Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT MATA

GLAUKOMA AKUT SEKUNDER


EC UVEITIS OS

Disusun Oleh :
Julius Tanaca
FK UPH - 20110710058
Pembimbing :
dr. Karliana Taswir, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
SILOAM HOSPITALS LV
PERIODE 17 OKTOBER 19 NOVEMBER 2016

BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
No MR
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Status
Agama
Pekerjaan
Alamat

: RSUS 00-73-24-xx
: Tn. S
: Laki Laki
: 50 tahun
: Menikah
: Islam
: Mandor
: Binong

1.2 Anamnesis
Tanggal
Pukul
Tempat
Cara

: 25 Oktober 2016
: 12.30 WIB
: Poli Klinik Mata Rumah Sakit Umum Siloam
: Autoanamnesis

Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan mata kiri mendadak sakit sejak 3 bulan lalu dan hilang timbul
secara.
Keluhan Tambahan
Pasien mengeluhkan mata kiri buram, merah, belekan, sakit kepala hebat, mual, muntah,
melihat pelangi jka sedang sakit dan nyeri pada saat melihat cahaya.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan mata kiri pasien mendadak sakit sejak 1 bulan lalu dan hilang timbul
secara mendadak yang terasa seperti tertusuk tusuk. Rasa nyeri dengan intensitas 5 dari
10. Pasien juga mengeluhkan mata kiri buram muncul secara mendadak, dan melihat
pelangi jika sedang sakit dan saat melihat cahaya, pasien juga menyatakan tidak nyaman
melihat cahaya. Pasien juga menyadari mata kiri pasien terkadang berair, merah dan
sedikit mengeluarkan belekan, tetapi tidak gatal. Keluhan dirasakan terus menerus dan
membaik jika pasien tidur. Keluhan sakit kepala hebat juga dirasakan sepanjang hari oleh
pasien, disertai dengan mual muntah.
2 minggu sebelum datang ke Rumah Sakit Umum Siloam pasien sudah pernah ke dokter
mata pasien diberitahu oleh dokter bahwa pasien mengidap glaucoma, tetapi pasien tidak
mengingat tekanan bola mata pasien dan pasien diberikan obat penurun tekanan bola
mata, setelah pasien menggunakannya pasien merasa enakan untuk beberapa saat. Tetapi
1 hari sebelum datang ke Rumah Sakit Umum Siloam pasien mengeluhkan keluhan sama

seperti sebelumnya tanpa adanya mata merah dan belekan kemudian pasien dirujuk oleh
dokter sebelumnya. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma maupun operasi mata.
Pasien menggunakan air sirih untuk mencuci mata pasien
Riwayat Penyakit Dahulu
3 bulan sebelum masuk ke rumah sakit, pasien megakui bahwa mata pasien terkadang
merah berulang. Mata merah pasien disertai dengan rasa perih dimana pandangan pasien
juga menjadi buram dan gatal. Pada saat melihat cahaya pasien juga mengakui silau
Pasien memiliki riwayat hipertensi terkontrol dengan obat amlodipine 5 mg. Pasien
menyangkal adanya riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, riwayat asma, maupun
riwayat alergi. Pasien menggunakan kacamata baca +1.5/+1.5, tetapi tidak pernah
menggunakan lensa. kontak
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki gejala penyakit seperti ini di dalam keluarga pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum :
Kesadaran
:
Tanda-Tanda Vital:

Baik
Compos menits

Tekanan darah :

140 / 100 mmHg

Nadi
Suhu
Laju nafas

87 x / menit
37,1oc
18 x / menit

:
:
:

1.3.1 Status Oftalmologis


Acies Visus Okulo Dextra: 6/9
Acies Visus Okulo Sinistra

OD

: 6/22

Inspeksi

OS

OD
+
+
+
+
+
+
+

Gerak Bola Mata


Nasal
Temporal
Superior
Inferior
Nasal Superior
Nasal Inferior
Temporal Superior

OS
+
+
+
+
+
+
+

Temporal Inferior

OD
Orthiforia
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kedudukan Bola Mata


Eksoftalmus
Enoftalmus
Eksotropia
Esotropia
Eksoforia
Esoforia

OS
Orthophoria
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Palpebra Superior
Bengkak
Merah / Ekimosis
Benjolan / Tumor
Ptosis
Pseudoptosis
Lagoftalmus
Blefarospasm
Entropion
Ektropion

OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada

Trikiasis
Abses

Tidak ada
Tidak ada

OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Palpebra Inferior
Bengkak
Merah / Ekimosis
Benjolan / Tumor
Ptosis
Pseudoptosis
Lagoftalmus
Blefarospasm
Entropion
Ektropion
Trikiasis
Abses

OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Area Lakrimal dan


OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Pungtum Lakrimal
Bengkak
Hiperemi
Fistula
Benjolan / Tumor
Lakrimasi
Epifora
Sekret
Madarosis
Xanthelasma
Hipersekresi

OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior


Lithiasis
Hordeolum
Kalazion
Membran
Pseudomembran
Papil / Giant Papil
Folikel / Cobble Stone
Simblefaron

OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada

Hiperemis
Pucat

Tidak ada
Tidak ada

OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Inferior


Lithiasis
Hordeolum
Kalazion
Membran
Pseudomembran
Papil / Giant Papil
Folikel / Cobble Stone
Simblefaron
Hiperemis
Pucat

OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Konjungtiva Bulbi
Sekret
Kemosis
Papil
Folikel
Perdarahan
Injeksi Siliar
Injeksi Episklera
Injeksi Konjungtiva
Pinguekula
Tumor dan Nevus
Pterigium

OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Tidak ada

Sklera
Nodul
Warna
Stafiloma
Ruptur

OS
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Tidak ada

OD
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kornea
Kejernihan
Gambaran Kelainan
Arkus Senilis
Edema
Korpus Alienum
Tes Sensibilitas

OS
jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada

(Refleks Kornea)
Nebula

Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Makula
Leukoma
Stafiloma
Perforasi
Vesikel / Bula
Ulkus

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
Dalam
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

COA
Kedalaman
Flare
Hipopion
Hifema

OS
Dangkal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
Cokelat Tua
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Iris
Warna
Atrofi
Sinekia Anterior
Sinekia Posterior
Gambaran Radier
Iris Tremulens
Iris Bombe
Iridodialisis

OS
Cokelat Tua
ada
Tidak ada
ada
Tidak ada
Tidak ada
ada
Tidak ada

OD
+
+
Bulat
3 mm
Sentral
anisokoria
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Pupil
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tidak Langsung
RAPD
Bentuk
Ukuran
Letak
Isokoria / Anisokoria
Oklusio
Seklusio
Leukoria

OS
+
Ireguler
6 mm
Sentral
anisokoria
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
Jernih
Tidak ada
Di Tengah
Sentral
Isokoria

Lensa
Kejernihan
Letak kekeruhan
Shadow Test
Letak lensa
Refleks Kaca
Letak
Isokoria / Anisokoria

OS
Jernih
Tidak ada
Di Tengah
Sentral
Isokoria

OD
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Badan Kaca
Kejernihan
Flare
Sel Radang
Sel Darah Merah
Fibrosis

OS
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

OD
+
Jernih
Oranye
Jelas
0.3
2/3
Jernih,

Funduskopi
Refleks Fundus
Media
Warna Papil
Batas Papil
Cup/Disc Ratio
Arteri/Vena Ratio

OS
+
Jernih
Oranye
Jelas
0.4
2/3
Jernih,

Refleks Cemerlang
Tenang
Tenang
Tidak ada

Macula Lutea
Retina Sentral
Retina Perifer
Gambaran Kelainan

Refleks Cemerlang
Tenang
Tenang
Tidak ada

OD
Tidak dilakukan
n/p

Tekanan Bola Mata


Tonometri Schiotz
Tonometri Digital

OS
Tidak dilakukan
n +2 /p

OD
Sama dengan

Tes Konfrontasi

OS
Sama dengan

pemeriksa

Lapang Pandang

pemeriksa

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Tonometri:untuk mengetahui tekanan intraokuler
TIO OD: 14
TIO OS : 52

Pemeriksaan Laboratorium
Eritrosit
Leukosit
Hb
Ht
Trombosit

:
:
:
:
:

4.63
8,21
13.9
40,20
280

106/mm3
103/mm3
g/dl
%
103/mm3

(4.40-5.9 106/mm3)
( 3.8-10.60 103/mm3)
( 11-16.5 g/dl )
( 40 -52 % )
( 150-440 103/mm3)

MCV
MCH
Limfosit
Monosit
Ureum
Creatinin
Waktu pembekuan
Waktu perdarahan
Sodium (Na)
Potasium (K)
Chloride (Cl)

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

86
m3
30
pg
32
%
6
%
30,8 mg/dl
1,08 mg/dl
12,0 menit
2,0
menit
140 mmol/L
3.9 mmol/L
103 mmol/L

( 80 97 m3)
( 26.5-33.5 pg )
( 17 48 % )
( 4.0 10 % )
( 10-50 mg/dl )
( 0,6-1,36 mg/dl )
( 8-15 menit )
( 1-3 menit )
(137-145)
(3.6 5.0)
(98 107)

1.5 Resume
Pasien laki laki 50 tahun datang ke poliklinik mata Rumah Sakit Umum Siloam dengan
keluhan mata kiri mendadak sakit sejak 1 bulan lalu dan hilang timbul. Sakit diarasakan
seperti tertusuk, keluhan disetai dengan buram dan sering melihat pelangi dan tidak
nyaman melihat cahaya. Mata kiri pasien juga berair, merah dan mengeluarkan belekan.
Keluhan sakit kepala hebat juga dirasakan pasien sepanjang hari dimana disertai dengan
mual dan muntah. Pasien sudah mendapatkan obat penurun tekanan bola mata dan
keluhan membaik. 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan gejala yang
sama kembali tanpa disertai dengan mata merah dan belekan. 3 bulan sebelum masuk ke
rumah sakit, pasien megakui bahwa mata pasien terkadang merah berulang. Mata merah
pasien disertai dengan rasa perih dimana pandangan pasien juga menjadi buram dan gatal.
Pada saat melihat cahaya pasien juga mengakui silau. Pasien memiliki riwayat hipertensi
terkontrol.
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/9 VOS : 6/22. Pada pemeriksaan fisik pada
mata kiri didapatkan kedalaman COA dangkal, iris atrofi + pada jam 11-15, sinekia
posterior +, iris bombe +, bentuk pupil ireguler, ukuran 6 mm, anisokoria, refleks cahaya
langsung -, refeks cahaya tidak langsung -, tonometri digital n+2/p. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan tekanan bola mata kiri 52.
1.6 Diagnosis
Diagnosis kerja
:
Glaukoma akut sekunder ec uveitis OS
Presbiopi ODS

1.7 Tatalaksana
Medikamentosa

Pilocarpine HCL eye drop 2%


Timolol 0.5% OS
Dexamethason drops 0,1% 2x1 gtt os

Pembedahan
Trabekulektomi OS
1.8 Prognosis
OD
Bonam
Bonam
Bonam
Bonam

Prognosis
Ad Visam
Ad Cosmeticam
Ad Sanasionam
Ad Vitam

OS
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan terbanyak setelah katarak dan
merupakan penyebab terbanyak kebutaan irreversibel akibat glaukoma primer sudut terbuka.
Pada tahun 2002 diperkirakan 161 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 37 orang
menderita kebutaan. Gangguan penglihatan akibat glukoma banyak terjadi pada Negara
berkembang, orang dewasa lebih banyak dibandingkan anak kecil dan wanita lebih banyak
daripada pria. Di Amerika Serikat diperkirakan 2 juta pengidap glaukoma. Glaukoma akut
merupakan 10-15% kasus pada orang kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang asia,
terutama diantara orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara. Pada tahun 2020 jumlah ini
diperkirakan meningkat menjadi 79.600.000. Sebagian besar (74%) adalah glaukoma sudut
terbuka.1
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor aqueous ke sistem drainase (glaukoma
sudut tertutup).
Tekanan intraokular diturunkan dengan cara mengurangi Produksi humor aqueous atau
dengan meningkatkan aliran keluarnya, menggunakan obat, laser, atau pembedahan. Pada
glaukoma sekunder, harus selalu dipertimbangkan terapi untuk mengatasi kelainan
primernya. 1
Glaukoma Uveitic adalah komplikasi umum dari uveitis mempengaruhi sekitar
20% dari pasien. Istilah glaukoma uveitic digunakan untuk menggambarkan glaukoma
sehingga secara tidak langsung atau langsung dari uveitis. Glaukoma lebih sering dikaitkan
dengan uveitis anterior dan dengan bentuk kronis uveitis. Uveitis dan pengobatannya dapat
menyebabkan tekanan intraokular tinggi (IOP). Kenaikan terus-menerus dalam IOP dapat
menyebabkan neuropati optik glaucamatous dan bidang visual kehilangan 1. Tekanan
intraokular (TIO) elevasi di uveitis dapat menjadi sekunder untuk membuka mekanisme
sudut atau sudut tertutup. Hal ini juga dapat untuk karena kortikosteroid disebabkan
glaukoma 2. Patogenesis mungkin akut onset, dengan peradangan onset cepat, obstruksi ruang
intertrabecular dan peningkatan IOP berikutnya. Patogenesis juga bisa menjadi kronis,

dengan serangan berulang dari uveitis menyebabkan infiltrasi fibroblastik dan pembentukan
jaringan parut yang perlahan menghalangi sudut ruang anterior.2
Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati diskus optikus yang disebabkan oleh tekanan
tinggi intra okular (IOP) yaitu di atas 21 mmHg,yang ditandai dengan berkurangnya lapang
pandang dan serabut saraf optik.Berdasarkan keadaan sudut ,glaukoma dibagi menjadi
glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup.
Glaukoma sekunder merupakan glukoma sebagai akibat dari penyakit mata
lain. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata lain atau
faktor-faktor seperti inflamasi, truma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik
atau kimia.2
Glaukoma karena uveitis (uveitic glaucoma),selanjutnya disebut glaukoma
uveitis,merupakan istilah yang digunakan jka terdapat kerusakan sraf optik dan kelainan
lapang pandang yang disebabkan oleh tekanan intraokuler(TIO) yang tinggi akibat uveitis.
Fisiologi Humor Aquous
Humor aqueous (HA) adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan pembentukannya, yang
bervariasi diurnal, adalah 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada
plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang
lebih rendah.3
Sekresi HA 80% oleh epitel siliaris non pigmentasi melalui proses metabolik aktif
yang bergantung pada banyaknya sistem enzimatik (enzim karbonik anhidrase) dan 20% oleh
proses pasif dari ultrafiltrasi dan difusi.4
Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk diantara
permukaan posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA keluar dari bilik anterior
melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera (jalur non
trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh dasar iris dan kornea perifer,
melewati trabekular meshwork (TM) dari sklera, masuk ke kanal schlemn (sekitar 30 saluran
pengumpul dan 12 vena aqueous). Melalui kanal kolektor, HA dibawa ke pembuluh darah
sklera dimana HA bercampur dengan darah. Pada jalur uveosklera, HA mengalir melalui
korpus siliaris ke ruang supra arakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi pada vena.3

Humor aqueos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di
dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga
berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut.
Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam
bola mata/tekanan intra okular. Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola
mata dalam batas normal (10-20 mmHg), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar
melalui sistem drainase mikroskopik.3
Epidemiologi
Diseluruh dunia glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertnggi.2%
penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan
pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita.
Sedangkan World Health Organization menyatakana bahwa glaukoma merupakan
penyebab kebutaan ketiga di dunia setelah katarak dan trakoma.Analisa yang telah dilakukan
organisasi kesehatan dunia ini memperkirakan terdapat 104,5 juta penduduk dunia dengan
glaukoma, diperkirakan prevalensi kebutaannya untuk semua tipe glaukoma mencapai 5,2
juta penderita per tahun.Jumlah penderita glaukoma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2%
dari populasi dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah katarak.
Prevalensi diperkirakan glaukoma karena uveitis bervariasi menurut sumber, tetapi
diperkirakan antara 10 sampai 20% kasus, tetapi bisa setinggi 46% dalam kasus uveitis kronis
yang parah 5.
Tanda dan Gejala
Gejala uveitis onset akut termasuk rasa sakit, pandangan kabur, sakit kepala,
fotofobia, dan halo berwarna. Temuan berikut dapat dilihat pada lampu celah pemeriksaan:
precipiates keratic, band keratopati (dalam kasus-kasus kronis), dendrit epitel, kornea stroma
jaringan parut, iris dapat menunjukkan stroma atrofi, nodul, posterior sinekia, dan
neovaskularisasi. Sel dan flare akan dicatat dalam ruang anterior. Lensa mungkin
menunjukkan peningkatan pigmen pada kapsul anterior. Tekanan intraokular mungkin rendah
karena peradangan yang mempengaruhi produksi air yang silia tubuh atau mungkin tinggi
jika ada penurunan aliran air. Pada gonioscopy PAS dapat hadir. Pemeriksaan fundus dapat
menunjukkan kerusakan saraf optik, cupping, atau tanda-tanda lain yang sesuai dengan
glaukoma. Temuan segmen posterior potensial lainnya termasuk: edema makula cystoid,
retinitis, selubung perivaskular, infiltrat choroidal, atau ablasi retina.

Tanda-tanda glaukoma termasuk tekanan tinggi intraokular, penggalian glaukoma


dari saraf optik, retina cacat lapisan serat saraf, glaukoma scotomas bidang visual, pupil blok,
dan anterior synechaie perifer.4
Patofisiologi
Kenaikan TIO sering merupakan komplikasi uveitis,penyebab kenaikan TIO adalah
terjadinya perubahan anatomi bilik mata depan dan sudut iridokorneal,serta mempengaruhi
produksi dan pembuangan humor akuos.galukoma uveitis bisa bersifat akut,misalnya
penutupan sudut secara akut akibat sinekia posterior yang mengakibatkan iris bombe,atau
bersifat kronis akibat dari sinekia anterior perifer atau sumbatan dan inflamasi anyaman
terbekulum.Mekanisme

kombinasi

dari

hal-hal

tersebut

diatas

juga

dapat

terjadi.Kortikosteroid sebagai terapi uveitis juga dapat menyababkan kenaikan TIO akibat
terjadi perubahan histologi anyaman trabekulum.
Sebagian besar mekanisme kenaikan TIO adalah sebagai akibat tersumbatnya
anyaman trabekulum

oleh sel-sel radang,selain itu pembengkakan stroma dan endotel

anyaman trabekulum dapat juga menyebabkan sumbatan anyaman trabekulum.Pada kasus


uveitis

karena

herpes

dapat

terjadi

trabekulitis

yang

dsertai

penyumbatan

sel

radang.Diagnosis Glaukoma Uveitis ditegakkan berdasarkan adanya sel radang pada humor
akuous dan vitreus.Gonioskopi secara hati-hati dapat menegakkan diagnosis lebih pasti
dengan ditemukannya timbunan sel radang/ presipitat di anyaman trabekulum dan sinekia
posterior.1
Penatalaksanaan
Penanganan glaukkoma uveitis harus bersamaan dengan pengobatan
uveitis.Pengurangan peradangan trabuekulum akan menaikkan drainase cairan akuos
sehingga TIO turun,selain itu pengurangan inflamasi akan menyebabkan fungsi sekresi badan
silier menjadi normal.
1.Medikamentosa
Beberapa macam obat yang dapat diberikan pada glaukoma uveitis adalah sebagai berikut:
a.Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat utama untuk uveitis.steroid topikal paling efektif untuk
uveitis anteror tetapi kurang efektif untuk uveitis posterior dan intermediate,selain itu juga
mempunyai efek menaikkan TIO dan menyebabkan keratitis jamur. Prednisolone 1% (pred
forte) steroid paling kuat dan merupakan drug of choice untuk uveitis. Prednisolone dapat

menurunkan reaksi peradangan dengan mendepresi migrasi dari leukosit PMN dan
menurunkan permeabilitas dari pembuluh darah.Homatropine dapat menghambat kerja obat
carbacol dan kolinesterase inhibitor.
b.Obat anti inflamasi nonsteroid
Sepeti obat kortikosteroid, obat anti inflamasi nonsteroid ini juga berfungsi untuk
menurunkan

gejala

peradangan

dan

diberikan

apabila

pasien

memiliki

kondisi

kontra. Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif. Pada
kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur yang
sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan preparat
intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan
sebagai life saving drugs.Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada
keadaan hipertensi, tuberkulosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa, positive
purified derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic, katarak, osteoporosis,
kehamilan. Termasuk ke dalam golongan antiinflamasi yang bersifat antilimfosit seperti
fenilbutazon, indometasin, salisilat, natrium diklofenak, dan golongan Non-Steroid AntiInfamasi Drugs (NSAIDs) yang lainnya .
c. Supresi pembentukan humor aqueous
1) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi
glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan obat lain.
Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. 1
2) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik 2 baru yang menurunkan pembentukan
humor akuos tanpa efek pada aliran keluar.1
3) Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak digunakan,
tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan metazolamid. Digunakan untuk
glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan glaukoma akut
dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi yang perlu segera di kontrol. Obat ini mampu
menekan pembentukan HA sebesar 40-60%.
d. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous.
1) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan
beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75-3% adalah
obat kolinergik alternatif.1

2) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling


lama. Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya dibatasi untuk
pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obat ini juga
menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan
sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.1
3) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar
humor akueus dansedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor akeus. Terdapat
sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi relek konjungtiva , endapan
adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang
dapat terjadi adalah edema makula sistoid pada afakia dan vasokonstriksi ujung saraf
optikus.1
4) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokularmenjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat digunakan untuk mata dengan sudut
kamera anterior sempit.5
e. Penurunan volume korpus vitreum.
1) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu, juga terjadi
penurunan produksi humor akuos. Penurunan volume korpus vitreus bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan
pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreus atau
koroid) dan menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).1
2) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin dicampur dengan sari
lemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan, tetapi pemakaiannya pada pengidap
diabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.1
f. Miotik, midriatik, dan sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut primer
dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan penutupan
sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh
pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik (siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk
menarik lensa ke belakang.6
2.Pembedahan
a. Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara kamera
anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini dapat
dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada
sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.1
b. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa kejalinan
trabekular dapat mempermudah aliran keluar HA karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk bermacam-macam bentuk
glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari.
Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan
tindakan bedah glaukoma.1
c. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal, sehingga
terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita,
dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase. Penyulit utama trabekulotomi
adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Goniotomi adalah suatu teknik yang
bermanfaat untuk mengobati glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan
drainase humor akuos dibagian dalam jalinan trabekular.1
d. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan tindakan
destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular.
Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutakhir terapi laser
neodinium : YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah posterior
limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris dibawahnya.1
Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma karena uveitis

dapat berkembang sampai akhirnya

menyebabkan kebutaan total. Bila antiglaukoma dapat menekan tekanan intra okular pada
mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik. Bila proses
penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma karena uveitis dapat
ditangani dengan baik secara medis.5

Kesimpulan
Glaukoma karena uveitis (uveitic glaucoma),selanjutnya disebut glaukoma
uveitis,merupakan istilah yang digunakan jka terdapat kerusakan sraf optik dan kelainan
lapang pandang yang disebabkan oleh tekanan intraokuler (TIO) yang tinggi akibat uveitis.
Glaukoma karena uveitis dapat berupa glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup.
Daftar Pustaka
1. Riordan, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC. Jakarta.
2010.
2. Lang, G. K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd Edition. Thieme. Stuttgart-New
York. 2006.
3. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all. Rapid Diagnoses
in Ophthalmology Lens and Glaucoma. Mosby Elsevier. Philadelphia. 2008.
4. James, B., Benjamin, L. Ophthalmology Investigation and Examination Techniques.
Butterworth Heinemann Elsevier. United Kingdom.
5.James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta, Penerbit Erlangga,
2006
6.Mansjoer Arif, dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Jakarta, FKUI, 2001 hal 109-110

Anda mungkin juga menyukai