang
mahasiswa adalah sebagai berikut :
Interval nilai
85-89

F
2

80-84
75-79
70-74
65-69
(60-64)
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
Total

2
3
4
5
(10)
5
4
3
2
1
40 = N

Dari table diketahui bahwa interval yang mengandung modus yaitu 60-64,
karena interval ini memiliki frekuensi yang paling besar, maka dapat diketahui
pula :
Lower limit(l) = 59,50
Upper limit (u) = 64,50
Fa = 5
fb = 5 dan
i=5
kemudian substitusikan kedalam rumus modus,
Rumus pertama
Mo = l +

= 62

Rumus kedua
Mo = u +

= 62

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa baik menggunakan rumus pertama
ataupun kedua, hasil yang diperoleh sama yaitu 62.
C. Penggunaan modus
Mencari modus dapat kita lakukan apabila kita berhadapan dengan kenyataan
sebagai berikut
a. Kita ingin memperoleh nilai yang menunjukkan ukuran rata-rata dalam waktu
yang paing singkat
b. Dalam mencari nilai yang menunjukkan ukuran rata-rata itu kita meniadakan
factor ketelitian; artinya ukuran rata-rata itu kita kehendaki hanya bersifat
kasar saja.
c. Dari data yang kita teliti (kita cari modusnya) kita hanya ingin mengetahui cirri
khasnya saja.
D. Kelebihan dan kelemahan modus
Seperti yang kita pahami dari uraian diatas kelemahan modus ialah dapat
menolong kita dalam waktu yang singkat untuk memperoleh ukuran rata-rata
yang merupakan cirri khas dari data yang kita hadapi.
Sedangkan keemahannya yaitu kurang teliti, karena modus terlalu mudah atau
terlalu gampang diperoleh. Selain itu jika frekuensi maksimal yang terdapat
dalam distribusi frekuensi data yang kita teliti itu lebih dari satu buah maka akan

kita peroleh modus yang banyaknya lebih dari satu buah. Kemungkinan lainnya,
bias terjadi bahwa dalam suatu distribusi frekuensi tidak dapat kita cari atau
tentukan modusnya karena semua skor yang ada mempunyai frekuensi yang
sama. Akhirnya sebagai salah satu ukuran rata-rata, modus sifatnya labil (tidak
stabil)
IV. HUBUNGAN ANTARA MEAN, MEDIAN DAN MODUS
Dalam keadaan khusus yaitu dalam keadaan distribusi frekuensi yang kita
selidiki bersifat normal (symetris) maka akan ditemui keadaan sebagai berikut :
a. Mean = median = modus
b. Modus = 3 median 2 mean
Contoh :
Interval
nilai
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
total

Fx

Fk(b)

Fk(a)

2
4
9
10
14
10
9
4
2
64 = N

72
67
62
57
(52) M
47
42
37
32
-

+4
+3
+2
+1
0
-1
-2
-3
-4
-

+8
+12
+18
+10
0
-10
-18
-12
-8
0 = fx

64= N
62
58
49
39
25
15
6
2
-

2
6
15
25
39
49
58
62
64 = N
-

Dengan memperhatikan distribusi frekuensi dari data yang disajikan di atas,


diketahui bahawa data tersebut memiliki distribusi frekuensi yang bersifat
simetris. Jika kitaa hitung mean, median dan modusnya maka ketiganya akan
berada pada satu titik, dengan kata lain :
Mean = median = Modus
M = M + i

Mdn = l +

Mdn = u Mo = l +
Mo = u Mo = 3 Mdn 2 M = (3 X 52) (2 X 52) = 52

Sumber :
1. Sudjana, Metoda Statistik, ed. 6; 1996
2. Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan; 2008
3. Sugijono, Statistik Untuk Penelitian; 2010
4. Sutopo, Paul, Pengantar Statistik, (Untuk Pendidikan dan Psikologi); 2011
5. Murwani, Santoso, dan Kosasih, Nana; 1998

Tedensi Penyebaran
Selain tendensi pengukuran, masih ada ukuran lain yaitu ukuran simpangan atau ukuran
dispersi. Ukuran ini juga sering disebut ukuran variasi. Beberapa ukuran disperse yang
sering digunakan menurut sudjana (1992) ialah rentangan, rentang antar kuartil,
simpangan kuartil, rata-rata simpangan, simpangan baku(standar deviasi), varians, dan
koefisien variansi.
1)

Rentang
Ukuran variasi yang paling mudah ditentukan ialah rentang karena hanya dengan cara
memperkurangkan data terbesar dengan data terkecil atau :
Rentang = data terbesar data terkecil
Sebagai contoh kita akan mencari rentang dari distribusi skor hasil pengukuran mata
kuliah ragam tes baku yang diikuti oleh 20 peserta dengan skor: 85, 67, 78, 89, 95, 79,
83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80, dan 96. Maka rentangannya adalah 29.

2)

Rentang Antar Kuartil


Kuartil ialah titik yang membagi distribusi menjadi empat dengan jarak 25% sehingga
kita mengenal tiga kuartil yaitu kuartil 1 yang disingkat K1, kuartil 2 disingkat K2, dan
kuartil 3 disingkat K3. K2 sama dengan median.
Seperti halnya rentang, rentang antar kuartil sangat mudah ditentukan. Rentang antar
kuartil ini adalah merupakan selisih antara K3 dan K1, yang dapat dihitung dengan
formulasi:
RAK = K3 K1
Keterangan:
RAK = rentang antar kuartil
K3 = kuartil ketiga
K1 = kuartil pertama

Keterangan:
K3 = kuartil ketiga
b = batas bawah dimana kuartil dihitung
kf = kumulatif frekuensi di bawah kelas dimana kuartil dihitung
f = frekuensi kumulatif kelas dimana kuartil dihitung
i = interval
Tabel 2.4 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kaalitas Tes Buatan Guru
Nilai
40 44

Frekuensi ( f )
1

Frekuensi Kumulatif
30

35 39
30 34
25 29
20 24
15 19
10 14
59
04
Jumlah

2
3
5
3
10
1
1
4
30

29
27
24
19
16
6
5
4

K1 = 14,50 + (1/4(30) 6 : 10) 5 = 15,25


K2 = 14,50 + (1/2(30) 6 : 10) 5 = 19
K3 = 24,50 + (3/4(30) 6 : 10) 5 = 15,25
RAK = 30,33 15,25 = 15,08
Jarak antara K1 dan K3 dinamakan interkuartil. Makain kecil jarak tersebut, makin
tinggi tingkat konsentrasi distribusi tengah seluas 50 % dari seluruh distribusi.
3)

Simpangan Kuartil
Simpangan kuartil atau deviasi kuartil yang biasa disingkat dengan Sk adalah harga
(nilai) setengah dari rentang antar kuartil. Untuk menhitungnya digunakan rumus:
SK = (K3 K1)
Sebagai contoh untuk mengetahui simpangan kuartil dari data yang disajikan dalam
tabel di atas maka dapat dihitung sebagai berikut:
(30,33 15,25) = (15,08) = 7,54

4)

Rata-rata Simpangan
Misalkan data hasil pengukuran berbentuk X1, X2, X3, , Xn dengan rata-rata
selanjutnya kita menemukan jarak antara tiap data dengan rata-rata
symbol ditulis

. jarak ini dalam

, dibaca harga mutlak. Harga mutlak selalu positif.

Jika jarak
,
,
, ,
, dijumlahkan kemudian dibagi n,
maka diperoleh satuan yang disebut rata-rata simpangan. Rumusnya adalah:
Contoh:
Tabel 2.5 Distribusi Skor Hasil Pengukuran Ragam Tes Baku
85
67
78
89
95
79
83
81
80
94

0,35
-17,65
-6,65
4,35
10,35
-5,65
-1,65
-3,65
-4,65
9,35

0,35
17,65
6,65
4,35
10,35
5,65
1,65
3,65
4,65
9,35

92
91
90
80
76
82
87
88
80
96

5)

7,35
6,35
5,35
-4,65
-8,65
-2,65
2,35
3,35
-4,65
11,35

7,35
6,35
5,35
4,65
8,65
2,65
2,35
3,35
4,65
11,35

Dari data yang disajikan dalam tabel di atas maka rata-rata simpangan adalah 121 : 20 =
6,05.
Simpangan Baku dan Varians
Ukuran simpangan yang paling banyak digunakan adalah simpangan baku atau standar
deviasi. Pangkat dua dari standar deiviasi dinamakan varians. Untuk simpangan baku
sampel diberikan symbol s, sedangkan untuk simpangan baku populasi diberikan
symbol sehingga varians dari sampel adalah s2 dan varians populasi adalah 2. s dan s2
merupakan statistic sedangkan dan 2 adalah parameter.
Standar deviasi dapat dihitung dengan cara pertama mencari nilai deviasi atau selisih
masing-masing skor individu dari nilai rata-rata, dan kedua adalah memngkuadratkan
masing-masing nilai deviasi tersebut kemudian menjumlahkannya yang hasilnya
disebut sum 0f squares atau jumlah kuadrat.
Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data hasil observasi x1, x2, x3, , xn
dan rata-rata , maka statistic s untuk data tunggal dihitung dengan rumus berikut:

Dan untuk data kelompok dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Contoh:
Tabel 2.5 Distribusi Skor Hasil Pengukuran Ragam Tes Baku
2

85
67
78
89
95
79
83
81
80
94
92

0,35
-17,65
-6,65
4,35
10,35
-5,65
-1,65
-3,65
-4,65
9,35
7,35

0,1225
311,5225
44,2225
18,9225
107,1225
31,9225
2,7225
13,3225
21,6225
87,4225
54,0225

91
90
80
76
82
87
88
80
96

6,35
5,35
-4,65
-8,65
-2,65
2,35
3,35
-4,65
11,35

40,3225
28,6225
21,6225
74,8225
7,0225
5,5225
11,2225
21,6225
128,8225
1032,55

Berdasarkan tabel di atas maka standar deviasi untuk data di atas dapat dihitung sebagai
berikut:
. Jadi standar deviasi data di atas adalah 7,19.
Untuk data kelompok, standar deviasinya dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel 2.7 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kualitas Tes Buatan Guru
2
2
F
Nilai
F
X
Fx
40 44
1
42
42
21,67
469,59
469,59
35 39
2
37
74
16,67
277,89
555,78
30 34
3
32
96
11,67
136,19
408,57
25 29
5
27
135
6,67
44,49
222,45
20 24
3
22
66
1,67
2,79
8,37
15 19
10
17
170
-3,33
11,09
110,90
10 14
1
12
12
-8,33
69,39
69,39
59
1
7
7
-13.33
177,69
177,69
04
4
2
8
-18,33
335,99
1343,96
Jumlah
30
198
610
1525,11
3366,70

dan n = 30; maka standar deviasinya adalah: 3366,70 : 30 =


112,22.
jadi standar deviasi distribusi data kelompok di atas adalah
10,59.
Oleh karena varians adalah merupakan kuadrat dari standar deviasi maka varians (s2)
dari data tunggal yang disajikan di atas adalah 7,92 = 51,70, sedangkan varians dari
data kelompok adalah 10,592 = 112,22.
3. Tabel Distribusi Frekuensi
Data hasil pengukuran tidak berarti apa-apa jika data tersebut tidak dipahami oleh orang
yang melihat atau membacanya. Agar data hasil pengukuran dapat dipahami oleh setiap
orang yang melihat atau membacanya maka data hasil pengukuran harus disajikan
dalam bentuk yang dapat dibaca dan dipahami serta dimengerti oleh setiap orang yang
membacanya.

Ada berbagai cara penyajian data hasil pengukuran, salah satunya adalah dengan tabel
distribusi frekuensi. Tabel distribusi frekuensi ialah tabel yang menyajikan data hasil
pengamatan atau hasil pengukuran dari suatu peristiwa atau obyek pengukuran dimana
data disajikan dalam kolom tertentu berdasarkan urutannya baik dari urutan dari besar
ke kecil atau sebaliknya.
Data hasil pengamatan atau pengukuran dari suatu obyek dapat disajikan dalam bentuk
distribusi tuggal ataupun dalam distribusi berkelompok.
Contoh tabel distribusi tunggal sebagai berikut:
Tabel 2.8 Distribusi Skor Hasil Tes Ragam Tes baku
Nilai (x)
Frekuensi ( f )
Nilai ( x )
Frekuensi ( f )
67
1
85
2
69
1
87
2
70
1
88
1
76
1
89
1
78
1
90
2
79
2
91
1
80
4
92
1
81
1
93
1
82
1
94
1
83
2
95
1
84
1
96
1
Jumlah
16
14
Jika data hasil pengukuran jumlahnya kecil maka penyajian dengan tabel distribusi
tunggal tidak menjadi masalah, tetapi jika jumlah data hasil pengukuran besar misalnya
ratusan atau ribuan, bahkan puluhan ribu, maka penyajian data dengan distribusi
tunggal sudah menjadi masalah.
Oleh karena itu, maka data untuk hasil pengukuran yang jumlahnya besar harus
disajikan dengan bentuk disitribusi berkelompok. Dalam tabel distribusi frekuensi data
dikelompokkan berdasarkan kesamaan yang dimiliki oleh setiap data dari hasil
pengukuran. Ada tiga tabel distribusi frekuensi yaitu (1) tabel distribusi frekuensi
absolute, (2)tabel distribusi frekuensi relative, dan (3) tabel distribusi frekuensi
kumulatif.
Sebelum data hasil pengukuran disajikan dalam tabel distribusi frekuensi secara
berkelompok, maka perlu ditempuh langkah-langkah berikut:
5. Tentukan range dengan cara data terbesar dikurangi data terkecil
6. Tentukan banyaknya kelas. Banyaknya kelas paling sedikit 5, dan paling banyak 15
(sudjana, 1992), yang dipilih menurut keperluan. Jika data hasil pengukuran
banyaknya 200 ke atas maka dalam penentuan banyaknya kelas dapat menggunakan
aturan sturges yaitu : banyaknya kelas (k) = 1 + log n, dimana n adalah banyaknya
data. Hasil akhirnya dijadikan bilangan bulat.
7. Tentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus P = range/banyaknya kelas (p =
r/k)
8. Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ujung bawah kelas interval pertama
ini dapat mengambil data terkecil atau nilai data yang lebih kecil tetapi selisihnya
harus lebih kecil dari panjang kelas yang telah ditentukan.

Untuk memudahkan penyusunan daftar distribusi frekuensi maka sebaiknya disusun


daftar penolong yang berisikan kolom tabulasi.
Contoh distribusi skor hasil tes mata kuliah ragam tes baku yang diikuti oelh 30 peserta
dengan skor: : 85, 67, 78, 89, 95, 79, 83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80,
dan 96. Data ini kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dengan langkahlangkah sebagai berikut:
5. Rentang = data terbesar (96) dikurang data terkecil (67) = 96 67 = 29
6. Banyaknya kelas (k) = 1 + (3,3) log 30 = 5,87 = 6. Jadi banyaknya kelas = 6
7. Panjang kelas (p) adalah rentang bagi banyaknya kelas = 29 : 6 = 4,83 = 5
8. Dengan p = 5 dan k = 6 maka kelas interval pertama terbentuk pada data 67 71,
kelas interval kedua terbentuk pada data 72 76, kelas interval ketiga terbentuk
pada data 77 81, dan seterusnya.
Setelah mengetahui kelas-kelas interval maka selanjutnya kelas-kelas interval disajikan
ke dalam tabel penolong sebagai berikut:
Skor Tes
67 71
72 76
77 81
82 86
87 91
92 96
Jumlah

Tabulasi

Frekuensi
3
1
8
6
7
5
30

Berdasarkan tabel tabulasi di atas maka dengan mudah kita dapat menyusun tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut:
1) Tabel Distribusi Frekuensi Absolut
Tabel 2.10 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes
Nilai tengah
Absolut
67 71
3
69
72 76
1
74
77 81
8
79
82 86
6
84
87 91
7
89
92 96
5
94
Jumlah
30
2) Tabel Distribusi Frekuensi Relatif
Tabel 2.11 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Frekuensi
Skor Tes
Absolut
Relatif
67 71
3
10%
72 76
1
3,33%
77 81
8
26,67%
82 86
6
20%

87 91
92 96
Jumlah

7
5
30

23,33%
16,67%
100%

3) Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif


Tabel 2.8 Tabulasi Dta Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes
Fkum kurang dari
Fkum lebih dari
Absolut
67 71
3
0
30
72 76
1
3
27
77 81
8
4
26
82 86
6
12
18
87 91
7
18
12
92 96
5
25
5
97
30
0
Jumlah
30
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi relative di atas dengan mudah kita dapat melihat
bahwa 3 orang atau 10 % peserta mmendapatkan skor antara 67 sampai 71; 1 orang atau
3,33% peserta mendapatkkan skor antara 72 sampai 76; 8 orang atau 26,67% peserta
mendapatkan skor antara 77 sampai 81; 6 orang atau 20% peserta mendapatkan skor
antara 82 sampai 86; 7 orang atau 23,33% peserta mendapatkan skor antara 87 sampai
91; 5 orang atau 16,67% peserta mendapatkan skor antara 92 sampai 96. Sebagian
peserta mendapatkan skor antara 77 sampai 81.
4.

Grafik
Selain disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, data dapat pula disajikan dalam
bentuk grafik. Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebenarnya telah
memberikkan gambaran yang cukup jelas kepada para pembaca, namun apabila
disajikan dalam bentuk grafik, data tersebut akan lebih cepat, lebih menarik, dan lebih
mudah dipahami oleh para pembaca.
Selain itu tidak semua orang senang membaca dan memahami dengan jelas data yang
disajikan dalam distribusi frekuensi. Untuk itu maka perlu ada teknik lain dalam
penyajian data guna memudahkan orang melihat dan membaca data hasil pengukuran.
Teknik penyajian data yang paling banyak digunakan orang selain table distribusi
frekuensi ialah teknik grafik.
Meskipun grafik ada beberapa macam, tetapi ada beberapa hal yang sama. Pada
diagram batang (histogram) dan diagram garis (polygon) misalnya, selalu dimulai
dengan garis sumbu absis dan ordinat. Sumbu absis yaitu sumbu yang mendatar yang
sering disebut dengan sumbu X (dengan huruf X besar). Sumbu ordinat adalah sumbu
tegak yang sering disebut dengan sumbu Y (dengan huruf Y besar). Sumbu X untuk
mencantumkan nilai, sedangkan sumbu Y untuk mencantumkan frekuensi.
Perlu diperhatikan bahwa setiap membuat grafik harus diberi keterangan nama sumbusumbunya, dan nama grafiknya. Nama grafik dapat diberikan di atas atau di bawah
grafik, namun umumnya orang mencantumkan nama grafik di bagian bawah.
1) Histogram
Grafik histogram disebut diagram batang atau bar diagram. Membuat histogram dengan
mempergunakan program excel sangat mudah dilakukan, karena hanya dengan cara

memblok nilai-nilai dalam kolom frekuensi absolute kemudian mengklik insert chart,
histogram akan berbentuk.
Jika histogram dibuat dengan secara manual maka langkah-langkah yang peprlu
diperhatikan ialah:
5. membuat absis dan ordinat, dengan perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan,
misalnya 9 : 7
6. absis diberi nama nilai dan ordinat diberi nama frekuensi (F)
7. membuat skala pada absis dan ordinat. Skala pada absis dan ordinat boleh tidak
sama, disesuaikan dengan kebutuhan, dan perlu diperhatikan adalah semua nilai
dan frekuensi harus masuk dalam skala
8. membuat segi empat pada setiap titik tengah nilai variabel atau batas nyata yang
tingginya sesuai dengan besarnya frekuensi setiap variabel.
Frekue

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

66,

71,

76,
Kel
as

81,

86,

91,

96,
5

2) Poligon
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang penting antara cara membuat histogram
dengan cara pembuatan poligon. Perbedaan yang perlu diperhatikan adalah (1) grafik
histogram biasanya dibuat dengan batas nyata, sedangkan poligon dibuat dengan
mempergunakan titik tengah; dan (2) grafik histogram berbentuk segi empat
panjang, sedangkan poligon adalah berupa garis yang dibuat kurva. Poligon dibuat
dengan menghubungkan titik tengah secara berurutan. Sebagai contoh berikut ini
ditampilkan poligon yang dibuat berdasarkan nilai tengah dari tabel

BAB 5
Ukuran Penyebaran Data
Rentang,
- varians,
- standar deviasi,
angka baku (skor z)
-

Ukuran simpangan atau ukuran dispersi adalah ukuran yang menggambarkan


bagaimana berpencarnya data kuantitatif. Ukuran ini sering disebut sebagai ukura
variasi. Beberapa ukuran yang termasuk dispersi antara lain: rentangan, simpangan
(deviasi), simpangan baku/deviasi standar, dan varians.
A. Rentangan (Range)
Ukuran penyebaran yang paling sederhana adalah Range (Jangkauan/Rentang,
terkadang di beberapa literatur diterjemahkan dengan istilah wilayah). Range dari
suatu kelompok data pengamatan adalah selisih antara nilai minimum dan
maksimum.
1. Range data tunggal
Untuk range data tunggal dirumuskan dengan:
R = xmaks xmin
Dengan:
R = Rentang
Xmaks = data terbesar
Xmin = data terkecil
Pelajari contoh berikut ini:
Tentukan range dari data-data di bawah ini.
6, 7, 3, 4, 8, 3, 7, 6, 10, 15, 20
Penyelesaian:
Dari data di atas diperoleh xmaks = 20 dan xmin = 3
Jadi, R = xmaks xmin
= 20 3 = 17
2. Range data bergolong
Untuk data bergolong, nilai tertinggi diambil dari nilai tengah kelas tertinggi dan
nilai terendah diambil dari nilai kelas yang terendah.
Contoh soal:
Tentukan range dari tabel berikut ini.
Nilai
Frekuensi
35
3
68
6
9 11
16
12 14
8
15 17
7
18 20
10
Penyelesaian:

Nilai tengah kelas terendah =

=4

Nilai tengah kelas tertinggi =


Jadi, R = 19 4 = 15.
B. Simpangan Rata-Rata (Deviasi Rata-Rata)
Simpangan rata-rata suatu data adalah nilai rata-rata dari selisih setiap data
dengan nilai rataan hitung.
1) Simpangan rata-rata data tunggal
Simpangan rata-rata data tunggal dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:
SR = simpangan rata-rata
n = ukuran data
xi = data ke-i dari data x1, x2, x3, , xn
x = rataan hitung
Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal
Diketahui data: 7, 6, 8, 7, 6, 10, 5. Tentukan simpangan rata-ratanya.
Penyelesaian
X=
SR =

{|7 7| + |6 7| + |8 7| + |7 7| + |6 7| + |10 7| + |5 7|}

{| 0 | + | 1| + | 1 | + | 0 | + | 1 | + | 3 | + | 2 |}

(0 + 1 + 1 + 0 + 1 + 3 + 2)

=
2) Simpangan rata-rata data bergolong
Simpangan rata-rata data bergolong dirumuskan:

Pelajarilah contoh soal berikut ini.


Contoh soal
Tentukan simpangan rata-rata pada tabel berikut ini.

Penyelesaian

= 5,15
C. Simpangan Baku (Deviasi Standar)
Sebelum membahas simpangan baku atau deviasi standar, perhatikan contoh
berikut. Kamu tentu tahu bahwa setiap orang memakai sepatu yang berbeda

ukurannya. Ada yang berukuran 30, 32, 33, ... , 39, 40, dan 41. Perbedaan ini
dimanfaatkan oleh ahli-ahli statistika untuk melihat penyebaran data dalam suatu
populasi. Perbedaan ukuran sepatu biasanya berhubungan dengan tinggi badan
manusia.
Standar deviasi atau simpangan baku adalah satuan ukuran penyebaran
frekuensi dari tendensi sentralnya. Setiap frekuensi mempunyai deviasi dari
tendensi sentralnya, dan juga merupakan ukuran penyebaran bagi variabel
kontinum, bukan variabel deskrit.
Kegunaannya adalah memberikan ukuran variabelitas dan homogenitas dari
serangkain data. Semakin besar nilai simpangan suatu data semakin tinggi
pula variabelitas dan semakin kurang homogenitas dari data tersebut. Sebaliknya,
bila simpangan baku kecil, maka data tersebut semakin dekat kepada sifat
homogenitasnya
Seorang ahli matematika Jerman, Karl Ganss mempelajari penyebaran dari
berbagai macam data. Ia menemukan istilah deviasi standar untuk menjelaskan
penyebaran yang terjadi. Saat ini, ilmuwan menggunakan deviasi standar atau
simpangan baku untuk mengestimasi akurasi pengukuran. Deviasi standar adalah
akar dari jumlah kuadrat deviasi dibagi banyaknya data.
1) Simpangan baku data tunggal
Simpangan baku/deviasi standar data tunggal dirumuskan sebagai berikut.

Catatan:

Rumus tersebut dapat pula diubah ke bentuk berikut ini:

Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.


Contoh soal:
Dari 40 siswa kelas XI IPA diperoleh nilai yang mewakili adalah 7, 9, 6, 3, dan 5.

Tentukan simpangan baku dari data tersebut.


Penyelesaian:
X=

Atau dengan menggunakan rumus berikut ini.

=
=
= 2,24
Jadi ragam = 5 dan simpangan baku = 2,24.
2) Simpangan baku data bergolong
Simpangan baku data bergolong dirumuskan berikut ini.

Rumus di atas dapat pula diubah ke bentuk berikut ini.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.


Contoh soal:
Hasil tes Matematika 30 siswa kelas XI IPA seperti
ditunjukkan pada tabel di samping.

Berdasarkan data tersebut, tentukan simpangan bakunya.


Penyelesaian:

=
= 16,33

=
=
= 5,28
Atau dapat digunakan rumus ke-2 sebagai berikut:

=
=
= 5,28
D. Ragam atau Variansi
Salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas
kelompok adalah dengan varians. Varians merupakan jumlah kuadrat semua deviasi
nilai-nilai individual terhadap rata-rata kelompok. Akar varians tersebut disebut
sebagai standard deviasi atau simpangan baku. Varians populasi diberi simbol s 2
dan standard deviasi adalah s . Sedangkan varians untuk sampel diberi simbol s 2
dan standard deviasi untuk sampel diberi simbol s.
Variansi sampel dari sekumpulan n data : X 1, X 2 , , X n .adalah

S2

(X
i 1

X )2

n 1
Dimana : S= simpangan baku sampel ; n = jumlah sampel
Xi = hasil pengamatan ; X = nilai rata-rata kelompok
Bentuk lain varians sampel (data tunggal) ialah :
2
n X i ( X i ) 2
S2
n(n 1)
Jika data dari sampel telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, maka
untuk mentukan varian S2 di pakai rumus :
S2

f (X
i

X )2

n 1

Atau yang lebih digunankan lagi :


2
n f i X i ( f i X i ) 2
S2
n(n 1)
Dengan Xi = tanda kelas ; fi = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas ; n =

Cara singat atau cara sandi, dapat digunakan untuk mengitung varians
sehingga perhitungan lebih sederhana. Rumusnya adalah :

Dengan P = panjang kelas interval ; ci = nilai sandi ; n =


Contoh
Suatu penelitian dilakukan di SMP tentang hasil belajar 10 siswa. Hasil
penelitian adalah sebagai berikut: 60, 70, 65, 80, 70, 65, 75, 80, 70, 75.
Berdasarkan data tersebut berapa variansi hasil belajar siswa tersebut ?
Pembahasan :

X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10
n
60 70 65 80 70 65 75 80 70 75
X
10
710
X
71
10
X

N
1
2
3
4
5
6

Xi
60
70
65
80
70
65

Xi - X
-11
-1
-6
9
-1
-6

(Xi - X )2
121
1
36
81
1
36

7
8
9
10
n = 10

75
80
70
75

S2

(X
i 1

4
9
-1
4

710

X )2

n 1
390
S2
43,3
9
Jadi varians untuk data ini adalah 43,3

16
81
1
16

(X

X ) 390

BAB 6
Peluang dan Distribusi Peluang :
-

- Distribusi Normal
Pengujian Normalitas Data
- Distribsi Chi-Kuadrat
- Penyusunan Distribusi

PELUANG
A.
Peluang adalah perbandingan antara banyaknya kejadian yang muncul
(observed) dengan banyaknya kejadian (semua) yang nungkin muncul
(expected).
Contoh: peluang munculnya hati (n = 13) pada pengambilan sebuah kartu dari satu
set kartu bridge (N =
52) adalah =
B.
NiIa peluang untuk sebuah kejadian o p 1 untuk kemustahilan dan 1 untuk
kepastian.
Contoh: peluarg munculnya mata dadu 1 adalah suatu di antara 6, yaitu
C. Notasi peluang untuk sebuah kejadian terambilnya sebuah as dan satu set kartu bridge
maka P(A)=
D. Peluang terjadinya dua buah kejadian A dan B yang:
1. Eksklusif: P (A atau B) = P(A) + P(B)
Contoh:
A kejadian munculnya gambar dan B kejadian munculnya
angka pada mata uang yang
ditos.
P (A atau B) = P(A) + P(B) = + = 1
2. Bebas: P(A dan B) = P(A). P(B).
Contoh:
A kejadian munculnya gambar pada mata uang pertama dan B
ke munculnya angka
pada mata uang kedua yang ditos
P(A dan B) = P(A). P(B) = 1/2. 1/2 =
3.Inklusif: P(A dan atau B) = P(A) + P(B) - P(A). P(B).
Contoh:
A kejadian terambilnya hati dan B kejadian terambilnya as
dari satu set kartu bridge.
P(A dan atau B) = P(A) + P(B) - P(A) . P(B)
= 13/52 + 4/52 - 13/52 . 4/52 = 16/52 = 4/13.
E. Harapan atau ekspektasi adalah hasil kali peluang dengan banyaknya percobean
yang dilakukan. Notasi: E(X) = P(X).n atau E= pn
Contoh: 1) Harapan munculnya gambar pada sebuah mata uang yang ditos 10 kali =
1/2.10 = 5 kali.
2) Harapan munculnya mata dadu 6 pada sebuah dadu yang dilempar
12 kali = 1/6.12 = 2.
DISTRIBUSI PELUANG
A.

Satu mata uang ditos.


Ada 2 = 21 kejadian yang mungkin: A dan G. Peluang munculnya 0 atau 1
qambar adalah: 1/2, 1/2 di mana 1/2 + 1/2 = 1 disebut distribusi peluang.
Pembilangnya 2 angka: 1, 1, penyebutnya: 21.
B. Dua mata uang thtos.
Ada 4 = 22 kejadian yang mungkin: AA, Ag, GA, GG. Peluang munculnya 0,
1, 2 gambar adalah: 1/4, 2/4, 1/4, di mana 1/4 + 2/4 + 1/4 = 1 disebut
distribusi pemPembilangnya 3 angka: 1, 2, 1, penyebutnya: 22.

C.

Tiga mata uang ditos.


Ada 8 = 23 kejadian yang mungkin: AAA,AAG, AGA, AGG, GAA, GAG,
GGA, GGG. Peluang muncu 0, 1, 2, 3 gambar adalah: 1/8, 3/8, 3/8, 1/8
di mana 1/8 + 3/8 + 3/8 + 1/8 = 1 disebut distribusi peluang. Pernbilangnya 4
angka 1, 3, 3, 1, penyebutnya: 23

D.

Empat mata uang ditos


Ada 16 = 24 kejadian yang mungkin: AAAA, AAAG, AAGA, .AAGG,
AAGA, AAGA. AAGG, GAAA, GAAG, GAGA, GAGG, GGAA, GGAG, GGGA,
GGGG. Peluang munculnya 0, 1, 2, 3, 4 gambar adalah: 1/16, 4/16, 6/16,
1/16 dimana 1/16 + /16 + 6/16 + 4/16 + 1/16 = 1 disebut distribusi peiuang.
PembiLangnya 5 angka: 1, 4, 6, 4, 1, penyebutnya: 24
E.
Lima mata uang ditos.
Ada 32 = 25 kejadian yang mungkin: (sebutkan!). Peluang munculny 0, 1, 2,
3, 4, 5 gambar ada 6 pevahan yang jumlahnya 1 dan disebut distribusi
peluang dengan pembilang 6 angka: 1, 5, 10, 10, 5, 1, penyebutnya 25
F.
N mata uang ditos (sama dengan 1 ditos N kali). Ada 2N kejadian yang mungkin.
Peluang munculnya 0, 1, 2, 3 N gambar adalah N pecahan yang jumlahnya 1 dan
disebut distribusi peluang dengan pembilang N+1 angka: Co, C1,C2,C3,..CN-1, CN-1 CN,
penyebutnya 2N Jadi peluang muncul k gambar = P(X = 6) Ck(1/2)N.
Keterangan:
CK = CNK =
[ n! Dibaca n factorial]
Jadi 1! = 1.0! = 1
N! = N.(N-1)
N! = N(N-1) (N-2) (N-3).5,4,3,2,1.
O! = 1
= 1.2.3.4.5.(N-3) (N-2) (N-1).
G.
Distribusi peluang di atas teirnasuk distribusi binomium dengan variabel diskret.
H.
Grafik Distribusi Peluang Mata Uang yang Ditos.

I.

1. Terletak di atas sumbu mendatar.


2. jumlah uas sama dengan 1.
3. Jika N cukup besar maka grafiknya berupa kurva mulus yang simetris.
Tidak semua distribusi peluang herupa kurva sirietris, tergantung pada kejadian yang
di amati. Ada yang Iandai ke kanan (positif), ada yang andai ke kin (negative)
Contoh: Peluang munculnya k mata dadu 6 pada pelamparan N buah dadu adalah
CK(1/6)K(5/6)N-K

DISTRIBUSI NORMAL
A.
Distribusi peluang yang paling penting dan banyak digunakan adalah distribusi
normal (distribusi Gauss), yang mempunyai variabel acak kontinum.
B.
Sifat-sifat penting distribusi normal:
1. Nilai mean = median = modus.
2. Grafiknya selalu di atas sumbu datar.
3. Bentuk grafik simetri terhadap mean X (genta).
4. Unimodal sebesar 1/s
= 0,3989/s pada absis X
Leptokurtik, platikurtik, mesokurtik tergantung s.
5. Grafik mendekati sumbu datar pada X-3s di kin dan X+3s di kanan.
6. Luas daerah sama dengan satu.
C.
Untuk mudahnya perhitungan, dipakai distribusi norma baku, yakni
distribusi dengan = 0. dan S = 1.
D.
Pengubahan skor X menjadi skor baku Z melalui rumus:
E.
1. Luas daerah antara -s dan +s sekitar 68,27%.
2, Luas daerah antara -2s dan +2s sekitar 95,45%.
3. Las daerah antara -3s dan +3s sekitar 99,73%.
4. Luas seluruh daerah adalah 100% = 1.
F. Grafik distribusi normal umum dan distribusi normal baku:

Distribusi normal umum

distribusi normal baku

G.

Uji normalitas data.


Untuk mengetahul apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak dilakukan
sebagai berikut:
1.
Jika niiai mean, median dan modus sama atau hampir sama maka
data berdistribusi normal atau mendekati normal.
2.
Dibuat daftar distribusi frekuensi kumulatif relatif kurang dan, lalu dipasang
pada kertas peluang normal Jika titik-titik yang digambar itu membentuk garis lurus atau
hampir lurus, maka data
tersebut berdistribusi normal atau mendekati normal.
H.

Distribusi lain yang banyak dipakai adalah distribusi t (distribusi student)


.000,5 3,750derajat kebebasan dk = n - 1 (dalain daftar dengan huruf nu v).
yang4menggunakan
0,77
Distribusi ini mirip 325
dengan distribusi normal dan untuk n cukup besar oehkan mendekati
normal.
Distribusi yang tidak simetri dengan variabel acak kontinum cdalah distribusi
chi-kuadrat yang kurvanya landai ke kanan (positif). Makin besar deajat kehebasan,
makin kurang landainya.
J.
Distribusi dengan variabel acak kontinum yang kurvanya juga cenderung
positif adalah distribusi F. Distribusi ni menggunakan 2 derajat kebebasan, yakni
derajat kebebasan pembilang dan penyebut.
CONTOH
Diketahui :
= 3,750 ; s = 325
Ditanyakan :
1) Ada berapa % X > 4.500?
2) Ada berapa 3.500 < X < 4.500?
3) Ada berapa X 4.000
4) Ada berapa X = 4.250
Penyelesaian
1. X = 4.500
Z=

X .X
4.500 3.750

2,31
s
325

P= 0,5 + 0,4896 = 0,9896


Untuk X > 4.500
P(X)
= 1- 0,9896 = 0,010
= 1,04%
2. X = 3.500
Z=

3.500 3.750
0,77
325

P = 0,5 0,2794 = 0,2206


Untuk 3.500 < X < 4.500
P(X) = 0,9896 0,2206 = 0,7690
Ada (0,7690) (10,000) = 7,690
3. X 4.000 X < 4.000,5
4.000,5 3,750
0,77
Z=
325
P = 0.5 + 0,2794 = 0,7794

4. X = 4.250 4.249,5 < X 4.250,5


Z=

4.429,5 3.750
1,54
325

P =0,5 + 0,4370 + 0,9370


4.250,5 3.750
1,54
Z=
325
P = 0,5 + o,4382 = 0,9382
P(x) = 0,9382 0,9370 = 0,0012
Ada (0,0012) (10.000) = 12
b

BAB 7
Uji Normalitas :
-

Kertas Peluang
Uji Chi-Kuadrat
- Uji Lillifors

UJI NORMALITAS
1. Dengan Kertas Peluang Normal
a.
Buatlah daftar distribusi Frekuensi kumulatif relatif kurang dari
berdasarkan sampel yang ada dan gambarkan ogivenya.
b.
Pindahkan ogive itu ke dalam kertas peluang normal.
c.
Apabila gambarnya membentuk garis lurus atau hampir lurus, maka
sampel tersebut berasal dan populasi yang berdistribusi normal.
2. Dengan UJi Chi-Kuadrat
a.
Data sampel dikelompokkan da daftar distribusi frekuensi absolute
dan tentukan batas intervalnya.
b.
Tentukan nilai z dan masing-masing batas interval itu.
c.
Hitung besar peluang untuk tiap-tiap nilai z itu (berupa luas)
berdasarkan tabel.
d.
Hitung besar peluang untuk masing-masing kelas interval sebagai
selisih luas dari c.
e.
Tentukan fe untuk tiap kelas interval sebagai hasil kali peluang tiap
kelas (d) dengan n (ukuran sampel).
Gunakan rumus Chi-kuadrat.
g.
apabila X2h < X2t maka sample berasal dari populasi yang
berdistribusi normal
3. Dengan Uji Lilliefors
a.
Urutkan data sampel dari kecil ke besar dan tentukan frekuensi tiap-tiap data.
b.
Tentukan nilai z dan tiap-tiap data itu.
c. Tentukan besar peluang untuk masing masing nilai Z berdasarkan
Table Z, dan sebutkan dengan F(z)
d.
hitung frekuensi kumulatif relatif dari masinng msing nilai Z dan
sebut dengan S(z)
e. tentukan nilai L0 = IF(z) S(z) dan bandingkan dengan nilai Lt dari
table Liliefors
f.
apabila Lo< Lt maka sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal
g.
contoh :
H0 : sample distribusi normal
H1 : sample distribusi tidak normal
UJI LILLIEFORS

F(z)

S(z)

IF(z)-S(z)!

-2,01 0,0222 0,05

0,0278

-1,34 0,0001 0,15

0,0599

-0,67 0,2514 0,35

0,0984

0,00 0,5

0,15

0,67 0,7486 0,85

0,1014

1,34 0,9099 0,95

0,0401

2,01 0,9798 1,00

0,0222

0,65

20
.

fX 100

5
f
20

s=

fX 2 fx 2
542 100 2

n n 1
n 1
19 20,19

= 1,48678 -1,49

X = 75,875 ~75,88
S = 14,81 ~ 14,81
N = 80

Batas kelas (X)

H0 : f0 = fe
H1 : fo fe

F(Z)

Luas tiap klas interval

fe

30,5
40,5
50,5
60,5
70,5
80,5
90,5
100,5

-3,20
-2,50
-1,79
-1,08
-0,38
0,33
1,03
1,74

0,0007
0,0062
0,0367
0,1401
0,3520
0,6293
0,8485
0,9591

0,0055
0,0305
0,1034
0,2119
0,2773
0,2192
0,1106

0,44
2,44
8,27
16,95
22,18
17,54
8,85

2
3
5
14
24
20
12

Batas kelas (X)

F(Z)

Luas tiap klas interval

fe

fo

30,5
40,5
50,5
60,5
70,5
80,5
90,5
100,5

-3,20
-2,50
-1,79
-1,08
-0,38
0,33
1,03
1,74

0,0007
0,0062
0,0367
0,1401
0,3520
0,6293
0,8485
0,9591

0,0055
0,0305
0,1034
0,2119
0,2773
0,2192
0,1106

0,44
2,44
8,27
16,95
22,18
17,54
8,85

2
3
5
14
24
20
12

BAB 8
Uji homogenitas :
-

Uji Barlett

BAB 9
Korelasi dan Regresi
-

Pengertian Korelasi dan Regresi


- Koefisian Korelasi
- Koefisien Determinasi
- Macam-macam Regresi
1. Regresi Linier Sederhana
2. Regresi Linier Multipel
- Macam-macam korelasi:
1. Korelasi Product Moment (Pearson)
2. Korelasi Peringkat
3. Korelasi Point biserial
4. Korelasi biserial
5. Korelasi tetrachoric
6. Korelasi Phi

CONTOH REGRESI LINEAR SEDERHANA Y ATAS X

1. Model Regresi

Y a bx
dengan,

xy
x
n xy X Y
b
n X X
b

a Y bX

X Y X XY
n X X
2

2. Jumlah Kuadrat
2
a. Jumlah kuadrat total: JK (T ) Y
b. Jumlah kuadrat regresi a: JK (a )

c. Jumlah kuadrat tereduksi: JK ( R) JK (T ) JK (a ) Y 2


d. Jumlah kuadrat regresi
e. Jumlah kuadrat sisa:

b: JK (b) JK (reg ) b xy

JK ( S ) JK (T ) JK (a ) JK ( reg )
JK ( R ) JK (reg )
y 2 b xy
y

xy

f. Jumlah kuadrat galat/kekeliruan/error:


JK (G ) y k2

2
k

nk

g. Jumlah kuadrat tuna cocok: JK (TC ) JK ( S ) JK (G )


3. Uji Signifikansi Regresi
Fh

JK ( reg )
JK ( S )
( n 2)

jika Fh > F1 maka regresi signifikan

4. Uji Linearitas Regresi


JK (TC )
( k 2)
Fh
JK ( S )
( n 2)

jika Fh < F1 maka regresi linear

5. Koefisien Korelasi
rxy

xy
x y
2

Y
n

6. Signifikansi Korelasi
r ( n 2)

th

jika th > tt maka korelasi signifikan

(1 r 2 )

A. Deskripsi Data
Siswa
A
B
C
D
E

X
20
20
12
12
6
70
14

Y
16
12
10
8
4
50
10

x
6
6
-2
-2
-8
0

x2
36
36
4
4
64
144

y2
36
4
0
4
36
80

y
6
2
0
-2
-6
0

xy
36
12
0
4
48
100

Y2
256
144
100
64
16
580

B. Model Regresi
Y a bx
dengan,

a Y bX

xy
b
x

a 10 (0,69)14

a 10 9,66 0,34

Y a bx
Y 0,34 0,68 x

100
0,69
144

C. Jumlah Kuadrat
2
a. Jumlah kuadrat total: JK (T ) Y 580

b. Jumlah kuadrat regresi a: JK (a)

50 2

2500 500

n
5
5
c. Jumlah kuadrat tereduksi: JK ( R) JK (T ) JK ( a) 580 500 80
d. Jumlah kuadrat regresi b: JK (b) JK (reg ) b xy 0,69(100) 69
e. Jumlah kuadrat sisa:
JK ( S ) JK (T ) JK (a ) JK ( reg )
JK ( R ) JK ( reg )
80 69
11

f. Jumlah kuadrat galat/kekeliruan/error:


JK (G)

2
k

2
k

Y
nk

(16 12) 2 2 2 (10 8) 2 2 4 2


16 2 12 2
10 8
4 10
2
2
1


g. Jumlah kuadrat tuna cocok: JK (TC ) JK ( S ) JK (G ) 11 10 1

D. Tabel ANAVA Untuk Reegresi Linear Sederhana


Sumber Varian
Total
Regresi a
Regresi b
Sisa
Tuna Cocok
Galat

dB
n=5
1
1
3
1
2

JK
580
500
69
11
1
10

RJK
500
69
3,7
1
5

Fh

Ft

18,6

10,13

0,2

18,51

E. Uji Signifikansi Regresi dan Uji Linearitas Regresi


1. Apakah regresi signifikan?
Hal ini dilihat dari Fh dan Ft

H0 : = 0
H1 : > 0
Karena Fh = 18,6 > 10,13 = Ft maka regresi signifikan
2. Apakah regresi linear?
Hal ini dilihat dari Fh dan Ft

H0 : Y = + X
H1 : Y + X
Karena Fh = 0,2 < 18,51 = Ft maka regresi linear
F. Koefisien Korelasi
rxy

xy
( x )( y
2

100
(144)(80)

0,93

G. Uji Signifikansi Korelasi


th

r ( n 2)
(1 r )
2

0,93 3
0,1351

4,38

H. Uji Kebermaknaan
R rxy x100%

R (0,93) 2 x100%
R 0,8949 x100%
R 89,49%

Jadi, 89,49% varian Y dapat dijelaskan oleh X

BAB 10 Tes t
BAB 11 Tes Kai-Kuadarat
BAB 12 Statistika non Parametrik
-

Uji Tanda
Uji Wilcoxon

BAB 13 Teknik Analisis Data:


-

Program Exel
Program SPSS

Anda mungkin juga menyukai