Anda di halaman 1dari 80

MODUL AJAR

STATISTIKA PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPUH : TAUFIK HIDAYAT SUHARTO, M.Pd

PROGRAM STUDI PENJASKES


STKIP SETIABUDHI
2021
1|Page
Daftar Isi

Bagian 1: StatistikaPendidikan
Pengertian, Kegunaan, danJenis Data 1-10

Bagian 2: Penyajian Data danDistribusiFrekuensi 11-19

Bagian 3: UkuranTendensiPusat 20-33

Bagian 4: UkuranLetak 34-44

Bagian 5: UkuranSimpangan 45-51

Bagian 6: Kurva Normal, Sebaran Data, dan


Peringkat Data (Nilai) 52-57

Bagian 7: PengujianHipotesisdanAnalisisKorelasi 58-65


- AnalisisKorelasi Tata Jenjang 66-72
- KorelasiKoefisienKontingensi 73-82
- KorelasiPoinBiserial 83-86

Bagian 8 :TeknikAnalisisKomparasi 87-91


- ContohPenggunaanUji-t 87
- Tes Chi Kuadrat 92-98

Daftar Pustaka 99

2|Page
PENGANTAR

Bismillahi ar-rahman ar-rahiim…

Dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar-mengajar pada Program Studi Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan STKIP Setiabudhi, disusunlah buku ajar ini dengan sajian yang lebih praktis, singkat, padat, dan
tetap mengacu pada pemenuhan target penguasaan mahasiswa pada materi kuliah Statistika Pendidikan.
Disusunnya buku ajar ini dengan sajian yang praktis, dimaksudkan untuk bisa lebih mudah dimengerti
dan dipahami serta dapat diaplikasikan oleh mahasiswa yang kurang begitu akrab dengan hitung-hitungan
matematis.
Secara garis besar, sajian materi pada buku ini terbagi dalam dua kelompok katagori jika ditinjau dari
jenis ilmu statistika. Pertama, sajian statistika deskriptif, disajikan sejak awal perkuliahan hingga saat ujian
tengah semester. Sedangkan katagori materi kedua, yang berupa statistika induktif, disajikan setelah ujian
tengah semester. Tentu tidak semua materi statistika induktif sebagaimana terdapat pada buku-buku statistika
disajikan seluruhnya. Materi statistika induktif dalam buku ini hanya mengetengahkan materi yang sesuai
kebutuhan mahasiswa.
Lebih dari itu, sajian matakuliah Statistika Pendidikan sebagaimana tercakup dalam materi buku ini
juga ditopang dengan praktikum yang dipandu seorang asisten dengan aplikasi program SPSS.

Januari 2021,

Penulis

3|Page
BAGIAN I

STATISTIKA PENDIDIKAN
Pengertian, Kegunaan, dan Jenis Data Statistika

Istilah Statistika Pendidikan yang dipakai dalam buku ajar ini diartikan sebagai ilmu pengetahuan cabang
statistika. Di dalamnya banyak dibahas dan dikembangkan prinsip-prinsip, metode, dan prosedur yang
digunakan sebagai cara pengumpulan, penganalisaan, serta penginterpretasian sekumpulan data yang
berkaitan dengan masalah-masalah dalam dunia pendidikan. Wujudnya bisa berupa kegiatan mengumpulkan
data yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan, kegiatan mengolah dan menganalisis data seputar
masalah pendidikan untuk kemudian dinterpretasikan.

Singkatnya, Statistika Pendidikan adalah cara-cara memecahkan persoalan real pendidikan dengan
menggunakan metode Statistika.

1. Pengertian Statistik dan Statistika

Apa beda Statistik dan Statistika?

STATISTIK: Adalah gambaran atau ukuran suatu persoalan yang dinyatakan dengan kumpulan data, baik
berupa bilangan maupun non-bilangan yang disusun dalam bentuk tabel atau diagram.
Setiap pengambil kebijakan di dunia pendidikan selalu dihadapkan dengan masalah atau persoalan yang
antara lain dinyatakan dengan angka-angka. Dari kumpulan angka itu, diharapkan bisa menarik kesimpulan
yang diharapkan cukup beralasan untuk memberikan gambaran atau penjelasan atas suatu masalah.
Gambaran masalah atau gejala dalam bentuk angka-angka itu disebut statistik.
Contoh:
Tabel data tingkat pendidikan guru di SD di kota “X”;
Tabel data Nilai tertinggi UAN SD se Kota Malang tiga tahun terakhir.
Tabel data Penerimaan Siswa Baru di SD “X” lima tahun terakhir.
Tabel data Kelahiran dan Kematian Bayi di Kecamatan “X” tiga tahun terakhir.
Tabel data Kenakalan Siswa SD “X” lima tahun terakhir. dll

STATISTIKA: Adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data,
pengolahan atau penganalisaan dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data yang berbentuk
angka-angka.
Untuk memperoleh sekumpulan informasi yang menjelaskan masalah untuk bisa menarik kesimpulan yang
tepat dan benar, diperlukan beberapa proses, yaitu pengumpulan informasi (data), pengolahan data, dan
proses penarikan kesimpulan. Kesemuanya itu memerlukan pengetahuan tersendiri yang disebut statistika.

2. Cara Memperoleh Pengetahuan Statistika:

1) Statistika Matematis (Statistika Teoritis):


Membahas statistika sebagai ilmu pengetahuan murni secara mendasar, mendalam, dan teoritis. Yang
dibahas antara lain penurunan sifat-sifat, dalil-dalil, rumus-rumus, dan menciptakan model-model
penganalisaan data.
2) Statistika Terapan (Metoda Statistika):
Mempelajari statistika semata-mata dari segi penggunaannya, tanpa mempersoalkan bagaimana
rumus-rumus, dalil-dalil, dan model-model statistika itu didapatkan/diturunkan.
Matakuliah ini hanya fokus pada Statistika Terapan saja, dan tidak berkepentingan membahas Statistika
Matematis.\

4|Page
3. Peranan dan Kegunaan Statistika

1). Dalam kehidupan sehari-hari; Statistika memiliki peranan sebagai penyedia bahan-bahan atau
keterangan-keterangan berbagai hal untuk diolah dan ditafsirkan.
2). Dalam penelitian ilmiah; Statistika memiliki peranan sebagai penyedia alat untuk mengemukakan atau
menemukan kembali keterangan-keterangan yang seolah-olah tersembunyi dalam angka-angka
statistik.
3). Dalam ilmu pengetahuan; Statistika memiliki peranan sebagai peralatan analisis dan interpretasi dari
data kuantitatif, sehingga didapatkan suatu kesimpulan dari data-data tersebut.
Peranan Statistika khususnya dalam penelitian ilmiah dan ilmu pengetahuan, kemudian dikenal cabang-
cabang Statistika yang baru, di antaranya:
a. Ekonometrika; Suatu cabang pengetahuan sebagai bentuk penerapan Statistika pada disiplin Ekonomi.
b. Sosiometri; penerapan Statistika pada disiplin Sosiologi.
c. Psikometri; penerapan Statistika pada disiplin Psikologi.

Perlunya Statistika:
1. Membuat rencana dan ramalan:
Dengan statistik, rencana dan ramalan suatu pekerjaan dapat dibuat sebaik mungkin. Misalnya, rencana
pembuatan perumahan untuk lima tahun mendatang dari suatu kota, yang dipengaruhi banyak faktor,
seperti jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat. Analisis data berkala mampu memberikan
jawaban terbaik.

2. Mengatasi berbagai perubahan:


Dengan statistik, perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dapat diantisipasi sedini mungkin. Misalnya
penentuan perubahan upah riil buruh yang menyangkut perubahan harga-harga barang konsumsi.
Perhitungan angka indeks dapat memberikan jawaban masalah ini.

3. Membuat Keputusan yang lebih baik:


Dengan statistik, keputusan yang baik, tepat, dan rasional dapat dihasilkan untuk suatu pekerjaan tertentu.
Misalnya, suatu perusahaan apakah akan memproduksi barang jenis A atau jenis B, maka pihak
perusahaan harus mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pertimbangan pasar. Teori keputusan
dengan uji hipotesis dapat membantu hal ini.

4. Menjelaskan hubungan antara variabel-variabel:


Dengan statistik, variabel (faktor peubah) segala sesuatu dapat dijelaskan. Misalnya, hubungan antara
permintaan produk dengan tingkat pendapatan, dengan jumlah penduduk atau dengan jenis penganut
agama. Analisis korelasi dan regresi dapat memberikan jawaban yang baik untuk hal ini.

Fungsi Statistika

1) Bank Data: menyediakan data untuk diolah dan diinterpretasikan, guna menerangkan keadaan
tertentu.
2) Alat Quality Control: sebagai alat pembantu standarisasi dan sekaligus sebagai alat pengawasan.
3) Alat Analisis: sebagai metode penganalisaan data.
4) Alat Pemecahan Masalah dan Pembuatan Keputusan: sebagai dasar penetapan kebijakan dan langkah
lebih lanjut.

5|Page
5. Pembagian Statistika

4.1. Pembagian Statistika Berdasar Cara Pengolahan Data


A. Statistika Deskriptik:
Adalah bagian dari ilmu statistika yang membicarakan tentang penyusunan data dalam tabel;
mengolah, menyajikan, menganalisa & menginterpretasikan, selama tidak menyangkut generalisasi.
Atau dengan kata lain, Statistika Deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai
karakteristik data, seperti berapa rata-rata, seberapa jauh data bervariasi dan sebagainya.

Contoh pernyataan yang termasuk dalam cakupan statistik deskriptif adalah:


1). Sekurang-kurangnya 85 % dari peristiwa kebakaran hutan di Riau diakibatkan oleh tindakan-
tindakan sengaja yang tidak bertanggung jawab.
2). Sebanyak 51% mahasiswa FAI tidak suka membaca novel.
3). Sebanyak 78% siswa lulusan MAN 3 Malang diterima di PTN.
4). Rata-rata tinggi badan siswa kelas 3 SD X adalah 142 cm.
5). Tingkat kelulusan UAN siswa SLTA di Malang, 100%. Dll

Didasarkan ruang lingkup bahasannya, Statistika Deskriptif mencakup:


1) Distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya:
a) Grafik distribusi (histogram, poligon frekuensi, dan ogif)
b) Ukuran nilai pusat (rata-rata, median, modus, kuartil, dll)
c) Ukuran dispersi (jangkauan/range, simpangan rata-rata, varians, simpangan baku, dan z-
score).
2) Angka Indeks
3) Time Series / deret waktu (data berkala)
4) Korelasi dan regresi sederhana.

B. Statistika Inferensial (Induktif)

Adalah bagian dari ilmu statistika yang menyangkut semua aturan atau cara-cara yang dipakai sebagai
alat dalam mencoba menarik kesimpulan yang berlaku umum dari data yang sudah tersusun dan
diolah sebelumnya. Atau dengan kata lain, Statistik induktif berusaha membuat berbagai inferensia
terhadap sekumpulan data yang berasal dari suatu sampel. Tindakan inferensia tersebut misalnya
melakukan peramalan, perkiraan, pengambilan keputusan, dan sebagainya.
Penarikan kesimpulan pada statistika inferensial merupakan generalisasi dari suatu populasi
berdasarkan data (sampel) yang ada. Ruang lingkup bahasannya meliputi:
1). Probabilitas atau teori kemungkinan;
2). Distribusi Teoritis;
3). Sampling dan distribusi sampling;
4). Pendugaan populasi atau teori populasi;
5). Uji hipotesis;
6). Analisis korelasi dan uji signifikansi, dan
7). Analisis regresi untuk peramalan.

Hal-hal yang berhubungan dengan statistika inferensial adalah:


1) Melakukan penafsiran tentang karakteristik populasi dengan menggunakan data yang diperoeh dari
sampel.
2) Membuat prediksi atau ramalan tentang masalah untuk masa yang akan datang.
3) Menentukan ada tidaknya hubungan antar karakterististik atau gejala.
4) Menguji hipotesis.
5) Membuat kesimpulan dengan memberikan interpretasi secara umum mengenai karakteristik
populasi.

6|Page
4.2. Pembagian Statistika Berdasarkan Bentuk Parameternya
a. Statistika Parametrik:
Adalah bagian statistik yang parameter dari populasinya mengikuti suatu distribusi tertentu, seperti
distribusi normal, dan memiliki varians yang homogen.
b. Statistika nonparametrik:
Adalah bagian statistika yang parameter dari populasinya tidak mengikuti suatu distribusi tertentu
atau memiliki distribusi yang bebas dari persyaratan, dan variansnya tidak perlu homogen.

5. Pembulatan Bilangan (Data)


Dalam pengumpulan dan penganalisaan data, seringkali diperlukan pembulatan terhadap bilangan.
Pembulatan dilakukan ke arah bilangan terdekat. Pembulatan ke bawah dilakukan pada bilangan sampai
dengan 4, selebihnya dibulatkan ke atas. Dalam mata kuliah ini kita sepakati pembulatan sampai 3 angka
di belakang koma.

6. Elemen Statistika

Populasi
Populasi diartikan sebagai sekumpulan data yang mengidentifikasi suatu fenomena, misalnya seluruh
mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang.

Sampel
Sampel didefinisikan sebagai sekumpulan data yang diambil atau dipilih dari suatu populasi. Jika populasi
adalah seluruh mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang, maka sampel adalah sebagian atau
beberapa mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang.
Pengambilan sampel dilakukan karena dalam prakteknya banyak kendala yang tidak memungkinkan seluruh
populasi untuk diteliti. Kendala tersebut bisa berupa masalah situasi, waktu, biaya, dan sebagainya.

7. Ciri Khas Statistik


Beberapa ciri khas atau karakeristik pokok statistik adalah sebagai berikut:
1). Statistik bekerja dengan angka
Angka-angka dalam statistk mempunyai dua pengertian, yaitu sebagai jumlah atau frekuensi, dan
sebagai nilai atau harga.
Pengertian pertama mengandung arti bahwa data statistik adalah data kuantitatif yang menyatakan
jumlah atau frekuensi sesuatu, atau bisa dalam bentuk persentase sesuatu. Misal, jumlah siswa suatu
sekolah, persentase kelulusan siswa SMA di suatu wilayah, dan sebagainya.
Pengertian kedua adalah angka statistik sebagai nilai/harga mempunyai arti kualitatif yang diwujudkan
dalam angka, seperti kecerdasan, metode mengajar, mutu sesuatu, prestasi belajar, tingkat efektifitas
sesuatu, dan sebagainya.
2). Statistik bersifat obyektif
Statistik bekerja dengan angka sehingga mempunyai sifat obyektif, artinya angka statistik dapat
digunakan sebagai alat pengungkap kenyataan dan kebenaran sesuatu apa adanya. Misal, ukuran tinggi
badan, ukuran suhu, ukuran kecerdasan, ukuran prestasi belajar.
3). Statistik bersifat universal
Statistik tidak hanya digunakan dalam satu disiplin ilmu saja, tetapi dapat digunakan secara universal
dalam berbagai disiplin ilmu.

8. Jenis-Jenis Data Statistik


Data dalam statistik, terdapat data yang bersifat kualitatif (nominal dan ordinal) dan kuantitatif (interval dan
rasio). Ciri dari data kualitatif adalah tidak dapat dilakukan operasi matematika seperti penambahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian. Sedangkan data kuantitatif, data berupa angka dalam arti
sebenarnya. Jadi, berbagai operasi matematika bisa dilakukan pada data kuantitatif.

7|Page
1. Menurut Cara Pengukurannya
Berdasarkan pada tingkat pengukurannya (level of measurement) dapat dibedakan empat jenis, yaitu:
a. Nominal
Data bertipe nominal adalah data yang paling rendah dalam pengukuran data. Jika suatu pengukuran
data hanya menghasilkan satu dan hanya satu-satunya kategori, maka data tersebut adalah data
nominal. Misalnya jenis kelamin, tempat kelahiran, pendataan tempat tinggal, dan sebagainya.
Data nominal dalam praktek statistik biasanya akan dijadikan „angka‟, yaitu proses yang disebut
kategori, misalnya dalam pengisian data jenis kelamin lelaki dikategorikan sebagai „1‟ dan perempuan
sebagai „2‟. Kategori ini hanya sebagai tanda saja, tidak bisa dilakukan operasi matematika.
b. Ordinal
Data bertipe ordinal adalah data kualitatif yang berlevel lebih tinggi dibanding data nominal.
Pada data ordinal, ada data dengan urutan lebih tinggi dan urutan lebih rendah. Dalam pengukuran
sikap responden, ada pernyataan “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”. Dan setiap alternatif
jawaban yang diberi skor 1 sampai dengan skor 5; dimana skor 5 mewakili pernyataan ”sangat setuju”;
skor 4 “setuju”, skor 3 “ragu-ragu”; skor 2 “tidak setuju” dan skor 1 “sangat tidak setuju”.
c. Interval
Data interval menempati level pengukuran data yang lebih tinggi dari data ordinal, karena selain
bertingkat urutannya, juga setiap urutan dapat dikuantitatifkan. Misalnya pengukuran temperatur.
d. Rasio
Data rasio adalah data yang memiliki tingkat pengukuran paling tinggi diantara jenis data lainnya.
Data rasio adalah data bersifat angka dalam arti sesungguhnya dan dapat dioperasikan secara
matematika.
Perbedaan dengan data interval adalah bahwa data rasio memiliki titik nol yang absolut. Misalnya,
jumlah suatu produk adalah 0, berarti memang tidak ada produk sama sekali.

2. Menurut Sifatnya
1). Data Kualitatif: Suatu data yang diperoleh dalam bentuk katagori, bukan berbentuk bilangan. (Golongan
data ini disebut pula dengan atribut)
Contoh: sembuh, sakit, manis, pahit, kecewa, puas, tidak puas, bosan, sangat bosan, gembira, tinggi,
rendah, dsb.
2). Data Kuantitatif: Suatu data yang berbentuk bilangan, meliputi
2.1. Data Diskrit: Suatu data yang diperoleh dengan jalan menghitung.
Contoh: a. Jumlah mahasiswa baru dari 5 jurusan, tahun 2008 adalah:
200, 157, 182, 170, dan 151.
b. Jumlah kecelakaan lalu lintas di Malang selama satu minggu adalah: 4, 2, 1, 3, 0, 2, dan
5
2.2. Data Kontinu: Suatu data yang diperoleh dengan jalan melakukan pengukuran.
Contoh: a. Tinggi badan 6 siswa kelas V: 160, 158, 152, 163, dan 166.
b. Jarak tempuh 7 siswa dari rumah ke sekolah: 1,5 km, 2,1 km, 5 km, 12 km, 9 km, 4 km,
dan 10,2 km.
c. Asupan gizi 7 siswa kelas II: 0,9 kkal; 1,4 kkal; 2 kkal; 0,8 kkal; 1,1 kkal; 2,1 kkal; 1,8
kkal.

3. Menurut Sumber Data (Cara Memperolehnya)


1). Data Intern: Suatu data yang diperoleh dari pencatatan aktivitasnya sendiri.
Contoh: Sekolah X mencatat tentang keadaan siswa, guru, jumlah inventaris, jumlah dan prestasi
kelulusan per tahun, sumber pemasukan dan pengeluaran sekolah, kelengkapan sarana belajar,
dsb.
2). Data Ekstern: Suatu data yang diperoleh dari pencatatan segala aktivitas pihak lain (sumber lain di luar
kegiatannya sendiri).

8|Page
Contoh: Sekolah X melakukan pencatatan terhadap sekolah Y mengenai hal-hal seperti contoh 1 di atas,
guna perbandingan dan perbaikan bila dirasa perlu.
Data Ekstern ini dibagi menjadi dua jenis:
2.1. Data Primer: Jika suatu data diperoleh dari pencatatan sendiri
2.2. Data Sekunder: Data yang diperoleh dari pencatatan orang lain.

9|Page
BAGIAN II

PENYAJIAN DATA DAN DISTRIBUSI FREKUENSI

Biasanya dalam penulisan Skripsi atau Laporan Penelitian, terdapat sub bab berupa Penyajian Data. Data
yang telah dikumpulkan, untuk keperluan laporan dan atau analisis, perlu diatur, disusun, disajikan secara
jelas dan baik.

Ada dua cara penyajian data yang sering dipakai, yaitu:


1. Tabel/daftar; dan
2. Grafik/diagram.
Biasanya, dalam pembuatan skripsi atau laporan penelitian, cara pertama sering dipakai untuk menyajikan
data sebelum data tersebut dianalisa.

Macam dan Contoh Tabel/Daftar:

1. Tabel Klasifikasi: terdiri dari baris dan kolom, yang bagian tepi atas berupa judul kolom, dan tepi kiri
berupa judul baris. Data yang akan disajikan ditempatkan pada badan Tabel/Daftar. Tabel ini memuat
pengelompokkan data.

Contoh 1:
Jumlah siswa, kelulusan dan NEM tertinggi-terendah SMU “X” Malang dari tahun ajaran 2009/2010
sampai sekarang adalah sebagai berikut: Tahun Ajaran 2009/2010 jumlah siswa 41 laki-laki dan 43
perempuan, yang lulus 40 laki-laki dan 43 perempuan; NEM tertinggi 40,3 diraih siswa perempuan, dan
NEM tertinggi siswa laki-laki 39,9; NEM terendah 33,9 diraih siswa laki-laki; dan NEM terendah
perempuan 35,10.
Untuk tahun ajaran 2010/2011 jumlah siswa laki-laki 44 dan 40 siswa perempuan, yang lulus 44 siswa
laki-laki, dan 40 siswa perempuan. NEM tertinggi siswa laki-laki 38,2, dan siswa perempuan 39,9. NEM
terendah siswa laki-laki 31,5 dan untuk siswa perempuan 34,6.
Untuk tahun ajaran 2011/2012, jumlah siswa laki-laki 39, siswa perempuan 45, yang tidak lulus 2 siswa
laki-laki. NEM tertinggi siswa laki-laki dan perempuan masing-masing 40,5 dan 41,2. NEM terendah 29
untuk siswa laki-laki, dan 30,7 untuk siswa perempuan.

Dari paparan deskriptif di atas, dapat dipermudah pembacaannya jika disusun dalam tabel/grafik berikut
ini:

TABEL 1: DESKRIPSI JUMLAH, KELULUSAN DAN NEM SISWA SMU “X” MALANG SEJAK
TAHUN AJARAN 2009 s/d 2012.

Tahun Jumlah Siswa Lulus NEM


Ajaran Kelas III Tertinggi Terendah
Pa Pi Pa Pi Pa Pi Pa
Pi
2009/2010 41 43 40 43 39,9 40,3 33,9 35,1
2010/2011 44 40 44 40 38,2 39,9 31,5
2011/2012 39 45 37 45 34,6
40,5 41,2 29 30,7
Jumlah 124 128 121 128

Contoh 2: Prestasi belajar tertinggi Bidang Studi Matematika Siswa SMP “X” mulai Tahun Ajaran
2008/2009 sampai 2011/2012.

10 | P a g e
TABEL 2: DESKRIPSI PRESTASI BELAJAR TERTINGGI BIDANG STUDI MATEMATIKA SISWA
SMP “X” MULAI TAHUN AJARAN 2008/2009 SAMPAI 2011/2012
Tahun Prestasi Belajar Tertinggi Bidang Studi Matematika
Ajaran Kelas VII Kelas VIII
Kelas IX
Pa Pi RK Pa Pi RK Pa
Pi RK
2008/2009 88 90 7 95 100 70 97
2009/2010 99 80
2010/2011 75 100 78 70 75 60 85
90 75
2011/2012
70 80 65 60 72 55 90
100 70
75 95 70 85 100 80 99
99 85

2. Tabel Kontingensi:
Tabel kontingensi adalah table yang menunjukkan atau memuat data sesuai dengan rinciannya. Untuk
data yang terdiri dari dua atau lebih faktor/variabel, yang satu terdiri dari b katagori, dan lainnya terdiri
dari k katagori, dapat dibuat Daftar Kontingensi yang berukuran b X k (baris kali kolom).

Contoh 3:
Kecepatan belajar membaca dan menulis huruf al-Qur‟an berdasarkan metode yang digunakan, yang
masing-masing metode diterapkan pada 10 santri TPA “Al-Hidayah” dan TPA “Walisongo” Kalipare
Kab. Malang.

TABEL 3: KECEPATAN BELAJAR AL-QUR‟AN BERDASAR METODE YANG DIGUNAKAN PADA


TPA “AL-HIDAYAH” DAN TPA “WALISONGO” KALIPARE KAB. MALANG

Katagori
Cepat Sedang Lambat Jumlah
Metode
Al-Baghdadi 1 3 6 10
Al-Barqi 2 3 5 10
Qiro‟ati 6 3 1 10
Iqro‟ 5 4 1 10
Jumlah 14 13 13 40

Tabel Kontingensi ini adalah 4 X 3, dengan jumlah sampel 40 santri.

Catatan:
Untuk menentukan katagori Cepat, Sedang, dan Lambat, si peneliti bisa menentukan sendiri ukuran satuan
waktunya.
Misalnya, 8 sampai 12 minggu masuk katagori Cepat,
12 sampai 16 minggu masuk katagori Sedang; dan
16 sampai 20 minggu masuk katagori Lambat.
Contoh 4:
Jumlah jam belajar di rumah dan pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD “X”. (Prestasi
belajar ditentukan dari rata-rata nilai dari seluruh mata pelajaran).

11 | P a g e
TABEL 4: DESKRIPSI PRESTASI BELAJAR DAN FAKTOR JUMLAH JAM BELAJAR DI RUMAH
SISWA KELAS III SD “X”

Prestasi
Jam belajar Tinggi Sedang Rendah Jumlah
10 – 30 menit 0 2 11 13
30 – 60 menit 3 4 6 13
60 – 90 menit 8 3 1 12
90 – 120 menit 14 4 0 18
120 – 150 menit 13 1 0 14
38 14 18 70

Tabel Kontingensi ini adalah 5 X 3, dengan sampel 70 siswa kelas III SD “X”

Contoh 5:
Intensitas Bimbingan Belajar di rumah oleh Orangtua dan pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa
Kelas III SD “X”.

TABEL 5: DESKRIPSI PRESTASI BELAJAR DAN FAKTOR BIMBINGAN BELAJAR DI RUMAH


OLEH ORANG TUA SISWA KELAS III SD “X”

Prestasi Tinggi Sedang Rendah Jumlah


Bimbingan
Selalu 16 9 0 25
Kadang-kadang 8 11 8 27
Tidak pernah 2 6 10 18
26 26 18 70

Tabel Kontingensi ini adalah 3 X 3, dengan sampel 70 siswa kelas III SD “X”

Catatan:
Untuk menentukan katagori Selalu, Kadang-kadang, dan Tidak pernah, tergantung pada instrumen
penelitian yang digunakan.

3. Tabel Korelasi

Tabel korelasi adalah table yang menunjukkan atau memuat adanya korelasi antara data yang disajikan.

12 | P a g e
Contoh 6:
TABEL 6: HASIL UJIAN STATISTIK DAN AKUNTANSI 100 MAHASISWA DI PERGURUAN
TINGGI “X”.

Nilai Nilai Statistik


Akuntansi 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-
99
40-49 3 5 4
50-59 3 6 6 2
60-69 1 4 9 5 2
70-79 5 10 8
80-89 1
90-99 1 4 6
5
2 4
4

4. Tabel Distribusi Frekuensi


Penyajian data dalam table distribusi frekuensi dikenal ada tiga macam, yaitu distribusi frekuensi biasa,
relatif dan kumulatif.

1). Distribusi Frekuensi Biasa


Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data mentah, dapat dibuat menjadi data
yang berkelompok, yaitu data yang disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data
berkelompok ini disebut distribusi frekuensi atau table frekuensi. Jadi, distribusi frekuensi adalah susunan
data dalam suatu daftar menurut kelas-kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu.

Dari Tabel atau Daftar Distribusi Frekuensi, dapat diperoleh keterangan atau gambaran sederhana dan
sistematis dari data yang diperoleh.

Daftar distribusi frekuensi dibuat, bila terdapat data kuantitatif yang berbentuk kelompok. Data mentah yang
belum dikelompokkan, dan akan dikelompokkan, maka dibuatlah Daftar Distribusi Frekuensi-nya.

Contoh 7:
Andaikan kita punya data nilai Ujian Statistika dari 60 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas „X” sbb:

87 58 40 58 26 36
43 70 59 56 44 43
41 18 90 64 40 62
70 50 28 32 66 58
44 72 64 67 86 32
82 14 24 60 72 40
86 48 45 56 27 81
53 47 74 74 62 86
39 59 56 64 70 68
91 31 35 48 76 68

APA YANG BISA ANDA PAHAMI DARI DATA MENTAH DI ATAS?

Langkah awal untuk mengetahui urutan data di atas, dan mempermudah membuat Daftar Distribusi
Frekuensinya, disusunlah terlebih dahulu data tersebut dalam bentuk array, yakni data disusun dari data
yang terkecil ke data berikutnya yang lebih besar.

13 | P a g e
Biasanya, untuk bisa memahami suatu data mentah seperti di atas, disusunlah data mentah tersebut ke dalam
Daftar Distribusi Frekuensi, yang bentuknya sbb:

Nilai Data Tabulasi Frekuensi


a1 – a2 n1
a3 – a4 n2
a5 – a6 n3
. .
. .
. .
ai – a(i+1) ni
Jumlah N

a1 – a2 : kelas interval pertama, yang memuat semua data yang bernilai mulai dari a1 sampai a2;
s/d
ai – a(i+1) : kelas interval ke-i, yang memuat data yang bernilai mulai dari ai sampai a(i+1).
n1, n2, n3, ...., ni : banyak data pada masing-masing kelas interval.

N : jumlah dari n1, n2, n3, ..., ni


a1, a3, a5, ...., ai : disebut ujung bawah dari kelas interval ke-i
a2, a4, a6, ..., a(i+1) : disebut ujung atas dari kelas interval ke-i

a5 – a3 = a3 – a1 = a4 – a2 : disebut panjang kelas interval (p)


½ (ujung bawah + ujung atas) : disebut tanda kelas interval
a(i+1) – a1 = (data terbesar – data terkecil); disebut rentang

BAGAIMANA MEMBUAT DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI?


Untuk membuat Daftar Distribusi Frekuensi (DDF), Anda harus ingat dan paham tentang istilah-istilah
berikut:
1. Apa itu rentang?
2. Berapa banyaknya kelas interval yang akan dibuat?
3. Berapa panjang kelas interval?
4. Ujung bawah kelas interval. Untuk ini biasanya diambil data terkecil atau nilai data yang lebih kecil
dari data terkecil, tapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas interval yang telah ditentukan.

LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI

Kita ambil data contoh di atas. Langkah-langkahnya sbb:

1. Cari data terbesar dan data terkecil, kemudian buatlah rentang.


Rentang = 91 - 14 = 77

2. Banyak kelas interval, gunakan rumus: 1 + (3,3) log N


Banyaknya kelas interval = 1 + (3,3) log 60
= 1 + (3,3) 1,778
= 1 + 5,868
= 6,868 6, atau 7

Jadi banyak kelas interval bisa 6 atau 7. Untuk penghitungan di sini, misalkan kita ambil 6.

14 | P a g e
Rentang 77
3. Panjang kelas interval (p) = = = 12,83 12 atau 13
Banyak kelas interval 6

Jadi panjang kelas interval bisa 12 atau 13

4. Tentukan ujung bawah kelas interval pertama, dengan cara:


1). Bisa diambil dari data terkecil, yakni 14, atau
2). Kurang dari 14, tapi selisihnya dengan 14 tidak boleh lebih atau sama dengan harga (p).
Misal ujung bawah tersebut X; maka X ≤ 14 dan (14 –X) < p

5. Andai kita ambil banyak kelas interval = 6; p = 13; dan


ujung bawah kelas interval = 14 (data terkecil), maka dapat kita buat DDF sbb:

Data Nilai Tabulasi Frekuensi


14 – 26 \\\\ 4
27 – 39 \\\\ \\\ 8
40 – 52 \\\\ \\\\ \\\ 13
53 – 65 \\\\ \\\\ \\\\ 15
66 – 78 \\\\ \\\\ \\ 12
79 – 91 \\\\ \\\ 8
Jumlah 60

2. Distribusi Frekuensi Relatif

Bentuk Daftar Distribusi Frekuensi yang disajikan di atas merupakan bentuk yang paling umum
digunakan. Selain bentuk di atas, daftar distribusi frekuensi juga bisa ditampilkan dalam bentuk distribusi
frekuensi relatif. Distribusi Frekuensi Relatif digunakan jika nilai-nilai frekuensi yang ada tidak dinyatakan
dalam bentuk bilangan bulat, melainkan dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai relatif atau prosentase.

Contoh 8
TABEL 7: Distribusi Frekuensi Relatif Hasil Pengukuran Tinggi Badan 50 siswa
Interval Kelas Frekuensi Prosentase
(Tinggi (cm))
140 – 144 2 (2/50) x 100% = 0,04 (4 %)
145 – 149 4 (4/50) x 100% = 0,08 (8 %)
150 – 154 10 (10/50) x 100% = 0,20 (20 %)
155 – 159 14 (14/50) x 100% = 0,28 (28 %)
160 – 164 12 (12/50) x 100% = 0,24 (24 %)
165 – 169 5 (5/50) x 100% = 0,10 (10 %)
170 – 174 3 (3/50) x 100% = 0,06 (6 %)
Jumlah 50 100%

3. Distribusi Frekuensi Kumulatif.

Distribusi frekuensi kumulatif adalah distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif, yakni
frekuensi yang dijumlahkan. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif, yaitu distribusi frekuensi
kumulatif kurang dari dan lebih dari.

15 | P a g e
Contoh 9:
TABEL 8: Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari

Dis. Frekuensi Biasa Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari


Tinggi (cm) Frekuensi Tinggi (cm) Frekuensi Kumulatif
Kurang dari 140 = 0
140 - 144 2 Kurang dari 145 0+2 = 2
145 – 149 4 Kurang dari 150 0+2+4 = 6
150 – 154 10 Kurang dari 155 0 + 2 + 4 + 10 = 16
155 – 159 14 Kurang dari 160 0 + 2 + 4 + 10 + 14 = 30
160 – 164 12 Kurang dari 165 0 + 2 + 4 + 10 + 14 + 12 = 42
165 – 169 5 Kurang dari 170 0 + 2 + 4 + 10 + 14 + 12 + 5 = 47
170 – 174 3 Kurang dari 175 0 + 2 + 4 + 10 + 14 + 12 + 5 + 3 = 50

Contoh 10:
TABEL 9: Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari

Distribusi Frekuensi Biasa Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari


Tinggi (cm) Frekuensi Tinggi (cm) Frekuensi Kumulatif
140 - 144 2 lebih dari 140 = 50
145 – 149 4 lebih dari 145 50 – 2 = 48
150 – 154 10 lebih dari 150 50 – 2 – 4 = 44
155 – 159 14 lebih dari 155 50 – 2 – 4 – 10 = 34
160 – 164 12 lebih dari 160 50 – 2 – 4 – 10 – 14 = 20
165 – 169 5 lebih dari 165 50 – 2 – 4 – 10 – 14 – 12 = 8
170 – 174 3 lebih dari 170 50 – 2 – 4 – 10 – 14 – 12 – 5 = 3
lebih dari 175 50 – 2 – 4 – 10 – 14 – 12 – 5 – 3 = 0

Latihan Soal 1.

1). Data mentah Penghasilan Keluarga per Tahun di Wilayah X tahun 2010 (dalam jutaan rupiah):

21 10 33 42 51 60 72 80 91 13
22 34 44 52 62 72 82 96 18 25
34 45 53 62 75 86 98 26 36 45
54 63 76 87 99 38 46 55 63 76
87 99 38 46 55 63 76 87 39 47
55 63 78 88 31 48 56 64 78 49
56 64 79 42 56 68 45 57 69 46
24 42 60 66 45 77 68 94 83 14

Buatlah Daftar Distribusi Frekuensinya (kolom tabulasi tidak perlu dibuat).

2). Dari hasil ujian semester I, Bidang studi Bahasa Arab siswa kelas VIII SMP „X”, diperoleh hasil sbb:

90 25 35 60 75 75 80 40 55 70
35 45 55 60 80 85 95 90 75 60
65 40 50 65 75 70 80 85 30 65
75 90 95 40 55 65 75 75 80 85
30 25 55 60 70 75 80 80 60 60
65 75 85 50 80 85 90 70 75 65

16 | P a g e
Buatlah Daftar Distribusi Frekuensi, lengkap dengan distribusi frekuensi relatif dan kumulatifnya
(kolom tabulasi tidak perlu dibuat).

17 | P a g e
BAGIAN III

UKURAN TENDENSI PUSAT

Untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data (data mentah), selain yang telah
disajikan dalam bentuk tabel atau grafik, diperlukan gambaran tentang ukuran-ukuran dari kumpulan data
tersebut.

1). Ukuran gejala pusat (tendensi central), yang meliputi:


- rata-rata hitung, dan rata-rata gabungan
- rata-rata ukur
- rata-rata harmonik, dan
- modus

2). Ukuran Letak, yang meliputi:


- median
- kuartil
- desil, dan
- persentil

1. Rata-Rata Hitung: ( x ) selanjutnya cukup disebut rata-rata)


Kumpulan data kuantitatif yang berjumlah n buah dari suatu sampel, akan dinyatakan dengan simbol: x1,
x2, x3, …, xn, di mana n menyatakan banyaknya data.
Rata-rata hitung untuk data kuantitatif yang terdapat dalam sebuah sampel dihitung dengan jalan:
membagi jumlah nilai data oleh banyak data.
Rumus untuk rata-rata hitung x adalah:

x1 + x2 + x3 + … + xn Σ xi
x= atau … Rumus (1)
n x=
n
Contoh 11:
Jika ada 10 nilai ujian Bahasa Arab siswa MTs “X” seperti berikut:

55, 60, 50, 75, 80, 95, 65, 85, 100, 70


x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10

55+60+50+75+80+95+65+85+100+70
Rata-rata hitung ( x ) = = 73,5
10

Contoh 12:
Dari ujian Bahasa Arab siswa MTs “X” diperoleh hasil nilai sbb:
4 siswa bernilai 70; 3 siswa bernilai 100; 2 siswa 90; 5 siswa bernilai 85, dan 6 siswa bernilai 55. Berapa
rata-rata dari nilai-nilai tersebut?

18 | P a g e
Untuk memudahkan menghitung, lebih baik data ditulis dalam bentuk tabel berikut:

xi fi xi.fi
70 4 280
100 3 300
90 2 180
85 5 425
55 6 330
20 1515

xi menyatakan nilai ujian, dan fi menyatakan frekuensi untuk nilai xi yang bersesuaian.

Untuk data berbentuk demikian, rumus rata-ratanya adalah:

…….. Rumus (2)


Σ fi xi
x=
Dengan menggunakan rumus (2), diperoleh nilai rata-rata:

1515
x= = 75,75
20

Rumus (2) di atas, disebut pula rumus rata-rata yang diboboti, dan sering dipakai untuk memperbaiki
rata-rata yang dihitung dengan rumus (1).

Latihan Soal 2:
Ibu Tutik pedagang sayur, mempunyai simpanan barang di gudang berupa tomat 150 kg rusak 30 kg;
lombok 200 kg rusak 60 kg; Wortel 75 kg rusak 15 kg; dan kentang 250 kg yang rusak 15 kg. Berapa
persen barang dagangan bu Tutik yang rusak?
Penyelesaian Latihan Soal 2:
Untuk memudahkan penghitungan, buat daftar/tabel sbb:

Barang Disimpan Rusak %


Tomat 150 30 20
Lombok 200 60 30
Wortel 75 15 20
Kentang 250 15 6
120 76

Jika rata-rata persen barang yang rusak dihitung dengan rumus (1), akan diperoleh hasil sbb:

20 + 30 + 20 + 6
x= = 19
4

19 | P a g e
Coba kalau kita hitung dengan rumus (2).

Barang xi fi xi fi
Tomat 20% 150 30
Lombok 30% 200 60
Wortel 20% 75 15
Kentang 6% 250 15
675 120

Dengan menggunakan rumus (2)


Σ fi xi
x=
akan diperoleh hasil sbb:

120
rata-rata persen barang yang rusak = X 100 % = 17,77 %
675

Mana hasil penghitungan yang benar dari dua cara di atas?


Jika Anda seorang pedagang, apa yang bisa Anda bayangkan dengan dua cara penghitungan yang
berbeda di atas?

2. Rata-rata Gabungan
Rata-rata gabungan adalah rata-rata dari beberapa sub sampel, lalu dijadikan satu nilai rata-ratanya.
Kalau ada s buah sub sampel masing-masing dengan keadaan spb:

Sub sampel 1: berukuran n1, dengan rata-rata x1


sub sampel 2: berukuran n2, dengan rata-rata x2
……………..
Sub sampel s: berukuran ns, dengan rata-rata xs

Maka rata-rata gabungan dari s buah sub sampel dapat dihitung dengan rumus:
….. Rumus (3)
Σ ni xi
x=

Contoh 13: Σ ni
Terdapat 3 sub sampel kelas VIII A, B, dan C dari MTs “X”, masing-masing berukuran (jumlah siswa
tiap kelas): 31, 27, dan 30, masing-masingnya memiliki rata-rata kelas: 82, 65, dan 70. Berapa rata-rata
gabungan dari 3 sub sampel kelas VIII paralel tersebut?

Jika Anda hitung dengan rumus (1), akan diperoleh hasil sbb:

82 + 65 + 70
Rata-rata gabungannya = = 72,33
3

Benar atau salah hasil penghitungan di atas?

Sekarang kita coba menghitung dengan Rumus (3) di atas.

20 | P a g e
(31)82 + (27)65 + (30)70
Rata-rata gabungannya = = 72,69
31 + 27 + 30

Yang benar adalah penghitungan dengan Rumus (3).


Karena itu, hati-hati Anda ketika menghitung rata-rata gabungan dari rata-rata kelas paralel. Jika Anda
gunakan Rumus (1), Anda akan salah.

 Untuk data yang telah disusun dalam Daftar Distribusi Frekuensi, rata-ratanya dihitung dengan
menggunakan rumus (2):

Σ fi xi
x=
Bedanya di sini adalah:
xi adalah tanda kelas interval = ½ (ujung bawah +ujung atas); dan
fi adalah frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas xi

Contoh 14:
Dari contoh 7 pada materi ke-3 yang lalu, berapa nilai rata-rata dari 60 mahasiswa dalam mata ujian
Statistika?
Untuk memudahkan penghitungan, tambahkan kolom tanda kelas (xi) dan kolom fi xi.

Interval Frekuensi Tanda kelas


fi xi
Data fi (xi)
14 – 26 4 20 80
27 – 39 8 33 264
40 – 52 13 46 598
53 – 65 15 59 885
66 – 78 12 72 864
79 – 91 8 85 680
60 3371

Dengan memasukkan harga Σ fi = 60 dan Σ fi xi = 3371 ke dalam rumus (2), akan diperoleh hasil sbb:

3371
x= = 56,18
60

Latihan Soal 3:

1. Dari soal Latihan Soal 1 yang lalu, hitung berapa nilai rata-ratanya?
2. Andaikata Anda menyimpan 5 jenis barang, masing-masing berjumlah 32, 30, 31, 28, dan 25; dan
masing-masing barang rata-rata kondisinya adalah 67%, 72%, 56%, 80%, dan 75%; berapa prosen
rata-rata gabungan (keseluruhan) kondisi dari 5 jenis barang yang Anda simpan itu? (gunakan daftar
distribusi frekuensi untuk mempermudah penghitungan)

21 | P a g e
3. Rata-Rata Ukur
Jika perbandingan tiap dua data berurutan tetap, atau hampir tetap, rata-rata ukur lebih baik dipakai
daripada rata-rata hitung.

Untuk data bernilai x1, x2, x3, …, xn, maka rata-rata ukur U didefinisikan sbb:
….. Rumus (6)
n

U = √ x1 . x2 . x3 . ... xn

 Untuk data bernilai besar, lebih baik digunakan logaritma. Rumus (6) di atas diubah menjadi:
….. Rumus (7)
∑ log xi

Log U =

Rata-rata ukur U akan didapat setelah mencari kembali harga logaritmanya (anti log) => (lihat Tabel
Logaritma, atau dihitung dengan kalkulator)

Contoh 15:
Nilai tertinggi bidang pelajaran Bahasa Arab dari lima kelas paralel adalah: 75, 80, 85, 90, dan 100;
maka rata-rata ukurnya adalah:
x1 = 75, x2 = 80, x3 = 85, x4 = 90, dan x5 = 100

log 75 + log 80 + log 85 + log 90 + log 100


Log U =
5

1,8751 + 1,9031 + 1,9294 + 1,9542 + 2


Log U =
5

9,6618
Log U = = 1,9324
5

Log U = 1,9324
maka untuk mencari harga U dengan jalan mencari anti log dari 1,9324.
(jika pakai kalkulator Casio fx-4500PA, caranya adalah: tekan SHIFT, tekan log (atau tekan 10X), ketik
1,9324, tekan EXE.)

Anti log U = 85,58

Diperoleh U = 85,58 Jadi rata-rata Ukurnya adalah 85,58

 Rata-rata ukur bisa juga digunakan untuk fenomena (data) yang bersifat tumbuh, dengan menggunakan
rumus sbb:

22 | P a g e
x … Rumus (8)

Pt = Po (1 + )t
100
Keterangan: Po = keadaan awal atau permulaan
Pt = keadaan akhir
x = rata-rata pertumbuhan setiap satuan waktu
t = satuan waktu yang digunakan

Contoh 16:
Angka kelahiran bayi di Kecamatan “X” akhir tahun 1990 ada 14 bayi, dan pada akhir tahun 2000 ada
27 bayi. Berapa rata-rata pertumbuhan kelahiran bayi tiap tahun di kecamatan itu?

Po =14; Pt = 27; t = 10; masukkan dalam rumus (8).

x
Maka didapat 27 = 14 (1 + )10
100
atau
x
log 27= log 14 + 10 . log ( 1 + )
100

x
1,4314 = 1,1461 + (10) . log (1 + )
100

Menghasilkan

x 0,2853 x
1,4314– 1,1461 = 10 . log (1 + ) = log (1 + )
100 10 100

atau:
x
log (1 + ) = 0,02853 anti log 0,02853 = 1,0679
100

x x
1+ = 1,0679 = 1,0679 – 1 = 0,0679 ( x) = 6,79
100 100

Jadi rata-rata kelahiran bayi per tahun adalah 6,79 % per tahun.
 Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi (DDF), rata-rata ukurnya dihitung
dengan rumus:

∑ ( fi log xi ) …… Rumus (9)

Log U =
∑ fi

23 | P a g e
xi adalah tanda kelas
harga rata-rata ukur U dicari kembali dari log U (anti log dari U)

Contoh 17: Dari contoh soal materi III, berapa rata-rata ukur nilai dari 60 mahasiswa dalam ujian Statistika?

Setelah data dimasukkan dalam Daftar Distribusi Frekuensi di bawah ini,

Data Frekuensi Tanda log xi fi log xi


Nilai fi kelas (xi)
14 – 26 4 20 1,301 5,204
27 – 39 8 33 1,519 12,152
40 – 52 13 46 1,663 21,619
53 – 65 15 59 1,771 26,565
66 – 78 12 72 1,857 22,284
79 – 91 8 85 1,929 15,432
60 103,256

maka sesuai rumus (9), diperoleh:

103,256
log U = = 1,721
60

log U = 1,721

Untuk mencari harga U, dicari harga anti log dari 1,721


(jika pakai kalkulator fx-4500PA; tekan SHIFT, tekan log (atau tekan 10X), ketik 1,721, tekan EXE.)

Maka didapat harga U = 52,60


Jadi rata-rata ukur nilai ujian Statistika dari 60 mahasiswa adalah 52,60

4. Rata-Rata Harmonik
Untuk data x1, x2, x3, …, xi dalam sebuah sampel berukuran n, maka rata-rata harmonik ditentukan
dengan rumus sbb:

n ….. Rumus (10)


H=

∑(n 1/xi)
Atau, H =
1/x1 + 1/x2 + 1/x3 + … + 1/xn

Contoh 18: Rata-rata harmonik untuk data: 50, 56, 69, 80, 75, 55, dan 70 ialah:

7 7
H= = = 63,06
1
/50 + 1/56 + 1/69 + 1/80 + 1/75 + 1/55 + 1/70 0,111

24 | P a g e
Penggunaan lain rata-rata harmonik adalah dalam hal berikut:

Contoh 19:
Pak Azhar berangkat ke Surabaya dengan kecepatan 50 km/jam. Sedangkan saat pulangnya dengan
kecepatan 20 km/jam. Jarak rumah pak Azhar ke Surabaya 100 km. Berapa rata-rata kecepatan pulang-
pergi?

Jawaban otomatis, anda pasti menggunakan rata-rata hitung (rumus (1)), yaitu: ½ (50 + 20) km/jam = 35
km/jam.

Ini jawaban salah, karena jika panjang jalan 100 km, maka untuk pergi diperlukan waktu 2 jam, dan
kembali diperlukan waktu 5 jam. Pergi-pulang perlu waktu 7 jam, dan menempuh jarak 2X100 km. Ini
berarti rata-rata kecepatan perjalanan pak Azhar adalah: 200/7 = 28,57 km/jam.

Rata-rata kecepatan perjalanan pak Azhar tidak lain adalah rata-rata harmonik (mari kita buktikan dengan
rumus 10).

2 2
H= = = 28,57
1 1
/50 + /20 0,07

(angka 2 menunjukkan dua kali perjalanan pergi-pulang)


 Untuk data dalam Daftar Distribusi Frekuensi, rata-rata harmonik dihitung dengan rumus:
…… Rumus (11)
∑ fi
H=
Contoh 20: ∑(fi / xi)
Dari contoh 17 di atas, rata-rata harmoniknya dapat dihitung dengan bantuan tabel sbb:

Data Frekuensi Tanda fi / xi


Nilai fi kelas (xi)
14 – 26 4 20 0,200
27 – 39 8 33 0,242
40 – 52 13 46 0,283
53 – 65 15 59 0,254
66 – 78 12 72 0,167
79 – 91 8 85 0,094
60 1,240

Dari tabel diperoleh fi/xi = 1,240 dengan fi=60. Dengan rumus (11) diperoleh:

60
H= = 48,39 ; jadi rata-rata harmoniknya adalah 48,39
1,240

Dengan melihat contoh 14 dan contoh 17 di atas, diketahui bahwa untuk mata ujian Statistika diperoleh
gambaran:
Rata-rata hitung ( x ) = 56,18
Rata-rata Ukur (U) = 52,60, dan
Rata-rata Harmonik = 48,39

25 | P a g e
Secara umum berlaku ketentuan:

H≤U≤x
Di luar ketentuan ini, berarti penghitungannya salah.

5. Modus
Biasanya modus digunakan untuk menentukan rata-rata dari data kualitatif, atau gambaran terhadap
fenomena yang sering terjadi. Sebagai misal, penurunan prestasi belajar siswa banyak disebabkan oleh
perhatian orang tua yang kurang terhadap proses belajar anak-anaknya.
Faktor perhatian orang tua ini bisa disebut modus dari penyebab penurunan prestasi belajar siswa.
(untuk pengujian lebih lanjut sampai pada analisa korelasi antara data prestasi belajar dengan perhatian
orang tua, data kualitatif perhatian orang tua dikuantifikasikan. Pembahasan lebih lanjut pada materi
Analisa Korelasi).

Untuk data kuantitatif, modus ditentukan dengan jalan menentukan frekuensi terbanyak di antara data itu.
Jika data telah disusun dalam Daftar Distribusi Frekuensi, modusnya dapat ditentukan dengan rumus:

b1 ……. Rumus (12)

Mo = b + p ( )
b1 + b2
b = batas bawah kelas modal, ialah kelas interval dengan frekuensi terbanyak; (= ujung bawah kelas
modal – 0,5)
p = panjang kelas modal;
b1 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih kecil
sebelum tanda kelas modal;
b2 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih besar
sesudah tanda kelas modal.

Contoh 21:
Dari contoh 20 di atas, dapat dicari modusnya dengan rumus (12) sbb:

Data fi 1) kelas modal = kelas keempat ( f terbanyak)


Nilai 2) b = (53 - 0,5) = 52,5
14 – 26 4 3) b1 = 15 – 13 = 2
27 – 39 8
40 – 52 13 4) b2 = 15 – 12 = 3
53 – 65 15 5) p = 13
66 – 78 12
79 – 91 8 2
60
Mo = 52,5 + (13) ( )
6. Median
Median menentukan letak tengah dari suatu data.
2+3
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, median dapat dihitung dengan rumus:

½n–F …… Rumus (13)


Me = b + p ( )
f
26 | P a g e
b = batas bawah kelas median, ialah kelas di mana median akan terletak,
p = panjang kelas median;
n = ukuran sampel atau banyak data;
F = jumlah semua frekuensi pada semua tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas median;
f = frekuensi kelas median

Contoh 22:
Dari contoh 21 di atas, dapat dicari harga mediannya sbb:

Data fi
Nilai
14 – 26 4
27 – 39 8
40 – 52 13
53 – 65 15
66 – 78 12
79 – 91 8
60

Setengah dari seluruh data adalah 60/2 = 30.


Dengan demikian, median akan terletak di kelas interval keempat, karena sampai pada kelas interval
keempat, jumlah frekuensi sudah lebih dari 30, dan tidak kurang dari 30. (selanjutnya kelas interval
keempat disebut sebagai kelas median)

Dari kelas median ini didapat:

b = (53 - 0,5) = 52,5; p = 13; dan f = 15; adapun F = 4 + 8 + 13 = 25.

Dengan demikian harga Me adalah:

30 – 25
Me = 52,5 + (13) ( ) = 52,5 + 4,33 = 56,83 Jadi Me = 56,83
15

Dari hasil penghitungan pada contoh 4, 11 dan 12 di atas, didapat hasil:


Rata-rata ( x ) = 56,18; Me = 56,83; dan Mo = 57,7
Jika digambar dalam bentuk kurva, akan terlihat sbb:

f
Kurva ini miring ke kanan,
berarti ini kurva negatif, yang menggambarkan
banyak gejala yang bernilai makin besar.
nilai

x Me Mo ( x < Me < Mo )

Gambar 1: Kurva negatif

27 | P a g e
Bandingkan dengan kurva positif di bawah ini:

f Kurva ini miring ke kiri, yang menggambarkan


adanya sedikit gejala yang bernilai makin
besar.

nilai
Mo Me x (Mo < Me < x )

Gambar 2: Kurva positif

Untuk kasus penghitungan contoh 4, 11, dan 12 di atas, di mana gambar kurvanya negatif ( x < Me < Mo),
menandakan gejala bahwa banyak siswa yang memperoleh nilai makin besar. Ini bisa disebabkan karena
siswa-siswa tersebut memang cerdas dan pandai, atau disebabkan karena soal ujiannya terlalu mudah.
Sebaliknya, jika dari hasil suatu ujian, diperoleh gambaran Mo < Me < x, dan jika digambar menghasilkan
kurva positif (miring ke kiri), ini menandakan bahwa terdapat sedikit gejala siswa yang bernilai makin besar
(banyak siswa yang bernilai kecil). Ini bisa saja disebabkan karena siswa-siswa yang mengikuti ujian itu
kurang persiapan atau kurang pintar, atau disebabkan karena soal ujiannya terlalu sulit (materi ujian belum
pernah dijelaskan).
Gambaran tentang Modus, Rata-rata, dan Median, serta gambar kurvanya, dapat dijadikan bahan
evaluasi proses belajar-mengajar seorang guru, dan evaluasi hasil belajar siswa keseluruhan.

Latihan Soal 4: (tugas rumah)

Data dari Latihan Soal 1 tentang Penghasilan Keluarga per Tahun di Wilayah Dusun X tahun 2010 (dalam
jutaan rupiah):

21 10 33 42 51 60 72 80 91 13
22 34 44 52 62 72 82 96 18 25
34 45 53 62 75 86 98 26 36 45
54 63 76 87 99 38 46 55 63 76
87 99 38 46 55 63 76 87 39 47
55 63 78 88 31 48 56 64 78 49
56 64 79 42 56 68 45 57 69 46
24 42 60 66 45 77 68 94 83 14

1). Tentukan harga Rata-Rata Hitung.


2). Tentukan harga Rata-rata Ukur‟ dan
3). Rata-Rata Harmonik.
4). Tentukan harga Mediannya.
5). Tentukan harga Modusnya.
6). Gambarkan hasilnya dalam suatu kurva (bersifat positif atau negatif)
7). Dari gambar kurva, simpulkan kecenderungan apa yang nampak!
(langkah awal, buat dulu Daftar Distribusi Frekuensinya).

28 | P a g e
Bagian IV
UKURAN LETAK

Ukuran letak membahas posisi (letak) suatu nilai dari data pada suatu distribusi frekuensi. Pemahaman
mengenai ukuran letak ini akan sangat bermanfaat manakala seorang peneliti ingin membagi suatu distribusi
menjadi beberapa katagori sesuai kebutuhan penelitiannya.

Misalnya peneliti membutuhkan nilai-nilai yang ada di suatu distribusi frekuensi mengenai penghasilan
orangtua mahasiswa di suatu perguruan tinggi menjadi empat bagian. Pembagian ini dibutuhkan berkaitan
dengan pemberian subsidi beasiswa, di mana 25% dari penghasilan terendah akan diberikan subsidi sebesar
200 ribu/bulan; 25% di atasnya akan diberikan beasiswa 100 ribu/bulan; 25% di atasnya lagi akan diberikan
beasiswa 50 ribu/bulan; dan 25% selanjutnya tidak diberikan beasiswa.

Untuk keperluan pembagian data semacam itu, maka hanya konsep ukuran letak yang bisa menjawabnya.
Jika distribusi data dibagi menjadi empat bagian, maka disebut kuartil, dan jika dibagi sepuluh bagian,
disebut desil.

1. Kuartil
Jika median membagi distribusi menjadi dua bagian, maka Kuartil membagi distribusi menjadi empat
bagian yang sama, masing-masing bagian 25%. Pada suatu distribusi terdapat tiga Kuartil: K1, K2, dan
K3. Pembagiannya dalam kurva dapat digambarkan sbb:

25% 25% 25% 25%

K1 K2 K3 Nilai Data

Gambar 3: Pembagian Distribusi Kuartil

a. Untuk Data Tunggal

Rumus untuk menentukan letak kuartil:

Letak Kuartil 1 (K1) = ¼ (n + 1)


Letak Kuartil 2 (K2) = 2/4 (n + 1) = ½ (n + 1)
Letak Kuartil 3 (K3) = ¾ (n + 1)
Atau,
Ki = i/4 (n + 1)

(pembagi 4 merupakan pembagian empat bagian distribusi dalam kuartil)

Contoh 23:
Tentukan Letak dan Nilai K1, K2, dan K3 dari data berikut:
2 5 4 8 9 12 3 7 9 10 11

Jawab:

29 | P a g e
Untuk mencari Nilai K1, K2, dan K3 digunakan langkah-langkah sbb:
1. Data diurutkan dari yang terkecil:
2 3 4 5 7 8 9 9 10 11 12

2. Menentukan letak K1, K2, dan K3 dengan rumus di atas:

Letak Kuartil 1 (K1) = ¼ (11 + 1) = 3


Letak Kuartil 2 (K2) = ½ (11 + 1) = 6
Letak Kuartil 3 (K3) = ¾ (11 + 1) = 9

3. Menentukan nilai K1, K2, dan K3 berdasarkan letak masing-masing kuartil:


Nilai K1 yang terletak pada urutan ke-3, yaitu: 4
Nilai K2 yang terletak pada urutan ke-6, yaitu: 8
Nilai K3 yang terletak pada urutan ke-9, yaitu: 10

b.Untuk Data Berkelompok

Letak Kuartil 1 (K1) = ¼ n


Letak Kuartil 2 (K2) = ½ n
Letak Kuartil 3 (K3) = ¾ n ; atau Ki = i/4 . n

Dengan menurunkan rumus Median (Rumus 13), Nilai Kuartil dapat dicari dengan rumus:

/ n–F
i 4
(Rumus 14)
Kuartil i (Ki) = bi + p ( )
fKi
Contoh 24:
Dari hasil ujian Statistika 1, diperoleh data nilai dari 100 mahasiswa seperti tertera pada table di bawah ini.
Tentukan distribusi nilai dengan ukuran kuartil!

Tabel 10: Distribusi Frekuensi Untuk Menghitung Nilai Kuartil


Nilai Data Frekuensi (f) Frekuensi Batas bawah
Kumulatif kelas (b)
26 – 30 3 3 25,5
31 – 35 5 8 30,5
36 – 40 7 15 35,5
41 – 45 12 27 40,5
46 – 50 13 40 45,5
51 – 55 15 55 50,5
56 – 60 14 69 55,5
61 – 65 11 80 60,5
66 – 70 10 90 65,5
71 – 75 6 96 70,5
76 – 80 4 100 75,5
n = 100

30 | P a g e
Jawab:
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan Letak Kuartil.
Letak K1 = ¼ n = ¼ x 100 = 25 (dilihat berdasarkan letak frekuensi kumulatifnya)

Letak K2 = ½ n = ½ x 100 = 50

Letak K3 = ¾ n = ¾ x 100 = 75

Langkah selanjutnya adalah menentukan Nilai Kuartilnya dengan rumus 14:

25 – 15
K1 = 40,5 + 5 ( ) = 40,5 + 4,17 = 44,67
12

50 – 40
K2 = 50,5 + 5 ( ) = 50,5 + 3,33 = 53,83
15

75 – 69
K3 = 60,5 + 5 ( ) = 60,5 + 2,73 = 63,23
11

Jika hasil perhitungan di atas disajikan dalam bentuk gambar, maka akan nampak sbb:
f

25% 25%
25% 25%

44,67 53,83 63,23 Nilai

Gambar 4: Kurva Distribusi Kuartil Nilai Statistika

Dari gambar kurva di atas, nampak bahwa 25% mahasiswa memperoleh nilai ≤ 44,67. Lima puluh prosen
(50%) memperoleh nilai ≤ 53,83; dan di antara 53,83 sampai 63,23 sebesar 25%, serta di atas 63,23
sebesar 25%.

2. Desil
Desil membagi suatu distribusi menjadi sepuluh bagian yang sama, masing-masingnya 10%. Dalam suatu
distribusi terdapat 9 desil, yaitu desil 1 (D1) sampai desil 9 (D9).

31 | P a g e
Pembagian distribusi desilnya dapat digambarkan sbb:
f

10% 10%
10% 10%
10% 10%
10% 10%
10% 10%

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

Gambar 5: Pembagian Distribusi Desil

Dari gambar di atas, letak Desil 5 (D5) sama letaknya dengan nilai Median dan Kuartil 2 (K2), yakni tepat
pada posisi tengah, sehingga nilai D5 juga sama dengan nilai Median dan K2.

a. Untuk Data Tunggal

Letak Desil 1 (D1) = 1/10 (n + 1)


Letak Desil 2 (D2) = 2/10 (n + 1)
Letak Desil 3 (D3) = 3/10 (n + 1)
Letak Desil 6 (D6) = 6/10 (n + 1)
Letak Desil 9 (D9) = 9/10 (n + 1)

Contoh 25: Carilah nilai D1, D2, D6, dan D9 dari data berikut:

2 5 4 8 9 12 3 7 9 10 11

Jawab:
a. Data diurutkan:
2 3 4 5 7 8 9 9 10 11 12

b. Letak D1 = 1/10 (11 + 1) = 1,2 dibulatkan menjadi 1


Letak D2 = 2/10 (11 + 1) = 2,4 dibulatkan menjadi 2
Letak D6 = 6/10 (11 + 1) = 7,2 dibulatkan menjadi 7
Letak D9 = 9/10 (11 + 1) = 10,8 dibulatkan menjadi 11
c. Nilai D1 terletak pada urutan ke-1, yaitu 2
Nilai D2 terletak pada urutan ke-2, yaitu 3
Nilai D6 terletak pada urutan ke-7, yaitu 9
Nilai D9 terletak pada urutan ke-11, yaitu 12

b. Untuk Data Berkelompok

Letak Desil 1 (D1) = 1/10 . n


Letak Desil 2 (D2) = 2/10 . n
Letak Desil 3 (D3) = 3/10 . n dan seterusnya sampai D9 = 9/10 x n.
Atau, Di = i/10 . n ; di mana i adalah urutan ke-i dari desil

Dengan menurunkan rumus Median, nilai desil dapat dicari dengan rumus:

32 | P a g e
/ .n – F
i 10
(Rumus 15)
Desil ke-i (Di) = bi + p ( )
fDi
Contoh 26:
Dari contoh 24 Tabel 10 di atas, hitunglah Letak dan Nilai dari Desil 1, 2, 6 dan 9.

Tabel 11: Distribusi Frekuensi Untuk Menghitung Nilai Desil

Nilai Data Frekuensi (f) Frekuensi Batas bawah


Kumulatif kelas (b)
26 – 30 3 3 25,5
31 – 35 5 8 30,5
36 – 40 7 15 35,5
41 – 45 12 27 40,5
46 – 50 13 40 45,5
51 – 55 15 55 50,5
56 – 60 14 69 55,5
61 – 65 11 80 60,5
66 – 70 10 90 65,5
71 – 75 6 96 70,5
76 – 80 4 100 75,5
n = 100

Penentuan Letak Desil:


Letak D1 = 1/10 x n = 1/10 x 100 = 10
Letak D2 = 2/10 x n = 2/10 x 100 = 20
Letak D6 = 6/10 x n = 6/10 x 100 = 60
Letak D9 = 9/10 x n = 9/10 x 100 = 90

Setelah didapatkan letak kelas desilnya, kemudian hitung nilai untuk masing-masing desil dengan rumus 15.

10 – 8
D1 = 35,5 + 5 ( ) = 35,5 + 1,428 = 36,928 = 36,99
7

20 – 15
D2 = 40,5 + 5 ( ) = 40,5 + 2,083 = 42,583 = 42, 58
12

60 – 55
D6 = 55,5 + 5 ( ) = 55,5 + 1,785 = 57,285 = 57, 29
14

90 – 80
D9 = 65,5 + 5 ( ) = 65,5 + 5 = 70,5
10

33 | P a g e
Letak dan nilai desilnya dapat digambarkan sbb:

10% 10%
10% 10%
10% 10%
10% 10%
10% 10%

36,99 42,58 ? ? 57,29 ? 70,5

Gambar 6: Kurva Distribusi Desil Nilai Statistika

Dari gambar di atas, dapat diketahui, bahwa hanya ada 10% mahasiswa yang mendapatkan nilai Statistika di
atas 70,5.
Hitung lebih lanjut untuk menentukan nilai D3 dan D8!

3. Persentil
Persentil membagi distribusi suatu data menjadi seratus bagian yang sama, yaitu masing-masing bagian
1%. Dalam suatu distribusi terdapat 99 persentil (P1 s/d P99). (lihat gambar).

1% 1%
P1 P50 P99

Gambar 7: Pembagian Distribusi Persentil

Dari gambar di atas, nampak bahwa letak P50 sama dengan letak Median, Kuartil 2 (K2) dan Desil 5 (D5),
yaitu tepat berada pada posisi tengah, sehingga nilai P5 = Median = K2 = D5.

1. Untuk Data Tunggal


Letak Persentil 1 (P1) = 1/100 (n + 1)
Letak Persentil 5 (P5) = 5/100 (n + 1)
Letak Persentil 70 (P70) = 70/100 (n + 1) ….

Pi = i/100 (n + 1) ; di mana i adalah urutan ke-i

Contoh 27:
Cari nilai P8 dari data berikut:
2 5 4 8 9 12 3 7 9 10 11

Jawab:
a. Data diurutkan: 2 3 4 5 7 8 9 9 10 11 12
b. Letak persentil 8 (P8) = 8/100 (11 + 1) = 0,96 dibulatkan 1
c. Nilai Persentil 8 (P8) terletak pada urutan ke-1, yaitu 2

34 | P a g e
2. Untuk Data Berkelompok
Letak Persentil 1 (P1) = 1/100 . n
Letak Persentil 5 (P5) = 5/100 . n
Letak Persentil 70 (P70) = 70/100 . n
Letak Persentil 86 (P86) = 86/100 . n
Atau;
Pi = i/100 . n

Dengan menurunkan rumus Median, nilai Persentil dapat dicari dengan rumus:

/
i 100 .n – F (Rumus 16)
Persentil ke-i (Pi) = bi + p ( )
fPi

Contoh 28:
Dari Contoh 26 Tabel 11 di atas, hitunglah Letak dan Nilai dari Persentil 1 (P1), P5, P30, dan P86

Jawab:
Letak P1 = 1/100 . 100 = 1 ; Letak P5 = 5/100 . 100 = 5
Letak P30 = 30/100 . 100 = 30 ; Letak P86 = 86/100 . 100 = 86
Setelah didapatkan letak kelas persentil, kemudian dihitung nilai masing-masing persentil menggunakan
rumus 16:

1–0
Nilai P1 = 25,5 + 5 ( ) = 25,5 + 1,667 = 27,167
3

5–3
Nilai P5 = 30,5 + 5 ( ) = 30,5 + 2 = 32,5
5

30 – 27
Nilai P30 = 45,5 + 5 ( ) = 45,5 + 1,15 = 46,65
13

86 – 80
Nilai P86 = 65,5 + 5( ) = 65,5 + 3 = 68,5
10

Latihan Soal 5:

Data dari Latihan Soal 1 tentang Penghasilan Keluarga per Tahun di Wilayah Dusun X tahun 2010 (dalam
jutaan rupiah), diperoleh data sbb:

21 10 33 42 51 60 72 80 91 13
22 34 44 52 62 72 82 96 18 25
34 45 53 62 75 86 98 26 36 45
54 63 76 87 99 38 46 55 63 76
87 99 38 46 55 63 76 87 39 47
55 63 78 88 31 48 56 64 78 49
56 64 79 42 56 68 45 57 69 46

35 | P a g e
24 42 60 66 45 77 68 94 83 14

Tentukan:
1. Distribusi Letak dan Nilai Kuartilnya
2. Distribusi Letak dan Nilai Desil 1, 2, 3, 8, dan 9
3. Distribusi Letak dan Nilai Persentil 5, 15, 30, dan 75
4. Jika pemerintah ingin membagi dana bantuan sosial kepada 30 % penduduk di Dusun X tersebut, berapa
batas atas (tertinggi) penghasilan penduduk yang bisa memperoleh dana bantuan tersebut?
5. Jika 33% pendapatan tertinggi penduduk Dusun X diharuskan untuk berinfaq, berapakah batas terendah
pendapatannya?

Latihan Soal 6 (Tugas Rumah)

Berikut ini adalah data gaji karyawan suatu perusahaan di kota kecil “X”:

Gaji karyawan Jumlah


(dalam ribuan Rp) Karyawan
701 – 1000 9
1001 – 1300 7
1301 – 1600 8
1601 – 1900 13
1901 – 2200 15
2201 – 2500 17
2501 – 2800 11
2801 – 3100 9
3101 – 3400 7
3401 – 3700 5
3701 – 4000 3
4001 – 4300 4
4301 – 4600 2
4601 – 4900 1
111

Berdasar data di atas:


1. Berapakah rata-rata gaji karyawan tersebut?
2. Berapakah nilai tengah gaji karyawan?
3. Berapakah batas bawah gaji karyawan yang mempunyai gaji 10% tertinggi?
4. Berapakah batas bawah gaji karyawan yang mempunyai gaji 15% tertinggi?
5. Berapakah batas bawah gaji karyawan yang mempunyai gaji 25% tertinggi?
6. Berapakah batas atas gaji karyawan yang mempunyai gaji 10% terendah?
7. Berapakah batas atas gaji karyawan yang mempunyai gaji 15% terendah?
8. Berapakah batas atas gaji karyawan yang mempunyai gaji 25% terendah?
9. Jika 22% karyawan yang mempunyai gaji terendah akan dinaikkan gajinya sebesar 5%, berapakah batas
atas gaji karyawan yang akan mengalami kenaikan gaji tsb?
10. Jika 27% karyawan yang mempunyai gaji tertinggi diwajibkan membayar infaq sebesar 2,5% dari
gajinya, berapakah batas bawah gaji karyawan yang terkena kewajiban infaq tersebut?

36 | P a g e
Kuis Matakuliah Statistika Waktu: 70 menit

Soal:
1. Nilai rata-rata ujian Statistika sekelompok mahasiswa yang berjumlah 40 orang adalah 6,2. Jika seorang
mahasiswa dalam kelompok ini mendapat nilai 8,5 tidak dimasukkan dalam perhitungan rata-rata
tersebut, berapa nilai rata-rata ujian ke-39 mahasiswa tersebut?

2. Gaji rata-rata suatu perusahaan Rp 250.000,00 per minggu. Gaji rata-rata pegawai pria Rp 260.000,00 per
minggu, sedang gaji rata-rata pegawai wanitanya Rp 210.000,00 per minggu. Berapakah perbandingan
jumlah pegawai pria dan wanita di perusahaan itu?

3. Tentukan laju pertumbuhan rata-rata penduduk Indonesia jika pada akhir tahun 1946 dan akhir tahun 1956
jumlah penduduk masing-masing 60 juta dan 78 juta jiwa!

4. Seorang pedagang kain sutra di Pasar Turi Surabaya memperoleh hasil penjualan per minggu sbb:
- minggu pertama, dapat menjual 15 helai seharga Rp 60.000,00/helai
- minggu kedua, dapat menjual 35 helai seharga Rp 50.000,00/helai
- minggu ketiga, dapat menjual 25 helai seharga Rp 46.000,00/helai
- minggu keempat, dapat menjual 45 helai seharga Rp 32.000,00/helai.
Berapakah harga rata-rata kain sutra tersebut per helai?

5. Berikut ini adalah data gaji karyawan suatu perusahaan di kota “X”:

Gaji karyawan Jumlah


(dalam ribuan Rp) Karyawan
701 – 1000 9 5.1. Jika 30% karyawan yang
1001 – 1300 7 mempunyai gaji terendah akan
1301 – 1600 8
1601 – 1900 13 dinaikkan gajinya sebesar 10%,
1901 – 2200 15 berapakah batas atas gaji
2201 – 2500 17
2501 – 2800 11 karyawan yang akan
2801 – 3100 9 mengalami kenaikan gaji tsb?
3101 – 3400 7
3401 – 3700 5
3701 – 4000 3 5.2. Jika 35% karyawan yang
4001 – 4300 4 mempunyai gaji tertinggi
4301 – 4600 2
4601 – 4900 2 diwajibkan membayar infaq
112 sebesar 2,5% dari gajinya,
berapakah batas bawah gaji
karyawan yang terkena
kewajiban infaq tersebut?

37 | P a g e
Bagian V

UKURAN SIMPANGAN

Dalam materi ini kita akan mempelajari: Rata-rata simpangan, Simpangan baku (standar deviasi), dan
Bilangan Baku. Kesemua hal itu dipakai untuk membandingkan keadaan atau fenomena suatu data.

1. Rata-Rata Simpangan
Rata-Rata simpangan ini digunakan untuk menentukan jarak suatu data dengan rata-rata x. Jarak ini
ditulis dengan simbol |xi – x | (baca: harga mutlak dari selisih xi dengan x ).

Jika hasil pengamatan terhadap sampel sejumlah n diperoleh data yang berbentuk x 1, x2, x3, ..., xn, maka
rata-rata simpangan (rata-rata deviasi) dapat dicari dengan rumus:

∑ |xi – x| ...... Rumus (14)


RS =
Contoh 13: n
Dari contoh 12 pada Materi IV, Rata-Rata deviasinya dapat diperoleh sbb:
(diketahui rata-rata x = 56,18)

Data fi xi xi - x | xi-x |
Nilai
14 – 26 4 20 -36,18 36,18
27 – 39 8 33 -23,18 23,18
40 – 52 13 46 -10,18 10,18
53 – 65 15 59 2,82 2,82
66 – 78 12 72 15,82 15,82
79 – 91 8 85 28,82 28,82
60 117

Dari tabel/daftar di atas, diketahui n = 60; dan ∑|xi – x| = 117, maka

sesuai rumus (14), harga rata-rata simpangan RS = 117/60 = 1,95

2. Simpangan Baku (standar deviasi) dan Varians


Simpangan baku untuk sampel disimbolkan dengan s, sedangkan untuk varians disimbolkan s2 (pangkat
dua simpangan baku).

Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data x 1, x2, x3, ..., xn; dan rata-rata x, maka statistik s2
dihitung dengan rumus:

∑ (xi – x)2 .......... Rumus (15-a)


s2 =
n-1
Harga simpangan baku (s) adalah akar dari s2. Rumus di atas disebut rumus varians sampel.

Contoh 14:
Terdapat sampel dengan data: 8, 7, 10, 11, 4
Untuk menentukan simpangan baku s, kita buat tabel berikut:
38 | P a g e
xi xi - x (xi – x)2 Dari data di atas, rata-rata x = 8
8 0 0
7 -1 1 ∑ (xi – x)2 = 30; dan n = 5
10 2 4
11 3 9
4 -4 16 Sesuai rumus (15-a), diperoleh
30
30
Di samping rumus (15-a) di atas, terdapat
s2 =rumus lain untuk menghitung simpangan baku s, atau varians
= 7,5 ;
s2 .
4
n ∑xi2 – (∑xi)2 ............. Rumus (15-b)

s2 =
n(n – 1)
Sangat dianjurkan anda menggunakan rumus (15-b), karena tingkat kekeliruannya lebih kecil (tingkat
ketelitiannya lebih tinggi).

Coba anda selesaikan contoh 14 di atas dengan rumus (15-b). Bagaimana hasilnya? (perhatikan, kolom
apa saja yang diperlukan untuk membuat tabel).

(kedua rumus di atas (15-a dan 15-b) tidak bisa digunakan untuk data yang telah tersusun dalam daftar
distribusi frekuensi).
 Jika data dari sampel telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi (DDF), maka untuk menentukan
simpangan baku s, atau varians s2 dipakai rumus sbb:

∑fi (xi – x)2 ......... Rumus (16-a)


s2 =
n–1
Atau, lebih baik anda menggunakan rumus berikut ini:

n ∑ fi xi2 – (∑fi xi)2 ............ Rumus (16-b)


s2 =
n (n – 1)
Perbedaan kedua rumus di atas adalah, Rumus (16-a) menggunakan rata-rata x, sedangkan rumus (16-b)
hanya menggunakan nilai tengah atau tanda kelas interval.

Contoh 15:
Dari contoh 13 di atas, tentukan harga simpangan bakunya!
(langkah awal anda harus membuat tabel dengan kolom-kolom yang dibutuhkan).

A. Penyeselaian dengan rumus (16-a):

x = 56,18

Data Nilai fi xi xi - x (xi – x)2 fi (xi – x)2


14 – 26 4 20 -36,18 1308,9924 5235,9696
27 – 39 8 33 -23,18 537,3124 4298,4992
39 | P a g e
40 – 52 13 46 -10,18 103,6324 1347,2212
53 – 65 15 59 2,82 7,9524 119,2860
66 – 78 12 72 15,82 250,2724 3003,2688
79 – 91 8 85 28,82 830,5924 6644,7392
60 20648,9840

Dari tabel diperoleh ∑fi (xi – x)2 = 20648,9840 dan n – 1 = 59

20648,9840
2
maka s = = 349,983 harga varians
59

Harga simpangan bakunya adalah, s = √ 349,983 = 18,71


B. Penyelesaian dengan rumus 16-b:
n ∑ fi xi2 – (∑fi xi) 2
s2 =
n (n – 21)
Data Nilai fi xi xi2 fixi fixi
14 – 26 4 20 400 80 1600
27 – 39 8 33 1089 264 8712
40 – 52 13 46 2116 598 27508
53 – 65 15 59 3481 885 52215
66 – 78 12 72 5184 864 62208
79 – 91 8 85 7225 680 57800
60 3371 210043

Dari penghitungan dalam tabel di atas, diperoleh:


∑ fi xi2 = 210043
∑fi xi = 3371 (∑fi xi)2 = 11363641

60. 210043 – (3371)2 12602580 - 11363641


2
s = = = 349,983
60 (59) 3540

Harga varians, s2 = 349,983


sehingga harga simpangan baku, s = √ 349,983 = 18,71

(dengan rumus 16-a dan rumus 16-b, diperoleh hasil yang sama).

Latihan soal 7:
Dari Latihan Soal 4, tentukan simpangan bakunya! (Anda dibantu dengan tabel di bawah ini –
menggunakan rumus 16-b)

Data nilai fi xi xi2 fixi fixi2


31 – 40 2 35,5 1260,25 71 2520,5
41 – 50 2 45,5 2070,25 91 4140,5
51 – 60 16 55,5 3080,25 888 49284
61 – 70 27 65,5 4290,25 1768,5 115836,75
71 – 80 18 75,5 5700,25 1359 102604,5
81 – 90 11 85,5 7310,25 940,5 80412,75
91 – 100 4 95,5 9120,25 382 36481
80 5500 391280
40 | P a g e
3. Bilangan Baku
Penyimpangan atau deviasi dari rata-rata dinyatakan dalam satuan simpangan baku. Dan bilangan yang
didapat dinamakan bilangan z.
Jika terdapat sebuah sampel berukuran n dengan data: x1, x2, x3,...,xn sedangkan rata-ratanya = x, dan
simpangan baku = s, maka dari sini akan membentuk data baru z1, z2, z3, ..., zn dengan rumus:

xi – x .... Rumus (17-a)

zi = untuk i = 1, 2, 3, ..., n
s

Data baru berupa variabel z1, z2, z3, ..., zn ternyata mempunyai rata-rata = 0, dan simpangan baku = 1.

Bilangan z ini sering diubah menjadi keadaan distribusi baru, yang mempunyai rata-rata xo, dan
simpangan baku so yang ditentukan. Bilangan inilah yang disebut bilangan baku, yang dapat dicari dengan
rumus:
..... Rumus (17-b)

xi – x
zi = xo + so ( )
s
Perhatikan, bahwa untuk xo = 0 dan so = 1, rumus (17-b) dapat diubah menjadi rumus (17-a), sehingga
bilangan z sering disebut bilangan standar.

Bilangan z ini sering dipakai untuk membandingkan keadaan distribusi fenomena (suatu hal).

Contoh 16:
Seorang mahasiswa mendapat nilai 86 pada ujian matematika di mana rata-rata dan simpangan baku
kelompok (pada pelajaran matematika) masing-masing 78 dan 10. Dan pada ujian statistika mendapat
nilai 92 dengan rata-rata kelompok 84 dan simpangan baku 18. Dalam mata ujian mana ia mencapai
kedudukan yang lebih baik?

Dengan rumus (17-a), diperoleh bilangan baku z:

86 - 78
Untuk matematika, z = = 0,8
10
(0,8 standar deviasi di atas rata-rata)

92 - 84
Untuk statistika, z = = 0,44
18
(0,44 standar deviasi di atas rata-rata)

Dari harga z ini, mahasiswa itu mendapat kedudukan lebih tinggi pada pelajaran matematika.

Contoh 17:
Seorang mahasiswa mendapat nilai ujian Bahasa Arab 76, di mana rata-rata dan standar deviasi kelasnya
untuk mata ujian Bahasa Arab masing-masing 56 dan 10.
Sedangkan nilai ujian Tafsir 87 dengan rata-rata dan standar deviasi pada ujian Tafsir masing-masing 80
dan 14. Dalam mata ujian mana mahasiswa tersebut mencapai kedudukan nilai yang lebih baik?

41 | P a g e
Diketahui:
Untuk Ujian Bahasa Arab, x = 76; x = 56; dan s = 10

76 – 56
Harga z = =2 (2 s di atas rata-rata)
10

Untuk Ujian Tafsir, x = 87; x = 80; dan s = 14

87 – 80
Harga z = = 0,5 ( 0,5s di atas rata-rata)
14

Jadi mahasiswa tersebut lebih baik posisi nilainya dalam ujian Bahasa Arab, karena posisi nilainya berada
2s di atas rata-rata. Sedangkan nilai ujian Tafsir posisi nilainya berada 0,5s di atas rata-rata.

Dengan demikian, kendati nilai 76 < 87, tidak berarti nilai 87 lebih baik dari nilai 76.

Latihan soal 8:
1. Seorang siswa memperoleh nilai ujian Aqidah Akhlaq 96, rata-rata kelas untuk ujian AA adalah 74,
dan simpangan bakunya 10. Sedangkan dalam ujian PPKN, ia memperoleh nilai 100, dengan rata-
rata kelas untuk hasil ujian PPKN adalah 71,85 dan s = 15,5. Pada bidang pelajaran manakah siswa
tersebut memperoleh posisi nilai yang lebih baik?

2. Dua perusahaan A dan B masing-masing memperoleh laba sebesar Rp 45.000,00 dan Rp 37.500,00
dalam bulan yang sama. Jika laba rata-rata perusahaan A sebesar Rp 32.000,00 dengan simpangan
baku Rp 8.500,00; dan perusahaan B rata-rata labanya sebesar Rp 26.000,00 dengan simpangan baku
Rp 5.500,00; perusahaan manakah yang memiliki prestasi keuntungan lebih baik?
Bagian VI
KURVA NORMAL, SEBARAN DATA, DAN PERINGKAT DATA (NILAI)

Kurva normal adalah suatu poligon yang telah dimuluskan, yang berbentuk menyerupai genta, ordinatnya
melukiskan frekuensi (f), dan absisnya melukiskan variabel nilai. Kurva normal ini selalu berbentuk
simetris dan mempunyai sebuah puncak. Kurva dengan sebuah puncak disebut unimodal. Ini berbeda
dengan kurva positif dan kurva negatif yang telah dibahas terdahulu.

Gambar 3: Kurva normal

nilai
-3s -2s -1s x 1s 2s 3s
0s

 Luas daerah di bawah kurva seluruhnya: 100 %


 Luas daerah antara x sampai 3s (-3s) adalah: 50 %
 Luas daerah antara x sampai 2s (-2s) adalah: 47,72 %

42 | P a g e
 Luas daerah antara x sampai 1s (-1s) adalah: 34,13 %
 Luas daerah antara -1s sampai 1s adalah: 68,26 %

Dalam penghitungan, kurva normal hanya memberikan persentase setinggi-tingginya 50 %. Dan untuk
menentukan luas daerah tertentu di bawah kurva, di samping dengan menghitung angka standar (bilangan
baku) (z), juga menggunakan Tabel Distribusi Normal.

Dengan kurva normal dan angka standar (z), kita akan mengetahui posisi atau keadaan suatu data (nilai),
sebagaimana telah diberikan pada contoh 16 dan 17 (materi V).

SEBARAN DATA & PENENTUAN PERINGKAT DATA (NILAI)

Pada umumnya para peneliti atau pendidik menghendaki informasi lebih banyak mengenai sebaran data
dari hasil penelitiannya, atau jika bagi seorang pendidik, dari nilai para peserta didiknya.

Misalnya, pada hasil suatu ujian, ingin diketahui:


1. Pada keadaan (posisi) yang bagaimana nilai 85 dari suatu mata ujian?
2. Berapa jumlah mahasiswa yang bernilai lebih besar dari 85?
3. Berapa jumlah mahasiswa yang bernilai lebih kecil dari 85?
4. Berapa jumlah mahasiswa yang bernilai kurang dari 50?
5. Jika batas ketidaklulusan adalah nilai ≤ D, berapa nilai D itu, dan berapa jumlah mahasiswa yang
tidak lulus? Dst.

Pertanyaan-pertanyaan di atas tak dapat dijawab apabila hanya diketahui rata-rata (x) dan standar
deviasinya (s) saja. Hal itu hanya dapat diselesaikan dengan distribusi normal, yang digambarkan dengan
kurva normal dan penghitungan bilangan standar (z).
Di samping itu juga perlu diketahui ketentuan batasan nilai standar (di mana untuk 0 s = x ), yang secara
statistik dipatok sbb:

Nilai A jika 1,5s < z


Nilai B jika 0,5s < z ≤ 1,5s
Nilai C jika -0,5s < z ≤ 0,5s
Nilai D jika -1,5s < z ≤ -0,5s
Nilai E jika z ≤ -1,5s

Gambar 4 : distribusi z untuk peringkat nilai

C
D B
E A
Nilai z

-3s -2s -1,5s -1s -0,5s 0s 0,5s 1s 1,5s 2s 3s

Contoh 18:
Nilai ujian Statistika dari 68 mahasiswa FAI semester V Tahun Ajaran 1999/2000 adalah sbb:
43 | P a g e
61 45 39 43 61 28 74 57 62 39
42 30 24 50 45 49 22 72 54 44
62 75 48 18 13 70 13 51 72 33
79 59 31 73 30 29 53 50 55 46
30 36 34 80 55 71 66 50 64 68
61 83 32 54 53 60 38 64 81 25
37 17 21 12 21 18 18 47

Tentukan:
1. Rata-Ratanya (x)
2. Standar deviasi (s);
3. Angka standar (z) untuk nilai rata-rata x
4. Peringkat nilai (A, B, C, D, E) berdasar angka standar z
5. Berapa jumlah mahasiswa pada masing-masing peringkat nilai?
6. Berapa jumlah mahasiswa yang tidak lulus (nilai D dan E)?

Penyelesaian:
Nilai tertinggi = 83; nilai terendah = 12
Rentang = 83 – 12 = 71
Jumlah kelas interval = 1 + (3,3) log 68 = 7,04 7
p = 71/7 = 10,143 10 atau 11 (kita ambil 11)

Nilai fi xi fi xi xi – x (xi – x)2 fi (xi – x)2


12 – 22 10 17 170 -29,765 885,995 8859,550
23 – 33 10 28 280 -18,765 352,125 3521,250
34 – 44 9 39 351 -7,765 60,295 542,655
45 – 55 16 50 800 3,235 10,465 167,440
56 – 66 11 61 671 14,235 202,635 2228,985
67 – 77 8 72 576 25,235 636,805 5094,440
78 – 88 4 83 332 36,235 1312,975 5251,900
68 3180 25666,220

3180 25666,220
2
1) x = = 46,765 2) s = = 383,078  s = √383,078 = 19,57
68 67

3) Rumus angka standar adalah:

xi – x Karena nilai xi yang dimaksud adalah nilai rata-rata, maka harga z-nya adalah:

z =46,765 – 46,765
z= s =0
19,57

Gambar 5: distribusi z = 0

z =0
Ini berarti bahwa z = 0 adalah letak (posisi) nilai rata-rata x

4) Dengan memerhatikan batasan nilai standar, dan Gambar 4 di atas, maka dapat ditentukan batas posisi
nilai sbb:

44 | P a g e
 Nilai A; jika 1,5s < z
Posisi nilai A adalah jika 1,5 < z (1,5 s di atas rata-rata x ).

x–x x – 46,765
z= 1,5 = x – 46,765 = 1,5 X 19,57
s 19,57
x = (1,5 X 19,57) + 46,765

x = 76,12

Jadi nilai x yang menjadi batas bawah nilai A adalah 76,12


Artinya: sekelompok mahasiswa yang mempunyai nilai dalam batas
76,12 < x berarti masuk peringkat/kategori A (nilai 77 ke atas sudah bisa masuk kategori A).

Untuk mengetahui jumlah mahasiswa yang bernilai A, di mana posisinya di atas z = 1,5 maka dengan
melihat Tabel Distribusi Normal, diperoleh luas daerah di atas z = 1,5 adalah: (50 – 43,32) % = 6,68
%
Jadi, mahasiswa yang bernilai A berjumlah:
6,68 % X 68 = 4,54 4 orang

Luas daerah nilai A = 6,68 %

z=1,5

 Nilai B; jika 0,5 < z ≤ 1,5


Batas bawah nilai A secara otomatis merupakan batas atas nilai B. Sedangkan batas bawah nilai B
adalah pada z= 0,5 ; maka besaran nilai batas bawahnya adalah:

x–x x – 46,765
z= 0,5 = x – 46,765 = 0,5 X 19,57
s 19,57
x = (0,5 X 19,57) + 46,765

x = 56,55

Ini berarti nilai B terletak antara nilai 56,55 sampai 76,12 atau

56,55 < B ≤ 76,12


Dengan demikian cakupan nilai B adalah nilai antara 57 sampai 76.

 Nilai C; jika -0,5 < z ≤ 0,5

Batas bawah nilai B secara otomatis merupakan batas atas nilai C. Sedangkan batas bawah nilai C
terletak pada z= - 0,5 ; maka besaran nilai batas bawahnya adalah:

x–x x – 46,765
45 | P a g e
z= -0,5 = x – 46,765 = (-0,5) X 19,57
s 19,57
x = (-0,5 X 19,57) + 46,765

x = 36,98

Ini berarti nilai C terletak antara nilai 36,98 sampai 56,55; atau

36,98 < C ≤ 56,55


Dengan demikian cakupan nilai C adalah nilai antara 37 sampai 57

 Nilai D; jika -1,5 < z ≤ -0,5

Batas bawah nilai D pada z = -1,5. Dengan cara yang sama di atas, kategori nilai D jika:

17,41 < D ≤ 36,98


 Nilai E; jika z ≤ -1,5 Ini berarti nilai E berada di E ≤ 17,41
Jika nilai D dan E tidak lulus, berapa mahasiswa yang tidak lulus?
Latihan Soal 7:
Dari contoh soal 15 terdahulu, tentukan:
1. Batasan (range) nilai A, B, C, D, dan E.
2. Jika nilai D dan E adalah katagori tidak lulus, tentukan berapa jumlah siswa yang tidak lulus!

Diketahui: x = 56,18 dan simpangan baku s = 18,71

Data Nilai fi
14 – 26 4
27 – 39 8
40 – 52 13
53 – 65 15
66 – 78 12
79 – 91 8
60

TUGAS RUMAH
Dari hasil UTS Statistika mahasiswa Program Khusus Semester IV, diperoleh data nilai sbb:

25 100 60 100 95 25 100 100 20 60


95 95 100 75 25 25 60 25 30 25
75 60 100 100 20 25 75 25 100 35
95 100 75 90 75 50 80 100 100 50
100 80 80 100 90 100 90 100 75 100
75 100 100 85 100 100 100 100 100 85

Tentukan:
1)Nilai Rata2 Kelas, 2) Standar deviasi
3)Batasan (range) nilai A, B, C, D, dan E.
4)Jika nilai D dan E adalah katagori tidak lulus, berapa jumlah mahasiswa yang tidak lulus!
Bagian 7
PENGUJIAN HIPOTESIS DAN ANALISIS KORELASI
Hipotesis
46 | P a g e
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan yang dirumuskan dengan singkat dan jelas mengenai sesuatu hal yang
dibuat untuk menjelaskan hal itu, yang sering dituntut untuk melakukan pengecekan atau pengujian
terhadapnya. Sebagai misal, hal-hal berikut dapat dianggap sebagai hipotesis:
1. Struktur berpikir siswa MAN jurusan IPA lebih logis dibanding siswa jurusan IPS dan bahasa.
2. Mahasiswa FAI yang mendapat uang saku di atas Rp 700.000,- lebih konsumtif.
3. Pengajaran PAI di sekolah tidak memberikan pengaruh pada pembentukan akhlaq siswa.
4. Sumber rejeki yang syubhat dari orangtua, akan berpengaruh pada kematangan emosional dan
kecerdasan intelektual anak.
Bila contoh-contoh paparan di atas dianggap sebagai hipotesis, yang bisa benar atau tidak benar, maka untuk
mengetahui benar tidaknya perlu dilakukan pengujian hipotesis.
Pengujian hipotesis akan membawa pada kesimpulan untuk menerima atau menolak hipotesis. Dalam
melakukan pengujian hipotesis, ada dua macam kekeliruan yang dapat terjadi:
1) Kekeliruan type I : ialah menolak hipotesis yang seharusnya diterima.
2) Kekeliruan type II : ialah menerima hipotesis yang seharusnya ditolak.

Tipe Kekeliruan ketika Membuat Kesimpulan tentang Hipotesis

KESIMPULAN KEADAAN SEBENARNYA


HIPOTESIS BENAR HIPOTESIS SALAH
Terima Hipotesis BENAR KELIRU
(Kekeliruan tipe II)
Tolak Hipotesis KELIRU BENAR
(Kekeliruan tipe I)

Dalam rangka pengujian hipotesis, tipe kekeliruan itu kita nyatakan sebagai peluang, dan taraf peluang
kekeliruannya harus dibuat sekecil mungkin. Peluang membuat kekeliruan tipe I biasa dinyatakan dengan α,
dan peluang membuat kekeliruan tipe II dinyatakan dengan β. (Dalam matakuliah Statistika Pendidikan untuk
mahasiswa FAI, hanya akan dijelaskan kekeliruan tipe I).
Dalam penggunaannya, kekeliruan tipe I dinamakan kekeliruan α, atau taraf signifikansi α. Yang dimaksud
dengan taraf signifikansi, adalah besarnya peluang kekeliruan dalam menarik kesimpulan dari pengujian
suatu hipotesis.
Sebagai misal, bila dalam suatu penelitian dengan pengujian hipotesis, dinyatakan taraf signifikansi α = 0,05
(sebut 5 %), ini berarti kira-kira 5 dari tiap 100 kesimpulan bahwa kita akan menolak hipotesis yang
seharusnya diterima. Dengan kata lain, kira-kira 95 % yakin bahwa kita telah membuat kesimpulan yang
benar. Dalam hal demikian dikatakan bahwa hipotesis telah ditolak pada taraf signifikansi 0,05; yang berarti
kita mungkin salah dengan peluang 0,05 (5%).

ANALISIS KORELASI

Dalam statistik inferensial yang sering digunakan untuk mengetahui atau menguji adanya hubungan antara
satu atau lebih gejala atau variabel, digunakan alat uji statistik yang disebut Analisis Korelasi. Atau dengan
pengertian lain, Statistik Korelasi adalah hubungan antara dua atau lebih variabel yang sifatnya kuantitatif.
Sebagai misal, dalam dunia pendidikan, variabel kecerdasan siswa –boleh jadi- sangat dipengaruhi oleh
keseharian siswa dalam belajar di rumah dan di sekolah. Dengan demikian, langkah yang harus dilakukan
adalah dengan uji statistik antar variabel tersebut untuk mengetahui apakah ada keterkaitan atau tidak.
Kemudian hasil korelasinya diadakan pengujian hipotesis, baik hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif
(H1).
Teknik analisis korelasi dapat dilakukan terhadap berbagai macam data, yaitu data yang bersifat data skala
interval, ordinal, maupun nominal.
1. Korelasi Product Moment Pearson, digunakan untuk menguji hubungan antara sesama data interval.
2. Korelasi Tata Jenjang (Rank-Order Correlation), digunakan untuk menguji hubungan antara data
yang berskala interval ordinal.
47 | P a g e
3. Korelasi Poin-Biserial, digunakan untuk menguji hubungan antara data berskala interval nominal.

Teknik Analisis Korelasi berdasarkan jumlah variabel:


1. Korelasi Bivariat; korelasi yang didasarkan pada dua variabel. Contoh, korelasi antara ketaatan siswa
pada peraturan sekolah (variabel X1) dengan nilai mata pelajaran Aqidah Akhlaq (variabel X2).
2. Korelasi Multivariat; korelasi yang berdasarkan lebih dari dua variabel. Contoh, ketaatan siswa pada
peraturan sekolah (variabel X1) dengan ketaatan siswa pada peraturan di lingkungan keluarga (X2),
ketaatan siswa pada peraturan di lingkungan masyarakat (variabel X3), dan prestasi siswa pada
bidang Aqidah Akhlaq (Variabel X4).

Macam-Macam Korelasi
1. Korelasi Product-Moment (Korelasi Pearson) merupakan salah satu teknik korelasi yang sering digunakan
untuk mencari korelasi antar dua variabel. Disebut Korelasi Product-Moment karena koefisien korelasinya
didapatkan dengan mengalikan antara moment-moment variabel yang dikorelasikan.
Koefisien korelasi dinyatakan dengan bilangan antara 0 sampai +1, atau 0 sampai -1. Koefisien korelasi
(r) mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat, dan sebaliknya apabila mendekati 0 (nol)
berarti hubungan korelasinya lemah, atau tidak ada hubungan. Jika korelasi (r) sama dengan +1 atau -1
berarti terdapat hubungan positif sempurna, atau hubungan negatif sempurna.
Untuk menghitung koefisien korelasi (r) Product-Moment Pearson, digunakan rumus berikut:

N ∑ X1 X2 – ( ∑X1) ( ∑X2)
rxy = (Rumus 18)
2 2 2 2
√ [(N∑X1 – (∑X1) ] [N∑X2 – (∑X2) ]

Di mana
rxy = angka indeks korelasi product-moment
N = Number of cases
∑ X1 X2 = Jumlah hasil perkalian X1 dan X2
∑X1 = Jumlah seluruh skor X1
∑X2 = Jumlah seluruh skor X2

Contoh 19:
Suatu penelitian kuantitatif mengenai hubungan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Mengarang
Argumentatif Mahasiswa FAI, diajukan Hipotesis sbb:
H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran mahasiswa terhadap
kemampuan mengarang argumentatif.
Ha = Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran mahasiswa terhadap kemampuan
mengarang argumentatif.

Dari hasil penelitian di lapangan mengenai hubungan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan
Mengarang Argumentatif Mahasiswa, diperoleh data dari sejumlah sampel 20 mahasiswa, sebagaimana
telah disusun dalam Tabel VII-1 sbb:

(Mengenai instrument penelitian, dibahas lebih lanjut pada matakuliah Metode Penelitian Kuantitatif).

Tabel VII-1: Hasil Skor dari Tes Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Mengarang Argumentatif
Mahasiswa FAI

No Kemampuan Kemampuan
Penalaran Mengarang X12 X22 X1X2
(X1) (X2)

48 | P a g e
1 80 80 6400 6400 6400
2 80 78 6400 6084 6240
3 78 75 6084 5625 5850
4 78 75 6084 5625 5850
5 75 78 5625 6084 5850
6 75 73 5625 5329 5475
7 75 73 5625 5329 5475
8 70 73 4900 5329 5110
9 70 70 4900 4900 4900
10 70 70 4900 4900 4900
11 70 68 4900 4624 4760
12 70 68 4900 4624 4760
13 68 70 4624 4900 4760
14 68 65 4624 4225 4420
15 65 68 4225 4624 4420
16 65 60 4225 3600 3900
17 60 58 3600 3364 3480
18 56 57 3136 3249 3192
19 54 54 2916 2916 2916
20 50 52 2500 2704 2600
∑X1= 1377 ∑X2= 1365 ∑X12= ∑X22= ∑X1X2= 95258
96193 94435

Diketahui pula (setelah dihitung):


Rata-rata untuk X1 adalah X1= 68,85 dan simpangan baku s1 = 8,543
Rata-rata untuk X2 adalah X2= 68,25 dan simpangan baku s2 = 8,188

Untuk mencari Koefisien Korelasi Product Moment, gunakan rumus 18 di atas.

N ∑ X1 X2 – ( ∑X1) ( ∑X2)
rxy = (Rumus 18)
√ [(N∑X12 – (∑X1)2] [N∑X22 – (∑X2)2]

20 (95258) – (1377) (1365)


r=
√ [(20(96193) – (1377)2] [20(94435) – (1365)2]

25555
r=
√ (27731 x 25475)

r = 0,9614706 dibulatkan menjadi 0,9615

Untuk menguji hasil koefisien korelasi (r) product moment, kita hubungkan dengan tabel korelasi product
moment (r-tabel).
Tetapi sebelumnya harus dicari derajat bebasnya (db).
Rumus mencari db = N – 1; karena N = 20, maka db = 20 – 1= 19.
Pada r-tabel dengan taraf signifikansi 5% dan 1% terhadap db= 19 masing-masing adalah 0,456 dan 0,575,
maka bisa kita perbandingkan antara r-hitung dengan r-tabel.
Diperoleh hasil r-hitung = 0,961; dan r-tabel = 0,575 (1%) dan 0,456 (5%).
Terlihat bahwa, baik dengan taraf signifikansi α = 0,05 atau α = 0,01;
harga r-hitung > r-tabel.

49 | P a g e
Dalam pengujian hipotesis, perlu diperhatikan kriteria sbb:
- hipotesis H0 diterima, apabila r-hitung < r-tabel
- hipotesis H0 ditolak, apabila r-hitung > r-tabel

Karena r hasil perhitungan di atas ternyata lebih besar dari harga rtabel, maka H0 ditolak. Ini artinya, bahwa
Ha diterima, yakni terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran terhadap
kemampuan mengarang argumentatif mahasiswa.

Kemudian, untuk memberi penafsiran terhadap besar-kecilnya koefisien korelasi, dapat berpedoman pada
ketentuan baku yang tertera pada Tabel VII-2 berikut:

Tabel VII-2: Penafsiran Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Derajat Korelasi


0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat kuat

Karena r-hitung besarnya 0,961, maka tingkat korelasi antara variabel kemampuan penalaran dengan
kemampuan mengarang argumentatif, sangat kuat.

Kesimpulan penelitian:
Dari hasil uji statistika dengan menggunakan uji Korelasi Product Moment, diperoleh hasil, bahwa terdapat
hubungan (korelasi) yang sangat kuat antara kemampuan penalaran dengan kemampuan mengarang
argumentatif mahasiswa FAI. Dengan kata lain, mahasiswa yang mempunyai kemampuan penalaran baik,
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan yang baik pula dalam hal mengarang
argumentatif.

Latihan Soal 8:

Suatu penelitian kuantitatif mengenai hubungan kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan
prestasi belajar Qiro’at al-Kutub pada mahasiswa FAI.

Hipotesis yang diajukan:


H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan
prestasi belajar Qiro‟at al-Kutub Mahasiswa FAI.
Ha = Terdapat hubungan yang siginifikan antara kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan
prestasi belajar Qiro‟at al-Kutub Mahasiswa FAI.

Dari hasil penelitian di lapangan, diperoleh data sbb:

Tabel ... : Hasil Skor dari Tes Kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan prestasi belajar
Qiroa‟atul Kutub Mahasiswa FAI Angkatan .....

No Kemampuan Prestasi
Takalum QK
(X1) (X2)
1 95 100
2 95 95
3 90 90
50 | P a g e
4 85 90
5 85 90
6 80 85
7 80 75
8 80 80
9 75 70
10 70 75
11 65 65
12 65 60
13 65 60
14 60 80
15 60 55
16 60 55
17 60 70
18 55 60
19 55 50
20 55 70
21 55 60
22 65 50
23 75 45

Dengan taraf signifikansi 5 % dan 1%, apakah H0 diterima atau ditolak? Simpulkan hasil penelitian di atas!
Soal Latihan dengan Program SPSS:

(Kerjakan dulu secara hitungan manual, kemudian cocokkan hasilnya dengan menggunakan program SPSS,
atau sebaliknya)
Berikut ini data motivasi belajar mahasiswa dengan prestasi mahasiswa. Sampel diambil 35 orang
mahasiswa:

No Motivasi Prestasi
X1 X2
1 38 60
2 45 50
3 46 62
4 30 40
5 53 68
6 54 59
7 61 79
8 50 69
9 52 65
10 51 70
11 69 89
12 53 79
13 65 79
14 60 55
15 55 78
16 60 90
17 39 51
18 44 46
19 67 95
51 | P a g e
20 55 59
21 49 60
22 66 77
23 51 75
24 35 45
25 56 70
26 45 55
27 44 57
28 30 50
29 70 90
30 43 85
31 55 67
32 50 75
33 43 50
34 60 80
35 51 60

Hipotesis yang diajukan:


H0 = Tidak terdapat hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar mahasiswa.
Ha = Terdapat hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar mahasiswa.
Dengan taraf signifikansi 5%, apakah hipotesis di atas diterima atau ditolak. Buatlah kesimpulan.

52 | P a g e
2. Analisis Korelasi Tata Jenjang (Spearman Rank)

Teknik analisis dengan Korelasi Tata Jenjang adalah korelasi yang besar-kecilnya atau kuat-lemahnya
korelasi antara variabel yang sedang diamati diukur berdasarkan pada urutan kedudukan skor atau nilainya
(Rank of Difference), bukan berdasarkan pada skor atau nilai hasil pengukuran yang ada.
Berdasarkan hal di atas, berarti data yang dapat dianalisis dengan korelasi tata jenjang adalah data yang
berskala ordinal atau data berjenjang, atau data yang berurutan.
Rumus yang digunakan untuk Korelasi Tata Jenjang adalah sbb:

6 Σ D2
Rho ( ρ) = 1 – Rumus 19
N (N2 – 1)

Di mana:
Rho (ρ) : Koefisien korelasi tata jenjang yang dicari
D : Perbedaan skor antara dua kelompok pasangan
N : Number of cases

Untuk memberikan interpretasi pada hasil angka indeks korelasi tata jenjang, kita harus menguji terlebih
dahulu dengan hipotesis Nihil/Nol dan Hipotesis Kerja (alternatif) sbb:
- Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara variabel pertama dengan variabel kedua.
- Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara variabel pertama dengan variabel kedua

Hasil yang didapat pada angka indeks korelasi tata jenjang Spearman (ρ), kita hubungkan dengan tabel Nilai
Rho dengan df = N, pada taraf signifikansi α=5% dan atau 1%.
Jika ρ0 (Rho hitung) yang didapatkan sama dengan atau lebih besar dari ρt (Rho tabel)  ( ρ0 ≥ ρt ); maka
Hipotesis Nol (H0) ditolak;
atau jika (ρ0 < ρt ); maka Hipotesis Nol (H0) diterima.

Terdapat dua cara menghitung Korelasi Tata Jenjang Spearman (Rho), yaitu:

A. Menghitung Rho pada Keadaan Tidak Terdapat Urutan Skor yang Kembar
Sebagai contoh, penelitian pada SMP “X”, dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keaktifan
siswa mengikuti ekstrakurikuler dengan prestasi belajar siswa tahun ajaran 2009/2010.
Diambil 10 siswa sebagai sampel. Dilakukan penelitian dengan pengumpulan data quesioner untuk
mengetahui keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler (variabel X); dan mengambil data hasil prestasi siswa
tahun ajaran 2009/2010 (variabel Y).
Dari data quesioner untuk mengetahui keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler, didapat seperti pada tabel
VIII-3a berikut:

Tabel VIII-3a: Skor Quesioner untuk Mengetahui Keaktifan Siswa Mengikuti Ekstrakurikuler
No. Nama Siswa Butir Soal Jmlh
Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (X)
1 Bagus 3 2 1 3 1 2 1 3 1 3 20
Pradopo
2 Nita Mariana 2 1 3 1 3 3 3 2 3 2 24
3 M. Yasin 3 1 1 3 1 1 1 1 2 1 15
4 Saiful Bahri 1 2 1 2 2 2 3 2 2 2 19
5 M. Ulum 3 1 1 3 1 1 1 1 1 1 14
6 Maya Zakiya 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 17
7 Sulaiman 2 3 2 3 1 2 2 2 2 2 21
8 Bani Azwar 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 13
9 Kholidah 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 18
53 | P a g e
10 Yuniawati 1 1 2 1 2 2 2 2 1 2 16
Jumlah 21 18 16 20 16 17 18 18 16 27 177

Tabel VIII-3b: Hasil Prestasi Belajar Siswa Tahun Ajaran 2009/2010


No. Nama Siswa Nilai Prestasi
Resp Belajar Siswa
(Y)
1 Bagus Pradopo 75
2 Nita Mariana 67
3 M. Yasin 88
4 Saiful Bahri 69
5 M. Ulum 73
6 Maya Zakiya 77
7 Sulaiman 85
8 Bani Azwar 79
9 Kholilah 80
10 Yuniawati 84

Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian di atas dengan korelasi tata jenjang, langkah-langkahnya sbb:
(1). Merumuskan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Kerja (Ha) sbb:
- Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara variabel X (keaktifan siswa mengikuti
Ekstrakurikuler) dengan variabel Y (prestasi belajar siswa tahun ajaran 2009/2010).
- Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara variabel X (keaktifan siswa mengikuti
Ekstrakurikuler) dengan variabel Y (prestasi belajar siswa tahun ajaran 2009/2010).

(2). Menyiapkan tabel perhitungan dan menyususn urutan kedudukan (ranking) yang terdapat pada masing-
masing variabel; yaitu variabel X (keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler) dengan variabel Y
(prestasi siswa). Seperti terlihat pada tabel VIII-4 berikut ini:

Tabel VIII-4: Perhitungan dan Susunan Urutan Kedudukan (Ranking) yang Terdapat pada Masing-Masing
Variabel

No. Skor Rank D=


Resp X Y RX RY RX- RY D2
1 20 75 8 4 4 16
2 24 67 10 1 9 81
3 15 88 3 10 -7 49
4 19 69 7 2 5 25
5 14 73 2 3 -1 1
6 17 77 5 5 0 0
7 21 85 9 9 0 0
8 13 79 1 6 -5 25
9 18 80 6 7 -1 1
10 16 84 4 8 -4 16
- - - - Σ D2= 214

(3). Menghitung korelasi tata jenjang (Rho) dengan Rumus 19:

6 Σ D2
ρ=1–
N (N2 – 1)

54 | P a g e
Dari Tabel VIII-4 didapat Σ D2= 214, dan N = 10, maka

6 x 214 1284
ρ=1– =1– = 1 – 1,3
10(102-1) 990

ρ = – 0,3

(4). Memberikan interpretasi terhadap hasil Rho (ρ) yang didapat.


Dari hasil korelasi ρ= -0,3, dapat diinterpretasikan bahwa korelasinya bersifat negatif, atau berlawanan
arah, sehingga dapat dikatakan, bahwa siswa yang mengikuti ekstrakurikuler, maka prestasinya makin
menurun.
Untuk menguji Hipotesis yang sudah dibuat, dan diketahui hasil korelasi ρ = -0,3; kita konsultasikan ke
dalam Nilai Rho tabel (ρtabel). Terlebih dulu nilai Rho negatif diganti dengan positif.
Dengan df = N = 10
Pada taraf signifikansi 5%, Rho-tabel (ρtabel) = 0,648; dan
Pada taraf signifikansi 1%, Rho-tabel (ρtabel) = 0,794
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa:
0,3 < 0,648 < 0,794 (atau ρ0 < ρt ). Ini artinya Ho diterima; yakni tidak ada korelasi positif yang
signifikan antara variabel X (keaktifan siswa mengikuti Ekstrakurikuler) dengan variabel Y (prestasi
belajar siswa tahun ajaran 2009/2010).
Tetapi sebenarnya secara teoritis, Rho hitung berarah negatif yang mengandung pengertian bahwa ada
korelasi berlawanan arah, tetapi karena nilainya sebesar 0,3 berarti korelasinya kecil sekali.
Kesimpulan penelitian:
Karena diperoleh hasil hitung korelasi negatif, berarti semakin aktif siswa mengikuti ekstrakurikuler,
akan semakin menurun nilai prestasinya. Akan tetapi, karena tingkat korelasinya rendah (0,3) (lihat
Tabel VII-2), maka korelasi antara keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler dengan prestasi belajar
siswa, bisa dikatakan tidak terdapat korelasi yang signifikan.

B. Menghitung Rho pada Keadaan Terdapat Urutan skor yang Kembar Dua atau Lebih
Contoh:
Dilakukan penelitian pada 12 siswa untuk mengetahui korelasi antara keaktifan mengikuti ekstrakurikuler
dengan prestasi belajar siswa. Data hasil penelitian di lapangan disusun sebagaimana Tabel VIII-5 berikut:

Tabel VIII-5: Skor Tentang Keaktifan Mengikuti Ekstrakurikuler dan Prestasi Belajar Siswa SMP “X”
No Nama Siswa Keaktifan siswa Nilai Prestasi
mengikuti Belajar Siswa
Ekstrakurikuler *)
(X) (Y)
1 Alfiatul Husna 42 87
2 Aprilia Ratna 38 90
3 Ayu Susanti 35 85
4 Beri Wijaya 36 86
5 Deni Prasetya 42 70
6 Diyah Ayu 45 92
7 Eva Setyoningrum 40 65
8 Fitria Rahmah 42 95
9 Shalihul Hadi 46 70
10 Eka Hamdani 42 80
11 Monika Monik 48 64
12 Jumiatul Ulum 50 70

55 | P a g e
Langkah-Langkah:
(1). Membuat tabel Penolong untuk menentukan rank dari skor yang kembar.
Sebelum melakukan penghitungan, dibuat tabel penolong untuk mengurutkan ranking skor, baik pada
variabel X maupun variabel Y, sbb:
No X RX No Y RY
urut
1 35 1 1 64 1
2 36 2 2 65 2
3 38 3 3 70 4
4 40 4 4 70 4
5 42 6,5 5 70 4
6 42 6,5 6 80 6
7 42 6,5 7 85 7
8 42 6,5 8 86 8
9 45 9 9 87 9
10 46 10 10 90 10
11 48 11 11 92 11
12 50 12 12 95 12

(2). Langkah selanjutnya, menghitung angka indeks korelasi tata jenjang (ρ) dengan urutan rank yang telah
didapat pada tabel penolong di atas, dengan menyusunnya ke dalam Tabel VIII-5a berikut:

Tabel VIII-5a: Perhitungan angka Indeks Rho dengan Urutan Rank pada Dua Variabel Keaktifan Siswa
mengikuti Ekstrakurikuler dan Prestasi Belajar Siswa
No X Y RX RY D= RX-RY D2
Resp
1 42 87 6,5 9 -2,5 6,25
2 38 90 3 10 -7 49
3 35 85 1 7 -6 36
4 36 86 2 8 -6 36
5 42 70 6,5 4 2,5 6,25
6 45 92 9 11 -2 4
7 40 65 4 2 2 4
8 42 95 6,5 12 -5,5 30,25
9 46 70 10 4 6 36
10 42 80 6,5 6 0,5 0,25
11 48 64 11 1 10 100
12 50 70 12 4 8 64
- - - - - ΣD2= 372

(3). Menghitung nilai korelasi tata jenjang (Rho) dengan Rumus 19:
6 ΣD2
ρ=1–
N(N2 – 1)

Dari tabel VII-5a, diketahui ΣD2= 372; dan N = 12, maka:

6 x 372 2232
ρ=1– =1– = 1 – 1,3007
12(144 – 1) 1716

ρ = -0,3007

56 | P a g e
(4) Dengan derajat bebas (db) = N = 12,
pada taraf signifikansi 5% , ρ tabel = 0,591, dan
pada taraf signifikansi 1%, ρ tabel = 0,777

Dengan demikian didapat, bahwa ρ < ρ tabel (0,3007 < 0,591 < 0,777)

Dari hal ini diperoleh hasil, bahwa Ho diterima. Artinya, tidak ada korelasi positif yang signifikan antara
keaktifan siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dengan prestasi belajar siswa. Tanda negatif pada
korelasi menunjukkan bahwa semakin siswa aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, semakin menurun
nilai prestasi belajarnya. Tetapi, sekali lagi, tingkat korelasi ini bersifat lemah (rendah).

Latihan Soal 9: (selesaikan secara manual, kemudian cocokkan hasilnya dengan program SPSS)

Suatu penelitian dilakukan untuk mengungkap hubungan (korelasi) antara Ketaatan Beribadah dengan
prestasi belajar siswa MTsN “X”.
Dari hasil pengumpulan data quesioner, dan data prestasi belajar siswa diperoleh hasil skor sebagaimana
tertera pada tabel-tabel berikut:

Tabel ...: Skor Quesioner Ketaatan Beribadah siswa


No. Nama Siswa Butir Soal Jmlh
Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 (X)
1 Siswa 1 3 2 1 3 2 2 1 3 2 3 22
2 Siswa 2 2 1 3 1 3 3 3 2 3 2 23
3 Siswa 3 3 1 2 3 1 2 1 1 2 1 17
4 Siswa 4 1 2 1 2 2 2 3 2 2 2 19
5 Siswa 5 3 1 2 3 3 2 3 1 3 3 24
6 Siswa 6 2 2 2 1 2 1 2 2 3 2 19
7 Siswa 7 2 3 2 3 1 2 2 2 2 2 21
8 Siswa 8 3 2 3 3 3 1 3 1 3 3 25
9 Siswa 9 1 2 2 3 2 3 2 3 2 1 21
10 Siswa 10 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 27
11 Siswa 11 3 3 1 2 3 3 1 1 1 2 20
12 Siswa 12 3 3 1 1 2 2 2 2 2 3 21
13 Siswa 13 3 2 1 3 1 1 3 1 2 3 20
14 Siswa 14 2 1 1 2 1 2 2 2 3 2 18
15 Siswa 15 3 1 2 3 1 2 3 1 3 2 21
16 Siswa 16 1 1 2 1 2 2 2 2 1 2 16
Jumlah

Tabel ...: Nilai Prestasi Belajar siswa MTsN “X”


No. Nama Siswa Nilai Prestasi
Resp Belajar Siswa (Y)
1 Siswa 1 75
2 Siswa 2 88 Selesaikan:
3 Siswa 3 79
4 Siswa 4 69 1. Rumuskan Hipotesisnya
5 Siswa 5 77 2. Hitung Rho Spearman
6 Siswa 6 77 3. Apakah Ho diterima atau Ho ditolak.
Interpretasikan hasilnya.
7 Siswa 7 85
8 Siswa 8 85
9 Siswa 9 80
57 | P a g e
10 Siswa 10 95
11 Siswa 11 79
12 Siswa 12 77
13 Siswa 13 70
14 Siswa 14 68
15 Siswa 15 70
16 Siswa 16 65

58 | P a g e
3. Korelasi Koefisien Kontingensi (C)

Pengertian Korelasi Koefisien Kontingensi (C) adalah salah satu analisis korelasi dua variabel (bivariat)
yang berbentuk katagori, atau merupakan data ordinat (urutan kedudukan) dan bersifat diskrit (terpisah
secara tajam). Biasanya, Korelasi C ini sering digunakan untuk data dengan jumlah besar (respondennya, N
> 30).
Tetapi, untuk melengkapi penghitungan Koefisien Korelasi (C), terlebih dahulu menghitung harga Chi
Kuadrat (χ2), kemudian menguji harga χ2 yang didapat dengan taraf signifikansi (α) tertentu, dan db = (baris –
1)(kolom – 1).
Adapun kriteria pengujian statistika untuk harga χ2 adalah sbb:
- Tolak H0, jika χ2 ≥ χ2 tabel; dan
- Terima H0, jika χ2 < χ2 tabel
(pengujian statistika Chi Kuadrat ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal mengenai ada
tidaknya hubungan dari kedua variabel yang akan diuji).

Rumus Chi Kuadrat:


( fo – fe)2
χ2 = ∑ Rumus: 20
fe

di mana, fo = frekuensi observasi (frekuensi empiris); dan fe = frekuensi harapan

(Setelah pengujian statistika Chi Kuadrat dilakukan, dan untuk mengetahui lebih lanjut tingkat hubungan
atau tingkat korelasi antara dua variabel, dilakukan pengujian statistika dengan menggunakan Korelasi
Koefisien Kontingensi)

Adapun rumus Korelasi Koefisien Kontingenasi (C) yang digunakan adalah:


χ2
C=√ Rumus: 21
2
χ +N

Di mana, χ2 = harga Chi Kuadrat, dan N = Jumlah Responden (Number of Cases)

Untuk memberikan interpretasi, harga C harus diubah terlebih dahulu menjadi korelasi phi (φ), dengan
rumus:

C
φ= Rumus: 22
2
√ (1 – C )

Kemudian harga phi (φ) yang didapat dikonsultasikan dengan nilai tabel korelasi (r) Product Moment,
dengan terlebih dahulu menentukan taraf signifikansi (α ), dan derajat bebas (db) = N – b (b = jumlah baris).
Kriteria uji statistikanya:
- Tolak H0, jika φ > r tabel; dan
- Terima H0, jika φ < rtabel

Contoh:
Dengan mengembangkan Latihan Soal 9, dilakukan penelitian untuk mengungkap keterkaitan atau pengaruh
hubungan antara Ketaatan Ibadah Siswa dengan Hasil Prestasi Belajar Siswa MTsN “X”, dengan jumlah
responden sebanyak 180 siswa.

59 | P a g e
Dari penyebaran angket (quesioner) dan pengumpulan data Prestasi Belajar Siswa, kemudian dibuat
katagorisasi pada dua variabel tersebut dengan jalan mencari Rata-Rata Skor (X) dan Standar Deviasinya
(sd). Katagori dibuat berdasarkan frekuensi yang muncul, dan bukan berdasarkan skor.
Ketentuan Katagorisasi:

Tinggi : bila [skor/nilai > ( X + sd)]

(dalam contoh ini, untuk menyingkat pembahasan, tidak disertakan/ditampilkan data mentahnya)

Setelah data diolah (dibuat katagorisasinya), diperoleh hasil sebagaimana terlihat pada Tabel VIII-6 berikut
ini:

Tabel VIII-6: Tabel Kontingensi 3 x 3 tentang Katagorisasi Ketaatan Ibadah dan Prestasi Belajar Siswa
MTsN “X”
Taat Ibadah
Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Prestasi Belajar
Tinggi 24/1 34/2 32/3 90
Sedang 18/4 12/5 10/6 40
Rendah 10/7 10/8 30/9 50
Jumlah 52 56 72 180 = N

Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian di atas, langkah-langkahnya sbb:

1. Merumuskan hipotesis penelitian:


- Ho = Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara ketaatan ibadah dengan prestasi belajar siswa.
- Ha = Terdapat korelasi positif yang signifikan antara ketaatan ibadah dengan prestasi belajar siswa.

2. Menghitung harga Chi Kuadrat (χ2) dari Tabel VIII-6 di atas, dengan membuat tabel penghitungan Chi
Kuadrat.

Tabel VIII-6a: Tabel Penghitungan Chi Kuadrat

Cells fo fe fo – fe (fo – fe)2 (fo – fe)2


fe
1 24 (90x52)/180 = 26 -2 4 0,15385
2 34 (90x56)/180 = 28 6 36 1,28571
3 32 (90x72)/180 = 36 -4 16 0,44444
4 18 (40x52)/180 = 11,56 6,44 41,4736 3,58768
5 12 (40x56)/180 = 12,44 -0,44 0,1936 0,01556
6 10 (40x72)/180 = 16 -6 36 2,25
7 10 (50x52)/180 = 14,44 -4,44 19,7136 1,36521
8 10 (50x56)/180 = 15,56 -5,56 30,9136 1,98674
9 30 (50x72)/180 = 20 10 100 5
N=180 N = 180 16,089 = χ2

Dari perhitungan di atas, diperoleh harga Chi Kuadrat χ2 = 16,089

60 | P a g e
3. Menguji hipotesis dengan uji Chi Kuadrat untuk tabel kontingensi 3 x 3;
Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah:
Ho : Kedua faktor/variabel bebas statistik (Tidak ada hubungan);
Ha : Kedua faktor/variabel tidak bebas statistik (Terdapat hubungan).
Dengan taraf signifikansi 5% dan derajat bebas; db = (3-1) (3-1) = 4, diperoleh harga χ2 tabel sebesar
9,488; sementara χ2 hitung sebesar 16,089
Karena χ2 hitung > χ2 tabel,  16,089 > 9,488; maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya, bahwa kedua variabel bersifat tidak bebas statistik. Atau, terdapat hubungan antara variabel
Ketaatan Ibadah dengan variabel Prestasi Belajar Siswa.
Setelah langkah ini, untuk mengetahui tingkat/derajat hubungan kedua variabel, dilakukan langkah berikut
ini.

4. Mencari harga Koefisien Kontingensi (C) dengan rumus 21.


χ2
C=√
χ2 + N
16,089
C=√ = √ 0,08205 = 0,286444
16,089 + 180

5. Mengubah harga C menjadi harga Phi (φ) dengan rumus 22.

C
φ=
√ (1 – C2)

0,286444 0,286444
φ= = = 0,29897 dibulatkan 0,299
√ (1 – 0,08205) 0,9580971

6. Memberi interpretasi harga C yang sudah diubah ke dalam harga phi (φ)
Untuk hal ini, harga phi (φ) yang didapat dari hasil hitungan di atas, dikonsultasikan dengan harga tabel
product moment (r), dengan derajat bebas (db) = N – baris = 180 – 3 = 177. (Dalam tabel product moment r
tidak terdapat nilai db = 177, maka dicari nilai yang lebih dekat dengan db = 177, yaitu db = 170.
Pada taraf signifikansi 5%, db = 170; r tabel = 0,148
Dari hal di atas, ternyata harga φ > r tabel,  0,299 > 0,148.
Dengan demikian, Ho ditolak, dan Ha diterima. Artinya, terdapat korelasi positif yang signifikan antara
ketaatan ibadah dengan prestasi belajar siswa. Atau dengan kata lain, bahwa faktor ketaatan ibadah
memberikan pengaruh atau korelasi terhadap prestasi belajar siswa MTsN “X”. Kendati demikian, karena
nilai korelasi φ sebesar 0,299, memberikan gambaran bahwa derajat korelasi (keterhubungan) antara dua
variabel tersebut bersifat rendah.
Lebih lanjut, dalam penjelasan dalam hasil penelitian, secara teoritis dapat dijelaskan bahwa faktor
penentu prestasi belajar siswa tidak semata-mata oleh faktor ketaatan ibadah siswa, walaupun faktor
ketaatan ibadah, dalam penelitian ini sedikit memberikan pengaruh pada prestasi belajar.
----------------------
Latihan Soal 10:

Suatu penelitian dengan judul: PENGARUH MOTIVASI BELAJAR AGAMA TERHADAP


PERILAKU KESEHARIAN SISWA PADA SEKOLAH MENENGAH UMUM “X”.

Dalam penelitian itu diajukan hipotesis sbb:


- Ho : Tidak terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel Motivasi Belajar Agama
dengan variabel Perilaku keseharian Siswa.

61 | P a g e
- Ha : Terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel Motivasi Belajar Agama dengan
variabel Perilaku keseharian Siswa.

Dengan menggunakan instrumen penelitian berupa quesioner, diperoleh data dari 50 siswa sbb:

Tabel A: Skor Angket Motivasi Belajar Agama Siswa SMU “X”


No But So
. ir al
Respon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Σ
den
1 Siswa 1 4 4 3 2 2 1 1 2 2 3 4 4 32
2 Siswa 2 3 4 2 2 2 2 1 1 1 1 2 3 24
3 Siswa 3 2 4 4 4 4 2 3 3 4 4 4 4 42
4 Siswa 4 1 1 1 2 2 2 3 2 4 3 2 2 23
5 Siswa 5 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 19
6 Siswa 6 2 2 2 2 3 3 3 4 4 1 1 1 28
7 Siswa 7 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 43
8 Siswa 8 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 26
9 Siswa 9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 47
10 Siswa 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 3 20
10
11 Siswa 1 3 3 3 3 2 2 2 3 4 4 1 31
11
12 Siswa 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 27
12
13 Siswa 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48
13
14 Siswa 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 42
14
15 Siswa 3 2 2 2 3 3 4 4 3 2 2 3 33
15
16 Siswa 2 2 3 3 4 4 1 1 1 2 2 4 29
16
17 Siswa 3 3 2 4 4 1 2 2 2 2 2 2 29
17
18 Siswa 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 32
18
19 Siswa 1 2 1 4 4 3 3 3 3 3 2 1 20
19
20 Siswa 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 44
20
21 Siswa 1 2 3 1 4 4 3 3 3 2 2 2 30
21
22 Siswa 2 2 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 23
22
23 Siswa 4 4 4 3 3 4 4 4 2 3 3 4 42
23
24 Siswa 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 3 20
24
25 Siswa 3 2 1 1 2 3 4 1 2 2 1 1 23
25
26 Siswa 2 2 4 4 2 2 4 4 3 3 2 4 36

62 | P a g e
26
27 Siswa 4 3 4 4 2 2 2 2 3 2 4 3 35
27
28 Siswa 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 4 4 41
28
29 Siswa 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 45
29
30 Siswa 2 4 2 3 3 4 4 3 3 3 3 3 37
30
31 Siswa 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 4 41
31
32 Siswa 2 2 1 3 4 4 4 4 1 3 3 2 33
32
33 Siswa 3 4 4 4 2 3 3 3 3 4 4 2 39
33
34 Siswa 2 3 3 3 4 4 4 2 2 2 2 3 34
34
35 Siswa 1 2 3 4 2 2 2 2 2 2 3 1 26
35
36 Siswa 1 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 1 17
36
37 Siswa 1 2 3 1 1 1 3 1 2 1 2 1 19
37
38 Siswa 1 3 4 1 2 3 4 4 2 3 1 2 30
38
39 Siswa 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 41
39
40 Siswa 2 3 3 3 4 4 2 2 2 3 2 2 32
40
41 Siswa 4 1 2 1 3 3 3 4 2 2 2 2 29
41
42 Siswa 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 16
42
43 Siswa 1 2 3 2 4 1 1 1 1 1 2 2 21
43
44 Siswa 1 1 2 2 3 4 3 3 2 2 4 3 30
44
45 Siswa 2 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 38
45
46 Siswa 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 44
46
47 Siswa 1 1 4 4 3 3 3 3 2 2 3 2 31
47
48 Siswa 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 25
48
49 Siswa 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36
49
50 Siswa 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 46
50
1599

Tabel B: Skor Angket Perilaku Keseharian Siswa SMU “X”

63 | P a g e
No. Butir Soal
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Σ
1 Siswa 1 3 3 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 42
2 Siswa 2 4 4 3 2 2 4 3 2 2 2 3 3 34
3 Siswa 3 2 4 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 39
4 Siswa 4 2 2 2 2 2 2 3 2 4 3 2 2 26
5 Siswa 5 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 4 33
6 Siswa 6 2 2 2 2 3 3 3 4 4 2 1 2 30
7 Siswa 7 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 44
8 Siswa 8 4 4 4 4 2 4 3 3 3 4 2 2 39
9 Siswa 9 2 2 2 2 4 4 2 4 3 3 3 3 34
10 Siswa 10 2 2 4 2 2 2 2 2 4 2 4 3 31
11 Siswa 11 2 3 3 3 3 2 2 2 3 4 4 4 35
12 Siswa 12 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 24
13 Siswa 13 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 43
14 Siswa 14 3 3 2 2 1 1 2 2 2 4 2 2 26
15 Siswa 15 3 4 4 4 3 4 4 4 3 2 2 3 40
16 Siswa 16 2 2 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 39
17 Siswa 17 3 3 2 4 4 1 1 2 2 2 2 2 24
18 Siswa 18 3 2 2 4 4 4 2 4 3 3 3 3 41
19 Siswa 19 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 41
20 Siswa 20 2 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 18
21 Siswa 21 1 2 3 1 2 2 3 3 3 2 2 2 26
22 Siswa 22 4 4 4 4 2 4 4 3 3 3 4 4 43
23 Siswa 23 4 4 4 3 3 3 4 2 2 3 3 4 39
24 Siswa 24 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 22
25 Siswa 25 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 42
26 Siswa 26 2 2 4 4 2 2 4 3 2 1 2 2 30
27 Siswa 27 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 19
28 Siswa 28 3 3 3 4 3 3 3 4 3 2 2 2 35
29 Siswa 29 2 2 3 3 2 2 3 2 3 2 2 2 28
30 Siswa 30 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 29
31 Siswa 31 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 43
32 Siswa 32 4 4 3 3 4 4 4 4 2 3 3 4 43
33 Siswa 33 3 4 4 4 2 3 3 3 3 2 2 2 35
34 Siswa 34 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 41
35 Siswa 35 2 2 3 4 2 2 2 2 4 3 3 3 32
36 Siswa 36 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 4 28
37 Siswa 37 1 2 3 1 1 1 3 1 2 3 2 4 24
38 Siswa 38 1 3 3 1 2 3 4 4 2 3 1 2 29
39 Siswa 39 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 30
40 Siswa 40 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 31
41 Siswa 41 4 4 2 4 3 3 3 4 4 4 2 4 41
42 Siswa 42 2 2 2 2 3 3 2 3 2 4 3 2 30
43 Siswa 43 3 2 3 2 4 3 2 4 1 1 2 2 29
44 Siswa 44 3 2 2 2 3 4 3 3 2 2 4 3 33
45 Siswa 45 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 42
46 Siswa 46 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 35
47 Siswa 47 4 4 4 4 3 3 3 3 2 4 3 4 41
48 Siswa 48 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 3 35
49 Siswa 49 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 26

64 | P a g e
50 Siswa 50 2 3 3 2 3 2 3 2 4 4 3 4 36
1680

Berdasarkan Data pada Tabel A dan B di atas, selesaikanlah penelitian itu dengan melakukan pengujian
hipotesis dengan menggunakan penghitungan Korelasi Koefisien Kontingensi (C).

Buat katagorisasi dan frekuensinya dari dua data di atas pada tabel Kontingensi 3x3.
Untuk Motivasi Belajar Agama, katagori yang dipakai: TINGGI, SEDANG, DAN RENDAH
Untuk Perilaku Keseharian, katagori yang dipakai: BAIK, CUKUP, KURANG BAIK

Catatan:
Untuk menyelesaikan hal di atas, langkah awal yang harus dilakukan adalah menghitung Rata-rata Skor dan
standar deviasi pada masing-masing data. Kemudian, dari hasil Rata-rata skor dan standar deviasi itu,
dibuatlah katagorisasi. Katagori yang sudah disusun dalam tabel penolong, barulah kemudian dibuat tabel
kontingensi 3x3.

Penyelesaian
- Pada Tabel A: Rata-rata Skor (X) = 1599/50 = 31,98 ; sd = 8,45
Skor Tinggi : jika Skor > (31,98 + 8,45)  Skor > 40,43
Sedang : jika (X + sd) ≥ Skor ≥ (X – sd)  40,43 ≥ Skor ≥ 23,53
Rendah : Jika Skor < (X – sd)  Skor < 23,53
- Pada Tabel B: Rata-rata Skor (X) = 1680/50 = 33,6 ; sd = 7,02
Skor BAIK : jika Skor > (33,6 + 7,02)  Skor > 40,62
CUKUP : Jika 40,62 ≥ Skor ≥ 26,58
KURANG : Jika Skor < 26,58

Tabel Penolong Katagorisasi skor Dua Variabel


No Respnd A Katagori (A) B Katagori (B)
Siswa 1 32 Sedang 42 Baik
Siswa 2 24 Sedang 34 Cukup
Siswa 3 42 Tinggi 39 Cukup
Siswa 4 23 Rendah 26 Kurang
Siswa 5 19 Rendah 33 Cukup
Siswa 6 28 Sedang 30 Cukup
Siswa 7 43 Tinggi 44 Baik
Siswa 8 26 Sedang 39 Cukup
Siswa 9 47 Tinggi 34 Cukup
Siswa 10 20 Rendah 31 Cukup
Siswa 11 31 Sedang 35 Cukup
Siswa 12 27 Sedang 24 Kurang
Siswa 13 48 Tinggi 43 Baik
Siswa 14 42 Tinggi 26 Kurang
Siswa 15 33 Sedang 40 Baik
Siswa 16 29 Sedang 39 Cukup
Siswa 17 29 Sedang 24 Kurang
Siswa 18 32 Sedang 41 Baik
Siswa 19 20 Rendah 41 Baik
Siswa 20 44 Tinggi 18 Kurang
Siswa 21 30 Sedang 26 Kurang
Siswa 22 23 Rendah 43 Baik
Siswa 23 42 Tinggi 39 Cukup
Siswa 24 20 Rendah 22 Kurang

65 | P a g e
Siswa 25 23 Rendah 42 Baik
Siswa 26 36 Sedang 30 Cukup
Siswa 27 35 Sedang 19 Kurang
Siswa 28 41 Tinggi 35 Cukup
Siswa 29 45 Tinggi 28 Cukup
Siswa 30 37 Sedang 29 Cukup
Siswa 31 41 Tinggi 43 Baik
Siswa 32 33 Sedang 43 Baik
Siswa 33 39 Sedang 35 Cukup
Siswa 34 34 Sedang 41 Baik
Siswa 35 26 Sedang 32 Baik
Siswa 36 17 Rendah 28 Cukup
Siswa 37 19 Rendah 24 Kurang
Siswa 38 30 Sedang 29 Cukup
Siswa 39 41 Tinggi 30 Cukup
Siswa 40 32 Sedang 31 Cukup
Siswa 41 29 Sedang 41 Baik
Siswa 42 16 Rendah 30 Cukup
Siswa 43 21 Rendah 29 Cukup
Siswa 44 30 Sedang 33 Cukup
Siswa 45 38 Sedang 42 Baik
Siswa 46 44 Tinggi 35 Cukup
Siswa 47 31 Sedang 41 Baik
Siswa 48 25 Sedang 35 Cukup
Siswa 49 36 Sedang 26 Kurang
Siswa 50 46 Tinggi 36 Cukup

Dari tabel penolong di atas, dapat dibuat Tabel Kontingensi 3x3 sebagai berikut:

Tabel Kontingensi 3x3 : Tentang Motivasi Belajar Agama dan Perilaku Keseharian Siswa
Motivasi Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Perilaku
Baik 3 9 3 15
Cukup 8 12 5 25
Kurang Baik 2 5 3 10
13 26 11 50

1). Menghitung Harga Chi Kuadrat dengan Tabel Kontingensi 3x3 (9 cells).
Tabel : Perhitungan Chi Kuadrat
Cells fo fe f0 – fe (f0 – fe)2 (f0 – fe)2
fe
1 3 (15x13)/50 = 3,9 -0,9 0,81 0,20769
2 9 (15x26)/50 = 7,8 1,2 1,44 0,18462
3 3 (15x11)/50 = 3,3 -0,3 0,09 0,02727
4 8 (25x13)/50 = 6,5 1,5 2,25 0,34615
5 12 (25x26)/50 = 13 -1 1 0,07692
6 5 (25x11)/50 = 5,5 -0,5 0,25 0,04545
7 2 (10x13)/50 = 2,6 -0,6 0,36 0,13846
8 5 (10x26)/50 = 5,2 -0,2 0,04 0,00769
9 3 (10x11)/50 = 2,2 0,8 0,64 0,29091
50 50 1,3252
66 | P a g e
Harga χ2 = 1,3252
Dengan taraf signifikansi 5% dan db = (3-1) (3-1) = 4, Harga χ2 tabel = 9,488;
Karena χ2 hitung < χ2 tabel; maka Ho diterima. Ini artinya, kedua variabel bebas statistik. Atau, tidak ada
korelasi antara variabel motivasi belajar agama dengan perilaku keseharian siswa.

2). Mencari harga Koefisien Kontingensi (C) dengan rumus 21.


χ2 1,3252
C=√ = √ = √ 0,02582 = 0,1607
χ2 + N 1,3252+50

3). Mengubah harga C menjadi harga Phi (φ) dengan rumus 22.

C 0,1607 0,1607
φ= = = = 0,1628
√ (1 – C2) √ (1- 0,02582) 0,987

4). Memberikan interpretasi harga φ


Harga φ di atas, kemudian dikonsultasikan dengan harga tabel product moment (r).
Pada taraf signifikansi α = 5%,
db = N – baris = 50 – 3 = 47,
harga r tabel = 0,288

Karena harga φ < r tabel ; maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini artinya, bahwa tidak ada korelasi yang
signifikan antara variabel motivasi belajar agama dengan perilaku keseharian siswa.

4. Korelasi Poin Biserial (Analisis Validitas Item)

Pengertian korelasi Poin Biserial (Point Biserial Correlation) adalah sebuah analisis korelasi dua variabel
yang biasanya digunakan untuk mencari korelasi antara variabel pertama yang berbentuk variabel kontinu
dan variabel kedua berbentuk diskrit murni.
Salah satu kegunaan korelasi Poin Biserial adalah untuk menguji atau menganalisis validitas soal
(validity item). Biasanya, dalam menyusun soal test atau soal quesioner perlu diketahui kesesuaian atau
konsistensi antara fungsi item dan fungsi test secara keseluruhan. Dengan korelasi Poin Biserial, akan
dapat diketahui korelasi antara distribusi skor suatu item (soal) dan distribusi skor test, atau korelasi antara
butir-butir soal dengan total butir-butir soal tersebut.
Karena nilai korelasi berkisar 0 s/d 1, bila korelasi mendekati 1, maka uji validitas soal dapat
dikatakan valid, dan bila mendekati 0, validitas soal kurang/tidak valid (Lihat tabel korelasi pada Tabel VIII-
2).
Perlu ditandaskan di sini, bahwa fungsi suatu item (soal) dalam tes adalah mendeteksi perbedaan
individual (subyek tes) yang sekecil-kecilnya di antara para subyek tes sejalan dengan fungsi dan tujuan tes
itu sendiri. Item yang memenuhi fungsi demikian itulah yang dianggap sebagai item yang hasil ukurnya
valid.
Rumus yang digunakan untuk mencari korelasi Poin Biserial adalah:
Mp – Mt p
rpb = √( ) Rumus 23
Sd 1–p

Di mana:
rpb = Koefisien Korelasi Poin Biserial
Mp = Rata-rata skor test dari subyek yang menjawab benar (skor 1) pada item yang bersangkutan

67 | P a g e
Mt = Rata-rata skor total dari seluruh subyek
Sd = standart deviasi skor test dari seluruh subyek
p = Indeks kesukaran item (proporsi menjawab benar)

Untuk menghitung validitas item, kita harus mempunyai distribusi skor item dan distribusi skor tes.
Sebagaimana diketahui, distribusi skor tes adalah distribusi angka-angka yang merupakan banyaknya
jawaban yang benar bagi masing-masing subyek tes. Dan distribusi skor item hanya terdiri atas dua macam
angka, yaitu 1 dan 0, dikarenakan setiap jawaban yang benar terhadap item diberi angka 1, sedangkan
jawaban yang salah diberi angka 0. Distribusi skor semacam ini disebut distribusi skor dikotomi.
Contoh:
Untuk uji coba suatu soal tes, diberikan 12 pertanyaan kepada 10 siswa (subyek tes). Hasilnya sebagaimana
terlihat pada tabel berikut.
(Catatan: contoh di bawah ini hanya sekadar untuk memudahkan pemahaman. Dalam praktik sesungguhnya,
suatu tes hendaknya tidak terdiri hanya sesedikit subyek dan sesedikit item pertanyaan).
Tabel VIII-7: Distribusi Skor Item dari 10 Siswa
Respdn Nomr item Skor Tes
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 X X2
Anang 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 6 36
Badu 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 6 36
Cecep 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 7 49
Dian 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 4 16
Endang 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 10 100
Fifi 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 4 16
Bianto 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Hana 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 7 49
Ita 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 8 64
Jamal 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6 36
5 4 7 6 3 6 5 5 5 5 4 4 59 403
P 0,5 0,4 0,7 0,6 0,3 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,4

Dari 12 item (soal) di atas, ingin diketahui validitas item nomor 1 dan 7.
Untuk mengetahui permasalahan di atas, langkah-langkahnya sbb:

1). Mencari Rata-rata skor:


ΣX 59
Mt =  Mt = = 5,9
N 10

2). Mencari standart deviasi skor test dari seluruh subyek:


ΣX2 403
2
Sd = √ [ – (Mt) ]  Sd = √ [ – (5,9)2]
N 10
Sd = √ (40,3 – 34,81) = √ 5,49
Sd = 2,343
3). Menganalisis validitas item nomor 1; dengan terlebih dulu mencari rata-rata skor test (Mp) dari subyek
yang menjawab benar (skor 1) pada item nomor 1:
- Pada item nomor 1, yang menjawab benar (skor 1) ada lima siswa, yaitu Anang, Badu, Endang,
Bianto, dan Ita. Secara berurutan masing-masing skor tesnya adalah: 6, 6, 10, 1, dan 8.

Dengan demikian Mp untuk item nomor 1 adalah: (6+6+10+1+8)/5 = 6,2


- Indeks kesukaran item (proporsi yang menjawab benar) pada item nomor 1 adalah: p = 5/10 = 0,5

68 | P a g e
- Setelah diketahui harga Mt = 5,9 ; Sd = 2,343 ; Mp = 6,2 dan p = 0,5 ; maka harga-harga itu kita
substitusikan ke dalam rumus 23.

Mp – Mt p
rpb = √( )
Sd 1–p

6,2 – 5,9 0,5


rpb = √( )  rpb = 0,128.√1 = 0,128
2,343 1-0,5
Untuk menafsirkan harga korelasi Poin Biserial (rpb) di atas, dapat dilihat kembali Tabel penafsiran
koefisien korelasi di bawah ini.

Tabel VIII-2: Penafsiran Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Derajat Korelasi


0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat kuat

Respdn No item Skor Tes


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 X X2
Siswa 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0
Siswa 2 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0
Siswa 3 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0
Siswa 4 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1
Siswa 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0
Siswa 6 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1
Siswa 7 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Siswa 8 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0
Siswa 9 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1
Siswa 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0
10
Siswa 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0
11
Siswa 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0
12
Siswa 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0
13
Siswa 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0
14
Siswa 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
15
Siswa 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
16
Siswa 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0
17
Siswa 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0
18
Siswa 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0
69 | P a g e
19
Siswa 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0
20

p
Dengan demikian, mengenai item (soal) nomor 1 di atas menghasilkan koefisien korelasi rpb = 0,128,
yang berarti derajat korelasinya rendah. Ini menunjukkan bahwa validitas item nomor 1 tidak baik (tidak
valid).
Hal ini menjadi jelas bila kita perhatikan bahwa item nomor 1 ternyata dapat dijawab oleh beberapa siswa
yang mempunyai skor tes (X) lebih kecil, atau sama dengan median (Anang dan Badu dapat menjawab
item nomor 1, padahal skor tes mereka hanya 6), bahkan Bianto yang skor tesnya hanya 1 pun dapat
menjawab item tersebut. Idealnya, item nomor 1 harus dapat dijawab dengan benar hanya oleh Endang,
Ita, Cecep, dan Hana. Sayangnya, Cecep dan Hana justru salah menjawab. Jadi dalam hal ini tentu ada
sesuatu di dalam item itu yang menyebabkan konsistensi antara item dengan tes tidak valid.

Bagaimana dengan validitas item nomor 7? Hitunglah koefisien korelasi Poin Biserialnya, dan buatlah
analisa validitas itemnya!
Latihan Soal 11:
Dalam suatu try-out ujian matematika yang diberikan kepada 20 siswa, diajukan 15 soal. Siswa yang
menjawab benar memperoleh skor 1 dan yang menjawab salah memperoleh skor 0. Hasil dari try-out
tersebut terlihat pada tabel berikut:

Buatlah analisa validitas untuk item nomor 1,3, 5, 8, 9, 11, 13, 14, dan 15 dengan menggunakan korelasi
Poin Biserial..

70 | P a g e
BAGIAN 8
TEKNIK ANALISIS KOMPARASI

Teknik Analisis Komparasi adalah salah satu teknik analisis kuantitatif atau analisis statistika yang dapat
digunakan untuk menguji suatu hipotesis mengenai apakah ada perbedaan antar variabel yang sedang
diteliti; apakah dalam hipotesis itu ada perbedaan yang sangat signifikan (berpengaruh), atau sebuah
perbedaan yang kebetulan saja.
Teknik analisis komparasi ini terdiri dari dua macam. Pertama, teknik analisis komparasi dengan dua
variabel saja, disebut Teknik Analisis Komparasi Bivariat; dan kedua, Teknik Analisis Multivariat yang
terdiri lebih dari dua variabel. Dan dalam hal ini, kita hanya mempelajari Teknik Analisis Komparasi
Bivariat.
Untuk Teknik analisis komparasi ini, bisa digunakan uji t (T-Test) dan uji Chi Kuadrat.

1. Contoh Penggunaan Uji t (T-Test)


Uji t adalah alat tes statistika yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan Hipotesis Nihil.
MD
Rumus yang digunakan: t= Rumus 24
SEMD

Di mana: t = Nilai T-Test


MD = Mean Difference, yg rumusnya adalah:
ΣD
MD = Rumus 24-a
N
( D = beda selisih antara varibel I dan variabel II)

SEMD = Standart Error dari MD, yg rumusnya adalah;


SDD
SEMD = Rumus 24-b
√ (N-1)

SDD = Standart Deviasi dari perbedaan antara skor variabel I dan skor variabel II, yang
rumusnya adalah:

ΣD2 ΣD
SDD = √ [ – ( )2 ] Rumus 24-c
N N
Contoh:
Suatu penelitian percobaan (eksperimen) dilakukan untuk mendapatkan efektivitas metode pembelajaran
matematika. Dilakukan pengujian awal atau Pre-Test dengan metode lama, dan setelah diterapkan metode
baru, kemudian dilakukan pengujian lanjutan atau post-Test dengan metode baru tersebut.
Pada pengujian dengan metode baru, diajukan hipotesis untuk melihat perbandingan metode dengan
hipotesis nihil sbb: “apakah tidak terdapat perbedaan antara metode lama dengan metode baru dengan
sebelumnya dilakukan pre-test dan sesudahnya dengan post-test pada pembelajaran matematika”.
Dalam uji coba pada 25 siswa, didapatkan nilai pre-test (sebelum dilakukan metode baru), dan post-test
(setelah dilakukan metode baru) sebagaimana tertera pada Tabel IX di bawah ini.

Tabel IX: Nilai Matematika Siswa pada Saat Pre-Test dan Post-Test
Nilai Matematika
Responden Sebelum Sesudah
Diterapkan Diterapkan
Metode Baru (X) Metode Baru (Y)
1 70 67

71 | P a g e
2 60 68
3 70 71
4 55 59
5 57 63
6 49 54
7 69 66
8 70 74
9 81 89
10 30 33
11 55 51
12 40 50
13 63 69
14 85 83
15 70 77
16 62 69
17 58 73
18 65 65
19 75 76
20 69 86
21 46 51
22 70 74
23 76 80
24 55 62
25 56 65
Langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan mencari T-test (t) adalah:
1). Mencari nilai perbedaan (D) antara Nilai X dan Nilai Y, dan menyusunnya dalam tabel berikut ini:
Tabel IX-1: Perhitungan Perbedaan antara Nilai Pre-Test dan Post-Test pada Metode Pembelajaran
Matematika
Nilai Matematika
Responden Sebelum Sesudah D=X–Y D2 = (X – Y)2
Diterapkan Diterapkan
Metode Baru (X) Metode Baru (Y)
1 70 67 3 9
2 60 68 -8 64
3 70 71 -1 1
4 55 59 -4 16
5 57 63 -6 36
6 49 54 -5 25
7 69 66 3 9
8 70 74 -4 16
9 81 89 -8 64
10 30 33 -3 9
11 55 51 4 16
12 40 50 -10 100
13 63 69 -6 36
14 85 83 2 4
15 70 77 -7 49
16 62 69 -7 49
17 58 73 -15 225
18 65 65 0 0
19 75 76 -1 1
20 69 86 -17 289
72 | P a g e
21 45 51 -6 36
22 70 74 -4 16
23 76 80 -4 16
24 55 62 -7 49
25 56 65 -9 81
Jumlah -120 1216

Dari tabel di atas, diperoleh: Σ D = -120; dan Σ D2 = 1216

2). Mencari Rata-Rata Perbedaan (Mean Difference) dengan rumus 24-a


ΣD -120
MD = = = - 4,8
N 25

3). Mencari standart deviasi perbedaan dengan rumus 24-c

ΣD2 ΣD
SDD = √ [ – ( )2 ]
N N

1216 -120
SDD = √[ -( )2] = √ [48,64 – (-4,8)2]
25 25

= √ (48,64 – 23,04) = 5,1

4). Mencari standart error dari MD, dengan rumus 24-b:

SDD
SEMD =
√ (N-1)
5,1 5,1
SEMD = = = 1.033
√ (25-1) √ 24

5). Mencari harga t dengan rumus 24

MD -4,8
t=  t= = - 4,68
SEMD 1,033

6). Memberikan interpretasi terhadap harga t.


Dengan harga db = N-1 = 25-1 =24, dan taraf signifikansi 5 %, diperoleh harga kritik t atau t tabel (uji dua
pihak) didapat harga 2,064.
Mengkonsultasikan harga t hitung terhadap t tabel, dengan mengubah harga (-) menjadi (+), dan didapat
bahwa: thitung > t tabel (4,68 > 2,064).
Karena t hitung > t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa hasil eksperimen menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan antara metode lama dengan metode yang baru dalam pembelajaran matematika
(hipotesis nihil ditolak). Dengan demikian, metode baru pembelajaran matematika menunjukkan
efektivitasnya yang nyata.
Dari hasil penelitian ini, dapat direkomendasikan, bahwa metode baru pembelajaran matematika dapat
diandalkan dan dapat ditindaklanjuti sebagai metode pembelajaran berikutnya dalam bidang studi
matematika.
73 | P a g e
Latihan Soal 12:
Suatu penelitian eksperimen mengenai metode belajar Bahasa Arab dilakukan untuk mengetahui perbedaan
penggunaan metode lama dengan metode baru.
Dari hasil uji coba metode, diperoleh hasil sbb:

Tabel A: Nilai Tes Bahasa Arab dengan Metode Lama dan Metode Baru
Nilai Bhs. Arab
Responden Nilai Pre-test dg Nilai Post-test dg D = X – Y D2 = (X – Y)2
Metode Lama (X) Metode Baru (Y)
1 87 76
2 65 69
3 75 80
4 65 50
5 80 75
6 75 78
7 63 70
8 77 81
9 80 90
10 50 45
11 66 51
12 76 65
13 78 75
14 85 88
15 95 90
16 100 100
17 85 100
18 88 76
19 62 68
20 55 45
21 50 48
22 63 60
23 51 67
24 89 70
25 65 65
26 73 70
27 78 80
28 49 55
29 55 50
30 74 60
31 80 70
Jumlah

1. Apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara kedua metode tersebut?


2. Apakah metode baru lebih efektif bila dibandingkan dengan metode lama dalam pembelajaran Bahasa
Arab?

2. Tes Chi Kuadrat (χ2)

Tes Chi Kuadrat atau Chi Square Test (χ2) adalah teknik analisis komparasi yang berdasarkan pada
perbedaan frekuensi data yang sedang diteliti. Dalam tes model ini, digunakan pengelompokan data berupa
kriteria atau katagori yang disusun dalam tabel kontingensi.
74 | P a g e
Dalam pembelajaran Statistika Pendidikan ini, akan dijelaskan penggunaan Tes chi kuadrat dalam
tiga model pengujian.
1). Tes Chi Kuadrat untuk menguji perbedaan frekuensi variabel tunggal;
2). Tes Chi Kuadrat untuk menguji perbedaan frekuensi variabel ganda, di mana sel-sel dalam tabel
kontingensi berfrekuensi 10 atau lebih dari 10;
3). Tes Chi Kuadrat dengan Koreksi Yates, untuk menguji perbedaan frekuensi ganda, di mana terdapat sel
yang berfrekuensi kurang dari 10.

1). Tes Chi Kuadrat (χ2) untuk menguji perbedaan frekuensi variabel tunggal.
Rumus yang digunakan, sama dengan rumus 20, yaitu:

( fo – fe)2
2
χ =∑ …. Rumus 25
fe

Contoh:
Dilakukan penelitian kepada 100 siswa MA “X”, untuk mengetahui pendapat mereka tentang, apakah:
- Pembelajaran Bahasa Arab yang baru lebih baik daripada yang lama;
- Pembelajaran Bahasa Arab yang lama lebih baik daripada yang baru; atau
- Pembelajaran Bahasa Arab yang baru dan yang lama sama saja, tidak ada perbedaan.
Setelah siswa memberikan jawaban quesioner, diperoleh hasil sbb:
Tabel IX-2: Frekuensi Jawaban Siswa tentang Pembelajaran Bahasa Arab
Pendapat Frekuensi
A. Pembelajaran Bahasa Arab yang baru
lebih baik daripada yang lama. 41
B. Pembelajaran Bahasa Arab yang lama 32
lebih baik daripada yang baru.
C. Pembelajaran yang lama dan yang baru 24
sama saja, tidak ada perbedaan.
D. Tidak menjawab 3
100
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pendapat siswa tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah sbb:
1). Rumuskan hipotesis penelitiannya:
- Ho : Tidak terdapat perbedaan pendapat yang siginifikan mengenai pembelajaran yang diharapkan
siswa.
- Ha : Terdapat perbedaan pendapat yang signifikan mengenai pembelajaran Bahasa Arab yang
diharapkan siswa.

2). Menyusun data hasil observasi dan frekuensi teoritiknya ke dalam tabel kontingensi 1 x 4, seperti pada
tabel berikut:

Tabel IX-3: Data Frekuensi Observasi dan Frekuensi Harapan mengenai Pendapat Siswa tentang
Pembelajaran Bahasa Arab
Pendapat Siswa ttg Frekuensi hasil Frekuensi Harapan
Pembelajaran Bahasa Arab observasi (fe)
(fo)
A. Pembelajaran Bahasa
Arab yang baru lebih baik 41 25
daripada yang lama.
B. Pembelajaran Bahasa
Arab yang lama lebih baik 32 25
daripada yang baru.
C. Pembelajaran yang lama
75 | P a g e
dan yang baru sama saja, 24 25
tidak ada perbedaan.
D. Tidak menjawab
3 25
100 100

3). Membuat tabel penghitungan Chi Kuadrat


fo fe fo – fe (fo – fe)2 (fo – fe)2
fe
41 25 16 256 10,24
32 25 7 49 1,96
24 25 -1 1 0,04
3 25 -22 484 19,36
100 100 31,6

Karena ( fo – fe)2
2
χ =∑ ; maka χ2 = 31,6
fe

dengan derajat bebas (db) = Σbaris – 1 = 4 – 1 = 3; dan taraf signifikansi 5%, diperoleh harga χ2 tabel sebesar
7,815.
Karena χ2 hitung > χ2tabel , maka Ho ditolak.
Dari hasil perhitungan tersebut, bagaimana deskripsi kesimpulannya?
Latihan Soal

Kepada 41 mahasiswa yang mengambil matakuliah Statistika, dimintai pendapatnya mengenai performance
mengajar dosen pengampu matakuliah tersebut. Dan diperoleh data dari angket yang diisi mahasiswa, sbb:

Pendapat mahasiswa Frekuensi jawaban


A. Materi yang disajikan, menarik dan 12
menyenangkan

B. Materi yang disajikan tidak menarik 12


tapi menyenangkan

C. Materi yang disajikan menarik tapi 10


tidak menyenangkan

D. Materi yang disajikan 5


membingungkan

E. Tidak menjawab 2
41

Adakah perbedaan yang signifikan mengenai pendapat mahasiswa terhadap performace mengajar dosen
Statistika?

2). Tes Chi Kuadrat ( χ2) untuk menguji perbedaan frekuensi variable ganda, di mana sel-selnya
berfrekuensi 10 atau lebih dari 10.

Rumus yang digunakan:


76 | P a g e
N (AD – BC)2
χ2 = …. Rumus 26
(A+B) (C+D) (A+C) (B+D)

Di mana:
N = Jumlah responden
A, B, C, D = Lambang yang ada dalam sel-sel; Sel pertama (A); Sel kedua (B); Sel ketiga (C); Sel
keempat (D) dengan ordo table 2x2.
Contoh:
Kepada seratus (100) siswa diujikan pengaruh pengajaran bahasa secara tradisional di pesantren terhadap
pemahaman pelajaran bahasa Arab pada kelas VII sebanyak 55 siswa dan pada kelas VIII sebanyak 45 siswa
sebagai sampel dalam penelitian.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pengajaran bahasa secara tradisional di pesantren terhadap
pemahaman pelajaran bahasa Arab, responden dipilih secara acak untuk menjawab pertanyaan dengan dua
criteria jawaban “paham” dan “tidak paham”.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian sbb:

Tabel IX-4. Data Pengaruh Pengajaran Bahasa secara Tradisional di Pesantren terhadap
Pemahaman pelajaran Bahasa Arab.

Pemahaman
Kelas Jumlah
Paham Tidak Paham
VII 35 20 55
(A) (B)
VIII 20 25 45
(C) (D)
Jumlah 55 45 100

Masalah penelitian: “adakah perbedaan pengaruh yang signifikan atas pengajaran bahasa secara tradisional
di Pesantren terhadap pemahaman siswa pada pelajaran bahasa Arab”.

Untuk menjawab permasalahan di atas, dilakukan dengan mencari nilai Chi Kuadrat (χ2).

1. Rumuskan hipotesis kerja dan hipotesis nihilnya.


a. Ha : Ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diobservasi/diteliti dengan frekuensi
teoritiknya.
b. Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diobservasi/diteliti dengan
frekuensi teoritiknya.

2. Mencari nilai χ2 dengan rumus di atas (Rumus 26).

N (AD – BC)2
2
χ =
(A+B) (C+D) (A+C) (B+D)

Dari table IX-4 di atas, kita dapatkan:


Frekuensi hasil observasi pada sel A = 35
Frekuensi hasil observasi pada sel B = 20
Frekuensi hasil observasi pada sel C = 20
Frekuensi hasil observasi pada sel D = 25
77 | P a g e
Dengan mensubstitusikan pada rumus 26, didapatkan:

100 ((35x25) – (20x20))2


χ2 =
(35+20)(20+25)(35+20)(20+25)

100(875 – 400)2
=
(55)(45)(55)(45)

100 (475)2
= = 3,683
6125625

χ2 = 3,683

Dengan rumus di atas kita tidak sedang menghitung nilai frekuensi teoritiknya. Sebagai perbandingan
apakah nilainya benar, kita uji perbedaan dengan menghitung frekuensi teoritiknya seperti pada table IX-5
berikut ini.

Tabel IX-5: Tabel kerja dalam perhitungan χ2 yang terdapat pada table IX-4 untuk menghitung frekuensi
teoritiknya.
Pemahaman
Kelas Jumlah
Paham Tidak Paham
VII 35 20 55 = Rn
(1) (2)
VIII 20 25 45 = Rn
(3) (4)
Jumlah 55 = Cn 45 = Cn 100 = N

Tabel IX-6: Tabel lanjutan dalam mencari χ2 pada table IX-5


Sel fo ft fo – ft (fo – ft)2 χ2
1 35 30,25 4,75 22,5625 0,745868
2 20 24,75 -4,75 22,5625 0,911616
3 20 24,75 -4,75 22,5625 0,911616
4 25 20,25 4,75 22,5625 1,114198
100 100 0 3,683298

Catatan:
Dalam perhitungan mencari ft rumusnya adalah:
Cn x Rn
ft = untuk masing-masing sel.
N

(fo – ft)2 (fo – ft)2 (fo – ft)2 (fo – ft)2


2
χ = + + +
ft ft ft ft

χ2 = 0,745868 + 0,911616 + 0,911616 + 1,114198

χ2 = 3,683
78 | P a g e
Ternyata hasilna sama, baik yang menggunakan frekuensi observasi dan frekuensi teoritiknya, yaitu χ 2 =
3,683

3. Memberikan interpretasi pada nilai χ2

Pertama kita perhatikan derajat bebas (db) dengan rumus


db = (k – 1)(b – 1). Karena k = 2 dan b = 2, maka db = 1

Setelah diketahui harga db = 1, maka kita konsultasikan dengan table harga kritik χ2 dengan taraf
signifikansi 5% atau 1%.

Pada taraf signifikansi 5% = 3,841


Pada taraf signifikansi 1% = 6,635

Dengan taraf signifikansi 5% dan 1% di atas, kita ketahui bahwa nilai χ2 = 3,683 lebih kecil dari nilai
kritik table Chi Kuadrat, atau
3,683 < 3,841 < 6,635

4. Dengan demikian Ho diterima; yakni tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang
diobservasi/diteliti dengan frekuensi teoritiknya.

Dapat disimpulkan, bahwa tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan atas pengajaran bahasa secara
tradisional di Pesantren terhadap pemahaman siswa pada pelajaran bahasa Arab”. Ini artinya, kendati
pengajaran bahasa dengan cara yang tradisional, siswa masih punya kecnderungan untuk bisa memahami
pelajaran bahasa Arab.

Latihan Soal:

200 mahasiswa FAI dijadikan sampel untuk penelitian yang bertujuan mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang signifikan dalam hal apresiasi terhadap belajar bahasa Arab antara lulusan pesantren dengan
lulusan sekolah umum yang diketahui dari frekuensi gemar membaca teks berbahasa Arab, menulis artikel
berbahasa Arab, dan gemar bercakap-cakap berkomunikasi dengan berbahasa Arab.

Datanya terkumpulkan sbb:

Tabel IX-7: Apresiasi Mahasiswa FAI terhadap Bahasa Arab

Lulusan Apresiasi Mahasiswa Jumlah


Membaca Teks Menulis Komunikasi
Sek. Umum 40 60 25 125
Pesantren 20 40 15 75
60 100 40 200

Rumusan masalah penelitian:


“Adakah perbedaan yang signifikan dalam hal apresiasi belajar bahasa Arab antara lulusan pesantren dengan
lulusan sekolah umum”.

Variabel penelitian:
1) Lulusan mahasiswa, dengan variasi Sekolah umum dan Pesantren;
2) Apresiasi mahasiswa terhadap bahasa Arab, dengan variasi atribut: membaca teks berbahasa Arab,
Menulis artikel berbahasa Arab, dan berkomunikasi dengan bahasa Arab.
Lakukan pengujian dengan teknik komparasi!
79 | P a g e
Daftar Pustaka

Agus Irianto, Statistik Pendidikan, Depdiknas, Jakarta: 1988


Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Radja Grafindo Persada
Andi Nasoetion & Barizi, Metode Statistika Untuk Penarikan Kesimpulan, Gramedia, Jakarta: 1985
Bambang Sumarno, Metode Kuantitatif dalam Penelitian Ilmu-ilmu Sosial dan Pendidikan, Depdiknas,
Jakarta: 1987
Dwi Priyo Utomo, Statistika Dasar, UMM Press, Malang
Iqbal Hasan, Ir, M., Pokok-Pokok Materi Statistika 1, Bumi Aksara, Jakarta: 2012
Riduwan, Dr., Sunarto, Dr., Pengantar Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung: 2010
Ronald E. Walpole, Pengantar Statistika, Edisi ke-3, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 1995
Subana, Moersetyo Rahadi, Sudrajat, Statistika Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung: 2000
Sudjana, Prof., Dr., Metode Statistika, Tarsito, Bandung
Sugiyono, Prof., Dr., Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung: 2013
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung: 1994
Yuyun Wahyuni, SE, MSi., Dasar-Dasar Statistika Deskriptif, Nuha Medika, Bantul, 2011

80 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai