Anda di halaman 1dari 7

1.

Pembakaran Sempurna
Reaksi pembakaran terjadi ketika zat bereaksi cepat dengan oksigen (O2).
Sebagai contoh, pada Gambar di bawah, arang bergabung dengan oksigen. Reaksi
kombusi yang biasa disebut reaksi pembakaran, dan substansi yang terbakar
biasanya disebut sebagai bahan bakar. Produk dari reaksi pembakaran sempurna
termasuk karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Reaksi biasanya mengeluarkan
panas dan cahaya juga. Persamaan umum untuk reaksi pembakaran yang sempurna
adalah:
Bahan bakar + O2 CO2 + H2O
Pada pembakaran sempurna, reaktan terbakar dengan oksigen menghasilkan
beberapa produk. Ketika hidrokarbon terbakar dengan oksigen, maka reaksi utama
akan menghasilkan karbon dioksida dan air. Ketika elemen dibakar, maka produk
yang dihasilkan biasanya juga berupa oksida. Karbon dibakar menghasilkan karbon
dioksida, sulfur dibakar menghasilkan sulfur oksida, dan besi dibakar menghasilkan
besi(III) oksida. Nitrogen tidak dianggap sebagai komponen yang bisa terbakar jika
oksigen dipakai sebagai agen pengoksidasi, namun nitrogen oksida NO x dalam
jumlah kecil biasanya akan terbentuk.
Jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran sempurna disebut udara
teoritis. Namun, pada praktiknya digunakan jumlah 2-3 kali jumlah udara teoritis.
2. Hubungan Pembakaran Sempurna dengan Nilai Oktan
Semakin tinggi angka oktan, maka semakin tinggi titik bakar bensin pada
suhu atau tekanan yang lebih tinggi. Artinya, bensin akan lebih lambat terbakar,
tetapi kekuatan ledaknya lebih besar. Maka, pembakaran bensin menjadi sempurna
dan ketukan pada mesin akan semakin rendah. Sehingga, mesin kendaraan menjadi
lebih terawat.
3. Efisiensi Termal Mesin Otto dan Mesin Diesel
Keefisienan mesin diesel disebabkan karena bahan bakar diesel lebih padat
dan kandungan energinya lebih banyak 15% berdasarkan volume. Meskipun nilai
kalornya sedikit lebih rendah daripada bensin (diesel 45,3 MJ/kg (megajoule per
kilogram, bensin 45.8 MJ/kg), namun karena densitasnya lebih tinggi, maka
massanya lebih besar.
Selain itu, mesin diesel juga lebih irit karena rasio kompresi yang lebih
tinggi, terutama pada putaran rendah dan kondisi mesin diam. Tidak seperti mesin
76

bensin, mesin diesel tidak memiliki butterfly valve/throttle pada sistem inlet yang
menutup pada kondisi mesin diam. Hal ini menimbulkan kerugian dan menurunkan
adanya udara masuk, sehingga efisiensi mesin bensin menurun.

4. Angka Setana (Cetane) Diesel


Angka Setana atau CN (Cetane Number) adalah ukuran yang menunjukkan
kualitas dari bahan bakar untuk diesel. Semakin tinggi angka setana suatu bahan
bakar diesel, semakin pendek jarak waktu injeksi bahan bakar dan terbakarnya bahan
bakar tersebut dalam ruang pembakaran. Jarak waktu penyalaan disebut penundaan
penyalaan/ignition delay. Semakin tinggi angka setana akan lebih mudah bagi bahan
bakar untuk terbakar dalam kompresi. Biasanya, angka setana diesel berada di
kisaran CN 40-55
Dengan bahan bakar yang mudah terbakar maka akan mengurangi ketukan
dari mesin diesel, sehingga mesin akan lebih halus. Oleh karena itu bahan bakar
yang lebih tinggi setana biasanya menyebabkan mesin untuk berjalan lebih lancar
dan tenang. Berbeda dengan angka oktan pada bensin, semakin sulit terbakar apabila
dikompresi.
5. Stirling and Ericsson Cycles
Penerapan stirling cycle:

Perangkat keluaran mekanik dan propulsi : hybrid electric drive system, air-

independent propulsion (AIP) pada kapal selam, mesin pompa.


Pembangkit listrik : combined heat and power (CHP) system, konverter
listrik tenaga surya, Stirling Radioactive Generator untuk pembangkit listrik

tenaga nuklir.
Pemanas dan pendingin : stirling cyrocooler, stirling heat pump, Free Piston

Stirling Cooler (FPSC) untuk pendingin portabel.


Low temperature difference (LTD, atau Low Delta T) Stirling engine

Penerapan ericsson cycle:

Penghasil daya dari panas terbuang yang berasal dari mesin uap atau turbin
gas.

Siklus Stirling
77

Silus ini ditemukan oleh Stirling, dimana terdiri dari dua proses isotermal dan
dua proses volume konstan. Dua proses terakhir terjadi dengan bantuan sebuah
regenerator untuk membuat siklus ini reversibel. Diagram p-v dan T-s siklus ini
ditunjukkan oleh gambar 5.

Gambar 5. Siklus Stirling.

Sekarang kita lihat empat tingkat siklus Stirling. Misalkan silinder mesin

berisi

m kg udara pada keadaan awal, yang ditunjukkan oleh titik 1.


Tingkat pertama
Udara berekspansi secara isotermal, pada temperatur konstan T1 dari v1 ke v2.
Kalor yang diberikan sumber eksternal diserap selama proses.

Kalor

yang diberikan = kerja yang dilakukan selama proses isotermal

v2
Q1 p 1v1 ln
78

v1

v2
mRT

1 ln
v1

mRT

1 ln r

... (r v2 / v1 , rasio ekspansi)

Tingkat kedua

Sekarang udara lewat melalui regenerator dan didinginkan pada volume


konstan ke temperatur T3. Proses ini digambarkan oleh grafik 2-3 pada diagram p-v
dan T-s. Pada proses ini kalor dibuang ke generator.

79

Kalor

yang dilepaskan ke generator = m Cv (T2 T3)

Tingkat ketiga

Udara dikompresi secara isotermal di dalam silinder mesin dari v3 ke v4. Proses
ini digambarkan oleh grafik 3-4 pada diagram p-v dan T-s. Lagi kalor dibuang oleh
udara.
Kalor

yang dilepaskan oleh udara:

v3
Q2 p 3 v 3 ln
v4

v3
mRT

3 ln
v4

mRT

3 ln r

... (r v3 / v4 , rasio kompresi)

Tingkat keempat

Terakhir, udara dipanaskan pada volume konstan ke temperatur T1 dengan


melewatkan udara ke regenerator dalam arah yang berlawanan dengan proses 2-3.
Pada proses ini kalor diserap oleh udara dari regenerator selama proses ini, yaitu

proses 4-1.
Kalor

yang diserap oleh udara

= m.Cv (T1 T4) = m.Cv(T1 T3)

...(karena T3 = T4)

Terlihat bahwa kalor yang dilepaskan ke regenerator selama proses 2-3 adalah sama
dengan kalor yang diambil dari regenerator selama proses 4-1. jadi, tidak ada
pertukaran kalor ke sistem selama proses-proses ini. Pertukaran kalor hanya terjadi
selama dua proses isotermal.
Kerja

yang dilakukan = Kalor yang disuplai Kalor yang


dibuang

= mRT1 ln r mRT3 ln r

= mR ln r (T1 T3)

dan efisiensi:

Kerja yang dilakukan

Kalor
disuplai

yang

mR ln r(T1 T
3)

mRT1 ln r

Anda mungkin juga menyukai