PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikrobiologi pangan adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang
sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa pembesar atau
mikroskop (Dwidjoseputro, 1989). Makhluk yang sangat kecil tersebut disebut
mikroorganisme atau mikroba, dan ilmu yang mempelajari tentang mikroba yang sering
ditemukan pada pangan disebut mikrobiologi pangan. Hal yang dimaksud dengan
pangan disini mencakup semua makanan maupun minuman, baik bahan baku pangan
maupun yang sudah diolah.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik
yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan misalnya
yang menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan
penyakit atau keracunan pangan. Sedangkan mikroba yang menguntungkan adalah yang
berperan dalam proses fermentasi pangan (Irianto, 2007).
Nilai gizinya yang tinggi menyebabkan susu menjadi medium yang sangat di
sukai mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dalam waktu
singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar (Pelczar
dan Chan, 2005). Mikroorganisme yang berkembang di dalam susu selain menyebabkan
daya simpan susu menjadi singkat, harga jual murah yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi pendapatan peternak sebagai produsen susu. Berdasarkan hal tersebut,
untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai kerusakan pada susu maka
dilakukanlah penulisan makalah ini. Sebab, Susu merupakan salah satu bahan pangan
yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, sehingga perlu
mendapat perhatian besar mengingat banyaknya kasus gizi buruk dikalangn masyarakat
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui susunan pada susu.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri kerusakan bahan makanan yang mengandung protein
khususnya pada susu.
3. Untuk mengetahui tahap-tahap kerusakan bahan makanan yang mengandung
protein.
4. Untuk mengetahui penyebab kerusakan pada susu.
5. Untuk mengetahui bakteri kontaminan yang bersifat patogen pada susu.
1.3 Batasan Penulisan
Adapun Ruang Lingkup dan batasan masalah pada makalah ini adalah hanya
menjelaskan mengenai kerusakan pada jenis sumber makanan atau minuman yang
mengandung protein khususnya pada susu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Susunan pada Susu
Air susu ialah perahan yang diperoleh dari lembu sehat dan mengandung lemak
yang tidak kurang daripada 3,25%, sedang bahan bukan lemak tidak kurang daripada
8,25%. Bahan-bahan yang terkandung di dalam air susu itu bergantung kepada jenis
lembu, kepada waktu menyususi, kepada musim dan kepada faktor-faktor lainnya. pada
umumnya dapat diambil hasil rata-rata sebagai berikut: air susu yang lazim
mengandung 87,25% air; 4,8% laktosa (glukosa+galaktosa); 3,8% lemak; 0,7%
albumin; 0,65% garam-garaman dan 2,8% kasein (Dwidjoseputro, 1989). Selain itu
susu juga mengandung vitamin A, B, C dan enzim. Faktor-faktor yang mempengaruhi
komposisi susu terutama spesies, variasi genetik dalam spesies, kesehatan, lingkungan,
manajemen, stadium laktasi, pakan dan umur. Berdasarkan Spreer 1998 (dalam Ali
2003) komponen dari susu antara lain dijabarkan dalam gambar 2.1
2.2 Ciri-ciri Kerusakan pada Bahan Makanan yang Mengandung Protein Tinggi
Apabila mengalami kerusakan mikrobiologis, akan timbul bau busuk khas
protein yang disebut bau putrid.
Mikrobia yang berperan yakni bakteri yang mampu memecah protein menjadi
senyawa-senyawa sederhana seperti cadaverin, putrescin, skatol, H2S dan NH3 yang
menyebabkan bau busuk. Ditunjukan dengan adanya rasa yang tidak enak,
penggumpalan, pencairan jaringan protein sehingga bahan berair dan lembek
(Hadiwiyoto, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan (Irianto, 2007):
dan keton yang memiliki bau dan rasa yang khas. Seringkali disebut tengik.
Protein dan peptide
Kemampuan memecah molekul protein dalam bahan pangan terbatas hanya pada
beberapa
spesies
mikroorganisme
yang
dapat
menghasilkan
enzim
Adanya perubahan rasa susu menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri
e
f
sebagai sumber makanan untuk tumbuh dan berkembang. Mekanisme pembusukan ini
sangat kompleks. Bakteri tumbuh/ berkembang dengan memanfaatkan komponenkomponen yang terlarut dalam daging. Konsentrasi komponen tersebut oleh jenis
mikroba tertentu yang akan menentukan waktu terjadinya dan jenis pembusukan
(Pelczar dan Chan, 2005).
Selain itu proses pembusukan terjadi akibat adanya aktivitas enzim yang
merombak komponen bahan pangan hingga terbentuk senyawa yang aromanya tidak
disukai. Aroma tersebut merupakan gabungan dari sejumlah senyawa hasil proses
pembusukan. Selama proses pembusukan, enzim akan merombak karbohidrat secara
bertahap menjadi alkohol dan akhirnya membentuk asam butirat dan gas metan. Protein
akan dirombak oleh protease hingga terbentuk ammonia dan hidrogen sulfida;
sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton. Keberadaan senyawa ini
secara bersamaan akan menyebabkan terbentuknya aroma busuk (Dwidjoseputro,2005).
2.4 Penyebab Kerusakan pada Susu
Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang tidak tahan lama disimpan dan
mudah rusak (pershable food) serta merupakan bahan pangan berpotensial mengandung
bahaya (potentially hazardous food). Menurut Legowo (2002), kerusakan bahan pangan
seperti susu dapat berlangsung dengan cepat. Kerusakan pada susu dapat disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi, dan kapang. Beberapa
mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, racun
dan lain-lain.
2. Aktivitas enzim-enzim di dalam susu.
Enzim yang terdapat pada susu tersebut dapat berasal dari mikroba atau sudah ada
pada bahan pangan tersebut secara normal. Adanya enzim memungkinkan terjadinya
reaksi-reaksi kimia labih cepat tergantung dari jenis enzim yang ada, selain itu juga
dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi susu.
3. Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan.
Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein
(denaturasi), emulsi lemak, dan vitamin, sedangkan susu yang dibekukan akan
menyebabkan pecahnya emulsi dan lemaknya akan terpisah. Pembekuan juga dapat
menyebabkan kerusakan protein susu dan menyebabkan penggumpalan.
4. Kadar air.
Kadar air sangat berpengaruh pada daya simpan susu karena air inilah yang
membantu pertumbuhan mikroba.
5. Udara terutama oksigen.
Oksigen dapat merusak vitamin, warna susu, cita rasa serta merupakan pemicu
pertumbuhan mikroba aerobik. Susu yang mengandung lamak dapat menyebabkan
ketengikan karena proses lipoksidase.
6. Sinar matahari.
Susu yang terkena sinar matahari secara langsung dapat berubah cita rasanya serta
terjadi oksidasi lemak dan perubahan protein.
7. Jangka waktu penyimpanan.
Umumnya waktu penyimpanan susu yang lama akan menyebabkan kerusakan yang
lebih besar.
Bakteri psikrofil merupakan kelompok bakteri yang dapat tumbuh pada suhu
rendah. Bakteri ini mampu tumbuh pada suhu 0-20C. Bakteri psikrotrof merupakan
bakteri yang mendominasi pada produk susu pasteurisasi. Hal ini dikarenakan proses
pasteurisasi yang dilakukan pada suhu tinggi memungkinkan bakteri psikrotrof mampu
tumbuh pada susu. Bakteri dari kelompok psikrotrof yang penting adaah Pseudomonas.
Psudomonas merupakan bakteri aerobik, Gram-negatif dan berbentuk road-shaped.
Pseudomonas merupakan bakteri yang tumbuh pada suhu 3-7C (lihat gambar 2.4).
Jenis mikroorganisme psikrotrof yang penting lainnya adalah Micrococcus, Aerococcus,
dan Lactococcus yang merupakan family Enterobacteriaceae.
2. Bakteri berspora
Susu mentah merupakan sumber kontaminan bakteri berspora. Bakteri berspora
juga dapat mengkontaminasi setelah adanya proses pasteurisasi pada susu. Jenis bakteri
berspora yang umum mengkontaminasi susu adalah kelompok bakteri dari genus
Bacillus. Bakteri Bacillus cereus merupakan jenis bakteri yang sering mengkontaminasi
susu pasteurisasi. Bacillus cereus mempunyai spora yang dapat berkecambah walaupun
susu sudah dipasteurisasi. Suhu opimum untuk pertumbuhan B. cereus antara 30-37C.
Maksimum suhu untuk pertumbuhannya adalah 45 50C. B. cereus secara umum
dikelompokkan pada bakteri mesofil (lihat gambar 2.5) (Jensen and Moir, 2003).
bakteri pembentuk asam, terutama bakteri asam laktat dan bakteri E. coli. Bakteri asam
laktak dan E. coli dalam susu akan memfementasi laktosa menjadi asam laktat sehingga
rasa susu menjadi asam. Proses tersebut akan berlanjut dimana asam laktat akan
membuat casein menggumpal melalui proses koagulasi. Hal ini memungkinkan gejala
kerusakkan yang ditandai dengan perubahan rasa menjadi asam diikuti dengan
terbentuknya gumpalan pada susu (Rahimah, 2011).
b Penggumpalan pada susu
Penggumpalan pada susu disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh bakteri
pemecah protein. Pemecahan protein mungkin disertai oleh terbentuknya asam atau
tanpa asam. Penggumpalan tanpa adanya pengasaman dapat disebabkan oleh aktivitas
bakteri Bacillus cereus. Bacillus cereus akan mengurai P-lipid pada membran butiran
lemak sehingga lemak berkoalisi dan memisah ke permukaan. Hal tersebut yang
menyebabkan susu menggumpal (Rahimah, 2011).
Terbentuknya gas
Terbentuknya gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba, yaitu
bakteri yang membentuk gas H2 (Hidrogen) dan CO2 (karbon dioksida) seperti bakteri
E.coli dan bakteri pembentuk spora. Bakteri yang hanya membentuk CO 2 misalnya
bakteri asam laktat tertentu dan yeast (Rahimah,2011).
d Terbentuknya lendir
Terbentukknya lendir dapat disebabkan oleh adanya bakteri pembusuk seperti
Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp yang menguraikan protein menjadi
asam amino dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan
berlendir.
e
Bau busuk
Bau busuk disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein menjadi
Escherichia coli
Escherichia coli telah tersebar diseluruh dunia dan ditularkan bersama air atau
makanan yang terkontaminasi oleh tinja. Mikroorganisme ini juga merupakan indikator
analisis air, kehadirannya merupakan bukti bahwa air tersebut terpolusi oleh bahan tinja
atau hewan. Kebersihan air yang digunakan untuk membersihkan pelalatan, makan dan
mandi sapi sangat berpengaruh terhadap tingkat cemaran Escherichia coli pada susu
sapi (Soeparno, 2005).
Bakteri Koliform
Keberadaan bakteri koliform dalam makanan yang merupakan indikator
Salmonella sp
Salmonella merupakan mikroorganisme gram negatif, berbentuk batang, tidak
Staphylococcus aureus
Menurut Arques, dkk (2005), Staphylococcus merupakan mikroorganisme yang
menyebabkan keracunan pada makanan. Bakteri tersebut sering ditemukan pada susu.
Keracunan tidak disebabkan oleh menelah mikroorganisme tersebut melainkan karena
adanya enterotoksin yang dihasilkan. Bakteri tersebut mengkontaminasi susu sebelum
dikontaminasi. Bakteri tersebut mungkin akan hilang karena adanya proses pemanasan.
Namun, tidak ada yang menjamin bahwa saaat susu tidak mengandung sel hidupnya
tidak beracun. Hal ini dimungkinkan masih ada enterotoksin dalam susu yang
menyebabkan keracunan (Stewart & Cole, 2004).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Air susu ialah perahan yang diperoleh dari lembu sehat dan mengandung lemak
yang tidak kurang daripada 3,25%, sedang bahan bukan lemak tidak kurang daripada
8,25%. Apabila susu mengalami kerusakan mikrobiologis, akan timbul bau busuk khas
protein yang disebut bau putrid. Mikrobia yang berperan yakni bakteri yang mampu
memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana yang menyebabkan bau busuk.
Ditunjukan dengan adanya rasa yang tidak enak, penggumpalan, pencairan jaringan
protein sehingga bahan berair dan lembek
Tahap-tahap kerusakan pada susu yaitu Protein didegradasi oleh bakteri
proteolitik anaerob menjadi oligopeptida, peptida, as. amino bebas. Mikroorganisme
yang menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak protein-protein sehingga
terjadi denaturasi protein. Penyebab kerusakan pada susu diantaranya adalah
pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi, dan kapang, aktivitas enzim
di dalam susu, suhu, kadar air, udara sinar matahari, dan waktu penyimpanan. Selain itu,
ada 3 kelompok mikroorganisme yang dapat merusak susu pasteurisasi yaitu bakteri
kelompok psikrotrof, bakteri berspora dan bakteri yang memilki enzim pendegradasi
Daftar Rujukan
Ali, Khanza.2003.Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arques, J.L., E. Rodriguez, G. Gaya, M. Medina, B. Guamis, and M. Nunez. 2005. Inactivation of Staphylococcus aureus in raw milk cheese by combinations of highpressure treatments and bacteriocin producing lactic acid bacteria. J. Appl.
Microbiol. (98): 254260.
Buccato, S., et al. 2006. Use of Lactococcus lactis Expressing Pili from Group B Streptococcus
as a Broad-Coverage Vaccine against Streptococcal Disease. The Journal of
Infectious Diseases 2006. 194:331-340.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Granum PE and Lund T (1997). MiniReview: Bacillus cereus and its food poisoning toxins.
FEMS Microbiol. Lett. 157, 223-228.
Irianto Koes. 2007. Mikrobiologi : Menguak Dunia Mikroorganisme. Yrama Widya.
Bandung.
Jay, J. M. 2005. Modern Food Microbiology. 6th Edition. Maryland : Aspen Publishers.
Inc..
Jensen I and Moir CJ (2003). Bacillus cereus and other Bacillus species. In Foodborne
Microorganisms of Public Health Significance, Sixth Edition. (Ed. AD Hocking).
Waterloo, New South Wales : Australian Institute of Food Science and Technology
Incorporated, NSW Branch, Food Microbiology Group.
Ledenbach, L.H., dan R.T. Marshall. 2009. Microbiological Spoilage of Dairy Product.
Springger Science, USA.
Mastuti, Rini. 2007. Kandungan bakteri susu pasteurisasi dalam kemasan plastik yang
beredar di Kota Malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 2 (2):52-57.
Pelczar MJ dan Chan ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi (2). UI Press. Jakarta.
Rahimah, Souvia. 2011. Mikrobiologi Susu. (Online), (http:// unpad.ac.id/souvia/files/2011/
03/MIKROBIOLOGI-SUSU.pdf). Diakses pada 27 Agustus 2016.
Soeparno, 2005. Keamanan Pangan Produk Peternakan Ditinjau Dari Aspek Prapanen:
Permasalahan Dan Solusi. hlm. 56-60. Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan
Pangan Produk Peternakan. Bogor, 14 September 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air. Bandung : Penerbit Alumni.
Stewart CM and Cole MB. (2004). Reinterpretation of microbial survivor curves. In Bulletin of
the International Dairy Federation. No. 392/2004, Proceedings of an International
Workshop on Heat Resistance of Pathogenic Organisms. Brussels: International Dairy
Federation.
Oleh :
Kelompok 2
Offering GP/HP 2014
140342600578
Laily Rahmawati
140342600476
140342600944
140342604027