BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan bagi kehidupan manusia. Tubuh manusia
terdiri dari air kira-kira 70 % dari berat badannya. Untuk kelangsungan hidup,
manusia membutuhkan air yang jumlahnya tergantung pada berat badan.
Menurut kandungan mineral, air dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu
air lunak dan air sadah. Air sadah adalah air yang mengandung ion-ion kalsium,
magnesium, klorida, sulfat dan besi. Air lunak adalah air yang sedikit sekali
mengandung garam-garam kalsium dan magnesium. Air sadah dibagi atas 2 yaitu air
sadah sementara dan air sadah tetap dimana air sadah sementara disebabkan oleh
bikarbonat dan dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, sedangkan air sadah
permanen yaitu disebabkan oleh ion klorida atau sulfat yang bersenyawa dengan
kalsium ataupun magnesium. Jumlah antara kesadahan tetap dan kesadahan
sementara disebut kesadahan total.
Air sadah dapat menyebabkan kerak pada pipa-pipa dan dapat membentuk
endapan yang dapat mengurangi luas penampang pipa dan dapat menyebabkan
berkurangnya daya kerja sabun sehingga pemakaian sabun akan bertambah.
Kesadahan air yang tinggi juga dapat merusak peralatan-peralatan yang terbuat dari
besi yaitu melalui proses perkaratan, yang dapat menyebabkan proses industri
terganggu. Karena air yang dianggap bermutu baik adalah air yang mempunyai
kesadahan yang rendah (Banurea, 2008).
Dari data statistik 1995, prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum
yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi
geografisnya. Secara nasional yakni sebagai berikut: yang menggunakan air leding (PAM)
16,08 %, air tanah dengan memakai pompa 11,61 %, air sumur 49,92 %, mata air 13,92, air
sungai 4,91 %, air hujan 2,62 % dan lainnya 0,80 % (Banurea, 2008).
1.2
Tujuan Percobaan
3. Menganalisa
hubungan
variabel
perlakuan
terhadap
penyisihan
bahan
pencemaran
1.3
Teori
1.3.1 Air
Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,
terutama penyakit perut. Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan
pengelolaan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak
diperlukan. Oleh karena itu dalam praktek sehari-hari maka pengolahan air adalah
menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa
dipakai sebagai sumber persediaan atau tidak.
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan Cyclus Hydrologie. Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua
air yang ada di permukaan bumi akan bersatu dan berada ditempat yang tinggi yang
sering dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa, makin lama
makin tinggi dimana temperatur diatas semakin rendah, yang menyebabkan titik-titik
air akan jatuh kebumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir kedalam tanah,
jika menjumpai lapisan rapat air, maka perserapan akan berkurang, dan sebagian air
akan mengalir diatas lapisan rapat air ini. Jika air ini keluar pada permukaan bumi,
umumnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung)
maka air akan berkumpal, membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak
diantaranya yang mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus
hidrologi ini (goula, 2008).
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas
air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas
air untuk keperluan domestik yang semakin turun. Kegiatan industri, domestik, dan
kegiatan yang lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, menyebabkan
penurunan kualitas air. Kondisi ini menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya
bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu,
pengolahan sumber daya air sangat penting agar dimanfaatkan secara berkelanjutan
dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan
adalah pemantauan dan interprestasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika,
kimia, dan biologi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20
tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefenisikan kualitas air sebagai
sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain didalam air.
Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu,
kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, BOD, COD, kadar
logam, dan sebagainya). Dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan
sebagainya).
Berdasarkan peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan
kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukkannya. Adapun
pengolonggan air menurut (Banurea, 2008) adalah sebagai berikut:
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air
minum.
3. GolonganC, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan
dan pertenakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
1.3.2
Pengolahan Air
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan yaitu pengolahan
secara fisika, kimia, dan biologi. Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode
pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.
a. Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap
atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang
berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara
mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses
pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di
dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang
mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan
berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan
tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan
memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk
mendahului
proses
adsorbsi
atau
reverse
osmosis-nya,
dilaksanakan
untuk
menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak
mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam
proses osmosa.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat
dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l,
proses anaerob menjadi lebih ekonomis (Hafni, 2012).
1.3.4
dalam suatu cairan sebagai akibat gaya gravitasi baik individu atau bersama-sama
sehingga menghasilkan cairan yang lebih jernih dan suspensi yang lebih kental.
Flok yang terbentuk pada proses flokulasi diharapkan akan mengendap akibat
gaya beratnya sendiri pada unit sedimentasi ini. Sehingga bila terjadi pengendapan
lebih dahulu pada unit sebelumnya atau sesudah unit ini maka perlu dipertanyakan
perencanaan proses flokulasi dan sedimentasinya. Klasifikasi sedimentasi
didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi.
Klasifikasi ini dapat dibagi kedalam empat tipe, yaitu:
10
Tawas
Tawas
adalah
garam
sulfat
terhidrat
dengan
formula
M+,
sulfat
cair
dalam
banyak
kasus
diperoleh
setelah
mengencerkan aluminium sulfat hidrat yang solid dalam air. Proses ini hanya
11
menghasilkan emisi udara dan air. Untuk pembuatan aluminium sulfat sebagai
padatan, campuran yang keluar dari reaktor dikirim tabung pendingin, flaker atau
kotak pembekuan sesuai dengan bentuk yang diperlukan. Perawatan lebih lanjut
mungkin
termasuk
penghancuran,
penggilingan,
penyaringan
sebelum
dilakukannya pengemasan. Proses ini menghasilkan air limbah dan emisi udara
yang mengandung partikulat.
Tawas ada 4 macam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
12
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. Bak pengendapan/sedimentasi Rectangular
2. Oven
3. Gelas ukur 100 ml
4. Tanki rerata
5. Kertas saring
6. TDS meter
7. Gelas piala 50 ml dan 100 ml
2.1.2 Bahan
1. Aquades
2. Tawas
3. Air kolam
2.1.3 Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan air kolam, alat dipastikan dapat mengalirkan air ke bak
pengendapan, mudah diamati dan dioperasikan.
2. Kemudian air kolam diberi tawas sebanyak 500 g. Lalu diaduk merata
selama 10 menit .
3. Sebelum sampel air dialirkan ke bak pengendapan ukur nilai TSS dan
TDS sampel.
4. Alirkan sampel air ke dalam bak equalisasi dengan variasi perlakuan,
yaitu dengan waktu detensi 30 menit, 60 menit dan 90 menit
5. Periksa TSS dan TDS air yang keluar dari bak sedimentasi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Banurea, Irmaliasari. 2008. Penentuan Kadar Kesadahan Total Air Baku dan Air
Bersih Dengan Titrasi Kompleksometri di PT Inalum Kuala Tanjung.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13928/1/09E00336.pdf.
diakses 20 Oktober 2016.
Goula, A. M., Kostoglou, M., Karapantsios, T.D., Zouboulis, A.I., 2008. The effect of
influent temperature variations in a sedimentation tank for potable water treatment
A computational fluid dynamics study. Water Research, Vol, 42 Hal 3405-3415
Hafni, 2012. Proses Pengolahan Air Bersih Pada PDAM Padang. Jurnal momentum,
Vol.13 No.2. Agustus 2012
Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta: Puspa
Swara
14
15
16